Oleh:
Kelompok :
J32
Pembimbing:
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat jarang,
kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun.
Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian
mendapatkan rata-rata insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi
antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2
tahun.
Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3
bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit
hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di
Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra
menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III
(dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama.
Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan
wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d
Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.
Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada
usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya
karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat
menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.
GBS biasanya mempunyai prognosa yang baik yaitu sekitar 80% tetapi sekitar 15 %
nya mempunyai gejala sisa/ defisit neurologis.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious
Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain
Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre
Syndrome.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut
Bosch, GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid
yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
B. ETIOLOGI
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/ penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
a) keganasan
b) systemic lupus erythematosus
c) tiroiditis
d) penyakit Addison
5. Kehamilan atau dalam masa nifas
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.
Telah diketahui bahwa infeksi salmonela tiposa dapat menyebabkan GBS.
Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada demam tifoid perlu lebih
3
diketahui dan disadari, khususnya di Indonesia di mana demam tifoid masih
merupakan penyakit menular yang besar.
C. PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi
pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus.
4
a. Teori-teori Imun
Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi
makrofag). Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap glikolipid,
termasuk GM1, GQ1b, berbagai gangliosid lain, seluruh komponen membran akson
Histologi saraf tepi menunjukkan infiltrasi monosit perivaskuler endoneurial dan
demielinasi multifocal. Saraf-saraf tepi dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf
distal (poliradikuloneuropati)
c. Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan
saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan
pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul
pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa
5
limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel
schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan
berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks
dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama
yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil
pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila
peradangannya berat akan berkembang
6
D. Klasifikasi
7
dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler
terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun
gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.
8
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu,
80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral.
Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah
dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari
otot ekstraokuler atau saraf otak lain
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
9
didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi
sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer. 2
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari
anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot distal,
kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 2 Kelemahan terjadi
akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas. Penyebaran
hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien GBS biasanya berkembang dari
kelemahan nervus cranial, seringkali kelemahan nervus fasial atau faringeal.
Kelemahan diaframa sampai nervus phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS
10
inap membutuhkan ventilator mekanik karena kelemahan otot respirasi atau
orofaringeal.5
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi
sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII,
VI, III, V, IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
11
Gambar 3. fase perjalan klinis
Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna
1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-
demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
12
5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel
metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti CMV,
EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal.
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Kelainan batang otak
a. Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak*
b. Ensefalomielitis batang otak
Kelainan medulla spinalis
a. Mielitis transversa
b. Mielopati nekrotik akut
13
c. Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen
magnum
d. Mielopati akut lain
Kelainan sel kornu anterior
a. Poliomielitis
b. Rabies
c. Tetanus
Poliradikulopati
a. Difteri
b. Paralisis Tick
c. Logam berat : arsen, timbal, thallium, emas
d. Keracunan organofosfat
e. Heksakarbon (neuropati penghirup lem)
f. Perhexiline
g. Obat-obatan : vincristine, disulfiram, nitrofurantoin
h. Critical illness polyneuropathy
Kelainan transmisi neuromuskuler
a. Myastenia gravis
b. Botulismus
c. Hipermagnesemi
d. Paralisis yang diinduksi antibiotika
e. Bisa gigitan ular
Miopati
a. Polimiositis
b. Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat
Abnormalitas metabolik
a. Hipokalemi
b. Hipermagnesemia
c. Hipofosfatemia
14
Lain-lain
a. Histeri
b. Malingering
I. KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik
GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam jangka
waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset penyakit. Kesembuhan
biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun-tahun. Baik pasien
maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya
untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien
berlangsung selama tahun – tahun pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada
sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa.tetapi lebih
sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal
GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan ventilator.
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi
ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan GBS.gangguan
lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan defisiensi dari fungsi
mukosa bronchial. 7
15
J. TERAPI
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari
16
dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari
sampai sembuh.
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan
sakit kepala.
17
K. PEMULIHAN
18
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
Radinal, dkk. 2012. Guillain Barre Syndrome. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanudin diakses melalui
http://www.scribd.com/doc/81353857/Guillain-Barre-Syndrome
21