Anda di halaman 1dari 32

1

MIKROBIOLOGI

A. Pengertian Mikroskop
Mikroskop adalah alat bantu utama yang diperlukan dalam melakukan
pengamatan dan penelitian karena dapat dipergunakan untuk mempelajari
struktur dan bentuk-bentuk benda yang sangat kecil.
Mikroskop adalah suatu alat optik yang digunakan untuk melihat benda-
benda berukuran mikro yang mampu menghasilkan pembesaran hingga
ratusan kali. Mikroskop merupakan alat bantu yang dapat ditemukan hampir
diseluruh laboratorium untuk dapat mengamati organisme berukuran kecil
(mikroskopis).
Mikroskop adalah alat bantu penglihatan ang dapat digunakan untuk
mengamati objek yang ukurannya kecil seperti sel, organisme ber sel satu,
oganel sel dan lain-lain. (Asmoro, Lelono, 2002,01)

B. Bagian-Bagian Mikroskop
1. Lensa Okuler
Lensa yang dekat dengan mata pengamat dan untuk memperbesar
bayangan dari lensa objektif.
2. Lensa Objektif
Lensa ini berada dakat pada objek yang diamati dan untuk memperbesar
bayangan objek.
3. Tabung Mikroskop (TUBUS)
Untuk mengatur fokus dan menghubungakan lensa objektif revoler dan
okuler.
4. Makrometer (Pemutar Kasar)
Untuk menaikan dan menurunkan tabung mikroskop secara tepat
(memperjelas).
5. Mikrometer (Pemutar Halus)
Untuk menaikan dan menurunkan mikroskop secara lambat dan bentuknya
lebih kecil daripada makrometer (memfokuskan cahaya).
2

6. Kondensor
Mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk.
7. Diafrgma
Mengumpulkan cahaya dan memusatkan cahaya pada preparat yang
dialami.
8. Lengan Mikroskop
Menyangga bantuin.
9. Penjepit Preparat
Tempat meletakan preparat agar tidak bergerak saat dialami.
10. Meja Preparat
Tempat meletakan preparat agar tidak bergerak saat diamati.
11. Lampu Mikroskop
Sebagai sumber cahaya.
12. Kaki Mikroskop
Menyangga berdirinya mikroskop.

C. Persiapan Alat
1. Alat mikroskop
2. Sampel sputum
3. Buku catatan
4. Pulpen

D. Langkah-Langkah
1. Tekan tombol on/off untuk menhidupkan/mematikan mikroskop
2. Putar pengatur cahaya, kemudian atur diafragma dan kondesor sesuai
dengan pemeriksaan yang dilakukan.
3. Sesuai lensa objektif dan lensa okuler
4. Kemudian putar lensa objektif ke pembesaran 10 x untuk mencari lapang
pandang kondeson diturunkan dan diafragma dibuka 10 x.
5. Mainkan dengan diputar pada makrometer sampai lapang pandang terlihat
jelas.
3

6. Kemudian pindahkan pembesaran ke 40 x dan hanya mikrometer yang


diputar untuk lebih memfokuskan lapang pandang. Pada pembesaran 40 x
diafragma dibuka 40 x dan kondektor dinaikan setengah.
7. Setelah dipindahkan ke lensa objektif pembesaran 100 x kemudian pada
pembesaran 100 x, teteskan dulu imersi sebanyak 1 tetes. Diafragma
dibuka penuh ke 100 x dan dinaikan. Gunakan mikrometer untuk
memperjelas lapang pandang.
8. Untuk mencari BTA gunakan pengeser lapang pandang. BTA bewarna
merah muda dan berbentuk bajil/batang. Hitung disetiap lapang pandang
hingga 100 lapang pandang.

E. Pengertian BTA
Bakteri Tahan Asam (BTA) adalah bakteri yang mempertahankan zat
warna karbon funchin meskipun dicuci dengan asam klorida dalam alkohol.
Pemeriksaan BTA merupakan pengisian untuk mendeteksi bakteri yang
dilakukan dengan cara pemeriksaan. Pemeriksaan BTA dilakukan untuk
menentukan adanya mykrobakterium tuberculosa yang setelah dilakukan
pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.

F. Menghitung BTA
Menghitung BTA menurut skala IUATLD
1. Jika ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang = BTA negatif
2. 1-9 BTA /100 lapang pandang, ditulis jumlah yang diumpai/ 100 lapang
pandang.
3. 10 – 99 BTA/ 100 lapang pandang, ditulis positif 1/+
4. 1 – 10 BTA/1 lapang pandang, ditulis positif 2/++
5. > 10 BTA/1 lapang pandang, ditulis positif 3/+++
4

13 15 7 2 18 9 0 44 6 12
47 32 18 27 23 5 23 44 6 0
7 81 7 42 20 8 0 132 47 44
13 0 67 20 8 22 0 46 43 35
45 127 81 0 12 0 13 29 28 40
60 50 53 0 11 21 20 230 0 3
17 80 11 90 11 32 310 10 57 0
20 0 12 12 70 0 42 120 14 10
3 1 42 71 31 29 50 30 71 12
50 21 97 21 40 0 50 61 0 10

Hasil pemeriksaan BTA dengan kode sampel (-)


Jumlah BTA : 3.331/100 LP
BTA : 33.31/1 LP
: 3/+++
5

PATOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN GLUKOSA URINE

A. Dasar Teori
Pemeriksaan glukosa urien adalah untuk mengetahui ada/ tidaknya glukosa
dalam urine. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan penyaring dalam urnalis.
Adanya glukosa di dalam urine di sebut glukosaria, ada dua hal yang dapat
menyebabkan glokosuria yaitu:
1. Bila kadar glukosa dalam plasma melampai batas kemampuan daya
reabsorsi ginjal
2. Bila kemampuan daya reabsorsi ginjal menurun
Pemeriksaan glukosa urine dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Berdasarkan pada reaksi dan reduksi dan terdiri 2 metode yaitu
Benedict dan keliling
2. Berdasarkan reaksi enzimatik yaitu dengan metode carik celup
Metode beneditc banyak digunakan di laboratorium bila dibandingkan
dengan metode fehling hal ini disebabkan :
1. Kadar uric acid dan kreatinin yang tinggi lelak dapat mereduksi
Benedict tetapi dapat mereduksi fehling
2. Pada Benedict hanya menggunakan 1 jenis larutan saja ,sedang pada
fehling menggunakan 2 larutan .
3. Reagen Benedict lebih sensitif dari pada reagen fehling
4. Reagen Benedict bisa dipakai untuk menentukan kadar gula secara
kasar
5. Pemakaian bahan urine sedikit
Pemeriksaan glukosa urine dengan tes reduksi atau menggunakan Benedict
ini memanfaatkan sifat glukosa sebagai pereduksi. Zat yang paling sering
digunakan untuk menyatakan adanya reduksi adalah yang menyandung garam
cuprin. Reagen terbaik yang mengandung garam cuprin adalah larutan benedict
Prinsip dari tes benedict = glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulkat
(dalam benedict) menjadi kuprisulkat yang terlihat dengan perubahan warna dari
6

larutan benedict tersebut. Jadi, bila urine menyandung glukosa, maka akan
menjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelasan di atas. Namun bila tidak
dapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari benedict
tidak akan berubah.

B. Tujuan
Menentukan ada tidaknya glukosa dalam sampel urine dengan dasar reaksi
reduksi

C. Prinsip
Glukosa dalam sampel akan mereduksi dalam kompleks dari reagen
Benedict (Ion cupri direduksi cupro ) dan mengendap dalam bentuk CUO
dan Cu2O dengan warna kuning hingga merah bata

D. Metode
Semi kuantitatif benedict

E. Kesalamatan Kerja
Hati hati dalam pemanasan sebab tabung bisa pecah atau cairan bisa
berhamburan

F. Alat - Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Karet pengisap / vacum pomp
5. Tissue
6. Penjepit tabung
7. Pipet ukur 5 ml
8. Lampu spritus bunsen
9. Botol reagen
7

G. Reagensia
Benedict
H. Sampel
- Urine pagi
- Urine sewaktu

I. Cara kerja
1. Siapkan tabung reaksi yang bersih dan kering
2. Pipet 5 ml reagen Benedict masukan ke dalam tabung
3. Tambahkan pada tabung tersebut 4-8 tetes urine, kocok hingga
bercampur rata
4. Dengan menggunakan penjepit tabung, panaskan diatas api hingga
mendidih selama 1,2 menit atau masukan tabung ke dalam air mendidih
selama 5 menit
5. Angkat tabung biarkan dingin selama 5 menit
6. Amati Reaksi yang terjadi dan catat hasilnya.

J. Pembacaan
1. (-) : Bila larutan tetap biru
2. (+) : Bila larutan hijau kekuning kuningan dengan sedikit
endapan kuning, kadar glukosa antara 0,5% -1%.
3. ( ++ ) : Bila larutan menjadi kuning dengan endapan banyak
(kuning keruh), kadar glukosa anta 1% - 1,5%.
4. ( +++) : Bila warna menjadi jingga atau warna lumpur keruh
kadar glukosa antara 2% -3,5%.
5. ( ++++) : Merah keruh atau larutan jernih endapan merah, kadar
glukosa lebih dari 3,5 %.

K. Nilai Normal
( - ) Normal
8

L. Hasil Pemeriksaan Glukosa Urine


1. C (-) Negatif = Bila larutan tetap biru
2. E (-) Negatif = Bila larutan tetap biru
3. I (-) Negatif = Bila larutan tetap biru
4. M (-) Negatif = Bila larutan tetap biru
5. P (-) Negatif = Bila larutan tetap biru
6. S (-) Negatif = Bila larutan tetap biru

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R.2004. PENUNTUN LABORARATORIUM KLINIK. Dian


Rakyat. Panduan Praktikum Urinalisa
9

PEMERIKSAAN PROTEIN URINE

A. Dasar Teori
Adanya Protein dalam urine di sebut proteinuria . Proteinuria biasanya
merupakan petunjuk adanya kerusakan pada ginjal .
Proteinuria terjadi karena :
1. Glukosa Fitrasion Rate (GFR) Meningkat
2. Kelainan basal membran glomerulus
3. Kelainan tubulus
4. Perubahan protein sehingga difitrasi ( misalnya pada multiple
myeloma)
Pemeriksaan terhadap protein termasuk pemeriksaan rutin. Pemeriksaan ini
berdasarkan pemeriksaan pada timbulnya kekeruhan. Tingkat kekeruhan yang
terbentuk menunjukkan banyak sedikitnya protein yang terdapat dalam urine.
Oleh karena itu syarat urine yang akan diperiksa adalah urine harus benar benar
jernih.
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O,dan N.
Protein sangat penting sebagai sumber asam amino yang digunakan untuk
membangun struktur tubuh. Selain itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber
energi bila terjadi difesiensi energi dari karbohidrat dan/ atau lemak . Sifat- sifat
protein beraneka ragam dituangkan dalam berbagai sifatnya saat bereaksi dengan
air, beberapa reagen dengan pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.
Protein yang dipanaskan akan membentuk presipitasi yang terlihat berupa
kekeruhan. Pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik
isoelektrik protein.
Penetapan kadar protein dalam urine biasanya dinyatakan berdasarkan
timbulnya kekeruhan pada urine. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu
menjadi satu ukuran utuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urine
yang jernih menjadi syarat yang penting. Salah satu uji protein urin yang cukup
peka adalah dengan melalui pemanasan urin dengan asam asetat dilakukan untuk
mencapai atau mendekati titik iso-elektronik protein, sedangkan pemanasan
bertujuan untuk denaturasi sehingga terjadilah presipitasi.
10

Kekeruhan yang ringan akan sangat sukar untuk dilihat, maka harus
menggunakan tabung yang bersih dan bagus. Jika tabung yang akan di gunakan
sudah tergores, maka tabung tersebut harus diganti. Pada pemberian asam asetat
yang sangat berlebihan akan mengakibatkan hasil negatif palsu pada pemeriksaan
tersebut sebaliknya. Hasil positif palsu dapat ditemukan bila kekeruhan terjadi
bukan diakibatkan oleh adanya globulin albumin, melainkan .
1. Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum
pemanasan
2. Mucin kekeruhan juga terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum
pemanasan
3. Asam – asam renin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alkohol
4. Proteose, Presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin kalau
dipanasi menghilang lagi.
5. Protein Bence Jones ini larut dalam pada suhu didih urine, terlihat
kekeruhan pada suhu kira – kira 60°C

B. Tujuan
Menentukan ada tidaknya protein didalam urine

C. Prinsip
Terjadi reaksi Presipitasi ditandai dengan tampaknya kekeruhan dan
endapan putih

D. Kesalamatan kerja
Hati – hati dalam pemanasan tabung reaksi

E. Alat – alat
1. Tabung reaksi
2. Penjepit tabung
3. Tissue
4. Pipet ukuran 5 ml
5. Rak tabung reaksi
11

6. Lampu spritus
7. Pipet tetes
8. Botol reagen

F. Reagensia
Asam asetat 6%

G. Sampel
Urine sewaktu

H. Cara Kerja
1. Siapkan tabung yang bersih dan kering
2. Masukan urin ke dalam reaksi 2,5 – 5 ml
3. Didihkan tabung tersebut diatas api dengan menggunakan penjepit
tabung selama 30 dekit
4. Tambahkan secara perlahan 3-5 tetes asam asetat 6%
5. Amati perubahan yang terjadi

I. Pembacaan
1. (-) : Tidak ada kekeruhan
2. (+1) : Ada kekeruhan ringan tanpa butir - butir (0,01- 0,05 %
protein) 10- 50
3. (+ 2) : Kekeruhan mudah dapat dilihat dan nampak butir-butir
dalam kekeruhan (0,05-02 % protein) 50 - 200
4. (+3 ) : Urine jelas keruh dan kekeruhan itu berkurang itu
berkeping keping ( 0,2 – 0,5 % protein ) 200-500
5. (+4 ) : Urine sangat keruh dan kekeruhan berkeping keping besar
atau begumpal gumpal atau pun memadat ( lebih dari 0,5 -%) > 500.

J. Nilai Normal
( - ) Negatif
12

K. Hasil Pemeriksaan Proein Urine :


1. C (-) Negarif : Tidak ada kekeruhan
2. E (-) Negatif : Tidak ada kekeruhan
3. I (-) Negatif : Tidak ada kekeruhan
4. M (-) Negatif : Tidak ada kekeruhan
5. P (-) Negatif : Tidak ada kekeruhan
6. S (-) Negatif : Tidak ada kekeruhan

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R.2004. PENUNTUN LABORARATORIUM KLINIK. Dian


Rakyat. Panduan Praktikum Urinalisa
13

PEMERIKSAAN HEMAGLOBIN

A. Dasar Teori
Hemaglobin merupakan protein yang banyak mengandung zat besi dan
memiliki afinitas terhadap oksigen untuk membentuk oksihemoglobin didalam
eritrosit . Dari mekanisme tersebut dapat berlansung proses distribusi oksigen dari
pulmo menuju jaringan. Pada hemaglobin manusia dewasa normal ( hemoglobin
A) terdapat 2 jenis rantai polipeptida yang dinamakan rantai A dan rantai B . Pada
rantai A masing – masing mengandung 141 gugus asam amino, sedangkan pada
rantai B masing – masing mengandung 146 rantai asam amino. Sehingga
hemoglobin A dinamai a2b2 . Akan tetapi hemoglobin darah dewasa normal
merupakan hemoglobin A, sekitar 2,5 % hemoglobin merupakan hemoglobin A2
tempat rantai B diganti oleh rantai S( a2b2 ) ( Gonong , 2001: 134).
Hemoglobin merupakan darah sruktur yang terdiri : Struktur HB yang terdiri
1. Haem : senyawa yang di kelilingi 4 cincin piral
2. Glubin : senyawa protein yang terdiri dari 2 rantai A dan 2 rantai B

Jenis- Jenis hemoglobin


1. HB normal ada 2 yaitu
a. HB F , yang terdapat pada janin , sampae 6 bulan HB F kadarnya 25%
terdapat O2 lebih baik dari pada HB A, HB F ( HB kodai).
b. HB hanya terdapat pada orang dewasa HB A (HB adult).
2. HB yang abnormal yaitu :
a. HB S ( HB siolie/ sabit)
b. HB M ( Methemoglobisismea)
HB merupakan kompenen utama eritrosit yang berperan sebagai alat traspor
O2 dan CO2 fungsi hemoglobin :
1. Mengatur pertukaran O2 dan CO2 didalam jaringan tubuh
2. Mengambil O2 dari paru – paru kemudian di bawa seluruh jaringan tubuh
untuk di pakai sebagi bahan bakar
3. Membawa CO2 dari jaringan tubuh sebagai sisa hasil metabolisme di bawa
ke paru – paru untuk dibuang.
14

Untuk mengetahui apakah seseorang kekurangan darah atau tidak dapat


diketahui dengan mengukur kadar HB. Bila HB seseorang di bawah normal,
berrti seseorang tersebut kekurangan darah. Kekurangan darah ini di sebut
anemia bila disertai dengan jumlah eritrosit dibawah normal dan dinilai
hematokrit juga dibawah normal laboratorium klinik, kadar HB dapat di
tentukan dengan bermacam – macam cara yang banyak di pakai adalah
1. Cara kololimetrik ( HB sahli)
2. Cara Fotoelektik ( siomethemoglobin)

B. Tujuan
Untuk mengukur hemoglobin dalam darah

C. Prinsip
Hemoglobin oleh asam klorida ( HCL 0,1 N) di ubah menjadi hematin
asam yang berwarna coklat tua. Penambahan aquadest sampai warnanya sama
dengan standar warna. Kadar hemoglobin di baca dalam satuan gram/ deciliter (
g/dl )

D. Metode
Auto hematologis analizer

E. Kesalamatan Kerja
1. Hati –hati tertusuk jarum pengisap darah

F. Alat- alat
1. Analizer

G. Reagensia
1. Rinse
2. Diluent
3. Lyse
4. Probe cleanser
15

H. Sampel
1. Darah EDTA

I. Cara Kerja
1. Hidupkan alat dengan menekan tombol on/off untuk menghidup atau
mematikan yang terletak di belakang.
2. Setelah alatnya hidup ketik password (admin)
3. Ikuti istruksi yang ada , alat akan maintenance otomatis.
a. Untuk pemeriksaan kontol
 Tekan QC
 File nomor 12
 Hemogenkan darah
 Setelah dihemogenkan, masukan kedalam pengisap
 Tekan tombol dibelakang Jarum
 Tunggu sampai hasilnya keluar
 Tekan print dan hasilnya keluar secara otomatis
b. Untuk Pemeriksaan sampel
 Tekan analis
 Nexk sampel
 Masukan II
 Masukan ID/ identitas sampel
 Masukan ke jarum pengisap
 Tunggu hasilnya keluar
 Tekan print dan hasilnya keluar secara otomatis
c. Untuk mematikan alat
 Tekan menu
 Pilih shoutdown
 Tekan ok
 Masukan probe cleanser
 Tunggu 5 menit
 Saat muncul tulisan please power of analizer tekan tombol off di
belakang
16

J. Nilai Normal
1. Laki – laki : 13-18 g/dl
2. Perempuan : 11,5-16,5 g/dl
3. Bayi ( matur darah tali pusat ) : 13,5-19,5 g/dl
4. Bayi 3 bulan : 9,5-13,5 g/dl
5. Anak- anak 1 tahun : 10,5-13,5 g/dl
6. Anak –anak 3,6 tahun : 12-00-14,0 g/dl
7. Anak anak 10 – 12 tahun : 11,5- 14,5 g/dl

K. Hasil Pemeriksaan
No Nama Kode id Hasil
1 Nn. S 73/A 13.0 g/dl
2 Tn. C 659 15.5 g/dl
3 Tn. P 658 11.6 g/dl
4 Tn. E 661 14.1 g/dl
5 Nn. I 666 10.9 g/dl
6 Nn. M 665 12.9 g/dl

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R.2004. PENUNTUN LABORARATORIUM KLINIK. Dian


Rakyat. Panduan Praktikum Urinalisa. Jakarta
Depkes.1994. PENUNTUN PEMERIKSAAN HEMATOLOGI. Puslabkes
Muslim, azhari dkk. 2006. Buku Penuntun Praktikum Hematologi (Pemeriksaan
darah lengkap) semester II. Jurnalisis Kesehatan. Poltekes
17

SAMPLING

A. Pengertian Laboratorium Klinik


Menurut Permenkes RI No. 411/menkes/Per/III/2010, laboratorium
klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan
spesimen klinik untuk mendapatkan informen tentang kesehatan, perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, dan memulihkan kesehatan.
Jenis dan Klasifikasi Laboratorium Klinik
1. Laboratorium Klinik Umum
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
klinik di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasiologi
klinik, dan imunologi klinik contohnya laboratorium rumah sakit.
 Laboratorium Klinik Umum Diklasifikasikan Menjadi
1) Laboratorium Klinik Umum
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
klinik dengan kemampuan pemeriksaan terbatas dengan teknik sederhana
contohnya laboratorium puskesmas.
2) Laboratorium Klinik Umum Madaya
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
klinik dengan kemampuan pemeriksaan tingkat laboratorium klinik
umum pertama dan pemeriksaan imunologi dengan teknik sederhana
contohnya laboratorium rumah sakit type C.
3) Laboratorium Klinik Umum Utama
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
klinik dengan kemampuan pemeriksaan lebih lengkap dari laboratorium
klinik umum madya dengan teknik automatik contohnya adalah
laboratorium rumah sakit type A dan B.
2. Laboratorium Klinik Khusus
Adalah laboratorium yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen
teknik pada 1 bidang pemeriksaan khusus dengan kemampuan tertentu.
 Laboratorium Klinik Khusus di Klasifikasikan Menjadi:
1) Laboratorium Mikrobiologi Klinik
18

Yaitu laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan mikoroskopis,


biakan, identifikasi bakteri, jamur, virus, dan uji kepekaan.
2) Laboratorium Parasitologi Klinik
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan identifikasi parasit
atau stadium dari parasit baik secara mikroskopis dengan atau tanpa
pulasan, biakan atau imunoesai.
3) Laboratorium Patologi Anatomi
Yaitu laboratorium yang melaksanakan pembuatan preparat histopologi,
pulasan khusus sederhana, pembuatan preparat sitologi dan pembuatan
preparat dengan teknik potong beku.
B. Jenis Pemeriksaan Sampel
1. Hematologi (Patologi Klinik)
Hematologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang darah. Pemeriksaan
Hematologi terbagi menjadi dua, antara lain:
a. Hematologi Rutin
 Hemoglobin
 Leukosit
 LED
 Hitung jenis leukosit
b. Hematologi Lengkap
 Hemoglobin
 Leukosit
 LED
 Hitung Jenis Leukosit
 Eritrosit
 Trombosit
 Hemtolerit
c. Gambaran Daerah Tepi
d. Cloting Time (waktu pendarahan)
e. Blending Time (waktu pembekuan)
19

2. Kimia Klinik
Kimia Klinik merupakan pemeriksaan kimia untuk mengetahui nilai secara
kuantitatif suatu fungsi tertentu di dalam tubuh seperti: gula darah, fungsi
ginjal, kolesterol dalam darah dan fungsi hati.
a. Pemeriksaan Gula Darah
 Gula darah puasa
 Gula 2 JPP
 Gula darah sewaktu
b. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
 BUM
 Ureum
 Kreatinin
 Asam Urat
 Total Protein
 Albumin
 Globulin
c. Pemeriksaan Lemak / Lipid
 Cholesterol total
 Trigliserida
 HDL
 LDL
 LDH
d. Pemeriksaan Fungsi Hati
 SGOT
 SGPT
 Bilirubin total
 Bilirubin Direk
 Alkalin Phospatase
3. Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jasad renik yang
hanya bisa dilihat dengan mikroskof. Contoh pemeriksaannya seperti:
20

pemeriksaan BTA, melihat bentuk virus / bakteri pada suatu cairan /


jaringan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Immunologi / Serologi
 HBsAg
 Anti HBsAg
 TPHA
 VDRL
 Anti HN
 Widal
 Tes kehamilan CPP Tes
 Asto
 CRp
 RF ( Rhematoid Factor )
b. Barteriologi
 BTA (Sputum)
 M. Hansun Uepra
 Faeks rutin
 Sekret uretra / vagina
 Parasitologi
 Malaria
 Jamur

KIMIA KLINIK

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan


KARBOHIDRAT
- Glucose puasa 75-115 mg/dl
- Glucose 2 j pp < 140 mg/dl
- Glucose sewaktu < 199 mg/dl
PROTEIN
- Uric Acid /asam urat L = 3,4-7,0 mg/dl
P = 2,4-5,7 mg/dl
21

- Total Protein Dewasa & anak > 3t 6,6-8,7


Bayi lahir : 4,6-7,0 g/dl
- Albumin 3,8-5,1 g/dl
- Globulin 1,3-3,2 g/dl
- Ure/ureum 10-50 mg/dl
- BUN 4,7-23,4 mg/dl
- Creatinine L= 0,6-1,1 P= 0,5-0,9
- Bilirubin Total Dewasa : ≤ 1,1 mg/dl
1 bulan : ≤ 1,5 mg/dl
5 hari : ≤ 12 mg/dl
Bayi lahir : ≤ 5 mg/dl
- Bilirubin Direk Dewasa : ≤ 0,25 mg/dl
LEMAK/ LIPID
- Cholesterol < 200 mg/dl
- Triglyserida < 200 mg/dl
- HDL 35-60 mg/dl
L: 35-55 mg/dl
P: 45-65 mg/dl
- LDL L: 50-172 mg/dl
P: 63-167 mg/dl
Enzim
- ALK Phospatas L: 80-360 M/L P: 64-306 M/L
Anak < 17 tahun ≤ 483µ/L
- SGOT (ASAT) L ≤ 37 µ/L, P ≤ 31 µ/L
- SGPT L ≤ 42 µ/L, P≤ 32 µ/L
- CK (NAC-act) L : 24-190 µ/L, P : 24-170 µ/L
- CKMB (NAC-act) >25 µ/L
- LDH Dewasa : 225-450 µ/L
- Gamma-GT (y-GT) L : 11-61µ/L, P: 9-39 µ/L
22

PATOLOGI KLINIK

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan


DARAH LENGKAP
1. Hemoglobin L = 12,0 -19,0
P = 10,5 – 17,5
2. Hitung Jumlah leukosit 4-11
3. Hitung Jenis Leukosit
- Eosinofil 1-3%
- Basofil 0-1%
- Batang 2-6%
- Segmen 50-70%
- Limposit 20-40%
- Monosit 2-8%
4. Laju Endap darah L : 0-15
P : 0-20
5. Hitung Jumlah Trombosit 150-450
6. Hitung Jumlah Eritrosit L = 4,50-6,50
P = 3,80-4,80
7. Hematokrit L = 42-50%
P = 36-46%
8. Masa Pembekuan/CT 2-6 menit
9. Masa Pendarahan/BT 1-3 menit
10. MCV 80-94 FL
11. MCH 27-32 Pg
12. MCHC 32-36 g/dl
23

C. Alat – Alat Sampling


1. Spuit
Adalah alat yang digunakan untuk
pengambilan darah atau pemberian injeksi
intravena dengan volume tertentu. Spuit
mempunyai skala yang dapat digunakan
untuk mengukur jumlah darah yang akan
diambil, volume spuit bervariasi dari 1ml,
3ml, 5ml bahkan ada yang sampai 50ml
yang biasanya digunakan untuk pemberian
cairan sonde atau syring pump.
2. Tourniquet
Merupakan bahan mekanis yang fleksibel,
biasanya terbuat dari karet sintetis yang
bisa merenggang. Digunakan untuk
pengebat atau pembendung pembuluh
darah pada organ yang akan dilakukan
penusukan plebotomy. Adapun tujuan
pembendungan ini adalah untuk fiksasi,
pengukuhan vena yang akan diambil. Dan
juga untuk menambah tekanan vena yang
akan diambil, sehingga akan
mempermudah proses penyedotan darah
kedalam spuit.
3. Needle, Wing Needle
Ialah ujung spuit atau jarum yang
digunakan untuk pengambilan secara
vakum. Needle ini bersifat non fixed atau
mobile sehingga mudah dilepas dari spuit
serta container vacuum. Penggantian
needle dimaksudkan untuk menyesuaikan
dengan besarnya vena yang akan diambil
24

atau untuk kenyamanan pasien yang


menghendaki pengambilan dengan jaru
kecil.
4. Vacuum Tube
Tabung vakum pertama kali dipasarkan
dengan nama dagang Vacutainer. Jenis
tabung ini berupa tabung reaksi yang
hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik.
Ketika tabung dilekatkan pada jarum,
darah akan mengalir masuk ke dalam
tabung dan berhenti mengalir ketika
sejumlah volume tertentu telah tercapai.

5. Blood Container
Tabung tempat penampungan darah yang
tidak bersifat vakum udara. Ini biasa
digunakan untuk pemeriksaan manual, dan
dengan keperluan tertentu misalnya
pembuatan tampungan sendiri untuk
efisiensi biaya.

6. Kapas Alkohol
Merupakan bahan dari wool atau kapas
yang mudah menyerap dan dibasahi
dengan antiseptic berupa etil alkohol.
Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah
untuk menghilangkan kotoran yang dapat
mengganggu pengamatan letak vena
sekaligus mensterilkan area penusukan
agar resiko infeksi bisa ditekan.
25

7. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan
luka bekas plebotomi, sehingga membantu
proses penyembuhan luka dan mencegah
adanya infeksi akibat perlukaan atau
trauma akibat penusukan.

8. Handscoon
sarung tangan yang biasa di pakai oleh
tenaga medis agar terhindar dari droplet
pasien. Tujuan Penggunaan Handscoon
adalah untuk mencegah terjadinya
infeksi silang serta mencegah terjadinya
penularan kuman.

9. Lancet
Merupakan jarum kecil disposable yang
digunakan untuk pengambilan darah
kapiler dipermukaan kulit atau ujung
jari pasien. Bisa berupa classic lancet
yang terpisah dari pemantiknya. Atau
bisa berupa automatic lancet yang
langsung bisa dipergunakan tanpa
pemantik lagi.

10. Wax
Merupakan dempul atau penutup yang
digunakan sebagai penahan dasar
tabung hematokrit sehingga disaat
penyimpanan sampel darah atau
pemutaran nilai hematokrit, darah bisa
tertahan didalam tabung.
26

D. Prosedur Pengambilan Sampel Darah


1. Pengambilan Sampel Darah Vena
a. Dasar Teori Pengambilan Sampel Darah Vena
Pada umumnya diambil dari vena median cobital, pada anterior terletak
dengan permukaan kulit, cukup besar dan tidak ada pasokan saraf besar
apabila tidak memungkinkan vena caepalica atau vena basilica bisa
menjadi pilihan berikutnya venivuncture pada vena basilica harus
dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri
brachialis dan saraf median. Jika vena pengambilan darah dapat
dilakukan di daerah pergelangan tangan lakukan pengambilan dengan
sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.
Lokasi yang tidak diperbolehkan di ambil darah :
 Lengan pada sisi masectomy
 Daerah edema
 Hematoma
 Daerah dimana daerah sedang ditransfusikan
 Daerah bekas luka
 Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
 Daerah intra – vena lines pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan
atau menurunkan kadar zat tertentu.
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena yaitu cara manual dan
vakum. Cara manual dengan menggunakan alat suntik (syring)
sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum
(vacutainer).
b. Prosedur Pelaksanaan Pengambilan Sampel Darah Vena
a) Alat dan Bahan
1. Spuit Disposible
2. Torniquet
3. Wadah berupa botol atau tabung penampung (sesuai kebutuhan
pemeriksaan) yang tertutup, bersih dan kering. Wadah diberi
penandaan nomor kode pasien.
27

4. Kapas alkohol 70%


5. Sarung tangan (handscoon)
6. Plester
7. Kaca objek (bila diperlukan)
8. Etiket
9. Edta (sesuai kebutuhan pemeriksaan) untuk pemeriksaan
hematologi.
b) Teknik pengambilan sampel darah vena
1. Lokasi pengambilan darah vena yaitu pada pembuluh darah pada
lipatan siku, pilih yang paling jelas dan paling besar.
2. Letakkan tangan pasien lurus diatas meja dengan telapak tangan
menghadap keatas.
3. Kemudian pasang karet pembendung ± 10 cm pada bagian atas
dari vena yang akan diambil, jangan terlalu kencang sebab akan
merusak pembuluh darah.
4. Pasien disuruh mengepalkan tangannya.
5. Dalam keadaan tangan pasien mengepal, ujung telunjuk kiri
memeriksa/mencari lokasi pembuluh darah yang akan di tusuk.
6. Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70% dan biarkan sampai
mengering.
7. Pegang semprit dengan tangan kanan, kencangkan jarum dengan
tangan kiri, tegangkan kulit dengan ibu jari kiri diatas pembuluh
darah supaya pembuluh darah tidak bergerak, kemudian tusukkan
jarum pada vena dengan lubang jarum menghadap keatas dengan
sudut kemiringan antara jarum dan kulit ± 150 – 300.
8. Jarum dimasukkan sejajar pembuluh darah ± 1,0 – 1,5 cm.
9. Setelah darah masuk disposable syringe, dengan tangan kiri
penghisap semprit ditarik perlahan-lahan sehingga darah masuk
ke dalam semprit. Setelah mendapatkan sejumlah darah yang
dibutuhkan, ikatan pembendung di longgarkan atau dilepas dan
pasien diminta membukakan kepalan tangannya.
28

10. Letakkan kapas alkohol 70% yang sudah diperas pada tempat
tusukan, jarum ditarik kembali.
11. Pasien disuruh menekan bekas tusukan dengan kapas tersebut
selama beberapa menit dan diberi plester (tangan masih dalam
keadaan lurus / siku tidak boleh ditekuk)
12. Lepaskan jarum sempritnya dan alirkanlah (jangan disemprotkan)
darah kedalam wadah yang tersedia melalui dinding dan wadah
penampung.
13. Wadah ditutup dan diberi label yang bertuliskan nomor
laboratorium.
14. Catat waktu pengambilan dan paraf formulir kartu kendoli.
c) Pengolahan Spesimen Darah (Whole Blood)
 Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang telah
berisikan antikougulan yang sesuai. Kemudian
dihomogenisasikan dengan cara membolak-balikkan tabung kira-
kira 10-12 kali secara perlahan dan merata. (Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1792 / MENKES / SK
VXIII / 2010 tentang pedoman pemeriksaan kimia klinik, jakarta
Kementerian Kesehatan RI, 2010).
 Cara membuat darah EDTA
 Sediakan wadah masukkan 2 – 3 tetes larutan EDTA 10%
dengan pipet pastrur kedalamnya, biarkan mengering.
 Alirkan 2 ml darah kedalamnya melalui dinding wadah.
 Tutuplah wadah dan segera campur dengan gerakan melingkar
searah jarum jam diatas meja secara perlahan secara perlahan
selama 60 detik atau lebih (Petunjuk Pemeriksaan Hematologi,
Jakarta, Departemen Kesehatan, 1992).
a) Teknik Pengambilan Sampel Darah Vena
1) Lokasi pengambilan darah vena yaitu pada pembuluh darah pada
lipatan siku, pilih yang paling jelas dan paling besar.
2) Letakkan tangan pasien lurus diatas meja denagn telapak tangan
menghadap ke atas.
29

3) Kemudian pasang karet pembendung ± 10 cm pada bagian atas vena


yang akan diambil, jangan terlalu kencang sebab akan merusak
pembuluh darah.
4) Pasien disuruh mengepalkan tangannya.
5) Dalam keadaan tangan pasien mengepal, ujung telunjung tangan kiri
memeriksa/ mencari lokasi pembuluh darah yang akan ditusuk.
6) Bersihkan lokasi dengan kapas alkohol 70% dan biarkan sampai
mengering.
7) Pegang spuit, dengan tangan kanan, kencangkan jarum dengan tangan
kiri. Tegangkan kulitnya dengan ibu jari kiri diatas pembuluh darah
supaya pembuluh darah supaya pembuluh darah tidak bergerak,
kemudian tusukkan jarum pada vena dengan lubang jarum menghadap
ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan kulit ± 15-30 %
8) Jarum dimasukkan sejajar pembuluh darah ± 1,0-1,5 cm.
9) Setelah darah masuk disposable syringe, dengan tangan kiri penghisap
semprit ditarik perlahan-lahan sehingga sehingga darah masuk ke
dalam semprit, setelah mendapatkan ssejumlah darah yang dibutuhkan,
ikatan pembendung dilonggarkan atau dilepaskan dan pasien diminta
membuka kepalan tangannya.
10) Letakkan kapas alkohol 70% yang sudah diperas pada tempat
tusukkan, jarum ditarik kembali.
11) Pasien disuruh menekan bekas tempat tusukan dengan kapas tersebut
selama beberapa menit dan diberi plester (tangan masih dalam keadaan
lurus/siku tidak boleh ditekuk).
12) Lepaskan jarum dari sempritnya dan alirkanlah (jangan disemprotkan
darah ke dalam wadah yang tersedia melalui dinding wadah
penampung.
13) Wadah ditutup dan diberi labal yang bertuliskan nomor laboratorium.
14) Catat waktu pengambilan dan paraf formulir kartu kembali
b) Pengolahan Spesimen darah (whole blood)
1) Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang telah berisikan
aantikoagulan yang sesuai kemudian dihomogenasikan dengan cara
30

membolak-balikkan tabung kira-kira 10-12 kali secara perlahan dan


merata. (keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
1792/ MENKES/SK/XII/2010tentang pedoman pemeriksaan kimia
klinik, jakarta Kementerian Kesehatan RI, 2010)
2) Cara membuat darah EDTA
- Sediakan wadah masukkan 2-3 tetes larutan EDTA 10% dengan
10% dengan pipes pasteur ke dalamnya, biarkan mengering.
- Alirkan 2 ml darah ke dalamnya melalui dinding wadah.
- Tutuplah wadah dan segera campur dengan gerakkan melingkar
searah jarum jam diatas meja secara perlahan selama 60 detik atau
lebih. (Petunjuk Pemeriksaan Hematologi, Jakarta, Departemen
Kesehatan, 1992)
C. Kesalahan Dalam Pengambilan Darah Vena
a) Pemasangan torniquet
- Pemasangan dalam waktu lama dan keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hemokrit/PCV dan elemen sel).
Peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, Koleterol, lipid
total).
- Melepas torniquet sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma.
b) Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga
mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah
merah.
c) Penusukan
- Penusukkan tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan
sehingga dapat menyebabkan hematoma. Disamping itu penusukan yang
berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
- Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma.
d) Pada saat memindahkan darah ke tabung lain (atau dari spuit ke tabung )
memindahkan terlalu cepat atau spesimen dikocok (busa atau gelembung
darah dapat mengakibatkan hemolisis).
31

Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis


sampel akibat kontaminasi oleh alkohol rasa terbakan dan rasa nyeri yang
berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.
2. Pengabilan sampel darah kapiler
a) Alat dan bahan
1) Lancet steril
2) Kapas alkohol 70%, kapas kering atau tisu
3) Sarung tangan (handscoon)
b) Prosedur pelaksanaan pengambilan sampel darah kapiler
1) Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan alkohol 70% dan biarkan
sampai kering lagi.
2) Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit
supaya rasa nyeri berkurang.
3) Tusukkan lah dengan cepat memakai lancet steril. Pada jari tusuklah
dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik jari, jangan sejajar
dengan itu. Pada daun telinga tusuklah pinggirnya, jangan sisinya.
Tusukan harus cukup dalam supaya darah mudah keluar, jangan
menekan-nekan jari atau telinga untuk mendapat cukup darah. Darah
yang diperas keluar semacam itu telah bercampur dengan cairan
jaringan sehingga menjadi encer dan menyebabkan kesalahan dalam
pemeriksaan.
4) Buanglah tetesan darah pertama keluar dengan menggunakan
segumpal kapas kering, tetes darah berikutnya boleh dipakai untuk
pemeriksaan.
5) Tutup bekas tusukan menggunakan kapas kering dan plester
c) Kesalahan-kesalahan dalam pengambilan darah kapiler
1) Mengambil darah di tempat yang memperlihatkan adanya gangguan
peredaran darah seperti vasokontriksi (pucat), vasodilitasi (oleh
radang, trauma dsb), kongesti atau cyanosis setempat.
2) Tusukan yang kurang dalam sehingga darah yang harus diperas-peras
keluar.
32

3) Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol, bukan saja darah itu
diencerkan, tetapi darah juga melebar di atas kulit sehingga sukar di
isap ke dalam pipet.
4) Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan.
5) Terjadi bekuaan pada tetes darah karena terlalu lambat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Pedoman Praktek


Laboratorium yang benar (Good Laboratory practice) Cetakan ke-3,
Jakarta, 2004
Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1792/MENKES/SK/XII/2010 Tentang pedoman Pemeriksaan Kimia
Klinik, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2010
Petunjuk Pemeriksaan Hematologi, Jakarta, Departemen Kesehatan.1992

Anda mungkin juga menyukai