Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No.

2 / Agustus 2016

Perilaku Kebersihan Diri (Personal Hygiene) Santri di Pondok Pesantren


Wilayah Kabupaten Brebes akan Terwujud Jika Didukung dengan
Ketersediaan Sarana Prasarana

Ahmad Zakiudin*), Zahroh Shaluhiyah**)


*)
Akademi Kererawatan Al-Hikmah 2 Brebes Jateng
Korespondensi: ariza_zakie@yahoo.co.id
**)
Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRAK
Untuk meningkatkan derajat kesehatan santri perlu adanya upaya untuk meningkatkan perilaku
kebersihan perorangan dengan hasil akhir menurunnya angka kesakitan penyakit menular. Tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kebrsihan diri (personal
hygiene) santri di pondok pesantren Wilayah Kabupaten Brebes. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, jenis penelitian explanatory research, dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi
sebanyak 3.350 siswa SMP dan SMA yang berada di Pondok Pesantren di Wilayah Kabupaten Brebes
santri. Sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara
Proportional Cluster Random Sampling sejumlah 293 santri di 4 pondok pesantren. Pengumpulan data
dengan melakukan wawancara dan observasi. Hasil analisis univariat menggambarkan perilaku
kebersihan diri santri di Pondok pesantren wilayah Kabupaten Brebes dengan kategori baik 42,0%,
lebih sedikit dibandingkan dengan kategori kurang baik 58,0%. Hasil analisis bivariat menggunakan
uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan ada sembilan variabel yang berhubungan secara
signifikan yaitu jenis kelamin responden, pengetahuan responden, ketersediaan peraturan tentang
kebersihan diri responden, ketersediaan peraturan tentang kebersihan diri responden, pemberian
sosialisasi atau informasi tentang kebersihan diri responden, dukungan pengasuh pondok pesantren,
dukungan teman, dukungan tenaga kesehatan dan dukungan depag. Variabel yang paling dominan
berpengaruh adalah ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan diri (OR=10,335) .
Kata kunci : Perilaku Kebersihan Diri, Santri, Pondok Pesantren.

ABSTRACT
The Behavior Of Personal Hygiene Student at The Islamic Boarding School District in Brebes is
Reached If The Availability of infrastructure and facilities of personal hygiene. To improve the
health of students should be effort to improve personal hygiene behavior with the final result decrease
morbidity rate of infectious disease. The aim of the studi is to analyze the factors that influence the
personal hygiene students at the Islamic boarding school district Brebes. The study is quantitative and
explanatory research with cross sectional approach. The population of the study is all of the junior
and high school at the four Islamic boarding school as many as 3.350 students. Whereas samples were
taken by Proportional cluster random sampling as many as 293 students. Data collection is taken by
interviews and observations. The results of the univariate analysis describes that the behavior of
personal hygiene students at the Islamic boarding school at Brebes District is good category (42,0%),
less than the unfabvorable category is 58,0%. The results of bivariate analysis with Chi Square
analysis showed that there are nine variables significantly associated. The variables are, gender,
knowledge, availability of facilities and infrastructure of personal hygiene, availability regulations on
personal hygiene, provision of information or dissemination, carer support boarding school, Support
of friend, support health personel and support the ministry of religion. The most dominant factors that
influence is the availability of facilities and infrastructure of personal hygiene (OR=10.335).
Keyword : personal hygiene behavior, students, cottage

64
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

PENDAHULUAN dengan prevalensi tertinggi pada anak usia

Budaya bersih merupakan cerminan sekolah dan remaja (Nugraheni, 2008).

sikap dan perilaku masyarakat dalam Untuk meningkatkan derajat

menjaga dan memelihara kebersihan kesehatan santri perlu adanya upaya untuk

pribadi serta lingkungan dalam kehidupan meningkatkan pengetahuan santri tentang

sehari-hari. Pondok Pesantren sebagai kesehatan secara umum, khususnya

salah satu tempat pendidikan di Indonesia tentang penyakit menular sehingga

saat ini berjumlah kurang lebih 40.000. diharapkan ada perubahan sikap serta

Penyakit menular berbasis lingkungan dan diikuti dengan perubahan perilaku

perilaku seperti tuberkulosis paru, infeksi kebersihan perorangan dengan hasil akhir

saluran pernapasan atas, diare dan penyakit menurunnya angka kesakitan penyakit

kulit masih merupakan masalah kesehatan menular. Upaya peningkatan, pencegahan

yang juga dapat ditemukan di Pondok dan penanggulangan masalah penyakit

Pesantren. Menurut Departemen Kesehatan menular dapat ditempatkan sebagai ujung

Republik Indonesia prevalensi skabies di tombak paradigma sehat untuk mencapai

Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun Indonesia sehat 2010 (Nugraheni, 2008).

2008 adalah 5,6%-12,95% dan skabies PHBS adalah semua perilaku sehat

menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit yang dilakukan atas dasar kesadaran untuk

tersering (Siswono, 2008). Data kesakitan menolong diri sendiri dan anggota

skabies pada tahun 2008 tingkat keluarga dibidang kesehatan serta dapat

Puskesmas se-Kota Semarang adalah 1100 berperan aktif dalam melaksanakan

kasus. 14,72% diantaranya terjadi pada kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat

balita (DKK Semarang, 2008). (Depkes RI, 2010). Untuk meningkatkan

Prevalensi penyakit skabies PHBS kepada setiap orang bukan hal yang

disebuah pondok pesantren di Jakarta mudah namun membutuhkan proses untuk

mencapai 78,70%, di wilayah Kabupaten saling mempengaruhi, berinteraksi dan

Pasuruan sebesar 66,70% prevalensi sosialisasi antar individu, kelompok serta

penyakit skabies jauh lebih tinggi memantau, menilai dan mengukur tingkat

dibandingkan dengan prevalensi penyakit perkembangan dari semua tatanan. Oleh

skabies di negara berkembang yang hanya karena itu, pembinaan dan pemberdayaan

6-27% atau prevalensi penyakit skabies di PHBS dilakukan melalui pendekatan

Indonesia sebesar 4,60-12,95% saja, tatanan yaitu tatanan rumah tangga, tempat

65
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

umum, tempat kerja dan sekolah (Dinkes responden yang kadang-kadang cuci
Prov. Jateng, 2009). tangan pakai sabun setelah BAB dan BAK
PHBS tatanan pendidikan (sekolah) sebesar 63,2%. Tindakan responden
adalah untuk memberdayakan siswa, guru tentang selalu mengganti baju setiap hari
dan masyarakat lingkungan sekolah agar sebesar 52,6%, sedangkan responden yang
sadar, mau dan mampu untuk memelihara kadang-kadang mengganti baju setiap hari
dan meningkatkan kesehatan, mencegah sebesar 47,4% (Proverawati. A, 2012).
resiko terjadinya penyakit dan melindungi Status kesehatan dipengaruhi oleh
diri dari ancaman penyakit (Depkes RI, beberapa faktor diantaranya adalah sikap
2010). Sekolah selain sebagai tempat seseorang dalam merespon suatu penyakit
pembelajaran juga dapat menjadi ancaman skabies pada umumnya merupakan jenis
penularan penyakit apabila tidak dikelola penyakit menular. Sikap santri sangat
dengan baik, lebih dari itu anak pondok penting peranannya dalam pencegahan
pesantren sangat rentan terhadap serangan skabies di lingkungan asrama Pondok yang
penyakit sehingga penerapan PHBS di membutuhkan kebersihan perorangan serta
pondok pesantren yang salah satu perilaku yang sehat. Sikap yang dimiliki
indikatornya kebersihan diri (personal oleh santri diharapkan dapat berpengaruh
hygiene) menjadi kebutuhan yang mutlak terhadap perilaku mereka guna mencegah
agar dapat menjadikan kebiasaan/tradisi terjadinya skabies di lingkungan Pondok
dalam kehidupan sehari-hari. tempat mereka tinggal. Tidur bersama,
Jalur utama penularan berbagai pakaian kotor yang digantung atau
penyakit adalah melalui tangan yang ditumpuk di kamar merupakan salah satu
terkontaminasi bakteri, virus atau telur contoh sikap yang dapat menimbulkan
cacing, yang dapat menyebabkan skabies. Pengetahuan yang cukup baik
kerentanan penyebaran berbagai penyakit mengenai kebersihan perorangan tidaklah
seperti kecacingan, infeksi saluran berarti bila tidak menghasilkan respon
pernafasan atas (ISPA) dan diare. Hasil batin dalam bentuk sikap, sikap merupakan
analisis data Riset Kesehatan Dasar hal yang paling penting. Sikap dapat
(Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan digunakan untuk memprediksikan tingkah
secara nasional masih rendahnya kualitas laku apa yang mungkin terjadi, dengan
kesehatan dan perilaku tidak sehat pada demikian sikap dapat diartikan sebagai
masyarakat. Tindakan responden yang suatu predisposisi tingkah laku yang akan
selalu mencuci tangan pakai sabun setelah tampak aktual apabila kesempatan untuk
BAB dan BAK hanya 31,6%, sedangkan mengatakan terbuka luas (Sriyusufi, 1996).

66
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

Penularan scabies terjadi secara Penelitian yang dilakukan oleh


kontak langsung dan tidak langsung. Muzakir menguraikan bahwa pengetahuan
Kontak secara langsung misalnya santri mengenai scabies ditularkan melalui
bersentuhan dengan penderita atau tidak pakaian 76,6%, dilihat dari kebersihan diri
langsung misalnya melalui handuk dan santri yang menderita scabies mengganti
pakaian. Disamping itu skabies dapat bajunya satu kali dalam sehari 57,1%,
berkembang pada kebersihan perorangan mencuci handuk dua minggu sekali 66,2
yang jelek, lingkungan yang kurang bersih, (Muzakir, 2008). Penelitian yang
demografi status perilaku individu dilakukan oleh Heny Sasmita di pondok
(Nugraheni. N, 2008). Pesantren di kota Surakarta menguraikan
Di negara tropik penyakit kulit bahwa ada hubungan yang bermakna
masih menduduki tempat yang penting dengan kejadian skabies yaitu personal
karena penderita cukup banyak. Indonesia higiene yang meliputi: kebiasaan mandi,
adalah negara beriklim tropis. Iklim inilah kebiasaan membersihkan tempat tidur,
yang mempermudah perkembangan kebiasaan santri tidur dalam satu tempat
bakteri, parasit, maupun jamur. Sebagian tidur, kebiasaan memakai handuk bersama,
besar penduduk berada di pedesaan dengan mencuci pakaian, menyetrika pakaian,
sosial ekonomi relatif rendah, higiene berganti pakaian, mencuci handuk
sanitasi masih kurang, sehingga penyakit (Sasmita. H, 2012).
ini masih dominan (Santoso. L, 2000). Menurut Khotimah angka kejadian
Setiap orang dapat terinfeksi oleh scabies di kalangan santri pondok
tungau skabies tanpa memandang umur, Pesantren Nurul hikmah di desa Jatisawit
ras, atau jenis kelamin dan tidak mengenai Bumiayu Brebes terdapat 18,2% dari 200
status sosial dan ekonomi. Skabies masih responden, 45,5% mempunyai tingkat
sering dijumpai di berbagai rumah sakit di pendidikan baik, 37,9% mempunyai sikap
Indonesia. Angka kejadian skabies di sedang dan 15,2% mempunyai personal
kalangan santri pondok pesantren di desa hygiene buruk (Khotimah. K, 2006).
Sudimoro, Kecamatan Turen, Wilayah Salah satu pondok pesantren yang
Kabupaten Malang sangat tinggi yaitu ada di Brebes adalah Pondok Pesantren Al
89,9%, sedangkan di Wilayah Kabupaten Hikmah Brebes. Seperti halnya di pondok
Buru dari 10 penyakit terbanyak tahun pesantren pada umumnya, penyakit skabies
2004, penyakit skabies berada pada urutan merupakan penyakit yang sering
keempat sebesar 30% (Riskesdas, 2013). ditemukan. Hampir semua santri Pondok
Pesantren Wilayah Kabupaten Brebes

67
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

pernah menderita penyakit ini. Data hasil variabel bebasnya meliputi umur, jenis
survei kesehatan santri di wilayah Pondok kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan,
pesantren Darunajjah Tegal Munding sikap, dukungan pengasuh ponpes,
Brebes tahun 2010 terhadap 80 responden dukungan teman, dukungan nakes,
ternyata diperoleh angka kesakitan dukungan tenaga depag, ketersediaan
31,25%, pondok pesantren Mambaul ulum sarpras, ketersediaan peraturan,
Brebes tahun 2010 terdapat 90 santri ketesediaan informasi. Data yang telah
diperoleh angka kesakitan 33,33 %, data terkumpul dianalisis secara univariat
pada bulan Oktober 2011, dari sampel 80 dengan cara distribusi frekuensi. Analisis
orang santri yang terkena skabies adalah bivariat dengan cara tabulasi silang
45 orang (56,25%). kemudian dilakukan analisis statistik
Berdasarkan latar belakang di atas menggunakan uji chi square kemudian
maka perumusan masalah yang diangkat dilanjutkan dengan analisis multivariat
adalah faktor apa sajakah yang menggunakan multiple logistic regression.
berpengaruh terhadap perilaku kebersihan
diri (personal hygiene) pada santri di HASIL DAN PEMBAHASAN
Pondok Pesantren Wilayah Kabupaten Hasil penelitian menunjukkan
Brebes? bahwa perilaku kebersihan diri santri di
Pondok pesantren wilayah Kabupaten
METODE Brebes dengan kategori baik 42,0%, lebih
Jenis penelitian ini adalah penelitian sedikit dibandingkan dengan kategori
kuantitatif analitik. Desain penelitian kurang baik 58,0%.
menggunakan rancangan cross-sectional. Di pondok Pesantren
Populasi dalam penelitian ini adalah para kecenderungan tertular penyakit kulit
santri Putra-Putri usia 13 – 18 tahun yang sebab kurangnya kebersihan diri sangat
termasuk kelas 7 - 12 di Pondok Pesantren tinggi. Penyebabnya adalah tinggal
di Wilayah Brebes sebanyak 3350 santri bersama dengan sekelompok orang seperti
dengan jumlah sampel sebesar 293 santri di pesantren memang berisiko mudah
yang diambil dari 4 pondok pesantren di tertular berbagai penyakit kulit, khusunya
Wilayah Brebes dengan cara proportional penyakit scabies. Penularan terjadi bila
cluster random sampling. Pondok kebersihan pribadi dan lingkungan tidak
pesantren dijadikan sebagai cluster. terjaga dengan baik. Masih ada pesantren
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah yang tumbuh dalam lingkungan yang
perilaku kebersihan diri santri, sedangkan kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor,

68
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

lingkungan yang lembab, dan sanitasi yang ditemukan pada kelompok santri yang
buruk. Ditambah lagi dengan perilaku yang berusia 16–18 tahun yaitu 61,7%
tidak sehat, seperti menggantung pakaian dibandingkan dengan kelompok santri
dalam kamar, tidak membolehkan santri yang berusia 13-15 tahun yaitu 54,2%.
wanita menjemur pakaian di bawah terik Adanya perubahan umur tidak berdampak
matahari, dan saling bertukar benda adanya perubahan perilaku. Pada umur 16-
pribadi, seperti sisir dan handuk (Akmal. 18 tahun seharusnya dapat berperilaku baik
Dkk, 2013). dibandingkan dengan umur 13-15 tahun.
Dapat dikatakan bahwa santri telah Penelitian ini menunjukkan bahwa
mengetahui mana yang baik untuk tidak ada hubungan yang signifikan antara
kesehatan dirinya, tetapi dalam umur responden dengan perilaku
mewujudkannya dalam perilaku masih kebersihan diri pada santri di Pondok
juga buruk. Hal ini disebabkan karena Pesantren Kabupaten Brebes dengan hasil
kebiasaan individu yang berbeda. uji Chi square didapatkan p.value = 0,232
Kemungkinan lain efesiensi untuk (p.value > α). Sehingga dalam penelitian
melakukan kebersihan diri kurang ini (faktor internal) untuk berperilaku
mendapat perhatian dari lingkungannya. positif pada santri khususnya faktor umur
Perilaku santri dalam melakukan santri tidak terbukti.
kebersihan diri akan lebih mudah apabila Hasil penelitian ini sejalan dengan
santri tersebut mengetahui manfaat penelitian yang dilakukan oleh Linda
melakukan kebersihan diri, tahu cara Warni pada tahun 2010 dimana hasil
melakukan kebersihan diri yang benar dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
tahu akibat atau dampak apabila tidak umur tidak berhubungan dengan perilaku
melakukan kebersihan diri. Perilaku juga murid sekolah dasar pada kesehatan gigi
akan dipermudah apabila santri yang dan mulut. Ada kemujngkinan rendahnya
bersangkutan mempunyai sikap yang perilaku untuk menggosok gigi banyak
positif terhadap perilaku kebersihan diri dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor
(Notoatmodjo, 2010). internal mengenai pengetahuan siswa, serta
faktor yang ada diluar diri siswa adalah
Karakteristik Responden sosio-ekonomi (pekerjaan orang tua) dan
Umur sarana menggosok gigi. Disamping itu
Hasil penelitian didapatkan bahwa hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
perilaku responden dalam melakukan penelitian Hidayat (2011) yang
kebersihan diri kurang lebih banyak menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

69
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

antara umur dengan perilaku kebersihan berjenis kelamin laki-laki. Perilaku


diri pada santri di pesantren Nurul Huda kebersihan diri yang kurang lebih banyak
Desa Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten dijumpai pada kelompok santri dengan
Sukabumi (Hidayat, 2011). jenis kelamin laki-laki (70,8%)
dibandingkan dengan kelompok santri
Jenis Kelamin Santri dengan jenis kelamin perempuan (52,5%).
Pengertian jenis kelamin (seks) Sedangkan persentase perilaku kebersihan
menurut Hungu (2007) adalah perbedaan diri yang baik lebih banyak terdapat pada
antara perempuan dengan laki-laki secara kelompok santri yang berjenis kelamin
biologis sejak seseorang lahir. Seks perempuan 47,5% dibandingkan dengan
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan kelompok santri yang berjenis kelamin
perempuan, dimana laki-laki laki-laki 29,2%. Hasil uji statistk diperoleh
memproduksikan sperma, sementara p.value = 0,000, karena p.value < α maka
perempuan menghasilkan sel telur dan Ha diterima, dan Ho ditolak, sehingga
secara biologis mampu untuk menstruasi, dapat diinterpretasikan bahwa ada
hamil dan menyusui.Perbedaan biologis hubungan yang signifikan antara jenis
dan fungsi biologis laki-laki dan kelamin dengan perilaku kebersihan diri
perempuan tidak dapat dipertukarkan santri di Pondok pesantren di wilayah
diantara keduanya, dan fungsinya tetap Kabupaten Brebes. Ditinjau dari hasil
dengan laki-laki dan perempuan pada penelitian orang lain diperoleh bahwa hasil
segala ras yang ada di muka bumi penelitian ini bertolak belakang dengan
(Sudarma, 2008). hasil penelitian Hidayat (2011) yang
Menurut Santrock (2002) menyatakan bahwa tidak ada hubungan
mengemukakan bahwa istilah gender dan antara jenis kelamin dengan perilaku
seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. kebersihan diri santri di pesantren Nurul
Isilah seks (jenis kelamin) mengacu pada Huda Desa Cibatu Kecamatan Cisaat
dimensi biologis seorang laki-laki dan Kabupaten Sukabumi (Hidayat, 2011).
perempuan, sedangkan gender mengacu Tingkat Pendidikan Santri
pada dimensi sosial-budaya seorang laki- Hasil analisis univariat menunjukkan
laki dan perempuan (Santrock. J, 2002). bahwa separuh lebih (53,2%) responden
Berdasarkan hasil analisis univariat memiliki pendidikan SMA/MA sedangkan
diperoleh gambaran bahwa sebagian besar sisanya (46,8%) berusia adalah SMP/Mts.
responden berjenis kelamin perempuan Perilaku kebersihan diri yang kurang lebih
yaitu 69,6%, sedangkan sisanya 30,4% banyak dijumpai pada kelompok santri

