Anda di halaman 1dari 66

TEORI GRAPH

Diajukan Untuk Ujian Susulan Matematika Diskrit

Dosen Matematika Diskrit :


Kurniawan, M.Pd

Disimpulkan oleh :
Ahmad Fauzi
1842003

PROGRAM STUDI MANAGEMENT INFORMATION


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS MULIA
SAMARINDA

1
2019

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah swt, yang telah
memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan modul ini. Dan
tak lupa pula shalawat beserta salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw,
semoga kita mendapat syafa’atnya di yaumil akhir kelak. Amin.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi ujian susulan pada
mata kuliah Matematika Diskrit dengan dosen pembimbing Bapak Kurniawan, M.Pd.
Penulis berharap semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan juga dalam dunia pendidikan serta bermanfaat bagi
kita selaku mahasiswa/i dalam proses pembelajaran khususnya pada mata kuliah
Matematika Diskrit terutama pembahasan/topik mengenai Teori Graph.
Dengan segala keterbatasan, kami selaku penulis telah berupaya semaksimal
mungkin dalam menyelesaikan modul ini. Namun, kami menyadari bahwa modul ini
masih banyak terdapat kekurangan serta sangat jauh dari kesempurnaan baik dari segi
penulisan, tata bahasa, isi dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kepada Bapak dosen, teman-teman sekalian maupun para pembaca agar kiranya sudi dan
bersedia untuk memberikan kritis besrta sarannya yang membangun demi kesempurnaan
dan perbaikan review jurnal ini ke depannya. Akhirnya kami ucapkan terima kasih.

2
BAB I
Konsep dan Sifat Dasar Graph
1.1 Konsep Dasar Pada Graph
1.1.1 Pengertian Graph
Graph G adalah himpunan terurut (V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan
himpunan berhingga yang elemen-elemennya disebut titik (vertex) dari G dengan V(G) ≠
∅, dan E(G) menyatakan himpuanan sisi (edge) yaitu pasangan tak terurut dari V(G).
Banyaknya himpunan titik V(G) disebut orde dari graph G. Misalkan x dan y adalah
titik pada graph G, jika x dan y dihubungkan oleh sisi e, maka x dan y dikatakan
bertetangga (adjacent), sedangkan titik x dan y dikatakan menempel (incident) dengan
sisi e, demikian juga sisi e dikatakan menempel dengan titik x dan y. Himpunan tetangga
(Neigborhood) dari suatu titik x, dinotasikan dengan N(x) adalah himpunan titik-titik
yang bertetangga dengan x.
Graph dari masalah jembatan Konigsberg dapat disajikan sebagai berikut :

Misalkan graph tersebut adalah G(V, E) dengan


V = { A, B, C, D }
E = { (A, C), (A, C), (A, B), (A, B), (B, D), (A, D), (C, D)}
= { e1, e2, e3, e4, e5, e6, e7}

Pada graph tersebut sisi e1 = (A, C) dan sisi e2 = (A, C) dinamakan sisi-ganda
(multiple edges atau paralel edges) karena kedua sisi ini menghubungi dua buah simpul
yang sama, yaitu simpul A dan simpul C. Begitu pun dengan sisi e3 dan sisi e4.
Sementara itu, pada graph di atas, tidak terdapat gelung (loop), yaitu sisi yang berawal
dan berakhir pada simpul yang sama. Graph yang tidak memiliki sisi rangkap dan tidak

3
memiliki gelung disebut graph sederhana. Kemudian graph yang memiliki sisi-ganda
tetapi tidak memiliki gelung disebut graph rangkap.

1.1.2 Beberapa Jenis Graph


Dari definisi graph, himpunan sisi (E) memungkinkan berupa himpunan kosong. Jika
graph tersebut mempunyai himpunan sisi yang merupakan himpunan kosong maka
graph tersebut dinamakan graph kosong (null graph atau empty graph).
Contoh :
Graph kosong dengan 3 simpul (Graph N3 )

Graph lengkap merupakan graf sederhana yang setiap simpulnya terhubung (oleh
satu sisi) ke semua simpul lainnya. Dengan kata lain, setiap simpulnya bertetangga.
Graph lengkap dengan n buah simpul dilambangkan dengan Kn. Jumlah sisi pada sebuah
graph lengkap yang terdiri dari n buah simpul adalah n(n – 1)/2 sisi.
Contoh :

Grap lengkap Kn, 3  n  6


Sebuah graph sederhana G dikatakan graph bipartisi jika himpunan simpul pada
graph tersebut dapat dipisah menjadi dua himpunan tak kosong yang disjoint, misalkan
V1 dan V2, sedemikian sehingga setiap sisi pada G menghubungkan sebuah simpul pada
V1 dan sebuah simpul pada V2. Dengan demikian, pada graph bipartisi tidak ada sisi yang
menghubungkan dua simpul pada V1 atau V2. Graph bipartisi tersebut dinotasikan oleh G
(V1, V2).
Contoh :

4
Graph diatas dapat direpresentasikan menjadi graph bipartisi G(V1, V2), dimana
V1= {a, b} dan V2 = {c, d, e}
1.1.3 Subgraph
Sebuah subgraph dari graph G = (V(G), E(G)) adalah sebuah graph H = (V(H), E(H))

sedemikian hingga V(H) ϵ V(G) dan E(H) ϵ E(G). Atau dengan kata lain sebuah graph G
disebut subgraph dari graph G jika semua simpul dan semua sisi dalam G ada dalam g
dan setiap sisi dari g mempunyai simpul akhir yang sama dengan G . Sebagai contoh
graph dalam gambar (b) adalah salah satu subgraph dari graph-graph dalam gambar (a).

Gambar (a) Graph, (b) Subgraph


Konsep dasar subgraph mempunyai kesamaan dengan himpunan dari teori

himpunan. Sebuah subgraph dapat menjadi bagian dari yang lain. Lambang dari g ϵG
dimaksudkan dalam arti g adalah sebuah subgraph dari G. Dengan penjelasan diatas maka
dapat dibuat hal-hal sebagai berikut :
1. Setiap graph adalah subgraph dari dirinya sendiri.
2. Sebuah subgraph dari sebuah subgraph G adalah juga subgraph dari G.
3. Sebuah simpul tunggal dalam sebuah simpul G adalah sebuah subgraph dari G.
4. Sebuah sisi yang tunggal bersam dengan simpul akhirnya adalah sebuah
subgraph dari G.
1.1.4 Walk, Path, Sirkit/Cycle

5
Sebuah walk didefinisikan sebagai barisan alternatif berhingga dari simpul-simpul
dan sisi yang diawali dan diakhiri dengan simpul sedemikian hingga tiap-tiap sisi yang
bersisian (edge incident) dengan simpul yang terdahulu dan dengan simpul yang
berikutnya. Simpul yang merupakan simpul awal dan simpul akhir disebut dengan
terminal simpul. Pada Gambar dapat diplih sebuah walk yaitu v1, e3, v5, e7, v6, e8, v3, e9, v7,
e6, dan v4.
Dapat juga sebuah walk dimulai dan diakhiri oleh simpul yang sama, walk yang
demikian disebut dengan close walk. Sebaliknya sebuah walk yang tidak close disebut
open walk

Gambar. Graph dengan walk yang bergaris tebal


Sebuah open walk yang didalamnya tidak ada simpul yang muncul lebih dari sekali
disebut dengan sebuah path (path sederhana atau path dasar).
Pada Gambar graph dengan walk dapat diambil sebuah path yaitu v1, v5, v6, v3, v7, v4
sebagai contoh. Tetapi v1, v5, v6, v7, v3, v1 bukan merupakan path tetapi sudah merupakan
cycle. Jumlah sisi-sisi dalam sebuah path disebut dengan length dari path.

Gambar Path
Sebuah path tertutup yang mana dimulai dari simpul awal sampai ke simpul tujuan
dan kembali lagi ke simpul awal dikatakan sebagai sirkuit/cycle. Banyaknya sisi dalam
suatu cycly disebut panjang cycly. Cycle dengan panjang k disebut cycle-k, disimbolkan
dengan Ck. Sebuah cycle di graph G yang memuat semua sisi G disebut Cycle Euler, dan
graph yang memuat cycle euler disebut graph euler. Kemudian sebuah cycle di graph G
yang memuat semua titik pada G disebut Cycle Hamilton, dan graph yang memuat cycle
hamilton disebut graph hamilton.

6
Gambar 2.7 Sirkuit
1.1.5 Graph Terhubung dan Komponen Graph
Sebuah graph dikatakan terhubung (connected) jika ada sedikitnya satu path antara
setiap pasangan simpul dalam graph . Sebaliknya graph adalah tidak terhubung
(disconnected) jika tidak ada path antara setiap pasangan simpul dalam graph . Sebagai
contoh masing-masing untuk connected graph dan disconnected graph dapat dilihat pada
Gambar di bawah

Gambar Graph yang berisi connected graph

7
Gambar (a),(b). Disconnected graph
Sebuah komponen graph G adalah sebuah bagian graph terhubung maksimal (
titik dan sisi) dari G. Graph H dikatakan bagian graph terhubung maksimal dari gr
aph G jika tidak ada graph bagian lain dari G yang terhubung dan memuat H. Jadi
setiap graph terhubung memiliki tepat satu komponen sedangkan graph tak terhub
ung memiliki paling sedikit dua komponen.

Contoh :

Gambar Graph dua komponen Gambar Graph satu komponen

1.1.6 Komplemen Graph


Misalkan G = (V, E) adalah sebuah graph. G1 = (V1, E1) adalah subgraph dari G jika
V1  V dan E1  E. Komplemen dari subagraph G1 terhadap graph G adalah graph G2 =
(V2, E2) sedemikian sehingga E2 = E - E1 dan V2 adalah himpunan simpul yang anggota-
anggota E2 bersisian dengannya.

Contoh :
2 2

1 1 1
3 3
3

6 6

4 5 2 5 5
Gambar Graph G Subgraph G Komplemen dari subgraph

1.1.7 Isomorfisme pada Graph

8
Dua graf (V(G1),E(G1)) dan (V(G2),E(G2)). Suatu pemetaan satu-satu dari
V(G1) ke dalam V(G2) dikatakan isomorphisme dari (V(G1),E(G1)) kedalam
(V(G2),E(G2)), jika untuk masing-masing pasangan (vi,vj) V(G1), (vi,vj) E(G1),
maka Dua graf G1 dan G2 dikatakan isomorphik, jika ada isomorphisme antara G1
dan G2. Contoh graf isomorphik diberikan pada Gambar

Dari Gambar , G1 dan G2 dikatakan isomorphik karena terdapat pemetaan


satusatu antara titik-titik graph G1 dan titik-titik graph G2, sehingga setiap dua
titik yang bertetangga di G2 prapeta kedua titik tersebut juga bertetangga.
Misalkan diberikan dua graf G1 = (V(G1),E(G1)) dan G2 = (V(G2),E(G2)). dengan
V(G1) = {v1, v2, ..., v6} dan V(G2) = {u1, u2, ..., u6}. Definisikan pemetaan
sebagai berikut: (v1) = u1 , (v2) = u2 , (v3) = u3 , (v4) = u4, (v5) = u5 , dan
(v6) = u6 . Dapat diperiksa bahwa (v1) = u1: (v4) = u4 dan bertetangga, juga v1
dan v4 bertetangga; (v1) = u1 dan (v5) = u5 bertetangga, juga v1 dan v5
bertetangga; (v1) = u1 dan (v6) = u6 bertetangga, juga v1 dan v6 bertetangga.
Demikian pula dengan (v2) = u2 bertetangga dengan (v4) = u4, , (v5) = u5 , dan
(v6) = u6 . Dapat diperiksa bahwa v2 juga bertetangga dengan v4, v5, dan v6 . Hal
yang sama terjadi pada titik v3, Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap
pasangan vi,vj ∈V(G1), dengan (vi,vj) ∈E(G1) mengakibatkan ( (vi) (vj)) ∈
E(G2).Jadi terdapat isomorfisma antar G1 dan G2. Dengan kata lain G1 isomorphik
dengan G2.

9
1.2 Derajat Titik Graph
Derajat suatu titik vi dalam graf G, dilambangkan “ d(vi)”, adalah banyaknya sisi x ∈
E(G) yang terkait dengan titik vi.
Contoh. Graf G berikut memiliki d(u) = 2, d(w) = 3, d(z) = 1

Titik suatu graf yang berderajat nol disebut titik terasing dan graf yang hanya
terdiri dari satu titik-titik terasing disebut graf trivial. Sedang titik yang derajatnya
satu disebut titik terminal atau titik ujung.
Teorema Untuk sembarang graf G, banyaknya titik yang berderajat ganjil, selalu genap.
Bukti : Misalkan Vgenap dan Vganjil masing – masing adalah himpunan himpunan
simpul yang berderajat genap dan berderajat ganjil pada G(V,E). Maka persamaan dapat
ditulis sebagi berikut
:

Karena d(vj) untuk setiap vj ∈ Vgenap, maka suku pertama dari ruas kanan persamaa
n harus bernilai genap. Ruas kiri persamaan juga harus bernilai genap. Nilai genap
pada ruas kiri hanya benar bila suku kedua dari ruas kanan juga harus genap. Kare
na d(vk) untuk setiap vk ∈ Vganjil maka banyak titik vk di dalam harus genap agar jumlah derajat
nya bernilai genap. Jadi banyaknya titik yang berderajat ganjil selalu genap.

10
BAB II
Graph Pohon
2.1 Pengertian Graph Pohon
Pohon (Tree) adalah graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena
merupakan graph terhubung maka pada pohon selalu terdapat path atau jalur yang
menghubungkan kedua simpul di dalam pohon.
Pohon (tree) merupakan salah satu bentuk khusus dari struktur suatu graph.
Misalkan A merupakan sebuah himpunan berhingga simpul (vertex) pada suatu graph G
yang terhubung. Untuk setiap pasangan simpul di A dapat ditentukan suatu lintasan
yang menghubungkan pasangan simpul tersebut. Untuk itu perlu diingat kembali bahwa
:
 Suatu Graph G disebut terhubung apabila untuk setiap dua simpul dari graph G
selalu terdapat jalur yang menghubungkan kedua simpul tersebut.
 Sirkuit atau cycle adalah suatu lintasan tertutup dengan derajat setiap simpul
dua.
Suatu graph terhubung yang setiap pasangan simpulnya hanya dapat dihubungkan
oleh suatu lintasan tertentu, maka graph tersebut dinamakan pohon (tree). Dengan kata
lain, pohon (tree) merupakan graph tak-berarah yang terhubung dan tidak memiliki
sirkuit.

a b a b a b a b

c d c d c d c d

e f e f e f e f
Contoh:
Pohon (G1) pohon (G2) bukan pohon (G3) bukan pohon (G4)

11
Karena defenisi pohon mengacu dari teori graph, maka sebuah pohon dapat
mempunyai hanya sebuah simpul tanpa sebuah sisipun. Dengan kata lain, jika G=(V,E)
adalah pohon, maka V tidak boleh berupa himpunan kosong, namun E boleh kosong.
Pada sebagian literatur, pohon yang dimaksudkan oleh Defenisi pohon di atas sering
juga disebut pohon bebas (free tree) untuk membedakannya dengan pohon berakar
(rooted tree). Pohon berakar akan dibahas lebih lanjut pada materi berikutnya.
Pohon juga seringkali didefinisikan sebagai graph tak-berarah dengan sifat bahwa
hanya terdapat sebuah lintasan unik antara setiap pasangan simpul. Tinjau kembali
graph G1 di atas. Setiap simpul di G1 terhubung dengan lintasan tunggal. Sebagai contoh,
dari b ke f hanya ada satu lintasan, yaitu b, a, d, f. demikian juga untuk setiap pasangan
simpul manapun di G1
Teorema 2.1 Jika T pohon, maka untuk setiap dua titik u dan v yang berbeda di T
terdapat tepat satu lintasan (path) yang menghubungkan kedua titik tersebut.
Bukti
Misalkan ada lintasan (path) berbeda yang menghubungkan titik u dan titik v di T,
katakanlah e1 dan e2, dengan e1≠e2. Maka e1 dan e2 akan menghubungkan k u dan
titik v, sehingga ada dua lintasan yang terhubung pada kedua titik tersebut dan
membentuk sikel. Berdasarkan definisi, T tidak memiliki sikel. Dengan demikian,
haruslah e1=e2. Hal ini bertentangan dengan pemisalan bahwa e1≠e2. Jadi, terbuk
bahwa setiap dua titik yang berbeda di T memiliki tepat satu lintasan yang
menghubungkan kedua titik tersebut.
Teorema 2.2 Banyaknya titik dari sebuah pohon T sama dengan banyaknya sisi
ditambah satu atau ditulis: Jika T pohon, maka |V (T)| = |E (T)| +1
Bukti
Kita buktikan teorema di atas dengan induksi pada |V(T)|. Jika pohon T mempunyai satu
titik, jelas banyak sisi T adalah nol. Jadi teorema benar untuk pohon T dengan satu titik.
Asumsikan bahwa pernyataan dalam teorema benar untuk pohon dengan k titik, artinya
jika pohon T mempunyai paling banyak k titik, maka |V(T)| = |E(T)| + 1. Akan
ditunjukkan bahwa jika pohon T mempunyai k + 1 titik maka |V(T)| = |E(T)| + 1.
Misalkan T adalah pohon dengan k + 1 titik dan l adalah sebuah sisi T. Maka T – l
memiliki tepat dua komponen T1 dan T2 , dan masing-masing komponen adalah pohon
dengan titik kurang dari k + 1. Sehingga menurut asumsi, |V(Ti)| = |E(Ti)| + 1 ; i = 1,2.

12
Selanjutnya |E(T)| = |E(T1)| + |E(T2)| + 1, sehingga
|V(T)| = |V(T1)| + |V(T2)|
= |E(T1)| + 1 + |E(T2)| + 1
= (|E(T1)| + |E(T2)| + 1) + 1
= |E (T)| + 1
Dengan demikian teorema terbukti.
Teorema 2.3
a. Bila suatu sisi dihapus dari pohon (dan titiknya tetap), maka diperoleh graph yang
tidak terhubung, dan karenanya graph itu bukan pohon.
b. Bila sebuah sisi ditambahkan pada pohon (tanpa menambah titik baru), diperoleh
graph yang memiliki sikel, dan karena itu graph tersebut bukan pohon.
Bukti
Jika sebuah sisi ditambahkan atau dihapuskan dari pohon, graph baru yang diperoleh
tidak lagi merupakan pohon, berdasarkan teorema 2. Karena penghapusan sebuah sisi
menjadikan graph itu tidak terhubung, dan penambahan sisi membentuk sikel, maka
teorema terbukti.
Hutan (forest) merupakan kumpulan pohon yang saling lepas. Dengan kata lain,
hutan merupakan graph tidak terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Setiap
komponen di dalam graph terhubung tersebut adalah pohon. Dengan kata lain kita
dapat katakana (forest) adalah
 kumpulan pohon yang saling lepas, atau
 graph tidak terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Setiap komponen di
dalam graph terhubung tersebut adalah pohon.
Pada gambar berikut adalah hutan yang terdiri dari 3 buah pohon

Sifat-sifat Pohon Misalkan G = (V, E) adalah graph tak-berarah sederhana dan


jumlah simpulnya n. Maka, semua pernyataan di bawah ini adalah ekivalen:
1. G adalah pohon.

2. Setiap pasang simpul di dalam G terhubung dengan lintasan tunggal.

3. G terhubung dan memiliki m = n – 1 buah sisi.

13
4. G tidak mengandung sirkuit dan memiliki m = n – 1 buah sisi.

5. G tidak mengandung sirkuit dan penambahan satu sisi pada graph akan
membuat hanya satu sirkuit.
G terhubung dan semua sisinya adalah jembatan. (jembatan adalah sisi yang bila
dihapus menyebabkan graph terpecah menjadi dua komponen)
2.2 Pohon Rentang (Spanning Trees)
Definisi Misalkan G adalah sebuah graph. Sebuah pohon di G yang memuat semua
titik G disebut pohon rentang (spanning tree) dari G.
Contoh :
Misalkan kita mempunyai graph G seperti pada gambar 4.6 di bawah ini. Terdapat 3
pohon rentang dari graph G, yaitu graph A, B, dan C. Tampak jelas bahwa graph A, B, dan
C masing-masing memuat semua simpul dari graph G serta mengandung sisi-sisi dari G
demikian sehingga tidak terbentuk sikel.

Teorema 2.4 Graph G terhubung jika dan hanya jika G memuat pohon rentang.
Bukti
Jika graph G memuat pohon rentang, jelas G terhubung. Kita buktikan konvers
pernyataan ini dengan induksi pada |E(G)|. Jika G terhubung dan |E(G)| = 0, maka G =
K1, sehingga jelas G memuat pohon rentang.
Asumsikan: setiap graph terhubung dengan k + 1 sisi, maka G memuat pohon rentang.
Pandang sebuah graph terhubung G dengan k + 1 sisi. Jika G tidak memuat sikel, maka G
sebuah pohon rentang. Jika G memuat sikel, dan misalkan e adalah sebuah sisi dari sikel
di G, maka graph G1 = G - e terhubung dengan k sisi. Sehingga berdasarkan asumsi, G1
memuat pohon rentang. Sebut T, pohon rentang di G1. Jelas, T adalah juga pohon
rentang dari G. Teorema terbukti.

Sebuah graph terhubung mungkin memuat lebih dari satu pohon rentang, seperti
terlihat pada Gambar. Graph G memuat pohon rentang T1, T2, dan T3.

14
G T1 T2 T3 T4

Jadi, pohon merentang:

 Pohon merentang dari graf terhubung adalah subgraf merentang yang


berupa pohon.

 Pohon merentang diperoleh dengan memutus sirkuit di dalam graf.

 Setiap graf terhubung mempunyai paling sedikit satu buah pohon


merentang.
 Graf tak-terhubung dengan k komponen mempunyai k buah hutan merentang
yang disebut hutan merentang (spanning forest).

Pohon Rentang Minimum

 Graf terhubung-berbobot mungkin mempunyai lebih dari 1 pohon merentang

 Pohon rentang yang berbobot minimum – dinamakan pohon merentang


minimum (minimum spanning tree)
Dalam kehidupan nyata, salah satu contoh aplikasi spanning tree adalah
menentukan rangkaian jalan dengan jarak total seminimum mungkin yang
menghubungkan semua kota sehingga setiap kota tetap terhubung satu sama lain.

15
Dalam menentukan suatu minimum spanning tree dari suatu graf terhubung, kita
dapat menentukannya dengan mengunakan dua cara yaitu algoritma Prim dan algoritma
Kruskal.
2.3 Algoritma Graph Pohon
Misalkan T adalah pohon merentang yang sisi-sisinya diambil dari graf G. Algoritma
Prim membentuk pohon merentang minimum langkah per langkah.pada setiap langkah
kita mengambil sisi dari graf G yang mempunyai bobot minimum dan bersisian dengan
simpul-simpul di dalam T tetapi tidak membentuk sirkuit di dalam T.
Algoritma Prim :
Langkah 1 : ambil sisi dari graf G yang berbobot minimum, masukkan
ke dalam T.
Langkah 2 : pilih sisi (u, v) yang mempunyai bobot minimum dan bersisian
dengan simpul di T, tetapi (u, v) tidak membentuk sirkuit di T.
Masukkan (u, v) ke dalam T.
Langkah 3 : ulangi langkah 2 sebanyak n – 2 kali.
Jumlah langkah seluruhnya di dalam algoritma Prim adalah
a. 1 + (n – 2) = n – 1
b. yaitu sebanyak jumlah sisi di dalam pohon rentang dengan n buah simpul.
Algoritma Kruskal
( Langkah 0: sisi-sisi dari graf sudah diurut menaik berdasarkan bobotnya – dari bobot
kecil ke bobot besar) .
Langkah 1 : T masih kosong
Langkah 2 : pilih sisi (u, v) dengan bobot minimum yang tidak membentuk sirkuit
di T. Tambahkan (u, v) ke dalam T.
Langkah 3 : ulangi langkah 2 sebanyak n – 1 kali

16
BAB III
Graph Planar
3.1 Pengertian Graph Planar dan Graph Bidang
Graph Bidang adalah graph yang digambarkan pada bidang datar (di kertas, papan
tulis, dll) sedemikian rupa sehingga setiap pasang sisi bertemu hanya pada simpul
akhirnya (jika mereka bertemu sama sekali).
Graph Planar adalah graph yang isomorfik dengan graph bidang, yaitu dapat
digambar kembali sebagai graph bidang.
Contoh :

Gambar Graph Pelanar


Pada gambar di atas semua merupakan Graph Planar, tetapi dan tidak graph
bidang, karena dapat di gambarkan kembali menjadi dan sedangkan dapat di
gambarkan kembali menjadi .
Tidak semua graph adalah Planar.Untuk melihat ini, perlu dibicarakan tentang
teorema utama dalam matematika.
“Sebuah kurva Jordan pada bidang adalah kurva kontinu yang tidak memotong dirinya
sendiri dengan asal dan akhirnya bertemu.”
Sebagai contoh, pada Gambar di bawah kurva bukan kurva Jordan karena
memotong dirinya sendiri, bukanlah kurva Jordan karena asal dan terminalnya tidak
tepat, yaitu dua titik akhir tidak bertemu, adalah kurva Jordan.

17
Gambar: dan bukan kurva jordan tetapi kurva jordan.

Gambar: Sebuah kurva Jordan


Jika J adalah kurva Jordan pada bidang maka bagian dari bidang yang tertutup oleh
J disebut interior J dan dilambangkan dengan int J , dikecualikan untuk int J titik-titik
yang benar-benar berada di J. Demikian pula bagian dari bidang yang terletak di luar J
disebut eksterior J dan dilambangkan dengan ext J.
Teorema kurva Jordan menyatakan bahwa jika J adalah kurva Jordan, jika x
adalah titik di int J dan y adalah titik dalam ext J maka setiap garis (lurus atau
melengkung) yang menghubungkan x ke y harus bertemu J pada beberapa titik, yaitu
harus menyeberang J.
Teorema ini hanyalah intuitif, diilustrasikan dalam Gambar di bawah ini.

Gambar
Bentuk lain dari teorema ini bahwa jika , adalah dua titik di int J maka
dapat ditemukan garis (lurus atau melengkung) hubungan ke yang terletak
sepenuhnya dalam int J. Sebuah ilustrasi ini diberikan dengan kurva Gambar, dengan
dua titik digabung dengan sebuah garis internal.

18
Sekarang digunakan Teorema Kurva Jordan untuk membuktikan bahwa ada
graph nonplanar.
Teorema 3.1 : graph lengkap pada lima simpul, adalah nonplanar.
Bukti:Ingatlah bahwa salah satu cara yang biasa digunakan menggambar seperti
gambar di bawah ini.

Gambar K5
Diasumsikan bahwa adalah planar dan akan di tunjukkan kontradiksi dengan
asumsi ini. Misal G menjadi graph bidang yang sesuai dan menunjukkan simpul dari
Goleh , , , , .Karena G lengkap, setiap pasangan simpul yang berbeda
bergabung dengan sebuah sisi.Misal C adalahsiklus di G. Kemudian C
membentuk kurva Jordan di bidang. Karena tidak terletak di C maka harus terletak di
int C atau ext C. Dianggap bahwa adalah int C. Kemudian (Kemungkinan lainnya,
bahwa adalah dalam ext C, memiliki argumen yang sama.) sisi , dan
membagi intC menjadi tiga wilayah int , int dan int di mana , , dan
adalah siklus , dan berturut-turut.Perhatikan gambar di
bawah ini.

Gambar
Titik yang tersisa harus terletak pada salah satu dari empat wilayah int , int ,
int dan ext C. Jika ∈ ext C kemudian, karena ∈int C, Teorema Kurva Jordan
memberitahu bahwa sisi harus melaluiC di beberapa titik. Namun ini berarti bahwa
sisi harus menyeberang salah satu dari tiga sisi , dan yang

19
membentuk C. Ini bertentangan asumsi bahwa G adalah graphbidang. Kemungkinan
yang tersisa adalah bahwa merupakan salah satu dari int , int , int .
Dianggap bahwa pada int , dua kasus lainnya yang diperlakukan sama.
Sekarang adalah di bagian luar Curve Jordan diberikan siklus . Dengan
Teorema Kurva Jordan sisi bergabung dengan titik di int ke di ext harus
menyeberang kurva dan harus menyeberangi salah satu dari tiga sisi .sekali
lagi bertentangan dengan asumsi bahwa G adalah bidang.kontradiksi akhir ini
menunjukkan bahwa asumsi awal harus salah. Oleh karena itu tidak planar.
Ingat bahwa cara yang biasa dari gambar K3.3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar
dibawah Ini juga adalah nonplanar .

Gambar K3,3
Teorema 3.2 Graph bipartit lengkap K3,3 adalah nonplanar.

3.2 Formula Euler


Sebuah graph bidang G membagi bidang menjadi beberapa wilayah yang masing -
masing disebut ”muka” (face) G. Lebih tepatnya, jika x adalah titik pada bidang yang
tidak diG, yaitu bukan simpul dari G atau titik di beberapa sisiG, maka didefinisikan muka
Gmengandungx yang merupakan himpunan semua titik pada bidang yang dapat
dihubungkan dari x menjadi garis (lurus atau melengkung) yang tidak menyeberang sisi
G atau melalui simpul dari G
Contoh, untuk titik x di graph G1 dari Gambar di bawah, muka yang mengandung x
ditampilkan sebagai wilayah bertitik. Dalam contoh ini jelas muka G1 mengandung titik y
adalah muka yang sama seperti yang mengandung x. Hal ini dibatasi oleh
siklus . Muka G1 mengandung titik tidak dibatasi oleh siklus apapun. Hal
ini disebut muka eksterior G1

20
Gambar: Sebuah graph bidang dengan empat muka
Setiap graph bidang memiliki tepat satu muka eksterior. Setiap muka yang lain
dibatasi oleh jalan tertutup dalam graph dan disebut muka interior.
Sebagai contoh lain, pada Gambar di bawah memiliki graph G2 dengan sembilan
muka , … , .Disini adalah muka eksterior.

Gambar : Sebuah graph bidang dengan sembilan muka


Jumlah muka graph bidangG dilambangkan dengan atau hanya dengan f .
Dengan demikian, untuk di atas, f (G1) = 4, f (G2) = 9.
Akibat selanjutnya, diberikan rumus sederhana yang menunjukkan hubungan
antara jumlah simpul, sisi, dan muka dalam graph bidang terhubung.
Teorema 3.3 (Formula Euler) :Misalkan G graph bidang terhubung, dan misalkan n,e,
dan f masing-masing menunjukkan jumlah simpul, sisi dan muka G. Kemudian
n-e + f = 2.
Bukti. Bukti Pertama . Dalam bukti ini menggunakan induksi pada f, jumlah muka pada
G.Jika f = 1maka G hanya memiliki satu muka, muka eksterior. Jika G mengandung
beberapa C siklus kemudian di wilayah yang dibatasi oleh bidangC, ada setidaknya satu
muka dibatasi dari G, mungkin karena G hanya memiliki muka eksterior, yang tak
terbatas. Jadi G tidak memiliki siklus.Oleh karena itu, karena G terhubung, itu adalah
pohon.

21
Kemudian, dengan teorema pada bagian graph pohon, jumlah e sisi G adalah n - 1.
Karenanya
n-e + f = n-(n-l) + l = 2
dan ini membuktikan teorema dalam kasus ketika f = 1.
Sekarang anggaplah bahwa f > 1 dan teorema tersebut benar untuk semua
graphbidang terhubung dengan kurang dari f muka. Karena f > 1,G bukanlah pohon
,dengan Teorema pada bagian graph pohon ,G memiliki k sisi yang tidak jembatan.
Kemudian subgraph G – k masih terhubung dan karena setiap subgraph dari graph
bidang jelas graphbidang, G - k juga graph bidang. Selain itu, karena k sisi harus menjadi
bagian dari siklus (Teorema pada graph pohon yang berbunyi “sebuah sisi e pada graph
G adalah sebuah lintasan jika dan hanya jika e bukan bagian dari salah satu cycle di G),
memisahkan dua muka G dari yang lain dan selanjutnya di G - k dua muka bergabung
untuk membentuk satu mukaG - k. Ini diilustrasikan pada Gambar 5.11.

Gambar : Dua muka bergabung ketika ujung siklus dihapus.


Dengan demikian, pemisalan , dan menunjukkan
jumlah simpul, sisi dan muka masing-masing dari , dimiliki ,
1 dan 1. Selain itu, dengan asumsi induksi, karena memiliki
kurang dari muka, dimiliki
2
dan juga 1 1 2yang memberikan 2, seperti yang
diperlukan. Oleh karena itu, dengan induksi, akibatnya adalah benar untuk semua
graphbidang terhubung.
Bukti Kedua. Kali inidigunakan induksi pada jumlah e dari sisi G. Jika e = 0 maka G
harus memiliki hanya satu simpul , yaitu n = 1 dan satu muka, muka eksterior, yaitu f =1.
demikian
1 0 1 2
dan sehingga hasilnya benar untuk e = 0.

22
Meskipun tidak perlu untuk melakukan hal ini, sekarang dilihat kasus ketika e = 1.
Kemudian jumlah simpul dari G adalah 1 atau 2, kemungkinan pertama terjadi ketika sisi
adalah loop. Kemungkinan kedua menimbulkan dua muka dan satu muka masing-
masing, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah.

Gambar: Graph bidang terhubung dengan satu sisi


Sehingga,
1 1 2,
2, seperti yang
2 1 1,
dipersyaratkan
Sekarang dianggap bahwa hasilnya adalah benar untuk setiap graph G bidang
terhubung dengan e-1.Sisi (untuk e 1). Misal ditambahkan satu ksisi baru untuk G
untuk membentuk supergraph terhubung dari G yang dilambangkan dengan G + k. Ada
tiga cara untuk melakukan hal ini:
(a). k adalah loop, dalam hal ini telah diciptakan muka baru (dibatasi oleh
loop),namun jumlah simpul tetap tidak berubah, atau
(b). k terhubung dengan dua simpul yang berbeda dari G, dalam hal ini salah satu
muka G dibagi menjadi dua, sehingga sekali lagi jumlah muka telah meningkat
sebesar 1, tetapi jumlah simpul tetap tidak berubah, atau
(c). k adalah kejadian dengan hanya satu simpuldari G di mana kasus lain simpul
harus ditambahkan, meningkatkan jumlah simpul dengan satu, tetapi
menyisakan jumlah muka tidak berubah.
Sekarang misalkan , dan menunjukkan jumlah simpul, sisi dan muka di G dan
n, e dan f menunjukkan jumlah simpul, sisi dan muka diG + k. Kemudian
dalam kasus (i), 1 1 ,
dalam kasus (ii), 1 1 ,
dalam kasus (iii), 1 1 ,
Dan dengan asumsi induksi, 2Jadi, dalam setiap kasus,
2. Sekarang setiap graph bidang terhubung dengan esisi adalah bentuk G + k, untuk
beberapa graph bidang terhubung G dengan 1sisi dan k sisi baru.Oleh karena itu,
dengan induksi bahwa rumus benar untuk semua graph bidang.

23
Konsekuensi 3.4 Misalkan G adalah graph bidang dengan n simpul , e sisi , f muka , dan
k komponen terhubung . maka
− + = + 1
Konsekuensi 3.5 Misal G1 dan G2 adalah 2 graph bidang yang keduanya digambarkan
untuk Graph planar G yang sama.Maka f (G1) = f(G2), yaitu, G1 dan G2 memiliki jumlah
muka yang sama.
Bukti Misal n(G1), n(G2) menunjukkan jumlah simpul dan e(G1), e(G2) jumlah
sisi,masing -masing dalam G1, G2. Kemudian, karena G1 danG2 keduanya isomorfis ke
Gdimilikin(G1) = n(G2) dan e(G1) = e(G2). Menggunakan Formula Euler didapatkan
f(G1) = e(G1) - n (G1) + 2 = e (G2) - n (G2) + 2 = f (G2),
Teorema berikutnya memberitahukan bahwa graph planar sederhana tidak dapat
memiliki "terlalu banyak" sisi.Dalam bukti digunakan definisi berikut.
“Misal, sebuah muka dari graf bidang G. didefinisikan derajat dari , dinotasikan
dengan d( ), adalah jumlah sisi yang membatasi .”
Perhatikan bahwa d( )≥ 3 untuk setiap muka interior dari graf bidang
sederhana.

Teorema 3.6 Misalkan G graf planar sederhana dengan n simpul dan e sisi , dimana n≥
3. maka ≤ 3 − 6.
Bukti:Dengan menggambar ulang G, diasumsikan bahwa G adalah grafbidang (yang
berbeda dari planar). Pertama-tama dimisalkan G terhubung, Jika n = 3, artinya, memiliki
tiga simpul, kemudian, karena Gsederhana, G memiliki paling banyak tiga sisi, yaitu,
≤ 3. Dengan demikian
e≤ (3 x 3) - 6 = 3n - 6,
sehingga hasilnya adalah benar dalam kasus ini.
Jadi sekarang bisa diasumsikan bahwa n ≥ 4. Jika G adalah pohon maka e = n - 1 dan
seterusnya, karena n ≥ 4, didapatkan e ≤3n - 6. Jika G tidak pohon, karena terhubung,
harus mengandung siklus. Selanjutnya ada siklus di Gpada setiap sisi yang terletak pada
batas muka eksteriorG. Kemudian, karena G adalah sederhana, dimiliki d( )≥ 3 untuk
muka masing-masing muka G.

= ( )

24
di manaΦ menunjukkan himpunan semua mukaG. Kemudian, karena masing-masing
muka memiliki setidaknya tiga sisi pada batasnya, dimiliki
≥ 3
(Di mana f adalah jumlah mukaG). Namun, ketikadisimpulkan untuk mendapatkanb,
masing-masing sisi G dihitung sekali atau dua kali (dua kali ketika terjadi seperti sebuah
sisi membtasi dua muka) dan sebagainya
≤ 2
Dengan demikian
3 ≤ ≤ 2 .
Secara khusus 3 ≤ 2 dan sebagainya − ≥ − 2 /3. Sekarang, dengan teorema
Euler,n = e - f + 2 dan seterusnya
2
≥ − + 2= + 2
3 3
Jadi 3 ≥ + 6 yaitu 3 − 6,
Sekarang anggaplah G yang tidak terhubung. Misal G1,, ... , Gt komponen yang
terhubung dan untuk setiap i, 1≤ i ≤ t, misal ni dan ei Menunjukkan jumlah simpul dan
masing-masing sisi dalam Kemudian, karena masing-masing adalah graf planar,
dimiliki, dari argumen di atas, bahwa ≤ 3 − 6 untuksetiap , 1 ≤ ≤ Selain itu.

= =

≤ 3 − 6 = 3 − 6 ≤ 3 − 6

Konsekuensi 3.7: jika G adalah graf planar sederhana maka G memiliki simpul v dengan
derajat kurang dari 6, yaitu, ada sebuah v di V(G) dengan d (v) ≤ 5.
Bukti:Jika G hanya memiliki satu simpul, simpul ini harus memiliki derajat 0. Jika G hanya
memiliki dua simpul maka keduanya harus memiliki derajatpaling banyak 1.Dengan
demikian dapat diduga bahwa n ≥ 3, yaitu, bahwa G setidaknya memiliki tiga simpul.
Sekarang jika derajat untuk setiap simpul dari Gadalah setidaknya enam dimiliki

( )≥ 6
∈ ( )

25
Namun, dengan ∑ ∈ = 2 . Jadi 2e≥ 6n dan e≥ 3n.karena Ini tidak mungkin,
menurut teorema di atas, e ≤ 3n - 6. Kontradiksi ini menunjukkan bahwa G harus
memiliki setidaknya satu simpuldari derajat yang kurang dari sama dengan 6.
Konsekuensi 3.8 K5 adalah nonplanar.

Bukti Di sini n = 5 dan = = 10sehingga3 − 6 = 9. Jadi ≥ 3n − 6dan

sebagainya, dengan teorema itu, G = K5 tidak planar.


Konsekuensi 3.9 K3,3 adalah nonplanar.
Bukti KarenaK3,3 adalah bipartit tidak mengandung siklus ganjil (dari Teorema 1.3) dan
sehingga tidak ada siklus yang panjangnya tiga. Oleh karena itu, setiap muka dari
gambar bidang K3,3, jika seperti itu ada, harus memiliki setidaknya empat sisi batas. Jadi,
dengan menggunakan argumen pembuktian Teorema 5.6, didapatkan b≥4 f dan
kemudian jika 4f≤ 2e, yaitu, 2f ≤ e = 9. Hal ini memberikan f ≤ 9/2. Namun, dengan
Formula Euler, f* = 2-n + e = 2 - 6 + 9 = 5, sebuah kontradiksi.

3.4 Graph Dual dan Bidang


Misalkan G graf bidang. didefinisikan Dual dari G dengan graf G* dibangun
sebagai berikut.Untuk masing-masing f muka pada G terdapat simpul yang sesuai f* dari
G* dan setiap sisi e pada G ada sisi e* yang sesuai di G* seperti jika sisi e terdapat di
perbatasan dari dua muka f dan g kemudian e*gabungan sisidengan simpul yang sesuai
f* dan g* di G*. (Jika e adalah sisi jembatan maka diperlakukan seolah-olah terjadi dua
kali pada batas muka f di mana itu terletak dan kemudian sisi e* yang sesuai adalah
kejadian loop dengan f* titik di G*)
Ternyata G* ganda dari graf bidang Gjuga planar.Ditunjukkan mengapa demikian
adalah dapat digambarkanG* sebagai grafbidang. Diberikan gambar bidang dari G,
tempatkan simpul f* dariG*di dalam muka yang sesuai f. Jika esisi terletak di perbatasan
dua muka f dan gpada G, bergabung dengan dua simpul f* dan g* oleh sisi e*
menggambarkan sehingga melintasi sisi e tepat satu kali dan tidak ada melintasi sisi lain
dari G. (Prosedur ini masih memungkinkan jika e adalah sisi jembatan.) digunakan
prosedur ini pada Gambar di bawah.
Jika sisi eadalah loop dalam G maka sisi hanya pada batas umum dari dua muka,
salah satunya, katakanlah f, terletak dalam wilayah bidangyang dikelilingi oleh e dengan
lainnya, katakanlah g, terletak di luar daerahini. Muka f tidak mungkin satu-satunya

26
muka tertutup oleh e tetapi, jelas dari definisi G*, setiap lintasan dari simpul h*, sesuai
dengan mukah, ke simpulg* harus menggunakan sisi e* .Jadi e* adalah sebuah jembatan
di G*.
Sebaliknya, jika sisie* adalah jembatan di G*, bergabung dengan simpul f* dan g*,
maka e* adalah satu-satunya jalan di G*dari f* untukf* ke g*. Ini berarti, dari definisi G*,
bahwa esisi dalam G harus menyertakan salah satu fmuka dan g dan jugae harus loop.
Untuk meringkas, esisi adalah loop dalam G jika dan hanya jika e* adalah sebuah
jembatan di G*.

Gambar: Sebuah graf bidang dan dualnya


Terjadinya sisiparallel padaG* mudah dijelaskan.Sebuah pikiran sejenak harus
meyakinkan bahwa, mengingat dua muka f dang padaG, maka ada ksisi paralel antara f*
dan g*di G* jika dan hanya jika f dang memiliki ksisi pada batas umum mereka.
Mungkin disadari bahwa telah didefinisikan dual dari grafbidang bukan graf planar.
Alasan ini adalah bahwa berbedanyabidang gambar dan dari graf planar G yang
∗ ∗
sama dapat menyebabkan non-isomorfik duals dan .
Teorema 3.10 Misalkan G menjadi graf bidang terhubung dengan n simpul, e sisi danf
fakta.misalkan n*, e* dan f * menunjukkan jumlah simpul-simpul, sisi dan muka masing-
masing dari G*. Kemudian n* = f, e* = e dan f* = n.
Buktinya Yang pertama dua persamaan mengikuti dari definisi G*.Yang ketiga kemudian
mengikuti dari Formula Euler karena kedua G dan G* yang terhubung grafbidang.
Sekarang anggaplah bahwamuka dari graf bidangG, sesuai dengan titik v dari G,
∗ ∗
dimiliki , ..., sebagai sisi batasnya. Kemudian, dengan konstruksi dariG*, masing-

27
masing e* sisimelintasi sisi yang sesuai dari G, seperti yang diilustrasikan pada Gambar
5.35, sisi ini semua kejadian dengan simpulv. Oleh karena itu, mengandung vtitik.
Karena G* adalah grafbidang, juga dapat dibangun dual dari G*, yang disebut dual
ganda G dan dilambangkan dengan G**.Dari pembahasan paragraf sebelumnya, hasil
berikut ini mungkin tidak mengejutkan.
Teorema 3.11 Misalkan G menjadi graf bidang terhubung.Kemudian G isomorfis ke G**
bisa dilakukan dual.
Bukti Seperti yang terlihat di atas, setiap muka dari dualG** mengandung setidaknya
satu titik dari G, yaitu yang sesuai titikv. Sebenarnya ini adalah satu-satunya titik dari G
yang mengandung karena, menurut Teorema 5.16, jumlah muka dari G*adalah sama
dengan jumlah simpul dari G. Oleh karena itu, dalam pembangunan dual ganda G**,
dapat memilih titik v menjadi titik di G** sesuai dengan muka dariG*. Pilihan ini
memberi isomorfisma dibutuhkan.

28
BAB IV

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aljabar Boolean merupakan aljabar yang berhubungan dengan
variabel-variabel biner dan operasi-operasi logik. Variabel-variabel
diperlihatkan dengan huruf-huruf alfabet, dan tiga operasi dasar dengan
AND, OR dan NOT (komplemen).
Fungsi Boolean terdiri dari variabel-variabel biner yang
menunjukkan fungsi, suatu tanda sama dengan, dan suatu ekspresi
aljabar yang dibentuk dengan menggunakan variabel-variabel biner,
konstanta-konstanta 0 dan 1, simbol-simbol operasi logik, dan tanda
kurung. Suatu fungsi Boolean bisa dinyatakan dalam tabel kebenaran.
Suatu tabel kebenaran untuk fungsi Boolean merupakan daftar semua
kombinasi angka-angka biner 0 dan 1 yang diberikan ke variabel-variabel
biner dan daftar yang memperlihatkan nilai fungsi untuk masing-masing
kombinasi biner.
Aljabar Boolean mempunyai 2 fungsi berbeda yang saling
berhubungan. Dalam arti luas, Aljabar Boolean berarti suatu jenis simbol-
simbol yang ditemukan oleh George Boole untuk memanipulasi nilai-nilai
kebenaran logika secara aljabar. Dalam hal ini Aljabar Boolean cocok
untuk diaplikasikan dalam komputer. Oleh karena itulah penulis berharap
pembaca dapat mengetahui fungsi dan menambah wawasan tentang
Aljabar Boolean.
B. Rumusan Masalah
Adapun didapatkan beberapa rumusan masalah mengenai Aljabar
Boolean antara lain:

29
1. Apa yang dimaksud dengan Aljabar Boolean?
2. Apa yang dimaksud dengan Aljabar Boolean Dua Nilai?
3. Apa yang dimaksud dengan Ekspresi Boolean?
4. Apa yang dimaksud dengan Prinsip Dualitas?
5. Apa yang dimaksud dengan Hukum- Hukum Aljabar Boolean?
6. Apa yang dimaksud dengan Fungsi Boolean?
7. Apa yang dimaksud dengan Penjumlahan dan Perkalian Dua Fungsi?
8. Apa yang dimaksud dengan Komplemen fungsi Boolean?
9. Apa yang dimaksud dengan Bentuk Kanonik?
10. Apa yang dimaksud dengan Konversi Antar Bentuk Kanonik?
11. Apa yang dimaksud dengan Bentuk Baku?
12. Apa yang dimaksud dengan Aplikasi Aljabar Boolean?
13. Apa yang dimaksud dengan Penyederhanaan Fungsi Boolean?
14. Apa yang dimaksud dengan Penyederhanaan Rangkaian Logika?
15. Apa yang dimaksud dengan Metode Quine-McCluskey?

C. Tujuan
Adapun didapatkan beberapa mengenai Aljabar Boolean antara
lain:
1. Untuk mengetahui definisi Aljabar Boolean.
2. Untuk mengetahui konsep dari Aljabar Boolean Dua Nilai.
3. Untuk memahami maksud Ekspresi Boolean.
4. Untuk mengetahui Prinsip Dualitas.
5. Untuk mengetahui Hukum- Hukum Aljabar Boolean.
6. Untuk mengetahui Fungsi Boolean.
7. Untuk mengetahui penjumlahanan dan Perkalian Dua Fungsi.
8. Untuk mengetahui komplemen fungsi Boolean.
9. Untuk mengetahui Bentuk Kanonik.
10. Untuk mengetahui Konversi Antar Bentuk Kanonik
11. Untuk mengetahui Bentuk Baku.
12. Untuk mengetahui Aplikasi Aljabar Boolean.
13. Untuk mengetahui Penyederhanaan Fungsi Boolean.
14. Untuk mengetahui penyederhanaan logika.
15. Untuk mengetahui Metode Quine-McCluskey.

30
BAB V
PEMBAHASAN
A. Definisi Aljabar Boolean
Aljabar boole pertama kali dikemukakan oleh seseorang
matematikawan inggris, Geogre Boole pada tahun 1854.1 Aljabar
Boolean adalah cabang ilmu matematika yang diperlukan untuk
mempelajari desain logika dari suatu sistem digital yang merupakan
operasi aritmatik pada bilangan Boolean (bilangan yang hanya mengenal
2 keadaan yaitu False/True, Yes/No, 1/0) atau bisa disebut bilangan
biner. Pada tahun 1938 Clamde Shanmon memperlihatkan penggunaan
Aljabar Boole untuk merancang rangkaian sirkuit yang menerima
masukan 0 dan 1 dan menghasilkan keluaran juga 0 dan 1 Aljabar Boole
telah menjadi dasar teknologi komputer digital.2
Secara umum Aljabar Boolean didefinisikan sebagai suatu
himpunan dengan operasi +, ., ‘, serta elemen 0 dan 1, yang ditulis
sebagai <B,’,+,.,0,1>.3
Misalkan 0 dan 1 adalah dua elemen yang berbeda dari B.Maka,
tupel <B,+,.,’,0, 1>disebut Aljabar Boolean jika untuk setiap a,b,c, OB
berlaku aksioma (sering disebut juga postulat Huntington ) berlaku4:
1. Identitas :
a. a + 0 = a
b. a . 1 = a

1
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung, 2014), h. 281.
2
https://hartikadwipratiwi.files.wordpress.com diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 20.57 Wita.
3
Danny Manongga & Yessica Nataliana, Matematika Diskrit, (Jakarta: Pranada Media
Group), h. 87.
4
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung, 2014), h. 285.

31
2. Komutatif :
a. a + b = b + a
b. a . b = b . a
3. Distributif :
a. a . (b+c) = (a . b)+(a . c)
b. a+(b . c) = (a+b).(a+c)
4. Komplemen untuk setiap a OB terdapat elemen unik a’ OB sehingga
a. a+a’ = 1
b. a . a’ = 0
5. Closure
a. a+b ∈ B
b. a . b ∈ B

Elemen 0 dan 1 adalah dua elemen unik yang ada di dalam B. 0


disebut elemen terkecil dan 1 disebut elemen terbesar. Kedua elemen
unik dapat berbeda-beda pada Aljabar Boolean (misal ∅ dan U pada
himpunan, F dan T pada proposisi). Namun secara umum tetap
menggunakan 0 dan 1 sebagai dua buah elemen unik yang berbeda.
Elemen 0 disebut elemen zero, sedangkan elemen 1 disebut elemen unit.
Operator + disebut operator penjumlahan, ⋅ disebut operator perkalian,
dan ‘ disebut operator komplemen.5
Adapun perbedaan antara Aljabar Boolean dengan aljabar biasa
untuk aritatika bilangan rill.6
1. Hukum distributif yang pertama, a.(b+c)= (a.b)+(a.c)sudah dikenal di
dalam aljabar biasa, tetapi hukum distributi kedua, a+(b.c) =
(a+b).(a+c) benar untuk Aljabar Boolean, tetapi tidak benar untuk
aljabar biasa.
2. Aljabar Boolean tidak memiliki kebalikan perkalian dan kebalikan
penjumlahan, karena itu tidak ada oprasi pembagian dan
pengurangan didalam aljabar bolean.

5
https://farida_a.staff.gunadarma.ac.id diakses pada hari Jum’at tanggal 6 November
2015 pukul 19.36 Wita.
6
https://hartikadwipratiwi.files.wordpress.com diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 20.57 Wita.

32
3. Aksioma nomor 4 yang telah dituliskan di atas mendefinisikan
operator yang dinamakan komplemen yang tidak tersedia dalam
aljabar biasa.
Aljabar biasa memperlakukan himpunan bilangan rill dengan
elemen yang tidak berhingga banyaknya. Sedangkan Aljabar Boolean
memperlakukan himpunan elemen B yang sampai sekarang belum
didefinisikan, tetapi pada Aljabar Boolean 2 nilai, B di definisikan sebagai
himpunan degan hanya dua nilai, 0 dan 1.hal lain yang penting adalah
membedakan elemen himpunan dan peubah (variabel) pada sistem
aljabar. Sebagai contoh, pada aljabar biasa, elemen himpunan bilangan
rill adalah angka, sedangkan peubahnya seperti a, b, c, dan sebagainya.
Dengan cara yang sama pada Aljabar Boolean, orang
mendefinisikan elemen-elemen himpunan dan peubah seperti x,y,z
sebagai simbol-simbol yang merepresentasikan elemen. Berhubung
elemen-elemen B tidak di definisikan nilainya (kita bebas menentukan
anggota-anggota B),maka untuk mempunyai sebuah Aljabar Boolean,
orang harus memperlihatkan :
1. Elemen-elemen himpunan B,
2. Kaidah /aturan operasi untuk dua operator biner dan operator uner,
3. Himpunan B, bersama-sama dengan dua operator
tersebut,memenuhi keempat aksioma diatas. Jika ketiga persaratan
diatas dapat dipenuhi maka aljabar yang didefinisikan bisa dikatakan
Aljabar Boolean.

Contoh:
Misalkan B = 1, 2, 5, 7, 10, 14, 35, 70 adalah pembagi dari 70. Tunjukkan
cara membentuk B menjadi sebuah Aljabar Boolean
Penyelesaian:
Elemen-elemen himpunan B sudah didefinisikan. Sekarang kita tentukan
kaidah operasi untuk operator +, ⋅, dan ‘. Misalkan kita definisikan
a + b = KPK(a,b) = Kelipatan Persekutuan Terkecil
a ⋅b = PBB(a,b) = Pembagi Bersama Terbesar
a’ =

33
Akan ditunjukan B bersama-sama dengan operator biner dan operator
uner memenuhi ke lima aksioma yang didefinisikan
1) Identitas 1 adalah elemen identitas untuk operasi penjumlahan (1
sebagai elemen zero) dan 70 adalah elemen untuk operasi
perkalian(70 sebagai elemen unit) karena:
(i) a + 1 = KPK(a,1) = a
(ii) a ⋅70 = PBB(a,70) = a
2) Komutatif berlaku karena:
(i) a + b = b + a = KPK(a,b)
(ii) a ⋅ b = b . a = PBB(a,b)
3) Distibutif:
(i) 10 ⋅ (5+7) = PBB(10, KPK(5,7)) = PBB(10,35) = 5
(10 ⋅ 5) + (10 ⋅7) = KPK(PBB(10,5),PBB(10,7)) = KPK(5,1)= 5
(ii) 10 + (5 ⋅ 7) = KPK(10, PBB(5,7))= KPK(10,1) = 10
(10 +5) ⋅ (10 + 7) = PBB(KPK(10,5), KPK(10,7)) = PBB(10,70) =
10
4) Komplemen berlaku karena
(i) a + a’ = KPK(a, 70/a)= 70
(ii) a ⋅ a’ = PBB(a,70/a) = 1
Oleh karena semua aksioma dipenuhi maka B = {1, 2, 5, 7, 10,
14, 35, 70} adalah Aljabar Boolean.

B. Aljabar Boolean Dua-Nilai


Mengingat B tidak ditentukan anggota-anggotanya, maka kita
dapat membentuk sejumlah tidak berhingga Aljabar Boolean. Pada
Aljabar Boolean berhingga banyaknya anggota B terbatas, tetapi paling
sedikit beranggotakan dua buah elemen yang berbeda.
Aljabar Boolean memiliki terapan yang luas adalah aljabar dua-
nilai. Aljabar Boolean dua-nilai di definisikan pada sebuah himpunan B
dengan dua buah elemen 0 dan 1 (sering dinamakan bit, singkatan dari
binary digit), yaitu B = {0, 1}, operasi biner, + dan ⋅ , operasi uner, ‘ .
Kaidah untuk operator uner ditunjukkan pada tabel sebagai berikut7.

7
https://hartikadwipratiwi.files.wordpress.com diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 20.57 Wita.

34
Tabel I
A Tabel II
B a+b
A b a⋅b
0 0 0
0 0 0
0 1 1
0 1 0
1 0 0
1 0 0
1 1 1
1 1 1

Tabel III
A a’
0 1
1 0
Kita harus memperlihatkan bahwa aksioma-aksioma terpenuhi
pada himpunan B ={0,1} dengan dua operator biner dan s atu operator
uner yang didefinisikan.
1. Identitas jelas berlaku karena dari tabel dapat dilihat bahwa:
(i) 0+1=1+0=1
Yang memenuhi elemen identitas 0 dan 1
(ii) 1 ⋅ 0 = 0 ⋅ 1 = 0
2. Komutatif jelas berlaku dengan melihat simetri tabel operator biner
3. Distributif:
(i) a ⋅ ( b + c) = ( a ⋅ b) dapat ditujukan benar dari tabel operator
biner di atas dengan menggunakan tabel kebenaran untuk
semua nila yang mungkin dari a, b, c . Oleh karena nilai-nilai
pada kolom a ⋅ (b + c) sama dengan nilai pada kolom ( a ⋅ b) + (a
⋅ c ), maka kesamaan a ⋅ ( b+c) = (a ⋅ b) + (a ⋅ c) adalah benar
(ii) Hukum distributif a + (b ⋅ c) = (a ⋅ b) + (a ⋅ c) dapat ditujukkan
benar dengan menggunakan tabel kebenaran dengan cara yang
sama seperti
Tabel IV
a b C b+c a ⋅(b + c) a ⋅b a ⋅c (a ⋅b) + (a ⋅
c)
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 0 0 0 0
0 1 0 1 0 0 0 0

35
0 1 1 1 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1

4. Komplemen jelas berlaku karena tabel IV memperlihatkan bahwa :


(i) a + a’ = 1 karena 0 + 0’ = 0 + 1 dan 1 = 1’ + 0 = 1
(ii) a ⋅a = 0 karena 0 ⋅0’ = 0 dan 1 ⋅1’ = 1⋅0 = 0
Karena aksioma-aksioma terpenuhi, maka terbukti bahwa B =
{0,1} bersama-sama dengan operasi biner +, dan ⋅operator koplemen ‘
merupakan Aljabar Boolean.
C. Ekspresi Boolean
Misalkan (B,+, ⋅,’,0,1) adalah sebuah Aljabar Boolean. Suatu
ekspresi Boolean dalam (B,+, ⋅,’) adalah:8
1. Setiap elemen di dalam B
2. Setiap peubah
3. Jika e1 dan e2 adalah ekspresi Boolean, maka e1 + e2, e1 ⋅ e2, e1’ adalah
ekspresi Boolean.
Contoh : 0, 1, a, b, c, a+b, a.b, a’(b+c), a.b’ + b.c’ + b’
Evaluasi ekspresi Boolean adalah nilai pada peubah-peubah di
dalam ekspresi tersebut dengan elemen-elemen di B.
Contoh : jika a = 0, b = 1 dan c = o,hitunglah hasil ekspresi dari a.(b’+c) !
Jawab:
a.(b’+c) = 0 . (1’ + 0) = 0.0 = 0
Dua ekspresi Boolean dikatakan ekivalen (dilambangkan
dengan =) jika keduanya mempunyai nilai yang sama untuk setiap
pemberian nilai-nilai kepada n peubah.
Contoh: a+a’b = a+b
Bukti :
A B a’ a’b a+a’b a+b

8
https://hartikadwipratiwi.files.wordpress.com diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 20.57 Wita.

36
0 0 1 0 0 0
0 1 1 1 1 1
1 0 0 0 1 1
1 1 0 0 1 1
Terlihat bahwa nilai-nilai pada kolom a+a’b sama dengan nilai
pada kolom a+b.
∴ a+a’b = a+b terbukti
D. Prinsip Dualitas
Di dalam Aljabar Boolean banyak ditemukan kesamaan (identity)
yang dapat diperoleh dari kesamaan lainnya, misalnya pada dua aksioma
distributive yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu:
(i) + = +
(ii) + = + ( + )
Aksioma yang kedua diperoleh dari aksioma pertama dengan
cara mengganti . dengan + dan mengganti + dengan . Prinsip ini dikenal
dengan prinsip dualitas, prinsip yang juga kita temukan di dalam teori
himpunan maupun logika. Definisi prinsip dualitas di dalam Aljabar
Boolean adalah sebagai berikut.
“Misalkan adalah kesamaan (identity) di dalam Aljabar Boolean yang
melibatkan operator +, . , dan komplemen, maka jika pernyataan *
diperoleh dari dengan cara mengganti :
. dengan +
+ dengan .
0 dengan 1
1 dengan 0
Dan membiarkan operator komplemen tetap apa adanya maka
kesamaan * juga benar. * disebut dual dari
Contoh :
Tentukan dual dari
(i) + 0=
(ii) . 1 0 + = 0
(iii) + =
(iv) + + = +

37
(v) + 1 + 0 =
Penyelesaian
(i) . 1 =
(ii) + 0 + 1 . = 0
(iii) + ′ = +
(iv) + = +
(v) . 0 + . 1 =
E. Hukum-hukum Aljabar Boolean
Terdapat kemiripan antara hukum-hukum Aljabar Boolean
dengan hukum-hukum aljabar himpunan dan hukum-hukum aljabar
proposisi.9
Hukum-hukum Aljabar Boolean
1. Hukum identitas 2. Hukum idempotent
(i) a+0=a (i) a+a=a
(ii) a . 1 = a (ii) a . a = a
3. Hukum komplemen 4. Hukum dominansi
(i) a + a’ = 1 (i) a.0=0
(ii) a . a’ = 0 (ii) a + 1 = 1
5. Hukum involusi 6. Hukum penyerapan
(i) (a’)’ = a (i) a + ab = a
(ii) a(a + b) = a
7. Hukum komutatif 8. Hukum asosiatif
(i) a+b=b+a (i) a + (b + c) = (a + b) + c
(ii) ab = ba (ii) a (b c) = (a b) c
9. Hukum distributif 10. Hukum De Morgan
(i) a + (b c) = (a +b) (a +c) (i) (a + b)’ = a’ b’
(ii) a (b + c) = a b + a c (ii) (a b)’ = a’ + b’
11. Hukum 0/1
(i) 0’ = 1
(ii) 1’ = 0

9
Rinaldi munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung), h.290.

38
Hukum-hukum Aljabar Boolean diperoleh dari hukum-hukum
aljabar himpunan atau dari hukum-hukum aljabar preposisi yaitu dengan
cara mempertukarkan:10
∪ dengan +, atau ˅ dengan +
∩ dengan ∙, atau ˄ dengan ∙
U dengan 1, atau T dengan 1
∅ dengan 0, atau F dengan 0
Perhatikan tabel hukum-hukum Aljabar Boolean di atas. Hukum
yang ke-(ii) dari setiap hukum di atas merupakan dual dari hukum yang
ke-(i).
Contoh:
Hukum komutatif :a+b=b+a
Dualnya : ab = ba

Hukum asosiatif : a + (b + c) = (a + b) + c
Dualnya : a (bc) = (ab) c

Hukum distributif : a (b + c) = ab + ac
Dualnya : a + bc = (a + b) (a + c)

Bukti:
(1i) a + 0 = a + (aa’) (Hukum komplemen)
= (a + a) (a + a’) (Hukum distributif)
= a (a + a’) (Hukum idempoten)
=a.1 (Hukum komplemen)
=a (Hukum identitas)
(1ii) a . 1 = a . (a + a’) (Hukum komplemen)
= aa + aa’ (Hukum distributif)
= a + aa’ (Hukum idempoten)
=a+0 (Hukum komplemen)
=a (Hukum identitas)
(1ii) adalah dual dari (1i)

10
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung, 2014), h. 290.

39
(2i) a + a = (a + a) (1) (Hukum identitas)
= (a + a) (a + a’) (Hukum komplemen)
= a (a + a’) (Hukum distributif)
=a.1 (Hukum komplemen)
=a (Hukum identitas)
(2ii) a a = a a + 0 (Hukum identitas)
= a a + a a’ (Hukum komplemen)
= a (a + a’) (Hukum distributif)
=a.1 (Hukum komplemen)
=1 (Hukum identitas)
(2ii) adalah dual dari (2i)

(3i) a + a’ = (a’ . a)’ (Hukum De Morgan)


= 0’ (Hukum komplemen)
=1 (Hukum 0/1)
(3ii) a a’ = (a’ + a)’ (Hukum De Morgan)
= 1’ (Hukum komplemen)
=0 (Hukum 0/1)
(3ii) adalah dualiitas dari (3i)

(4i) a + 1 = a + (a + a’) (Hukum komplemen)


= (a + a) + a’ (Hukum asosiatif)
= a + a’ (Hukum idempoten)
=1 (Hukum komplemen)
(4ii) a . 0 = a (a a’) (Hukum komplemen)
= (a a) a’ (Hukum asosiatif)
= a a’ (Hukum idempoten)
=0 (Hukum komplemen)
(4ii) adalah dualitas dari (4i)

(5i) (a’)’ = (a’ . 1)’ (Hukum identitas)


= a + 1’ (Hukum De Morgan)
=a+0 (Hukum 0/1)
=a (Hukum identitas)

40
(6i) a + ab = a . 1 + a . b (Hukum identitas)
= a (1 + b) (Hukum distributif)
=a.1 (Hukum dominansi)
=a (Hukum identitas)
(6ii) a (a + b) = (a + 0) (a + b) (Hukum identitas)
= a + (0 . b) (Hukum distributif)
=a+0 (Hukum dominansi)
=a (Hukum identitas)
(6ii) adalah dualitas dari (6i)

(7i) a + b = a . 1 + b . 1 (Hukum identitas)


= 1 (a + b) (Hukum distributif)
= (b + 1) (a + b) (Hukum dominansi)
= b + (a . 1) (Hukum distributif)
=b+a (Hukum identitas)
(7ii) ab = (a + 0) . (b + 0) (Hukum identitas)
= 0 + (ab) (Hukum distributif)
= (b .0) + (a . b) (Hukum dominansi)
= b (a + 0) (Hukum distributif)
= ba (Hukum identitas)
(7ii) adalah dualitas dari (7i)

(10i) (ab)’ = a’ + b’
Diketahui : (ab) (ab)’ = 0
Perlihatkan : (ab) (a’ + b’) = 0
Bukti:
(ab) (a’ + b’) = ab a’ + ab b’ (Hukum distributif)
=0.b+a.0 (Hukum komplemen)
=0+0 (Hukum dominansi)
=0 (Hukum identitas)
(10ii) (a + b)’ = a’ . b’
Diketahui : (a + b) + (a + b)’ = 1
Perlihatkan : (a + b) + (a’ b’) = 1

41
Bukti:
(a + b) + (a’b’) = (a + b + a’) (a + b + b’) (Hukum distributif)
= (1 + b) + (a +1) (Hukum komplemen)
= (1 + 1) (Hukum dominansi)
=1 (Hukum identitas)
(10ii) adalah dualitas dari (10i)
Contoh:
Buktikanlah bahwa untuk sebarang elemen a dan b dari Aljabar Boolean
maka kesamaan berikut
a + a’b = a + b dan a(a’ + b) = = ab
adalah benar.
Penyelesaian:
(i) a + a’b = (a + ab) + a’b (Hukum penyerapan)
= a + (ab + a’b) (Hukum assosiatif)
= a + (a + a’) b (Hukum distributif)
=a+1.b (Hukum komplemen)
=a+b (Hukum identitas)
(ii) a (a’ + b) = a a’ + ab (Hukum distributif)
= 0 + ab (Hukum komplemen)
= ab (Hukum identitas)
Atau, dapat juga dibuktikan dengan dualitas dari (i) sebagai berikut.
a(a’ + b) = a (a + b) (a’ + b)
= a {(a + b) (a’ + b)}
= a {(a a’) + b}
= a (0 + b)
= ab
F. Fungsi Boolean
Fungsi Boolean (fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B.
Dengan bentuk Boolean, kita dapat menuliskannya sebagai f : Bn → B,
dimana Bn adalah himpunan yang beranggotakan pasangan terurut
ganda-n di dalam daerah asal B.
Setiap bentuk Boolean merupakan fungsi Boolean. Misalkan
sebuah fungsi Boolean adalah f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z. Fungsi f

42
memetakan nilai-nilai pasangan terurut ganda-3 (x, y, z) ke himpunan {0,
1}.
Contoh:
(1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1 sehingga
f(1, 0, 1) = 1 ⋅ 0 ⋅ 1 + 1’ ⋅ 0 + 0’⋅ 1
=0+0+1
=1
Selain secara aljabar, fungsi Boolean juga dapat dinyatakan
dengan tabel kebenaran dan dengan rangkaian logika. Jika fungsi
Boolean dinyatakan dengan tabel kebenaran, maka untuk fungsi Boolean
dengan n buah peubah, kombinasi dari nilai-nilai peubahnya adalah
sebanyak 2n. Ini berarti terdapat 2n bris yang berbeda didalam tabel
kebenaran tersebut. Misalkan n=3, maka akan terdapat 23=8 baris tabel.
Cara yang praktis membuat semua kombinasi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Untuk peubah pertama, isi 4 baris pertama pada kolom pertama
dengan sebuah 0 dan 4 baris selanjutnya dengan sebuah 1 berturut-
turut.

2. Untuk peubah kedua, isi 2 baris berikutnya dengan 0 lagi, dan 2 baris
terakhir dengan 1.

3. Untuk peubah ketiga, isi kolom ketiga secara berselang seling


dengan 0 dan 1 mulai baris pertama sampai baris terakhir.
Contoh11:
Diketahui fungsi Boolean f(x, y, z) = xyz’, nyatakan f dalam tabel
kebenaran.
Penyelesaian :
Nilai-nilai fungsi Boolean diperlihatkan pada tabel berikut.

x y Z f(x, y, z) = xyz’

0 0 0 0

11
Rinaldi munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung), h.294.

43
0 0 1 0

0 1 0 0

0 1 1 0

1 0 0 0

1 0 1 0

1 1 0 1

1 1 1 0

Fungsi Boolean tidak selalu unik pada representasi ekspresinya.


Artinya, dua buah fungsi yang ekspresi Booleannya berbeda dapat
menyatakan dua buah fungsi yang sama. Dengan kata lain, dua buah
fungsi sama jika keduanya memiliki nilai yang sama pada tabel kebenaran
untuk setiap kombinasi peubah-peubahnya.
Contoh:
F(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’ dan g(x, y, z) = x’z +xy’
Adalah dua buah fungsi Boolean yang sama. Kesamaannya dapat dilihat
pada tabel berikut.
x y Z x’y’z + x’yz + xy’ x’z +xy’

0 0 0 0 0

0 0 1 1 1

0 1 0 0 0

0 1 1 1 1

1 0 0 1 1

1 0 1 1 1

1 1 0 0 0

1 1 1 0 0

44
Jika sebuah fungsi Boolean tidak unik dalam representasi
ekspresinya, kita dapat menemukan representasi ekspresinya dengan
melakukan manipulasi aljabar terhadap ekspresi Boolean yaitu dengan
menggunakan hukum-hukum Aljabar Boolean untuk menghasilkan bentuk
yang ekivalen. Perhatikan bahwa:
f(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’

= x’z(y’+y)+xy’ (Hukum distributif)

= x’z . 1 + xy’ (Hukum komplemen)

= x’z + xy’ (Hukum Identitas)

G. Penjumlahan dan Perkalian Dua Fungsi


Misalkan f dan g adalah dua buah fungsi Boolean dengan n
peubah, maka penjumlahan f+g didefinisikan sebagai
+ + + ⋯+ = + + ⋯+ + + + ⋯+
Sedangkan perkalian ∙ didefinisikan sebagai
∙ ( + + ⋯+ = + + ⋯+ + + ⋯+
Contoh:
Misalkan , = + dan , = + maka
ℎ , = + = + + +
yang bila disederhanakan lebih lanjut menjadi
ℎ , = + + + = + + 1= +
dan
, = ∙ = + +
H. Komplemen Fungsi Boolean
Komplemen suatu fungsi Boolean F secara sederhana dapat kita
lakukan dengan menukar nilai-nilai 1 dan 0 pada tabel kebenaran.12
Untuk berbagai bentuk ekspresi aljabar, kita dapat menggunakan
beberapa cara:
1. Cara pertama: menggunakan hukum De Morgan
Hukum De Morgan untuk dua buah peubah, x1 dan x2, adalah

12
Fadlisyah Bustami, Matematika Diskrit, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 8.

45
+ = ′ ′ dan dualnya: ∙ = + ′
Hukum De Morgan untuk tiga buah peubah, x1, x2 dan x3, adalah
+ + = + , yang dalam hal ini = +
=
= +
= ′ ′ ′
Dan dualnya adalah ∙ ∙ = + ′+ ′
Hukum De Morgan untuk n buah peubah, x1, x2,..., xn, adalah
+ + ⋯+ = ′ ′… ′
Dan dualnya adalah ∙ ∙ …∙ = + + ⋯+ ′
Contoh:
Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka f ’(x, y, z) = (x(y’z’ + yz))’ = x’ +
(y’z’ + yz)’ = x’ + (y’z’)’ (yz)’ = x’ + (y + z) (y’ + z’)
2. Cara kedua: menggunakan prinsip dualitas.
Tentukan dual dari ekspresi Boolean yang merepresentasikan f, lalu
komplemenkan setiap literal di dalam dual tersebut. Bentuk akhir
yang diperoleh menyatakan fungsi komplemen.
Contoh:
a. Misalkan f(x, y, z) = x(y’z’ + yz), maka dual dari f: x + (y’ + z’) (y +
z) komplemenkan tiap literalnya: x’ + (y + z) (y’ + z’) = f ’
Jadi, f ‘(x, y, z) = x’ + (y + z)(y’ + z’)
b. Carilah komplemen dari fungsi f(x,y,z) = x’(yz’ + y’z)
Penyelesaian :
Cara 1: f(x,y,z) = x’(yz’ + y’z)
f’(x,y,z) = (x’(yz’ + y’z))’
= x + (yz’ + y’z)’
= x + (yz’)’(y’z)’
= x + (y’+z)(y+z’)
Cara 2: f(x,y,z) = x’(yz’+y’z)
Dual dari ekspresi Booleannya: x’ + (y + z’)(y’ + z)

Komplemenkan tiap literal dari dual: f’(x,y,z) = x + (y’ + z)(y + z’)

I. Bentuk Kanonik

46
Ekspresi Boolean yang mempersifikasikan suatu fungsi dapat di
sajiakan dalam dua bentuk berbeda. Pertama, sebagai penjumlahan dari
hasil kali dan kedua sebagai perkalian dari hasil jumlah, misalnya.
f(x,y,z) = x’y’z’ + xy’z’+ xyz
dan
g(x,y,z) = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’) (x’+y+z’)(x’+y’+z)
adalah dua buah fungsi yang sama (dapat ditunjukkan dari tabel
kebenaranya ). Fungsi yang pertama f, muncul dalam bentuk
penjumlahan dari hasil kali, sedangkan fungsi yang kedua ,g, muncul
dalam bentuk perkalian dari hasil jumlah.
Suku –suku didalam ekspansi Boolean dengan n peubah
x1,x2,…,xn dikatakan minterm jika ia muncul dalam bentuk.
x1+x2+…+xn
dan katakana maxtrem jika ia muncul dalam bentuk
x1+x2+…+xn
Ada dua macam bentuk kanonik13:
1. Penjumlahan dari hasil kali (sum-of-product atau SOP)
2. Perkalian dari hasil jumlah (product-of-sum atau POS)
Contoh:
1. f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz  SOP
Setiap suku (term) disebut minterm
2. g(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’ + z)(x + y’ + z’) (x’ + y + z’)(x’ + y’ + z)
 POS Setiap suku (term) disebut maxterm

13
Rinaldi munir, Matematika Diskrit, (Bandung: Informatika Bandung), h.

47
Setiap minterm/maxterm mengandung literal lengkap

48
Contoh:
Nyatakan tabel kebenaran di bawah ini dalam bentuk kanonik SOP dan
POS.

Tabel 1
Penyelesaian:
a. SOP
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama
dengan 1 adalah 001, 100, dan 111, maka fungsi Booleannya dalam
bentuk kanonik SOP adalah:
f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz
atau (dengan menggunakan lambang minterm),
f(x, y, z) = m1 + m4 + m7 =  (1, 4, 7)
b. POS
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama
dengan 0 adalah 000, 010, 011, 101, dan 110, maka fungsi
Booleannya dalam bentuk kanonik POS adalah
f(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’+ z)(x + y’+ z’)
(x’+ y + z’)(x’+ y’+ z)
atau dalam bentuk lain,
f(x, y, z) = M0 M2 M3 M5 M6 = (0, 2, 3, 5, 6)

49
Contoh:
Nyatakan fungsi Boolean f(x, y, z) = x + y’z dalam bentuk kanonik SOP
dan POS.
Penyelesaian:
a. SOP
x = x(y + y’)
= xy + xy’
= xy (z + z’) + xy’(z + z’)
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’
y’z = y’z (x + x’)
= xy’z + x’y’z
Jadi f(x, y, z) = x + y’z
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’ + xy’z + x’y’z
= x’y’z + xy’z’ + xy’z + xyz’ + xyz
atau f(x, y, z) = m1 + m4 + m5 + m6 + m7 =  (1,4,5,6,7)
b. POS
f(x, y, z) = x + y’z
= (x + y’)(x + z)
x + y’ = x + y’ + zz’
= (x + y’ + z)(x + y’ + z’)
x+z = x + z + yy’
= (x + y + z)(x + y’ + z)
Jadi, f(x, y, z) = (x + y’ + z)(x + y’ + z’)(x + y + z)(x + y’ + z)
= (x + y + z)(x + y’ + z)(x + y’ + z’)
atau f(x, y, z) = M0M2M3 = (0, 2, 3)

J. Konversi Antar Bentuk Kanonik

50
Fungsi Boolean dalam bentuk konanik SOP dapat ditransformasi
ke bentuk konanik POS, demikian pula sebaliknya.14 Misalkan f adalah
fungsi Boolean dalam bentuk SOP dengan tiga peubah:
f(x,y,z) = Σ(1,4,5,6,7)
dan f’ adalah fungsi komplemen dari f,
f’(x,y,z) = (0,2,3) = mo+m2+m3
Dengan menggunakan hukum De Morgan, kita dapat
memperoleh fungsi f dalam bentuk POS:
f(x,y,z) = (f’(x,y,z))’= (mo+m2+m3)’
= mo.m2.m3’
= (x,y,z)’ (x,y,z)’ (x,y,z)’
= (x+y+z)(x+y+z)(x+y+z)
= M0.M2.M3
= Π(0,2,3)
Jadi : f(x,y,z) = Σ(1,4,5,6,7) = Π(0,2,3)

Kesimpulan : mj =Mj
K. Bentuk Baku
Dua bentuk konanik adalah bentuk dasar yang diperoleh dengan
membaca fungsi dari table kebenaran.Bentuk ini umumnya sangat jarang
muncul karena setiap suku (term) di dalam bentuk konanik harus
mengandung literal atau peubah yang lengkap baik dalam bentuk normal
x atau dalam bentuk komplemennya x’.
Cara lain untuk mengekspresikan fungsi Boolean adalah bentuk baku
(standard). Pada bentuk ini suku-suku yang di bentuk fungsi dapat
mengandung satu, dua, atau sejumlah literal. Dua tipe bentuk baku
adalah baku SOP dan baku POS.
Contoh :
Nyatakan fungsi f(x,y,z)= x+y’z dalam table kebenaran , selanjutnya
carilah bentuk baku SOP dan baku POS.
Penyelesaian :
Table kebenaran sebagai berikut :

14

51
x y z y’ y’z f(x,y,z) minterm maxterm
0 0 0 1 0 0 mo MO
0 0 1 1 1 1 m1 M1
0 1 0 0 0 0 m2 M2
0 1 1 0 0 0 m3 M3
1 0 0 1 0 1 m4 M4
1 0 1 1 1 1 m5 M5
1 1 0 0 0 1 m6 M6
1 1 1 0 0 1 m7 M7
Bentuk SOP :
Perhatikan kombinasi peubah yang menghasilkan nilai 1.
=f(x,y,z)= x’y’z+ xy’z’+xy’z+xyz’+xyz
Dalam bentuk lain :
=f(x,y,z)=m1+m4+m5+m6+m7
= S (1,4,5,6,7)
Bentuk POS:
Perhatikan kombinasi yang menghasilkan 0 :
=f(x,y,z)= (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z)
Dalam bentuk lain :
=f(x,y,z)= (x+y+x)(x+y’+z)(x+y’+z’)
=M0M2M3
=P(0,2,3)
L. Aplikasi Aljabar Boolean
1. Jaringan Pensaklaran (Switching Network)
Saklar adalah objek yang mempunyai dua buah keadaan:
buka dan tutup. Tiga bentuk gerbang paling sederhana:
Output c hanya ada jika dan hanya jika x atau y dibuka  x + y

52
Output c hanya ada jika dan hanya jika x atau y dibuka  x + y

53
2. Sirkuit Elektronik

M. Penyederhanaan Fungsi Boolean


Menyederhakan fungsi Boolean artinya mencari bentuk fungsi
lain yang ekivalen tetapi dengan jumlah literal atau operasi yang lebih
sedikit. Penyederhanaan fungsi Boolean disebut juga minimisasi
fungsi.15
Contohnya, f(x,y) = x’y + xy’ + y’ dapat disederhanakan menjadi f(x,y) = x’
+ y’.

15
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung: INFORMATIKA 2014), h. 308

54
Ada tiga metode yang digunakan untuk menyederhanakan fungsi
Boolean, yaitu:
1. Penyederhanaan Fungsi Boolean Secara Aljabar
Jumlah literal di dalam sebuah fungsi Boolean apat
diminimumkan dengan trik manipulasi aljabar.namun, tidak ada
aturan khusus yang harus diikuti yang akan menjamin menuju ke
jawaban akhir. Metode yang tersedia adalah prosedur yang cut-and-
try yang memanfaatkan postulat, hokum-hukum dasar, dan metode
manipulasi lain yang sudah dikenal.
Contoh:
Sederhanakan fungsi-fungsi Boolean berikut:
a. f(x,y) = x + x’y
b. f(x,y) = x(x’ + y)
c. f(x,y,z) = x’y’z + x’yz + xyz’
d. f(x,y,z) = (x + z’)(y’ + z)(x + y + z’)
Penyelesaian:

a. f(x, y) = x + x’y
= (x + x’)(x + y)
= 1  (x + y )
=x+y
b. f(x,y) = x(x’+ y)
= xx’ + xy
= 0 + xy
= xy
c. f(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’
= x’z(y’ + y) + xy’
= x’z + xz’

d. f(x, y, z) = xy + x’z + yz = xy + x’z + yz(x + x’)


= xy + x’z + xyz + x’yz
= xy(1 + z) + x’z(1 + y) = xy + x’z
2. Metode Peta Karnaugh
Metode Peta Karnaugh (atau K-map) merupakan metode
grafis untuk menyederhanakan fungsi Boolean. Metode ini ditemukan

55
oleh Maurice Karnaugh pada tahun 1953. Peta Karnaugh adalah
sebuah diagaram atau peta yang terbentuk dari kotak-kotak
(berbentuk bujursangkar) yang bersisian. Tiap kotak
mempresenntasikan sebuah minterm. Tiap kotak dikatakan
bertetangga jika minterm-minterm yang mempresentasikannya
berbeda hanya satu buah literal.16
Peta Karnaugh dapat di bentuk dari fungsi Boolean yang
dispesifikan dengan ekspresi Boolean maupun fungsi yang
direpresentasikan dengan table kebenaran.
a. Peta Karnaugh dengan Dua Peubah
Misalkan dua peubah di dalam fungsi Boolean adalah x
dan y. baris pada peta Karnaugh untuk peubah x dan kolom
untuk peubah y. baris pertama di identifikasi nilai 0
(mennyatakan x’), sedangkan baris kedua dengan 1
(menyatakan x). kolom pertama di identifikasi nilai 0
(menyatakan y’), sedangkan kolom kedua dengan 1
(menyatakan y). setiap kotak mempresentasikan minterm dari
kombinasi baris dan kolom yang bersesuaian. Di bawah ini
diberikan tiga cara yang lazim digunakan sejumlah literature
dalam menggambarkan peta Karnauggh untuk dua peubah.
Namun disini akan lebih sering menggunakan cara penyajian
nomor dua.
y

0 1 y’ y

m0 m1 x 0 x’y’ x’y x’ x’y’ x’y

m2 m3 1 xy’ xy x xy' xy

Penyajian 1 Penyajian 2 Penyajian 3

Perhatikan bahwa dua kotak yang bertetangga hanya


berbeda satu literal. Kotak x’y’ dan x’y misalnya, hanya berbeda

16
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, (Bandung: INFORMATIKA 2014), h. 310

56
pada literal kedua (y’ dan y), sedangkan literal pertama sama
(yaitu x). jika minterm pada setiap kotak di representasikan
dengan string biner, maka dua kotak yang bertetengga hanya
berbeda 1 bit (contohnya 00 dan 01 pada kedua kotak tersebut
hanya berbeda satu bit, yaitu pada bit kedua).
Contoh:
1. Gambarkan peta Karnaugh untuk f(x,y) = xy + x’y
Penyelesaian:
Peubah tanpa kkomplemen dinyatakan dengan 1 dan
peubah dengan komplemen dinyatakan sebagai 0, sehingga
xy dinyatakan sebagai 11 dan x’y dinyatakan sebagai 01.
Kotak-kotak yang merepresentasikan minterm 11 dan 01
diisi dengan 1, sedangkan kotak-kotak yang tidak terpakai
didisi dengan 0. Hasil pemetaan:
y
0 1

x 0 0 1

1 0 1

2. Diberikan fungsi Boolean yang direpresentasikan dengan


tabel kebenaran petakan fungi tersebut ke peta Karnaugh.
x Y f(x,y)

0 0 0
0 1 0
1 0 1
1 1 1

Penyelesaian:
Tinjau hanya nilai yang memberikan1. Fungsi Boolen yang
mempresentasikan table kebenaran adalah f(x,y) = xy’ + xy.
Tempatkan satu didalam kotak dip eta Karnaugh untuk

57
kombinasi nilai x dan y yang bersesuaian (dalam hal ini 10
dan 01).
y
0 1

X 0
0 0

1
1 1

b. Peta Karnaugh dengan Tiga Peubah


Untuk fungsi Boolean dengan tiga peubah () misalkan x, y,
dan z), jumlah kotak di dalam peta Karnaugh meningkat menjadi 23 =
8. Baris pada peta Karnaugh untuk peubah x dan kolom untuk peubah
yz. Baris pertama diidentifikasi nilai 0 (menyatakan x’), sedangkan
baris baris kedua dengan 1 (menyatakan x). kolom pertama
diidentifikasi nilai 00 (menyatakan x’y’), kolom kedua didentifikasi nilai
01 (menyatakan xy’), kolom ketiga didentifikasi nilai 11 (menyatakan
xy), sedangkan kolom keempat didentifikasi nilai 10 (menyatakan xy’).
Perhatikanlah bahwa antara satu kolom dengan kolom berikutnya
hanya berbeda satu bit. Setiap kotak merepresentasikan minterm dari
kombinasi baris dan kolom yang bersesuaian.
yz
00 01 11 10

m0 m1 m3 m2 x 0 x’y’z’ x’y’z x’yz x’yz’

m4 m5 m7 m6 1 xy’z’ xy’z xyz xyz’

Perhatikan urutan dari m1-nya. Urutan disusun sedemikian rupa


sehingga setiap dua kotak yang bertetangga hanya berbeda satu bit.
Contoh:
Gambarkan peta Karnaugh untuk f(x,y,z) = x’yz’ + xyz’ + xyz
Penyelesaian:
x’yz’ = dalam bentuk biner: 010

58
xyz’ = dalam bentuk biner: 110
xyz = dalam bentuk biner: 111
kotak-kotak yang merepresentasikan minterm 010, 110, dan 111 diisi
dengan 1, sedangkan kotak-kotak yang tidak terpakai diisi dengan 0.
yz
00 01 11 10

x 0
0 0 0 1

1
0 0 1 1

c. Peta Karnaugh dengan Empat Peubah


Misalkan empat peubah dalam fungsi Boolean adalah w, x, y, dan z.
jumlah kotak di dalam peta Karnaugh meningkat menjadi 24 = 16.
Baris pada peta Karnaugh untuk peubah wx dan kolom untuk peubah
yz. Kolom pertama diidentifikasi nilai 00 (menyatakan w’x’), baris
kedua dengan 01 (menyatakan w’x), baris ketiga dengan 11
(menyatakan wx), dan baris keempat dengan 10 (menyatakan wx’).
Kolom pertama diidentifikasi nilai 00 (menyatakan y’z’), kolom kedua
diidentifikasi nilai 01 (menyatakan yz’), kolom ketiga diidentifikasi nilai
11 (menyatakan yz), sedangkan kolom keempat diidentifikasi nilai 10
(menyatakan yz’). Perhatikanlah bahwa antara satu kolom dengan
kolom berikutnya hanya berbeda satu bit. Setiap kotak
merepresentasikan minterm dari kombinasi baris an kolom yang
bersesuaian.
yz
00 01 11 10

m0 m1 m3 m2 wx 00 w’x’y’z’ w’x’y’z w’x’yz w’x’yz’

m4 m5 m7 m6 01 w’xy’z’ w’xy’z w’xyz w’xyz’

m12 m13 m15 m14 11 wxy’z’ wxy’z wxyz wxyz’

59
m8 m9 m11 m10 10 wx’y’z’ wx’y’z wx’yz wx’yz’

Perhatikan urutan dari m1-nya. Urutan disusun sedemikian rupa


sehingga setiap dua kotak yang bertetangga hanya berbeda sati bit.
Contoh:
Dibeerikan fungsi Boolean yang direpresentasikan dengan table
kebenaran. Petakan tabel tersebut ke peta Karnaugh.

w x y z f(w,x,y,z)

0 0 0 0 0
0 0 0 1 1
0 0 1 0 0
0 0 1 1 0
0 1 0 0 0
0 1 0 1 0
0 1 1 0 1
0 1 1 1 1
1 0 0 0 0
1 0 0 1 0
1 0 1 0 0
1 0 1 1 0
1 1 0 0 0
1 1 0 1 0
1 1 1 0 1
1 1 1 1 0

Penyelesaian:
Tinjau hanya nilai fungsi yang memberikan 1. Fungsi Boolean yang
merepresentasikan table kebenaran adalah f(w,x,y,z) = w’x’y’z +
w’xyz’ + w’xyz + wxyz’.
Hasil pemetaan table ke peta Karnaugh:
yz
00 01 11 10

wx 00
0 1 0 1

01
0 0 1 1

11
0 0 0

60
1

10
0 0 0 0

N. Penyederhanaan Rangkaian Logika


Teknik minimisasi fungsi boolean dengan Peta Karnaugh
mempunyai terapan yang sangat penting dalam menyederhanaan rangkain
logika. Penyederhanaan rangkaian dapat mengurangi jumlah gerbang
logika yang digunakan, bahkan dapat mengurangi jumlah kawat masukan.
Contoh-contoh di bawah ini memberikan ilustrasi penyederhanaan
rangkaian logika.
Contoh:
Minimisasi fungsi boolean , , .
Gambarkan rangkaian logikanya.
Penyelesaian:
Rangkaian logika fungsi , , sebelum di minimisasikan adalah seperti

61
di bawah ini.

Minimisasi dengan Peta Karnaugh adalah sebagai berikut:

O. Metode Quine-McCluskey
Metode peta Karnaungh hanya cocok digunakan jika fungsi
Boolean mempunyai jumlah paling banyak 6 buah. Jika jumlah peubah yg
terlibat pada suatu fungi Boolean lebih dari 6 buah maka penggunaan
peta karnaungh menjadi semaki rumit, sebab ukuran peta bertambah
besar. Selain itu, metode peta karnaungh lebih sulit di prongramkan
dengan computer karna diperlukan pengamatan visual untuk
mengidentifikasi minterm-miterm yang akan dikelompokan. Untuk itu
diperlukan metode penyederhanaan yang lain yang dapat di programkan
dan dapat di gunakan untuk fungsi Boolean dengan sembarang jumlah
peubah. Metode alternative tersebut adalah metode Quine-McCluskey
yang dikembangkan oleh W.V .Quine dan E.J. McCluskey pada tahun
1950.

62
Langkah-langkah metode Quine-McCluskey untuk
menyederhanakan ekspresi Boolean dalam bentuk SOP adalah sebagai
berikut:

1. Nyatakan tiap minterm dalam n peubah menjadi string bit yang


panjangnya n, yang dalam hal ini peubah komplemen dinyatakan
dengan ‘0’, peubah yang bukan komplemedengan ‘1’,
2. Kelompokkan tiap minterm berdasarkan jumlah’1’, yang dimilikinya.
3. Kombinasikan minterm dalam n peubah dengan kelompok lain yang
jumlah ‘1’,-nya berbeda satu, sehingga diperoleh bentuk prima
(prime-implicant) yang terdiri dari n-1 peubah. Minterm yang
dikombinasikan diberi tanda “√”.
4. kombinasikan minterm dal;am n-1 peubah denagan kelompok lain
yang jumlah ‘1’,-nya berbeda satu, sehinga diperoleh bebtuk prima
yang terdiri dari n-2 peubah.
5. Teruskan langkah 4 sampai diperoleh bentuk prima yang
sesederhana mengkin.
6. Ambil semua bentuk prima yang tidak bertanda “√”. Buatlah tabael
baru yang memperlihatkan minterm dari ekspresi Boolean semula
yang dicakup oleh bentuk prima tersebut (tandai dengan “×”). Setiap
minterm harus dicakup oleh paling sedikit satu buah bentuk prima.
7. Pilih bentuk prima yang memiliki jumlah literal paling sedikit namun
mencakup sebanyak mungkin minterm dari ekspresi bolean semula.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Tandai kolom-kolom yang mempunyai tanda “x” dengan tanda “x”
lalu beriu tanda “√” di sebelah kiri bentuk prima yang berasosiasi
dengan tanda “*” tersebut. Bentuk prima inin telah dipilih untuk
fungsi Boolean sederhan.
b. Untuk setiap bentuk prima yang telah ditandai dengan “√” , beri
tanda minterm yang di cakup oleh bentuk prima tersebut dengan
tanda “√” (dibaris bawah setelah ‘*’).
c. Periksa apakah masih ada minterm yang belum dicakup oleh
buntuk prima terpilah. Jika ada, pilih dari bentuk prima yang
tersisa yang mencangkup sebanyak mungkin minterm tersebut.

63
Beri tanda “√” bentuk prima yang dipilih itu serta minterm yang
dicakup.
d. Ulang langkah c sampai seluruh minterm sudah dicakup oleh
semua bentuk prima.
Metode Quine McCluskey biasanya digunakan untuk
menyederhanakan fungsi Boolean yang ekspresinya dalam bentuk SOP,
namunmetode ini dapat dimodifikasi sehingga juga digunakan untuk
ekspresi dalam bentuk POS.

64
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
1. Aljabar Boolean adalah cabang ilmu matematika yang diperlukan
untuk mempelajari desain logika dari suatu sistem digital yang
merupakan operasi aritmatik pada bilangan Boolean (bilangan
yang hanya mengenal 2 keadaan yaitu False/True, Yes/No, 1/0)
atau bisa disebut bilangan biner.
2. Aljabar Boolean dua-nilai di definisikan pada sebuah himpunan B
dengan dua buah elemen 0 dan 1 (sering dinamakan bit,
singkatan dari binary digit), yaitu B = {0, 1}, operasi biner, + dan ⋅ ,
operasi uner, ‘ .
3. Definisi prinsip dualitas di dalam Aljabar Boolean adalah
kesamaan (identity) di dalam Aljabar Boolean yang melibatkan
operator +, . , dan komplemen”.
4. Fungsi Boolean (fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B.
Dengan bentuk Boolean, kita dapat menuliskannya sebagai f : Bn
→ B, dimana Bn adalah himpunan yang beranggotakan pasangan
terurut ganda-n di dalam daerah asal B.
5. Teknik minimisasi fungsi boolean dengan Peta Karnaugh
mempunyai terapan yang sangat penting dalam menyederhanaan
rangkain logika. Penyederhanaan rangkaian dapat mengurangi
jumlah gerbang logika yang digunakan, bahkan dapat mengurangi
jumlah kawat masukan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Bustami, Fadlisyah. 2009. Matematika Diskrit. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Manongga, Danny & Yessica Nataliana. 2009. Matematika Diskrit. Jakarta:
Pranada Media Group.
Munir , Rinaldi.2014. Matematika Diskrit. Bandung: Informatika Bandung.
https://hartikadwipratiwi.files.wordpress.com diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 20.57 Wita.
https://farida_a.staff.gunadarma.ac.id diakses pada hari Jum’at tanggal 6
November 2015 pukul 19.36 Wita.

66

Anda mungkin juga menyukai