Anda di halaman 1dari 4

KEMULIAAN AKHLAQ AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla
saja dan memperbaiki akhlak manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ِإنَّ َما بُعِثْتُ ِألُت َِِّم َم‬


ِ َ‫صا ِل َح اْأل َ ْخال‬
.‫ق‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” [1]

Sesungguhnya antara akhlak dengan ‘aqidah terdapat hubungan yang sangat kuat sekali, karena akhlak yang
baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin
sempurna akhlak seorang muslim berarti semakin kuat imannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

َ ِ‫ار ُك ْم ِلن‬
.‫سائِ ِه ْم‬ ُ ‫ار ُك ْم خِ َي‬ َ ْ‫أَ ْك َم ُل ْال ُمؤْ مِ نِيْنَ ِإ ْي َمانًا أَح‬
ُ ‫سنُ ُه ْم ُخلُقا ً َوخِ َي‬
“Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka, dan yang
paling baik di qantara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya.” [2]

Akhlak yang mulia adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan memiliki bobot yang
berat dalam timbangan, pemiliknya sangat dicintai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akhlak yang
baik adalah salah satu penyebab seseorang untuk dapat masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ ‫ش ْالبَ ِذ‬
.‫ي َء‬ َ ِ‫ِض ْالفَاح‬
ُ ‫س ٍن َوإِ َّن هللاَ لَيُ ْبغ‬ ٍ ُ‫ان ْال ُمؤْ مِ ِن يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة م ِْن ُخل‬
َ ‫ق َح‬ ِ َ‫َي ٌء أَثْقَ ُل ف ِْي مِ يْز‬
ْ ‫َما ش‬
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat melainkan akhlak
yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang suka berbicara kotor” [3]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula:
.ً‫سا يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة أَ َحا ِسنَ ُك ْم أ َ ْخالَقا‬
ً ‫ي َوأَ ْق َربِ ُك ْم مِ نِِّ ْي َمجْ ِل‬
َّ َ‫إِ َّن مِ ْن أَ َحبِِّ ُك ْم إِل‬
“Sesungguhnya di antara yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat majelisnya dariku di hari
Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian.”[4]
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
.‫ ْالفَ ُم َو ْالفَرْ ُج‬:َ‫ار؟ فَقَال‬ َ َّ‫سئِ َل َع ْن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْدخِ ُل الن‬
َ َّ‫اس الن‬ ِ ُ‫ تَ ْق َوى هللاِ َو ُح ْسنُ ْال ُخل‬:َ‫س ْال َجنَّةَ؟ فَقَال‬
ُ ‫ َو‬،‫ق‬ َ َ ‫سلَّ َم َع ْن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْدخِ ُل النِّا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
ُ ‫سئِ َل َر‬
ُ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk Surga, maka
beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Dan ketika ditanya tentang kebanyakan yang
menyebabkan manusia masuk Neraka, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mulut dan
kemaluan.” [5]

Ahlus Sunnah juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, menganjurkan untuk
bersilaturahmi, serta berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan Ibnu Sabil [6]. Mereka (Ahlus
Sunnah) melarang dari berbuat sombong, angkuh, dan zhalim [7]. Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang
mulia dan melarang dari akhlak yang hina.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ِض ِس ْف‬
.‫سافَ َها‬ ُ ‫ق َويُ ْبغ‬ َ ‫ِإ َّن هللاَ َك ِر ْي ٌم يُحِ بُّ ْالك ََر َم َو َم َعال‬
ِ َ‫ِي اْأل َ ْخال‬
“Sesungguhnya Allah Maha Pemurah menyukai kedermawaan dan akhlak yang mulia serta membenci akhlak
yang rendah/hina.” [8]

Sungguh akhlak yang mulia itu meninggikan derajat seseorang di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.‫صائ ِِم ْالقَائ ِِم‬
َّ ‫إِ َّن ْال ُمؤْ مِ نَ لَيُد ِْركُ بِ ُحس ِْن ُخلُ ِق ِه د ََر َجةَ ال‬
“Sesungguhnya seseorang itu dengan sebab akhlaknya yang baik, sungguh akan mencapai derajat orang yang
shaum (puasa) di siang hari dan shalat di tengah malam.” [9]

Akhlak yang mulia dapat menambah umur dan menjadikan rumah menjadi makmur, sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ِ ‫َان فِي اْأل َ ْع َم‬


.‫ار‬ َ ‫ان ال ِدِّ َي‬
ِ ‫ار َو َي ِز ْيد‬ ِ ‫ق َو ُح ْسنُ ْال ِج َو‬
ِ ‫ار َي ْع ُم َر‬ ِ ُ‫ُح ْسنُ ْال ُخل‬
“Akhlak yang baik dan bertetangga yang baik keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur.” [10]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah sebutkan dalam firman-Nya:

ٍ ُ‫َو ِإنَّكَ لَعَلَ ٰى ُخل‬


‫ق َعظِ ٍيم‬

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang agung.” [Al-Qalam: 4]


Hal ini sesuai dengan penuturan ‘Aisyah Radhiyallahu ahuma:
.ً‫اس ُخلُقا‬ َ ْ‫سلَّ َم أَح‬
ِ َّ‫سنَ الن‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
ُ ‫كَانَ َر‬
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.” [11]

Begitu pula para Shahabat Radhiyallahu anhum, mereka adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya setelah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara akhlak Salafush Shalih Radhiyallahu anhum, yaitu:


1.Ikhlas dalam ilmu dan amal serta takut dari riya’.
2. Jujur dalam segala hal dan menjauhkan diri dari sifat dusta.
3. Bersungguh-sungguh dalam menunaikan amanah dan tidak khianat.
4. Menjunjung tinggi hak-hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Berusaha meninggalkan segala bentuk kemunafikan.
6. Lembut hatinya, banyak mengingat mati dan akhirat serta takut terhadap akhir kehidupan yang jelek (su’ul
khatimah).
7. Banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, dan tidak berbicara yang sia-sia, tersenyum kepada sesama
muslim.
8. Tawadhu’ (rendah hati) dan tidak sombong.
9. Banyak bertaubat, beristighfar (mohon ampun) kepada Allah baik siang maupun malam.
10. Bersungguh-sungguh dalam bertakwa dan tidak mengaku-ngaku sebagai orang yang bertakwa, serta
senantiasa takut kepada Allah.
11. Sibuk dengan aib diri sendiri dan tidak sibuk dengan aib orang lain serta selalu menutupi aib orang lain.
12.Senantiasa menjaga lisan mereka, tidak suka ghibah (tidak menggunjing sesama muslim).
13.Pemalu [12] , malu ini adalah akhlak Islam sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.‫سالَ ِم ْال َحيَا ُء‬
َ ‫إِ َّن ِل ُك ِِّل ِدي ٍْن ُخلُقا ً َو ُخلُ ُق اْ ِإل‬
“Sesungguhnya setiap agama mempunyai akhlak dan akhlak Islam adalah malu.”[13]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.‫ْال َح َيا ُء الَ َيأْت ِْي ِإالَّ ِب َخي ٍْر‬

“Malu itu tidak mendatangkan melainkan semata-mata kebaikan.” [14]

14. Banyak memaafkan dan sabar kepada orang yang menyakitinya. (Al-A’raaf: 199)
15. Banyak bershadaqah, dermawan, menolong orang-orang yang susah, tidak bakhil/tidak pelit.
16. Mendamaikan orang yang mempunyai sengketa. Mendamaikan perselisihan adalah kebajikan yang terbaik
dan puncak kebajikan.
17. Tidak hasad (dengki, iri), tidak berburuk sangka sesama mukmin.
18. Berani mengatakan kebenaran dan menyukainya. [15]
Itulah di antara akhlak Salafush Shalih, mereka adalah orang yang mempunyai akhlak yang tinggi dan mulia
serta dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang mengikuti jejak mereka
adalah orang-orang yang harus mempunyai akhlak yang mulia karena akhlak mempunyai hubungan yang erat
dengan ‘aqidah dan manhaj. Dan tidak boleh ses3eorang mengatakan, “Salaf itu tidak berakhlak.” Kalimat ini
merupakan celaan terhadap generasi yang ter-baik dari umat ini. Adapun kesalahan dari akhlak tiap individu
maka hal itu tidak ma’shum.
Sebagai akhir dari pembahasan ini, penulis bawakan firman Allah Ta’ala:

ْ ‫ُخ ِذ ْالعَ ْف َو َوأْمُرْ بِ ْالعُرْ فِ َوأَع ِْر‬


َ‫ض َع ِن ْال َجا ِهلِين‬

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang
yang bodoh.” [Al-A’raaf: 199]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, setelah menuturkan banyak pendapat ulama Salaf, dia berkata: “Sebagian
ulama Salaf berkata bahwa manusia ada dua macam: manusia yang baik dan manusia yang jahat. Dari manusia
yang baik, terimalah kebaikannya dan jangan memaksa di luar kemampuannya dan jangan mempersulitnya.
Adapun manusia yang jahat, maka perintahkanlah untuk berbuat baik, jika dia tetap berbuat sesat dan
kebodohan, maka berpalinglah darinya. Semoga yang demikian itu akan menolak kejahatannya. Sebagaimana
firman Allah:

ِ ‫ب أَن يَحْ ض ُُر‬


‫ون‬ ِِّ ‫ين َوأَعُوذُ بِكَ َر‬ ِ ‫ب أَعُوذُ بِكَ مِ ْن َه َمزَ ا‬
َّ ‫ت ال‬
ِ ِ‫شيَاط‬ ِ َ‫سيِِّئَةَ ۚ نَحْ نُ أَ ْعلَ ُم بِ َما ي‬
ِِّ ‫صفُونَ َوقُل َّر‬ َ ‫ِي أَ ْح‬
َّ ‫سنُ ال‬ َ ‫ا ْدفَ ْع بِالَّتِي ه‬
“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
Dan katakanlah. Ya Rabb-ku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung
(pula) kepada Engkau ya Rabb-ku, dari kedatangan mereka kepadaku.” [Al-Mu’-minuun: 96-98]
Allah juga berfirman:
‫صبَ ُروا َو َما يُلَقَّاهَا إِ َّال ذُو َحظٍ ِّ َعظِ ٍيم‬
َ َ‫ي َحمِ ي ٌم َو َما يُلَقَّاهَا إِ َّال الَّذِين‬
ٌّ ‫سنُ فَإِذَا الَّذِي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَهُ َعد ََاوة ٌ َكأَنَّهُ َو ِل‬
َ ْ‫ِي أَح‬
َ ‫سيِِّئَةُ ۚ ا ْدفَ ْع بِالَّتِي ه‬ َ ‫َو َال تَ ْستَ ِوي ْال َح‬
َّ ‫سنَةُ َو َال ال‬
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-
sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan me-
lainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberun-tungan yang besar.” [Fushshilat: 34-35]
Juga firman-Nya:
‫اَّللِ ۖ إِنَّهُ ه َُو السَّمِ ي ُع ْالعَلِي ُم‬
َّ ِ‫ان ن َْزغٌ فَا ْستَ ِع ْذ ب‬
ِ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫َوإِ َّما يَنزَ َغنَّكَ مِ نَ ال‬

“Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Fushshilat: 36]

Dalam ayat-ayat di atas, Allah memberikan petunjuk untuk mempergauli orang-orang yang berbuat maksiyat
dengan sesuatu yang lebih baik. Yang demikian akan mampu menghentikannya dari perbuatan maksiyatnya,
dengan izin Allah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: ‘Dengan demikian) orang yang memusuhimu bisa
berubah menjadi teman sejati.’ [Fushshilat: 34]

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepada kita untuk memohon perlindungan kepada-Nya dari
syaitan. Hal itu diperintahkan karena syaitan tidak bisa dicegah dengan kebaikan. Dia (syaitan) akan selalu
mengharapkan kehan-curan bagi Anda. Dialah musuh sejati bagi Anda dan musuh bapak Anda (yaitu Adam
Alaihissallam).” [16]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.‫س ٍن‬ ٍ ُ‫اس ِب ُخل‬
َ ‫ق َح‬ َ َّ‫ق الن‬ َ ‫س ِِّيئَةَ ْال َح‬
ِ ‫سنَةَ تَ ْم ُح َها َوخَا ِل‬ َّ ‫ق هللاَ َح ْيث ُ َما ُك ْنتَ َوأَتْ ِب ِع ال‬
ِ َّ‫اِت‬
“Bertakwalah engkau kepada Allah di mana saja engkau berada, iringilah perbuatan yang jelek (kesalahan)
dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapus kesalahan dan bergaullah dengan manusia
dengan akhlak yang mulia.” [17]
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Psutaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Al-Bukhary dalam al-Adabul Mufrad (no. 273 (Shahih al-Adabul Mufrad no. 207)), Ahmad (II/381) dan al-
Hakim (II/613), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albany (Silsilah al-Ahaadits
ash-Shahihah no. 45).
[2]. HR. At-Tirmidzi (no. 1162), Ibnu Hibban (at-Ta’liqatul Hisan ‘ala Shahih Ibni Hibban no. 4164 dan
Mawaariduzh Zham’aan no. 1311) dan Ahmad (II/250, 472). Lafazh awalnya diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.
4682), al-Hakim (I/3), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”
[3]. HR. At-Tirmidzi (no. 2002), Abu Dawud (no. 4799), Ahmad (VI/446, 448) dari Shahabat Abu Darda’
Radhiyallahu anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Lafazh ini milik at-Tirmidzi.
[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 2018), ia berkata, “Hadits hasan.” Dari Shahabat Jabir Radhiyallahu anhu. Hadits ini ada
beberapa syawahid, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 791).
[5]. HR. At-Tirmidzi (no. 2004), al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 289), Shahih Adabul Mufrad (no. 222), Ibnu
Majah (no. 4246), Ahmad (II/291, 392, 442), Ibnu Hibban dalam at-Ta’liiqaatul Hisaan ‘alaa Shahiih Ibni Hibban
(no. 476), al-Hakim (IV/324). At-Tirmidzi ber-kata, “Hadits ini shahih gharib.” Dari Shahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu.
[6]. Lihat QS. An-Nisaa’: 36.
[7]. Lihat QS. An-Nisaa’: 172, 173; al-A’raaf: 13, 36, 40; al-Anfaal: 47; dan lainnya.
[8]. HR. Al-Hakim (I/48), dari Shahabat Sahl bin Sa’ad. Lihat Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah (no. 1378).
[9]. HR. Abu Dawud (no. 4798), al-Hakim (I/60) dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.
[10]. HR. Ahmad (VI/159), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.
[11]. HR. Al-Bukhari no. 6203, Muslim no. 2150, 2310 (54-55) dari Shahabat Anas bin Malik.
[12]. Malu adalah akhlak yang mulia, yang tumbuh untuk meninggalkan perkara-perkara yang jelek sehingga
menghalangi dia dari perbuatan dosa dan maksiyat, serta mencegah dia dari melalaikan kewajiban memenuhi
hak orang-orang yang mempunyai hak. Lihat al-Haya’ fii Dhau-il Qur-aan al-Kariim wa Ahaadits ash-Shahiihah
oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, cet. 1408 H. Maktabah Ibnul Jauzy.
[13]. HR. Ibnu Majah (no. 4181), Shahih Ibni Majah (II/406, no. 3370) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Shaghir
(I/13-14, cet. Darul Fikr). Hadits ini hasan, lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (no. 940), dari Shahabat Anas
bin Malik Radhiyallahu anhu.
[14]. HR. Al-Bukhari (no. 6117) dan Muslim (no. 37 (60)), dari Shahabat ‘Imran bin Husain.
[15]. Diringkas dan disadur dari Makarimul Akhlaq fi Dhau-il Qur-aanil Kariim was Sunnatish Shahiihah al-
Muthahharah, oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. II/ Daar Ibnul Qayyim, th. 1412 H, al-Wajiiz fii ‘Aqiidatis
Salafish Shalih (hal. 200-206), oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid al-Atsary, cet. II/ Darur Rayah, th. 1422 H dan
Min Akhlaqis Salaf, jam’u wat tartib: Ahmad Farid, cet. Darul ‘Aqidah lit Turaats, th. 1412 H.
[16]. Lihat Tafsiir Ibnu Katsir (II/309), cet. Darus Salam.
[17]. HR. Ahmad (V/153, 158, 177, 236), at-Tirmidzi (no. 1987), ad-Darimi (II/323), al-Hakim (I/54), ath-Thabrani
dalam Mu’jamul Kabir (XX/295, 296, 297) dari Shahabat Abu Dzarr dan Mu’adz bin Jabal c. Hadits ini hasan.

Sumber: https://almanhaj.or.id/671-kemuliaan-akhlaq-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

Anda mungkin juga menyukai