70
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

yang berpendidikan SMA 53,2% dilakukan oleh Hidayat (2011) yang


dibandingkan dengan kelompok santri menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
dengan pendidikan SMP 46,8%. antara tingkat pendidikan dengan perilaku
Sedangkan secara uji statistik dengan kebersihan diri santri di pesantren Nurul
menggunakan uji Chi Square Test Huda Desa Cibatu Kecamatan Cisaat
diperoleh nilai p-value (continuity Kabupaten Sukabumi (Hidayat, 2011).
Correction) sebesar 0,344 (p-value > 0,05) Ketersediaan Sarana dan Prasarana
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada Kesehatan Di Pondok Pesantren
hubungan antara pendidikan responden Moenir (1992) mengemukakan bahwa
dengan perilaku kebersihan diri santri di sarana adalah segala jenis peralatan,
Pondok Pesantren di Wilayah Kabupaten perlengkapan kerja dan fasilitas yang
Brebes. berfungsi sebagai alat utama/pembantu
Hasil penelitian ini bertolak belakang dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga
dengan teori yang menyatakan bahwa dalam rangka kepentingan yang sedang
pendidikan seseorang akan mempengaruhi berhubungan dengan organisasi kerja.
tingkat pengetahuan. Pengetahuan tersebut Pengertian yang dikemukakan oleh
berasal dari menuntut ilmu di lembaga Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana
pendidikan formal atau non formal berupa dan prasarana adalah merupakan
informasi dari media elektronik, media seperangkat alat yang digunakan dalam
cetak, atau teman. Semakin tinggi suatu proses kegiatan baik alat tersebut
pendidikan seseorang maka akan semakin adalah merupakan peralatan pembantu
mudah menerima sesuatu. Tingkat maupun peralatan utama, yang keduanya
kesehatan seseorang dapat ditentukan oleh berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang
tingkat pengetahuan atau pendidikan dari hendak dicapai.
orang tersebut, sehingga semakin baik Air merupakan hal yang paling
tingkat pengetahuan seseorang maka esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam
tingkat kesehatan orang tersebut juga akan upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi
semakin baik, pengetahuan dapat diperoleh domestik dan pemanfatannya (minum,
dari lingkungan sekitar seperti media masak, mandi, dan lain -lain). Promosi
elektronik, media cetak, dan penyuluhan yang meningkat dari penyakit -penyakit
dari petugas kesehatan (Notoatmodjo, infeksi yang bisa mematikan maupun
2003). merugikan kesehatan ditularkan melalui air
Penelitian yang mendukung dari hasil yang tercemar. Sedikitnya 200 juta orang
penelitian ini adalah penelitian yang terinfeksi melalui kontak dengan air yang

71
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

terinvestasi oleh parasit. Sebagian penyakit kelompok santri yang memiliki sarana dan
yang berkaitan dengan air bersifat menular, prasarana lengkap 63,5% dibandingkan
penyakit-penyakit tersebut umumnya dengan kelompok santri yang memiliki
diklasifikasikan menurut berbagai aspek sarana dan prasarana kurang lengkap
lingkungan yang dapat diintervensi oleh 12,2%.
manusia (WHO, 2001). Menurut Hasil uji statistk diperoleh p.value =
Habeahan Jariston, salah satu faktor 0,000, karena p.value < α maka Ha
penting yang berpengaruh pada praktik diterima, dan Ho ditolak, sehingga dapat
PHBS adalah fasilitas sanitasi yang diinterpretasikan bahwa ada hubungan
tercermin dari akses masyarakat terhadap yang signifikan antara ketersediaan sarana
air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun dan prasarana dengan perilaku kebersihan
2002 presentasi rumah yang mempunyai diri santri di Pondok pesantren di wilayah
akses terhadap air bersih yang layak Kabupaten Brebes.
dikonsumsi baru mencapai 50% dan akses Berdasarkan hasil jawaban responden
rumah tangga terhadap sanitasi dasar baru tentang ketersediaan sarana dan prasarana
mencapai 63,5%. kebersihan diri di pondok pesantren ada
Berdasarkan hasil analisis univariat beberapa hal yang perlu mendapatkan
diperoleh gambaran bahwa sebagian besar perhatian yaitu sebanyak 86,3% responden
responden (58,0%) mengatakan bahwa menyatakan bahwa di pondok pesantren
sarana dan prasarana kebersihan diri di tidak tersedia setrika untuk menyetrika
pondok pesantren adalah lengkap, pakaian santri, sebanyak 82,6% responden
sedangkan responden yang mengatakan menyatakan bahwa di pondok pesantren
sarana dan prasarana kebersihan diri di tidak tersedia tempat tidur yang terpisah
pondok pesantren kurang lengkap yaitu untuk masing-masing santri, sebanyak
sebesar 42,0%. Perilaku kebersihan diri 76,1% rsponden menyatakan bahwa di
yang kurang lebih banyak dijumpai pada pondok pesantren tidak tersedia media
kelompok santri yang memiliki sarana dan promosi PHBS seperti leaflet, sebanyak
prasarana kebersihan diri kurang lengkap 68,6% responden menyatakan bahwa di
di pondok pesantren 87,8% dibandingkan pondok pesantren tidak tersedia sabun
dengan kelompok santri yang memiliki untuk cuci tangan, sebanyak 56,3%
sarana dan rasarana kebersihan diri yang respnden menyatakan bahwa di pondok
lengkap di pondok pesantren 36,5%. pesantren tidak tersedia air mengalir yang
Sedangkan persentase perilaku kebersihan bersih di wastafel untuk cuci tangan pakai
diri yang baik lebih banyak terdapat pada sabun, sebanyak 44,7% responden

72
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

menyatakan bahwa di pondok pesantren diinterpretasikan bahwa ada hubungan


tidak tersedia handuk untuk setiap orang. yang signifikan antara ketersediaan
peraturan dengan perilaku kebersihan diri
Ketersediaan Peraturan-Peraturan santri di Pondok Pesantren di Wilayah
tentang Kebersihan Diri Kabupaten Brebes.
Hasil analisis deskriftif diperoleh Pesantren Al-Mansur Darunnajah 3
gambaran bahwa separuh lebih responden sudah menerapkan beberapa aturan-aturan
(53,6%) menyatakan bahwa sudah tersedia mengenai upaya menjaga lingkungan,
peraturan tentang kebersihan diri, khususnya masalah kebrsihan lingkungan
sedangkan responden yang menyatakan di sekitar pesantren diantaranya adalah
bahwa peraturan tentang kebersihan diri peraturan yang mewajibkan semua santri
masih kurang tersedia di pondok pesantren untuk membuang sampah pada tempatnya,
yaitu sebesar 46,4%. Hasil penelitian kewajiban kerja bakti setiap hari jumat
menunjukkan bahwa perilaku kebersihan pagi, dan dilaksanakannnya piket
diri yang kurang lebih banyak dijumpai kebersihan lingkungan dan
pada kelompok santri yang ketersediaan membuadayakan perilaku kebersihan diri
peraturannya mengenai kebersihan dirinya yang sehat. Respon santri sangat baik
kurang 68,4% dibandingkan dengan mengenai kebersihan baik perilaku
kelompok santri yang ketersediaan kebersihan diri maupun kebersihan
peraturan mengenai kebersihan dirinya lingkungan (Muhtarom, 2014).
baik 49,0%. Sedangkan perilaku Pemberian Informasi Sosialisasi /
kebersihan diri yang baik lebih banyak Pendidikan tentang Kebersihan Diri
terdapat pada kelompok santri yang Berdasarkan hasil analisis univariat
ketersediaan peraturan mengenai diperoleh gambaran bahwa separuh lebih
kebersihan dirinya baik 51,0% responden menyatakan bahwa telah
dibandingkan dengan kelompok santri dilakuan pemberian informasi/sosialisasi
yang ketersediaan peraturan mengenai tentang kebersihan diri di pondok
kebersihan dirinya kurang 31,6%. pesantren dengan baik yaitu sebesar
Hasil uji statistik dengan 50,2%. Sedangkan sisanya 49,8%
menggunakan uji Chi Square Test responden mengatakan bahwa pemberian
diperoleh nilai p-value (Continuity informasi/sosialisasi tentang kebersihan
Correction) sebesar 0,001 (p-value < 0,05), diri masih kurang di pondok pesantren.
karena p-value < α maka Ha diterima, dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ho ditolak sehingga dapat perilaku kebersihan diri yang kurang lebih

73
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

banyak dijumpai pada kelompok santri penelitian ini menunjukkan kesamaan


yang kurang dalam pemberian dengan ketetapan Committee on Health
informasi/sosialisasi tentang kebersihan Education and Promotion terminology
diri 69,2% dibandingkan dengan kelompok yang dikutip oleh McKenzie (2007), hasil
santri yang menerima informasi/sosialisasi Konferensi Internasional ke-4 tentang
tentang kebersihan diri dengan baik 46,9%. promosi kesehatan yang dikutip oleh
Sedangkan perilaku kebersihan diri yang Liliweri (2007), dan Ketetapan
baik lebih banyak dijumpai pada kelompok Departemen Kesehatan RI, yang
santri yang dalam pemberian menjadikan Strategi Promosi Kesehatan
informasi/sosialisasi tentang kebersihan sebagai determinan penting dari perilaku
diri baik 53,13% dibandingkan dengan sehat, dan menjadikan strategi promosi
kelompok santri yang dalam pemberian kesehatan sebagai program untuk
informasi/sosialisasi tentang kebersihan meningkatkan perilaku sehat atau perilaku
diri kurang 30,8%. hidup bersih dan sehat dari masyarakat,
Hasil uji statistik dengan keluarga dan individu (Green, 2000).
menggunakan uji Chi Square Test Pengetahuan Santri tentang Kebersihan
diperoleh nilai p-value (continuity Diri
Correction) sebesar 0,000 (p-value < Hasil analisis deskriftif diperoleh
0,05), karena p-value < α maka Ha gambaran bahwa sebagian besar responden
diterima, dan Ho ditolak sehingga dapat memiliki pengetahuan yang baik tentang
diinterpretasikan bahwa ada hubungan kebersihan diri yaitu sebesar 71,7%,
yang signifikan antara pemberian sedangkan yang memiliki pengetahuan
informasi/sosialisasi tentang kebersihan cukup hanya 28,3%. Hasil penelitian
diri dengan perilaku kebersihan diri santri menunjukkan bahwa perilaku kebersihan
di Pondok Pesantren di Wilayah diri yang kurang lebih banyak dijumpai
Kabupaten Brebes. pada kelompok santri yang memiliki
Hasil penelitian ini cenderung pengetahuan yang cukup mengenai
sesuai dengan pendapat para ahli (seperti kebersihan diri (67,5%) dibandingkan
Green, 1980; McKenzie, 2007; dengan kelompok santri yang memiliki
Notoatmodjo, 2005), yang dapat pengetahuan yang baik tentang kebersihan
disimpulkan bahwa strategi promosi diri (54,3%). Sedangkan perilaku
kesehatan merupakan determinan penting kebersihan diri yang baik lebih banyak
perilaku sehat dari masyarakat, keluarga terdapat pada kelompok santri yang
dan individu. Secara kelembagaan, hasil memiliki pengetahuan baik (45,7%)

74
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

dibandingkan dengan kelompok santri dengan kejadian scabies seperti pada


yang memiliki pengetahuan cukup penelitian Muzakir tahun 2008 yang
(32,5%). meneliti tentang faktor yang berhubungan
Pengetahuan merupakan hasil dari dengan kejadaian penyakit scabies pada
tahu dan ini terjadi setelah orang pesantren di Kabupaten Aceh Besar,
melakukan penginderaan terhadap sesuatu didapatkan hubungan yang signifikan
objek tetentu. Penginderaan melalui panca antara tingkat pengetahuan dengan
indera manusia. Pengetahuan atau kognitif kejadian skabies (p-value = 0,000). Pada
merupakan domain yang sangat penting penelitian ini juga didapatkan bahwa santri
dalam membentu tindakan seseorang yang memiliki pengetahuan kurang
(Notoatmodjo S, 2013). Pengetahuan yang berpeluang menderita scabies 7,344 kali
diperoleh seseorang akan menimbulkan dibandingkan santri yang berpengetahuan
pengertian dan pemahaman terhadap baik, dan santri yang berpengetahuan
pengetahuan tersebut. Dengan memahami sedang berisiko menderita scabies 1,049
sesuatu hal yang dipelajari, seseorang akan kali dibandingkan dnegan santri yang
dapat mengadakan penilaian. Penilaian ini berpengetahuan kurang (Muzakir, 2008).
dapat bersifat positif atau negative. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Penilaian yang positif akan menimbulkan Ummul pada tahun 2011 yang meneliti
sikap positif pula yang pada akhirnya akan tentang faktor-faktror yang berhubungan
berpengaruh pada perilaku positif tehadap dengan kejadian scabies di pondok
sesuatu yang dipelajari tersebut (Winkel. pesantren Darrul Khufadh di wilayah kerja
WS, 1986). Puskesmas kejuara Kabupaten Bone
Dalam penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa faktorfaktor yang
oleh Taufik (2006) menunjukkan bahwa brepengaruh terhadap kejadian scabies
ada peningkatan yang bermakna diantaranya tingkat pengetahuan
pengetahuan pengungsi tentang (p.value=0,000), Praktik kebersihan diri
pencegahan skabies yang dilihat dari segi (p.value=0,000). Penelitian ini
promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan
mempunyai peran penting dalam seseorang merupakan hal yang sangat
pencegahan penyakit skabies, khususnya penting yang berperan dalam terbentuknya
dalam lingkungan yang penduduknya tindakan seseorang mengenai suatu
padat dalam hal ini termasuk asrama. penyakit baik berupa deteksi diri hingga
Beberapa penelitian telah meneliti upaya terhadap pencegahan penyakit
mengenai hubungan tingkat pengetahuan (Ummul. H, 2011).

75
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

Peningkatan pengetahuan untuk diantaranya masyarakat kesulitan


santri selama menempati pondok telah memperoleh informasi yang lebih banyak
banyak memperoleh informasi tentang tentang sesuatu setelah informasi utama
kesehatan, diantaranya tentang penyakit diperolehnya (Notoatmojo, 2003).
kulit. Pendidikan kesehatan yang diberikan Analisis distribusi frekuensi
kepada santri ini disampaikan melalui terhadap jenis pertanyaan yang diberikan
kuliah singkat yang biasanya dilakukan menunjukkan bahwa penyebab, tanda dan
setiap selesai shalat maghrib. Sebagai gejala skabies umumnya tidak diketahui
penyegaran terhadap informasi yang telah oleh santri. Pengetahuan ini sebagian besar
diperoleh dengan penekanan terhadap mereka peroleh dari pengalaman
pengetahuan pencegahan lebih mendalam mengalami baik langsung pada dirinya
tentang penyakit skabies. Peningkatan maupun tidak langsung pada anggota
pengetahuan santri memang tidak semata keluarga atau tetangga. Werner and Bower
dipengaruhi proses pelaksanaan (1986) menyatakan bahwa penyakit bila
pendidikan kesehatan saja. WHO (1992) seseorang pernah mengalami penyakit atau
menyatakan faktor lain yag juga sedang menderita, bila ada inforamasi yang
mempengaruhi antara lain motivasi, berkaitan dengan penyakit yang ia derita
kebutuhan terhadap informasi, maka akan lebih tertarik untuk
pengalaman/mengalami kecerdasan, mendengarkannya. Seperti halnya santri
guru, teman, buku dan media massa yang memiliki pengalaman menderita
(Winkel, 1986). skabies baik diri atau kawannya serta
Kurangnya pengetahuan terhadap anggota keluarganya memiliki ketertarikan
penyakit skabies, sehingga menyebabkan lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan
cepatnya penularan skabies yang terjadi atau penyuluhan yang disampaikan
didalam lingkungan pesantren. Penularan (Winkel, 1986).
skabies dalam kategori tinggi di dalam Sikap Santri Terhadap Kebersihan Diri
masyarakat, lingkungan keluarga, sekolah- Sikap adalah pandangan atau
sekolah dalam hal ini termasuk pesantren kecenderungan mental. Sikap (attitude)
yang santrinya terinfeksi skabies. merupakan kecenderungan yang relatif
Kerlinger (2003) menyatakan bahwa manetap untuk bereaksi dengan cara baik
pengetahuan yang maksimal dalam waktu atau buruk terhadap orang atau barang
singkat sulit terjadi perubahan baik tertentu (Syah M, 2005).
peningkatan ataupun penurunannya. Sikap sebagai produk dari proses
Banyak faktor yang menjadi alasan sosialisasi dimana seseorang bereaksi

76
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

dengan rangsangan yang diterimanya. misalnya sikap santri terhadap kebersihan


Sikap merupakan respon yang muncul diri (Green, 2000).
apabila individu dihadapkan pada stimulus Perawatan diri atau kebersihan diri
yang menghendaki respon individual. (personal hygiene) dilakukan untuk
Respon yang dinyatakan sebagai sikap mempertahankan kesehatan baik secara
didasari oleh proses evaluasi dari bentuk fisik maupun fsikologis. Pemenuhan
baik atau buruk, positif atau negatif, perawatan diri dipengaruhi beberapa
menyenangkan atau tidak menyenangkan, faktor, diantaranya: budaya, nilai sosial
suka atau tidak suka, yang kemudian pada individu atau keluarga, pengetahuan
mengkristalkan sebagai potensi terhadap tentang perawatan diri, serta persepsi
sesuatu objek sikap (Saefudin, 1999). terhadap perawatan diri (Hidayat. A,
Hasil analisis univariat diperoleh 2006).
gambaran bahwa bahwa separuh lebih Dukungan Pengasuh Ponpes Terhadap
responden memiliki sikap yang baik Kebersihan Diri
(53,9%) terhadap kebersihan diri, Brooks (2001) juga
sedangkan responden yang memiliki sikap mendefinisikan pengasuhan sebagai
yang kurang terhadap kebersihan diri sebuah proses yang merujuk pada
sebesar 46,18%. Hasil uji statistik dengan serangkaian aksi dan interaksi yang
p.value = 0, 052 (p.value > α) artinya tidak dilakukan orangtua untuk mendukung
ada hubungan yang signifikan antara sikap perkembangan anak. Proses pengasuhan
dengan perilaku kebersihan diri pada santri bukanlah sebuah hubungan satu arah yang
di pondok pesantren wilayah Kabupaten mana orangtua mempengaruhi anak namun
Brebes. Jadi sikap bukan merupakan faktor lebih dari itu, pengasuhan merupakan
yang ada hubungannya dengan perilaku proses interaksi antara orangtua dan anak
santri. yang dipengaruhi oleh budaya dan
Hal ini sesuai dengan teori yang kelembagaan sosial dimana anak
dikemukakan Green tentang perubahan dibesarkan. Pengasuhan merupakan proses
perilaku bahwa salah satu faktor yang yang panjang, maka proses pengasuhan
mempengaruhi perilaku seseorang adalah akan mencakup 1) interaksi antara anak,
faktor penguat (reinforcing factor). Faktor orang tua, dan masyarakat lingkungannya,
penguat ini merupakan faktor yang 2) penyesuaian kebutuhan hidup dan
memperkuat perubahan perilaku seseorang temperamen anak dengan orang tuanya, 3)
sumber penguat tergantung pada tujuan, pemenuhan tanggung jawab untuk
membesarkan dan memenuhi kebutuhan

77
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

anak, 4) proses mendukung dan menolak tersebut untuk menguji coba berbagai
keberadaan anak dan orang tua, serta 5) macam peran dalam menyelesaikan krisis
proses mengurangi resiko dan guna membentuk identitas diri yang
perlindungan tehadap individu dan optimal. Junir dalam Cremers ((1989)
lingkungan sosialnya (Irwanto. E, 1997). menyatakan bahwa, identitas diri akan
Hasil analisis univariat diperoleh timbul setelah krisis diselesaikan dan
gambaran bahwa bahwa separuh lebih diakhiri dengan baik. Dukungan sosial dari
responden (50,2%) mengatakan bahwa teman sebaya dapat memberikan pengaruh
pengasuh pondok pesantren kurang terhadap pembentukan identitas diri pada
mendukung terhadap kebersihan diri para seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat
santri, sedangkan sisanya sebesar 49,8% Sullivan dalam Manan (1993) dan Johnson
responden mengatakan bahwa pengasuh &Johnson (dalam Elleny (2007) teman
pondok pesantren mendukung terhadap sebaya bagi seseorang khususnya remaja
kebersihan diri para santri. Hasil uji mempunyai arti psikologis yang penting,
statistik dengan menggunakan uji Chi karena selain sebagai wadah diskusi teman
Square Test diperoleh nilai p-value sebaya juga dapat merupakan sumber
(continuity Correction) sebesar 0,002 (p- dukungan sosial yang penting bagi proses
value< 0,05) maka dapat disimpulkan pembentukan identitas diri seseorang
bahwa ada hubungan antara dukungan tersebut. Pernyataan ini juga dipertegas
pengasuh ponpes terhadap kebersihan diri oleh Erikson (dalam Sprinthall & Collins,
dengan perilaku kebersihan diri santri di 1995) yang mengatakan bahwa, pemberian
Pondok Pesantren di Wilayah Kabupaten dukungan sosial dan penyediaan tempat
Brebes. untuk melakukan segala uji coba membuat
Dukungan Teman Terhadap teman sebaya merupakan bagian yang
Kebersihan Diri penting dalam pembentukan identitas
Dukungan sosial yang bersumber dirinya (Brook. J, 2012).
dari teman sebaya dapat memberikan Hasil analisis deskriftif
informasi terkait dengan hal apa yang menunjukkan bahwa separuh lebih
harus dilakukan seseorang dalam upaya responden (50,5%) mengatakan bahwa
membentuk identitas dirinya, selain itu teman mendukung terhadap kebersihan diri
dapat pula memberikan timbal balik atas para santri, sedangkan sisanya sebesar
apa yang mereka lakukan dalam kelompok 49,5% responden mengatakan bahwa
dan lingkungan sosialnya serta teman masih kurang mendukung terhadap
memberikan kesempatan bagi orang kebersihan diri para santri. Hasil uji

78
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

statistk diperoleh p.value = 0,000, karena tenaga kesehatan mendukung terhadap


p.value < α maka Ha diterima, dan Ho kebersihan diri para santri, sedangkan
ditolak, sehingga dapat diinterpretasikan sisanya sebesar 47,8% responden
bahwa ada hubungan yang signifikan mengatakan bahwa tenaga kesehatan masih
antara dukungan teman dengan perilaku kurang mendukung terhadap kebersihan
kebersihan diri santri di Pondok pesantren diri para santri. Hasil uji statistk diperoleh
di wilayah Kabupaten Brebes. p.value = 0,000, karena p.value <α maka
Pondok pesantren adalah sekolah Ha diterima, dan Ho ditolak, sehingga
Islam berasrama dan pendidikan umum dapat diinterpretasikan bahwa ada
yang persentase ajarannya lebih banyak hubungan yang signifikan antara dukungan
ilmu-ilmu pendidikan agama Islam tenaga kesehatan dengan perilaku
daripada ilmu umum. Para pelajar kebersihan diri santri di Pondok pesantren
pesantren disebut sebagai santri, para santri di wilayah Kabupaten Brebes.
biasanya tinggal di asrama yang disediakan Green (2000) menyatakan bahwa
oleh pesantren, santri akan tinggal faktor yang menentukan terjadinya
bersama-sama dengan teman-teman dalam perubahan perilaku adalah faktor
satu asrama, kehidupan berkelompok yang reinforcing atau faktor penguat. Dimana
akan dijalani dengan berbagai macam yang termasuk dalam faktor tersebut salah
karakteristik para santri dan dalam satunya adalah dukungan tenaga
kehidupan berkelompok masalah yang kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan
dihadapi adalah pemeliharaan kebersihan, dalam melakukan suatu tindakan akan
yaitu kebersihan kulit, kebersihan tangan memperkuat terjadinya seseorang untuk
dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan melakukan sebagaimana yang diinginkan
kaki, kebersihan lingkungan dan oleh petugas kesehatan. Terjadinya
kebersihan pakaian. Perilaku hidup bersih perubahan perilaku tersebut juga bisa
dan sehat terutama kebersihan terjadi karena adanya dukungan
perseorangan di Pondok Pesantren pada masyarakat, dukungan praktisi promosi
umumnya kurang mendapat perhatian dari kesehatan dan pendidik kesehatan (Green
santri (Dhofir. Z, 2011). 2000).
Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap Dukungan Tenaga Depag Terhadap
Kebersihan Diri Kebersihan Diri
Hasil analisis univariat Hasil analisis univariat
menunjukkan bahwa separuh lebih menunjukkan bahwa bahwa separuh lebih
responden (52,24%) mengatakan bahwa responden (52,9%) mengatakan bahwa

79
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

Depag mendukung terhadap kebersihan dianggapnya penting (referent person) dan


diri para santri, sedangkan sisanya sebesar motivasi seseorang untuk mengikuti
47,1% responden mengatakan bahwa pikiran tersebut (Glanz. K and Rimer KB,
Depag masih kurang mendukung terhadap 2008).
kebersihan diri para santri. Hasil penelitian Faktor yang Paling Dominan
menunjukkan bahwa perilaku kebersihan Berpengaruh terhadap Perilaku
diri yang kurang lebih banyak dijumpai Kebersihan Diri
pada kelompok santri yang kurang Hasil analisis multivariat
mendapat dukungan dari depag tentang menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga)
kebersihan diri 61,6% dibandingkan variabel bebas yang terbukti berpengaruh
dengan kelompok santri yang mendapat secara bersama-sama terhadap perilaku
dukungan dari depag tentang kebersihan kebersihan diri santri di Pondok Pesantren
dirinya baik 54,8%. Sedangkan perilaku Di Wilayah Kabupaten Brebes. Adapun
kebersihan diri yang baik lebih banyak variabel yang berpengaruh tersebut adalah
dijumpai pada kelompok santri yang jenis kelamin, ketersediaan sarana
mendapat dukungan dari depag tentang prasarana tentang kebersihan diri di
kebersihan diri 45,2% dibandingkan pondok pesantren, dan dukungan teman
dengan kelompok santri yang kurang tentang kebersihan diri karena semuanya
mendapat dukungan dari depag tentang mempunyai p value < 0,05. Dari ketiga
kebersihan diri 38,4%. Hasil uji statistik variabel bebas tersebut variabel
dengan menggunakan uji Chi Square Test ketersediaan sarana dan prasarana
diperoleh nilai p-value (continuity kebersihan diri yang berpengaruh paling
Correction) sebesar 0,013 (p-value < 0,05) dominan terhadap perilaku kebersihan diri
karena p-value < α maka Ha diterima, dan santri dengan nilai OR sebesar 10,335 dan
Ho ditolak maka dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi 0,000<0,05, kemudian
ada hubungan antara dukungan depag dukungan teman tentang kebersihan diri
terhadap kebersihan diri dengan perilaku dengan nilai OR sebesar 2,508 dan nilai
kebersihan diri santri di Pondok Pesantren signifikansi 0,001< 0,05. Makna kontribusi
di Wilayah Kabupaten Brebes. masing- masing variabel yang signifikan
Teori yang mendukung hasil dalam analisis multivariat adalah sebagai
penelitian ini adalah bahwa norma-norma berikut santri yang memiliki ketersediaan
subyektif, norma social mengacu pada sarana dan prasarana tidak lengkap akan
keyakinan seseorang terhadap bagaimana memungkinkan memiliki perilaku
dan apa yang dipikirkan orang-orang yang kebersihan diri yang kurang sebesar 10,335

80
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

kali dibanding dengan santri yang mengakibatkan terjadinya perubahan


memiliki ketersediaan sarana dan perilaku dan lingkungan (Green, 2000).
prasarana kebersihan diri di pondok SIMPULAN
pesantrennya lengkap, santri yang kurang Perilaku kebersihan diri santri di
mendapat dukungan dari temannya tentang Pondok pesantren wilayah Kabupaten
kebersihan diri memungkinkan memiliki Brebes dengan kategori baik 42,0%, lebih
perilaku kebersihan diri yang kurang sedikit dibandingkan dengan kategori
sebesar 2,508 kali dibanding dengan santri kurang baik 58,0%. Ketersediaan sarana
yang mendapat dukungan dari temannya. dan prasarana tentang kebersihan diri,
Moenir (1992) mengemukakan dengan odds ratio 10,335. Artinya
bahwa sarana adalah segala jenis peralatan, ketersediaan sarana dan prasarana yang
perlengkapan kerja dan fasilitas yang lengkap mempunyai kemungkinan santri
berfungsi sebagai alat utama/pembantu untuk berperilaku melakukan kebersihan
dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga diri yang baik sebanyak 10,335 kali lebih
dalam rangka kepentingan yang sedang besar dibandingkan dengan santri yang
berhubungan dengan organisasi kerja. ketersediaan sarana dan prasarananya
Pengertian yang dikemukakan oleh kurang lengkap.
Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana
dan prasarana adalah merupakan KEPUSTAKAAN
seperangkat alat yang digunakan dalam Akmal, dkk. Hubungan Personal Hygiene
suatu proses kegiatan baik alat tersebut dengan Kejadian Skabies Di
adalah merupakan peralatan pembantu Pondok Pendidikan Islam Darul
maupun peralatan utama, yang keduanya Ulum. Palarik Air Pacah.
berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang Kecamatan Koto Tangah Padang.
hendak dicapai. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2
Green (2000) menyatakan (3) : (1-4).
bahwa yang termasuk dalam faktor Brooks J. The Process of Parenting (8th).
pemungkin yaitu ketersediaan sarana Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2012.
kesehatan, ketersediaan sarana transportasi Departemen Kesehatan RI. Pedoman
akan berdampak pada respon masyarakat Program Perilaku Hidup Bersih
untuk berpartisipasi dalam program- dan Sehat. Departemen Kesehatan
program kesehatan. Disamping itu faktor RI. Jakarta. 2010.
pemungkin seperti keahlian seseorang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
organisasi atau masyarakat akan Pengembangan Perilaku Hidup

81
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 11 / No. 2 / Agustus 2016

bersih Dan Sehat Di Lima Tatanan. Hidayat A. Pengantar Kebutuhan Dasar


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Manusia. Salemba Medika. Jakarta
Tengah. Semarang. 2009. 2006.
Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang. Irwanto E, dkk. Psikologi Umum.
Rekapitulasi Tahunan Data Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kesakitan Tingkat Puskesmas Se- 1997.
Kota Semarang. DKK Semarang. Khotimah K. Beberapa Faktor Yang
Semarang. 2008. Berhubungan Dengan kejadian
Dhofir Z. Tradisi Pesantren Ditinjau dari Skabies Di Pondok Pesantren
Kehidupan Kyai (Cetakan Nurul Hikmah Jatisawit Bumiayu
Kesembilan). Lembaga Penelitian Brebes. Magister Promosi
Pendidikan dan Penerangan Kesehatan Fakultas Kesehatan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Masyarakat Universitas
Jakarta. 2011. Diponegoro. Semarang. 2006.
Green L and Kreuter W. Health Promotion Muhtarom. Pembinaan Kesadaran
Planning an Educational and Lingkungan Hidup di Pondok
Environmental Approach. ( Pesantren : Studi Kasus di Pondok
Second Edition). Mayfield Pesantren Al-Mansur Darunnajah
Publising Company. London. 2000. 3 Kabupaten Serang. Jurnal
Glanz K and Rimer KB. Health Behavior Kebudayaan Islam. 2014; 12 (2) :
and Health Education; Theory (1-16).
Research and Practice. Jossey-Bass Muzakir. Faktor-Faktor Yang
A Wiley Company. San Fransisco. Berhubungan dengan Kejadian
2008. Penyakit Skabies Pada Pesantren
Hidayat T. Faktor-Faktor yang di Kabupaten Aceh Besar. Sekolah
Berhubungan dengan Kebersihan Pascasarjana Universitas Sumatra
Diri dan Kesehatan Lingkungan Di Utara. Medan. 2008.
Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan
Kecamatan Cisaat Kabupaten Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.
Sukabumi. Fakultas Kesehatan Jakarta. 2003.
Masyarakat. Universitas Indonesia. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku
Jakarta. 2011. Kesehatan Masyarakat. Rineka
Cipta. Jakarta. 2003.

82
Perilaku Kebersihan Diri (Personal………. (Ahmad Z, Zahroh S)

Nugraheni N. Pengaruh Sikap Tentang Lingkungan. Departemen


Kebersihan Diri Terhadap Scabies Kesehatan RI. Jakarta. 2008.
Pada Santri Al Muayyad Surakarta. Sriyusufi I. Perbedaan Kondisi Sanitasi
Fakultas Ilmu Kesehatan Pondok Pesantren terhadap
Universitas Muhammadiyah Timbulnya Penyakit Kulit di
Surakarta. Surakarta. 2008. Asrama Pondok Pesantren Yayasan
Proverawati, A. Perilaku Hidup Bersih Futuhiyya Mranggen Demak.
dan Sehat. Nuha Medika. Jakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat
2012. Universitas Diponegoro.
Saefudin A. Penyusunan Skala Psikologi. Semarang.1996.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta 1999. Ummul H. Faktor yang Berhubungan
Santoso L. Pengantar Entomologi dengan Kejadian Scabies di
Kesehatan. Fakultas Kesehatan Pondok Pesantren Darul Khuffadh
Masyarakat Universitas di Wilayah Kerja Puskesmas
Diponegoro. Semarang. 2000. Kajuara Kabupaten Bone. Jurnal
Santrock J. Perkembangan Masa Hidup. Media Kedokteran. 2011; 2 (4) : (1-
Erlangga. Jakarta 2002. 10).
Syah, M. Psikologi Pendidikan dengan Widiati S. Planet Kita Kesehatan Kita
Pendekatan Baru. Rosdakarya. (Terjemahan). Universitas Gadjah
Bandung. 2005. Mada. Yogyakarta. 2001.

Sasmita H. Hubungan Pesrsonal Hygiene Winkel WS. Psikologi Pendidikan dan

dengan Kejadian Skabies di Evaluasi Belajar. Gramedia

Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Pustaka Utama. Jakarta 1983.

di Kota Surakarta. Program


Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 2012.
Siswono. Pedoman Umum Program
Pemberantasan Penyakit

83

Anda mungkin juga menyukai