Anda di halaman 1dari 19

Makalah Tentang Puasa

Apr

‫الرحيم الرحمن هللا بسم‬

Makalah Aqidah Islam dan Kemuhamadiyahan

“Hukum Melaksanakan Puasa Dan Hikmahnya Bagi Ummat

Islam”

DISUSUN OLEH :

Di susun oleh:

MARDIANA HARAHAP 20120540059

SURIYANA 20120540088

RIZA INDRIYASTANTI 20120540069

IRMA AGUSTIN 20120540047

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012/2013

Kata pengantar

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Hukum melaksanakan ibadah
puasa dan hikmahnya bagi ummat islam”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar
bagi kita semua.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi
makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan
pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Semoga makalah ini bermanfaat.

Amin

Yogyakarta, 10 Maret 2013

Penulis

Daftar isi

Pengantar penulis 2

Daftarisi 3

Bab I Pendahuluan 4

Latar belakang masalah 4

Pokok masalah 4

Tujuan 5
Isi yang akan diuraikan 5

Bab II Isi Makalah 6

Definisi puasa 6

Macam-macam puasa dari segi hukum 6

Syarat wajib puasa 9

Syarat syah puasa 10

Rukun-rukun puasa 10

Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa 10

Adab-adab berpuasa 12

Halangan puasa 13

Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa 15

Meng-qadha’ puasa Ramadhan 15

Hikmah puasa 17

Bab III Kesimpulan 19

Bab IV Daftar Pustaka 20

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang
mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua
umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak
melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa.
Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana
menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat
sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka
hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak
mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung

Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, manfaat puasa, hikmah
puasa, dan alasan mengapa kita wajib menjalankannya.

Pokok Masalah

Sebagai orang muslim sangatlah wajib bagi kita untuk mengetahui, bahkan untuk paham betul apa itu
puasa, sarat sahnya puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, dan manfaat, serta hikmah puasa bagi kita.

Dan berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka kami mendapatkan beberapa
pokok permasalahan di dalam pembahasan ini. Diantaranya ialah:

– Penyebab orang-orang tidak menjalankan ibadah puasa

– Berpuasa tanpa mengetahui apa syarat dan ketentuan puasa

– Bagaimana cara berpuasa tanpa mengurangi aktivitas kita

– Tidak mengetahui fidyah yang akan dibayar jika meninggalkan puasa

Tujuan makalah

Adapun tujuan dari makalah ini kami buat adalah :


– Agar ummat islam selalu melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan benar.

– Bisa melaksanakan puasa dengan ikhlas

– Untuk mengetahui semua hal yang membahas tentang puasa dan bersangkut paut dengan puasa

Isi yang diuraikan

– Pengertian puasa secara bahasa dan syar’i.

– Rukun dan syarat puasa

– Hal-hal yang membatalkan dan yang mengurangi puasa nilai puasa

– Adab berpuasa

– Macam-macam puasa

– Halangan puasa

– Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa

– Meng-qadha’ puasa Ramadhan


– Hikmah puasa

BAB II

ISI MAKALAH

A. DEFINISI PUASA

Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu ‫صيام يصوم صام‬shaama-yashuumu, yang bermakna
menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang membatalkan
puasa.

Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah) agama adalah menahan diri dari makan, minum
dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari,
dengan syarat-syarat tertentu.

B. MACAM-MACAM PUASA DARI SEGI HUKUM

Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat
macam, yaitu :

Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.

Puasa sunnah (mandub)

Puasa makruh

Puasa haram

Yang Pertama Ialah Puasa Wajib (Fardhu)

Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.

Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu
artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’. Termasuk
puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut
para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa
yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
Puasa ramadhan dan dalil dasarnya

Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan
tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil
dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits dan ijma’. Dalil dari Al-
qur’an iala firma Allah swt :

‫ البقرة(القران فيه انزل الذي رمضان شهر‬١٨٥

Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang didlamanya
diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)

Yang kedua ialah puasa sunnah (mandub)

Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau
tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.

Berikut contoh-contoh puasa sunnat:

– Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya

Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9
dan ke 10 bulan tersebut.

– Puasa hari arafah

Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah.
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
– Puasa hari senin dan kamis

Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari
itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.

– Puasa 6 hari di bulan syawal

Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat

– Puasa sehari dan berbuka sehari

Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan
bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.

– Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.

Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam
madzhab.

Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan
Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang
disunnahkan .

– Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya

Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah
disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
Yang Ketiga Ialah Puasa Makruh

Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya
disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan
kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama
madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.

Yang keempat ialah puasa haram

Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa
maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan
pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan,
diantaranya ialah :

Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)

Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab
hal 385)

Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan
sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak
memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.

C. Syarat Wajib Puasa

– Beragama Islam

– Baligh (telah mencapai umur dewasa)

– Berakal

– Mumayyiz
– Berupaya untuk mengerjakannya.

– Sehat

– Tidak musafir

D. Syarat Sah Puasa

– Beragama Islam

– Berakal

– Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita

– Hari yang sah berpuasa.

E. Rukun-rukun puasa

Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak
berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit
fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.

F. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa

Beberapa hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:

Makan
Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.

Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka
itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlam hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.

Minum

Hubungan seksual

Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu
bagi suami istri yamg vberhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika
punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu,
memberi makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi di siang hari
atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka hal itu tidak membatalkan puasa.

Muntah dengan sengaja

Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang artinya : Barang siapa yang muntah maka
tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya. Namun barang siapa muntah denjgan sengaja maka
hendaklah ia menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu hurairah)

Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya puasa.

Gila saat sedang puasa

Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh
Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada
manfaatnya dan semacamnya.

Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang
memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot
puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.
G. Adab-adab berpuasa

Niat karena Allah swt semata.

Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat tentang
hal ini. Yang pertama ialah menurut imam hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal puasa saja
untuk satu bulan penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat bisa dimulai ketika
awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang mengatakan bahwa niat
dilakukan setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada
seseorang yang berniat puasa satu tahun yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan niat.

Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa
pada siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan
bertanya “ apakah kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “
kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb bahwa niat puasa sunat
bisa dilakukan pada siang hari.

Makan sahur

Nabi saw bersabda yang artinya “ sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat berkah” (HR.
Jama’ah kecuali abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada saat
akan berbuasa sangatlah dianjurkan.

Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir
malam.

Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.

Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara berlebihan saat berwudu juga termasuk salah satu
hal yang bisa mengurangi nilai puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya “ sempurnakanlah dalam
berwudhu, sela-selailah diantara jari-jemarimu dan smpikanlah (ke dalam-dalam) dalam berkumur,
kecualai kamu berpuasa”. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin Shabirah).

Berbuka puasa dengan segera.


Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menygerakannya. Hal ini karena Nabi saw
bersabda yang artinaya: manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan
berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.

H. Halangan puasa

Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka(tidak berpuasa)

Sakit dan menderita kepayahan yang sangat

Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau membatalkan
puasanya diantaranya ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir
bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau ia malah menderita
kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.

Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.

Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak
akan menimpa pada diri mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada anak
mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).

Berbuka sebab bepergian

Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian dengan syarat bepergiannya itu
dalam jarak yang jauh yang membolehkan shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan
syarat hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat
dimana ia memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang
membolehlkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.

Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas

Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau nifas, maka wajiblah berbuka dan
haramlah baginya berpuassa. Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan
dalam hal ini ia berkewajiban meng-qadha’.

Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.


Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan kedua-duanya itu seorang seseorang tidak
kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban meng-
qadha’.

Orang yang sudah lanjut usia

Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa pada seluruh masa dalam setahun, ia
boleh berbuka, artinya ia boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah,
yaitu memberi makan orang miskin.

Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha’. Sebab sudah tidak mampu melakukan
puasa.

Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.

Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak
berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha’ puasanya itu dijelaskan
oleh imam syafi’I sebagai berikut: “bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya
secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya, maka ia
berkewajiban meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak bersengaja gila, maka ia tidak
berkewajiban meng-qadha’.

I. Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa

Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:

Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan sebelum
shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau manisan atau air.
Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau lebih.

Berdo’a setelah berbuka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.

Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air. Seperti sabda
Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang haram
seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan hal itu lebih
dikukuhkan pada bulan Ramadhan.

Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.

Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca shalawat atas Nabi
SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.

Beri’tikaf.

J. Meng-qadha’ puasa Ramadhan

Barang siapa berkewajiban meng-qadha’ puasa Ramadhan karena membatalkannya secara sengaja, atau
karena suatu sebab dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha’ sebagai
pengganti hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha’ pada masa yang diperbolehkan melakukan puasa
sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha’ puasa Ramadhan pada hari-hari yang dilarang
berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul adha’. Juga tidak dianggap mencukupi
pada hari-hari yang memang ditentukan untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang
tiba waktunya, hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal
bulan bulan Dzulqo’dah. Jadi meng-qadha’ puasa ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai
mencukupi. Sebab telah ditentukan untuk nazar. Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan
Syafi’iyyah.

Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha’ pada bulan Ramadhan yang sedang tiba saatnya.
Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa
untuk dibuat melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap sah pada hari syak, karena
pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha’ ialah dengan cara
mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau
seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus meng-
qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus
menambah 1 hari lagi.

Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha’ puasa disunnahkan untuk segera meng-qadha’ puasanya.
Disunnahkan juga agar dilakukan secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga
meng-qadha’ secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa
mengundur-undur qadha’ hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban membayar
fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha’. Yang dimaksud fidyah ialah memberi makanan
orang miskin untuk setiap hari dari hari-hari qadha’. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan
kepada orang miskin dalam kifarat.
– Cara mengeluarkan fidyah

Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin
mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia
adalah beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari
puasa. Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan telah
meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya sebanyak 5 cupak beras
kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :

“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang sakit,
atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kem`udian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang dibuka)
itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan
sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan sukarela
memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya;
dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu
mengetahui.” (Al-Baqarah : 184)

Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi.
Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh
berpuasa dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin.
Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan puasanya sehingga
menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka dikehendaki berpuasa dan juga
wajib memberikan secupak beras kepada fakir miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan
naik setiap tahun selagi mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.

K. Hikmah puasa

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social,
terhadap ruhani maupun jasmani.

Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan
hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian
social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di
tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.

Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena
pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan
makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula
keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.

Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:

Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai
tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu
berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah
itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan
ini.

Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan
Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,

dan amal-amal sunat.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan
silaturahmi.

Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.

Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.

Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah
kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada
saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala
sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai
ibadah.

Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang
mengandung dosa.

Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.

Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang
diberikan pada kita.

Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-
lain.

BAB IV

Kesimpulan

Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan
ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar
mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita
hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan.
Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang
sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)

Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah
memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita
berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan
merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari
berpuasa ini.

Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini
mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa
itu adalah ibadah.

BAB IV

Daftar pustaka

Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir Jamaluddin, MA.

Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.
Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi

Terjemah ihya’ ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali

https://mardianaharahap26.wordpress.com/2013/04/02/makalah-tentang-puasa/

Anda mungkin juga menyukai