Anda di halaman 1dari 6

SEMANGKA EMAS

CERITA RAKYAT MELAYU SAMBAS

Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar
tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu
bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja.
Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia
tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.

Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya.
Maksudnya agar anak-anaknya tidak berbantah dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal
kelak.Muzakir langsung membeli peti besi. Uang bagiannya dimasukkan ke dalam peti tersebut, lalu
dikuncinya. Bila ada orang miskin datang, bukannnya ia memberi sedekah, melainkan ia tertawa
terbahak-bahak melihat orang miskin yang pincang, buta dan lumpuh itu. Bila orang miskin itu tidak mau
pergi dari rumahnya, Muzakir memanggil orang gajiannya untuk mengusirnya. Orang-orang miskin
kemudian berduyun-duyun datang ke rumah Dermawan.Dermawan selalu menyambut orang-orang
miskin dengan senang hati. Mereka dijamunya makan dan diberi uang karena ia merasa iba melihat
orang miskin dan melarat. Lama kelamaan uang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi membiayai
rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja. Gajinya tidak seberapa,
sekedar cukup makan saja. Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya yang demikian. Muzakir
tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh itu. Muzakir telah
membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan
tingkah laku abangnya.

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba


jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan “Kasihan,” kata
Dermawan. “Sayapmu patah, ya?” lanjut Dermawan seolah-olah ia berbicara dengan burung pipit itu.
Ditangkapnya burung tersebut, lalau diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. “Biar
kucoba mengobatimu,” katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan.
Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan.

Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah
dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan sesaat kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali
mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan biji itu diletakkannya di depan Dermawan.
Dermawan tertawa melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima
pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya.

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu
dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan
banyak buahnya. Tentulah ia akan kenyang makan buah semangka dan selebihnya akan ia sedekahkan.
Tetapi aneh, meskipun bunganya banyak, yang menjadi buah hanya satu. Ukuran semangka ini luar biasa
besarnya, jauh lebih dari semangka umumnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah
masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah
mengangkatnya dengan kedua belah tangannya. Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya
pisau. Ia membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka
itu berupa pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Ketika diperhatikannya sungguh-sungguh, nyatalah
bahwa pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar
burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak.
“Terima kasih! Terima kasih!” seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.

Keesokan harinya Dermawan memberli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali.
Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh
miskin seperti dahulu, karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini
membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke rumah
Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang kisahnya. Mengetahui hal
tersebut, Muzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kaki atau
patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun
tak ditemukan. MUzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat
akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan. Tentu saja sayap
burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada
sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun
kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira. Biji pemberian
burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tumbuh pula pohon semangka yang subur
dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Ketika
dipanen, dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya.
Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu
terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir.
Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman
lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil menjerit-jerit. Orang
yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan
dengan riuhnya.

NAMA KELOMPOK

1) TAUFIQ 6) INKA SARI

2) TEGUH 7) LUSIANA AMBAR WATI

3) SITI NURHADIJAH 8) RIATUS SOLIKAH

4) SITI KHOTIMAH

5) NAPSIYAH
Naskah Drama

Pada zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Anaknya yang
sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Sebelum meninggal, saudagar tersebut
membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya.

Saudagar: wahai anak-anak ku...sehubungan dengan umur ibu yang semakin tua,ibu berfikir akan
membagi semua harta ibu kepada kalian berdua.

Dermawan: baik lah ibu,kami berdua akan menjaga amanah apa pun yang ayah berikan

Muzakhir: iya ibu..pasti kami berdua akan menuruti

Setelah beberapa bulan kemudian,akhirnya sang ibu pun meninggal dunia, Kedua anaknya juga
telah mendapatkan harta warisan dari sang ibu. Akan tetapi sifat Muzakhir bertolak belakang dengan
Dermawan. Dermawan sangat baik hati dan suka menolong orang lain,sedangkan Muzakhir sangat
sombong dan pelit.

Muzakhir: “Wah, Saya harus cepat membeli peti besi untuk menyimpan uang warisan ibu dan
menguncinya.” (sambil tergesa-gesa)

Suatu saat ada pengemis datang ke rumah muzakhir.

Pengemis 1: “Tuan, kasihanilah saya. Saya belum makan sejak kemarin”

Muzakhir: “Dasar pengemis buta dan pincang! Jangan pikir kamu akan mendapatkan uang di sini!”
(angkuh)

Pengemis 2: “Saya mohon, tuan. Kasihanilah saya.” (nada memelas)

Muzakhir: “Pengawal! Cepat usir pengemis ini! Dia mengotori rumahku saja.”

Akhirnya pengemis pergi dari rumah muzakir dan kemudian mereka berduyun-duyun datang ke rumah
Dermawan.

Pengemis: “Permisi, tuan. Tolong berikan saya sedikit uang atau makanan, dari kemarin saya belum
makan.”

