Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (Sistem

Pertanian Tradisional, Sistem Pertanian Modern, Perbedaan


Tingkat Produktifitas, Latar Belakang Perdagangan Komoditas
Pertanian, Komoditas Pertanian Negara Berkembang,
Komoditas Pertanian Negara Maju, Tariff dan Kuota, Serta
Keseimbangan Perdagangan Internasional)

MAKALAH
MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN

Sistem Pertanian Tradisional, Sistem Pertanian Modern, Perbedaan Tingkat


Produktifitas, Latar Belakang Perdagangan Komoditas Pertanian,
Komoditas Pertanian Negara Berkembang, Komoditas
Pertanian Negara Maju, Tariff dan Kuota, Serta
Keseimbangan Perdagangan Internasional

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidup pada
sektor pertanian, Indonesia memprioritaskan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam
pembangunan. Pembangunan sektor ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani
melalui peningkatan produksi dan pendapatan dalam usaha tani. Peningkatan produksi pertanian
diharapkan sejalan dengan peningkatan pendapatan petani yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian mempunyai kontribusi bagi
PDB nasional tahun 2012 sebesar 11,42 %. Capaian ini meningkat bila dibandingkan dengan
kontribusi sektor pertanian pada tahun 2011 yaitu sebesar 10,96 %. Produksi padi pada tahun 2012
mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 68.956.000 ton. (Kementerian Pertanian, 2013).
Secara umum sistem pertanian yang ada terdiri atas sistem pertanian tradisional, sistem
pertanian modern atau intensif dan sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional
adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan tidak memaksimalkan input yang ada.
Salah satu contoh dari sistem pertanian ini adalah sistem ladang berpindah. Sistem ini tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk.
Sistem pertanian modern diawali oleh program revolusi hijau yang mengusahakan pemuliaan
tanaman untuk mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada.
Varietas tanaman yang dihasilkan merupakan varietas yang responsif terhadap pengairan dan
pemupukan, adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit. Gerakan ini
diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko pada
tahun 1950 dan padi di Filipina pada tahun 1960. Revolusi hijau menekankan pada tanaman
serealia yaitu padi, jagung, gandum, dan lain-lain.
Adanya revolusi hijau telah merubah kondisi pertanian yang ada di Indonesia. Perubahan yang
nyata adalah bergesernya praktik budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional
menjadi praktik budidaya yang modern yang dicirikan dengan tingginya pemakaian input dan
intensifnya eksploitasi lahan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
penanaman varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap penggunaan
pestisida dan herbisida. Berubahnya sistem pertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya kondisi
lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan
pupuk anorganik, pestisida, dan tindakan agronomi yang intensif dalam jangka panjang
(Departemen Pertanian, 2000).
Dampak negatif dari sistem pertanian modern dalam ekosistem pertanian antara lain terjadinya
degradasi lahan, residu pestisida dan resistensi hama penyakit, berkurangnya keanekaragaman
hayati, serta gangguan kesehatan petani akibat pengunaan pestisida dan bahan-bahan lain yang
mencemari lingkungan.
Adanya dampak negatif dari sistem pertanian modern menuntut adanya suatu sistem pertanian
yang dapat bertahan hingga generasi berikutnya dan tidak merusak alam. Dalam dalam dua dekade
terakhir telah mulai diupayakan metode alternatif dalam melakukan praktik pertanian yang dinilai
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environtmentally sound and sustainable agriculture).
Salah satu caranya adalah menggunakan konsep pertanian
berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2010). Menurut Agenda Riset Nasional 2010 – 2014 bidang
ketahanan pangan, sesuai dengan prioritas pembangunan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II,
maka pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan kemandirian
pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta
kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Pada periode 2010-2014 ditargetkan peningkatan
pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar
115-120 pada tahun 2014 (Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam aspek ketersediaan dan produksi pangan,
disamping banyak dipengaruhi oleh perubahan cepat pada lingkungan global dan perubahan iklim,
secara umum terjadi akibat adanya dua kecenderungan utama yaitu terus bertambahnya kebutuhan
pangan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian
karena tekanan penduduk sehingga terjadi konversi lahan untuk berbagai kepentingan lain.
Kondisi ini dipersulit pula oleh kenyataan bahwa minat SDM untuk menekuni bidang pertanian
semakin berkurang akibat rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usaha tani. Populasi
penduduk Indonesia pada 2025 diprediksikan mencapai 273,1 juta. Apabila laju pertumbuhan
penduduk setelah tahun 2025 rata-rata 1% per tahun (tahun 2008 masih 1,175%), maka pada tahun
2050 penduduk Indonesia akan lebih dari 340 juta jiwa. Konsekuensinya, produksi pangan
nasional perlu secara signifikan ditingkatkan agar kebutuhan domestik dapat dipenuhi. Apabila
konsumsi beras per kapita per tahun masih sekitar 139 kg, maka untuk bisa mandiri, Indonesia
harus mampu memproduksi beras 47,26 juta ton atau sekitar 75,62 ton gabah kering giling (GKG).
(Keputusan Menteri Riset dan Teknologi, 2010).
Untuk meningkatkan produksi usahatani padi dengan tetap mempertahankan kelestarian
lingkungan, diperlukan inovasi teknologi berupa sistem pertanian berkelanjutan khususnya dalam
budidaya padi sawah. Keberhasilan penerapan inovasi teknologi kepada petani tidak hanya
bergantung pada penyuluh pertanian lapangan (PPL) tetapi juga ber antung kepada petani sebagai
penerima atau pelaksana dari inovasi teknolgi tersebut. Begitu pula dalam penerapan sistem
pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah, diduga tidak akan terlepas dari karakteristik
sosial ekonomi petani yang meliputi pengalaman bertani, pendidikan formal, pendidikan non
formal, pendapatan, kekosmopolitan dan status kepemilikan lahan.
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai
dari asiatenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan
dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan.
Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan dan pemburu, pertanian primitive, pertanian
tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan
pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Sektor ini juga menjadi salah satu komponen utama
dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertanian Indonesia di
masa lampau telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan
kemiskinan secara drastis sesuai dengan triple track tujuan pembangunan yang tertuang dalam
Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada
bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai melalui intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian..
Sejak dulu, kelompok masyarakat tradisional di seluruh dunia dan juga di Indonesia telah mempunyai suatu
bentuk pengetahuan lokal/tradisional tentang pengelolaan sumber daya alam. Pengetahuan yang biasa disebut
Pengetahuan Ekologi Tradisional (Traditional Ecological Knowledge) ini didapat dari akumulasi hasil pengamatan
pada kurun waktu yang lama dan diwariskan secara turun-temurun (Berkes et al., 2000).

Setiap kelompok masyarakat tradisional biasanya mempunyai aturan tata guna lahan tersendiri, namun umumnya
sama dalam beberapa prinsip dasar. Sebagai kelompok masyarakat yang telah hidup lama berdampingan dengan alam
sekitarnya, mereka menyadari pentingnya kelestarian alam. Perlindungan ini ternyata mempunyai arti penting bagi
ekosistem sekitarnya, karena hutan lindung ternyata berfungsi sebagai penjaga kekayaan sumber genetik (genepool),
sebagai habitat dari hewan liar, melindungi tanah dari erosi, untuk menjaga mikroklimat, pelindung dari angin dan
cahaya, produksi sumber humus, penyedia pestisida alami, penyedia makanan, dan lain sebagainya (Iskandar, 1999).

Demikian juga halnya pada kelompok masyarakat yang mempunyai sistem pertanian ladang berpindah (swidden
cultivation). Biarpun kelompok ini menjalankan sistem pertaniannya dengan membuka lahan hutan, namun bukan
berarti mereka sembarang menebang dan membabat hutan. Sistem pertanian ladang atau perladangan telah lama
dikenal masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai negara tropis di Asia, Amerika dan Afrika,
termasuk di negara Indonesia (Conclin, 1957; Grigg, 1980; Okigbo, 1984: dalam Iskandar, 1992).

Sistem pertanian ladang memiliki karakter khusus, yaitu menggarap lahan pertanian secara berpindah-pindah di
lahan hutan. Para peladang, menebang hutan untuk ditanami tanaman padi dan tanaman lainnya secara singkat 1-2
tahun, lalu lahan itu diistirahatkan atau diberakan dengan waktu cukup panjang, mulai 3 tahun sampai puluhan tahun
(Iskandar, 1992). Pada saat lahan diberakan, berlangsung proses suksesi alami menuju terbentuknya hutan sekunder.
Hutan sekunder tersebut dapat dibuka kembali sebagai ladang, dan dengan demikian daur pemanfaatan lahan untuk
pertanian dimulai kembali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung cukup lama, struktur
dan komposisi hutan sekunder tersebut akan mendekati struktur dan komposisi hutan primer. Namun ada juga data
yang menunjukkan bahwa jumlah total biomasa dari hutan sekunder membutuhkan waktu beratus-ratus tahun untuk
mencapai tingkat yang setara dengan hutan primer setelah ketersediaan kadar nutrien berkurang secara signifikan dan
siklus nutrisi serta mekanisme konservasi diganggu oleh siklus berulang dari sistem perladangan berpindah (Juo dan
Manu, 1996). Jadi dapat dikatakan bahwa sistem perladangan ini ‘sejalan’ dengan konsep suksesi dimana terjadi
proses perubahan komunitas secara bertahap pada lahan bekas ladang menuju suatu sistem yang stabil. Sistem yang
stabil di sini dapat dianalogikan dengan hutan primer atau hutan tua.

Selain itu, Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi
pembangunan pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Indonesia pada
umumnya, tidak terlepas dari rantai kemajuan yang telah dicapai sebagai akibat pelaksanaan sistem
pertanian modern. Program pembangunan pertanian selama lebih 40 tahun (Bimas, Intensifikasi,
INSUS) berhasil meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejateraan petani, serta martabat
bangsa.
Di satu sisi, revolusi hijau diakui bermanfaat bagi kehidupan manusia namun di sisi lain
terungkap bahwa sistem pertanian modern telah membawa konsekuensi-konsekuensi negatif
terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk buatan, pestisida serta praktek-praktek pertanian modern
lainnya yang dilakukan tidak bijak, ternyata memiliki andil besar terhadap kerusakan lingkungan.
Kerusakan yang terjadi antara lain dapat menyebabkan keracunan, penyakit dan kematian pada
tanamn, hewan dan manusia, menyebabkan kerusakan pada tanah, mengurangi persediaan sumber
daya alam (energi), mencemari lingkungan, selanjutnya bisa menimbulkan malapetaka.
Sehubungan dengan itu cara yang baik untuk mengatasi dampak negatif pertanian modern adalah
melalui sistem pertanian organik.
Sistem pertanian organik berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal, tanpa aplikasi
pupuk buatan dan pestisida kimiawi (kecuali bahan yang diperkenankan), sebaliknya menekankan
pada pemberian pupuk organik (alam), dan pestisida hayati, serta cara-cara budidaya lainnya yang
tetap berpijak pada peningkatan produksi dan pendapatan, serta berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan. Cara pertanian organik prospektif contohnya dikembangkan di Sulawesi Selatan,
karena sistem budi daya seperti ini telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat tani. Sampai
kini pun masih dijumpai praktek budidaya organik di beberapa daerah.
Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah, karena teknologi dalam
kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran terselubung yang berarti
kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas
pekerja (Todaro, 2000). Sedangkan meningkatnya produktifitas petani modern adalah Sistem
usaha pertanian modern yang lebih dikenal sebagai agribisnis merupakan suatu alternatif dalam
perubahan usaha pertanian yang tradisional kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan
dengan memanfaatkan teknologi budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan
tetapi sudah menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Dengan demikian muncullah perdagangan komoditas pertanian suatu negara akibat
mengalami kekurangan komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas
pertanian yang kemudian melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.
Dari kegiatan perdagangan komoditas pertanian tersebut ditetapkanlah tarif dan kuota ekspor
impor. Sehingga hasil dari perdagangan internasional ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi suatu negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pertanian?
2. Apakah pengertian sistem pertanian?
3. Apakah pengertian sistem pertanian tradisional?
4. Apakah pengertian sistem pertanian modern?
5. Apakah perbedaan tingkat produktifitas?
6. Apakah latar belakang perdagangan komoditas pertanian?
7. Apakah komoditas pertanian Negara berkembang?
8. Apakah komoditas pertanian Negara maju?
9. Apakah pengertian tarif dan kuota?
10. Bagaimanakah keseimbangan perdagangan internasional?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian pertanian
2. Pengertian sistem pertanian
3. Pengertian sistem pertanian tradisional
4. Pengertian sistem pertanian modern
5. Perbedaan tingkat produktifitas
6. Latar belakang perdagangan komoditas pertanian
7. Komoditas pertanian Negara berkembang
8. Komoditas pertanian Negara maju
9. Pengertian tarif dan kuota
10. Keseimbangan perdagangan internasional

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Sistem pertanian tradisional
A. Pengertian Pertanian
Pertanian merupakan aktivitas ekonomi yang utama dan terbesar di Indonesia. Penerapan
sistem pertanian pada masa orde baru dilakukan dengan pencanangan Revolusi Hijau. Adanya
dampak negatif dari penerapan revolusi Hijau tersebut, maka para ahli/pakar mulai memikirkan
solusi lain untuk mengganti Sistem Pertanian Revolusi Hijau tersebut. Hal ini ditandai dengan
adanya konsep pembangunan berkelanjutan. Salah satu konsep pembangunan berkelanjutan dalam
bidang pertanian yaitu adanya ‘Agenda 21 Indonesia’. Yang memuat tentang Pengembangan
Pertanian dan Pedesaan Berkelanjutan. Sehingga kemudian berkembang sistem pertanian organik
yang dikembangkan oleh sebagian petani.
Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami
tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan
pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam
pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian,
termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut
mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi dua
istilah “pertanian alami” dan “pertanian organik” kita kaji lebih mendalam, maka pengertiannya
akan berbeda.
Istilah yang pertama “pertanian alami” mengisyaratkan kEkuatan alam mampu mengatur
pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali. Istilah yang
kedua “pertanian organik” campur tangan manusia lebih insentif untuk memanfaatkan lahan dan
berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan
kondisi setempat (Sutanto, 1997).
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ada anggapan bahwa asal mula pertanian di dunia dimulai dari
asia tenggara. Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil paneranan dalam
proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat
kemajuan pertanian mulai dari pengumpulan da pemburu, pertanian primitive, pertanian
tradisional, dan pertanian modern (Admin UPI, 2012).
Sedangkan menurut Banoewidjojo (1983) pertanian dalam arti luas yaitu semua kegiatan
usaha dalam reproduksi fauna dan flora tersebut, yang dibedakan ke dalam 5 sektor, masing-
masing pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Dalam arti sempit
yaitu khusus pertanian rakyat.
Pertanian merupakan bagian agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem
kesehatan dan lingkungan alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses produksi
untuk kelangsungan hidup bersama (Karwan A. Salikin).

B. Pengertian Sistem Pertanian (Agrosistem)


Sistem Pertanian (Agrosistem) adalah sekumpulan komponen yang disatukan oleh suatu
bentuk interaksi dan saling ketergantungan pada suatu batas tertentu, untuk mencapai tujuan
pertanian bagi pihak-pihak yang terlibat. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan
usaha tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai
lingkungan fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumah
tangga.
Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut: kimia buatan
(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga
irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi
dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan
akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti jagung,
padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang. Namun
demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang, bisa menimbulkan
dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi
ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan,
benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah
dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas
oleh revolusi hijau (Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).
Pengertian pertanian meliputi sekelompok sistem yang terdiri dari 16 level.
Klasifikasi sistem
1. Sistem Alam (Natural System)

 Terdiri dari bahan fisik dan biologis, serta hubungan di antaranya dalam dunia yang
membentuk kehidupan dasar.
 Fenomena dalam agrosistem : batuan membentuk tanah, tanah; tanam bergantung pada
tanah; binatang bergantung pada tanaman, dst.
 Untuk memahami sistem alam -> menggandakan sistem alam -> menghasilkan sistem
buatan

2. Sistem Sosial (Social System)

 Terdiri dari entitas yang membentuk populasi, yang berupa institusi atau mekanisme sosial
 Ada hubungan antara individu, kelompok, komunitas secara langsung atau melalui media
institusi, dan bukan hubungan antar benda mati.
 Fokus perhatian pada sistem sosial manusia dalam hubungannya dengan agrosistem.
 Istilah sistem sosial digunakan lebih luas, termasuk institusi dan hubungan-hubungan
ekonomi, sosial, religius dan politik.

3. Sistem Buatan (Artificial System)

 Tak muncul secara alami. lSistem buatan adalah kreasi manusia untuk tujuan melayani
manusia.
 Seluruh sistem buatan, termasuk sistem pertanian disusun oleh salah satu atau kedua
elemen :

1. Elemen yang diambil dari salah satu atau kedua-duanya berasal dari sistem order dua level lebih
tinggi, yaitu pada level divisi (sistem alam dan sistem sosial)
2. Elemen yang disusun atau ditujukan untuk penggunaan spesifik oleh setiap sistem buatan.

C. Klasifikasi sistem menurut jenis-jenisnya


Sistem eksplisit dan sistem implisit
Sistem eksplisit :

 Elemen sistem teridentifikasi dan terdefinisi


 Hubungan antar elemen bersifat formal kuantitatif, berupa hubungan matematis
 Pakar pertanian dan ekonomi yang membahas tentang pertanian biasanya berhubungan
dengan sistem eksplisit order level 1 – 10. Petani sendiri jarang memperhatikan sistem
eksplisit, tetapi hanya sistem sederhana, atau bagian tertentu saja.

Sistem implisit :
 Sistem hanya melihat elemen utama atau kritis
 Hubungan yang ada hanya hubungan utama atau sangat relevan
 Elemen dan hubungan tersebut tak dicatat secara formal, tak dianalisa dan tak dievaluasi.
 Petani pada umumnya berhubungan dengan sistem implisit. Pada petani tradisional untuk
order 1-10. Pada petani modern, bekerja lebih formal dan sistem eksplisit, seperti buku
catatan usaha tani, anggaran tanaman.
 Sistem manajemen pertanian muncul secara implisit

Sistem diskriptif dan sistem operasional


Sistem diskripstif
 Biasanya untuk memfasilitasi pemahaman suatu organisasi, struktur atau operasi suatu proses
yang produktif.

1. Contoh (1) : penyusunan anggaran input output petani untuk memahami potensi tanaman
baru. Berdasarkan hasil ini, petani mungkin akan menyusun rencana lebih detail (sistem
operasional) tentang bagaimana mendapatkan pengelolaan terbaik.
2. Contoh (2) : menteri pertanian menyusun diagram alir sebuah komoditas mulai dari farm
hingga ke konsumen.

Sistem operasional

 Sistem yang disusun oleh manajer atau analist sebagai dasar penyusunan rekomendasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja sistem.

Pendekatan dalam klasifikasi sistem:

 Purposeful or non-purposeful
 Static or dynamic
 Open or closed
 Abstract or concrete
 Deterministic or stochastic

D. Pengertian Sistem Pertanian Tradisional


Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada. Sistem pertanian tradisional salah satu contohnya adalah
sistem ladang berpindah. Sistem ladang berpindah telah tidak sejalan lagi
dengan kebutuhan lahan yang semakin meningkat akibat bertambahnya penduduk. Sistem
pertanian ini merupakan sistem yang dimulai sejak manusia memilih mulai menetap dan berladang
pada sau lokasi saja. Pada sistem ini teknologi pertaniannya tergolong sangat rendah karena hanya
menggunakan peralatan pertanian yang masih sederhana dan belum berkembang. Selain itu,
pertanian tradisional ini masih sangat bersahabat dengan alam, arif dan mendukung ekosistem, hal
ini karena petani masih membiarkan berbagai macam hewan tetap hidup sehingga ketersediaan
rantai makanan untuk flora dan fauna yang hidup didalamnya terjaga. Maka dengan demikian
pengendaian OPT nya masih tergolong arif.
Pertanian tradisional bersifat tak menentu. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan kenyataan
bahwa manusia seolah-olah hidup di atas tonggak. Pada daerah-daerah yang lahan pertaniannya
sempitdan penanaman hanya tergantung pada curah hujan yang tak dapat dipastikan, produk rata-
rata akan menjadi sangat rendah, dan dalam keadaan tahun-tahun yang buruk, para petani dan
keluarganya akan mengalami bahaya kelaparan yang sangat mencekam. Dalam keadaan yang
demikian, kekuatan motivasi utama dalam kehidupan para petani ini barangkali bukanlah
meningkatkan penghasilan, tetapi berusaha untuk bisa mempertahankan kehidupan keluarganya.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para
petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan petani
dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi, bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam hasil
produksi pertanian.
Sebenarnya pertanian tradisional merupakan pertanian yang akrab lingkungan karena tidak
memakai pestisida. Akan tetapi produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan
penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersbut, perlu
diupayakan peningkatan produksi yang kemudian berkembang sistem pertanian konvensional
(Pracaya, 2007).
Dalam pertanian tradisional, produksi pertanian dan konsumsi sama banyaknya dan hanya
satu atau dua macam tanaman saja (biasanya jagung atau padi) yang merupakan sumber pokok
bahan makanan. Produksi dan produktivitas rendah karena hanya menggunakan peralatan yang
sangat sederhana (teknologi yang dipakai rendah). Penanaman atau penggunaan modal hanya
sedikit sekali, sedangkan tanah dan tenaga kerja manusia merupakan faktor produksi yang
dominan.
Pada tahap ini hukum penurunan hasil (law of diminshing return) berlaku karena terlampau
banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di lahan pertanian yang sempit. Kegagalan panen karena
hujan dan banjir, atau kurang suburnya tanah, tindakan pemerasan oleh oara rentenir merupakan
hal yang sangat ditakuti para petani.
Sistem pertanian ladang berpindah sebagai salah satu bentuk pengetahuan ekologi
tradisional telah lama dikenal masyarakat luas dan telah lama pula dipraktekkan di berbagai
negara, termasuk di Indonesia. Baduy merupakan salah satu kelompok masyarakat tradisional di
Indonesia yang menerapkan sistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implikasi
ekologis dari aturan-aturan adat suku Baduy yang terkait dengan sistem tata guna lahan dan sistem
pertanian ladang berpindah terhadap kondisi ekosistem. Hal tersebut dilakukan dengan cara
membandingkan struktur dan komposisi vegetasi serta kondisi faktor-faktor lingkungan dari
beberapa tahapan suksesi komunitas sekunder (reuma) dengan komunitas hutan tua (leuweung
kolot) di Kawasan Adat Baduy, Desa Kanekes, Banten. Dilakukan analisis vegetasi dengan metode
kuadrat dan pengukuran faktor lingkungan pada 8 tapak reuma dan 1 tapak hutan tua (leuweung
kolot). Parameter yang diukur dalam analisis vegetasi adalah kerapatan, kerimbunan dan frekuensi
kemunculan tiap spesies. Sedangkan parameter yang diukur dalam pengukuran faktor lingkungan
adalah faktor fisik (suhu dan kelembaban) dan kandungan nutrisi tanah (mineral, organik dan
tekstur). Jumlah total spesies yang ditemukan adalah sebanyak 264 spesies yang terdiri dari 119
spesies pohon dalam 38 famili, 39 spesies perdu (termasuk liana) dalam 20 famili, dan 83 spesies
herba (termasuk paku) dalam 43 famili. Hasil pengukuran parameter vegetasi memperlihatkan
perbedaan yang cukup signifikan dari struktur dan komposisi vegetasi antara leuweung kolot dan
seluruh tapak reuma.
 Pertanian Tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian tradisional biasanya menggunakan prinsip yang mana pertaniaan
tradisional hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya sekarang, misalnya pada
masyarakat bercocok tanam tanaman padi yang mana hasil padi yang telah di produksi dan diolah
menjadi beras kemudian di konsumsi oleh keluarganya, sehingga terus berjalan kelangsungan
hidupnya.
Kemudian ciri dari pertanian tradisional yaitu masih berpaku dan berharap pada alam yang
mana ketika masyakrakat menanam suatu tanaman dengan pertanain tradisional maka hasilnya
akan tergantung pada proses alam.
Pada sistem pertanian terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi. Pertanian
tradisional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
 Penggunaan teknologi yang belum berkembang.
Dalam hal ini biasanya pada pertanian tradisional menggunakan alat atau teknologi yang
masih rendah atau belum berkembang.Yang mana hal ini dapat memperlambat hasil yang di
produksi dan akan membuang waktu dlaam proses bercocok tanam. Misalnya pada sistem
tradisional masyarakat untuk membajak sawah masih menggunakan kerbau hal ini masih kurang
efisiensi dalam pemanfaatan waktu dan tenaga.Akan tetapi dari sektor ekonominya lebih rendah
dan minim pengularan untuk mengelolah lahan untuk menghasilkan produk.
 Tenaga kerja yang masih banyak digunakan
Untuk pertanian tradisional biasanya diguanakan lebih banyak dalam menggelolah lahan
pertanian untuk menghasilkan produksi. hal ini dikarenakan masih minimnya teknologi yang ada
sehingga pelaksanaan menggunakan SDM (sumber daya manusia) yang ada. Sebagai contoh
dalam hal panen tanaman tebu yang mana digunakan tenaga kerja manusia dalam proses
penebangan,kemudian contoh lain proses perontokan helai padi yang masih menggunakan tenaga
manusia untuk melakukan walaupun saat ini mulai ada teknologi yang membantu merontokan
helai padi. Hal ini mencerminkan bahwa pertanian tradisional masih tergantung dengan Sumber
Tenaga Manusia yang ada,akan tetapi dari sektor ekonominya lebih murah.
 Modal yang dipakai masih sedikit
Dalam hal ini modal dalam pengelolahan produksi pertanian masih sedikit karena kebutuhan
yang dibuat tidak terlalu membutuhkan modal lebih .Biasanya juga hanya butuh modal untuk
pembayaran tenaga kerja dan lain-lain yang rata-rata minim.
 Hasil produksi yang masih kurang terjangkau
Dalam pertanian tradisional sering hasil yang di produksi hanya sebatas untuk di konsumsi
keluarga maupun masyarakat golongan.Hal ini dikarenakan masih minimnya cara budidaya
tanaman sehingga produk yang dihasilkan masih rendah.

 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Ekologi


Dalam pertanian tradisional untuk mengolah hasil produk pertanian masih tergantung
dengan alam/ekologi sekitar. Dikarenakan dalam proses pertanian tradisional produknya hanya
untuk memeunhi konsumsi petaninya,bukan untuk mencari keuntungan besar.
Adapun dampak positif yang terjadi dari pertanian tradisional yaitu:
 Pelestarian alam yang masih terjamin dan terus berkembang.
Yang mana pelestarian alam terus berjalan karena proses ini berjalan dan akan bisa
memproduksi dengan rata-rata konstan untuk musim-musim kedepannya.
 Tidak adanya kerusakan ataupun pencemaran yang terjadi
Proses pertanian tradisional terjadi tampa adaya perusakan ekosistem yang ada sekitar
maupun tampa pencemaran yang bisa mengakibatkan penurunan hasil produktivitas pengolahan
pertanian.

 Pertanian tradisional berdasarkan fungsi dasar Sosial


Dalam pertanian tradisional terjadi hubungan yang erat antar sesama dikarenakan dalam
proses pertanian tradisional menjunjung tinggi tolong menolong dan gotong royong, apalagi
dengan sistem tradisional yang menyebakan antar petani salaing membutuhkan dan membantu
untuk menghasilkan produktivitas pertanian yang telah di olah.
a. Kelebihan Dan Kekurangan Pertanian Tradisional
Kelebihan pertanian tradisional yaitu :
1. Lebih ramah lingkungan
2. Dapat melestarikan budaya asli pedesaan yang umumnya sering berkaitan dengan ritual dalam
pertanian
Kelemahan pertanian tradisional yaitu :
1. Membutuhkan tenaga kerja yang banyak
2. Sangat tergantung pada iklim.
3. Selalu berpindah-pindah tempat budidaya tanaman

2.2 Hakekat Sistem Pertanian Modern


A. Pengertian Pertanian Modern
Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan alat-alat canggih dan
dengan skala besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern. Aplikasi pertanian
modern yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi, pertanian
anggur. Pertanian modern bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input
eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian modern
merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem ekonomi
pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan agraria.
Pelaksanaan pertanian modern bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai,
menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian
sebagai kehidupan. Oleh karena itu, SPI mengistilahkannya sebagai “Pertanian modern berbasis
keluarga petani”, untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan agribisnis.
Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan (Serikat
Petani Indonesia, 2008).
Pertanian modern meliputi komponen-komponen fisik, biologi dan sosio ekonomi.
Pertanian modern direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan pengurangan
input bahan-bahan kimia, mengendalikan erosi tanah dan gulma, serta
memelihara kesuburan tanah. Pertanian modern memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan
ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni
lingkungan. Dalam pertanian modern terdapat komponen dasar agroekosistem baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang, dimana komponen dasar agroekosistem tersebut memadukan
antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity).
Pertanian modern merupakan suatu ajakan moral untuk berbuat kebijakan pada lingkungan
Sumber Daya Alam dalam usaha pertanian dengan mempertimbangkan 3 aspek, yaitu:
a. Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh menyimpang
dari sistem ekologis yang ada. Keseimbangan lingkungan adalah indikator adanya harmonisasi
dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam.
b. Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka
panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi. Sumber daya
alam terlanjutkan (tidak tereksploitasi).
c. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan
norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat setempat. (Lisa
navita)

Pertanian intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan
penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri
Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida,
penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi
sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam jumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan
lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah berkembang
sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat bermanfaat
dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan
manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan
mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau”.
Secara umum Revolusi Hijau merupakan peralihan dari metode pertanian tradisional menjadi
teknologi pertanian modern. Peralihan tersebut terutama dalam penggunaan dalam fertilizer,
irigasi dan perbaikan bibit secara genetical. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan hasil pertanian
di daerah yang penghasil pangannya masih rendah, terutama di negara-negara berkembang yang
dimulai tahun 60-an. Pada akhirnya Revolusi Hijau menghantarkan Indonesia sebagai negara
swasembada beras dan tidak lagi sebagai negara pengimpor beras terbesar dengan pangsa produksi
yaitu sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering Giling)/23,44 juta ton beras dengan tingkat
produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha.
Berdasarkan uraian Rigg (62-63) terdapat dua isu kritik terhadap pelaksanaan Revolusi
Hijau, yaitu isu yang berkaitan dengan kerusakan ekologi dan isu yang berkaitan dengan adanya
kesenjangan antara petani kaya dan petani miskin dalam penguasaan teknologi, termasuk hasil
produksi dan pendapatannya. Berdasarkan pada pendapat Rigg tersebut, maka dampak
negatif Revolusi Hijau dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :

 Dampak Negatif Terhadap Kondisi Sosial-Ekonomi


Kehidupan petani menjadi terombang-ambing dan tidak berdaya karena fluktuasi-fluktuasi
harga pasar, terutama harga hasil panen dan saprodi.
 Dampak Terhadap Kondisi Ekologis
Penggunaan bibit unggul, pupuk obat-obatan kimia secara over dosis akan menyebabkan
adanya dampak negatif terhadap kondisi ekologis atau terjadinya kerawanan ekologis.
Pada sistem pertanian modern juga cenderung mempraktekkan pola monokultur. Di satu
sisi praktek tersebut meningkatkan produksi komoditas tertentu, akan tetapi di sisi komoditas
alternatif yang sekitarnya dapat diproduksi menjadi nihil. Pertanian organik merupakan alternative
kerena dianggap ekonomis, ekologis, dan lebih banyak memberikan nutrisi. Lebih ekonomis
karena semakin mahalnya sarana dan prasarana pertanian konvensional (seperti harga pupuk
kimia, bibit unggul dan lainnya). Pertanian organik lebih menjaga ekologis karena tidak terdapat
limbah unsure-unsur kimia yamg mencemari lingkungan. Pertanian organic juga lebih banyak
mengandung nutrisi, karena berdasarkan hasil penelitian, makanan yang bersal dari tanaman yang
dikelola secara alami ternyata lebih banyak mengandung nutrisi
Modernisasi Pertanian, Sejak awal dikembangkannya pertanian di bumi ini, konsep
pertamanya adalah pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Dicarilah berbagai cara agar supaya
pangan yang ada di dunia ini tetap lestari dan tidak habis. Kehidupan purba memulainya dengan
ditandainya perubahan pola hidup dari berladang dan berpindah menjadi menetap di suatu daerah.
Pada konsep awal ini, pertanian menjadi sektor dasar yang merupakan pijakan dari sektor-sektor
lain karena ini memang suatu ‘fitrah’ dari sektor berbasis sumber daya seperti pertanian. Hal ini
menyebabkan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam kebijakan ekonomi makro. Oleh karena
itu, pada tataran konsep dasar ini, pertanian bisa berkembang pesat. Bahkan negara-negara yang
memiliki basis sumber daya kuat seperti Indonesia bisa mencapai swasembada pangan. Dalam
Arifin (2004), Pada era 1970-an Indonesia cukup berhasil membangun fondasi atau basis
pertumbuhan ekonomi yang baik setelah pembangunan pertanian terintegrasi cukup baik ke dalam
kebijakan ekonomi makro. Hasil besar yang secara nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat
banyak adalah terpenuhinya kebutuhan pangan secara mandiri (swasembada) pada pertengahan
1980-an.
Kemudian, konsep selanjutnya mulai berkembang, yaitu konsep pemuliaan spesies
pertanian yang mencari varietas-varietas yang memiliki keunggulan tersendiri dan lebih
menguntungkan manusia. Konsep ini muncul sebagai bagian dari peningkatan kualitas setelah
adanya peningkatan kuantitas dari konsep pertama. Didapatlah varietas-varietas dengan
keunggulan tertentu, seperti enak rasanya, banyak hasil panennya dalam sekali masa tanam,
menghasilkan daging atau susu yang banyak dan berkualitas, dan tahan terhadap hama dan
penyakit.
Kedua konsep ini dapat dikatakan sebagai konsep dasar pertanian yang walau berubah
seperti apapun kehidupan di muka bumi ini, kedua konsep akan terus dipakai.
Kini, konsep pertanian modern bukan hanya membahas usaha untuk pemenuhan kebutuhan
pangan manusia dan pemuliaan spesies pertanian, tetapi sudah lebih ke arah bagaimana cara
optimalisasi usahatani untuk menghasilkan bahan pangan yang bermutu, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Di dalamnya juga termasuk usaha peningkatan teknologi pertanian agar
pertanian berjalan lebih efektif dan efisien. Inilah perkembangan konsep pertanian selanjutnya.
Konsep ini merupakan penggabungan dari dua konsep awal yang terkesan berjalan sendiri-sendiri
Pada awalnya terlihat kurang adanya keterkaitan yang erat antara riset dan pengembangan
teknologi pertanian dengan peningkatan hasil panen di lapangan. Seiring berjalannya waktu mulai
ada harmonisasi keduanya dan hal ini sudah mulai terlihat di tahun 2008 ini. Triwulan II 2008 ini
PDB sektor pertanian meningkat 5,1% dari Triwulan I. Hal ini seiring dengan tingginya nilai
ekspor hasil pertanian periode Januari-Juni 2008 yang meningkat 50,13% dibanding periode yang
sama tahun lalu. Inilah bukti dari optimalisasi usahatani di Indonesia berhasil. Tingginya nilai
ekspor hasil pertanian indonesia juga menandakan bahwa kualitas produk pertanian kita sudah
sesuai dengan standar kualitas internasional. Baiknya kualitas dan kuantitas produk pertanian
Indonesia merupakan hasil dari konsep pertanian modern yang diterapkan di Indonesia.
Konsep optimalisasi usahatani ini dijabarkan oleh sebuah sistem terpadu yang mampu
melingkupi semua sektor, termasuk industri, dan mengaitkannya menjadi sebuah rantai
perekonomian Indonesia. Sistem ini merupakan penerapan dari konsep pertanian modern, yaitu
agribisnis. Sistem agribisnis merupakan sistem yang terdapat keterkaitan erat antar subsistem
agribisnis mulai dari hulu hingga jasa penunjang dan menopang satu sama lain. Sistem agribisnis
merupakan konsep yang lebih konkrit dan komprehensif untuk pengembangan sektor pertanian ke
arah yang lebih baik. Dengan adanya sistem ini, pengembangan komoditas-komoditas pertanian
Indonesia pun menjadi lebih fokus karena setiap komoditas memiliki subsistem agribisnis yang
berbeda-beda. Sistem ini juga mampu menggerakkan pemerintah untuk lebih giat mengeluarkan
kebijakan yang pro terhadap pertanian rakyat dan dunia perbankan agar lebih ‘ramah’ terhadap
petani dalam hal kredit karena keduanya masuk sebagai salah satu subsistem agribisnis, yaitu
subsistem jasa penunjang yang bergerak bersama-sama subsistem yang lainnya.
Setelah perjuangan penuh manusia untuk merancang konsep pertanian modern untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang tanpa batas, kini berkembang lagi konsep pertanian baru yang
semakin menunjukkan kebutuhan manusia yang tanpa batas. Pengembangan sektor pertanian ke
arah yang lebih lanjut adalah untuk usaha pemenuhan energi. Sumberdaya alam yang semakin
terbatas, terutama sumber energi, membuat manusia kembali mengandalkan pertanian sebagai
penghasil sumber energi alternatif. Belakangan sudah dikembangkan biofuel di Brazil dengan
memanfaatkan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) dan sudah mulai dikembangkan pula oleh
negara lain.
Semua hal diatas mengenai konsep pertanian berhubungan erat dengan pemenuhan
kebutuhan manusia yang tanpa batas. Padahal, sumber daya yang tersedia sudah pasti ada batasnya
dan suatu saat akan habis. Untuk kepentingan yang sangat vital inilah sektor pertanian kini sudah
terpolitisasi. Apalagi di Indonesia yang mayoritas warganya berlatar belakang pertanian atau
berhubungan dengan sektor pertanian.
Pangan pada hakikatnya akan selalu dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu negara. Tabiat
manusia yang kebutuhannya tanpa batas harus dikendalikan semaksimal mungkin karena alam
memiliki keterbatasan. Jika hal itu tidak sesegera mungkin dilakukan, bukan tidak mungkin
manusia akan punah sebelum waktu yang ditentukan-Nya.

B. Menuju Pertanian Modern


Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik, holtikultura, dll. Metode ini
akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan banyak cara. Salah satu contoh
pertanian modern adalah pertanian organik. Menghidupkan kembali kearifan lokal seperti ritual
tanam, kalender musim/ pronoto mongso, kecocokan tanaman dengan karakteristik petani
dan kondisi topografi/geografi setiap daerah seharusnya tidak dilupakan pertanian organik.
Kearifan lokal dengan berbagai ragam pengetahuan manusia dihapus oleh pertanian modern,
menjadi hanya satu pola bentuk pertanian. Bibit lokal, kearifan pengetahuan pertanian lokal dicap
“primitif” oleh penggiat pertanian modern. Julukan primitif ini diikuti promosi besar-besaran jenis
padi hibrida unggul, tahan terhadap segala jenis penyakit dan hama, produksi lebih tinggi, dan
waktu panen yang cepat.
Praktik pertanian organik seharusnya membawa perubahan mendasar dalam kehidupan
sosial yang dulu pernah ada dan hidup dikomunitas pedesaan. Dulu, hubungan
antara pemilik tanah dan penggarap tidak hanya didasarkan pada ikatan ekonomis saja, tetapi
mereka juga menjalin hubungan yang mengandung ikatan solidaritas sosial. Contohnya, bila salah
seorang keluarga petani ditimpa musibah atau gagal panen, maka beban ini ditanggung oleh
anggota komunitas yang lain, termasuk oleh pemilik tanah. Solidaritas masyarakat desa ini
pulalah yang mencegah dan menyelamatkan keluarga-keluarga petani miskin dari bencana
kelaparan yang disebabkan oleh kerawanan ekologis. Apabila pendekatan pertanian organik tidak
holistik, maka pertanian organik tidak ubahnya seperti revolusi hijau.

C. Sistem Pertanian Modern


Pertanian modern yang bertumpu pada pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia
buatan (pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan internal tanpa
pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya tingkat produksi pertanian, jauh
di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang dilematis dan hal ini telah membawa manusia
kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan masukan dari luar sistem pertanian
itu, namun tidak membahayakan kehidupan manusia dan lingkungannya (Mugnisjah, 2001).
Pertanian modern dikhawatirkan memberikan dampak pencemaran sehingga membahayakan
kelestarian lingkungan, hal ini dipandang sebagai suatu krisis pertanian modern.
Sebagai alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian
organik. Kegunaan budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau membatasi
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pemanfaatan pupuk
organik mempunyai keunggulan nyatadibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan
sendirinyamerupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur
hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik berdaya amliorasi ganda
dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanahdan
sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan
kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian penerapan sistem pertanian
organik pada gilirannya akan menciptakan pertanian yang berkelanjutan.
Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur
dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di
Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah
proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan
teknologi modern.

 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekonomi


Penerapan pertanian organik, memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat antara lain :
a. Produksi pertanian organik jauh dibawah hasil produksi sistem konvensional
Adanya perbedaan hasil ini mencerminkan adanya perbedaan teknik bercocok tanam dan
pengalaman petani. Industri pangan organik berkembang sangat cepat sementara petani belum
mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menerapkan sistem pertanian organik
yang benar. Perbedaan hasil juga seringkali bergantung pada jenis tanaman yang diusahakan.
Beberapa hasil penelitian di kawasan Timur Canada menunjukkan bahwa hasil gandum organik
adalah 75% lebih rendah dibanding dengan gandum konvensional. Pada kasus cuaca yang tidak
normal, misalnya musim kering yang panjang, maka produktivitas pertanian organik biasanya
lebih tinggi dibanding pertanian konvensional. Di samping itu, pertanian organik juga relative
lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
b. Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya
pertanian organik
Minimnya akses transportasi disebabkan karena daerah yang memenuhi syarat untuk
budidaya pertanian organik adalah daerah yang minim pencemaran lingkungan. Hal ini
menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan input
atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b).
sulitnya membawa hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk
transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.
c. Pertanian modern memerlukan biaya produksi relatif lebih rendah dibandingkan
pertanian konvensional
Khususnya untuk penyediaan input produksi pertanian konvensional memiliki biaya
produksi lebih tinggi daripada pertanian modern. Dalam pertanian modern pembelian pupuk dan
pestisida sintetis tidak diperlukan lagi. pengendalian gulma dilakukan secara mekanis. Pengolahan
tanah untuk pengendalian gulma setelah tanaman tumbuh dilakukan dengan cara minimal. Banyak
orang berpendapat bahwa pengendalian gulma akan meningkatkan frekuensi pengolahan tanah dan
juga biaya. Dalam prakteknya, ternyata tidaklah demikian. Dengan perbaikan struktur tanah dan
praktek pengelolaan yang baik, pertanian modern justru meminimalkan pengolahan tanah, atau
lebih sedikit, dibanding pertanian konvensional.
d. Pendapatan petani modern sedikit lebih besar dibanding dengan petani konvensional
Secara umum, biaya produksi lebih rendah dan pendapatan lebih besar (karena premium
price). Industri organik berubah sangat cepat sehingga mempengaruhi ketidakstabilan harga.
Sebagai contoh, adanya harga tinggi pada satu jenis komoditi telah mendorong banyak petani
menanam komoditi yang sama secara bersamaan. Ini menyebabkan harga turun ketika musim
panen. Banyak orang berpendapat bahwa sejalan dengan waktu premium price akan stabil.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan
petani, sebagai contoh biaya pembelian pupuk organik lebih murah dari biaya pembelian pupuk
kimia; Harga jual hasil pertanian organik seringkali lebih mahal. Contoh, harga beras organik saat
ini Rp. 8.000 – 13.000,-/kg sedang beras biasa Rp. 5.500 – 7.000,-/kg; Petani dan peternak bisa
mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran ternaknya;Bagi peternak,
biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi bahan organik lebih murah dari pakan ternak
konvensional; Pengembangan pertanian organik berarti memacu daya saing produk agribisnis
Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar internasional akan produk pertanian organik yang
terus meningkat. Ini berarti akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya
akan meningkatkan kesejahteraan petani.
e. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan
Pertanian modern akan merangsang hadirnya industri kompos rakyat yang berarti adanya
lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan. Disamping itu, penerapan pertanian modern juga
akan merangsang adanya kerjasama kemitraan antara petani peternak-pekebun untuk menerapkan
sistem pertanian terpadu. Dalam hubungan ini, peternak mendapatkan bahan makanan ternak dari
limbah pertanian (jerami dan dedak, misalnya) dari petani, sedangkan petani mendapatkan kotoran
hewan dari peternak sebagai bahan kompos untuk usaha pertanian organiknya. Hal ini secara
langsung akan menciptakan keharmonisan kehidupan sosial di pedesaan.

