Anda di halaman 1dari 42

Keuskupan Agung Jakarta

KOMISI PSE KAJ


Jalan Katedral no 7
Jakarta
Email: kpse.kaj@gmail.com
1
HARI PANGAN SEDUNIA 2019
KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

MENCINTAI PANGAN LOKAL:


AYO! KONSUMSI PANGAN SEHAT,
SEGAR DAN SEJAHTERA

RENUNGAN HARIAN

KOMISI PSE KAJ


Jalan Katedral no 7
Jakarta
Email: kpse.kaj@gmail.com

2
KATA PENGANTAR

Hari Pangan Sedunia yang dilaksanakan tanggal 16 Oktober 2019


memberi inspirasi bagi kita agar kita peduli pada masalah pangan.
Tentu, idealnya kita makan makanan yang sehat. Namun bagi
sebagian orang, sekedar bisa makan saja sudah disyukuri.

Kenyataan itu membuat kita terdorong untuk berbagi. Melalui tema


HPS tahun ini kita memberi perhatian mengenai pangan lokal.
Pangan lokal adalah tanaman pangan asli negeri. Pangan lokal
tumbuh di pelbagai daerah dan dahulu kala menjadi makanan pokok
penduduk di tiap daerah itu. Sekarang ini, pangan lokal bukanlah
tuan di negeri sendiri. Kita lebih merasa nyaman makan nasi.
Padahal harus diakui pangan lokal memiliki nilai gizi yang tidak
kalah. Hidup sehat sudah terbukti dari nenek moyang kita zaman
dahulu.

Sambil melakukan aktivitas terkait kepedulian pada pangan sehat


dan pada umat/masyarakat yang membutuhkan pangan, marilah kita
meneguhkan diri dengan Sabda Tuhan. Semoga renungan-renungan
dalam buku ini mengantar kita menjadi pribadi yang semakin murah
hati.

Selamat ber HPS dan Tuhan memberkati.

Salam dari kami,


Komisi PSE KAJ

3
Selasa, 1 Oktober 2019
Pesta St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus
Yes. 66:10-14c; Mzm. 131:1,2; Mat. 18:1-5

IKHLAS
“Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku,
ia menyambut Aku.” (Mat. 18:5).

Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat. Dan para murid
bertanya, siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Para murid berharap
Yesus akan menyebutkan kriteria orang seperti apakah yang memenuhi syarat
untuk dapat masuk Kerajaan Surga. Dengan kriteria itu, para Murid lalu bisa
mengukur kemampuan diri dan berhitung apa yang sudah mereka lakukan saat
mengikuti Yesus. Dengan jasa, prestasi, mungkin mereka berhak mendapatkan
tempat di dalam Kerajaan Surga.
Dengan memanggil anak kecil dan memperlihatkan kepada murid, Yesus
menegaskan Kerajaan Allah sudah dekat dan hanya mereka yang bertobat dan
merendahkan dirilah yang layak masuk ke dalamnya. Yesus berkata, agar para
murid menjadi seperti anak kecil: tidak perlu bersedih apabila mereka tidak
diperhitungkan namun lakukanlah amal kebaikan dengan tanpa berpamrih dan
berhitung untung rugi selain bahwa amal kebaikan memang harus dilakukan.
Dengan menunjukkan anak kecil, sepertinya para murid terbantu untuk
memahami maksud Yesus. Gambaran anak kecil mengingatkan para murid
akan situasi di Israel pada zaman Yesus dimana anak-anak dan wanita tidak
dihitung dan tidak diperhitungkan. Saat Yesus meminta para murid menghitung
jumlah orang yang mengikuti dan akan mendapatkan roti, para murid menjawab
“ada 5000 orang, belum termasuk anak-anak dan perempuan (Mrk.6:44). Yang
dihitung adalah laki-laki dewasa.
Kerajaan Surga adalah milik Allah. Allah sendirilah yang berhak untuk
memberikannya kepada siapa Ia ingin memberikan. Bagian kita adalah
melakukan apa yang harus kita lakukan sebagai manusia, yaitu memuji,
menghormati, serta mengabdi Allah Tuhan kita (tuntunan Santo Ignatius Loyola
dalam Latihan Rohani).

Pertanyaan reflektif:
Apakah kita masih berpamrih dalam kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, amal
kasih sebagai tiket untuk masuk surga?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, berkatilah kami agar menjadi orang yang iklas dalam melakukan apa
pun perbuatan baik yang kami lakukan semata-mata sebagai sarana untuk
memuji dan memuliakan Tuhan. Amin. (Marcus L Supama)

4
Rabu, 2 Oktober 2019
PW Para Malaikat Pelindung
Kel. 23:20-23a; Mzm. 91:1-2, 3-4,5-6, 10-11; Mat 18:1-5.10

TERBESAR DALAM KERAJAAN SURGA


“Aku berkata kepadamu: Sungguh, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti
anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (Mat. 18:3).

“Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” adalah pertanyaan


gundah para murid. Saat sungguh Kerajaan Surga ditegakkan, siapakah yang
akan menjadi orang penting di sana? Itulah hal yang terus berkecamuk dalam
batin para murid. Mereka tak mampu memahami dan mengenali Kerajaan
Surga itu seperti apa. Saat itu para murid tidak bertengkar di antara mereka,
melainkan mereka bertanya semacam struktur kedudukan Kerajaan Surga.
Jadi, bukan masalah persaingan para murid.
Atas pertanyaan itu, Yesus menempatkan seorang anak kecil dan
memberikan jawaban, “Aku berkata kepadamu: Sungguh, jika kamu tidak
bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam
Kerajaan Surga.” Rupa-rupanya, Kerajaan Surga tidak memakai struktur
kedudukan. Strukturnya bersifat kualitatif: barangsiapa merendahkan diri dan
menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.
Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKu, ia
menyambut Aku.
Anak kecil bagi Yesus tak boleh diremehkan. Mereka adalah orang-
orang yang percaya. Percaya pula bahwa para malaikat pelindung
mendampingi hidup mereka. Jadi, struktur Kerajaan Surga adalah percaya
pada kuat kuasa Allah. Hanya bersama dengan kuasa Allah, manusia boleh
menjalani kehidupannya dan mereka itulah disebut terbesar di dalam Kerajaan
Surga, masa di mana Allah memerintah.
Mengaitkan permenungan pada Hari Pangan Sedunia 2019, percayalah
dengan panganan lokal. Makanan lokal yang bernuasa daerah adalah makanan
yang menyehatkan tubuh. Saya senang kalau diundang memimpin Perayaan
Ekaristi pada Hari Pangan Sedunia di sekolah. Selesai Perayaan, saya pun ikut
bergabung untuk makan makanan lokal dan semua makanan non gorengan.
Dan saya percaya menurunkan kolesterol saya.
Pertanyaan reflektif:
1. Pertobatan apa yang ingin aku wujudkan selama Hari Pangan Sedunia ini?
2. Sejauh mana aku percaya dan yakin akan makanan-makanan lokal
bermanfaat bagi tubuh dan kesehatanku?
5
Marilah berdoa
Para malaikat Pelindung yang kami peringati hari ini, ingatkanlah kami bahwa
dunia yang kita tinggali bersama ini memiliki kelimpahan makanan dan
minuman sekaligus juga terbatas. Bantulah kami juga untuk mendorong hidup
kami mengomsumsi makanan dan minuman secukupnya serta menyehatkan
tubuh dan jiwa. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. (P. B. Hardijantan
Dermawan, Pr)

6
Kamis 3 Oktober 2019
Hari Biasa
Neh. 8:1-5.6-7.8-13; Mzm 19:8, 9, 10, 11; Luk. 10:1-12

UTUSAN PANGAN SEDUNIA


Berkatalah Ia kepada mereka, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerjanya
sedikit! Sebab itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian,
agar ia mengirimkan pekerja-pekerja ke tuan itu” (Luk.10:2).

Hanya penginjil Lukas yang mengisahkan perutusan tujuh puluh murid.


Penginjil Matius tugas perutusan diemban oleh kelompok 12. Dari mana Lukas
memperoleh cerita 70 atau 72 murid itu?
Konon, ada yang beranggapan bahwa angka 70 atau 72 mirip dengan
tujuh puluh tua-tua dalam kitab Bilangan 11:16 atau Majelis Yahudi. Akan
tetapi, ada pandangan yang mengacu pada kitab Kejadian bab 10. Dalam
pandangan Yahudi dahulu itu ada anggapan bahwa ada tujuh puluh bangsa di
dunia ini. Jadi, perutusan 70 murid dalam Injil Lukas menyatakan jumlah
bangsa-bangsa di dunia ini. Mereka harus mendengarkan kabar sukacita itu.
Pertama-tama, ketujuh murid ini didorong untuk berdoa agar masih
banyak lagi orang lain diikutsertakan dalam pemberitaan Injil. Bagi Yesus, ada
banyak kesempatan dan kemungkinan untuk memberitakan Injil. Memang,
segala kesukaan dan permusuhan akan mereka alami, tetapi tak usah kecewa,
bahkan kalau hitung-hitungan dianggap gagal dan tak berhasil. Sebab, pada
akhirnya ukuran keberhasilan diukur menurut Tuhan Yesus, pemilik ladang ini.
Tuhan Yesus tidak hanya mengutus 70 murid untuk memberitakan kabar
sukacita. Ia juga mau mengutus kita di berbagai kesempatan untuk mewartakan
Injilnya, termasuk pada Hari Pangan Sedunia ini.
Adalah benar, bahwa dunia yang terhampar ini memberikan makanan
dan minuman yang berlimpah, sekaligus juga dunia ini perlu dirawat baik-baik
agar tetap memberikan hasilnya yang berlimpah. Itulah sebabnya, kita tak boleh
membuang-buang makanan hanya karena kita mampu membeli, sementara di
lain tempat banyak orang yang mengemis bahkan mati kelaparan. Rasa-
rasanya itulah kesempatan kita bersama pada Hari Pangan Sedunia 2019
untuk selalu berkata cukup dan kita syukuri pada makanan dan minuman yang
akan kita makan atau kita pesan.

7
Pertanyaan reflektif:
Sudahkah aku mengambil kesempatan untuk mewartakan kabar sukacita pada
Hari Pangan Sedunia 2019? Apa yang ingin aku wujudkan sebagai utusan
Pangan Sedunia?
Marilah berdoa:
Tuhan Yesus Engkau mengutus para murid berdua-dua. Bahkan perutusan itu
di tengah-tengah serigala. Namun, mereka memiliki keberanian karena
keyakinan Engkaulah yang menyertai. Tuhan, utuslah kami juga untuk
mewartakan kabar sukacita-Mu, khususnya agar kami mau dan mampu
menjadi utusan Pangan Sedunia ini. Tak membiarkan makanan dan minuman
tersisa. Kalau pun tersisa, terlebih dahulu kami pisahkan untuk berbagi kepada
yang berkekurangan. Ini kami mohon demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.
(P. B. Hardijantan Dermawan, Pr)

8
Jumat, 4 Oktober 2019
Pw S. Fransiskus Asisi
Bar. 1:15-21; Mzm 79:1-2,3-5,8-9; Luk. 10:13-16

KEMAUAN MENDENGAR MENJADI AWAL PERTOBATAN


“Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku;
dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak
Aku, oia menolak Dia yang mengutus Aku” (Luk. 10:16)

Seorang ibu berkali-kali memanggil anaknya yang ada di dalam kamar.


Namun, anaknya itu tidak menyahut. Karena jengkel, si Ibu menggedor dengan
keras pintu kamar anaknya. Baru setelah itu anaknya membuka pintu. Anak
keluar dengan muka kaget. Tahulah si Ibu apa penyebab anaknya tidak
menjawab panggilannya. Anaknya memasang headset di telinganya.
Ada pelbagai macam sebab orang terhambat mendengar suara
panggilan. Penggunaan headset adalah salah satunya. Contoh pengalaman di
atas menarik jika dikaitkan makna Injil hari ini. Ada hubungan antara
mendengar dan pertobatan.
Pewartaan Kitab Suci hari ini adalah tentang pentingnya pertobatan.
Seseorang bertobat dimulai dari kesediaannya untuk mendengarkan. Dalam
bacaan pertama, Bar. 1:15-21, bangsa Israel mengalami penderitaan akibat
tidak mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan lewat para nabi. Demikian
juga dalam bacaan Luk 10:13-16, Yesus mengecam beberapa kota yang tidak
mau mendengarkan pewartaan para murid yang diutus berdua-dua oleh Yesus
ke kota tersebut.
Salah satu pesan dari bacaan-bacaan di atas adalah kesediaan untuk
mendengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan ini menjadi tanda awal orang
mau bertobat. Tanpa membuka diri dan mendengarkan, karya keselamatan
Allah tidak dapat menjangkau kita.

Pertanyaan reflektif:
Allah memanggil kita untuk bertobat, sudahkah kita menggunakan telinga kita
untuk mendengarkan seruan pertobatan itu?

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, bukalah hati dan telinga kami untuk mendengarkan undangan
pertobatan. Amin (Katarina)

9
Sabtu, 5 Oktober 2019
Pekan Biasa XXVI
Bar. 4:5-12.12.27-29, Mzm. 69:33-37; Lukas 10:17-24

KEBANGGAAN SEMU
Kemudian ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata:
"Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu"
(Luk.10:17).

Beberapa hari yang lalu, keluarga Joko berkunjung ke rumah orang tua
mereka di desa. Suasana yang sejuk, alam yang asri tanpa polusi seharusnya
membuat keluarga Joko betah berlama-lama di sana. Pak Joko dan Bu Joko
memang senang tinggal di rumah orang tua mereka, tetapi tidak demikian
dengan Ardy anak mereka yang masih beranjak remaja. Pada saat makan
siang nampak Ardy tidak berselera makan. “Ayooo makan Ardy.. Kenapa?
Sakiit?”, kata Bu Joko. Ardy mengangguk. “Ya udaah ibu antar ke kamar,
istirahat dulu yaach”, kata bu Joko. Di kamar, Ardi mencondongkan tubuhnya
ke arah ibunya dan berbisik: “Ibuuu.. Makanannya aku nggak sukaa.. sayuran
meluluu.. Di sini sepiii, nggak ada mall, super market, fried chicken, es krim..
Ardy bosen!”. Bu Ardy melongoo, tak menyangka anaknya bakal mengatakan
hal itu. “Anakku, kamu nggak boleh gituuu.. Justru makanan di sini lebih sehat
dibanding makanan di kota. Di desa semua makanan masih asli alamiah. Di
kota, kebanyakan makanan sudah diawetkan, atau ditambah bahan penyedap.
Apakah itu yang kamu banggakan? Bukankah di sekolah kamu dulu sudah
diajari makanan empat sehat lima sempurna? Pikirkanlah fungsi dan manfaat
sehatnya, nak. Kita bisa makan saja, sudah bersyukur”, kata Bu Joko.
Para sahabat Tuhan, kebanggaan semu, rasanya itulah yang dirasakan
Ardy. Senang dengan keadaan hidup dunia modern yang serba dipermudah,
segalanya enak, ramai, serba instan, nggak perlu repot, praktis dan fungsional.
Terbiasa mengkonsumsi makanan cepat saji, tapi melupakan unsur
kesehatannya. Barangkali, kebanggaan semu itulah yang dialami oleh para
murid Yesus. Mereka bangga karena merasa mampu mengusir setan. Dan
dengan segera Yesus mengkoreksi, bahwa yang terpenting “namamu terdaftar
di sorga”, bukan soal hebatnya mengusir setan itu.
Melalui bacaan Injil hari ini, kita diingatkan, bahwa segala karya yang kita
lakukan, ‘nilai spiritualnya’ yang sejati bukan terletak pada “aku bangga”, “aku
bisa” atau “aku suka”, tetapi pada seberapa dalam rasa cinta dan syukur dalam
karya kita itu dipersembahkan kepada Tuhan. Dan pesan Yesus itu tentu
berlaku untuk semua karya: ketika kita memberi sumbangan, memberi

10
makanan, memberi beasiswa, memberi tumpangan, bahkan bekerja di kantor
maupun di sawah, dll.

Pertanyaan Reflektif:
Apakah hari ini aku sudah bersyukur dan mempersembahkan segenap karyaku
kepada Tuhan? Atau kubiarkan diriku digoda oleh rasa bangga semu?

Marilah berdoa:
Tuhan, terima kasih atas segenap kemurahan dan karunia hidup ini.
Arahkanlah diriku untuk selalu terbiasa bersyukur dan mempersembahkan
segenap karya yang kulakukan, demi kemuliaan nama-Mu. Amin. (Ursula
Sulistyoningsih).

11
Minggu, 6 Oktober 2019
Hari Biasa XXVIII
Hab. 1:2-3,2:2-4; Mzm 95: 1-2. 6-7, 8-9; 2 Tim 1: 6-8. 13-14; Luk 17: 5-10

BERIMAN DAN BERBAGI BERKAT


Sekiranya kamu memiliki iman sebesar Biji Sesawi, kamu dapat berkata kepada
pohon ara ini, terbantulah engkau dan tanamkanlah di dalam laut’ dan pohon itu
akan menuruti perintahmu (Luk 17:5)
Iman mempengaruhi cara kita berpikir. Dengan pikiran yang terbuka,
banyak hal yang semula kita anggap tidak mungkin menjadi mungkin untuk kita
lakukan. Di sekitar kita ada banyak hal dianggap tidak mungkin, misalnya
mungkinkah pangan lokal bersaing dengan pangan dengan ‘brand’ luar negeri.
Hampir di setiap ruas jalan di kota besar, pasti kelihatan restoran dan gerai
makanan berlabel internasional. Sementara pangan-pangan khas dan
tradisional kita hanya berupa tenda-tenda di tepi jalan.
Tidak perlu gengsi untuk makan makanan asli Indonesia. Kandungan gizi
pangan lokal juga baik. Jika kita meninggalkan pangan lokal, maka pelan-pelan
pangan yang dihasilkan dari bumi Indonesia ini akan semakin langka dan
mahal. Dengan mencintai pangan lokal, petani menjadi bersemangat bercocok
tanam untuk menanam pangan lokal.
Kata Yesus, iman yang sekecil biji sesawipun sudah memiliki daya yang
luar biasa. Iman itu memiliki daya ubah jika diterapkan dalam hidup kita. Agar
iman menjadi hidup, iman itu harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh, agar tanaman pangan lokal menjadi tuan di negeri sendiri, kita butuh
iman yang kongkrit. Caranya, kita mengkonsumsi pangan lokal,
menghidangkan sajian makanan berbahan dasar pangan lokal.adalah. Itulah
salah satu wujud iman juga.

Pertanyaan Refleksi
Sudahkah kita sekali-kali makan makanan lokal?
Marilah Berdoa
Ya Tuhan Yesus betapa baiknya Engkau, jadikanlah kami berkat bagi sesama
dan bantulah kami untuk berbagi kasih-Mu. sungguh menghadirkan Engkau
dalam hidup kami dan relasi dengan sesama dan ciptaanMu. (Krismaria
Gunawan)

12
Senin, 07 Oktober 2019
SP Maria, Ratu Rosario
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII
Yun. 1:1-17, 2:10; Mzm. Yun. 2:2.3.4.5.8; Luk 10:25-37

JANGAN MENUNGGU HARI ESOK,


JIKA ANDA DAPAT MEMBANTU SEKARANG
“Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Luk. 10:27)

Kisah Orang Samaria yang baik hati, mengingatkan saya pada


pengalaman Medy seorang teman yang baru saja selesai mengikuti kegiatan
kuliah. Saat itu dia tidak langsung pulang, namun membeli makanan diluar
kampus. Dan di ujung jalan, Medy melihat seorang bapak berusia sekitar 60
tahunan, seperti orang linglung tidak tahu arah, orang-orang yang lewat tampak
tak menghiraukannya. Medy tergerak menghampirinya. Ternyata beliau baru
saja kecopetan di Kopaja. Seluruh uang pensiun yang baru diambil dan hape-
nya raib. Dan kasihannya lagi, rumah beliau sangatlah jauh yaitu di Kuta Bumi,
Tangerang ujung. Tanpa pikir panjang Medy langsung menelpon teman-
temannya untuk menolong orang itu. Dari keikhlasan para mahasiswa itu
terkumpul sejumlah uang. Bapak itupun menerima dengan penuh haru.
Ya, manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan agar berbuat baik
terhadap sesamanya tanpa memandang suku, ras ataupun golongan. Namun di
saat ini masyarakat cenderung hidup individual terutama di kota-kota besar.
Sadar atau tidak, kita pun berlaku acuh-tak acuh terhadap sesama.
Melalui perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati, Yesus ingin
mengajarkan bahwa kasih kita terhadap Tuhan terwujud melalui kasih terhadap
orang lain. Orang dapat membantu sedikit, setengah-setengah dan ada yang
membantu banyak, pasti semuanya sangat bermanfaat. Kita diajak untuk
meninggalkan ego, kesombongan, selalu memiliki kerendahan hati dan kasih
terhadap sesama, dengan membiarkan Tuhan berkarya dalam hidup kita.
Pertanyaan reflektif :
Apakah di zaman modern saat ini, saya bisa menjadi “Orang Samaria yg Murah
Hati” terhadap orang lain, yang berbeda dengan saya?

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus, bimbinglah kami dengan Roh Kudus-Mu agar kami selalu setia
menjadi perantara kasih-Mu, Amin. (Gabriela Madeline Manurung)

13
Selasa, 8 Oktober 2019
Hari Biasa
Yun. 3:1-10;Mzm 130:1-2, 3-4, 7-8; Luk.10:38-42

MENCIPTAKAN KEHENINGAN
Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan
diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu Maria telah
memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Luk.
10:41-42)

Apa yang Anda lakukan saat merasa jenuh dengan rutinitas, atau gelisah
tentang masa depan? Anda bisa melarikan diri dengan pergi ke club malam,
minum minuman keras atau mengkonsumsi narkoba agar kegelisahan itu
terlupakan. Namun ada orang yang sengaja menciptakan suasana hening,
meluangkan waktu, mencari tempat tenang.
Apa yang dilakukan oleh Yunus dalam bacaan pertama tampaknya bisa
menjadi inspirasi. Sebelumnya Yunus tampil sebagai orang yang gelisah
karena ia harus menghadapi masyararat Ninive sangat berdosa. Ia takut gagal.
Ia mencoba melarikan diri. Namun, Yunus sekarang ini adalah Yunus yang bisa
mengendalikan ketakutannya. Dan karenanya, kota Ninive bertobat.
Seringkali melawan ketakutan dapat diperoleh saat kita hening. Dalam
keheningan kita menemukan kekuatan dari Allah itu sendiri. Dalam bacaan Injil,
Yesus memuji Maria. Maria memilih untuk bersimpuh dekat dengan Yesus,
tanpa kata. Ia diam dan mendengarkan. Maria berfokus pada kata-kata Yesus
dan berhenti beraktivitas. Marta adalah gambaran orang sibuk, diam hening
adalah pilihan yang sia-sia dan tak berguna. Bagi pecinta kerja, tiap saat adalah
kerja dan kerja. Yunus dan Maria adalah inspirasi tentang pentingnya memberi
waktu hening dan berdiam diri sejenak, melepaskan diri dari kesibukan serta
mendengar dan merenungkan sabda Tuhan. Ada saatnya kita sibuk bekerja,
ada saatnya kita berhenti dan masuk dalam keheningan.
Pertanyaan reflektif
Apakah kita memberi waktu dan tempat bagi keheningan dalam aktivitas harian
kita?
Marilah berdoa
Ya Tuhan, terima kasih karena Tuhan menciptakan waktu yang sangat cukup
untuk kami bekerja. Semoga kami selalu menyempatkan diri untuk
mendengarkan Tuhan melalui waktu-waktu hening. Amin. (Katarina)

14
Sabtu, 9 Oktober 2019
Hari Biasa-Pekan Biasa XXVII (H)
Yun. 4:1-11; Mzm. 86:3-4, 5-6, 9-10; Luk. 11:1-4

DOA ORANG KECIL MENJADI TELADAN


“Bapa, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami
setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa
kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami,
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” (Luk. 11:2-4)

Suatu ketika, seorang tukang gado-gado keliling menumpang berteduh


di teras rumah saya. Ia menatap air hujan yang jatuh ke tanah. Hujan tidak
kunjung reda. Tidak tampak gurat kegelisahan di wajahnya. Baginya, rejeki tak
pernah putus meskipun saat ini ia belum mendapatkan rejeki dari
dagangannya. Baginya, saat ini ia mendapat rejeki karena masih
berkesempatan berusaha. Jika dagangannya tidak habis, ia akan
memberikannya kepada tetangga. Ia tidak merasa rugi, daripada harus
terbuang. Berbagi memiliki nilai sedekah. Seandainya sampai sore
dagangannya masih banyak pun, rejekinya adalah kesempatan berdoa,
bersabar dan mengucap syukur.
Percakapan dengan ibu penjual gado-gado itu menjadi inspirasi saya
tentang makna berdoa. Berdoa yang benar adalah mengucap syukur dan
memohonkan keselamatan bagi semua orang. Allah berkenan kepada setiap
doa syukur dan permohonan yang ditujukan untuk memperoleh keselamatan
kepada semua orang yang didoakan, bukan untuk menyusahkan apalagi
membinasakan orang yang didoakan.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita berdoa dengan rendah hati dan penuh keikhlasan pada
kehendak Allah?

Marilah berdoa
Ya Allah, ajarilah aku berdoa dalam kerendahan hatiku dan dalam kepenuhan
syukur serta keihklasan hati atas kehendak-Mu. Semoga doaku menegaskan
imanku akan Dikau dan terjadilah kehendak-Mu atas diriku. (Krismas P.
Situmorang)

15
Kamis, 10 Oktober 2019
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII
Mal. 3:13-4:2a; Mzm. 1:1-6; Luk. 11:5-13

BERSYUKUR SESUAI KONDISI DIRI


“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-
anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus
kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk. 11:13)

Lia adalah anak dari seorang kuli bangunan. Penghasilan ayahnya pas-
pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Mereka
hampir tidak pernah makan di restoran, bahkan restoran sederhana sekalipun.
Jangankan makan makanan cepat saji, untuk ongkos ke sekolah pun Lia sering
hanya cukup untuk berangkat ke sekolah tetapi pulangnya dia harus berjalan
kaki dengan jarak lumayan jauh. Haruskah ia iri melihat teman-temannya yang
sering makan di restoran?
Tidak. Ia yakin bahwa rejeki yang Tuhan berikan kepada keluarganya
adalah rejeki terbaik untuk saat ini. Ia selalu bersyukur. Nyatanya, kendati hidup
keluarganya pas-pasan, keluarganya jarang sakit. Ia juga lancer dalam belajar.
Pengalaman Lia untuk menerima keadaannya mengingatkan kita pada
Injil hari ini. Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan dalam hidup kita.
Tuhan tidak pernah menghendaki hidup kita menderita asal selalu berusaha.
Yang dibutuhkan adalah bersyukur.

Pertanyaan reflektif
- Sudahkah aku bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepadaku?
- Jika belum, apa yang akan aku lakukan untuk mengucap syukur kepada
Tuhan atas apa yang telah Tuhan berikan?

Marilah Berdoa
Allah Bapa Yang Maha Kasih, syukur atas segala berkat karunia yang Engkau
berikan kepada kami. Buatlah kami cukup oleh segala berkat yang Engkau
berikan kepada kami. Mampukan kami untuk lebih peka terhadap sesama yang
membutuhkan dan ikhlas hati mengulurkan tangan tanpa memandang siapa
dia. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin. (Agnes Fallencia Putri Andriani)

16
Jumat, 11 Oktober 2019
Hari Biasa
Yl. 1:13-15; 2: 1-2; Mzm. 9:2-3, 6, 16, 8-9; Luk. 11:15-26

GOOD OR EVIL (WITH JESUS, I CAN MAKE THE BEST CHOICE)


"Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan
bersama Aku, ia mencerai-beraikan” (Luk. 10:21)

Seorang mahasiswi di sebuah universitas, mengikuti seleksi ajang


pencarian bakat dan dengan suaranya yang merdu, lolos sampai semifinal.
Namun ada saja serangan berita hoax, bahwa ia berlaku curang dan tidak layak
masuk semifinal. Tentu saja ia terpukul. Beberapa pihak mendukungnya untuk
membalas dengan cara yang sama atau bahkan beradu fisik. Namun
mahasiswi tersebut lebih memilih diam dan menunjukkan pada mereka yang
membencinya dengan memberikan penampilan terbaik hingga berhasil menjadi
juara dalam perlombaan tersebut.
Sikap yang dimiliki mahasiswi tersebut pada saat ini sangat sulit
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika sedang menghadapi hujatan
kebencian atas suatu hal yang tidak pernah ia lakukan, mahasiswi tersebut
tidak sedikitpun memiliki niat untuk membalaskan hujatan tersebut. Ia sendiri
lebih memilih diam dan fokus untuk memberikan yang terbaik.
Untuk dapat bersikap dengan tepat sesuai dengan situasi dibutuhkan
kemampuan untuk memilih. Sebagai seorang pengikut Yesus Kristus,
tantangan kita adalah menjadi pengikut Yesus yang setia. Mengikut Yesus
memiliki banyak risiko, namun kita harus siap. Pilihan kebaikan maupun
kejahatan …."Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak
mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan”.

Pertanyaan reflektif
Sudahkah kita memberikan yang terbaik pada sesama, meski harus
menghadapi hujatan?

Marilah berdoa
Tuhan Yesus sumber pengharapan kami, kami bersyukur atas berkat
penyertaan-Mu yang selalu Kau berikan kepada kami. Semoga melalui
penyertaan dan kekuatan-Mu, kami dapat selalu mewartakan firman-Mu. Amin.
(Stephanie Pasaribu)

17
Sabtu, 12 Oktober 2019
Hari Biasa
Yl 3:12-21; Mzm. 97:1-2.5-6.11-12: Luk 11:27-28;

SEORANG PENDOSA BERTOBAT


“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya.” (Luk. 11:28)

Ada suatu cerita dari negeri paman Sam. Tentang Lana seorang
narapidana yang mendekam di balik penjara karena kasus pembunuhan yang
dia lakukan. Dia di vonis hukuman mati. Saat mendapat kunjungan seorang
imam muda dan kelompok doa, dia mengaku selalu dibayangi rasa bersalah.
Dalam ibadat singkat, kelompok doa itu membacakan Firman Tuhan "Jangan
membunuh!" melalui bacaan Sepuluh Perintah Allah. Seketika hati Lana
bergejolak, ia menangis pilu karena teringat dosa dan hukum Tuhan yang
sudah dia langgar. "Bapa saya ini berdosa saya menentang hukum yang Tuhan
ajarkan, saya membunuh, dosa saya sangat berat." Lalu imam itu berkata
"Tidak ada dosa yang Tuhan tidak mampu hapuskan ". Lalu Lana diberikan
sebuah kutipan ayat "yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan
firman Allah dan yang memeliharanya." ”Hidup akan jauh lebih bahagia jika
kamu mendengarkan dan melakukan apa yang Tuhan firmankan”, kata
gembala. Seketika itu Lana terhibur "Bapa saat ini saya sudah bersalah. Saya
ingin bahagia, saya ikhlas." Setelah itu Lana yang tadinya ketakutan, kini sudah
berani tengadah dan menjalani masa hukumannya dengan rasa sukacita dan
penuh bahagia .
Kelegaa yang dialami Lana mengingatkan pada Injil hari tentang siapa
yang berbahagia. Yesus berkata “mereka yang mendengarkan firman Allah dan
yang memeliharanya.” (Luk. 11:28). Merenungkan sabda Tuhan dan
membiarkan diri diubah oleh nilai-nilai Injili adalah usaha yang berat. Namun
buahnya adalah sukacita dan bahagia.

Pertanyan reflektif
Sudahkah kita menerapkan nilai-nilai Injil dalam hidup harian?
Marilah berdoa
Tuhan Yesus, Engkau telah memberi kami teladan ketaatan dengan berkurban
sampai mati di salib. Tanamkanlah rahmat ketaatan ke dalam hati kami, supaya
kami pun taat kehendak-Mu, agar kami jangan sampai jatuh kedalam dosa,
tetapi selamat dalam meniti jalan hidup yang penuh tantangan dan cobaan ini.
Amin. (Patrisia Sonia)

18
Minggu, 13 Oktober 2019
Hari Minggu Biasa XXVIII
2Raj. 5:14-17; Mzm. 98:1,2-3ab, 3cd-4; 2Tim. 2:8-13: Luk. 17:11-19

DISEMBUHKAN BERKAT IMAN


“Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Luk. 17:19)

Dalam Kisah Naaman dan Nabi Elisa dalam bacaan pertama hari ini kita
bisa belajar bahwa sikap manusia beriman yang ditunjukkan oleh Elisa adalah
menjauhi keserakahan. Ketika Naaman sembuh atas bantuan Nabi Elisa,
Naaman menawarkan berbagai macam hadiah kepada Nabi Elisa, tetapi ditolak
mentah-mentah oleh Nabi Elisa. Sebab Elisa sadar betul semua yang terjadi
adalah kasih karunia Allah, dirinya hanyalah abdi Allah, maka ia tidak berhak
memperoleh aneka ganjaran yang ditawarkan.
Dalam menghayati dan mewujudkan cita-cita di hari pangan ini, sebagai
orang beriman kita pun diajak untuk mempunyai sikap iman yang sama
terhadap aneka makanan dan minuman yang ada di sekitar kita, yaitu menolak
untuk bersikap serakah. Serakah hanya akan menjadikan manusia mahluk-
mahluk yang rakus, tidak pernah puas dan selalu mencari apa yang
sebenarnya tidak ia butuhkan. Keserakahan manusia terhadap pangan inilah
yang menyebabkan ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat lebar dalam
masyarakat.
Sikap syukur yang ditunjukkan oleh satu orang kusta yang disembuhkan
Yesus, adalah salah satu penawar bagi kecenderungan manusia dari sikap
keserakahan. Syukuri apa yang kita punya, gunakan dengan bijak sambil
memperhatikan kebutuhan orang-orang di sekitar kita.
Pertanyaan reflektif:
Sudahkah Anda bersyukur dengan anugerah Tuhan dalam hidup Anda?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, kami bersyukur atas segala berkat
Tuhan dalam hidup keluarga kami. Bantulah
kami agar bisa mengendalikan hasrat untuk
mengkonsumsi lebih dari yang kami
butuhkan. Berkatilah kami agar menjadi
sarana untuk menyalurkan berkatMu bagi
sesama kami. Amin.
(P. Josep Ferry Susanto, Pr)

19
Senin, 14 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 1:1-7; Mzm. 98:1, 2-3ab, 3cd-4; Luk. 11:29-32

KEADILAN TUHAN
Lalu Allah memberikati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari
itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibaut-Nya itu
(Mzm. 98:1)

Mazmur 98 menyuarakan suara keadilan Tuhan kepada seluruh bangsa,


di mana Tuhan telah menunjukkan keadilanNya di hadapan segala bangsa,
supaya segala ujung bumi melihat keselamatanNya. Pada saat itu seluruh bumi
akan bersorak-sorai, bergembira dan bermazmur. Situasi ideal seperti ini
adalah perjuangan setiap orang beriman, yaitu mewujudkan tata masyarakat
yang adil, jangan sampai ada anggota dalam masyarakat yang kelaparan
karena kesulitan makanan sementara di tempat lain segelintir orang mati
kekenyangan atau kena aneka penyakit yang disebabkan terlalu banyak makan
makanan yang tidak sehat seperti junk food, makanan kaleng, atau minum
minuman bersoda.
Situasi yang dihadapi oleh pemazmur sebenarnya adalah situasi yang
tidak mudah, di mana di masyarakat kala itu juga terjadi ketidakadilan, di mana
yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Di sini kita jadi berpikir,
apakah masalah ketidakadilan adalah masalah abadi bagi seluruh umat
manusia? Apakah tidak mungkin bagi manusia mewujudkan keadilan di muka
bumi ini? Pikiran ini menggoda manusia untuk menyerah untuk berjuang karena
merasa akan sia-sia. Tetapi sebenarnya, kalau tidak ada tindakan nyata dari
pihak kita, ketidakadilan itu semakin parah. Kelaparan, kemiskinan,
kesenjangan sosial, sakit penyakit adalah panggilan manusia beriman untuk
bertindak, mulai dari hal-hal yang sederhana. Kita harus bertindak, tidak
merasa nyaman di atas keadaan kita sendiri, tetapi ikut resah, prihatin dan
bertindak ketika ketidakadilan ada di sekitar kita.

Pertanyaan reflektif
Apakah kita sudah bertindak adil?

Marilah berdoa
Ya Allah, Engkau adalah Allah yang adil. Bimbinglah kami agar bisa berlaku adil
terhadap sesama kami. Amin (P. Josep Ferry Susanto, Pr)

20
Selasa, 15 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 1:16-25; Mzm 19:2-3, 4-5; Luk. 11:37-41

SEMANGAT PEMBARUAN SANTA THERESIA


“.. kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan, kamu membersihkan bagian
luar cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan
kejahatan” (Luk. 11:39)

Biara sering disebut-sebut sebagai tempat ketenangan dan


peristirahatan. Tetapi itu tidak berarti bahwa segalanya berjalan serba lancar
dan tenang, bahwa perubahan-perubahan bisa saja terjadi di situ. Penyesuaian
dan penyegaran selalu di perlukan juga. Santa Teresia dari Avilla, seorang
biarawati karmel, tahu bahwa Biara Karmel memerlukan pembaharuan. Mula-
mula ada yang menentang, sampai diketahui bahwa bukan nafsu
pembaharuan, melainkan rasa religius mendalamlah yang menjadi alasanya;
pun pula suatu keprihatinan akan hidup Bersama. Santa Teresa dari Avilla
adalah pribadi yang gigih dalam memperjuangkan pertumbuhan dan
perkembangan iman para Suster dari kemunduran dan kemerosotan hidup
membiara. Ia melihat bahwa saat itu orang mudah ‘’berbuat dosa dan
kehilangan kemuliaan Allah’’.
Semangat pembaruan yang dilakukan Theresia sejalan dengan ajaran
Yesus. Kesucian bukanlah penampakan dari luar saja. Hidup yang suci
mengalir dari hati dan jiwa yang suci. Yesus tidak menyukai kemunafikan dan
kepalsuan. Yesus mengecam orang Farisi, yang hanya “…membersihkan
bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan
dan kejahatan.” Mari kita meneladan Santa Theresia dalam kehidupan beriman.

Pertanyaan reflektif
Dapatkah kita bersikap teladan seperti St.Teresa yang menjadi pembaharuan
bagi semua umat beriman sehari-hari?

Marilah berdoa
Tuhan Yesus semoga budi kami selalu di bimbing oleh ajarannya dan hati kami
di kobarkan oleh keinginan akan kesucian. Amin. (Vincentius Tanggal)

21
Rabu, 16 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 2, 1-11; Mzm. 62:2-3, 6-7, 9: Luk 11: 42-46

MENGABAIKAN KEADILAN DAN KASIH ALLAH


“Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar
persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tapi kamu
mengabaikan keadilan dan kasih Allah” (Luk 11:42)
Bacaan Injil hari ini berisi kecaman Yesus terhadap sikap dan cara hidup
keagamaan orang Farisi dan ahli Taurat. Orang Farisi dan ahli Taurat adalah
orang yang tekun membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis
sayuran. Mereka hanya memperhatikan aturan-aturan yang tampak di depan
orang banyak, tetapi lupa menghayati perbuatan keadilan dan kasih. Mereka
tidak memiliki hati untuk peduli pada penderitaan sesama yang sangat
membutuhkan pertolongan. Bukankah perbuatan adil dan kasih itu merupakan
kewajiban setiap orang beragama, termasuk kewajiban kita juga?
Pada peringatan Hari Pangan Sedunia, yang tepatnya jatuh pada setiap
tanggal 16 Oktober (hari ini), secara khusus Gereja mengajak kita untuk
melakukan keadilan dan kasih Allah berkaitan dengan tema: MENCINTAI
PANGAN LOKAL: Ayo! Konsumsi Pangan Sehat, Segar dan Sejahtera. Ajakan
ini mengandaikan bahwa kita harus berani bertobat. Tobat dari kebiasaan
mengkonsumsi pangan yang serba instan, tidak sehat, dan hanya enak di
mulut, kembali menyukai dan membudayakan pangan lokal, seperti: tiwul,
gatot, nasi jagung, ubi, tales, dll. Mencintai dan menkonsumsi pangan lokal
perlu dijadikan habitus. Dimulai dari orangtua, dicontoh dan diikuti anak-anak,
dibiasakan dalam mengatur menu keluarga. Itulah ajakan pertama.
Ajakan ke dua, kita diminta untuk rela berbagi pangan kepada siapa pun
yang hidupnya miskin, kekurangan, dan menderita. Perintah Yesus: “Kamu
harus memberi mereka makan” (Mat 14:16) sangat tegas. Di sekitar tempat
tinggal atau di sekitar masyarakat masih banyak orang kelaparan. Bertindaklah
adil dan kasih kepada mereka tanpa membedakan suku agama dan ras.
Pertanyaan Reflektif:
Sudahkah aku berbuat adil dan kasih kepada sesama yang membutuhkan?
Marilah berdoa
Tuhan, jangan biarkan aku hanya peduli pada penampilan dan tingkah laku
luar, tetapi mampukan aku untuk bersikap adil dan penuh cinta kasih terhadap
sesama dalam setiap situasi hidupku. Bunda Maria, sampaikanlah permohonan
ini kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Amin. (A. Widyahadi Seputra)

22
Kamis, 17 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 3:21-30; Mzm. 130:1-2,3-4b, 4c-6 Luk. 11:47-54

PEWARTA KABAR BAIK BUKAN CALO SURGA

“Celakalah kami, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci
pengetahuan, kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha
untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.” (Luk 1152).

“Jogja… Jogja…. Semarang… Semarang!” Teriakan ini masih terngiang


jelas di telinga jika mengingat terminal Pulogadung di zaman tahun 90 an. Pada
saat terminal bus Pulogadung masih menjadi terminal bus antar kota antar
propinsi, di terminal itu ada banyak sekali calo. Mereka menunggu di pintu
masuk terminal, di tempat loket pembelian karcis. Kadang-kadang sikap
mereka sedikit menjengkelkan bahkan membuat takut karena mereka sedikit
memaksa. Perbedaan calo dan kondektur adalah bahwa calo tetap tinggal di
terminal itu kendati bus yang mereka tawarkan sudah beranjak pergi.

Barangkali gambaran calo itu sedikit bisa membantu mengapa Yesus


berkata kepada ahli-ahli Taurat, “Celakalah kami, hai ahli-ahli Taurat, sebab
kamu telah mengambil kunci pengetahuan, kamu sendiri tidak masuk ke dalam
dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.” (Luk
1152).

Sebagai orang yang telah dibaptis, kita dipanggil untuk mewartakan


kabar Gembira bahwa Allah hadir menyelamatkan manusia dalam diri Yesus.
Untuk bisa diselamatkan, orang harus beriman kepada Yesus dan berusaha
untuk melaksanakan ajaran Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa
melaksanakan dalam kehidupannya, seorang murid Yesus ibarat calo. Dia
berteriak tentang surga tapi dirinya tidak ikut menuju surga.

Pertanyaan reflektif:
Apakah aku berusaha mengamalkan sabda Tuhan dalam hidupku?

Marilah berdoa
Ya Tuhan, terima kasih karena Yesus mengajarkan agar kami membantu orang
lain untuk beriman kepada-Mu. Ajarilah kami agar kami pun menghayati sabda
Mu dalam hidup kami. Amin (Julio Ventino)

23
Jumat , 18 Oktober 2019
Pesta Santo Lukas
2Tim. 4::10-17b; Mzm. 145: 10-11, 12-13ab, 17-18; Luk. 10:1- 9

PEWARTA KABAR GEMBIRA


Aku mengutus kamu sepertianak domba ke tengah tengah serigala.” (Luk 10:3)

Harian ternama di negeri ini di pertengahan 2019 pernah memberikan


paparan dan survey terkait dengan tingginya kadar radikalisme di kalangan
mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri. Para mahasiswa ini disinyalir bahkan
terpapar dengan ideologi radikal hingga lebih dari 60% sangat tidak setuju jika
organisasi mahasiswa PTN, rektor atau bahkan para pejabat di Kampus
mereka dipimpin oleh warga negara Indonesia yang berkeyakinan berbeda
dengan mereka.
Hari ini Yesus mengajak kita untuk tak henti hentinya senantiasa menjadi
pewarta khabar gembira. Para murid diutus untuk mewartakan Kerajaan Allah.
Dalam mewartakan khabar gembira, Yesus meminta para murid untuk bertahan
dalam kesulitan dan cobaan yang mereka temui. Yesus memohon para murid
untuk tetap mengandalkan penyelenggaraan illahi. Melalui perkataan dan
perbuatan, mereka senantiasa diingatkan untuk memberi khabar gembira,
kabar suka cita Injil.

Jika ini pilihan kita maka pertanyaan di atas menjadi tidak relevan. Sikap
pengikut Kristus di tengah radikalitas ajaran kebencian dan permusuhan,
hendaknya tetap disikapi dengan tak henti hentinya mewartakan kabar suka
cita dengan cara kasih, damai dan manusiawi.

Pertanyaan reflektif:
1. Pernahkah aku membaca, memahami atau bahkan bertemu dengan
kelompok kelompok radikal di negeri kita ini? Bagaimana perasaanmu?
Bagaimana sikapmu?
2. Menurutmu apakah cara kita mewartakan kabar suka cita sudah sungguh
diterima oleh masyarakat lain di sekitar kita? Mengapa?

Marilah berdoa
Ya Bapa yang penuh kasih, Engkau mengutus kami para pengikutMu untuk
senantiasa tak henti hentinya mewartakan Kerajaan Allah. Kini ajarlah kami
untuk senantiasa peduli kepada masyarakat di sekitar kami dan bertahan dalam
setiap kesulitan yang kami hadapi dalam mewartakan kabar sukacitaMu. Doa
ini kami panjatkan demi Kristus Tuhan dan pengantara kami, kini dan
sepanjang segala masa. Amin. (P. H. Sridanto Aribowo, Pr)
24
Sabtu, 19 Oktober 2019
Hari Biasa
Rom.4:13.16-18 ; Mzm.105:6-9.42-43 ; Luk.12:8-12

MENJADI SAKSI KRISTUS


“Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia,
Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah.”
(Luk.12:8)

Pada suatu ketika saat Aga dan teman-temannya memesan beberapa


menu untuk makan siang di suatu restoran yang sedang ramai pengunjung.
Sambil menunggu pesanan datang, mereka ngobrol dan melihat beberapa
pengunjung yang sudah menyantap makanan yang baru di sajikan. Aga
memperhatikan beberapa orang itu yang yang sedang makan di sana. Ada
yang langsung foto makanan itu kemudian langsung menyantapnya, tetapi tak
melihat mereka berdoa sebelum makan. Lalu datanglah pelayan ke meja Aga
membawa makanan pesanan. Aga mengajak para temannya membuat tanda
salib dan berdoa dahulu sebelum makan.
Aga memahami sabda Tuhan: “Aku berkata kepadamu: Setiap orang
yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia
di depan malaikat-malaikat Allah” (Luk.12:8). Dan sabda itu telah menjadi
miliknya untuk bersaksi tentang Tuhan di manapun berada.
Tanda salib, tak sekedar tanda yang tampak, namun juga tanda batiniah
yang dihayati secara lahiriah. Tanda kebanggaan karena memiliki Tuhan Yesus
yang begitu mencintai kita sehabis-habisnya hingga wafat di Salib. Bentuk-
bentuk pengurbanan, cinta kasih dan kesetiaan yang buat kita tanpa rasa malu
dan ragu juga menjadi ‘tanda salib’, dan sekaligus menjadi saksi akan kebaikan
dan cinta Tuhan.

Pertanyaan reflektif
Maukah kita menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada?

Marilah berdoa
Ya Tuhan jadikanlah kami saksi Mu atas setiap kebaikan Mu, biarlah kasih Mu
terlihat dalam setiap perbuatan dan tingkah laku kami dan namaMu selalu di
Muliakan. Amin. (Agatha)

25
Minggu, 20 Oktober 2019
Hari Minggu Biasa XXIX
Kel. 17:8-13; Mzm. 121:1-2, 3-4, 5-6, 7-8; 2Tim. 3:14-4:2; Luk. 18 : 9-14

BELAJAR DARI APA YANG DIKATAKAN


"aku berpuasa dua kali seminggu,
aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku" (Luk 18:12).

Hari ini Tuhan Yesus kembali mengingatkan kepada kita tentang cara
masuk kerajaan Allah dengan sikap rendah hati dan murah hati. Dalam kisah
ini, Yesus memberikan contoh tentang orang Farisi yang meninggikan dirinya
dengan cara merendahkan orang lain yakni pemungut cukai. Cara orang Farasi
yang menganggap dirinya paling benar dan memandang rendah semua orang
lain inilah yang kemudian di kritik oleh Yesus.
Tentang apa yang dikatakan oleh orang Farisi bahwa “aku berpuasa dua
kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”
tampaknya bisa menjadi inspirasi bagi cara hidup kita agar semakin rendah
hati dan murah hati. Berpuasa adalah bentuk latihan rohani melalui olah fisik.
Secara fisik kita berupaya mengendalikan asupan makanan dengan cara
memilih makanan tertentu untuk tidak dimakan atau sama sekali tidak makan
pada rentang waktu tertentu. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk berani
memilih makanan yang segar dan sehat untuk agar tubuh kita menjadi semakin
sehat dan sejahtera.
Dalam kesempatan puasa ini pula, secara rohani kita bisa belajar
membangun pribadi agar menjadi pribadi yang tenang, penuh syukur, penuh
hikmat, dan rendah hati. Puasa secara sosial juga merupakan bentuk belarasa
bagi sesama, apabila kita berbagi "hak atas makanan itu" (atau dalam bentuk
yang lain, misalnya derma) kepada yang mereka yang lemah, miskin, tersingkir,
menjadi korban ketidakadilan, dan penyandang disabilitas.
Pertanyaan Reflektif :
Apakah saya sudah memilih makanan sehat dan segar sehingga tubuh saya
semakin sehat untuk peduli kepada sesama yang menderita?
Marilah berdoa
Ya Allah, kami bersyukur atas anugurah kehidupan yang telah kami terima.
Bimbinglah kami untuk semakin memahami kehendak-Mu. Tuntuntlah kami
dengan Roh-Mu yang Kudus agar kami semakin berani berjuang menjadi
pribadi yang rendah hati dan murah hati terhadap kehidupan yang terjadi
disekitar kami. Amin (Yono Hascaryo Putro)

26
Senin, 21 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 4:20-25 MT Luk. 1:69-70, 71-72, 73-75; Luk. 12:13-21
PERBEDAAN KEHIDUPAN
“ Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan
aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya
segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada
jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun
lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!”(Luk.
12:18-19)
Albert dan Bony adalah dua orang yang berbeda soal makan. Albert
amat suka makan makanan di restoran fast food atau cepat saji, sedangkan
Bony lebih memilih makanan sehat yang dimasaknya di rumah menggunakan
bahan sayur mayur alam bergizi. Albert punya alasan, fast food praktis dan
cepat disajikan, dan mudah untuk di delivery melalui aplikasi online. Albert tidak
berpikir jauh soal akibat seringnya makan fast food dan kurangnya
mengkonsumsi sayuran fisik dapat mengakibatkan tubuh kurang kuat.
Kebiasaan Albert menjelma menjadi kelekatan yang susah berubah. Ini seperti
kisah orang kaya yang terus menerus menumpuk harta sampai menjelang
kematiannya. Hidupnya merasa nyaman dalam topangan harta benda.
Kelekatan terhadap makanan tertentu, harta benda, atau apapun tidak
cocok dengan cara hidup yang dikehendaki Yesus. Yesus menghendaki sikap
lepas bebas. Dengan sikap lepas bebas, kapanpun benda-benda itu diambil
kita tidak terlalu sedih berkepanjangan, kapan pun kita harus berpindah tempat
tidak direpotkan dengan membawa benda-benda karena benda-benda itu bisa
saja dijual atau diberikan orang lain. Dengan sikap lepas bebas kapan pun
Tuhan memanggil kita sudah siap.

Pertanyaan Reflektif
Sudahkah kita bersikap lepas bebas terhadap kebiasaan-kebiasan yang kurang
produktif, terhadap benda-benda yang menghalangi pelayanan kita?
Marilah Berdoa
Terimakasih Tuhan atas makanan local, sayur-buah yang berlimpah, mudah
kami dapatkan dan kami konsumsi setiap hari, sehingga tubuh kami sehat dan
terhindar penyakit serta kuman yang mencemari dari makanan kami. Kiranya
berkati pula orang-orang yang telah bersusah payah menanam dan memelihara
sayur-buah itu dengan segala berkat yang mereka butuhkan. Amin. (Fidelis
Sinar Rahayu)
27
Selasa, 22 September 2019
Hari Biasa
Rm. 5:12, 15b, 17-19, 20b-21; Mzm. 40:7-8a, 8b-9, 10,17; Luk . 12:35-38

SIAPA YANG BERBAHAGIA


“Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan
mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka “ (Luk.
12:38)

Seorang pelajar tahu kapan jadual ujian sekolahnya. Maka ia harus


belajar agar nilai ujiannya bagus. Seorang calon ibu muda yang sedang
hamil, berkonsultasi pada dokter atau bidang untuk mengetahui kapan calon
bayinya akan lahir. Maka ia mempersiapkan segala sesuatu agar kelahiran
anaknya dapat berlangsung dengan aman, dan nyaman. Dalam hidup kita
ada perkara-perkara yang sudah diketahui waktu dan tempat akan
terjadinya. Dengan mengetahui, kita mudah untuk mengatur persiapannya.
Namun jika kita tidak tahu kapan perkara-perkara itu akan terjadi dan
dimana tempat kejadiannya, apa yang akan kita lakukan.
Inilah yang dilakukan oleh seorang Ibu yang divonis sakit kanker
stadium empat. Dokter mengatakan, harapan hidup tinggal beberapa saat
lagi. Bukannya bersedih dengan keadaannya. Ibu selalu bergembira dan
kebiasaan berdoanya tidak berubah.
Yesus mengatakan, Kerajaan Surga sudah dekat. Namun sulit
diramalkan kapan akan terjadi. Yesus tidak memberi tahu kapan akan terjadi.
Dalam perkara inilah sikap waspada dan berjaga-jaga dibutuhkan. Sikap
yang cocok sebagai cara berjaga-jaga dan waspada adalah pertobatan.
Dengan sikap tobat ini, kita berharap diperhitungkan Tuhan sebagai orang
yang layak untuk masuk dalam Kerajaan Surga. Secara Berbahagialah
orang yang selalu berjaga dan berwaspada, mereka yang selalu menjaga
hati dengan sikap tobat karena mereka akan masuk dalam Kerajaan Surga.

Pertanyaan reflektif: sudah kita memelihara sikap pertobatan?

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, Engkau mewartakan Kerajaan Allah sudah dekat. Tuhan
menyerukan pertobatan agar orang layak masuk dalam Kerajaan Allah.
Bantulah kami agar selalu memelihara sikap bertobat. Amin. (Marcus L.
Supama)

28
Rabu, 23 Oktober 2019
Hari Biasa
Rom. 6:12-18; Mzm.124:1-8; Luk. 12:39-48

KERAJAAN ALLAH ADA DI HATI KITA

“Dan barang siapa dipercaya banyak,


lebih banyak lagi yang dituntut daripadanya” (Luk. 12:48)

Dalam berita di salah satu stasiun TV pagi diinformasikan bahwa


demonstran di depan gedung DPR menjebol pagar tol. Kebetulan rute
perjalanan saya melewati depan DPR itu. Terpikir bahwa pasti jalanan menjadi
macet. Oleh karena perkiraan itu, saya memilih berangkat dari rumah lebih pagi
dari biasanya dan memilih rute yang lain

Inti dari kisah pendek di atas adalah soal kita berjaga-jaga. Kita tahu
kondisi apa yang bakal terjadi dan berusaha mencari cara dan strategi supaya
hambatan yang ada tidak menjadi penghalang.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengharapkan agar kita juga bersikap
waspada. Karena waspada kita berjaga-jaga. Sikap berjaga-jaga ini dikaitkan
dengan datangnya Kerajaan Surga. Kerajaan Surga tiba bersamaan dengan
penghakiman terakhir dimana kita tidak tahu waktu datangnya.

Sebagai orang beriman, kita percaya bahwa surga itu ada. Pada
saatnya, kita dipanggil untuk memasukinya. Namun, kapan waktunya kita tidak
tahu persis. Yang bisa kita lakukan adalah waspada dan berjaga-jaga.

Pertanyaan Reflektif
Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menghadap Bapa, kapanpun?

Marilah berdoa
“Doa Bapa Kami” (Johanes Ch. Bala)

29
Kamis 24 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 6:19-23; Mzm. 1:1-2, 3, 4, 6; Luk. 12: 49-53

DAMAI DAN PERTENTANGAN

“Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi?
Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan”
(Luk 12 : 51)

Sungguh kaget kita mendengar Injil hari ini. Kristus yang kita kenal
sebagai “Raja Damai”, kok justru tampil keras. Kristus yang kita kenal sebagai
“Jalan, Kebenaran dan Hidup”, kali ini tampaknya menegasi hal itu dengan
kata2nya yang cukup keras. Kristus yang dimana-mana mewartakan “Kasih”,
kali ini jauh dari apa yang biasa dan selalu diteladankanNya. Kita terperanjat
mendengar kata2Nya ini, “Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk
membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai,
melainkan pertentangan.”

Benar bahwa di satu sisi ajaran Yesus mendatangkan damai bagi


mereka yang percaya kepadaNya, namun sekaligus ajaran yang disampaikan
oleh Yesus membawa kebencian bagi mereka yang tidak sepakat dan iri hati.
Dari Injil kita juga mengenal bahwa Yesus mempunyai banyak musuh seperti
orang2 Saduki, orang2 Farisi dan Ahli2 Taurat / Ahli Kitab yang sering
menentang dan mengritik ajaran2Nya. Dengan demikian pewartaan ajaran
Kristus dan kebenaran2nya mendatangkan kebaikan tetapi sekaligus
mendatangkan kebencian, perlawanan, perpecahan, dosa dan bahkan juga
penganiayaan!

Tersebutlah di Nagasaki, dimana penulis pernah datang berziarah ke


sana, pada masa kekuasaan Daimyo Toyotomi Hideyoshi, tepatnya 5 Februari
1597, terjadilah penganiayaan terhadap 24 imam yang ditangkap di Kyoto dan
kemudian digelandang ke Nagasaki. Di tambah dua orang jemaat yang
bergabung di perjalanan, mereka ber 26, disalibkan di sebuah bukit di
Nishizaka. Tentu saja berita kemartiran ini sungguh mengejutkan dunia.
Diantara ke 26 martir tersebut termasuk Bruder Paulus Miki, John Goto dan
Diego Kisai yang telah bergabung dengan Ordo Serikat Yesus. Daftar para
martir masih berlanjut, bagaikan seorang umat beriman yang sedang
mendaraskan sebuah litani, antara tahun 1617 – 1632, tak kurang 204 martir
Jepang dibunuh di Nagasaki. Cara pembunuhan terhadap para martir tersebut
dilakukan dengan berbagai cara, para umumnya dipenggal, digantung, dibakar
hidup2 dan ada yang dimasukkan ke dalam air sulfur panas dengan suhu
sekitar 180 derajat celsius. Para Imam yang menjadi martir adalah dari ordo
30
yang berkarya di tanah misi Jepang saat itu seperti OP (Ordo Predicatorum), SJ
(Serikat Jesus), OFM (Fransiskan) dan OSA (Ordo Santo Agustinus). Demikian
kebaikan yang ditaburkan oleh Para Martir dengan pewartaan dan teladannya,
justru mendatangkan perlawanan, kebencian dan dosa bagi penguasa saat itu.
Hal seperti ini terjadi juga di Korea yang menimpa Romo Andreas Kim Tae Gon
(1821 – 1846) dan Paulus Chong Hasang (1795 – 1939) di masa kehidupan
mereka. Mereka harus menjemput kemartirannya karena mengimani agama
Kristen Katolik yang waktu itu dilarang oleh Pemerintah Korea.

Dari contoh di atas, jelaslah apa yang kita dengar dari Injil hari ini. Bagi
orang yang percaya dan beriman kepada Yesus, ajarannya membawa damai
dan sukacita, namun sebaliknya, bagi para pembenci, ajarannya mendatangkan
pertentangan, perpecahan, dosa, perlawanan dan bahkan penganiayaan.

Pertanyaan reflektif :
1. Apakah aku percaya dan mengimani sabda2 Tuhan yang aku baca dan
dengarkan lewat Kitab Suci ?
2. Apakah aku menjadi pendengar dan pelaku firman yang taat ataukah hanya
setengah-setengah saja / suam2 kuku ?
3. Apakah kehadiranku di tengah keluarga dan masyarakat membawa damai
dan sukacita atau justru membawa perpecahan dan kebencian ?
4. Hal-hal kongkrit apa sajakah yang bisa aku lakukan di tengah keluarga dan
masyarakat, agar terwujud keluarga yang rukun dan damai serta masyarakat
yang menghargai perbedaan dan bertoleransi demi perdamaian yang lebih
langgeng ?

Marilah kita berdoa:


Ya Tuhan, Allah kami, jadikanlah kami pembawa damai, seperti diajarkan oleh
Santo Fransiskus dari Assisi melalui doanya, “Tuhan jadikanlah aku pembawa
damai”, (Puji Syukur 221). Sering kami lebih mengedepankan ego dan
kepentingan kami sendiri dibandingkan dengan kepentingan bersama di tengah
keluarga atau pun masyarakat. Jauhkan kami dari sikap mementingkan diri
sendiri, egoisme yang tidak perlu, yang justru akan membuat perpecahan
bahkan pertikaian diantara kami sendiri. Ampunilah segenap kekurangan kami
ya Tuhan dan jadikanlah kami alat di tanganmu untuk membawa perdamaian
bagi sesama makhluk ciptaan Tuhan, dimana pun kami berada. Amin.
(Fransiscus Asmi Arijanto)

31
Jumat, 25 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm 7:18-25a; Mzm 119:66.68.76.77,93, 94; Luk 12: 54-59

KEYAKINAN YANG TEGUH


“Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: akan
datang hujan dan hal itu memang terjadi ”(Luk. 12: 54)
Ada seorang penjual tempe bosok (busuk), Mbok Darmi panggilannya. Ia
tinggal di Gang Laler, Jalan Haji Ung, Jakarta Pusat. Perempuan renta yang
sudah termakan usia masih setia menjual tempe bosok di Pasar Bendungan
Jago, Kemayoran. Ia berjualan dari jam 5 pagi sampai 12 siang, ia menjajakan
barang dagangnya sambil menguyam sirih di mulutnya. Ada pula Bapak Abdul
memiliki keterbatasan bicara masih tetap berjualan koran di pertigaan jalan
Pasar itu. Nyaris tidak terdengar suara dari mulut yang mulai tertutupi oleh
kumis tebal nan putih itu, saat menjajakan koran. Mereka yang hendak membeli
koran, menghampiri bapak Abdul lalu memberikan uang sesuai harga koran.
Secara umum kegiatan Mbok Darmi dan Bapak Abdul, serasa sia-sia belaka
karena dengan daya dan upaya. Mereka kalah bersaing dengan penjual yang
masih muda dan memiliki tenaga kuat.
Setiap orang pada umumnya ingin hidupnya lancar dan tidak mengalami
berbagai kesulitan kehidupan. Termasuk Mbok Darmi dan Bapak Abdul ini.
Mereka dan sedemikian rupa orang berusaha agar hidupnya mengalami sehat,
memperoleh rejeki dan kebahagiaan. Namun jalan kehidupan tidak selalu baik
dan lancar adanya. Ada beberapa kejadian mengajak tiap orang memiliki
keyakinan akan suatu nilai dan iman yang patut diperjuangkan, sanggupkah?
Injil hari ini mengingatkan “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah
barat, segera kamu berkata: akan datang hujan dan hal itu memang terjadi ”.
Perkataan Yesus ini menjadi tanda bahwa Kasih Allah hadir ditengah-tengah
mereka yang memiliki keyakinan teguh. Keyakinan teguh ini pula yang mau
diperlihatkan Mbok Darmi dan Bapak Abdul bahwa memiliki keyakinan yang
teguh tidak akan sia-sia karena ada harapan. Melalui keyakinan yang teguh,
membawa umat beriman menjalankan kehidupan sehari-hari dengan gembira
serta mengalami kasih Allah.
Pengikut Kristus terpanggil untuk memiliki keyakinan yang teguh akan
kasih Allah yang senantiasa menyertai di tengah-tengah kehidupan ini. Melalui
kehadiran kita, setiap orang yang berada di sekeliling merasakan kehangatan
dan kedamaian jiwa.

32
Pertanyaan Reflektif
Sudahkah kita memiliki hati yang teguh bahwa Tuhan menyertai dalam
kehidupan sehari-hari ditengah-tengah masyarakat ?

Marilah berdoa
Allah Bapa yang Maharahim, terimakasih atas segala rahmat yang boleh kami
terima hingga saat ini. Semoga kehadiran kami ditengah-tengah masyarakat
dapat membawa damai. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami, yang hidup
dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin (Daniel Baka)

Penjual Tempe Bosok

33
Sabtu, 26 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 8:1-11; Mzm. 24:1-2, 3-4ab, 5-6; Luk. 13: 1-9

MAKAN SECARA BIJAKSANA


"Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa'' (Luk 13:5).

Kita sudah sering mendengar kabar tentang membanjirnya limbah sisa


makanan di masa ini. Mari kita lihat data yang dipublikasikan oleh
katadata.co.id pada 2016 tentang MAKANAN PENYUMBANG SAMPAH DI
JAKARTA. Pada data itu disebutkan total sampah menurut dinas kebersihan
provinsi DKI perhari 7.500 Ton setara dengan 2.737.500 Ton/tahun. Dari
jumlah itu diperkirakan sekitar 54% adalah sampah organik; termasuk
didalamnya adalah sisa makanan.
Sementara itu, wawancaranya kepada media bertepatan Hari Pangan
Sedunia 2016, Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO), Mark Smulders
mengatakan, di Indonesia sampah makanan mencapai 13 juta ton setiap
tahunnya. FAO juga menyebutkan bahwa sepertiga dari produksi makanan di
dunia yang layak untuk dikonsumsi, atau setara dengan 1,3 triliun ton justru
terbuang sia-sia setiap tahunnya. Jumlah yang dapat dikonsumsi oleh sekitar
tiga triliun orang
Siapa pelaku yang menyebabkan makanan layak dikonsumsi itu
terbuang percuma sebanyak itu ? Syukur kalau dari kita sudah tidak ada lagi
yang terlibat membuang makanan layak. Namun kalau dari kita masih ada yang
memiliki kebiasaan membuang makanan yang layak, kini saatnya kita bertobat.
Yesus menghendaki sikap tobat. Bertobat adalah proses perubahan dari
cara hidup lama yang melawan kehendak Tuhan menuju hidup baru yang
menjalankan kehendaNya. Proses ini membutuhkan kekuatan niat dari kita
(inisiatif manusia) dan atas rahmat kerahiman Bapa yang penuh belas kasihan
(Berkat dari Tuhan). Pertobatan pribadi bisa berdampak (berbuah) positif pada
kehidupan sosial. Misalnya pertobatan tentang cara kita mengkonsumsi
makanan. Kita bisa makan secara bijaksana yakni mempersiapkan
secukupnya, mengambil secukupnya tanpa sisa, dan syukur kalau kita secara
teratur mau membagikan kepada mereka yang lebih lemah, miskin, terlantar,
kaum disabilitas, dan korban ketidakadilan.
Pertanyaan reflektif:
 Apakah sudah memilih cara makan secara bijaksana : menyiapkan
secukupnya secukupnya dan menghabiskan makanan yang sudah diambil
dalam porsi makan?

34
 Apakah saya sudah memilki kebiasaaan untuk berbagi makanan: terlebih
berbagi kepada meraka yang lemah, miskin, dan membutuhkan bantuan ?

Marilah berdoa
Allah yang Maharahim. Puji dan syukur atas rahmat hidup baru yang selalu
Engkau perbaharui dalam hidup kami. Bimbinglah kami dalam upaya untuk
semakin mengenal Engkau melalui sabdaMu. Bimbinglah kami agar bisa
berbuat adil bagi sesama melalui berbagai aktifitas hidup kami, termasuk
melalui cara kami makan atas rejeki yang Engkau limpahkan. Amin. (Yono
Hascaryo Putro)

35
Minggu, 27 Oktober 2019
Hari Minggu Biasa XXX
Sir 35:12-14, 16-18 Mzm 34:2-3, 17-18,19,23 2Tim. 4:6-8; Luk.18:9-14

RENDAH HATI ITU TERBUKA


“Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk.18:13).
Saya mengenal seorang ibu. Di pagi hari, ia berjualan sayur di rumahnya.
Sisa hari dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ia bekerja
keras karena ia adalah tulang punggung keluarga sejak suaminya sakit stroke
ringan. Dari ibu ini saya belajar apa artinya menerima beban hidup. Dalam
kerapuhan dan kelemahan tetap ada syukur. Dalam kesulitan yang dialami, ia
bisa menerima dan tidak membebankan kesulitan pada orang lain. Saya tahu
beliau bahkan tidak lulus SD. Tetapi beliau bijak dalam bertutur sapa. Bisa
mengendalikan emosi, menghindari konflik dengan orang lain, membicarakan
hal-hal yang baik dan tidak menggosip.
Sikap Ibu ini dengan mudah menggambarkan sikap rendah hati. Ia tidak
malu dengan kekurangannya. Ia juga tidak mencoba menutupi kekurangannya
dengan bersikap seolah-olah tidak memiliki kesulitan. Sikap seperti ini
memudahkan ia untuk memahami anugerah Tuhan dalam hidupnya sehingga ia
bisa bersyukur. Gambaran ibu ini sangat cocok dengan gambaran tentang
janda miskin yang sedang berdoa di Bait Allah. Ia tidak memegahkan diri di
hadapan Tuhan.
Bacaan hari ini memberi inspirasi betapa Tuhan berkenan kepada orang
yang jujur dan rendah hati. Ia mendengarkan doa-doa mereka. Sebaliknya
Tuhan membenci orang yang memamerkan kebaikan dirinya dan merendahkan
orang lain. Hal ini jelas terlihat dalam Lukas 18:9-14. Dalam bacaan ini, Yesus
menegur orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah
semua orang lain, dengan menceritakan sebuah perumpamaan.
Rendah hati adalah sikap yang selalu menuntun orang pada pertobatan.
Rendah hati berarti terbuka terhadap Tuhan dan sesama. Orang yang rendah
hatinya pasti hidupnya bahagia di dunia dan di surga.

Pertanyaan reflektif
Apakah aku rendah hati, terbuka terhadap Tuhan dan oran lain?

Marilah berdoa
Allah yang Maharahim, siramilah hatiku dengan sabda-Mu agar senantiasa
rendah hati, terbuka menerima sesama dengan sukacita. Amin. (Katarina)

36
Senin, 28 Oktober 2019
Pesta S. Simon dan S. Yudas
Ef 2: 19-22; Mzm. 19:2-3, 4-5; Luk 6: 12-19

SEHAT
“Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan
untuk disembuhkan dari penyakit mereka” (Luk. 6:18)

Sehat itu mahal. Sehat itu anugerah. Sehat itu membahagiakan. Maka
marilah berlomba untuk hidup sehat. Tidak mudah memang. Butuh kedisipinan
dan ketekunan. Disiplin untuk mengatur pola makan yang benar. Jenis
makanan juga pilih yang sehat. Disiplin minum air putih secara proporsional.
Disiplin berolah raga. Disiplin istirahat dan tidur cukup. Berawal dari disiplin,
dilakukan dengan penuh ketekunan niscaya buahnya hidup sehat. Diyakini
bahwa pangkal hidup sehat jiwa dan raga harus mulai dari diri sendiri. Ingat
pepatah: “Mens sana in corpore sano”. Jiwa sehat terdapat dalam tubuh
sehat.
Hidup sehat akan kita dapatkan selama kita berani taat dan disiplin
melakukan yang benar. Terlebih lagi kita memiliki Tuhan Yesus Sang sumber
Penyembuhan dan Pengampunan. “Mereka datang untuk mendengarkan Dia
dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka” (Luk 6:18). Meskipun kita telah
bersalah dan berdosa, Yesus tetap menerima kita asal kita dengan rendah hati
mau datang kepadaNya. Yesus selalu mempunyai kekuasaan yang tak terbatas
dan selalu diberikan kepada setiap orang yang memerlukan.
Pada masa HPS ini pun kita dipangil dan diutus Yesus untuk menjadi
duta-duta penyembuh dan penyehat. Panggilan ini dapat kita lakukan secara
tidak langsung atau langsung. Secara tidak langsung, kita dapat menyisihkan
dana dari belanja konsumsi harian untuk diserahkan ke Panitia HPS Paroki
atau ke Panitia HPS Sekolah. Selanjutnya Panitia akan menyetorkannya ke
Panitia HPS Keuskupan. Secara langsung, baik secara sendiri atau pun
bersama-sama, kita dapat melakukan berbagai gerakan aksi nyata HPS,
misalnya: menanam sayuran/buah organik di pot, beternak ayam atau ikan di
pekarangan, mengkonsumsi makanan/ minuman sehat organik, memberikan
solidaritas pangan/minuman sehat kepada orang miskin, lapar, tersisih,
menderita, dan hina. Tindakan nyata seperti ini sangat mulia, karena tidak
hanya sesuai dengan tema HPS tahun 2019 ini: ”MENCINTAI PANGAN
LOKAL: Ayo! Konsumsi Pangan Sehat, Segar dan Sejahtera”. Bahkan dengan
tegas Yesus menyerukan: ”............ Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang
paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).

37
Pertanyaan Reflektif:
Apakah aku sudah menjaga dan menghargai kesehatan jiwa dan badanku, agar
kemudian terpanggil untuk menolong sesama yang paling hina di sekitar
tempat tinggalku?
Marilah berdoa
Tuhan Yesus, sumber kesembuhan jiwa dan ragaku, bantulah aku dengan
perantaraan Bunda-Mu, Maria, agar aku dimampukan untuk terlibat dalam
karya penyembuhan jiwa dan raga saudara/i yang sangat memerlukan
pertolongan. Amin. (A. Widyahadi Seputra)

38
Selasa, 29 Oktober 2019
Hari biasa
Roma 8:18–25; Maz.126:1 6; Luk.13:18 -21

SUATU HAL YANG BESAR ITU SELALU DIMULAI DARI YANG KECIL
“Kerajaan Allah itu seumpama biji sesawi atau ragi.” (luk. 13:19)

Pak Prapto adalah seorang Presiden Direktur di perusahaan surat kabar


terkenal. Di suatu siang, Pak Prapto diantar sopirnya menuju suatu tempat
untuk melakukan suatu pertemuan dengan beberapa orang Direktur dan CEO.
Di sela-sela lalu lintas yang padat, sekilas ia melihat dari kaca mobilnya
seseorang di pinggir jalan yang sedang menjajakan koran dagangannya. Ia
memanggil penjaja Koran itu, dan membeli 1 eksemplar Koran. “Kembaliannya
untuk Adik saja” katanya. Bagi pak Prapto, penjaja koran yang dilihatnya itu
mengingatkan kembali perjalanan kariernya sebelum akhirnya dipercaya
menempati jabatannya sekarang.
Ia memulai dari seorang loper koran. Kemudian, berkat usaha dan
ketekunan serta kerja kerasnya, perlahan-lahan dia menjadi orang yang
dipercaya untuk melakukan berbagai macam pekerjaan. Dari kesetiaannya
dalam menjalankan hal-hal yang kecil dengan rasa tanggungjawab yang besar
menjadikan dia semakin lama diberikan kepercayaan yang lebih besar.
Refleksi pak Prapto tentang melakukan hal sepele dengan setia dan
tanggung jawab besar tidak bisa dilepaskan dari sukses dan prestasi yang
diraih. Dalam Injil hari ini Kerajaan Surga yang begitu agung, luas tak terbatas
dan tak terselami oleh akal manusia dijelaskan sebagai sesuatu yang
sederhana dan nyata: biji sesawi dan ragi. Biji sesawi dan ragi dalam
masyarakat Israel adalah benda yang akrab dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan perumpamaan ini, Yesus menegaskan surga bukanlah konsep teologi
yang abstrak, tetapi surga adalah kehidupan sehari-hari. Dimana kehadiran kita
berpengaruh positif dan membawa manfaat positif bagi orang lain, di situlah
surga ada.

Pertanyaan refleksi :
Apakah saat ini kita sudah selalu berusaha melakukan hal-hal yang tampaknya
kecil dan sederhana dengan sungguh-sungguh: pertama-tama buat Tuhan dan
sesama? Meskipun tidak ada yang melihatnya. Misalnya saja, membuang
sampah pada tempatnya; mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dan
sesama atas hal yang sudah diterimanya; menyapa satpam dan mengucapkan
terima kasih yang sudah membantu membersihkan tempat/ruangan, dsb.
39
Marilah berdoa,
Ya Tuhan Allah kami, kami berterima kasih kepada-Mu, karena kami Kau
ingatkan kembali agar kami selalu menghargai hal-hal yang kecil dan yang
tampaknya sangat sederhana atau bahkan kurang berarti bagi banyak orang.
Ajarilah kami untuk selalu memiliki sikap rendah hati; sikap mau menghargai
apa pun dan lebih-lebih siapun; terlebih yang sudah membantu kehidupan yang
lebih baik tanpa memandang rendah apalagi meremehkannya. Biarlah
pesanMu hari ini menjadi bagian akan kami hidupi setiap hari hingga
KerajaanMu menjadi nyata di dunia ini. Amin. (Ignatius Bambang)

Rabu, 30 Oktober 2019


Hari Biasa
Rm. 8:26-30; mzm. 13:4-5, 6; Luk. 13:22-30

RELASI AKRAB DENGAN ALLAH


“…Tuhan bukakan pintu bagi kami.” (Luk 13:25b)

Hubungan yang akrab dengan Allah menjadi tema dari Injil hari ini. Jika sekilas
membaca Injil hari ini, terkait perumpamaan tentang orang yang masuk melalui
pintu sempit itu kita punya bayangan bahwa Allah (yang digambarkan dalam
perumpamaan sebagai tuan rumah itu) sangat kejam. Tuan rumah kejam
karena tidak berkenan membuka pintu. Tuan rumah keras karena berteriak
dengan lantang: “Aku tidak tahu dari mana kalian datang! Enyahlah dari
40
hadapanKu!”. Apakah perumpamaan yang digambarkan Yesus memang mau
menunjukkan Allah yang kejam, keras, atau galak?
Jawabannya tidak. Perumpamaan ini tidak menggambarkan hal itu.
Perumpamaan ini hendak mengajak kita untuk mengenal Allah dan
pentingnya manusia menjalin relasi akrab dengan Dia. Siapapun pasti akan
diterima. Problemnya, apakah kita menjalin relasi dengan akrab dan serius.
Untuk bisa akrab maka perlu mengenal Allah dengan serius. Untuk serius maka
perlu tahu tantangan tantangannya. Jika itu dilalui maka kita semakin paham
Allah. Relasi kita semakin dekat. Ada pepatah tak kenal maka tak sayang.
Pewartaan Kerajaan Allah dan keputusan mengikuti Yesus itu tidak main
main. Tentu ada banyak rintangan. Rintangan itu semakin membawa kita
memahami relasi yang makin dekat dan akrab dengan Allah.
Untuk itu dibutuhkan kesetiaan dan ketekunan dalam proses menjadi muridNya.

Pertanyaan Reflektif:
1. Pernahkah aku mempunyai pengalaman kurang serius mengikuti jalan
Yesus?
2. Pernahkan aku mempunyai pengalaman serius mengikuti jalan Yesus?
Kapan dan dalam peristiwa apa?
3. Dalam proses itu, apakah aku merasa bahwa menjadi murid Yesus itu ada
begitu banyak tantangan? Apakah aku menikmati adanya relasi dekat ketika
berproses?

Marilah berdoa
Ya Bapa yang penuh kasih, kerapkali aku kurang serius dan cenderung main
main dalam menjalin relasi dengan Engkau. Curahkanlah roh ketekunan dan
kesetiaan, agar aku dapat bertahan dalam menjalankan perintahMu dan
mengikuti Engkau. Ajarlah aku ya Tuhan untuk menjadi muridMu yang sejati
demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin. (P. H. Sridanto Aribowo, Pr)

41
Kamis, 31 Oktober 2019
Hari Biasa
Rm. 8: 31b – 39; Mzm 109: 21–22, 26 – 27, 30 – 31; Luk. 13: 31 – 35

KEYAKINAN IMAN
“Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita” (Rm 8:31).

Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, terutama yang tertulis di Roma


8:31b – 39, ‘berjudul’ Keyakinan Iman. Ayat pertama sudah menegaskan hal ini:
“Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?”
Yakin berarti percaya terhadap apa yang diyakini. Keyakinan iman kita
kepada Allah tidak muncul pada saat kita bahagia, gembira. Namun sebaliknya,
keyakinan iman kita akan tampak saat kita berada pada masa sulit. Ayub
menjadi contoh terbaik perihal keyakinan iman.
Pada masa sulit itulah kita akan memegang apa yang kita yakini.
Tanpanya, hidup seakan tanpa makna dan kita akan menjalaninya dengan
bimbang. Namun jika kita meyakini iman kita, hidup akan terasa menantang
untuk dijalani dan tidak ada kata “putus asa”.
Allah tidak akan membiarkan kita terlantar dalam kesulitan. Mengapa?
Karena persis yang dikatakan oleh lirik sebuah lagu yang akrab di telinga kita:
“Burung pipit yang kecil, dikasihi Tuhan. Terlebih diriku dikasihi Tuhan.”
Pertanyaan reflektif:
Siapkah kita untuk menjalani segala situasi hidup dengan keyakinan iman?

Marilah berdoa:
Allah Bapa yang maha baik, engkau sudah menunjukkan betapa kasihMu tiada
batas. Yesus PuteraMu telah Kau korbankan demi kami. Namun kerap kami
lupa akan kasihMu, baik pada masa bahagia maupun saat masa sulit. Yesus
juga telah mengajarkan kepatuhan dan keyakinan terhadap perintahMu.
Ajarilah kami untuk selalu tak lupa meyakini iman kami dalam segala situasi.
Karena hanya padaMu lah kami memperoleh kekuatan untuk hidup. Amin.
(Teguh)

42

Anda mungkin juga menyukai