Dermawan: “Oh! Ini, Saya ada sedikit uang dan makanan, mungkin ini dapat membantu.”

Pengemis: “Terima kasih, tuan. Terima kasih banyak, kalau bukan tuan saya tidak tahu apakah saya dapat
bertahan hidup.”

Dermawan: “Sama-sama. Tapi bapak jangan sungkan, saya hanya ingin menolong saja.”
Pengemis:”terima kasih, tuan memang sangat baik... semoga kebaikan tuan dibalas oleh Allah SWT dan
dilimpahkan rezekinya.” (pengemis itupun pergi)

Lama kelamaan uang Dermawan habis dan ia tidak sanggup lagi membiayai rumahnya yang
besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja. Berita ini terdengar oleh pengawal
Muzakhir, lalu disampaikan kepadanya.

Pengawal 1: “Tuan, ada berita bagus... bahwa saudara tuan, Dermawan, telah pindah ke rumah yang
kecil.”

Muzakhir: “Dasar si bodoh mengeluarkan uang untuk pengemis yang tidak jelas dan menjijikan. Lebih
baik semua harta diberikan padaku saja.” (sambil tertawa)

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor
burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit kesakitan.

Dermawan: “Kasihan. Sayapmu patah, ya? Biar kucoba mengobatimu.”

Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung
pipit itu diberinya makan. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan
sayapnya, dan keesokan harinya ia kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, dan
biji itu diletakkannya di depan Dermawan.

Dermawan: “Terima kasih, burung! Akan saya tanam biji pemerbianmu ini.” (sambil tersenyum gembira)

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu mejadi pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik
sehingga tumbuh dengan subur. Meski bunganya banyak tapi yang menjadi buah hanya satu. Setelah
masak, Dermawan memetik buah semangka itu.

Dermawan: “Amboi, bukan main beratnya! Semangka ini akan segera kubelah.”

Setelah diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau. Ia membelah semangka itu. Dan ternyata isi
semangka itu adalah pasir emas

Dermawan: “Waw, aku bisa jadi orang kaya kalau begini. Ternyata semangka aneh ini berisi emas murni.”
(Menari-nari kegirangan)

Ia mendengar burung mencicit di luar, terlihat burung pipit yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah
tonggak.

Dermawan: “Terima kasih! Terima kasih, burung! Dengan uang ini akan kubeli rumah baru dan kubantu
semua orang-orang yang kesusahan.”

Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke
rumah Dermawan.
Muzakhir: “Hai Dermawan, kenapa kau bisa mendapatkan uang yang sangat banyak dalam waktu
singkat!? Coba kau ceritakan kepada saudaramu ini!”

Dermawan: “Apa kabar, saudaraku? Lama sudah kita tak bertemu. Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang sejenak?”

Muzakhir: “Kau cukup ceritakan saja rahasia kekayanmu ini dan tak usah banyak berbicara!”

Dermawan: “Baiklah kalau begitu. Sebetulnya hasil ini saya dapat dari menolong seekor burung yang
patah sayapnya. Kemudian burung itu memberi saya biji semangka yang berisi emas setelah matang.”

Muzakhir: “Begitukah? Baiklah, saya harus pergi sekarang.”

Dermawan: “Hati-hati dalam perjalanan pulangmu, saudaraku.”

Mengetahui hal tersebut, MUzakir langsung pulang ke rumahnya.

Muzakhir: “Pengawal! Cepat kalian cari seekor burung yang patah kakinya atau patah sayapnya di seluruh
daerah.”

Pengawal: “Baik, tuan.”

Muzakhir: “Cepat kerjakan tugasmu!”

Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun tak ditemukan. MUzakir
sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal.

Muzakhir: “Hai kalian pengawal tak berguna! Tangkaplah seekor burung dengan apitan hingga sayapnya

Pengawal: “Baiklah, tuanku.”

Begitu sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan
membalut luka pada sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan
terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji.

Muzakhir: “Bagus, dengan biji ini aku akan jadi orang terkaya di daerah ini. Akan kutanam di tempat
terbaik di kebunku.”

Tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya
lebih besar dari semangka Dermawan.

Muzakhir: “Pengawal, cepat petik buah semangka itu untukku.” (sambil mengambil parang)

Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran
ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak
luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu.

Muzakhir: “Aaarrgghhh… Tidak!! Dimana emasnya!? Aaahhhh…!!!” (berlari ke jalan raya)


Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk
tangan dengan riuhnya.

Pesan moral: berdasarkan kisah yang telah kami perankan, pesan moral yang dapat kita ambil yaitu

 Jangan kikir terhadap apa yang kita miliki

 Jangan sombong

 Berbagi lah dengan sesama

 Jangan iri terhadap apa yang di miliki orang lain

 Tirulah sifat dari tokoh dermawan yang baik hati,suka menolong dan tidak sombong

 Setiap kebaikan pasti akan di balas dengan kebaikan dan setiap keburukan pasti akan di balas
dengan keburukan pula.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai