MENINGOENCEPHALITIS
Oleh:
Sriworo Noermalia Dewi
Pembimbing
dr. Irawan .S. Sp. S
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya, penulisan dapat menyelesaikan laporan kasus stase syaraf dengan kasus
“Meningoencephalitis”, dimana laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas individu stase
syaraf. Sholawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW, yang telah
menuntun dari zaman yang gelap pada zaman yang terang benderang.
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr.Irawan spesialis syaraf, selaku pembimbing, yang telah membimbing dan
menuntun penulis dalam pembuatan laporan kasus ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada orang tua yang selalu memanjatkan doa dan memberi dukungan baik secara lahir
maupun batin sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kasus individu dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord
(Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku,
sakit kepala, dan perubahan di status mental. Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari
benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi
gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda
patogen.Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for
Disease Control and Prevention).
Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%) dan
Neisseria meningitis (37%). Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi
Haemophilus dan Meningococcal C. Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang
mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes
melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian
Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus, patogen
penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic streptococcus,
Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-anak, patogen penyebab
meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan
belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie
(pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang
paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli,
Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised,
patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria
monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab
meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan (leukemia, limpoma),
akibat zat-zat kimia (obat intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis,
sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy, 2009). 4
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien yang
menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang memakai I.V. Cath.
mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath. mengalami meningitis. 5%
pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari
setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture (van de Beek, 2010).
Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian pasien
pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (van de Beek,
2004). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan
jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000
kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan
karena kurang bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang
meninggal sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di
catatan resmi (Centers for Disease Control and Prevention).
B. Epidemiologi
WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkan
oleh bakteri terjadi di Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996 dengan penyebab
Neisseria Meningitidis (57,7%), Streptococcus Pneumoniae (13,2%) dan Haemophilus
influenzae (9,5%).
BAB II
MENINGOENCEPHALITIS
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi darah
vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak dan
mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus
transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus occipitalis, sinus
sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada
durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan sehingga
jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.
B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral
keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
Age Recommended Treatment Alternative Treatments
Newborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus Gentamicin plus
ampicillin with or without gentamicin ampicillin
Ceftazidime plus
ampicillin
Infants and toddlers (1 Ceftriaxone or cefotaxime plus Cefotaxime or ceftriaxone
mo-4 yr) vancomycin plus rifampin
Children and adolescents Ceftriaxone or cefotaxime plus Ampicillin plus
(5-13 yr) and adults vancomycin chloramphenicol
Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat –
obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat diulangi
2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu
diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan
pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang
mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3 minggu,
bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi
meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal
minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik
terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak
(blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas
menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang
digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila
Enterobacteriaceae sensitif dan atau
ditambah
aminoglikosida
secara intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
2.7.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak Makin muda makin baguS prognosisnya
Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun
proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat
terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka
panjang
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn.. R
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/suku : Islam/Jawa
Tanggal dan Jam Datang : 20/08/2019 jam 21.01 WIB
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
(heteroanamnesis) pasien datang dengan keluhan kejang dirasakan sejak jam 12 siang , kejang
seluruh tubuh dengan anggota gerak tubuh kaku dan mata melirik keatas, durasi kejang kurang
lebih 5 menit, lidah tergigit dan mengeluarkan darah saat terjadi kejang. Dan saat setelah kejang
pasien sadar. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sering nyeri kepala, leher terasa kaku,
riwayat mual dan muntah disangkal, riwayat demam disangkal. Riwayat tertusuk besi atau luka
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), DM (-), pernah oprasi radang usus 3 thn yang lalu
N.XII (Hipoglossus) +
Deviasi lidah -
Fasikulasi +
Tremor -
Atrofi
3. Leher
Tanda perangsangan selaput otak :
- Kaku kuduk : Positif
Kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran
Arteri karotis :
- Palpasi : teraba kuat
- Auskultasi : bruit (-)
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
4. Abdomen
Reflek kulit dinding perut : -
-
-
5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
Pergerakan : normal
Perkusi : normal
6. Ekstremitas
Motorik
- Pergerakan: Tidak ada
- Kekuatan : Tidak dievaluasi
- Tonus otot : normal
Otot yang terganggu :-
Reflek fisiologis :
- BPR : +2/ +2
- TPR : +2/ +2
- KPR : +2/ +2
- APR : +2/ +2
Reflek patologis :
- Hoffman-tromner : - / -
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Gordon :-/-
- Schaefer : - /-
- Oppenheim :-/-
Atrofi : Tidak ada
7. Pergerakan abnormal spontan : negatif
8. Gangguan koordinasi
- Tes jari hidung : Tidak dapat dievaluasi
- Tes pronasi supinasi : Tidak dapat dievaluasi
- Tes tumit lutut : Tidak dapat dievaluasi
9. Gait : Tidak dapat dievaluasi
- Darah Lengkap :
GDA : 148 mg/dl MCV : 91.50 fl
MCH : 29.40pg
LED : 55 mm/jam MCHC : 32.20g/dL
Leukosit : 17.4 RDW-CV : 11 %
Neutrofil : 90.0 Monosit : 7.5
Limfosit : 2.2 Eosinofil : 0.1 %
Hematokrit : 43.2 Hemoglobin : 13.9
Trombosit : 449/ul
Eritrosit : 4.72 juta/ul
Basofil : 0,2%
3.5 Pemeriksaan Radiologi
3.6 Diagnosis
Diagnosis klinik : Konvulsi (+), sakit kepala (+), Kaku kuduk (+), Leukositosis,
- o2 NRM 10 lpm
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 42 tahun dengan (heteroanamnesis) pasien datang ke IGD RSML
dengan keluhan kejang dirasakan sejak jam 12 siang , kejang seluruh tubuh dengan anggota
gerak tubuh kaku dan mata melirik keatas, durasi kejang kurang lebih 5 menit, lidah tergigit dan
mengeluarkan darah saat terjadi kejang. Dan saat setelah kejang pasien sadar. Sejak 1 minggu
SMRS pasien mengeluhkan sering nyeri kepala, leher terasa kaku, riwayat mual dan muntah
disangkal, riwayat demam disangkal. Riwayat tertusuk besi atau luka disangkal. . Saat diruangan
pada pemeriksaan fisik dan neurologis di ruangan didapatkan : tekanan darah 108/83 mmHg,
nadi 82x/menit, frekuensi nafas 20x/menit dan temperatur 360C. Didapatkan tanda-tanda
meningeal sign, berupa Kaku Kuduk. Tidak ditemukan defisit neurologis pada pemeriksaan di
ruangan. Pemeriksaan foto thorax tidak didapatkan gambaran TB Milier.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, kemungkinan penyebab
keluhan dari pasien adalah konvulsi et causa meningoencephalitis .Tanda-tanda rangsangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku .
Terapi yang diberikan untuk pasien adalah pasien mendapatkan terapi supportif
berupaO2 NRM 10 lpm untuk mempertahankan breating, infus RL 1500 cc dalam 24 jam untuk
menjaga cairan tetap pada keadaan euvolemi, ranitidine 2x50 mg untuk mencegah stress ulcer
dan inj citicolin 3x250mg sebagai neuroprotektan, inj antrain 3x1 gr untuk mengurangi nyeri, Inj
Ceftriaxone 2 x 1 gr untuk menurunkan infeksi , dan Inj Kalmethason 4x1 amp sebagai
penghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara araknoid dan otak.
DAFTAR PUSTAKA