 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Ekologi


Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
a. Memperbaiki kondisi tanah
Dengan menggunakan sistem pertanian modern, tanah yang rusak dapat diperbaiki
sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan
meningkatkan kehidupan biologi tanah.
b. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara
Jika menggunakan sistem pertanian modern ketersediaan dan keseimbangan daur hara
dapat dioptimalisasi melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari
luar usaha tani.
c. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim
mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
d. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan
usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
e. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme
dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu.
f. Menghasilkan bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan
g. Kualitas SDA dipertahankan
h. Ramah lingkungan karena menggunakan pupuk kompos, ataupun pupuk kandang yang
keseluruhannya berasal dari alam,
i. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian.
j. Menjaga sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Dalam pertanian modern diutamakan cara pengelolaan tanah yang meminimalkan erosi,
meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta mendorong kuantitas dan diversitas biologi
tanah. Dalam pertanian organik peningkatan kesuburan tanah dilakukan tanpa menggunakanpupuk
kimia sintetis. Sebagai gantinya digunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman secara
tepat, mixed cropping dan integrasi tanaman dengan ternak, meminimalkan pengolahan tanah
yang mengganggu aktivitas biota tanah,menggunakan tanaman dalam strip dan tumpang sari.
k. Penghematan energi
Hasil studi menunjukkan bahwa sistem produksi organik hanya menggunakan 50–80%
energi minyak untuk menghasilkan setiap unit pangan dibandingkan dengan sistem produksi
pertanian konvensional. Namun demikian, ini tidak berlaku untuk semua sistem produksi sayuran
dan buah-buahan.
l. Tidak mencemari air
Penjagaan kualitas air merupakan upaya yang sangat penting dalam sistem pertanian lestari
(sustainable agriculture system). Kenyataan menunjukkan bahwa polusi air tanah
(groundwater) dan air muka tanah (surface water) oleh nitrat dan fosfat menjadi hal yang umum
terjadi di kawasan pertanian. Residu pupuk dan pestisida sintetis serta bakteri penyebab penyakit
seperti Escherichia Coli juga seringkali terdeteksi di sistem perairan.
Pada areal pertanian organik, sumber air dijaga dengan menghindari praktek-praktek
pertanian yang menyebabkan erosi tanah dan pencucian nutrisi, pencemaran air akibat penggunaan
bahan kimia. Kotoran hewan yang akan digunakan untuk pupuk organik selalu dikelola dengan
hati-hati dan dikomposkan sebelum digunakan. Di samping itu, penggunaan pupuk kimia dan
pestisida sintetis juga dilarang dalam sistem pertanian organik.
m. Tidak mencemari udara
Pertanian modern terbukti mampu meminimalkan perubahan iklim global karena emisi gas
rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan
pertanian konvensional. Dalam pertanian organik tidak menggunakan pupuk nitrogen sintetis
sehingga tidak ada emisi nitrogen oksida dari pupuk buatan tersebut. Penggunaan minyak bumi
juga lebih rendah sehingga menurunkan emisi gas karbon dioksida. Lebih penting lagi, pertanian
organik menyediakan penampungan (sink) untuk karbon dioksida melalui peningkatan kandungan
bahan organik di tanah serta penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup tanah.
n. Dapat memanfaatkan limbah
Praktek pertanian modern mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah menjadi
pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang selama ini dianggap
limbah, justru menjadi bahan yang mempunyai nilai sebagai sumber nutrisi dan bahan organik
bagi pertanian organik.
o. Menciptakan keanekaragaman hayati
Pertanian organik tidak hanya menghindari penggunaan pestisida sintetis, namun juga
mampu menciptakan keanekaragaman hayati. Praktek seperti rotasi pertanaman, tumpang sari
serta pengolahan tanah konservasi merupakan hal-hal yang mampu meningkatkan
keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat yang sehat bagi banyak spesies mulai dari
jamur mikroskopis hingga binatang besar. Pertanian organik tidak menggunakan organisme hasil
rekayasa genetika(Genetic Enggineering Organism) atau organisme transgenik (Genetically
Modified Organism)serta produknya karena alasan keamanan lingkungan, kesehatan dan sosial.
Produk-produk seperti ini tidak dibutuhkan karena mungkin menyebabkan resiko yang tidak dapat
diterima pada integritas spesies.

 Pertanian modern berdasarkan fungsi dasar Sosial


a. Menghasilkan makanan yang cukup, aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Pada sistem pertanian berkelanjutan, tidak digunakan pupuk kimia secara berlebihan
sehingga produk-produk yang dihasilkan layak konsumsi dan aman serta bergizi bagi masyarakat.
b. Kebutuhan dasar seluruh masyarakat terpenuhi
Dengan menerapkan sistem pertanian modern, hasil produksi yang di dapat stabil sehingga
seluruh kebutuhan dasar masyarakat dapat terpenuhi.
c. Segala bentuk kehidupan dihargai
Manusia hidup di dunia tidak sendiri, melainkan berdampingan dengan hewaan dan
tumbuhan. Dengan menerapkannya sistem pertanian modern, manusia, hewan, dan tumbuhan dan
bekerjasama dengan baik dan semua berperan dalam menghadapi hidup. Sehingga semua bentuk
kehidupan dapat dihargai.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.
Dengan digunakannya sistem pertanian modern dapat menciptakan lingkungan kerja yang
aman dan sehat bagi petani. Hal ini dikarenakan petani akan terhindar dari
paparan(exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam
produksi pertanian.

 Pertanian Modern :
a. Lebih banyak dan lebih bagus hasil yang akan dihasilkan jika dibandingkan dengan tradisional
b. Lebih efisien dan lebih simpel karena dibantu alat-alat mekanik

 Ciri-ciri pertanian Modern (Napitupulu, 2000)


1. Usahanya merupakan industri/perusahaan pertanian, memenuhi skala ekonomi, menerapkan
teknologi maju dan spesifik lokasi termasuk mekanisasi pertanian, menghasilkan produk segar dan
olahan yang dapat bersaing di pasar global (likal dan internasional), dikelola secara profrsional,
mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, memiliki “brand name” (citra nama)
berskala internasional dan mampu berproduksi di luar musim.
2. Pertanian mampu mengambil keputusankeputusan yang rasional dan inovatif, memiliki jiwa
kewirausahaan yang tinggi, mempunyai kemampuan maanajemen modern dan profesional,
mempunyai jaringan (networking) yang luas, mempunyai akses informasi ke pasar global dan
mempunyai posisi tawar yang kuat.
3. Organisasinya mempunyai organisasi/asosiasi di antara petani yang kuat (solid) dan berjenjang
dari tingkat desa ke tingkat nasional, bisa mengakses lembaga keuangan dan lembaga bisnis
lainnya.
4. Aturan mainnya mencerminkan adanya kesadaran tingkat makro dan mikro secara operasional
berpihak kepada petani khususnya dalam konteks perdagangan global, tidak tumpang tindih,
konsisten dengan meminimumkan inkonsistensi di antara berbagai kebijakan yang ada.

D. Negara Pertanian Modern


Ada 4 daftar negara-negara yang pertaniaan modernnya harus dicontoh :
1. Jepang
Sebagai negara dengan budaya teknologi yang tinggi, Jepang menerapkan juga teknologi untuk
bidang pertaniannya. Pertanian di negara ini sangat diatur secara detail, dikerjakan secara serius,
mengutamakan teknologi namun tetap ramah lingkungan. Dengan keunikan pengelolaannya itu,
Badan Pertaniannya PBB (FAO) menjadikan daerah pertaniaan di Jepang masuk dalam daftar
Warisan Penting Sistem Pertaniaan Global (GIAHS). Dengan porsi lahan pertanian hanya 25 %
saja, masyarakat Jepang benar-benar memanfaatkan lahan mereka secara efisien, mereka
menanam di pekarangan, ruang bawah tanah, pinggiran rel kereta, di atas gedung, pokoknya setiap
lahan yang dapat dimanfaatkan mereka optimalkan.
Pasca Tsunami yang meluluh lantahkan sebagian lahan pertaniannya, jepang merencanakan sitem
pertanian yang lebih modern. Sistem pertanian yang dijalankan oleh robot, seperti traktor tanpa
awak, mesin tanam dan mesin panen. Untuk menghalau hama jepang akan menggunakan teknologi
lampu LED.

2. Belanda
Menurut saya negara ini sangat mengagumkan dalam hal pengelolaan pertaniannya. Dengan
luas wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan Indonesia, pada tahun 2011 Belanda mampu
menjadi negara peringkat 2 untuk negara pengekspor produk pertanian terbesar didunia dengan
nilai ekspor mencapai 72,8 miliar Euro. Produk andalannya adalah benih dan bunga. Sektor
pertanian merupakan pendorong utama ekonomi di Belanda dengan menyumbang 20%
pendapatan nasionalnya.
Kunci dari majunya pertanian di Belanda adalah Riset. Kebijakan-kebijakan dan teknologi di
adopsi dari riset-riset yang dilakukan para ahli. Salah satu pusat riset pertanian yang terkenal
disana adalah universitas Wageningen.
3. Amerika Serikat
Amerika Serikat terkenal sebagai penghasil kacang kedelai, gandum, kapas, kentang dan
tembakau di dunia. Harga produk-produk tersebut sangat mempengaruhi harga di dunia. Pertanian
di sana dikerjakan dengan luas kepemilikan lahan yang luas, dikerjakan dengan teknologi
pertanian yang hampir separuhnya dilakukan oleh mesin. Sistem irigasi dalam pengelolaan air pun
di buat lebih efisien.

4. Taiwan
Hasil ekspor produk pertanian di negara ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan
nasionalnya. Seperti juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh pengerjaan dilakukan
dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi, mereka menerapkan sistem yang
sangat berbeda dengan Indonesia. Bila di Indonesia bibit padi di semai pada satu hamparan
sebelum dipindah pada lahan sawah, di Taiwan bibit padi dimasukan suatu wadah pot segi empat
dengan ketinggian 2 cm, saat tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara ini
dapat menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi lebih baik, karena
pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari persemaiaan yang akan membuat tanaman stress
dan memerlukan waktu untuk adaptasi.
Dari kesemua negara yang saya sebutkan tadi, ada “benang merah” yang membuat mereka
maju dan terdepan dalam teknologi pertaniaan, yaitu dukungan pemerintahnya melalui kebijakan-
kebijakan yang berpihak terhadap petani, mengatur dan menata pengelolaan pertanian menjadi
teratur, tertata dan mensejahterakan. Saya amat yakin, dalam hal sumberdaya manusia Indonesia
pun tak kalah hebat, tinggal bagaimana menciptakan suasana yang kondusif di pertanian kita,
Malaysia dan Thailand pun udah mulai menata pertaniaannya, sektor ini maju pesat di sana.

E. Manajemen Pertanian Modern


1. Obat – obatan Manajemen pertanian modern menitik beratkan pada segi:
 Produktivitas
 Efisiensi

Produktivitas
Merupakan upaya untuk menaikkan jumlah produksi dari lahan pertanian yang tersedia.
Faktor – faktor yang dapat menunjang hasil produksi antara lain:
1) Lahan
2) Kesuburan tanah
3) Bibit yang di gunakan
4) Tenaga kerja
5) Pupuk
6) Aspek manajemen pengolahan hasil
7) Modernisasi alat pertanian

Efisiensi
Efisiensi menurut pengertian ilmu ekonomi di bagi menjadi tiga :
1) Efisiensi teknis
2) Efisiensi alokatif (harga)
3) Efisiensi ekonomi

Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi
yang di pakai menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga di lihat dari profit
(keuntungan) yang di dapatkan. Efisiensi ekonomi yaitu apabila usaha pertanian tersebut mencapai
efisiensi teknis dan harga
Di Indonesia Gebrakan revolusi hijau terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade
1990-an, petani mulai menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida yang tidak manjur lagi.

Contoh sistem pertanian modern


Corporate Farming adalah sebuah sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan
lahan yang relatif luas secara bersamasama dalam satu sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan
atau korporasi.

2.3 Hakekat Perbedaan Tingkat Produktifitas


Produktifitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output, keluaran) dan segala
pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input, masukan) (Kussriyanto, 1984, p.1). Input
bisa mencakup biaya produksi (production cost) dan biaya peralatan (equipment cost). Sedangkan output
bisa terdiri dari penjualan (sales), earnings (pendapatan), market share, dan kerusakan (defects)
(Gomes,1995, p.157). Proses aglomerasi (pemusatan) industri keberhasilannya banyak ditentukan oleh
faktor teknologi lingkungan, produktivitas, modal, SDM, manajemen dan lain-lain. Pengertian produktivitas
merupakan penggabungan antara konsep efisien usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisien fisik
mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan input.
Produktivitas adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan seorang pekerja pertahun.
Dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di negara maju, tingkat produktivitas tenaga kerja
di negara berkembang masih sangat rendah hal tersebut disebabkan oleh faktor sebagian penduduk
berada di sektor pertanian tradisional yang masih menghadapi masalah pengangguran terselebung.
Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah, karena teknologi dalam kegiatan
pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran terselubung yang berarti kelebihan tenaga
kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi rata-rata produktivitas pekerja (Todaro, 2000).
Menurut Suryana (2000) bagi masyarakat petani yang taraf hidupnya rendah, prioritas bagi
seseorang adalah makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Kebutuhan untuk motivasi kerja, pendidikan dan
ilmu pengetahuan belum merupakan kebutuhan utama. Oleh karena itu produktvitas pertanian tetap
rendah. Produktivitas pertanian yang rendah ini, bukan saja disebabkan oleh karena jumlah penduduk yang
banyak, tetapi juga disebabkan oleh karena pertanian yang kurang maju serta tingkat teknologi yang
primitif, pertanian subsistensi, organisasi yang kurang baik dan terbatasnya input (modal fisik dan tenaga
terampil).
Sedangkan meningkatnya produktifitas petani modern adalah Sistem usaha pertanian
modern yang lebih dikenal sebagai agribisnis merupakan suatu alternatif dalam perubahan usaha
pertanian yang tradisional kearah pertanian yang bukan hanya mengelola lahan dengan
memanfaatkan teknologi budidaya untuk mendapatkan produksi yang maksimal, akan tetapi sudah
menyertakan pula masukan teknologi untuk mendapatkan produk olahan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang seoptimal mungkin.
Pada Negara-negara yang sedang mengalami aglomerasi industri, terdapat dualisme bidang
teknologi. Dualisme teknologi adalah suatu keadaan dalam suatu bidan ekonomi tertentu yang
menggunakan tehnik dan organisasi produksi yang sangat berbeda karakteristiknya. Kondisi ini
mengakibatkan perbedaan besar pada tingkat produktivitas di sektor modern dan sektor tradisional, seperti
keadaan berikut ini :
a. Jumlah penggunaan modal dan peralatan yang digunakan.
b. Penggunaan pengetahuan teknik, organisasi, dan manajemen.
c. Tingkat pendidikan dan keterampilan para pekerja.
Faktor-faktor ini menyebabkan tingkat produktivitas berbagai kegiatan sektor modern sering kali
tidak banyak berbeda dengan kegiatan yang sama yang terdapat di Negara maju. Sebaliknya sektor
tradisional menunjukkan perbedaan banyak karena keadaan sebagai berikut:
a. Terbatasnya pembentukan modal dan peralatan industri.
b. Kekurangan pendidikan dan pengetahuan.
c. Penggunaan teknik produksi yang sederhana.
d. Organisasi produksi yang masih tradisional.
A. Produktifitas dan Pendapatan Petani
Menurut Muryanto (1995 ; 67-68) bahwa petani akan melakukan perhitungan-perhitungan ekonomi
dan keuangan walaupun tidak secara tertulis. Kalu petani menghadapi pilihan terkait apa yang akan mereka
tanam maka ia akan memperhitungkan untung ruginya. Sehingga dapat dikatakan bahwa petani
membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue)
dengan biaya ( pengorbanan, cost) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen
disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi.
Adapun pendapatan akan diketahui setelah hasil produksi (output) dikurangi biaya-biaya yang
dikeluarkan dari faktor produksi(input0 yang masing-masing diukur dalam bentuk uang. sedangkan yang
dimaksud biaya pengeluaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk ongkos produksi, seperti
pembelian bibit, pupuk, pestisisda, sewa alat pertanian dan sewa hewaan.
Aplikasi teknologi di sektor pertanian mempunyai kendala yang cukup beragam mulai dari
rendahnya tingkat pendidikan sebahagian besar petani dan pelaku agribisnis sampai kepada
teknologi lokalita yang kurang tersedia. Kedaan ini lebih diperburuk lagi oleh keterbatasan modal
sehingga petani tidak sepenuhnya dapat membeli dan memanfaatkan teknologi yang sudah ada.
Usaha kearah perbaikan sebenarnya sudah mulai dilaksanakan melalui berbagai pembinaan yang
masih bersifat parsial, sehingga belum dapat berhasil dengan baik. Komitmen yang tidak jelas serta
koordinasi antar pihak terkait yang kurang berjalan sesuai dengan perencanaan dan kadang-kadang
adanya saling ketidakpercayaan antar pihak merupakan salah satu sebab tidak berhasilnya
peningkatan kecakapan petani dan pelaku agribisnis dalam memanfaatkan teknologi.
Terbatasnya teknologi yang tepat lokasi ini sangat berpengaruh kepada produktifitas
komoditas pertanian pada umumnya, sehingga belum tercapai optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya lahan yang sebenarnya berpotensi untuk memberikan hasil yang lebih banyak.
Rendahnya produktifitas lahan ini ditandai oleh besarnya senjang hasil yang diperoleh ditingkat
petani dengan hasil di tingkat penelitian. Ada tiga komponen teknologi yang menyebabkan
rendahnya produktifitas yaitu aplikasi teknologi budidaya yang masih rendah, penggunaan varitas
yang kurang sesuai dengan kondisi lokalita, serta masih besarnya kehilangan hasil setelah panen.
Rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya kecakapan petani merupakan penyebab rendahnya
penerapan teknologi oleh petani tersebut. Sedangkan terbatasnya teknologi berupa varitas lokalita
dan besarnya kehilangan saat panen dan pasca panen merupakan indikator masih lemahnya
pembinaan kepada petani serta minimmya peran daerah dalam menghasilkan teknologi. Oleh
sebab itu pengembangan sumberdaya di sektor pertanian sangat perlu untuk dilaksanakan karena
kedepan sektor ini masih menjadi salah satu andalan ekonomi daerah waled yangcukup penting.
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian tersebut meliputi berbagai hal. Pertama, kesenjangan
yang cukup lebar antara hasil di tingkat petani dengan hasil di tingkat penelitian. Ini terjadi pada
sebahagian besar tanaman pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan.
Kedua, ketersediaan teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan agroecosystem, sosial
ekonomi dan budaya tempatan terbatas. Ketiga, penyediaan varitas dan benih berkualitas dengan
harga yang terjangkau masih terkendala. Keempat, kemampuan produk andalan untuk bersaing
secara global masih sangat lemah. Kelima, efisiensi penggunaan sarana produksi (Saprodi) tidak
dapat meningkatkanpenda pandapatan petani.
Hal ini karena harga Saprodi selalu meningkat sehingga perlu dikembangkan pendekatan
budidaya dengan input rendah yang dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.Untuk mendukung
pengembangan agribisnis seutuhnya di waled maka masa yang akan datang diperlukan usaha
pengembangan teknologi pertanian secara terus menerus. Disamping pengembangan teknologi
untuk proses produksi tanaman pertanian juga harus diikuti dengan inovasi produk dan proses
produksi industri pertanian baik teknologi yang akan dimanfaatkan oleh sektor publik atau
teknologi untuk rakyat banyak.
Dari berbagai pengalaman ternyata usahatani dengan mengandalkan monokultur kurang
menguntungkan kepada petani apalagi cara ini sering membutuhkan input tinggi, bahkan kadang-
kadang cenderung dapat mempunyai dampak yang kurang baik. Diversifikasi komoditas dalam
usahatani yang meliputi tanaman pertanian baik tanaman tahunan maupun tanaman muda dengan
hewan ternak bahkan dengan ikan dapat menjadi andalan dalam usahatani masa depan. Pertama,
karena komoditas yang satu dapat memanfaatkan hasil samping dari komoditas lain seperti kotoran
ayam atau sapi yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman atau tambahan makanan ikan
sebaliknya bahagian tanaman tertentu juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Kedua,
dengan diversifikasi komoditas akan mengurangi resiko kegagalan usaha atau terdapatnya saling
subsidi keuntungan jika salah satu komoditas harganya kurang baik. Ketiga, akan dapat menjaga
kelestarian lingkungan, menjaga kemungkinan serangan penyakit malaria.
Selanjutnya upaya yang kedua adalah meningkatkan indeks panen atau meningkatkan
penanaman dari satu kali setahun menjadi dua atau tiga kali setahun. Upaya ini tentu memerlukan
penyempurnaan sarana dan prasarana pertanian di lapangan seperti perbaikan sistem pengairan
pada areal tertentu. Pencarian varitas-varitas baru yang cocok untuk kondisi lahan lokalita
misalnya padi toleran air pengairan yang mengandung garam, varitas palawija tahan salin sehingga
berpotensi ditanam di lahan pasang surut.
Permasalahan dalam peningkatan produktifitas untuk tanaman padi saja contoh: di BP3K
Waled, Kab.Cirebon sampai sekarang hanyah sekitar 7 ton/hektar baru tercapai 6 ton/hektar
sehingga peyuluh sekarang agak tersendat/ hasil panen berkurang, sampai sekarang belum ada
sousi yang maxsimal.
Permasalahan yang di jadikan kendala dalam peyuluhan pertanian misalnya:
a) Kemampuan penyuluh yang sangat kurang dalam pengetahuanya dan keterampilan yang kurang
sigap.
b) Materi penyuluhan yang sangat terbatas/ dan kurangyah informasi yang berinovasi.
c) Sarana dan biaya penyuluhan/kurangnyah prasarana untuk uji coba dan ketinggalan dalam
teknologi seperti intenet dll.
d) Dari kesadaran petani, SDM yang dimiliki yang kurang menyerap pengetahuan dari penyuluh.
e) Keterbatasan modal petani seperti biaya produksi dan sarana produksi sehingga menghasilkan
outpu yang maksimal.
f) Kebijakan dan perogram pemerintah seperti HPP (Harga Pokok Pembelian) ditentukan
pemerintah belum bisa ditentukan petani, Refaksi (Standarisasi harga) .
Sampai saat ini banyak usaha pertanian dengan berbagai skala usaha masih terlalu
mengeksploitasi lahan untuk tujuan komersil sehingga lahan yang sebelumnya cukup baik menjadi
lahan yang marjinal. Hal ini tentu tidak boleh terjadi terus menerus karena lahan pertanian akan
terdegradasi secara berangsur-angsur yang berarti kita akan meninggalkan lahan bermasalah untuk
generasi masa datang. Apalagi dalam kerangka ekonomi kerakyatan segala usaha termasuk
dalammya usaha pertanian haruslah mempertimbangkan kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya yang dimiliki. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan pemahaman sumberdaya petani
tentang teknologi di bidang pertanian sehingga pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan baik.
B. Manfaat teknologi
Untuk Meningkatkan Produktifitas yang Maxsimal kita memerlukan sentuhan teknologi
seperti alat bantu peyuluhan seperti pasilitas (prasarana), di perlukan juga alat-alat Mekanisasi
pertanian supaya efisien teknik dan biaya. Mewujudkan tujuan pembangunan pertanian
memerlukan tiga fungsi yaitu fungsi pengaturan dan pelayanan oleh Dinas, fungsi penyuluhan
serta fungsi penelitian. Ketiga fungsi tersebut kedudukannya sepadan dalam melaksanakan
pembangunan pertanian, sehingga tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka
menghasilkan SDM pelaku pembangunan pertanian yang kompeten sehingga mampu
mengembangkan usaha pertanian yang tangguh, bertani lebih baik (better farming), berusaha tani
lebih menguntungkan (better bussines), hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih
sehat. Penyuluhan pertanian dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan
petani-nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian, serta mendampingi petani untuk:
1) Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan ke
depan.
2) Membantu mereka menemukan masalah.
3) Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah
4) Membantu mereka mengambil keputusan.
5) Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Bahwa Dalam penyuluhan pertanian memerlukan Inovasi Baru sehingga dapat meningkatkan
hasil produktifitas, sehingga tercapainyah sistem pertaniaan agribisnis maka petani harus bisa
memasarkan hasil dari produknya dengan mandiri sehingga meningkatkan pembangunan
pertanian.
Beberapa kelemahan teknologi pertanian salah satunya adalah meredupnya peran penyuluh
pertanian. Penyuluh Pertanian sebagai suatu proses belajar yang secara formal fleksibel diyakini
merupakan pembelajaran yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas SDM pertanian di
Indonesia, terutama dalam mengadopsi teknologi usha tani.
Karena dalam peyululuhan pertanian semuanya berkaitan dengan SDM yang di miliki sampai
kondisi alam juga perlu di perhatikan, dari sosial ekonomi sampai sosial budaya maka penyuluh
harus memiliki pengetahuan yang sangat luas di dalam sektor pertanian. sehingga dalam
penyuluhan perlu metode yang tepat dalam teknis peyuluhanya.

2.4 Latar Belakang Perdagangan Komoditas Pertanian


Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan
antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah transaksi dagang
antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain, baik mengenai
barang-barang maupun jasa-jasa. Subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri
dari warga negara biasa, pengusaha ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan yang menurut ekspor dan impor suatu negara secara keseluruhan.
Jadi, perdagangan komoditas pertanian dapat terjadi apabila suatu negara mengalami kekurangan
komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas pertanian yang kemudian
melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Perubahan kinerja
ekonomi makro di negara produsen dan importir komoditas pertanian sebagai dampak dari
liberalisasi perdagangan sektor pertanian.
Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara, termasuk perdagangan
internasional, merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang cukup penting dan signifikan
dalam menentukan tingkat kemajuan ekonomi dari negara tersebut. Perdagangan, dengan berbagai
aktivitasnya, akan menjadi salah satu kesempatan dalam meningkatkan pendapatan serta
memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat dan menanggulangi kesulitan ekonomi.
Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai sumber daya, saat ini
sedang melaksanakan dan melanjutkan pembangunan secara berkala, dimana dalam menjalankan
pembangunannya membutuhkan berbagai jenis barang dan jasa. Barang dan jasa tersebut dapat
diperoleh dari dalam negeri dan ada pula yang diimpor dari negara lain dengan berbagai i jenis,
sifat dan karakteristik produknya.
Aktivitas untuk melakukan kegiatan impor dari berbagai barang dan jasa dari negara-
negara pengimpor ini diperlukan alat pembayaran yang berupa mata uang asing dalam setiap
transaksinya. Ragam upaya untuk memperoleh mata uang asing ini sangat banyak, salah satunya
adalah dengan melakukan aktivitas ekspor, sehingga pembangunan di Indonesia selayaknya tetap
berjalan dengan lancar dan baik, dimana segala aktivitas ekspor dengan negara-negara tujuan
ekspor harus lebih ditingkatkan, baik volume maupun nilai ekspornya.
Ekspor merupakan berbagai komoditi yang terdiri dari beragam jenis produk, baik berupa
barang ataupun jasa, dimana beragam jenis produk tersebut bergerak ataupun berpindah
meninggalkan suatu negara, yang menjadi asal-muasal produk tersebut, menuju negara lain yang
menjadi tujuannya ataupun berupa hasil transaksi yang diperdagangkan antar negara (Kuntjoro,
1996:37). Ekspor merupakan suatu aktivitas ekonomi berupa transaksi berbagai produk, baik
berupa barang ataupun jasa, yang diproduksi ataupun dihasilkan di dalam negeri dan kemudian
dijual ke luar negeri (Mankiw, 2000:67).
Transaksi ekspor dari hasil pertanian merupakan salah satu bagian ekspor yang berasal dari
sektor non-migas. Produk yang berasal dari hasil pertanian penting bagi negara Indonesia dan
masyarakatnya, karena produk dari hasil pertanian merupakan dasar kehidupan ekonomi manusia
(Sumaatmadja, 1988:166). Produk dari hasil pertanian, hingga saat ini dan
mungkin hingga beberapa waktu puluh tahun atau beberapa ratus tahun mendatang, akan tetap
menjadi sumber daya bagi bahan makanan untuk penduduk suatu negara, kawasan ataupun
manusia. Manusia belum dapat mengembangkan suatu sektor kehidupan ekonomi yang lain
apabila belum mampu melaksanakan dan mengembangkan sektor pertanian secara
baik dan benar, karena sektor pertanian menjadi sektor utama yang akan menjamin kehidupan
manusia. Hasil dari berbagai produk pertanian yang menjadi sumber daya makanan atau pangan
utama, juga memberikan dan menyumbangkan potensinya yang lain, baik sebagai salah satu objek
perdagangan maupun sebagai salah satu bahan industri pendukung perdagangan.
Motivasi utama melakukan perdagangan internasional komoditas pertanian berdasarkan
teori perdagangan internasional adalah untuk memperoleh peningkatan pendapatan. Perdagangan
internasional memberikan konsumen akses untuk memperoleh barang dengan harga yang relatif
terjangkau dan pemilik sumber daya dapat memperoleh peningkatan pendapatan (Appleyard et al.,
2006). Menurut Salvatore (2007) perdagangan internasional mengakibatkan efisiensi produksi
barang/jasa, hal ini dikarenakan tiap negara di dunia melakukan spesialisasi dalam berproduksi
khususnya komoditas pertanian.
Ansori dan Musafak (2010) menyatakan bahwa ekspor merupakan kegiatan pengeluaran
barang dari pabean Indonesia yang sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Perdagangan internasional akan menguntungkan neraca pembayaran suatu negara asalkan
mencapai X > M (ekspor lebih besar daripada impor) melalui asumsi ini banyak negara tertarik
untuk melakukan pembukaan diri dan melakukan perdagangan Internasional. Selain itu ekspor
adalah suatu bentuk pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkannya
keluar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan menghampakan pembayaran dalam bentuk
valuta asing (Amir, 2001:2).
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini tidak mungkin menghentikan
masuknya produk asing. Salah satu cara melawannya adalah meningkatkan daya saing produk
Indonesia. Strategi pemasaran merupakan hal yang penting untuk dapat meningkatkan daya saing
suatu produk. Menghadapi persaingan yang sangat ketat menuntut perusahaan dapat memenuhi
keinginan konsumen, sehingga diharapkan produk yang dihasilkan dapat terus disukai oleh
konsumen. Daya saing produk dari suatu negara sangat bergantung pada kemampuan negara yang
bersangkutan untuk berinovasi dan mengembangkan produk yang dimiliki.
Kemampuan suatu produk untuk bisa menjadi komoditi ekspor unggulan tergantung dari
kenggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki komoditi tersebut (Nopirin, 2007).
Keunggulan komparatif adalah perbandingan sesama produsen suatu jenis barang, didasarkan atas
biaya oportunis yang ditanggung tiap-tiap produsen dan dapat diuji dengan RCA (Revealed
Comparative Advantage). Keunggulan kompetitif adalah keunggulan di suatu negara di dalam
persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang
dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah dan dapat diuji
dengan ISP (Indeks Spesialisasi Perdagangan).
Kebutuhan dunia akan hasil-hasil perkebunan terus meningkat setiap tahunnya.
Pertumbuhan penduduk, perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih menyebabkan
permintaan akan hasil-hasil perkebunan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan negara-negara
penghasil komoditi pertanian semakin gencar dalam mengekspor hasil pertanian ke pasar
internasional. Salah satu hasil pertanian yang menjadi andalan di beberapa negara ialah CPO
(Crude Palm Oil). Pemanfaatan minyak kelapa sawit menjadi salah satu komoditas ekspor
unggulan Indonesia. Produksi CPO Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Crude Palm Oil
(CPO) atau minyak kelapa sawit adalah hasil olahan dari biji kelapa sawit Biji Sawit nantinya
diolah di pabrik, diekstraksi dan dimurnikan hingga menjadi CPO (Bari, 2002) Amornkitvikaia et
al. (2012) berpendapat bahwa kinerja ekspor yang kuat berperan sebagai salah satu faktor penting
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kinerja perdagangan komoditas pertanian baik dalam skala nasional maupun global juga
dipengaruhi oleh adanya liberalisasi sektor pertanian yang disepakati oleh berbagai negara dalam
kerangka multilateral, regional maupun bilateral. Dalam kerangka multilateral,
Indonesia sebagai anggota WTO mendukung kebijakan perdagangan global yang bebas dan adil,
dimana tujuan jangka panjang dari WTO adalah meliberalkan perdagangan dunia melalui 3 pilar,
yaitu perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan domestik (domestic support)
yang dapat mendistorsi pasar, dan pengurangan subsidi ekspor (export subsidy). Tujuan ini
seharusnya mendatangkan manfaat bersama bagi seluruh negara di dunia. Namun faktanya,
perdagangan internasional dan hasil perundingan sektor pertanian di WTO lebih banyak
merugikan negara-negara sedang berkembang (Suryana, 2004). Faktor-faktor yang menyebabkan
tidak tercapainya tujuan untuk menciptakan sistem perdagangan sektor pertanian yang adil dan
berorientasi pasar antara lain:
1. Negara-negara maju masih tetap mempertahankan, bahkan meningkatkan dukungan domestik
melalui subsidi kepada petaninya, terutama produsen pangan dan peternakan (Suryana, 2004).
Data OECD (2002) yang dikutip Simatupang (2004) menunjukkan bahwa nilai dukungan domestik
dari kelompok negara OECD meningkat dari rata-rata US$ 236 milyar per tahun pada periode pra-
WTO (1986-1988) menjadi US$ 248 milyar pada masa implementasi kesepakatan WTO (1999-
2001). Sementara itu, Amerika Serikat dan Uni Eropa (European Union-EU) meningkatkan
dukungan domestik mereka masing-masing sebesar 21 persen dan 5 persen pada periode yang
sama. Subsidi yang besar dari negara-negara maju tersebut mengakibatkan persaingan tidak adil
di pasar dunia.
2. Selain subsidi domestik, negara-negara maju juga memberikan subsidi ekspor yang besar untuk
produk-produk pertanian mereka. Kelompok negara EU memberikan tingkat subsidi tertinggi,
yaitu mencapai US$ 23,2 milyar atau 90 persen dari total nilai subsidi seluruh anggota WTO pada
kurun waktu 1995-1998 (Dixix, Josling and Blandford, 2001). Menurut Simatupang (2004),
subsidi ekspor itu menyebabkan disparitas harga antara pasar dunia dan pasar domestik negara-
negara maju, sehingga dapat dipandang sebagai instrumen untuk fasilitasi praktik dumping yang
dilarang WTO.
3. Ketidakseimbangan tingkat pembangunan ekonomi, teknologi, ketrampilan SDM, dan
infrastruktur antara negara maju dan negara berkembang menyebabkan ketidakmampuan
negara berkembang menciptakan kondisi persaingan seimbang (equal playing field)(Sawit, 2003).
Di negara-negara berkembang pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya, karakteristik usaha
pertanian umumnya masih bersifat subsisten, yaitu belum berorientasi komersial secara penuh.
Artinya, pertanian masih menjadi perikehidupan dan kebudayaan masyarakat. Kondisi yang
demikian kurang selaras dengan aturan dalam Agreement of Agriculture (AoA) dan mekanisme
pasar yang hanya sesuai bagi industri pertanian modern yang berorientasi pasar di negara-negara
maju.
4. Ketidakadilan dalam membuka akses pasar, dimana di satu sisi negara maju memaksa negara
berkembang untuk membuka akses pasar seluas-luasnya, sementara di sisi lain negara maju
berusaha membatasi akses pasar bagi produk-produk negara berkembang melalui berbagai
instrumen, seperti tarif eskalasi, perlindungan sanitary dan phyto-sanitary, dan non-
trade barrier lainnya. Perbedaan kepentingan dan kebijakan itulah yang menimbulkan kondisi
perdagangan multilateral sektor pertanian yang tidak seimbang dan mengarah tidak adil (fair).
Kebijakan nasional pembangunan pertanian di suatu negara tidak terlepas dari pengaruh-
pengaruh eksternal dalam era globalisasi dengan ciri keterbukaan ekonomi dan perdagangan yang
lebih bebas. Dengan demikian, akan sulit ditemukan adanya kebijakan nasional pembangunan
pertanian yang lepas dari pengaruh-pengaruh tersebut. Demikian pula halnya dengan Indonesia,
dimana kebijakan nasional pembangunan pertaniannya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,
antara lain: (a). kesepakatan-kesepakatan internasional (seperti WTO, APEC dan AFTA); (b).
kebijakan perdagangan komoditas pertanian di negara-negara mitra perdagangan Indonesia; (c).
lembaga-lembaga internasional yang memberikan bantuan kepada Indonesia terutama dalam masa
krisis (Pranolo, 2000).
Sebagai salah satu anggota WTO, berarti Indonesia bersedia membuka pasar domestiknya
bagi produk negara lain dan menerima segala konsekuensi perdagangan bebas (Yusdja, 2004:
127). Selain itu, sebagai anggota WTO, Indonesia juga telah meratifikasi pembentukan WTO
melalui UU No. 7 Tahun 1994 Malian, 2004: 135). Pada akhir tahun 1997 Indonesia akhirnya
meminta bantuan kepada IMF dan World Bank untuk stabilisasi perekonomian nasional, dimana
kedua lembaga ini memberikan ‘stabilization package’ senilai US$ 43 milyar. Namun Indonesia
harus memberikan imbalan berupa reformasi di bidang kebijakan ekonomi makro yang
mempengaruhi perubahan kebijakan pembangunan pertanian. Salah satu komitmen Indonesia
dengan IMF (15 Januari 1998) adalah menurunkan tariff (pajak bea masuk yang dikenakan bagi
produk impor yang diambil dari prosentase nilai produk) untuk semua jenis pangan maksimum 5
persen, yang juga berarti pemerintah harus menghapuskan semua pembatasan investasi untuk
perdagangan eceran (retail) dan besar (wholesale) serta memberikan perlakuan yang sama dalam
kegiatan impor dan distribusi pangan domestik bagi BULOG dan swasta.
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang masuk WTO, dengan disahkannya hasil
Putaran Uruguay (Uruguay Round) WTO sebagai rangkaian dari General Agreement on Tariff and
Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993. Perundingan di bidang pertanian meliputi tiga
pilar utama: a). subsidi/bantuan domestik (domestic support), b). promosi/subsidi ekspor (export
promotion/subsidy), c). akses pasar (market access) (Pranolo, 2000; Malian, 2004: 136; Sawit,
2004: 121; Achterbosch, et.al. 2004: 99-101; Swastika, et.al, 2006: 258; Lokollo, 2007: 305).
Menurut Lokollo (2007: 305), dalam subsidi domestik dibahas masalah penentuan formula
pemotongan subsidi domestik dan produk khusus (Special product). Pilar subsidi ekspor, dibahas
terutama terkait dengan masalah penghapusan subsidi ekspor. Untuk pilar akses pasar, termasuk
yang dibahas adalah bentuk formula penurunan tarif, Special Product (SP), Special Safe-guard
Mechanism (SSM) untuk negara berkembang (usulan dari Indonesia sebagai koordinator G-33),
Sensitive Product untuk negara maju (Achterboscch, et.al, 2004:97). Selain itu terdapat pasal
tentang special and differential treatment – S&DT (disyaratkan untuk negara berkembang) untuk
menunjang tecapainya keseimbangan tiga pilar perundingan di bidang pertanian ini, agar
perundingan dengan negara maju lebih berimbang dalam KTM WTO (Hutabarat, dkk, 2007:1;
Sawit, dkk, 2005: 95). Usulan Indonesia ini masuk dalam Kerangka Kerja Paket Juli (July
Framework) 2004 di Jenewa (Sawit, dkk, 2005:95; Hutabarat dan Rahmanto, 2007).
Kerangka kerja yang disebut sebagai July Package di Jenewa 2004 berhasil menyatukan
pendapat negara-negara anggota WTO untuk menghapus subsidi ekspor pertanian untuk waktu
tertentu. Paket Juli ini merupakan terobosan baru menyelesaikan Doha Development Agenda
dimana Indonesia berhasil memasukkan konsep Special Product dan Special Safeguard
Mechanism (SP/SSM) yang bertujuan untuk melindungi petani dalam negeri yang berada di bawah
garis kemiskinan. Konsep SP/SSM ini memberikan kesempatan kepada negara berkembang
seperti Indonesia, untuk melindungi produk-produk pertanian yang peka terhadap gejolak dan
terkait kuat dengan gejolak ketahanan pangan (food security), pembangunan pedesaan (rural
development), pengentasan kemiskinan (livelihood security) (Hutabarat dan Rahmanto, 2007).
Sektor pertanian sangat memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia
sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa (salah satu komoditi ekspor) sehingga
merupakan sumber pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan hal itu, perekonomian dunia saat ini
memasuki era sejarah baru dimana ekonomi dan budaya nasional serta batas-batas geografis
kenegaraan sudah kehilangan makna oleh sebuah proses ‘globalisasi’ yang berjalan cepat.
Indonesia yang menganut perekonomian terbuka juga sangat sulit untuk mengelak dari dinamika
ekonomi internasional yang semakin mengglobal ini. Sejalan dengan itu terjadi perubahan
mendasar di pasar internasional yaitu liberalisasi perdagangan untuk sektor pertanian dengan
terbentuknya World Trade Organization (WTO) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing
ekonomi melalui perdagangan internasional yang adil dan saling menguntungkan.
Namun, tujuan yang ingin dicapai dalam perjanjian pertanian WTO, yaitu untuk
membentuk perdagangan yang adil dengan sistem perdagangan produk pertanian berorientasi
pasar, tidak terlaksana. Posisi negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) dalam banyak hal
tidak seimbang dengan negara-negara maju, bahkan tidak merasakan manfaat secara optimal dari
keikutsertaannya sebagai anggota WTO (Hutabarat, dkk, 2007: vi). Liberalisasi perdagangan di
sektor pertanian tidak memberikan keuntungan yang seimbang bagi negara berkembang seperti
yang diperoleh negara maju, karena mengancam pasar domestik, terutama kesejahteraan petani
produsen di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

2.5 Komoditas Pertanian Negara Berkembang


Negara-negara berkembang sebagian besar berada di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.
Walaupun negara-negara tersebut kaya sumber daya alam, tetapi belum membawa kesejahteraan
yang merata bagi penduduknya. Sebagian besar negara berkembang terletak di daerah tropis yang
miskin unsur hara dan curah hujannya tinggi, sehingga proses erosi berlangsung cepat dan tanah
cepat mengalamio ketidaksuburan. Menurut Soerdjono Abipraja (1985:14) mengemukakan bahwa
rata-rata penduduk yang bekerja di sektor pertanian adalah 55%-80%. Namun tingkat
produktivitasnya sangat rendah dan tidak elastis. Kegiatan di sektor pertanian hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri (self-suffient agricultural, bahkan tidak jarang mengalami krisis
pangan. Salah satu kelemahan negara berkembang di bidang pertanian adalah diusahakannya
komoditi tunggal (single comoditi) seperti: Colombia dan Brazilia dengan kopinya, Mesir dengan
kapasnya. Hal ini menyebabkan krisis atau kemungkinan gagal panen akibat penyimpangan iklim.

a. Brasil
Pertanian dan Perkebunan
Pertanian dan perkebunan memegang peran utama dalam perekonoomian Brasil. Pertanian
tidak lagi didominasi oleh satu jenis komoditas saja. Hasil pertanian lebih bervariasi dan dapat
meningkatkan hasil ekspor. Pemerintah federal memberikan perhatian khusus bagi daerah-daerah
pedalaman untuk pengembangan sektor pertanian melalui insentif keuangan dan fasilitas kredit
khusus. Hasil pertanian Brasil antara lain gandum, padi, jagung, dan kacang kedelai. Produk lain,
seperti karet, biji-bijian, dan serat kini banyak dibudidayakan.
b. India
India merupakan negara agraris karena sekitar 70% penduduknya bekerja di sektor pertanian.
Hasil-hasil pertaniannya meliputi padi, tebu, yute, kapas, kopi, gandum, sorgum, lada, dan karet.

c. Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki beberapa komoditas pertanian unggulan
seperti berikut :
1. Kelapa Sawit
Indonesia menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Pada tahun
2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia
di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar
USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari tahun
ketahunnya.
2. Rempah-rempah
Sejak dahulu kala, Indonesia terkenal akan rempah-rempahnya. Tanaman rempah-rempah yang
tumbuh subur di Indonesia menarik minat bangsa lain untuk menguasainnya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dahulu banyak bangsa asing yang kaya raya akibat rempah-rempah dari
Indonesia yang mempunyai nilai sangat tinggi. Sampai saat ini Indonesia masih sebagai eksportir
utama rempah-rempah di dunia, diantaranya adalah pala (no. 1), kayu manis (no. 1), cengkeh (no
1) dan lada (no. 2).
3. Kakao
Indonesia merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014 pemerintah berkomitmen
untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk menduduki peringkat pertama sebagai penghasil
kakao terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau
menyumbang 16% produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan
1,6 juta ton, atau menyumbang sebesar 44%.
4. Karet
Indonesia menempati peringkat ke 2 setelah Thailand sebagai pemasok karet mentah dunia. Ada
yang menyebut Indonesia sebagai Arabnya karet dunia. Meskipun kalah dalam hal jumlah dan
produktifitas perkebunan karet, namun karet Indonesia disebut-sebut menang secara kualitas
dibanding karet dari Thailand. Pada tahun 2011 produksi karet di Indonesia mencapai 2,8 juta ton.
5. Kopi
Saat ini Indonesia menduduki peringkat 3 sebagai produsen kopi dunia dibawah Brazil dan
Kolombia. Basarnya produksi kopi Indonesia per tahun rata-rata sekitar 600 ribu ton. Dari angka
ini Indonesia dapat mensuplai 7% kebutuhan kopi dunia.
d. Mesir
Sektor pertanian menyumbangkan 17% perekonomian negara Mesir. Meskipun didominasi
wilayah gurun, namun Mesir mendapatkan berkah dari adanya aliran Sungai Nil yang
menyuburkan kawasan lembah dan deltanya. Mesir terkenal sebagai penghasil kapas, gandum,
kurma, zaitun, dan serat papyrus (bahan baku kertas). Seiring dengan dibangunnya proyek raksasa
bendungan Aswan, maka pertanian Mesir semakin maju. Saat ini produk pertaniannya semakin
berkembang dengan menghasilkan berbagai jenis buah - buahan, sayuran, padi, tebu, dan rumput-
rumputan untuk makanan ternak.

2.6 Komoditas Pertanian Negara Maju

Pertanian di negara maju dicirikan dengan adanya produksi pertanian yang sangat elastis
dimana hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Penduduk yang bekerja di
bidang pertanian jumlahnya sangat terbatas, yaitu di bawah 20%, bahkan kadang-kadang hanya
mencapai 5%. Di negara maju pengelolaan pertanian menerapkan dan mengembangkan teknologi
pertanian yang moderen. Penggunaan bibit ungul serta pengembangan bibit unggul dilakukan
secara lintas sektoral,yaitu dengan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi, lembaga pertanian
serta beberapa perusahaan yang terkait.

a. Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki lahan pertanian yang luas, sekitar 47% dari luas daratannya.
Pertanian di Amerika Serikat menggunakan teknologi modern. Tanaman yang dibudidayakan
antara lain jagung, gandum, biji-bijian, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Daerah penghasil
gandum disebut Wheat Belt. Daerah penghasil jagung disebut Corn Belt. Daerah penghasil kapas
disebut Cotton Belt. Sebagai negara kontinental, Amerika Serikat mempunyai lahan yang masih
sangat luas, bahkan dapat dikatakan hampir 47% lahan di Amerika Serikat masih digunakan untuk
lahan pertanian. Dalam pelaksanaannya, lahan-lahan tersebut dikonsentrasikan dalam beberapa
produk unggulan, seperti berikut ini.
 Kawasan lahan gandum yang disebut wheat belt, dapat dibedakan atas gandum musim dingin
(winter wheat) yang terletak di daerah Kansas dan gandum musim semi (spring wheat) yang
terletak di Montana, North Dakota, dan South Dakota.
 Kawasan lahan kapas yang disebut cotton belt dan merupakan penghasil kapas terbesar di dunia,
terdapat di Texas, Alabama, Georgia, dan Lousiana.
 Kawasan lahan jagung yang disebut corn belt, terletak di daerah Ohio, Iowa, Minnesotta, Missouri,
dan Indiana.
Selain pola pertanian per kawasan tersebut, Amerika Serikat juga mengembangkan pertanian
secara umum, seperti perkebunan tembakau di Tennesse dan Virginia, perkebunan tebu di muara
Sungai Mississippi, serta sayuran dan buah-buahan.
b. Jepang
Luas lahan pertanian di Jepang hanya 16% dari seluruh daratan, tetapi hasilnya sangat
memuaskan. Hasil-hasil pertaniannya antara lain padi, kentang, sayur - sayuran, teh, jeruk, apel,
jagung, gandum, kacang, kedelai, murbei, tembakau, bit gula, dan tanaman obat-obatan. Daratan
Jepang banyak terdapat gunung dan pegunungan, sehingga topografinya relatif kasar. Kondisi ini
menyebabkan Jepang memiliki luas wilayah pertanian yang tidak begitu luas, yaitu hanya ± 16%
dari seluruh wilayah daratannya. Akan tetapi, meskipun luas wilayah pertaniannya relatif sempit,
Jepang ternyata mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh
kesuburan tanah dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah dan berinovasi di bidang
pertanian, terutama dalam pemanfaatan teknologi dalam menciptakan varietas - varietas baru
unggulan, pupuk, alat-alat pertanian dan obat-obatan. Kemajuan pertanian di Jepang didukung
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Lahan pertaniannya terdiri atas tanah vulkanis yang subur.
2. Pertanian dikerjakan secara intensif danmekanis dengan sistem hidroponik.

c. Perancis
Perancis adalah sebuah Negara yang terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan teluk
biscaye di sebelah barat, selat Inggris (La Manche) di Utara, Belgia, Jerman, dan Swiss di Timur,
Spanyol, Andora, Monako, dan Laut Tengah di Selatan, serta Italia di Tenggara. Perancis terkenal
dengan dunia adibusananya (fashion), roti, anggur, musik, kereta api, super cepat TGV, dan resor-
resorskinya di Pengunungan Alpen, dekat perbatasan Swiss. Orang Perancis juga sangat bangga
dengan bahasanya sehingga merekahampir tidak mau berbahasa asing lain di negerinya. Perancis
salah satu dari 3 negara penghasil produk pertanian terbesar di Uni Eropa bersama Inggris dan
Jerman.

2.7 Tarif dan Kuota

Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor. Apabila
suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi
mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga barang-
barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat.
Tarif dapat difenisikan sebagai pajak atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang
diperdagangkan dalam hal ini yang diimpor dan diekspor. Pembebanan pajak inidiberlakukan
terhadap produk-produk yang melewati batas-batas Negara.

Macam-macam Penentuan Tarif, yaitu:


1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut
menuju negara lain (di luar costum area).
2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang
melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.
3. Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk
dalam suatu negara (tom area).

Jenis Tarif:
1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari
nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik
daripada barang.
3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan kombinasi antara specific
dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu dikenakan 10% tarif ad valorem ditambah Rp
20,00 untuk setiap unit.

Sistem Tarif :
1. Single-column tariffs : sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyaisatu macam
tarif. Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu
negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian
dengan negara lain disebut conventional tariffs.
2. Double-column tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif. Apabila
kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya : “bentuk
maksimum dan minimum”.
3. Triple-column tariffs : biasanya sistem ini digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya sistem ini
hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan menambah satu macam tariff
preference untuk negara-negara bekas jajahan atau afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut
dengan nama “preferential system”.

Jenis-Jenis Tarif Impor


Tarif impor adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi impor. Tarif
impor jika ditinjau dari mekanisme penghitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu :
a) Tarif spesifik (specific tariff). Tarif jenis ini adalah tarif/pajak yang dikenakan sebagai beban tetap
setiap barang yang diimpor (misalnya Rp.100 untuk setiap kg beras impor).
b) Tarif ad valorem (ad valorem tariff). Adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase
tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya pembebanan tarif sebesar 10 % dari nilai
setiap kg beras yang diimpor).
c) Tarif campuran (compound tariff). Adalah gabungan tarif spesifik dan tarif ad valorem. Misalnya,
harga beras impor per kg Rp.1.500, jika jumlah beras impor sebanyak 1000 kg, maka berdasarkan
tarif spesifik akan dikenakan sebesar Rp.100 x 1.000 kg = Rp.100.000. Kemudian berdasarkan
tarif ad valorem, maka dikenakan sebesar 10 % dari nilai 1000 kg beras, yaitu 10 % x Rp.1.500.000
= Rp.150.000. Dengan demikian total tarif yang dibebankan sebesar Rp.100.000 + Rp.150.000 =
Rp.250.000.

Dampak tarif terhadap konsumsi dan produksi dalam negeri


Dampak yang ditimbulkan akibat pemberlakuan tarif dapat dibahas melalui gambar di
bawah ini. Misalkan, negara A mempunyai fungsi penawaran atas barang x adalah Qs = 1,5P– 5
dan fungsi permintaan Qd = 70 – P, maka harga keseimbangan di negara A tanpa perdagangan
luar negeri adalah :
1,5P – 5 = 70 – P
2,5P = 75
P = Rp.30/unit; dan Q = 40 unit
Jadi sebelum adanya perdagangan luar negeri harga x di negara A adalah Px = Rp.30/unit, dan
jumlah x yang ditawarkan dan diminta di dalam negeri sebesar 40 unit. Bila negara A mengadakan
hubungan perdagangan luar negeri tanpa pembebanan tarif, dan harga x di pasar internasional
dimisalkan Px = Rp.10/unit, maka jumlah x yang diminta oleh konsumen negara A meningkat
menjadi 60 unit. Di pihak lain, produsen barang x di negara A hanya akan menawarkan sebanyak
10 unit pada harga Px = Rp.10/unit, karena tidak mampu bersaing pada harga tersebut. Dengan
demikian jumlah impor negara A atas barang x sebesar 50 unit (total konsumsi dalam negeri 60
unit dikurang jumlah yang ditawarkan produsen dalam negeri 10 unit).
Selanjutnya, dimisalkan terhadap barang x dikenakan tarif sebesar 50 % dari harga per unit,
maka harga barang x di negara A naik menjadi Px = Rp.15/unit, sehingga konsumen negara A
mengurangi permintaannnya menjadi 55 unit. Di pihak lain, produsen negara A pada harga tersebut
menaikkan penawarannya menjadi 17,5 unit. Jumlah impor negara A atas barang x turun menjadi
37,5 unit (total konsumsi sebesar 55 unit dikurang total produksi dalam negeri sebesar 17,5 unit).
Berdasarkan ilustrasi di atas tampak bahwa perdagangan internasional tanpa tarif
memberikan keuntungan bagi konsumen, yaitu dapat mengkonsumsi x dalam jumlah yang lebih
banyak, karena harga yang lebih murah. Di pihak lain, produsen dalam negeri yang tidak mampu
bersaing dengan barang impor mengurangi produksinya (ada sebahagian produsen gulung tikar).
Jadi dampak tarif terhadap konsumsi dalam negeri bersifat negatif, sedangkan terhadap produksi
dalam negeri bersifat positif.

Efek tarif :
Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efek terhadap perekonomian suatu
negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut adalah :
 Efek terhadap harga (price effect)
 Efek terhadap konsumsi (consumption effect)
 Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)
 Efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)

Effective Rate of Protection


Tarif terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi. Apabila tarif hanya
dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan naik. Hubungan antara tarif terhadap
barang jadi dan tarif terhadap bahan mentah dapat dinyatakan dengan adanya “effective rate of
protection” yang dinikmati oleh produsen yang memproses barang jadi tersebut. apabila barang
jadi dan juga bahan mentah impor itu dikenakan tarif, maka effective rate of protection bagi
produsen barang tersebut makin tinggi apabila makin rendah tarif terhadap bahan mentah.

Alasan- alasan pembebanan tarif


Beberapa alasan yang dikemukakan mengenai pembebanan tarif ini untuk:
 Melindungi tenaga kerja dan produsen dalam negeri
 Stabilitasi harga barang
 Mengurangi penganggguran dalam negeri.
 Menghilangkan defisit neraca pembayaran nasional
 Memperbaiki kesejahteraan nasional
 Mendorong sector industri dalam negeri untuk bersaing denganprodusen luar negeri.
 Melindungi industry penting nasional.
Dari alasan di atas,dapat kita lihat betapa bagusnya tujuan dari pemberlakuan restriksi tariff
ini. Namun pada kenyataannya hal tersebut lebih bertolak pada kepentingan invidu ataukelompok-
kelompok tertentu. Hanya sekelompok oranglah yang mengalami kejumlah besar keuntungan
Alasan lain diberlakukannya pembebanan tarif adalah:
a. Secara ekonomis:
1. Memperbaiki nilai tukar.
2. Infant-industri, dalam hal ini merupakan perlindungan bagi industri-industri terhadap persaingan
luar negeri.
3. Diversivikasi, penitikberatan produksi Negara pada satu atau bebrapa barang saja.
4. Employment, pembebanan tariff akan menurunkan import dan menaikkanproduksi dalam negeri
sehingga akan terbuka banyak lapangan kerja di dalam negeri.
5. Anti dumping atau penjualan produk keluar negeri dengan harga murah daripadadi dalam negeri.
b. Secara non ekonomis:
1. Pertahanan nasional.
2. Cita-cita membangun suatu perekonomin nasional yang tangguh dan mandiri.
3. Perlindungan terhadap kegiatan-kegiatan tertentu yang mempunyai nilai social budaya yang ingin
dilestarikan.
4. Menunjang tujuan politik luar negeri tertentu

Kuota
Kuota adalah hambatan kuantitatif yang membatasi impor barang secara khusus dengan
spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai
hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan
barang ke dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara importir :
1. Harga barang melambung tinggi,
2. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi berkurang,
3. Meningkatnya produksi di dalam negeri.
Dampak kebijakan kuota bagi negara eksportir :
a. Harga barang turun,
b. Konsumsi terhadap barang tersebut menjadi bertambah,
c. Produksi di dalam negeri berkurang.
Adapun kuota dapat di golongkan menjadi :
1. Kuota Impor yang terdiri dari :
a) Absolute atau unilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu
negara tanpa persetujuan dengan negara lain.
b) Negotiated atau bilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan
perjanjian antar 2 negara atau lebih.
c) Tariff quota adalah gabungan antara tarif dan quota. Untuk sejumlah tertentu barang diizinkan
masuk (impor) dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi dikenakan tarif yang
lebih tinggi.
d) Mixing quota yaitu membatasi penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu
dalam produksi barang akhir.
2. Kuota Ekspor, seperti halnya dengan kuota impor, maka ekspor pun dapat dibatasi
jumlahnya. Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah yang merupakan barang
perdagangan penting dan dibawah suatu pengawasan badan internasional. Pembatasan jumlah
ekspor ini bertujuan antara lain :
a) Untuk mencegah barang-barang yang penting jatuh berada di tangan musuh.
b) Untuk menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam proporsi yang cukup.
c) Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai stabilisasi
harga.

Perbedaan kuota impor dengan tarif impor muncul ketika terjadi pergeseran kurva
permintaan dari D ke D1, yaitu fungsi permintaan penjadi Qd = 80 - P. Bila terjadi pemberlakukan
tarif sebesar 50 % dari harga semula (Rp.10/unit), maka harga naik menjadi Rp.15/unit, tetapi
pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, tidak mengakibatkan kenaikan harga Px lebih dari
Rp.15/unit, namun jumlah permintaan meningkat menjadi 65 unit, berarti ada tambahan impor
sebesar garis terputus-putus b – c sebesar 10 unit. Bila kuota impor yang dikenakan, maka
pergeseran kurva permintaan dari D ke D1, justru akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi
misalnya menjadi Px = Rp.20/unit. Oleh karena kuota impor telah ditetapkan sebesar 37,5 unit
(garis tebal a’ – b’), maka dengan adanya pergeseran kurva permintaan dari D ke D1 dengan harga
Rp.20/unit jumlah produksi dalam negeri meningkat menjadi 25 unit, sehingga konsumsi dalam
negeri hanya meningkat menjadi 62,5 unit (jumlah produksi dalam negeri 25 unit ditambah kuota
impor 37,5 unit).
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa perbedaan antara kuota impor dengan tarif impor
adalah kenaikan permintaan pada kasus kuota impor sebesar 37,5 unit dalam contoh di atas dapat
menaikkan harga dalam negeri jauh lebih tinggi bisa mencapai Px = Rp.20/unit. Kenaikan
permintaan dalam kasus tarif impor sebesar 50 % (dengan jumlah impor sebesar 37,5 unit) tidak
akan menaikkan harga dalam negeri lebih tinggi, harga dalam negeri hanya akan naik pada Px =
Rp.15/unit.

2.8 Keseimbangan Perdagangan Internasional


 Pengaruh Ekonomi Internasional Terhadap Keseimbangan Ekonomi
Ekonomi Internasional adalah ilmu ekonomi yang membahas akibat saling ketergantungan
antara negara-negara di dunia, baik dari segi perdagangan internasional maupun pasar kredit
internasional. Dengan adanya perdagangan antar dua atau lebih negara, tentunya berpengaruh
terhadap perekonomian internasional dan negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini
terlihat dari keseimbangan ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya
jaringan internasional dalam domestik negara.
Dapat berdampak baik apabila persaingan di pasar internasional mampu membawa negara
tersebut berpartisipasi sebagai pelaku yang tangguh dalam perdagangan internasional dengan
menyediakan kebutuhan yang mampu bersaing dalam segala aspek. Namun sebaliknya, jika hanya
membawa negara yang terlibat menjadi bersifat konsumtif tanpa diiringi peningkatan
perekonomian dan pendapatan per kapita masyarakat negara tersebut, cepat atau lambat akan
terjadi keruntuhan ekonomi yang dimulai dari jatuhnya nilai mata uang negara tersebut.
 Pengaruh Aspek Internasional terhadap Keseimbangan Supply dan Demand
Pengaruh aspek internasional dapat kita lihat pada harga, pendapatan nasional, dan tingkat
kesempatan kerja negara-negara yang terlibat dalam aspek internasional tersebut. Ekspor akan
meningkatkan permintaan masyarakat, yaitu jumlah barang dan jasa yang diinginkan masyarakat
didalam negeri. Sebaliknya, impor akan menurunkan permintaan masyarakat didalam negeri.
Permintaan masyarakat akan mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan nasional,
dan diantara lain akan tergantung pada besarnya ekspor neto, yaitu selisih antara ekspor dan impor.
Jika pada dasarnya, suatu negara seperti Indonesia mampu memproduksi dan menyediakan
kebutuhan yang memang dibutuhkan dan secara tetap bersaing dalam perdagangan internasional,
maka dapat terlihat dalam keseimbangan supply dan demand di Indonesia. Jika permintaan akan
kebutuhan yang kita produksi semakin tinggi maka titik keseimbangan supply dan demand akan
semakin bergeser ke tingkat yang lebih tinggi dan kemampuan aspek produksi akan meningkat
seiring berjalannya perubahan tingkat permintaan akan kebutuhan tersebut. Begitu juga
sebaliknya, apabila permintaan akan kebutuhan yang kita produksi semakin rendah, maka titik
keseimbangan akan semakin bergeser ke tingkat yang rendah dan berpengaruh buruk pada aspek
supply dan demand negara. Kualitas tingkat produksi dan segala aspek dalam penyediaan
kebutuhan tersebut menentukan akan dibawa kedalam keadaan seperti apa supply dan demand
suatu negara.
Berikut adalah faktor pemicu permintaan/penawaran dunia:
1. Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung.
2. Pergeseran permintaan dunia akibat adanya bantuan luar negeri.
3. Pembayaran rampasan perang.
4. Transfer pendapatan.
5. Penerapan tarif (pajak / cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas
teritorial untuk produk impor / ekspor).
6. Pemberian subsidi ekspor.
7. Keenam faktor tersebut diatas adalah aspek-aspek yang dapat mempengaruhi keseimbangan
supply dan demand dunia.

 Pengaruh Aspek Internasional terhadap Pendapatan Nasional


Pengaruh aspek internasional terhadap pendapatan nasional dapat ditinjau dari 2 sisi
berikut:
A. Ditinjau dari sisi Permintaan dan Penawaran
Secara teoritis, keseimbangan ekonomi nasional suatu negara dapat dirumuskan sebagai
suatukeseimbangan antara jumlah barang dan jasa yang ditawarkan dengan jumlah barang dan jasa
yang
diminta.
B. Ditinjau dari Perhitungan Pendapatan Nasional
Perhitungan pendapatan nasional berdasarkan pendekatan pengeluaran (expenditure
approach) dapat dirumuskan sebagai berikut:
GDP = Y = C + I + G + (X – M)
Keterangan: C (Consumption), I (Investment), G (Government), X (Export) dan M (Import)
· Bila X – M > 0 maka X > M, ini berarti saldo X neto positif atau posisi neraca perdagangan luar
negeri surplus, sehingga Y naik. Sebaliknya bila X-M < 0 maka X < M, ini berarti saldo X neto
ngeatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y turun.
Dari rumusan tersebut di atas, semakin besar perubahan (X – M), maka semakin besar pula
pengaruh ekonomi internasional terhadap ekonomi nasional suatu negara. Ini meunjukkan
ekonomi negara tersebut semakin terbuka (open economy).
 Pengaruh Aspek Internasional terhadap Aspek Mikro Perusahaan
Suatu perusahaan memegang peranan penting sebagai pelaku dalam perdagangan
internasional. Hal ini tentunya membawa pengaruh terhadap perusahaan itu sendiri dikarenakan
kualitas dan kuantitas kebutuhan yang diperdagangkan di pasar internasional tergantung pada
perusahaan itu sendiri. Tingkat produksi, kualitas & kuantitas sumber daya, kemampuan bersaing,
dan keadaan perekonomian serta segala aspek yang telah kita bahas diatas bisa menentukan semua
hal yang berpengaruh pada aspek mikro perusahaan.
Perdagangan internasional juga bisa membawa suatu perusahaan yang berkecimpung di dalam
suatu negara menjadi perusahaan multinasional yang memiliki jaringan perdagangan yang lebih
luas karena adanya akses ke pasar luar negara tempat dimana perusahaan itu berada. Campur
tangan pemerintah dan segala bentuk kebijakan perdagangan yang datang dari dalam atau luar
negeri juga mampu membuka bahkan menutup kemampuan perusahaan dalam berperan serta di
perdagangan internasional.
Ditinjau dari aspek mikro pengaruh ekonomi internasional khususnya keuangan internasional
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Perusahaan memerlukan input baik dari dalam maupun luar negeri, variabel biaya input adalah P
(price) dan Q (quantity), input yang digerakkan secara langsung maupun tidak langsung akan
dipangaruhi oleh fluktuasi kurs valas (forex rate).
2. Sebaliknya perusahaan akan memasarkan produknya di dalam maupun di luar negeri, variabel
yang menentukan besarnya revenue yang akan diperoleh adalah P dan Q produk yang dihasilkan
dan terjual. Inipun akan dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas (forex rate).
3. Tingkat keuntungan atau profit perusahaan akan ditentukan oleh selisih antara total revenue dan
total cost maka secara makro ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, ekonomi dan
keuangan internasional berpengaruh terhadap perusahaan.
4. Pengaruh aspek internasional terhadap aspek mikro perusahaan adalah menganalisa pasar beserta
mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi dari sumber
terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. aspek mikro perusahaan menganalisa kegagalan
pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai
kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian
yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum
(general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan dalam situasi
ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian
ialah pembahasan mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pertanian adalah salah satu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan usaha
tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai lingkungan
fisik, biologis dan sosio ekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumah
tangga. Sistem pertanian tradisional adalah sistem pertanian yang masih bersifat ekstensif dan
tidak memaksimalkan input yang ada.
Pada Pertanian tradisional biasanya lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup para
petani dan tidak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi petani, sehingga hasil keuntungan petani
dari hasil pertanian tradisional tidak tinggi , bahkan ada yang sama sekali tidak ada dalam hasil
produksi pertanian. Pertanian modern adalah pola pertanian dengan menggunakan alat-alat
canggih dan dengan skala besar. Pertanian modern harus menggunakan peralatan modern.
Aplikasi pertanian modern yang telah terlaksana seperti pertanian gandum, pertanian padi,
pertanian anggur. Pertanian modern merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan
pangan. Pertanian modern meliputi pertanian organik, hidroponik, holtikultura, dll. Metode ini
akan dapat membawa keuntungan bagi para petani dengan banyak cara. Salah satu contoh
pertanian modern adalah pertanian organik.
Produktivitas adalah tingkat produksi yang dapat dihasilkan seorang pekerja pertahun.
Dibandingkan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja di negara maju, tingkat produktivitas
tenaga kerja di negara berkembang masih sangat rendah hal tersebut disebabkan oleh faktor
sebagian penduduk berada di sektor pertanian tradisional yang masih menghadapi masalah
pengangguran terselebung. Produktivitas pertanian tradisional biasanya masih sangat rendah,
karena teknologi dalam kegiatan pertanian masih sangat tradisional keberadaan pengangguran
terselubung yang berarti kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan lagi produksi
rata-rata produktivitas pekerja.
Perdagangan komoditas pertanian dapat terjadi apabila suatu negara mengalami kekurangan
komoditas pertanian dan negara yang lain memiliki kelebihan komoditas pertanian yang kemudian
melakukan transaksi atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Tarif dapat difenisikan
sebagai pajak atu cukai yang dikenakan pada suatu komoditi yang diperdagangkan dalam hal ini
yang diimpor dan diekspor. Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi impor barang
secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu.
Dengan adanya perdagangan antar dua atau lebih negara, tentunya berpengaruh terhadap
perekonomian internasional dan negara-negara yang terlibat secara langsung. Hal ini terlihat dari
keseimbangan ekonomi yang menjadi dinamis sebagai pengaruh bisa keluar masuknya jaringan
internasional dalam domestik negara.

3.2 Saran
1. Pemasaran pertanian tidak bisa lepas dari sistem hukum ekonomi bahwa harga suatu produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu permintaan pasar, mutu produksi, tingkat kegunaan/olahan
(bahan mentah, setengah jadi, jadi dan siap dikonsumsi). Banyak upaya yang dilakukan dalam
pemasaran pertanian agar harga jual menjadi tinggi dapat dilakukan dengan cara mengantisipasi
harga sebelum tanam, melaksanakan teknik budidaya secara baik, kemudian penanganan pasca
panen yang tepat, pengolahan hasil, memperpendek rantai hasil pemasaran dengan cara
memasarkan langsung ke konsumen, memasarkan ke grosir atau pabrik dan memasarkan ke
pedagang atau pengumpul.
2. Dengan mudahnya mengakses informasi inovasi pertanian melalui website (cyber extension) dan
penyuluhan diharapkan petani dapat mudah memperoleh informasi dalam memasarkan produk-
produk pertanian.
3. Sejak lama, Indonesia sudah dikenal sebagai Negara Agraris. Tetapi kontribusi sector pertanian
terhadap pendapatan nasional dan pendapatan petani semakin menurun. Bahkan, dikalangan
keluarga petani-petani kecil sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, sumbangan
pendapatan yang berasal dari kegiatan on-farm hanya berkisar abtara 20-30$ terhadap kebutuhan
keluarganya. Menghadapi kenyataan tersebut, terdapat alternative strategi untuk memperbaiki
keadaan pertanian di Indonesia,yaitu melalui “modernisasi pertanian.” Melalui strategi ini,
diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi, membuka peluang yang lebih baik
untuk perubahan struktur ekonomi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatn dan
kesejahteraan, serta pemerataan, dan kelestarian lingkungan hidup, yang merupakan ciri-ciri dari
pelaksanaan
pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
4. Semakin diterapkannya sistem pertanian modern yang berbasis revolusi hijau demi peningkatan
produkivitas pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN
Irawan. 2002. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPEE-YOGYAKARTA.
Widjajanta, B., A. Widyaningsih, dan H. Tanuatmojo. 2009. Mengasah Kemampuan Ekonomi 2 :
Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Mandrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 146.
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pertanian_info2151.html (diakses 16 Februari 2015)
http://www.bimbingan.org/pertanian-tradisional.htm (diakses 16 Februari 2015)
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-
tradisional.html#(diakses 16 Februari 2015)
http://hutantani.blogspot.com/2014/05/definisi-pengertian-sistem-pertanian-
konvensional.html (diakses 16 Februari 2015)
http://www.academia.edu/7643305/MEMBANGUN_PEREKONOMIAN_MELALUI_PENING
KATAN_PRODUKTIVITAS_PERTANIAN_NASIONAL (diakses 17 Februari 2015)
http://kalawedatama.blogspot.com/2011/05/moderenisasi-pertanian.html (diakses 16 Februari
2015)
http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_1._NEGARA_BERKEMBANG_DAN_NEGARA_MAJ
U (diakses 16 Februari 2015)
http://punyanuriinuy.blogspot.com/2013/04/contoh-masalah-di-negara-berkembang.html(diakses
20 Februari 2015)
http://habitat.ub.ac.id/index.php/habitat/article/view/109 (diakses 16 Februari 2015)
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Perdagangan_Internasional_9.2_%28BAB_7%29(diakses
20 Februari 2015)
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2012/02/perdagangan-international-definisi-ciri.html(diakses 17
Februari 2015)
http://hazindidamaisty.blogspot.com/2013/07/liberalisasi-perdagangan-dan-
dampaknya.html (diakses 17 Februari 2015)
http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html (diakses 17
Februari 2015)
http://www.researchgate.net/publication/50515523_FAKTOR__FAKTOR_YANG_MEMPENG
ARUHI_EKSPOR_KOMODITAS_PERTANIAN_UNGGULAN_DI_PROPINSI_RIAU (diakse
s 17 Februari 2015)
http://www.slideshare.net/vindhyatripta/analisis-jurnal-kebijakan-perdagangan-internnasional-
komoditas-pertanian-indonesia (diakses 17 Februari 2015)
http://pepagroakelompok1.blogspot.com/2011/06/kebijakan-pemerintah-dalam-
bidang.html (diakses 16 Februari 2015)
http://hazindidamaisty.blogspot.com/2013/07/liberalisasi-perdagangan-dan-
dampaknya.html (diakses 20 Februari 2015)
http://www.academia.edu/7150926/KEBIJAKAN_PERDAGANGAN_INTERNASIONAL_KO
MODITAS_PERTANIAN_INDONESIA (diakses 19 Februari 2015)
http://adilahlayungsantini.blogspot.com/2014/06/neraca-pembayaran-dan-sistem.html(diakses 20
Februari 2015)
https://sites.google.com/site/iwansubhanhotmail/makalah (diakses 16 Februari 2015)
http://sandyrado.blogspot.com/2014/03/makalah-teori-perdagangan-internasional.html(diakses
19 Februari 2015)
http://contohdanfungsi.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-tujuan-kebijaksanaan.html(diakses
19 Februari 2015)
http://carlezpekuncen.blogspot.com/2014/10/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 19 Februari 2015)
http://halimramdhani.blogspot.com/2014/12/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 19 Februari 2015)
https://beutuful.wordpress.com/2010/06/25/kuliahq/ (diakses 16 Februari 2015)

http://maribelajargeografi.blogspot.com/2010/03/kegiatan-ekonomi-negara-maju-dan-
negara.html (diakses 16 Februari 2015)
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-
modern.html (diakses 16 Februari 2015)
http://halimramdhani.blogspot.com/2014/12/pengaruh-ekonomi-internasional-
terhadap.html (diakses 16 Februari 2015)
http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html (diakses 18
Februari 2015)
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/12/kebijakan-perdagangan-
internasional.html(diakses 18 Februari 2015)
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/05/20/permasalahan-meningkatkan-
produktivitas-pertanian-moderen-cirebon-timur-365805.html (diakses 18 Februari 2015)
http://enenkq.blogspot.com/2012/06/makalah-pertanian-pemikirangeografi.html (diakses 18
Februari 2015)
http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com/2013/06/kebijakan-perdagangan-
internasional.html (diakses 18 Februari 2015)

Anda mungkin juga menyukai