A. Definisi
Menurut Prawirohardjo (2011), solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau
seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan
Menurut Rahmawati Eni (2011), solusio plasenta merupakan lepasnya sebagian atau
seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan diatas 22 minggu
dan sebelum anak lahir.
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir. Jika
separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis
sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas
B. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita
multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan
peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini
dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi
menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya
melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap
tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
C. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan.
Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio
insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat
bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan
dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas
(2)
tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan .
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian
solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif
yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan
D. Klasifikasi
1. Solusio Plasenta Ringan
Luas Plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan
1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar kurang dari 250ml.
2. Solusio Plasenta Sedang
Luas Plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai
separuhnya (50%).
3. Solusio Plasenta Berat
Luas Plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang
keluar telah mencapai 1000ml atau lebih.
( Prawirohardjo, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
pengelompokannya menurut gejala klinis
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam-hitaman.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam
syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam
keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga
bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung
sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
F. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan pada serta gejalanya
pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekuangan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
sewarna kehitam-hitaman. Sisanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkoordinasi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan
bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung
hebat, seluruh permukaan uterus akan bercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus
Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. uterus seperti ini akan
terasa sangat tegang dan nyeri.
Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak
tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan
intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
Perfungsi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan
proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang biasanya berakibat
fatal. Nasib janin terganggu dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta
sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
G. Pathway
Terlampir
H. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu :
1. Syok
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan,penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuatuntuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi
yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit
volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi
terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis
hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian
darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar
selaindapatmemberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor
pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:
a. Fase I, Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah
peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya
kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut
juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler
tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang
dapat menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II, Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini
dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat
lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis.
Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium
lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan
keadaan penderita saat itu.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat
atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan.
bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri
nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus
menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak
terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-
bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
a. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman.
c. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak
d. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
e. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
a. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
b. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
3. Palpasi
b. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya
di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
5. Pemeriksaan dalam
b. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
c. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
7. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung
di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
c. Darah
d. Tepian plasenta
J. Penatalaksanaan
Terapi solusio plasenta akan bergantung pada usia gestasi dan status ibu dan janin.
Pada janin yang hidup dan matur, dan jika persalinan pervaginam tidak terjadi dalam
waktu dekat, dianjurkan sesar darurat. Pada perdarahan eksternal yang masif, resusitasi
intensif dengan darah plus kristaloid disertai pengeluaran segera janin untuk
mengendalikan perdarahan dapat menyelamatkan nyawa ibu dan diharapkan nyawa
janinnya juga. Jika diagnosis tidak pasti dan janin masih hidup, tetapi tanpa tanda-tanda
gangguan maka dapat dilakukan pengawasan ketat dengan fasilitas untuk intervensi
segera.
1. Penatalaksanaan Umum :
a. Pemberian darah yang cukup
b. Pemberian O2
c. Pemberian antibiotik
d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
2. Penatalaksanaan Khusus :
a. Terhadap hipofibrinogenemi – Substitusi dengan human fibrinogen 10 g atau
darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 itu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam dalam infus.
b. Untuk merangsang diuresis – manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40 cc/jam.
c. Obstetri – pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk
mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasannya ialah :
1) Bagian plasenta yang terlepas meluas.
2) Perdarahan bertambah
3) Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah
Tujuan ini dicapai dengan :
a) Pemecahan ketuban – pada solusio plasenta tidak bermaksud untuk
menghentikan perdarahan dengan segera, tetapi untuk mengurangkan
regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan.
b) Pemberian infus oksitosin ialah 5 iu dalam 500 cc glukosa 5%.
c) Seksio sesarea dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah
pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada
his, dan anak masih hidup.
d) Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat
diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
H. Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi
menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu
antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian.
Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000
ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio
sesarea dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus
perdarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis
ibu dan janinnya.
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Identitas pasien
Nama, umur, berat badan, jenis kelamin,alamat rumah, suku bangsa,
agama dan nama suami
b. Keluhan utama
Pasien dengan solusio plasenta biasanya mengatakan
perdarahan yang disertai nyeri, rahim keras seperti papan
dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga
rahim tegang, perdarahan yang berulang-ulang.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
meliputi sejak kapan timbul keluhan dan upaya yang telah dilakukan.
Biasanya darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan
darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari
perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah
mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek
trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit
yang pernah di derita oleh pasien. Biasanya kemungkinan pasien pernah
menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek, trauma,
uterus / rahim feulidli.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : composmetis s/d coma
Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
Raut wajah : biasanya pucat
b. Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok)
Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
Suhu : normal / meningkat (> 37°C)
RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
c. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala atau disertai nyeri kepala.
d. Wajah
biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
e. Mata
Konjungtiva anemis (karena terjadi perdarahan).
f. Hidung
Tidak ada deformitas, biasana ada pernafasan cuping hidung.
g. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
h. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
j. Thoraks
Gerakan dada simetris, RR meningkat, hiperpigmentasi aerola.
k. Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3) Perkusi
Suara dullness
4) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
1) Inspeksi
Perut besar (buncit), terlihat linea alba dan nigra
2) Palpasi
Rahim keras, fundus uteri naik
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tidak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB, Hiperpregmentasi
pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman.
n) Kulit
Tidak terdapat erytema
o) Ekstermitas
Kekuatan otot menurun, adanya oedema atau tidak, Akral dingin, tonus otot
menurun. Terdapat farises pada kedua paha / femur.
,’
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
E. Evaluasi
1. Dx 1
a. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
b. Klien melaporkan nyeri berkurang
2. Dx 2
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup
3. Dx 3
a. Cemas berkurang
b. Tidak menunjukan perilaku agresif
4. Dx 4
a. pasien mengetahui tentang penyakitnya
5. Dx 5
a. Perdarahan berkurang
b. Tanda-tanda vital normal
c. Kesadaran komposmetis
6. Dx 6
a. Input dan output seimbang & Tidak ada tanda dehidrasi
b. Vital sign dalam batas normal
c. Akral hangat
d. Capilarry refill < 3 detik.
7. Dx 7
a. DJJ normal
b. adanya pergerakan bayi
c. bayi lahir selamat.
Pathway
Trauma Dekompresi uterus Tali pusat Merokok Alkohol Kokain Obstruksi Tumor uteri atau Defisiensi
eksternal mendadak pendek vena kava riwayat penyakit yang gizi
Vasokontriksi arteri inferior sama Suplai O2 & nutrisi ke
Peregangan Aliran darah ke jantungAliran darah meningkat
janin menurun
berlebih uterus menurun ke sel tumor
Trombosis Janin kecil
COP menurun Ketidakmampuan tubuh
Aliran darah ke
desidua/endometrium mempertahankan janin
Aliran darah ke eluruh Ruptur arteri spiralis desidua
menurun
tubuh berkurang
Perdarahan ke dalam desidua
Aliran darah ke uterus
Hematoma retroplasenta
menurun
Nekrosis desidua Herniasi hematoma
Peningkatan tekanan pada plasenta
Darah menyelundup di bawah selaput ketuban Darah mengalami ekstravasasi diantara serabut Darah menembus selaput ketuban
otot uterus Darah masuk ke kantung ketuban
Menanyakan
Darah keluar melalui vagina masalah Permukaan uterus berbercak biru atau ungu (uterus
couvelaire) dan terjadi pembekuan retroplasenta Ektravasasi hebat
yang dihadapi,
Merasa bingung, menunjukkan perilaku Tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah Uterus tegang, Frekuensi nadi meningkat,
khawatir, gelisah, tegang tidak sesuai anjuran, ibu gelisah, bersikap protektif, meringis dan pasien
atu bahkan sulit menunjukkan persepsi Pembekuan intravaskuler mengeluh nyeri
berkonsentrasi yang keliru
Nyeri Akut
Persediaan fibrinogen menipis
Ansietas
Hipofibrinogenemia Risiko Syok
Defisit Gangguan pembekuan darah
Pengetahuan Volume darah menurun dan perdarahan meningkat Risiko ketidakseimbangan cairan
COP menurun
Gangguan
Gangguan perfusi ginjal Suplai O2 dan nutrisi ke
Eliminasi Urine
janin menurun
Oliguria dan Albuminuria Nekrosis tubuli ginjal akut atau Hipoksia Risiko Cedera pada Janin
nekrosiskorteks ginjal akut
DAFTAR PUSTAKA
Gary, F. Cunningham. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. 2012. Obstetri Williams. Jakarta :
EGC.
Kusmiyati, Yuni, dkk. 2014. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
Prawirohardjo, Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2011. Jakarta : Penerbit PT Bina Pustaka
Sarwono
Obstetri Patologi, 2010. FKUP. Bandung : Elstar
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
Rahmawati, Eni. 2011. Ilmu Praktis Kebidanan. Surabaya : Victory Inti Cipta