Anda di halaman 1dari 21

PENENTUAN KADAR ANTOSIANIN EKSTRAK ETANOL UBI

JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) DENGAN METODE


SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

NAMA : NUR HAIRANI SAMAL


STAMBUK : 15020160009
PEMBIMBING : 1.
2.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang penuh dengan

keanekaragaman hayati yang biasa dimanfaatkan, antara lain tumbuhan-

tumbuhan sebagai sumber senyawa-senyawa baru yang perlu diselidiki,

baik strukturnya maupun khasiat dari senyawa tersebut. Tercatat kurang

lebih 30.000 jenis tumbuhan, 7.500 diketahui berkhasiat sebagai obat.

Tumbuhan ini sebagian besar masih digunakan oleh masyarakat pedesan

sebagai bahan ramuan tradisional (Wijayakusuma, 2000)

Sebagaimana firman Allah SWT dalam (QS: Ash-shu’ara : 7)

‫ض َك ْم أَ ْن َبتْنَا ِفي َها ِم ْن ُك ِ ِّل َز ْوجٍ ك َِريم‬


ِ ‫أَ َولَ ْم َي َر ْوا ِإلَى ْاْل َ ْر‬
Terjemahan :

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya

Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang

baik?”

Fitria (2012) menyatakan, pengolahan pangan menjadi suatu produk

yang dapat dijadikan sebagai pangan fungsional yakni pangan yang

secara alami atau telah melalui proses tertentu yang mengandung satu

atau lebih senyawa mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat

bagi kesehatan, salah satunya adalah ubi jalar ungu.

Ubi jalar merupakan tanaman yang sangat familiar bagi kita, banyak

ditemukan di pasar dengan harga relatif murah. Kita mengenal ada

beberapa jenis ubi jalar. Jenis yang paling umum adalah ubi jalar putih,

merah, ungu, kuning atau orange. Kelebihan dari ubi jalar yang berwarna

yaitu mengandung antioksidan yang kuat untuk menetralisir radikal bebas

penyebab penuaan dini dan pencetus aneka penyakit degeneratif seperti

kanker dan jantung. Zat gizi lain yang banyak terdapat dalam ubi jalar

adalah energi, vitamin C, vitamin B6 (piridoksin) yang berperan penting

dalam kekebalan tubuh. Kandungan mineralnya dalam ubi jalar seperti

fosfor, kalsium, mangan, zat besi dan serat yang larut untuk menyerap

kelebihan lemak/kolesterol dalam darah (Reifa, 2005).

Menurut (Hayase dan Kato,1984) Aktivitas antioksidan dalam ubi

jalar ungu 78% lebih tinggi dari blueberry, hal ini karena dalam ubi jalar

ungu banyak terkandung senyawa fenolat yang sudah diketahui


merupakan antioksidan. kadar fenolat pada ubi jalar ungu sebesar 0,53

mg-0,87 mg/gr (Bellail, dkk., 2012)

Senyawa fenolat sebagai antioksidan alami akhir-akhir ini banyak

dikaji karena dapat berperan sebagai komponen pangan fungsional dan

suplemen makanan. Hal tersebut disebabkan karena fungsi antioksidan

dalam tubuh yang dapat mencegah berbagai jenis penyakit yang

disebabkan oleh radikal bebas seperti kanker dan jantung koroner

(Andayani, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) mengandung

antosianin ?

2. Berapakah kadar antosianin dari ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.) ?

C. Tujuan Penelitian

a). Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

berapakah kadar antosianin yang terdapat pada ekstrak ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.) jika diukur dengan menggunakan metode

spektrofotometri uv-vis.

b). Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk melakukan

pengujian terhadap kadar antosianin pada ekstrak ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.)


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk

peneliti lanjutan pada ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

dengan menggunakan metode spektrofotometri uv-vis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentang kadar antosianin yang terdapat pada

ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dengan menggunakan

metode spektrofotometri uv-vis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Ubi Jalar Ungu

1. Klasifikasi Tanaman Ubi Jalar Ungu (Rukamana, 1997).

Kingdom : Plantae

Subdivisi : Angiospermae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Convolvulales

Family :Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.)

2. Nama daerah (Koswara, 2014)

Di Indonesia sendiri ada berbagai sebutan ubi jalar antara lain,

mantang (Banjar Kalimantan), huwi boled (Jawa Barat), ketela rambat

atau muntul (Jawa Tengah dan Jawa Timur)

3. Morfologi tanaman (Rukmana, 1997)

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang

memiliki susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga,

buah, dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu,

berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat

(menjalar). Panjang batang tanaman bertipe tegak antara 1 m- 2 m,

sedangkan pada tipe merambat (menjalar) antara 2 m-3 m. Ukuran


batang dibedakan atas tiga macam, yaitu besar, sedang, dan kecil.

Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan.

Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai

agak panjang secara tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong

dengan tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam,

sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian daun berukuran

lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun ada pula yang bersifat

menjari. Daun biasanya berwarna hijau tua atau kekuning-kuningan.

Dari ketiak daun akan tumbuh karangan bunga. Bunga ubi jalar

berbentuk terompet, tersusun dari lima helai daun mahkota, lima helai

daun bunga, dan satu tangkai putik. Mahkota bunga berwarna putih

atau putih keungu-unguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari mulai

pukul 04.00-11.00. Bila terjadi penyerbukan buatan, bunga akan

membentuk buah. Buah ubi jalar berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit

keras dan berbiji.

Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam

biasanya sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai

lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang

ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g- 250 g

per ubi. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-

merahan tergantung jenis (varietas)nya. Struktur kulit ubi bervariasi

antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah.


4. Kandungan kimia

Sebagai sumber pangan ubi jalar ungu ini mengandung energi, β-

karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin dan mineral (Ambarsari,

dkk., 2009).

Menurut Erawati dalam Kemal dkk. (2012) Ubi jalar (Ipomoea

batatas) merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi)

yang cukup tinggi. Ubi jalar juga mengandung mineral seperti zat besi

(Fe), Fosfor (P), Kalsium (Ca), dan Natrium (Na). Kandungan gizi lain

dari ubi jalar adalah protein dan lemak. Selain mengandung

karbohidrat,protein, lemak dan mineral, ubi jalar juga mengandung

vitamin. Beberapa vitamin yang terdapat pada ubi jalar antara lain

vitamin A (terdapat dalam bentuk β-karoten) dan vitamin C.

Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi

dari pada ubi jalar jenis lain (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar ungu

memiliki kandungan antosianin, kandungan antosianinnya berkisar

51,50 mg/100 g sampai dengan 174,70 mg/100 g (Steed dan Truong;

Susilawati, dkk., 2014).

Selain antosianin, ubi jalar ungu kaya akan kandungan vitamin A

yang mencapai 7.700 mg per 100 g, 7 kali lipat dari tomat yang

mengandung vitamin A 1.050 IU per 100 g. Setiap 100 g ubi jalar ungu

mengandung energi 123 kkal, protein 1,8 g, lemak 0,7 g, karbohidrat

27,9 g, kalsium 30 mg, fosfor 49 mg, besi 0,7 mg, vitamin A 7.700 SI,

vitamin C 22 mg dan vitamin B1 0,009 mg (Ratnawati, dkk., 2012).


5. Kegunaan (Jaya, 2013).

Antosianin pada ubi jalar ungu ini berperan dalam mencegah

terjadinya penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp,

asam urat, penderita sakit maag (asam lambung), penyakit jantung

koroner, penyakit kanker dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti

arteosklerosis. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai

antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen

yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya, mencegah

gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula

darah (antihiperglisemik).

B. Uraian Senyawa Antosianin

Antosianin merupakan senyawa berwarna yang bertanggung

jawab untuk kebanyakan warna merah, biru, dan ungu pada buah,

sayur, dan tanaman hias. Senyawa ini termasuk dalam golongan

flavonoid. Struktur utamanya ditandai dengan adanya dua cincin

aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon

yang mebentuk cincin (SEAFAST, 2012).

Antosianin mempunyai karakteristik kerangka karbon (C6C3C6)

dengan struktur dasar antosianin adalah 2-fenil-benzofirilium dari garam

flavilium. Struktur flavilium antosianin dapat dilihat pada gambar 1.

(Santoso & Estiasih, T. 2014).


C. Biosintesis Senyawa Antosianin

Cekaman abiotik dan biotik pada tanaman dapat menyebabkan

biosintesis antosianin, hal ini dikarenakan adana perubahan kondisi

lingkungan stres dapat meningkatkan pertahanan hidup dari tanaman itu

sendiri (Hwang, 2017).

Pada kebanyakan jenis tanaman, penyusunan gen dalam jalur

biosintesis antosianin serta berbagai mekanismenya sebagian besar

diatur pada tahapan transkripsi/penyalinan. Jalur biosintesis antosianin

secara umum dimulai dari fenil propanoid dimana berkaitan dengan

tahapan utama metabolisme, yaitu mengubah substrat L-fenilalanin

menjadi asam sinamat menggunakan enzim fenilalanin amonia liase

(PAL). Asam sinamat dengan bantuan enzim sinamat 4- hidroksilase (C4)

dan 4-kumarat koenzimA ligase (4CL) diubah menjadi 4-kumarat

koenzimA. Selanjutnya, 4-kumarat koenzim A dikatalisis oleh enzim

kalkon sintase (CS), kalkon isomerase (CI) dan flavanon 3- hidroksilase

(F3) untuk membentuk dihidroflavonol. Pada tahap akhir, dihidroflavanon

dikatalisis oleh enzim dihidroflavonol 4-reduktase (DFR) menjadi

leukoantosianidin, yang mana leukoantosianidin ini akan dikonversikan

menjadi antosianidin dan antosianin oleh enzim antosianidin sintase

(ANS) (Kovacs, 2017).


Untuk mengatur ekspresi dari penyandian gen pada biosintesis

antosianin adalah melalui sebuah agen transkripsi, seperti: enzim

dihidroflavonol 4-reduktase (DFR) dan enzim antosianidin sintase (ANS),

serta enzim-enzim lain yang telah dimodifikasi dan diatur oleh kompleks

terner yang disebut dengan MBW (kompleks MBW). MBW ini tersusun

dari R2R3-MYB, basic helix-loop-helix (bHLH), dan protein WD40 yang

diulang. Pada tanaman monokotil dan dikotil memiliki pengaturan/regulasi

gen berbeda, dimana untuk tanaman monokotil semua gen pada jalur

flavonoid diregulasi secara bersamaan sebagai unit tunggal oleh kompleks

MBW (Marti, 2017).

Sedangkan untuk kasus regulasi pada tanaman dikotil lebih

kompleks. Jalur yang diregulasi sekitar dua pasang berlainan secara

terkoordinasi mengatur unit, dimana pada tahap awal menuju pada

biosintesis flavonol dan flavon sedangkan pada tahap akhir menuju pada

produksi proantosianidin dan antosianin. Pada tahap akhir menunjukkan

adanya perbedaan dengan tahap awal, dimana pada tahap awal tidak

memerlukan kompleks MBW (Bhatia, C., & Trivedi, P. K. 2014).

Pada tanaman dikotil, hasil identifikasi agen-agen transkripsi pada

R2R3-MYB mencakup Production of Anthocyanin Pigmentation 1 (PAP1),

PAP2, MYB113, dan MYB114. Pada bHLH, agen-agen transkripsinya

mencakup Transparent Testa 8 (TT8), Glabra 3 (GL3), dan Enhancer of

Glabra 3 (EGL3), dan hanya satu protein WD40 yang diulang yaitu

Transparent Testa Glabra 1 (TTG1), semuanya telah diidentifikasi.

Protein-protein bHLH mengikat MYB dan TTG1 untuk membentuk


kompleks MBW, yang bertujuan untuk mengaktifkan ekspresi gen- gen

spesifik dari antosianin dengan adanya interaksi para regulator satu sama

lain untuk membentuk kompleks transkripsional bersama promotor

struktural gen. Sedangkan pada tanaman monokotil, protein R2R3- MYB

yang meregulasi jalur antosianin, berinteraksi dengan agen transkripsi

bHLH untuk mengaktifkan promotor dihidroflavonol reduktase (DFR) (Hall,

R. D., & Beekwilder, J. 2018).

D. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri

dari spektrofotometer dengan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar

dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah

alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi.

Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika

energi tersebut ditransmisikan, direflikasikan atau diemisikan sebagai

fungsi dari panjang gelombang yang benar-benar diseleksi dapat

diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu

spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak yang kontinu,

monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan

suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampeldan blangko

ataupun pembanding (Khopkar, 2008).

Cara kerja dari spektrofotometri adalah sebagai berikut: tempatkan

larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan

larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang

cocok agar daerah 𝞴 yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto
sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer didapat dengan memutar

tombol sensitivitas. Dengan mengunakan tombol transmitansi, kemudian

atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel

yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi

menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2008).

Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari

hukum Lambert-Beer, yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan

sampel yang diukur (Husnah, 2009).

Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible) adalah salah satu dari

sekian banyak instrument yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu

senyawa kimia. Spektrofotometer umum digunakan karena

kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta

kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan

beberapa metode analisa (Herliani, 2008).

Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional

atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat

eksutasi rendah. Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan

elektron bebas. Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alkena, azo,

nitrat, dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak.

Panjang gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengn pelarut

yang digunakan. Ausokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai

elektron bebas seperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus

kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi ke panjang


gelombang yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan intensitas

(Hart, 2003).

Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak biasa

disebut spektroskopi UV-Vis atau spektrofotometer UV-Vis. Dari spektrum

absorbsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbansi

maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau

senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang

diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum yang

telah ditentukan. Radiasi yang berasal dari ultraviolet-visibel diabsorbsi

oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-n,

menyebabkan transisi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi

yang lebih tinggi. Besar

nya absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya

molekul analit yang mengabsorbsi dan dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif (Widjaja, 2009).

E. Metode Ekstraksi

1. Pengertian ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang

dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,

karbohidrat dan lain-lain (Depkes RI,2000).

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi suatu

senyawa dari bahan alam tergantung pada tekstur, kandungan


senyawa, dan sifat senyawa yang diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan

dengan berbagai cara yaitu, sokletasi, maserasi, dan perkolasi. Pada

penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi.Teknik

ini digunakan karena kandungan senyawa organik yang ada dalam

bahan cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat

melarutkan senyawa yang di isolasi.Metode maserasi sangat

menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang

tinggi memungkinkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit

sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi

akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan

kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung

dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).

2. Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi terbagi atas (Ditjen POM, 2000):

a. Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia

dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokkan atau pengadukkan pada temperatur ruangan (suhu

kamar). Secara teknologi termaksud ekstraksi dengan prinsip

metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang konstan (terus

menerus). Remaserasi berarti dilakukan dengan pengulangan


penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya.

2) Perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian

simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5

bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan ke dalam

bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipisahkan

sedikit demi sedikit ke dalam percolator, ditambahkan cairan

penyari. Percolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian

kran dibuka dengan kecepatan 1 mL/menit, sehingga simplisia

tetap terendam.

b. Cara panas

1) Soxhetasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi

secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai

mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping,

kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan

penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia.

Selanjutnya bila cairan penyari mencapai pipa sifon, maka

seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses

sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat

dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya

cairan yang lewat pada tabung sifon.


2) Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam

dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi

dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih.

Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan dikondensasi

dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif

dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini

biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali ekstraksi selama 4

jam.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-500C.

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam

penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama

waktu tertentu (15 – 20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 0C)

dan temperatur sampai titik didih air.

Ekstrak dibagi menjadi tiga macam yaitu (Ditjen POM, 1986):


a. Ekstrak cair: adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil

penyarian bahan alam masih mengandung larutan penyari.

b. Ekstrak kental: adalah ekstrak yang telah mengalami

proses penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari

lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.

c. Ekstrak kering: adalah ekstrak yang telah mengalami

proses penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan

mempunyai konsistensi padat (berwujud kering).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan sampai 2019

dilaboratorium kimia dan laboratorium instrument Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.) sampel yang digunakan adalah umbi ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L.) yang diperoleh langsung dari Gowa.

C. Metode Kerja

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium,

dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

D. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas,

blender,aluminium foil, corong,cawan porselin, timbangan analitik,

kuvet, kertas saring, labu ukur, pipet tetes, gelas ukur, gelas

kimia,rotary evaporator, seperangkat alat alat maserasi,

spektrofotometer UV-Vis, penangas air, tabung reaksi.


2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah,

aquades (H2O), ekstrak ubi jalar ungu, etanol 70%, asam klorida (HCl)

kalium klorida (KCl), natrium hidroksida (NaOH) dan natrium asetat

(CH3COONa.3H2O).

E. Prosedur Kerja

1. Penyiapan alat dan bahan

Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan kebutuhan penelitian

yang akan dilaksanakan.

2. Penyiapan sampel

a. Pengambilan dan Pengolahan sampel

Pengambilan ubi jalar ungu di daerah Gowa. Umbi yang dipilih

yang masih segar dan mempunyai warna yang pekat. Kemudian

dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah atau kotoran

yang menempel. Umbi yang sudah dicuci, disortasi atau dipilih umbi

yang masih segar dan menghilangkan bagian- bagian dari umbi

yang tidak digunakan seperti akar. Umbi dikupas (trimming) untuk

memisahkan kulit dan daging, setelah itu dirajang tipis-tipis dengan

ketebalan ± 0,3 cm agar mempermudah dalam proses

pengeringan. Kemudian daging ubi jalar dicuci kembali. Umbi yang

sudah dirajang dikeringkan di lemari pengering simplisia untuk

mengurangi kadar air dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.

Umbi yang sudah dikeringkan disortasi kembali untuk

menghilangkan kotoran dan benda asing atau bagian- bagian yang


rusak setelah dikeringkan. Simplisia yang telah memenuhi syarat

simplisia kering dengan kadar air tidak lebih dari 10% dihaluskan

dengan cara diblender. Serbuk simplisia ubi jalar ungu disimpan

dalam masing-masing wadah kering dan tertutup rapat.

b. Ekstraksi ubi jalar ungu

Dibuat larutan penyari etanol 70% sebanyak 2,5 L yang

diasamkan dengan HCl 1% sebanyak 100 mL. Serbuk ubi jalar

ungu sebanyak 200 g direndam dengan cairan penyari tersebut

sebanyak 1,5 L. Sampel direndam selama 3 x 24 jam. Selama

proses perendaman, wadah di simpan dalam tempat yang gelap.

Setelah itu cairan ekstrak disaring menggunakan kertas saring,

kemudian diuapkan hingga menjadi ekstrak kental.

2. Analisis kualitatif antosianin

Ekstrak etanol ubi jalar ungu masing-masing dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, ditambahkan HCl 2M pada masing-masing

tabung reaksi. Dipanaskan pada suhu 100ºC selama 5 menit. Hasil

positif warna merah..

3. Penetapan kadar antosianin

a. Pembuatan buffer KCl pH 1

KCl ditimbang sebanyak 1,89 gram lalu dilarutkan dalam

980 ml aquades, pH larutan diatur sampai 4,5 menggunakan HCl

pekat lalu ditepatkan sebanyak 1 L.


b. Pembuatan Buffer Na-Asetat pH 4,5

Natrium asetat ditimbang sebanyak 54,43 gram lalu

dilarutkan dalam 960 mL aquades. pH larutan diatur sampai 4,5

menggunakan HCL pekat lalu ditepatkan sebanyak 1 L.

c. Tahapan penentuan kadar senyawa antosianin Ubi jalar

ungu (Ipomoea batatas L.)

Ekstrak kental sebanyak 1 g dilarutkan dengan 100 mL

etanol 70%, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Diambil masing-masing 5 ml ekstrak ubi jalar ungu, dimasukkan

ke dalam kuvet, ditambahkan dengan buffer KCl pH 1

kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm.

Selanjutnya untuk pH 4.5, diambil 5 ml ekstrak ubi jalar

ungu, dimasukkan ke dalam kuvet, ditambahkan dengan buffer

CH3COONa.3H2O pH 4.5, kemudian diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm dan

700 nm.

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif

yang merupakan tekhnik analisis yang dipakai untuk menganalisis data

dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang sudah

dikumpulkan, kemudian ditarik kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai