Anda di halaman 1dari 20

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TUGAS
TABLET & METODE TABLET DAN EVALUASI GRANUL & TABLET

OLEH :

NAMA : NUR HAIRANI SAMAL


STAMBUK : 15020160009

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia di bumi ini agar dapat bertahan hidup maka
diantaranya harus bernapas, tidak hanya manusia, tetapi semua
makhluk hidup lainya juga memiliki ciri yng sama yaitu memerlukan
pernapasan selain dari pada makan, berkembang biak, tumbuh Dan
lain sebagainya. bernapas merupakan suatu kebutuhan yang sangat
penting dalam menjalani rentetan- rentetan kehidupan atau aktivitas
yang kita jalani.
Mempelajari sistem pernapasan sangatlah penting karena ilmu
dari sistem pernapasan adalah ilmu yang mepelajari fungsi organ dan
tubuh mahkluk hidup. Yang erat kaitannya denngan kelansungan
hidup manusia. Semua sistem dalam tubuh haruslah seimbang, sama
halnya dengan sistem pernapasan dimana manusia setiap detiknya
harus menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam
hidupnya.
Dengan memelajari sistem pernapasan kita dapat mengetahui
apa- apa saja organ- organ yang terlibat dalam sistem pernapasan,
mekanisme pernapasan, jenis- jenis pernapasan bahkan kelainan-
kelainan dan penyakit yang sering terjadi pada sistem pernapasan.
Sesak nafas merupakan suatu gejala klinis, namun gejala
klinis seperti ini tidaklah spesifik untuk suatu penyakit. Salah satunya
pada gagal jantung sulit dikenali secara klinis, karena beragamnya
gejala klinis serta tidak spesifik dan sedikit tanda-tanda klinis pada
tahap awal penyakit. Gagal jantung merupakan salah satu penyakit
kardiovaskular yang menjadi fokus perhatian karena meningkatkan
prevalensi gagal jantung. Meningkatnya prevalensi diikuti dengan
meningkatnya populasi usia lanjut. Diagnosis dini pada pasien gagal
jantung sangat diperlukan karena banyak kondisi yang menyerupai
sindroma gagal jantung ini pada usia lanjut maupun dewasa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. GAGAL GINJAL
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama
untuk menyaring dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari
darah dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya
kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah. Ginjal juga memproduksi
bentuk aktif dari vitamin D yang mengatur penyerapan kalsium dan
fosfor dari makanan sehingga membuat tulang menjadi kuat. Selain
itu ginjal memproduksi hormon eritropoietin yang merangsang
sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah, serta renin
yang berfungsi mengatur volume darah dan tekanan darah
(Nursalam dan Fransisca, 2008).
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat
menjalankan fungsinya secara normal. Pada kondisi normal,
pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami
penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler
(Nursalam dan Fransisca, 2008).
Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita
penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada
ginjal itu sendiri . Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka
yang berusia dewasa , terlebih pada kaum lanjut usia.Secara umum,
gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang
menyerang traktus urinarius (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal
ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic
renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi
ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum
dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang
meningkat. Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi
ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal
dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal
disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium
berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular
Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2 (Brenda G Bare, 2001).
Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan
suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan
tetapi karena beberapa alasan yaitu penyakit yang berat dapat
mengancam jiwa, bakteri patogen yang berhasildiisolasi belum tentu
sebagai penyebab pneumonia dan hasil pembiakan bakteri
memerlukan waktu. Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan
terapi secara empiris. Obat berperan sangat penting dalam
pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia,
sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam
memilih obat untuk suatu penyakit. Terlalu banyaknya jenis obat yang
tersedia ternyata dapat memberikan masalah tersendiri dalam
praktik, terutama menyang (PDPI, 2003).
1. Manifestasi klinis gagal ginjal
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien
(Rubenstein, 2007)
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotensin-
aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul
dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan
elektrolit dan kalsifikasi metastatic.
2. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat
toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-
kuningan akibat penimbunan urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
3. Gastrointestinal :
1. Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas
berbau ammonia. Akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan
parotitis
2. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3. Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan
metabolism di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidine,
serta sembabnya mukosa usus
4. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
5. Konstipasi dan diare
6. Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan
colitis uremik)
7. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus,
kejang
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kelemahan pada tungkai
e. Rasa panas pada telapak kaki
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar,
terutama di telapak kaki.
8. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakkan
f. Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proksimal.

8. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada
laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic
tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
- Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun.
- Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik.
- Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan
yang berkurang.
- Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
b. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
c. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan
perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang
serta menurunnya factor trombosit III dan ADP (adenosine
difosfat).
d. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang,
fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.
Endokrin :
a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15
mL/menit), terjadi penurunan klirens metabolic insulin
menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
Sistem lain :
a. Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatic
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil
metabolisme.
c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
2. Pemeriksaan Fisik/Laboratorium (Rubenstein, 2007) :
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun
radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
b. RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin
c. LFT (liver fungsi test )
d. Elektrolit :Klorida, kalium, kalsium
e. BGA
2. Urine
a. urine rutin
b. urin khusus : benda keton, analisa kristal batu.
3. pemeriksaan kardiovaskuler
a. ECG
b. ECO
4. Radidiagnostik
a. USG abdominaL
b. CT scan abdominal
c. BNO/IVP, FPA
d. Renogram
e. RPG ( retio pielografi )
B. GAGAL JANTUNG AKUT DAN KRONIS
Gagal jantung akut (acute heart failure) adalah serangan
cepat/ rapid onset atau adanya perubahan yang cepat dari tanda dan
gejala gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan secara
urgent. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama atau
perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya (Manurung, 2009).
Penyakit kardiovaskular dan non-kardiovaskular dapat
mencetuskan gagal jantung akut. Contoh yang paling sering antara
lain (Manurung, 2009) :
1. Peninggian afterload pada penderita hipertensi sistemik atau
pulmonal
2. Peninggian preload karena volume overload atau retensi air
3. Keadaan high-output state seperti pada infeksi
Kondisi lain yang dapar mencetuskan gagal jantung akut
adalah ketidakpatuhan minum obat-obat gagal jantung atau nasehat
medik, dan pemakaian obat seperti NSAIDs dan cyclo-oxygenase
inhibitor (Gray, 2002).
Tujuan terapi pada gagal jantung akut adalah (1) menormalkan
tekanan ventrikel dan (2) mengembalikan perfusi jaringan yang
adekuat. Pengidentifikasian tipe pasien pasien memandu intervensi
terapeutik. Misalnya, pasien dengan profil B memerlukan terapi
diuretik dan / atau vasodilator untuk edema paru, dan pasien dengan
profil C juga memerlukan obat inotropik intravena untuk memperkuat
curah jantung. Pasien dengan profil L mungkin memerlukan
penambahan volume (Gray, 2002).
Gagal Jantung Kronik

Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang


komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak napas,
fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan tanda
objektif adanya fungsi jantung dalam keadaan istirahat.. Gagal
jantung kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan.
Curah jantung menurun secara bertahap, gejala dan tanda tidak
terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang menunjukan
mekanisme kompensasi (Manurung, 2009).
Terdapat kriteria Framingham yang dapat digunakan untuk
diagnosis gagal jantung kongestif (Manurung, 2009) :
- Kriteria Major
 Paroksismal nokturnal dispnea
 Distensi vena leher dan Peninggian tekanan vena jugularis
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Refluks hepatojugular
- Kriteria Minor
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dispnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Takikardia (>120 menit)
1. Manisfestasi klinis (Davey, 2002) :
Manisfestasi klinis gagal jantung akut memberikan
gambaran atau kondisi spectrum yang luas dan setiap klasifikasi
tidak akan dapat menggambarkan scara spesifik. Pasien dengan
gagal jantung akut biasanya akan memperlihatkan salah satu dari
enam bentuk gagal jantung akut. Edema paru tidak selalu
menyertai semua ke enam bentuk gagal jantung akut.
1. Gagal jantung dekompensata akut (de novo atau sebagai
dekompensasi dari gagal jantung kronis) dengan tanda dan gejala
gagal jantung akut namun ringan dan tidak memenuhi kriteria syok
kardiogenik edema paru atau krisis hipertensi. 2,10
2. Gagal jantung akut hipertensif, gejala dan tanda gagal jantung
disertai tekanan darah tinggi dan fungsi jantung kiri relatif masih
baik dengan foto toraks sebanding dengan edema paru akut. 2,10

3. Edema paru (dibuktikan dengan foto toraks) disertai dengan


distress pernapasan berat dengan ronki di seluruh paru dan
ortopnea, dngan saturasi O2 biasanya <90% pada udara ruangan
sebelum terapi. 2,10
4. Syok kardiogenik adalah keadaan hipoperfusi jaringan yang
disebabkan gagal jantung setelah perbaikan preload. Tidak ada
definisi baku untuk parameter hemodinamik yang menjelaskan
perbedaan prevalensi dan outcome pada banyak penelitian, tetapi
syok kardiogenik biasanya ditandai dengan menurnnya tekanan
darah (tekakan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan
arteri rerata >30 mmHg) dan/ atau produksi urin sedikit (<0,5
mL/kg/jam), dengan frekuensi nadi >60x/m dengah atau tanpa
adanya bendungan organ. Ada rangkaian dari low cardiac output
hinggak syok kardiogenik . 2,10
5. High output failure ditandai dengan curah jantung yang tinggi,
biasanya dengan frekuensi jantung yang cepat (disebabkan oleh
aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget, iatrogenik, atau
oleh mekanisme lain) dengan akral hangat, kongesti paru, dan
kadang-kadang dengan tekanan darah rendah pada syok septik.
2,10

6. Gagal jantung kanan ditandai dengan low out syndrome dengan


peningkatan tekananan vena jugularis, pembesaran hati dan
hipotensi.
2. Pemeriksaan Penunjang (Davey, 2002) :
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula
darah, albumin, enzim hati merupakan pemeriksaan awal pada
semua penderita gagal jantung akut. Pemeriksaan darah perlu
dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah
bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya
gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu
dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga
mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin
converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi.2
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung,
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil
kemungkinannya. 2
c. Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran
kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal,
bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis septal pada sudut
kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya
udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura
bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah
bagian kanan. 2
d. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi memegang peranan yang sangat penting
untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung yang
berkaitan dengan gagal jantung akut. Semua penderita gagal
jantung akut harus dievaluasi atau elektrokardiografi secepatnya
mungkin. Penemuan dengan elektrokardiografi bisa langsung
menentukan strategi pengobatan. Ekokardiografi Doppler mengukur
kecepatan aliran darah yang kemudian digunakan untuk
menghitung gradient tekanan pada penyempitan katup dan
beratnya regurgitasi pada kebocoran katup. Colour Doppler
mengubah sinyal pantul dari aliran darah turbulen ke gambar dua
dimensi yang berwarna. Cara tersebut terutama berguna untuk
menilai kebocoran katup. 2
C. PNEUMONIA
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
(Dahlan, 2009).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan : Inokulasi langsung,
penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol dan
kolonisasi dipermukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut diatas
yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada
infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru. Basil yang masuk bersama sekret
bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema
seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi (Fishman, 2008).
Pneumonia terjadinya didahului dengan demam tinggi,
menggigil, batuk produktif dan purulen, sputum berwarna merah karat
atau kehijauan dengan bau khas, sakit tenggorokan, nyeri otot dan
sendi. Dapat juga ditemukan ronkhi basah halus atau ronkhi basah
kasar (Dahlan, 2009).
1. MANIFESTASE KLINIS
Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak,
sputum kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan
menggigil. Disertai nafas yang pendek,nyeri dada seperti pada
pleuritis ,nyeri tajam atau seperti ditusuk.Salah satu nyeri atau
kesulitan selama bernafas dalam atau batuk.Orang dengan
pneumonia, batuk dapat disertai dengan adanya darah,sakit
kepala,atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab.Gejala
lain berupa hilang nafsu makan,kelelahan,kulit menjadi
pucat,mual,muntah,nyeri sendi atau otot.Tidak jarang bentuk
penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya
pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan
nyeri perut dan diare,pneumonia karena tuberkulosis atau
Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan dan
berkeringat pada malam hari.Pada orang tua manifestasi dari
pneumonia mungkin tidak khas.Bayi dengan pneumonia lebih banyak
gejala,tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan
nafsu makan (Ghanie, 2009).
2. DIAGNOSA
Untuk diagnosa suatu pneumonia,perawatan berdasarkan
gejala-gejala dari pasien dan penemuan dari pemeriksaan
fisik.Informasi dari foto thorax,pemeriksaan darah dan kultur sputum
sangat membantu.Foto thorax khususnya di gunakan di rumah sakit
dan beberapa klinik dengan fasilitas sinar x.Bagaimanapun
pengaturan dalam masyarakat(praktek umum) pneumonia biasanya
didiagnosa berdasarkan gejala dan pemerikasaan fisik
sendiri.Diagnosa pneumonia sulit pada beberapa orang,khususnya
mereka yang mempunyai penyakit lain.Kadang dengan CT scan atau
tes yang lain yang diperlukan untuk membedakan pneumonia dari
penyakit lain (Ghanie, 2009).
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/FISIK
Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi
medis. Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan
demam atau kadang-kadang suhu tubuh menurun,peningkatan
frekwensi pernapasan(RR),penurunan tekanan darah,denyut jantung
yang cepat,atau saturasi oksigen yang rendah, dimana jumlah
oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau
analisis gas darah. Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau
dengan sianosis(kulit berwarna biru) memerlukan pertolongan
segera. Mendengarkan paru-paru dengan stetoskop(auskultasi) akan
menunjukan beberapa hal.Hilangnya suara nafas normal, adanya
suara retak(rales),atau peningkatan suara bisikan(whispered
pectoryloqui) dapat mengenali daerah pada paru yang keras dan
yang penuh cairan yang dinamakan “konsolidasi”.Pemeriksa dapat
juga merasakan permukaan dada(palpasi) dan mengetuk dinding
dada(perkusi) untuk mengetahui lebih jauh lokasi
konsolidasi.Pemeriksa juga dapat meraba untuk meningkatkan
getarandari dada ketika berbicara(fremitus raba) (Dahlan, 2009).

FOTO THORAX,KULTUR SPUTUM DAN TES-TES LAIN


Tes penting untuk mendeteksi pneumonia pada keadaan yang
tidak jelas ialah dengan foto thorax. Foto thorax dapat menampakan
daerah opak(terlihat putih) yang menggambarkan konsolidasi.
Pneumonia tidak selalu dilihat oleh sinar x.selain karena penyakitnya
hanya pada tingkat permulaan atau karena mengenai bagian paru
tertentu yang sulit dilihat dengan sinar x.Dalam beberapa kasus
CT(computed tomography) dapat menunjukan pneumonia yang tidak
terlihat dengan foto thorax sinar x.Sinar x dapat menyesatkan, karena
masalah lain,seperti parut pada paru dan gagal jantung kongestif
dapat menyerupai pneumonia pada foto thorax sinar x. (2) Foto
thorax juga digunakan untuk evaluasi adanya komplikasi dari
pneumonia. Jika seseorang tidak membaik dengan pemberian
antibiotik atau jika teliti dan peduli mengenai diagnosa, permintaan
kultur sputum dari orang tersebut (Luckie, 2008).
Kultur sputum umumnya memerlukan kurang lebih dua sampai
tiga hari, jadi sebagian besar dari sputum digunakan untuk
konfirmasi antibiotika yang sudah diberikan dan sensitif terhadap
infeksi itu. Pada contoh darah dapat dikultur dengan cara yang sama
untuk mencari infeksi dalam darah(kultur darah). Setiap bakteri yang
teridentifikasi kemudian di uji untuk melihat antibiotik mana yang
paling efektif. Hitung darah lengkap akan menunjukan jumlah sel
darah putih yang meningkat,indikasi adanya suatu infeksi atau
inflamasi.Pada beberapa orang dengan masalah pada sistem imun
,jumlah sel darah putih menunjukan hasil seperti normal.Tes darah
digunakan untuk menilai fungsi ginjal(penting jika ingin memberikan
resep antibiotika tertentu) atau untuk mencari sodium darah yang
rendah.Sodium darah yang rendah pada pneumonia sering diartikan
sama dengan ADH ekstra yan g diproduksi ketika paru-paru terkena
penyakit (Dahlan, 2009).
Tes serologi darah yang spesifik untuk bakteri
lain(Mycoplasma,Legionella,dan Chlamydophila) dan tes urine untuk
antigen Legionella yang tersedia. Sekresi dari pernapasan dapat juga
dicoba untuk menunjukan virus seperti influenza,virus syncyal
respiratory dan adenovirus (Luckie, 2008).

D. ENFISEMA
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun ekspirasi.
Emfisema merupakan morfologik didefisiensikan sebagai abnormal
ruang- ruang paru distal dari bronkiolus terminal dengan destruksi
dindingnya. Emfisema adalah penyakit obstruksi kronik akibat
kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Dahlan, 2009).
Terdapat 2 jenis emfisema yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru yaitu (Fishman, 2008) :
a. Emfisema Panlobulor ( Panacinar )
Emfisema panlobulor melibatkan seluruh lobules respiratorius.
Bentuk morfologik yang lebih jarang, alveolus mengalami pembesaran
serta kerusakan secara merata mengenai bagian ainus yang sentral
maupun yang perifer. Bersamaan dengan penyakit yang semakin
parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit menghilang
sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa jaringan yang biasanya
berupa pembuluh- pembuluh darah.
b. Emfisema Sentrilobulor
Emfisema sentrilobulor hanya menyerang bagian bronkiolus
respiratorius dan duktus alveolaris. Dinding- dinding mulai berlubang,
membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang
sewaktu dinding- dinding mengalami integritas. Mula- mula duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan.
Sering menyeranng bagian atas paru dan penyebarannya tidak
merata keseluruhan paru.
1. Manifestasi Klinik (Man, 2008) :
a. Batuk
b. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
c. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
d. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
e. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol,
membungkuk
f. Bibir tampak kebiruan
g. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
h. Batuk menahun
2. Pemeriksaan Penunjang/laboratorium (Man, 2008) :
a. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran
interkosta dan jantung normal
b. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan
RV, penurunan VC dan FEV
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
.Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat
menjalankan fungsinya secara normal. Gagal ginjal dibagi menjadi
dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF)
dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal
ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam
waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan
hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan
kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada
gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-
lahan.
Emfisema merupakan akibat kurangnya elastisitas paru dan
kerusakan pada alveoli, dimana alveoli menjadi mengembang dan
kaku walaupun setelah ekspirasi. Emfisema dapat menyerang pria
dan wanita. Emfisema disebabkan oleh : polusi udara, merokok,
genetik dan infeksi saluran pernapasan. Tanda- tanda penyakit
emfisema pada awalnya tidak mudah untuk diketahuai tetapi setelah
30- 40 tahun gejala semakin berat. Gejala yang terlihat yaitu : Batuk,
berat badan menurun, tekanan darah meningkat, kelemahan, napas
terengah- engah, dan lain- lain. Penatalaksanaan medis emfisema
dengan pemberian obat, terapi oksigen, latihan fisik, rehabilitasi,
fisioterapi, dan penatalaksanaan umum.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Kurangnya fungsi pompa jantung, yang
menyebabkan kongesti akibat cairan di paru dan jaringan perifer,
adalah hasil akhir yang sering terjadi pada banyak proses penyakit
jantung. Gagal jantung akut bisa bermanifestasi klinis berupa sesak
nafas saat beraktifitas juga bisa didapatkannya bengkak pada
ekstremitas atau organ. Gagal jantung dapat disebabkan oleh factor
resiko misalnya berupa hipertensi, diabetes. Akan tetapi untuk
mendiagnosis seseorang menderita gagal jantung diperlukannya
pemeriksaan fisik dan penunjang misalnya, EKG. Gagal jantung dapat
diberi obat ACE-Inhibitor, vasodilator dan juga bisa diberi tindakan
preventif dengan memperbaiki dan menjaga pola hidup sehat.
Hipotesis diterima

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan
asuhan keperawatan.
2. Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan
keperawatan sesuai prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi.
Edisi IV. Jakarta: Erlangga; 2002.h. 1-89.

Manurung D. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi


I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1586-94.

Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture kedokteran klinis. Edisi VI.


Jakarta: Erlangga; 2007.h. 312-4.

Davey P. At a glance medicine. Jakarta. Erlangga; 2002.h. 150-


1.Fishman. Pulmonary disease and disorders. Fourth edition.
Volume one. Philadelphia : WB Saunders; 2008.p. 598-602

Ghanie A. Gagal jantung kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.
Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1596-7.

Mc Luckie A. Respiratory disease and its management. London: Springer;


2008.

Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K


Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.
Jilid III. Jakarta: FKUI; 2009.h. 2196-98.

Mann DL. Heart failure and cor pulmonale. In: fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, editor. Harrison’s principles of internal medicine. 17 th
ed. New York: Mc graw hill, 2008.p.1443

Mansjoer A, Sudoyo AW, Alwi I, Rinaldi I, Harimutri K, Lakswi PW, Ranita


R, Setiati S. Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana
bidang ilmu penyakit dalam.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai