Anda di halaman 1dari 3

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB

KOORDINATOR SOSIOLOGI UMUM (KPM-130)


PROGRAM PENDIDIKAN KOMPETENSI UMUM (PPKU)
Jalan Kamper Kampus Darmaga IPB, Bogor ; Telepon: 0251 - 8627793; Fax: 0251-8420252
E-mail: sosiologiumum@apps.ipb.ac.id

MODUL PRAKTIKUM KPM130


TOPIK 5 : “ANALISIS KELEMBAGAAN DAN PELEMBAGAAN SOSIAL”

TUJUAN
Setelah selesai proses pembelajaran dalam praktikum, mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan konsep-konsep :
1. Kelembagaan dan kelembagaan menurut Sektor Public, Partisipatory dan Private
2. Tingkatan norma dan sanksi (moral dan masyarakat) serta proses pelembagaannya
3. Kelembagaan sosial sebagai kontrol sosial

MATERI YANG DIPERLUKAN


Kerangka Analisis (Pahami juga dari Materi Kuliah dan Buku Teks Sosiologi Umum)
 Definisi Kelembagaan
Bertrand (1974) menjelaskan bahwa kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih
tinggi dari grup, organisasi, dan sistem sosial lainnya. Sedangkan Koentjaraningrat
(1964) mengatakan pranata sosial (bahasa lain dari kelembagaan sosial) adalah suatu
sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Definisi tersebut menekankan pada sistem tata-kelakuan atau sistem norma untuk
memenuhi kebutuhan.
Menurut Syahyuti (2003), kelembagaan/organisasi terdiri atas dua aspek, yakni aspek
kelembagaan (aspek kultural) dan aspek keorganisasian (aspek struktural). Aspek
kultural merupakan aspek yang dinamis yang berisikan hal-hal yang abstrak, dan
merupakan “jiwa” kelembagaan; yang berupa nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral,
ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain. Kelembagaan
mengandung aspek kultural sebagaimana definisi berikut bahwa kelembagaan adalah
adalah “a complex of norms and behaviours that persist overtime by serving some
socially valued purpose” (Uphoff 1992), demikian pula Soekanto (1999) menyatakan
bahwa kelembagaan adalah sebagai jelmaan dari kesatuan norma-norma yang
dijalankan.
Sementara aspek struktural merupakan aspek yang statis namun lebih visual yaitu
berupa struktur, peran, keanggotaan, hubungan antar peran, integrasi antar bagian,
struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, klik, profil,
pola kekuasaan, dan lain-lain. Gabungan antara keduanya akan membentuk “perilaku
kelembagaan” atau “kinerja kelembagaan”.
Kedua aspek ini secara bersama-sama membentuk dan menentukan perilaku seluruh
orang dalam kelembagaan tersebut. Keduanya, merupakan komponen pokok yang
selalu ada dalam setiap kelembagaan sosial.

1
 Komponen Kelembagaan Sosial
Kelembagaan sosial terbentuk dari sejumlah kmponen (unsur) dimana masing masing
komponen berhubungan satu sama lain untuk mengikat dalam suatu sistem. Oleh
karena itu setiap komponen berfungsi saling melengkapi yang kemudian diwujudkan
dalam bagaimana anggota suatu masyarakat dimana lembaga dibentuk digunakan
untuk mencapai tujuan misalnya memenuhi suatu kebutuhan pokok.
Komponen-komponen kelembagaan sosial antara lain:
1. Sistem Norma yang merupakan nilai-nilai yang ditetapkan sebagai suatu rambu-
rambu untuk membedakan apakah sesuatu dinilai baik atau buruk, bernilai positif
atau negatif, atau apakah sesuatu itu benar atau salah. Nilai-nilai ini bermakna
untuk memberikan rambu-rambu bagi masyarakat untuk mengarahkan dan secara
operasional lazim dikenal sebagai etika. Didalam kehidupan sehari hari dikenal
sebagai rambu-rambu tau prosedur atau tata cara. Norma inilah yang menjadi
pegangan masyarakat (anggota suatu lembaga sosial) untuk bertindak atau
melaksanakan suatu aktivitas terkait pemenuhan kebutuhan. Oleh karena
masyarakat melakukan suatu tindakan cenderung untuk menyelaraskan dengan
norma yang ada maka tindakan-tindakan dilakukan masyarakat secara berulang
dalam pola yang sama, sebagai suatu pola bertindak.
2. Personel (manusia/individu), didalam hal ini merupakan anggota masyarakat
secara individu (kemudian berkelompok) yang menjadi komponen kelembagaan
sosial sebagai ‘aktor’, dimana dalam melakukan relasi sosial (hubungan sosial)
dengan individu (kelompok) lainnya menggunakan norm-norma yang dianut yang
menjadi pedoman berperilaku.
3. Perlengkapan, kelengkapan atau dikenal sebagai sarana-prasarana. Setiap
personil dalam suatu lembaga sosial akan bertindak untuk memenuhi
kebutuhannya menggunakan perangkat sarana-prasarana yang mendukung yang
berupa peralatan fisik (materi).
4. Kelakuan Berpola. Kelakuan berpola merupakan perilaku individu (dan kelompok)
suatu lembaga sosial yang mencerminkan penggunaan norma dan secara
operasional menggunakan etika-prosedur dalam aktivitas untk memnuhi
kebutuhan pokok. Tindakan individu yang dilakukan secara berulang sehingga
membentuk pola inilah yang memberikan kemudahan lembaga sosial
berhubungan sosial sehingga memudahkan untuk memantau atau mengevalusai
para personil anggota suatu lembaga sejauhmana sesuai atau bertindak
menyimpang (bias) dengan sistem norma yang dijadikan pedoman bersama.
 Pelembagaan Sosial
Kelembagaan sosial dalam masyarakat berkembang melalui proses pelembagaan
(institusionalisation), yaitu suatu proses pengaturan dan pembinaan pola-pola
prosedur (tatacara) disertai beragam sanksi dalam masyarakat. Setelah norma-norma
diterima berlanjut sampai ke tahap mendarah-daging (internalisation) atau
menghargai norma-norma tersebut.
Tingkat internalisasi norma-norma tersebut dapat dinilai dengan menggunakan
tingkatan norma yang melembaga berdasarkan kuat atau lemahnya ikatan yang
dimiliki oleh norma tersebut (sanksi moral dan masyarakat) (Tabel 1).

2
Tabel 1. Tingkatan Norma yang Melembaga Berdasarkan Sanksi Moral dan Sanksi
Masyarakat atas Pelanggarnya
Tingkatan Norma Moral Masyarakat

Cara (usage) Tidak Pantas Dianggap Janggal


Kebiasaan (folkways) Malu Dicela
Tata-kelakuan (mores) Bersalah Dihukum
Adat (customs) Berdosa dikeluarkan

Masing-masing tingkatan tersebut memiliki dasar yang sama, yakni masing-masing


merupakan norma-norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku
seseorang yang hidup didalam masyarakat.

BAHAN PRAKTIKUM
 “Rasim, Motor Ekonomi Desa” oleh Megandika Wicaksono. Kompas, 27 Februari 2018
 Setiap kelompok dibagi untuk melakukan observasi dan wawancara kelembagaan yang
ada disekitar kampus seperti berikut:
1. Kelembagaan transportasi dalam kampus, misal POKI, Green Transportation
2. Kelembagaan transportasi luar kampus, misalnya angkot kampus dalam
3. Kelembagaan kantin kampus, misalnya red corner, yellow corner, blue corner, dll
4. Kelembagaan kemahasiswaan, misalnya BEM KM, BEM Fakultas, UKM
5. Kelembagaan asrama IPB, misalnya Badan Urusan Asrama IPB
6. Kelembagaan pendidikan, misalnya Direktorat PPKU
7. Kelembagaan kekerabatan, misalnya OMDA

WAKTU
 120 Menit (2 jam praktikum)

TUGAS PRAKTIKUM
Tugas praktikum berupa tugas kelompok dan dikerjakan diluar jam praktikum, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Setiap kelompok menyusun makalah sesuai dengan topik praktikum. Adapun batas
pengumpulan sesuai dengan kesepakatan masing-masing kelas praktikum.
2. Setiap kelompok melakukan analisis terhadap bacaan “Rasim, Motor Ekonomi Desa” oleh
Megandika Wicaksono (Kompas, 27 Februari 2018) dengan menggunakan alat analisis
komponen kelembagaan, tunjukkan komponen-kompenen yang ada pada bacaan diatas!
3. Setiap kelompok memilih kasus mahasiswa yang akan dilakukan observasi dan wawancara
mengenai kelembagaan yang ada di sekitar kampus. Setiap kelompok melakukan observasi
dan wawancaraa kelembagaan mengenai sejarah terbentuknya kelembagaan, komponen-
komponen kelembagaan, serta proses pelembagaan sosial dan tingkatkan norma yang
berlaku dalam kelembagaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai