MAKALAH
MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidup pada
sektor pertanian, Indonesia memprioritaskan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam
pembangunan. Pembangunan sektor ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani
melalui peningkatan produksi dan pendapatan dalam usaha tani. Peningkatan produksi pertanian
diharapkan sejalan dengan peningkatan pendapatan petani yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian mempunyai kontribusi bagi
PDB nasional tahun 2012 sebesar 11,42 %. Capaian ini meningkat bila dibandingkan dengan
kontribusi sektor pertanian pada tahun 2011 yaitu sebesar 10,96 %. Produksi padi pada tahun 2012
mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 68.956.000 ton. (Kementerian Pertanian, 2013).
Secara umum sistem pertanian yang ada terdiri atas sistem pertanian tradisional, sistem
pertanian modern atau intensif dan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional
adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada.
Salah satu contoh dari sistem pertanian ini adalah sistem ladang berpindah. Sistem ini tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk.
Sistem pertanian modern diawali oleh program revolusi hijau yang mengusahakan pemuliaan
tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada.
Varietas tanaman yang dihasilkan merupakan varietas yang responsif terhadap pengairan dan
pemupukan, adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Gerakan ini
diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko pada
tahun 1950 dan padi di Filipina pada tahun 1960. Revolusi hijau menekankan pada tanaman
serealia yaitu padi, jagung, gandum, dan lain-lain.
Adanya revolusi hijau telah merubah kondisi pertanian yang ada di Indonesia. Perubahan yang
nyata adalah bergesernya praktik budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional
menjadi praktik budidaya yang modern yang dicirikan dengan tingginya pemakaian input dan
intensifnya eksploitasi lahan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
penanaman varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap penggunaan
pestisida dan herbisida. Berubahnya sistem pertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya kondisi
lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan
pupuk anorganik, pestisida, dan tindakan agronomi yang intensif dalam jangka panjang
(Departemen Pertanian, 2000).
Dampak negatif dari sistem pertanian modern dalam ekosistem pertanian antara lain terjadinya
degradasi lahan, residu pestisida dan resistensi hama penyakit, berkurangnya keanekaragaman
hayati, serta gangguan kesehatan petani akibat pengunaan pestisida dan bahan-bahan lain yang
mencemari lingkungan.
Adanya dampak negatif dari sistem pertanian modern menuntut adanya suatu sistem pertanian
yang dapat bertahan hingga generasi berikutnya dan tidak merusak alam. Dalam dalam dua dekade
terakhir telah mulai diupayakan metode alternatif dalam melakukan praktik pertanian yang dinilai
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environtmentally sound and sustainable agriculture).
Salah satu caranya adalah menggunakan konsep pertanian
berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2010). Menurut Agenda Riset Nasional 2010 – 2014 bidang
ketahanan pangan, sesuai dengan prioritas pembangunan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II,
maka pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan kemandirian
pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta
kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Pada periode 2010-2014 ditargetkan peningkatan
pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar
115-120 pada tahun 2014 (Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam aspek ketersediaan dan produksi pangan,
disamping banyak dipengaruhi oleh perubahan cepat pada lingkungan global dan perubahan iklim,
secara umum terjadi akibat adanya dua kecenderungan utama yaitu terus bertambahnya kebutuhan
pangan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian
karena tekanan penduduk sehingga terjadi konversi lahan untuk berbagai kepentingan lain.
Kondisi ini dipersulit pula oleh kenyataan bahwa minat SDM untuk menekuni bidang pertanian
semakin berkurang akibat rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usaha tani. Populasi
penduduk Indonesia pada 2025 diprediksikan mencapai 273,1 juta. Apabila laju pertumbuhan
penduduk setelah tahun 2025 rata-rata 1% per tahun (tahun 2008 masih 1,175%), maka pada tahun
2050 penduduk Indonesia akan lebih dari 340 juta jiwa. Konsekuensinya, produksi pangan
nasional perlu secara signifikan ditingkatkan agar kebutuhan domestik dapat dipenuhi. Apabila
konsumsi beras per kapita per tahun masih sekitar 139 kg, maka untuk bisa mandiri, Indonesia
harus mampu memproduksi beras 47,26 juta ton atau sekitar 75,62 ton gabah kering giling (GKG).
(Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Untuk meningkatkan produksi usahatani padi dengan tetap mempertahankan kelestarian
lingkungan, diperlukan inovasi teknologi berupa sistem pertanian berkelanjutan khususnya dalam
budidaya padi sawah. Keberhasilan penerapan inovasi teknologi kepada petani tidak hanya
bergantung pada penyuluh pertanian lapangan (PPL) tetapi juga ber antung kepada petani sebagai
penerima atau pelaksana dari inovasi teknolgi tersebut. Begitu pula dalam penerapan sistem
pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah, diduga tidak akan terlepas dari karakteristik
sosial ekonomi petani yang meliputi pengalaman bertani, pendidikan formal, pendidikan non
formal, pendapatan, kekosmopolitan dan status kepemilikan lahan.
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai
dari asiatenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan
dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan.
Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan dan pemburu, pertanian primitive, pertanian
tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan
pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Sektor ini juga menjadi salah satu komponen utama
dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertanian Indonesia di
masa lampau telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan
kemiskinan secara drastis sesuai dengan triple track tujuan pembangunan yang tertuang dalam
Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada
bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian..
Sejak dulu, kelompok masyarakat tradisional di seluruh dunia dan juga di Indonesia telah mempunyai suatu
bentuk pengetahuan lokal/tradisional tentang pengelolaan sumber daya alam. Pengetahuan yang biasa disebut
Pengetahuan Ekologi Tradisional (Traditional Ecological Knowledge) ini didapat dari akumulasi hasil pengamatan
pada kurun waktu yang lama dan diwariskan secara turun-temurun (Berkes et al., 2000).
Setiap kelompok masyarakat tradisional biasanya mempunyai aturan tata guna lahan tersendiri, namun umumnya
sama dalam beberapa prinsip dasar. Sebagai kelompok masyarakat yang telah hidup lama berdampingan dengan alam
sekitarnya, mereka menyadari pentingnya kelestarian alam. Perlindungan ini ternyata mempunyai arti penting bagi
ekosistem sekitarnya, karena hutan lindung ternyata berfungsi sebagai penjaga kekayaan sumber genetik (genepool),
sebagai habitat dari hewan liar, melindungi tanah dari erosi, untuk menjaga mikroklimat, pelindung dari angin dan
cahaya, produksi sumber humus, penyedia pestisida alami, penyedia makanan, dan lain sebagainya (Iskandar, 1999).
Demikian juga halnya pada kelompok masyarakat yang mempunyai sistem pertanian ladang berpindah (swidden
cultivation). Biarpun kelompok ini menjalankan sistem pertaniannya dengan membuka lahan hutan, namun bukan
berarti mereka sembarang menebang dan membabat hutan. Sistem pertanian ladang atau perladangan telah lama
dikenal masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai negara tropis di Asia, Amerika dan Afrika,
termasuk di negara Indonesia (Conclin, 1957; Grigg, 1980; Okigbo, 1984: dalam Iskandar, 1992).
Sistem pertanian ladang memiliki karakter khusus, yaitu menggarap lahan pertanian secara berpindah-pindah di
lahan hutan. Para peladang, menebang hutan untuk ditanami tanaman padi dan tanaman lainnya secara singkat 1-2
tahun, lalu lahan itu diistirahatkan atau diberakan dengan waktu cukup panjang, mulai 3 tahun sampai puluhan tahun
(Iskandar, 1992). Pada saat lahan diberakan, berlangsung proses suksesi alami menuju terbentuknya hutan sekunder.
Hutan sekunder tersebut dapat dibuka kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur pemanfaatan lahan untuk
pertanian dimulai kembali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung cukup lama, struktur
dan komposisi hutan sekunder tersebut akan mendekati struktur dan komposisi hutan primer. Namun ada juga data
yang menunjukkan bahwa jumlah total biomasa dari hutan sekunder membutuhkan waktu beratus-ratus tahun untuk
mencapai tingkat yang setara dengan hutan primer setelah ketersediaan kadar nutrien berkurang secara signifikan dan
siklus nutrisi serta mekanisme konservasi diganggu oleh siklus berulang dari sistem perladangan berpindah (Juo dan
Manu, 1996). Jadi dapat dikatakan bahwa sistem perladangan ini ‘sejalan’ dengan konsep suksesi dimana terjadi
proses perubahan komunitas secara bertahap pada lahan bekas ladang menuju suatu sistem yang stabil. Sistem yang
stabil di sini dapat dianalogikan dengan hutan primer atau hutan tua.
Selain itu, Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi
pembangunan pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Indonesia pada
umumnya, tidak terlepas dari rantai kemajuan yang telah dicapai sebagai akibat pelaksanaan sistem
pertanian modern. Program pembangunan pertanian selama lebih 40 tahun (Bimas, Intensifikasi,
INSUS) berhasil meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejateraan petani, serta martabat
bangsa.
Di satu sisi, revolusi hijau diakui bermanfaat bagi kehidupan manusia namun di sisi lain
terungkap bahwa sistem pertanian modern telah membawa konsekuensi-konsekuensi negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk buatan, pestisida serta praktek-praktek pertanian modern
lainnya yang dilakukan tidak bijak, ternyata memiliki andil besar terhadap kerusakan lingkungan.
Kerusakan yang terjadi antara lain dapat menyebabkan keracunan, penyakit dan kematian pada
tanamn, hewan dan manusia, menyebabkan kerusakan pada tanah, mengurangi persediaan sumber
daya alam (energi), mencemari lingkungan, selanjutnya bisa menimbulkan malapetaka.
Sehubungan dengan itu cara yang baik untuk mengatasi dampak negatif pertanian modern adalah
melalui sistem pertanian organik.
Sistem pertanian organik berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal, tanpa aplikasi
pupuk buatan dan pestisida kimiawi (kecuali bahan yang diperkenankan), sebaliknya menekankan
pada pemberian pupuk organik (alam), dan pestisida hayati, serta cara-cara budidaya lainnya yang
tetap berpijak pada peningkatan produksi dan pendapatan, serta berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Cara pertanian organik prospektif contohnya dikembangkan di Sulawesi Selatan,
karena sistem budi daya seperti ini telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat tani. Sampai
kini pun masih dijumpai praktek budidaya organik di beberapa daerah.
Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah, karena teknologi dalam
kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran terselubung yang berarti
kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas
pekerja (Todaro, 2000). Sedangkan meningkatnya produktifitas petani modern adalah Sistem
usaha pertanian modern yang lebih dikenal sebagai agribisnis merupakan suatu alternatif dalam
perubahan usaha pertanian yang tradisional kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan
dengan memanfaatkan teknologi budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan
tetapi sudah menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Dengan demikian muncullah perdagangan komoditas pertanian suatu negara akibat
mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas
pertanian yang kemudian melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.
Dari kegiatan perdagangan komoditas pertanian tersebut ditetapkanlah tarif dan kuota ekspor
impor. Sehingga hasil dari perdagangan internasional ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi suatu negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pertanian?
2. Apakah pengertian sistem pertanian?
3. Apakah pengertian sistem pertanian tradisional?
4. Apakah pengertian sistem pertanian modern?
5. Apakah perbedaan tingkat produktifitas?
6. Apakah latar belakang perdagangan komoditas pertanian?
7. Apakah komoditas pertanian Negara berkembang?
8. Apakah komoditas pertanian Negara maju?
9. Apakah pengertian tarif dan kuota?
10. Bagaimanakah keseimbangan perdagangan internasional?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Sistem pertanian tradisional
A. Pengertian Pertanian
Pertanian merupakan aktivitas ekonomi yang utama dan terbesar di Indonesia. Penerapan
sistem pertanian pada masa orde baru dilakukan dengan pencanangan Revolusi Hijau. Adanya
dampak negatif dari penerapan revolusi Hijau tersebut, maka para ahli/pakar mulai memikirkan
solusi lain untuk mengganti Sistem Pertanian Revolusi Hijau tersebut. Hal ini ditandai dengan
adanya konsep pembangunan berkelanjutan. Salah satu konsep pembangunan berkelanjutan dalam
bidang pertanian yaitu adanya ‘Agenda 21 Indonesia’. Yang memuat tentang Pengembangan
Pertanian dan Pedesaan Berkelanjutan. Sehingga kemudian berkembang sistem pertanian organik
yang dikembangkan oleh sebagian petani.
Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami
tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan
pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam
pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian,
termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut
mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi dua
istilah “pertanian alami” dan “pertanian organik” kita kaji lebih mendalam, maka pengertiannya
akan berbeda.
Istilah yang pertama “pertanian alami” mengisyaratkan kEkuatan alam mampu mengatur
pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang
kedua “pertanian organik” campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan
berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan
kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai dari
asia tenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan dalam
proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat
kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan da pemburu, pertanian primitive, pertanian
tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sedangkan menurut Banoewidjojo (1983) pertanian dalam arti luas yaitu semua kegiatan
usaha dalam reproduksi fauna dan flora tersebut, yang dibedakan ke dalam 5 sektor, masing-
masing pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dalam arti sempit
yaitu khusus pertanian rakyat.
Pertanian merupakan bagian agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem
kesehatan dan lingkungan alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses produksi
untuk kelangsungan hidup bersama (Karwan A. Salikin).
Terdiri dari bahan fisik dan biologis, serta hubungan di antaranya dalam dunia yang
membentuk kehidupan dasar.
Fenomena dalam agrosistem : batuan membentuk tanah, tanah; tanam bergantung pada
tanah; binatang bergantung pada tanaman, dst.
Untuk memahami sistem alam -> menggandakan sistem alam -> menghasilkan sistem
buatan
Terdiri dari entitas yang membentuk populasi, yang berupa institusi atau mekanisme sosial
Ada hubungan antara individu, kelompok, komunitas secara langsung atau melalui media
institusi, dan bukan hubungan antar benda mati.
Fokus perhatian pada sistem sosial manusia dalam hubungannya dengan agrosistem.
Istilah sistem sosial digunakan lebih luas, termasuk institusi dan hubungan-hubungan
ekonomi, sosial, religius dan politik.
Tak muncul secara alami. lSistem buatan adalah kreasi manusia untuk tujuan melayani
manusia.
Seluruh sistem buatan, termasuk sistem pertanian disusun oleh salah satu atau kedua
elemen :
1. Elemen yang diambil dari salah satu atau kedua-duanya berasal dari sistem order dua level lebih
tinggi, yaitu pada level divisi (sistem alam dan sistem sosial)
2. Elemen yang disusun atau ditujukan untuk penggunaan spesifik oleh setiap sistem buatan.
Sistem implisit :
Sistem hanya melihat elemen utama atau kritis
Hubungan yang ada hanya hubungan utama atau sangat relevan
Elemen dan hubungan tersebut tak dicatat secara formal, tak dianalisa dan tak dievaluasi.
Petani pada umumnya berhubungan dengan sistem implisit. Pada petani tradisional untuk
order 1-10. Pada petani modern, bekerja lebih formal dan sistem eksplisit, seperti buku
catatan usaha tani, anggaran tanaman.
Sistem manajemen pertanian muncul secara implisit
1. Contoh (1) : penyusunan anggaran input output petani untuk memahami potensi tanaman
baru. Berdasarkan hasil ini, petani mungkin akan menyusun rencana lebih detail (sistem
operasional) tentang bagaimana mendapatkan pengelolaan terbaik.
2. Contoh (2) : menteri pertanian menyusun diagram alir sebuah komoditas mulai dari farm
hingga ke konsumen.
Sistem operasional
Sistem yang disusun oleh manajer atau analist sebagai dasar penyusunan rekomendasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja sistem.
Purposeful or non-purposeful
Static or dynamic
Open or closed
Abstract or concrete
Deterministic or stochastic
Pertanian intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan
penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri
Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida,
penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi
sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam jumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan
lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah berkembang
sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat bermanfaat
dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan
manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan
mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau”.
Secara umum Revolusi Hijau merupakan peralihan dari metode pertanian tradisional menjadi
teknologi pertanian modern. Peralihan tersebut terutama dalam penggunaan dalam fertilizer,
irigasi dan perbaikan bibit secara genetical. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan hasil pertanian
di daerah yang penghasil pangannya masih rendah, terutama di negara-negara berkembang yang
dimulai tahun 60-an. Pada akhirnya Revolusi Hijau menghantarkan Indonesia sebagai negara
swasembada beras dan tidak lagi sebagai negara pengimpor beras terbesar dengan pangsa produksi
yaitu sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering Giling)/23,44 juta ton beras dengan tingkat
produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha.
Berdasarkan uraian Rigg (62-63) terdapat dua isu kritik terhadap pelaksanaan Revolusi
Hijau, yaitu isu yang berkaitan dengan kerusakan ekologi dan isu yang berkaitan dengan adanya
kesenjangan antara petani kaya dan petani miskin dalam penguasaan teknologi, termasuk hasil
produksi dan pendapatannya. Berdasarkan pada pendapat Rigg tersebut, maka dampak
negatif Revolusi Hijau dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
Pertanian Modern :
a. Lebih banyak dan lebih bagus hasil yang akan dihasilkan jika dibandingkan dengan tradisional
b. Lebih efisien dan lebih simpel karena dibantu alat-alat mekanik
2. Belanda
Menurut saya negara ini sangat mengagumkan dalam hal pengelolaan pertaniannya. Dengan
luas wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan Indonesia, pada tahun 2011 Belanda mampu
menjadi negara peringkat 2 untuk negara pengekspor produk pertanian terbesar didunia dengan
nilai ekspor mencapai 72,8 miliar Euro. Produk andalannya adalah benih dan bunga. Sektor
pertanian merupakan pendorong utama ekonomi di Belanda dengan menyumbang 20%
pendapatan nasionalnya.
Kunci dari majunya pertanian di Belanda adalah Riset. Kebijakan-kebijakan dan teknologi di
adopsi dari riset-riset yang dilakukan para ahli. Salah satu pusat riset pertanian yang terkenal
disana adalah universitas Wageningen.
3. Amerika Serikat
Amerika Serikat terkenal sebagai penghasil kacang kedelai, gandum, kapas, kentang dan
tembakau di dunia. Harga produk-produk tersebut sangat mempengaruhi harga di dunia. Pertanian
di sana dikerjakan dengan luas kepemilikan lahan yang luas, dikerjakan dengan teknologi
pertanian yang hampir separuhnya dilakukan oleh mesin. Sistem irigasi dalam pengelolaan air pun
di buat lebih efisien.
4. Taiwan
Hasil ekspor produk pertanian di negara ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan
nasionalnya. Seperti juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh pengerjaan dilakukan
dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi, mereka menerapkan sistem yang
sangat berbeda dengan Indonesia. Bila di Indonesia bibit padi di semai pada satu hamparan
sebelum dipindah pada lahan sawah, di Taiwan bibit padi dimasukan suatu wadah pot segi empat
dengan ketinggian 2 cm, saat tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara ini
dapat menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi lebih baik, karena
pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari persemaiaan yang akan membuat tanaman stress
dan memerlukan waktu untuk adaptasi.
Dari kesemua negara yang saya sebutkan tadi, ada “benang merah” yang membuat mereka
maju dan terdepan dalam teknologi pertaniaan, yaitu dukungan pemerintahnya melalui kebijakan-
kebijakan yang berpihak terhadap petani, mengatur dan menata pengelolaan pertanian menjadi
teratur, tertata dan mensejahterakan. Saya amat yakin, dalam hal sumberdaya manusia Indonesia
pun tak kalah hebat, tinggal bagaimana menciptakan suasana yang kondusif di pertanian kita,
Malaysia dan Thailand pun udah mulai menata pertaniaannya, sektor ini maju pesat di sana.
Produktivitas
Merupakan upaya untuk menaikkan jumlah produksi dari lahan pertanian yang tersedia.
Faktor – faktor yang dapat menunjang hasil produksi antara lain:
1) Lahan
2) Kesuburan tanah
3) Bibit yang di gunakan
4) Tenaga kerja
5) Pupuk
6) Aspek manajemen pengolahan hasil
7) Modernisasi alat pertanian
Efisiensi
Efisiensi menurut pengertian ilmu ekonomi di bagi menjadi tiga :
1) Efisiensi teknis
2) Efisiensi alokatif (harga)
3) Efisiensi ekonomi
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi
yang di pakai menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga di lihat dari profit
(keuntungan) yang di dapatkan. Efisiensi ekonomi yaitu apabila usaha pertanian tersebut mencapai
efisiensi teknis dan harga
Di Indonesia Gebrakan revolusi hijau terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade
1990-an, petani mulai menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida yang tidak manjur lagi.
a. Brasil
Pertanian dan Perkebunan
Pertanian dan perkebunan memegang peran utama dalam perekonoomian Brasil. Pertanian
tidak lagi didominasi oleh satu jenis komoditas saja. Hasil pertanian lebih bervariasi dan dapat
meningkatkan hasil ekspor. Pemerintah federal memberikan perhatian khusus bagi daerah-daerah
pedalaman untuk pengembangan sektor pertanian melalui insentif keuangan dan fasilitas kredit
khusus. Hasil pertanian Brasil antara lain gandum, padi, jagung, dan kacang kedelai. Produk lain,
seperti karet, biji-bijian, dan serat kini banyak dibudidayakan.
b. India
India merupakan negara agraris karena sekitar 70% penduduknya bekerja di sektor pertanian.
Hasil-hasil pertaniannya meliputi padi, tebu, yute, kapas, kopi, gandum, sorgum, lada, dan karet.
c. Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki beberapa komoditas pertanian unggulan
seperti berikut :
1. Kelapa Sawit
Indonesia menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Pada tahun
2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia
di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar
USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari tahun
ketahunnya.
2. Rempah-rempah
Sejak dahulu kala, Indonesia terkenal akan rempah-rempahnya. Tanaman rempah-rempah yang
tumbuh subur di Indonesia menarik minat bangsa lain untuk menguasainnya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dahulu banyak bangsa asing yang kaya raya akibat rempah-rempah dari
Indonesia yang mempunyai nilai sangat tinggi. Sampai saat ini Indonesia masih sebagai eksportir
utama rempah-rempah di dunia, diantaranya adalah pala (no. 1), kayu manis (no. 1), cengkeh (no
1) dan lada (no. 2).
3. Kakao
Indonesia merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014 pemerintah berkomitmen
untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk menduduki peringkat pertama sebagai penghasil
kakao terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau
menyumbang 16% produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan
1,6 juta ton, atau menyumbang sebesar 44%.
4. Karet
Indonesia menempati peringkat ke 2 setelah Thailand sebagai pemasok karet mentah dunia. Ada
yang menyebut Indonesia sebagai Arabnya karet dunia. Meskipun kalah dalam hal jumlah dan
produktifitas perkebunan karet, namun karet Indonesia disebut-sebut menang secara kualitas
dibanding karet dari Thailand. Pada tahun 2011 produksi karet di Indonesia mencapai 2,8 juta ton.
5. Kopi
Saat ini Indonesia menduduki peringkat 3 sebagai produsen kopi dunia dibawah Brazil dan
Kolombia. Basarnya produksi kopi Indonesia per tahun rata-rata sekitar 600 ribu ton. Dari angka
ini Indonesia dapat mensuplai 7% kebutuhan kopi dunia.
d. Mesir
Sektor pertanian menyumbangkan 17% perekonomian negara Mesir. Meskipun didominasi
wilayah gurun, namun Mesir mendapatkan berkah dari adanya aliran Sungai Nil yang
menyuburkan kawasan lembah dan deltanya. Mesir terkenal sebagai penghasil kapas, gandum,
kurma, zaitun, dan serat papyrus (bahan baku kertas). Seiring dengan dibangunnya proyek raksasa
bendungan Aswan, maka pertanian Mesir semakin maju. Saat ini produk pertaniannya semakin
berkembang dengan menghasilkan berbagai jenis buah - buahan, sayuran, padi, tebu, dan rumput-
rumputan untuk makanan ternak.
Pertanian di negara maju dicirikan dengan adanya produksi pertanian yang sangat elastis
dimana hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Penduduk yang bekerja di
bidang pertanian jumlahnya sangat terbatas, yaitu di bawah 20%, bahkan kadang-kadang hanya
mencapai 5%. Di negara maju pengelolaan pertanian menerapkan dan mengembangkan teknologi
pertanian yang moderen. Penggunaan bibit ungul serta pengembangan bibit unggul dilakukan
secara lintas sektoral,yaitu dengan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi, lembaga pertanian
serta beberapa perusahaan yang terkait.
a. Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki lahan pertanian yang luas, sekitar 47% dari luas daratannya.
Pertanian di Amerika Serikat menggunakan teknologi modern. Tanaman yang dibudidayakan
antara lain jagung, gandum, biji-bijian, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Daerah penghasil
gandum disebut Wheat Belt. Daerah penghasil jagung disebut Corn Belt. Daerah penghasil kapas
disebut Cotton Belt. Sebagai negara kontinental, Amerika Serikat mempunyai lahan yang masih
sangat luas, bahkan dapat dikatakan hampir 47% lahan di Amerika Serikat masih digunakan untuk
lahan pertanian. Dalam pelaksanaannya, lahan-lahan tersebut dikonsentrasikan dalam beberapa
produk unggulan, seperti berikut ini.
Kawasan lahan gandum yang disebut wheat belt, dapat dibedakan atas gandum musim dingin
(winter wheat) yang terletak di daerah Kansas dan gandum musim semi (spring wheat) yang
terletak di Montana, North Dakota, dan South Dakota.
Kawasan lahan kapas yang disebut cotton belt dan merupakan penghasil kapas terbesar di dunia,
terdapat di Texas, Alabama, Georgia, dan Lousiana.
Kawasan lahan jagung yang disebut corn belt, terletak di daerah Ohio, Iowa, Minnesotta, Missouri,
dan Indiana.
Selain pola pertanian per kawasan tersebut, Amerika Serikat juga mengembangkan pertanian
secara umum, seperti perkebunan tembakau di Tennesse dan Virginia, perkebunan tebu di muara
Sungai Mississippi, serta sayuran dan buah-buahan.
b. Jepang
Luas lahan pertanian di Jepang hanya 16% dari seluruh daratan, tetapi hasilnya sangat
memuaskan. Hasil-hasil pertaniannya antara lain padi, kentang, sayur - sayuran, teh, jeruk, apel,
jagung, gandum, kacang, kedelai, murbei, tembakau, bit gula, dan tanaman obat-obatan. Daratan
Jepang banyak terdapat gunung dan pegunungan, sehingga topografinya relatif kasar. Kondisi ini
menyebabkan Jepang memiliki luas wilayah pertanian yang tidak begitu luas, yaitu hanya ± 16%
dari seluruh wilayah daratannya. Akan tetapi, meskipun luas wilayah pertaniannya relatif sempit,
Jepang ternyata mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh
kesuburan tanah dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah dan berinovasi di bidang
pertanian, terutama dalam pemanfaatan teknologi dalam menciptakan varietas - varietas baru
unggulan, pupuk, alat-alat pertanian dan obat-obatan. Kemajuan pertanian di Jepang didukung
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Lahan pertaniannya terdiri atas tanah vulkanis yang subur.
2. Pertanian dikerjakan secara intensif danmekanis dengan sistem hidroponik.
c. Perancis
Perancis adalah sebuah Negara yang terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan teluk
biscaye di sebelah barat, selat Inggris (La Manche) di Utara, Belgia, Jerman, dan Swiss di Timur,
Spanyol, Andora, Monako, dan Laut Tengah di Selatan, serta Italia di Tenggara. Perancis terkenal
dengan dunia adibusananya (fashion), roti, anggur, musik, kereta api, super cepat TGV, dan resor-
resorskinya di Pengunungan Alpen, dekat perbatasan Swiss. Orang Perancis juga sangat bangga
dengan bahasanya sehingga merekahampir tidak mau berbahasa asing lain di negerinya. Perancis
salah satu dari 3 negara penghasil produk pertanian terbesar di Uni Eropa bersama Inggris dan
Jerman.
Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor. Apabila
suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi
mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga barang-
barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat.
Tarif dapat difenisikan sebagai pajak atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang
diperdagangkan dalam hal ini yang diimpor dan diekspor. Pembebanan pajak inidiberlakukan
terhadap produk-produk yang melewati batas-batas Negara.
Jenis Tarif:
1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari
nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik
daripada barang.
3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi antara specific
dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu dikenakan 10% tarif ad valorem ditambah Rp
20,00 untuk setiap unit.
Sistem Tarif :
1. Single-column tariffs : sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyaisatu macam
tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu
negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian
dengan negara lain disebut conventional tariffs.
2. Double-column tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif. Apabila
kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya : “bentuk
maksimum dan minimum”.
3. Triple-column tariffs : biasanya sistem ini digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya sistem ini
hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan menambah satu macam tariff
preference untuk negara-negara bekas jajahan atau afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut
dengan nama “preferential system”.
Efek tarif :
Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efek terhadap perekonomian suatu
negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut adalah :
Efek terhadap harga (price effect)
Efek terhadap konsumsi (consumption effect)
Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)
Efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)
Kuota
Kuota adalah hambatan kuantitatif yang membatasi impor barang secara khusus dengan
spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai
hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan
barang ke dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara importir :
1. Harga barang melambung tinggi,
2. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi berkurang,
3. Meningkatnya produksi di dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara eksportir :
a. Harga barang turun,
b. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi bertambah,
c. Produksi di dalam negeri berkurang.
Adapun kuota dapat di golongkan menjadi :
1. Kuota Impor yang terdiri dari :
a) Absolute atau unilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu
negara tanpa persetujuan dengan negara lain.
b) Negotiated atau bilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan
perjanjian antar 2 negara atau lebih.
c) Tariff quota adalah gabungan antara tarif dan quota. Untuk sejumlah tertentu barang diizinkan
masuk (impor) dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi dikenakan tarif yang
lebih tinggi.
d) Mixing quota yaitu membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu
dalam produksi barang akhir.
2. Kuota Ekspor, seperti halnya dengan kuota impor, maka ekspor pun dapat dibatasi
jumlahnya. Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang merupakan barang
perdagangan penting dan dibawah suatu pengawasan badan internasional. Pembatasan jumlah
ekspor ini bertujuan antara lain :
a) Untuk mencegah barang-barang yang penting jatuh berada di tangan musuh.
b) Untuk menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam proporsi yang cukup.
c) Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai stabilisasi
harga.
Perbedaan kuota impor dengan tarif impor muncul ketika terjadi pergeseran kurva
permintaan dari D ke D1, yaitu fungsi permintaan penjadi Qd = 80 - P. Bila terjadi pemberlakukan
tarif sebesar 50 % dari harga semula (Rp.10/unit), maka harga naik menjadi Rp.15/unit, tetapi
pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, tidak mengakibatkan kenaikan harga Px lebih dari
Rp.15/unit, namun jumlah permintaan meningkat menjadi 65 unit, berarti ada tambahan impor
sebesar garis terputus-putus b – c sebesar 10 unit. Bila kuota impor yang dikenakan, maka
pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, justru akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi
misalnya menjadi Px = Rp.20/unit. Oleh karena kuota impor telah ditetapkan sebesar 37,5 unit
(garis tebal a’ – b’), maka dengan adanya pergeseran kurva permintaan dari D ke D1 dengan harga
Rp.20/unit jumlah produksi dalam negeri meningkat menjadi 25 unit, sehingga konsumsi dalam
negeri hanya meningkat menjadi 62,5 unit (jumlah produksi dalam negeri 25 unit ditambah kuota
impor 37,5 unit).
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa perbedaan antara kuota impor dengan tarif impor
adalah kenaikan permintaan pada kasus kuota impor sebesar 37,5 unit dalam contoh di atas dapat
menaikkan harga dalam negeri jauh lebih tinggi bisa mencapai Px = Rp.20/unit. Kenaikan
permintaan dalam kasus tarif impor sebesar 50 % (dengan jumlah impor sebesar 37,5 unit) tidak
akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi, harga dalam negeri hanya akan naik pada Px =
Rp.15/unit.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan usaha
tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai lingkungan
fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumah
tangga. Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para
petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan petani
dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi , bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam hasil
produksi pertanian. Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan alat-alat
canggih dan dengan skala besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern.
Aplikasi pertanian modern yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi,
pertanian anggur. Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan
pangan. Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik, holtikultura, dll. Metode ini
akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan banyak cara. Salah satu contoh
pertanian modern adalah pertanian organik.
Produktivitas adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan seorang pekerja pertahun.
Dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di negara maju, tingkat produktivitas
tenaga kerja di negara berkembang masih sangat rendah hal tersebut disebabkan oleh faktor
sebagian penduduk berada di sektor pertanian tradisional yang masih menghadapi masalah
pengangguran terselebung. Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah,
karena teknologi dalam kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran
terselubung yang berarti kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi
rata-rata produktivitas pekerja.
Perdagangan komoditas pertanian dapat terjadi apabila suatu negara mengalami kekurangan
komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas pertanian yang kemudian
melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Tarif dapat difenisikan
sebagai pajak atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang diperdagangkan dalam hal ini
yang diimpor dan diekspor. Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi impor barang
secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu.
Dengan adanya perdagangan antar dua atau lebih negara, tentunya berpengaruh terhadap
perekonomian internasional dan negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini terlihat dari
keseimbangan ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya jaringan
internasional dalam domestik negara.
3.2 Saran
1. Pemasaran pertanian tidak bisa lepas dari sistem hukum ekonomi bahwa harga suatu produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan pasar, mutu produksi, tingkat kegunaan/olahan
(bahan mentah, setengah jadi, jadi dan siap dikonsumsi). Banyak upaya yang dilakukan dalam
pemasaran pertanian agar harga jual menjadi tinggi dapat dilakukan dengan cara mengantisipasi
harga sebelum tanam, melaksanakan teknik budidaya secara baik, kemudian penanganan pasca
panen yang tepat, pengolahan hasil, memperpendek rantai hasil pemasaran dengan cara
memasarkan langsung ke konsumen, memasarkan ke grosir atau pabrik dan memasarkan ke
pedagang atau pengumpul.
2. Dengan mudahnya mengakses informasi inovasi pertanian melalui website (cyber extension) dan
penyuluhan diharapkan petani dapat mudah memperoleh informasi dalam memasarkan produk-
produk pertanian.
3. Sejak lama, Indonesia sudah dikenal sebagai Negara Agraris. Tetapi kontribusi sector pertanian
terhadap pendapatan nasional dan pendapatan petani semakin menurun. Bahkan, dikalangan
keluarga petani-petani kecil sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, sumbangan
pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm hanya berkisar abtara 20-30$ terhadap kebutuhan
keluarganya. Menghadapi kenyataan tersebut, terdapat alternative strategi untuk memperbaiki
keadaan pertanian di Indonesia,yaitu melalui “modernisasi pertanian.” Melalui strategi ini,
diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, membuka peluang yang lebih baik
untuk perubahan struktur ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatn dan
kesejahteraan, serta pemerataan, dan kelestarian lingkungan hidup, yang merupakan ciri-ciri dari
pelaksanaan
pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
4. Semakin diterapkannya sistem pertanian modern yang berbasis revolusi hijau demi peningkatan
produkivitas pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN
Irawan. 2002. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPEE-YOGYAKARTA.
Widjajanta, B., A. Widyaningsih, dan H. Tanuatmojo. 2009. Mengasah Kemampuan Ekonomi 2 :
Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Mandrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 146.
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pertanian_info2151.html (diakses 16 Februari 2015)
http://www.bimbingan.org/pertanian-tradisional.htm (diakses 16 Februari 2015)
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-
tradisional.html#(diakses 16 Februari 2015)
http://hutantani.blogspot.com/2014/05/definisi-pengertian-sistem-pertanian-
konvensional.html (diakses 16 Februari 2015)
http://www.academia.edu/7643305/MEMBANGUN_PEREKONOMIAN_MELALUI_PENING
KATAN_PRODUKTIVITAS_PERTANIAN_NASIONAL (diakses 17 Februari 2015)
http://kalawedatama.blogspot.com/2011/05/moderenisasi-pertanian.html (diakses 16 Februari
2015)
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_1._NEGARA_BERKEMBANG_DAN_NEGARA_MAJ
U (diakses 16 Februari 2015)
http://punyanuriinuy.blogspot.com/2013/04/contoh-masalah-di-negara-berkembang.html(diakses
20 Februari 2015)
http://habitat.ub.ac.id/index.php/habitat/article/view/109 (diakses 16 Februari 2015)
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perdagangan_Internasional_9.2_%28BAB_7%29(diakses
20 Februari 2015)
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2012/02/perdagangan-international-definisi-ciri.html(diakses 17
Februari 2015)
http://hazindidamaisty.blogspot.com/2013/07/liberalisasi-perdagangan-dan-
dampaknya.html (diakses 17 Februari 2015)
http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html (diakses 17
Februari 2015)
http://www.researchgate.net/publication/50515523_FAKTOR__FAKTOR_YANG_MEMPENG
ARUHI_EKSPOR_KOMODITAS_PERTANIAN_UNGGULAN_DI_PROPINSI_RIAU (diakse
s 17 Februari 2015)
http://www.slideshare.net/vindhyatripta/analisis-jurnal-kebijakan-perdagangan-internnasional-
komoditas-pertanian-indonesia (diakses 17 Februari 2015)
http://pepagroakelompok1.blogspot.com/2011/06/kebijakan-pemerintah-dalam-
bidang.html (diakses 16 Februari 2015)
http://hazindidamaisty.blogspot.com/2013/07/liberalisasi-perdagangan-dan-
dampaknya.html (diakses 20 Februari 2015)
http://www.academia.edu/7150926/KEBIJAKAN_PERDAGANGAN_INTERNASIONAL_KO
MODITAS_PERTANIAN_INDONESIA (diakses 19 Februari 2015)
http://adilahlayungsantini.blogspot.com/2014/06/neraca-pembayaran-dan-sistem.html(diakses 20
Februari 2015)
https://sites.google.com/site/iwansubhanhotmail/makalah (diakses 16 Februari 2015)
http://sandyrado.blogspot.com/2014/03/makalah-teori-perdagangan-internasional.html(diakses
19 Februari 2015)
http://contohdanfungsi.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-tujuan-kebijaksanaan.html(diakses
19 Februari 2015)
http://carlezpekuncen.blogspot.com/2014/10/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 19 Februari 2015)
http://halimramdhani.blogspot.com/2014/12/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 19 Februari 2015)
https://beutuful.wordpress.com/2010/06/25/kuliahq/ (diakses 16 Februari 2015)
http://maribelajargeografi.blogspot.com/2010/03/kegiatan-ekonomi-negara-maju-dan-
negara.html (diakses 16 Februari 2015)
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-
modern.html (diakses 16 Februari 2015)
http://halimramdhani.blogspot.com/2014/12/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 16 Februari 2015)
http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html (diakses 18
Februari 2015)
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/12/kebijakan-perdagangan-
internasional.html(diakses 18 Februari 2015)
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/05/20/permasalahan-meningkatkan-
produktivitas-pertanian-moderen-cirebon-timur-365805.html (diakses 18 Februari 2015)
http://enenkq.blogspot.com/2012/06/makalah-pertanian-pemikirangeografi.html (diakses 18
Februari 2015)
http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/06/kebijakan-perdagangan-
internasional.html (diakses 18 Februari 2015)