Anda di halaman 1dari 81

Malaria :

Infeksi akut/kronik yg di sebabkan oleh plasmodium yg


menyerang eritrosit danditandai dgn d temukan aseksual
tanda dalam

Gejala :
Demam hilang timbul di sertai dgn
menggigil,berkeringat,sakit otot, persendian, anemia, sakit
kepala, nafsu makan menurun, mual , muntah dan diare

Pemeriksaan fisik :
Patognomonis :
a. periode demam :
- kulit terlihat memrah,saat diraba panas, suhu tubuh
meningkat sampai 40 derajat
- terlihat pucat
- nadicepat
- pernafasan cepat (takipneu)

b. periode dingin :
- kulit berkeringat, dingin
- nadi teraba cepat dan lemah
- penurunan kesadaran

c. kepala : sklera ikterik, konjunctiva anemis, di malaria


serebral ditemukankaku kuduk
d. toraks : pernfasan cepat
e. abdomen : asites, pembengkakan hepar dan limpa
f. ginjal : urin kehitaman,oligouri atau anuria
g. ekstremitas : akral teraba dingin merupakan tanda2
menuju syok

Pemeriksaan penunjang :
1. ditemukan plasmodium di hapusan darah tebal dan
tipis
2. rapid diagnostic test (RDT) utk malaria
Diagnosis :
- anamnesis ( trias malaria : panas, menggigil,
berkeringat), pemeriksaan fisik, ditemukat
plasmodium pada pemriksaan miskrokopis

klasifikasi :
1. malaria falsiparum
2. malaria vivax
3. malaria ovale
4. malaria malariae
5. malaria knowlesi

diagnosis banding :
- demam dengue
- demam tifoid
- leptospirosis
- infeksi akut lainnya

pengobatan :
1, malaria falsiparum :
- lini p1 : FDC(fixed dose combination) yg trdiri dr :
40 mg dihydroartemisinin (DHA) + 320mg
piperakuin (DHP =DHA + piperakuin). Dewasa dgn
BB sampai 59 : 3 tablet DHP satu kali sehari selama
3 hari di tambah 2 tablet primakuin sekali sehari
satu kali pemberian BB>60kg ,4 tablet DHP satu kali
sehari selama 3 hari di tambah primakuin 3 tablet
sekali sehari satu kali pemberian. Dosis DHA : 2-4
mg/kgBB (dosis tunggal) , piperakuin : 16-32
mg/kgBB, primakuin 0.75 mg/kgBB
- lini k2 : jika tdk respon ke DHP : kina +
dosisiklin/tetrasiklin +primakuin .. kina :
10mg/kgBB/kali (3x selama 7 hari) , doksisiklin :
3,5mg/kgBB/hari (2x selama 7 hari)
2.2mg/kgbb/hari (8-14thn ,2x/hari selama 7 hari) ,
tetrasiklin 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hari selama 7
hari)

3. malaria vivax dan ovale :


- lini p1 : DHA + DHP di berikan peroral 1x sehari
selama 3 hari, primakuin = 0.25mg/kgBB/hari
selama 14 hari
- line k2 : kina + primakuin , kina 10mg/kgbb/kali (3x
sehari selama 7 hari), primakuin 0.25 mg/kgBB/hari
(selama 14 hari)
- pengobatan pada yg relaps :
. di berikan lg DHP yg sama tp primakuin di
tingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari
. relaps jika primakuin sdh d berikan 14 hari dan
pnderita sakit lg dgn parasite positif dlm 3 mnggu- 3
bln stlh pngobtn

4. pengobatan malaria malariae :


- DHP 1x/perhari selama 3 hari dosis kaya malaria
lainnya tanpa primakuin

5. pengobatan pd infeksi campuran falsiparum,


vivax/ovale dgn DHP 1X/hari selama 3 hari dan
primakun 0.25mg/kgBB selama 14 hari
6. malaria pada ibu hamil :
- trimester p1 : kina 3x10mg/kgBB + klindamycin
10mg/kgBB selama 7 hari
- trimester kedua dan ktiga diberikan DHP selama 3
hari
- pencegahan/ profilaksis digunakan doksisiklin 1
kapsul 100mg/hari di minum 2 hari sebelum pergi
hingga 4 mnggu stlh pulang dr daerah endemis

7. komplikasi :
- malaria serebral
- anemia berat
- gagal ginjal akut
- edema paru ato ARDS
- hipoglikemia
- gagal sirkulasi/ syok
- pendarahan spontan dr gigi/ gusi/hidung
- kejang berulang >2x/24jam pd hipertmia
- asidemia / asidosis biknat plasma <15mmol/L)
- makroskopik hemoglobinuria krn infeksi malaria
akut

8. kriteria rujukan : malaria + komplikasi , malaria berat


tp hrs diberi dulu artemisinin/ artesunan per
intramuscular/ intra vena dgn dosis awal 3.2mg/kgBB
9. prognosis : umum dubia ad bonam. Bias kembali jk dya
thn tbuh menurun

LEPTOSPIROSIS
- infeksi yg menyerang disebabkan oleh leptospira
interogans dan memiliki manifestasi klinis yg luas,
jenis ringan muncul sperti influenza dgn sakit kpala
dan myalgia, tikus adalah reservoir yg p1
2. gejala :
- demam dgn mengigil, sakit kepala,anoreksia,myalgia yg
hebat pada betis,paha,pinggang dgn nyeri tekan,
mual,muntah diare, nyeri abdomen, fotofobia dan
penurunan kesadaran

3. pemeriksaan fisik :
- febris (demam)
- ikterus
- nyeri tekan pada otot
- ruam kulit
- limfadenopati
-hepatomegali dan splenomegaly
- edema
- bradikardi relative
-konjunctiva suffusion
-gguan pndarahan brupa petekie, purpura,epistaksis dan
pndarahan gusi
- kaku kuduk sbg tnda meningitis

4. pemeriksaan penunjang : lab


- darah rutin : leukosit antara 3000-26000/uL dgn
penggeseran ke kiri, trombositopenia pd 50%pasien dn
dihub dgn gagal ginjal
- urin rutin : sedimen urin (leukosit, eritrsit dan hyaline /
granular) dan proteinuria ringan, , sedimen eritrosit
biasanya meningkat

penegakan diagnosis :
5. diagnosis klinis : pasien dgn demam tiba2, nyeri tekan
pada otot, konjunctiva suffution, sakit kepala, myalgia,
ikterus. Kemungkinan meningkat dgn krja / terppar
lingkungan yg terkontaminasi dgn tikus

6. diagnosis banding :
- demam dengue
- malaria
- hepatitis virus
- penyakit rickettsia

7. pengobatan
- suportif : observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi,
pendarahan, dan gagal ginjal
- pemberian antibiotic harus secepat mungkin, , pd
kasus ringan dpt diberikan antibiotic oral sprit
dosisiklin, ampisilin , amosisiklin, atau eritromisin.
Pd kasus leprospirosis berat di berikan dosis tinggi
penisilin injeksi

8. komplikasi :
- meningitis
- distress respirasi
- gagal ginjal krn renal interstitial tubular necrosis
- gagal hati
- gagal jantung

9. kriteria rujukan : pasien sgera dirujuk ke pelayanan


sekunder(pnyakit dalam) memiliki fasilitas
hemodialisa stelah penegakan diagnosis dan terapi
awal
10. peralatan : pemeriksaan darah dan urin
11. prognosis : dubia ad bonam

FILARIASIS
1. penyakit menular yg disebabkan oleh cacing filaria yg
di tularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
2. Gejala akut :
- demam berulang2 selama 3-5 hari, hilang jika
istirahat, timbul lagi ketika kerja keras
- pembengkakan kalenjar getah bening ( tanpa ada
luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lympadenitis)
yg tampak kemerahan,panas dan sakit
- radang saluran kalenjar getah bening yg terasa
panas dan sakit dari pangkal kaki atau pangkal
lengan ke arah ujung
- filarial abses karena pembengkakan getah bening yg
bias pecah dan mengeluarkan darah dan nanah
- pembesaran tungkai , lengan, buah dada,kantong
zakar yg terlihat agak kemerahan dan terasa panas
3. gejala kronik
- pembesaran yg menetap (elephantiasis) pd tungkai,
lengan,buah dada, nuah zakar (elephantiasis skroti)
yg disebabkan oleh cacing dewasa

4. perjalanan penyakit :
- masa prepaten : 37bln
- masa inkubasi : 8-16bln
- gejala klinik akut
- gejala nahun 10-15thn stlh yg p1

5. pemeriksaan fisik :
- limfangitis dan limfadenitis 3-15hr. lbih ke
ekstremitas bawah drpd atas,

6. pemeriksaan penunjang :
- identifikasi mikrofilaria dr sediaan darah. Di ambil
pd jam 10 malam sampai 2 pagi dgn wright/ giemsa
- leukositosis, eosinophilia sampai 10-30% dgn
pemeriksaan sediaan darah jari yang di ambil 22.00
waktu setempat
- diethylcarbamazine provocative test

7. penegakan diagnosis :
- anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
peunjang,
- di derah edemis jika d temukan pmbesaran
ekstremistas dgn klainan gnital pd laki2tanpa ada
sebab lain sprit trauma, gagal jantung
kogestif,kemungkinan filariasis sangat tinggi

8. diagnosis banding :
- infeksi bakteri,tromboflebitis,trauma
- TB, lepra, sarkoidosis dan pnyakit sistemik
granulomatous lainnya

9. komplikasi : pembesaran organ akibat obstruksi


saluran limfe
10. penanganan :
- memelihara kebersihan kulit
- fisioterapi kdg di perlukan pada limfedema kronis
- obat anti filarial adalah diethyl carbamazine citrate
(DEC) dan ivermektin (sangat bermanfaat pada fase
akut yaitu limfangitis)
- dosis DEC 6mg/kgBB 3dosis/hari setelah makan
selama 12 hari pada tropical pulmonary eosinophilia
(TPE) pengobatan di berikan 3 mnggu
- efek samping DEC yg membunuh cacing dan cacing
melepas protein saat mati bbrp jam setelah
pngobatan, ada 2 macam reaksi yaitu reaksi sistemik
dan local :
a. reaksi sistemik : demam,sakit kepala, nyeri badan,
pusing, anoreeksia, malaise, muntah2 (berhub
dgn intensitas infeksi)
b. reaksi local berbentuk limfadenitis, abses dan
transien limfedem
c. DEC lebih berat efek sampingnya pada
onchorcerciasis jd tidak d berikan di daerah
endemis dgn ko endemis di onchocercia volvulus
- ivermektin di berikan dosis tunggal 150 ug/kgBB
efektif pada mikrofilaria w bancrofti namun pd
filariasis oleh brugia spp. Penurunannya gradual .
efek samping sprit DEC namun obt ini kontraindikasi
pada wanita hamil dan anak kurang dr 5 thn. Krn tdk
efek trhadap cacing dewasa maka d berikan setiap 6
atau 12bln utk menjaga mikrofilaria ttp rendah
- pemberian antibiotic/ antijamur dapat mengurangi
serangan berulang sehingga mencegah terjadinya
limfedema kronis
- antihistamin dan kortikosteroid diperlukan utk
atasin efek samping pengobatan, analgetik bila
diperlukan

11. konseling dan edukasi :


- beritahu keluarga dampak dan mengenai penyakit
filariasis dan cara penularannya, pencegahan dan
pengendalian penularan dari : pemberantasan
nyamuk dewasa,pemberantasan jentik nyamuk ,
mencegah gigitan nyamuk
12. tindak lanjut : jika sudah di obati, lakukan control
ulang trhadap gejala dan mikrofilaria, bil masih
terdapat gejala dan di pemeriksaan darah, pengobatan
dilakukan 6bln kmudian
13. rujukan : jika di perlukan pengobatan operatif
atau bila gejala tidak membaik dgn pengobatan
konservatif
14. prognosis : tergantung dari jumlah cacing dewasa
dan mikrofilaria dlm tubuh pasien,potensi cacing
berkembang biak, kesempatan utk infeksi ulang,
aktivitas RES

INFEKSI PADA UMBILIKUS :


1. Masalah kesehatan : tali pusar biasanya lepas pada hari
ke 7 setelah lahir dan baru sembuh pd hari ke 15
2. Anamnesis : bayi panas, rewel, tidak mau menyusu
3. Factor resiko :
- luka umbilicus
- imunitas seluler dan humoral blm sempurna
- kulit tipis sehingga mudah lecet
4. factor predisposisi :
- pemotongan dan perawatan tali pusat yg tidak steril
5. hasil pemeriksaan fisik :
- ada tanda infeksi kemerahan, panas, bengkak, nyeri
dan mengeluarkan pus berbau busuk
- infeksi umbilicus local : kemerahan dan bengkak
terbatas padda daerah kurang 1cm di sekitar
pangkal tali pusat
- infeksi tali pusat berat/meluas : kemerahan dan
bengkak melebii 1cm atau kulit di sekitar tali pusat
bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami
pembesaran perut
- anda sistemik : demam, takikardi,
hipotensi,letargi,somnolen,ikterus
6. diagnosis klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. diagnosis banding :
- tali pusat normal dgn akumulasi cairan berbau
busuk, tidak ada tanda infeksi (pengobatan
dibersihkan dgn alcohol)
- granuloma delayed epithelialization / granuloma
keterlambatan proses epitelisasi karena kauterisasi
8. komplikasi :
- necrotizing fasciitis dgn tanda2 : edema, kulit seperti
jeruk di sekitar tempat infeksi, progresivitas cepat
dan menyebabkan kematian
- peritonitis
- thrombosis vena porta
- abses
9. penatalaksanaan :
- perawatan local :
a. pembersihan daerah tali pusat dgn menggunakan
antiseptic (klorheksidin atau iodium povidon
2.5%) dgn kain kasa bersih 8x sehari sampai tidak
ada nanah lagi pd tali pusat
b. setelah di bersihkan berikan salep antibiotic 3-
4kali sehari
- perawatan sistemik :
a. bila tanpa gejala sistemik berikan antibiotic sprit
kloksasilin oral selama 5 hari, bila anak tampak
sakit harus di cek dulu ada tdknya tanda sepsis,
anak dpt di berikan antibiotic kombinasi dgn
aminoglikosida bila tdk ada perbaikan,
pertimbangkan methicillin resistance
staphylococcus aureus (MRSA)

10. rujukan :
- intake dk cukup dan anak tampak dehidrasi
- terdapat tanda komplikasi sepsis
11. prognosis : dubia ad bonam
KANDIDIASIS MULUT :
1. infeksi candida albicans menyerang kulit, mukosa
maupun organ dalam, sedangkan pd bayi dpt terinfeksi
melalui cairan vagina saat dilahirkan atau karena dot
yg tdk steril
2. gejala : rasa gatal, perih di mukosa mulut, rasa metal
dan berkurangnya daya kecap pd penderita
3. resiko : imunodefisiensi
4. pemeriksaan fisik :
- bercak merah dgn maserasi di daerah sekitar mulut,
di lipatan (intertriginosa) disertai dgn bercak merah
yg terpisah di sekitarnya
- guam atau oral thrush yg diselaputi
pseudomembran pada mukosa mulut
5. pemeriksaan penunjang : sel ragi dapat dilihat di
bawah mikroskop dlm pelarut KOH10% atau
pewarnaan gram
6. diagnosis klinis : anamnesis, fisik dan penunjang
7. diagnosis banding : peradangan mukosa mulut yg
disbabkan oleh bakteri/ virus
8. komplikasi : diae karena kandidiasis saluran cerna
9. penatalaksanaan :
- memperbaiki status gizi dan menjaga kebersihan
oral
- control peyakit presdiposisinya
- gentian violet 1% atau larutan nistatin 100.000-
200.000 IU/ml yg di oleskan 2-3x sehari selama 3
hari
10. tindak lanjut :
- skrining pd kel dn perbaikan ling kel utk ttp kering
dan bersih
- pasien control kmbali apbiladlm 3 hari tdk ad
perbaikan dgn obat anti jamur
11. rujukan : bila akibat dr penyakit lainnya sprit HIV
12. prognosis : umunya bonam
KERACUNAN MAKANAN
1. gangguan pencernaan yg disebabkan oleh konsumsi
makanan/ air yg terkontaminasi dgn zat pathogen dan
atau bahan kimia misalnya norovirus, salmonella,
clostridium perfringens, campylobacter dan
staphylococcus aureus
2. gejala/ keluhan :
- diare akut, biasanya berlasung kurang dr 2 mnggu,
ada darah atau lender pd tinja
- nyeri perut
- nyeri kram otot perut
- kembung
3. resiko :
- riwayat makan/ minum di tempat yang tidak
higienis
- konsumsi daging/ ungags yg kurang matang dapat
dicurigai untuk salmonella pp, campylobacter spp,
clostridium perfringens
- konsumsi makanan laut mentah dapat di curigai
untuk Norwalk-like virus, vibrio spp/ hepatitis A
4. pemeriksaan fisik :
- diare, dehidrasi dgn tanda2 tekanan darah turun,
nadi cepat, mulut kering, penurunan keringat,
penurunan output urin
- nyeri tekan perut, bising usus meningkat/ melemah
5. pemeriksaan penunjang
- lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses untuk
telur cacing dan parasite
- pewarnaan gram, Koch dan metilen biru loeffler utk
membantu membedakan penyakit invasive dari
penyakit non invasive
6. diagnosis klinis : anamnesis, fisik dan peunjang
7. diagnosis banding :
- intoleransi
- diare spesifik seperti disentri, kolera dll
8. komplikasi : dehidrasi berat
9. penatalaksanaan :
- mberian cairan rehidrasi oral (oralit) , atau larutan
intravena misalnya larutan natrium klorida isotonic,
larutan ringer laktat), rehidrasi oral dcapai dgn d
berikan cairan yg mengandung natrium dan glukosa
, obat absorben (kaopectate, aluminum hidroksida)
membantu memadatkan feses diberikan bila diare
tdk berhenti
- diphenoxylate dgn atropine (lomotil) tersedia dalam
tablet(2.5 mg diphenoxylate) dan cair ( 2.5
diphenoxylate / 5 ml) dosis awal utk org dewasa
adalah 2 tablet 4x sehari (20mg/d) d gunakan hanya
bila diare massif
- bla gejala menetap setelah 3-4 hari etiologi spesifik
harus di tentukan dgn melakukan kultur tinja
- modifikasi gaya hidup dan edukasi utk menjaga
kebersihan diri
10. konseling dan edukasi : edukasi utk menjaga
kebersihan diri
11. kriteria rujukan :
- jika keracunan tdk berhenti setelah 3 hari di tangani
dgn adekuat
- pasien mengalami perburukan
- di rujuk k spesialis pnyakit dlm/ spesialis anak
12. peralatan :
- cairan rehidrasi ( NaCl 0.9% , RL, oralit)
- infus set
- antibiotic bila di perlukan
13. prognosis : bonam jika tdk ada komplikasi

ALERGI MAKANAN
1. allergen pd anak : susu, kacang tanah, soya, terigu ,ikan
laut, telur
2. yg srg pd org dewasa : kacang tanah, ikan laut, udang,
kepiting, kerang dan telur
3. keluhan :
- kulit : eksim ,urtikaria
- saluranpernafasan : asma, rhinitis
- saluran pencernaan : gejala gastrointestinal non
spesifik dan berkisar dr edema , muntah, kram,
distensi, diare,
- diare kronis dan malabsorbsi akibat reaksi
hipersensitivitas lambat non Ig-E- mediated
- hipersensitivitas pd bayi menyebabkan frank colitis
dan occult bleeding
4. resiko : riwayat alergi di keluarga
5. pemeriksaan fisik : pd kulit dan mukosa serta paru
6. pemeriksaan penunjang none
7. komplikasi : reaksi alergi berat
8. penatalaksanaan : medikamantosa
- riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis :
a. hindari makanan penyebab
b. jgn lakukan uji kulit/ uji provokasi makanan
9. tindak lanjutan :
- edukasi pasien utk kebutuhan diet pasien
- hindari makanan yg bersifat allergen
- perhatikan label makanan
- menyusui bayi sampai usia 6 bln menimbulkan efek
ptektif trhada alergi makanan
10. kriteria rujukan : apabila uji makan , uji provokasi
dan eliminasi makanan trjadi anafilaksis
11. prognosis : dubia ad bonam bila medikamentosa
disertai dgn gaya hidup

SYOK
1. karateristik :
- ketergantungan suplai oksigen
- kekurangan oksigen
- asidosis jaringan sehingga terjadi reaksi anaerob
dan berakhir dgn kgagalan fungsi organ vital dan
kematian
2. syok diklasifikasikan berdasar etio, dan karateristik
- syok hypovolemic : kegagalan perfusi dan suplai
oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume
intravascular >20-25% sbg akibat dr pendarahan
akut, dehidrasi, kehilangan cairan pd ruang ketiga
atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena
- syok kardiogenik : kegagalan perfusi dan suplai
oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer
fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk
mencukupi volume jantung semenit,penyebab
terbanyak adalah infark miokard akut, keracunan
obat, nfeksi/inflamasi, gangguan mekanik
- syok distributif : gagalnya perfusi dan suplai oksigen
disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial,penupukan
vena dan redistribusi aliran darah,.Penyebab nya
adalah : komponen vasoaktif pd syok anafilaksis,
bakteria dan toksinnya pd septic syok anafilaksis ,
bakteria dan toksinnya pd septik syok sbg mediator
dr SIRS
- syok obstruktif : gagalnya perfusi dan suplai oksigen
disebabkan oleh terganggunya mekanisme aliran
balik darah oleh karena meningkatnya tekanan
intratorakal/ terggunya aliran keluar arterial
jantung
- syok endokrin : karena hipotiroidisme,
hipertiroidisme dgn kolaps kardiak dan insufisiensi
adrenal
3. anamnesis :
- keluhan :
a. pasien dtg dgn lemas/ tdk sadarkan diri
b. trgantung etio tp yg umum terjadi adalah :
tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksi arterioventrikuler, tension
pneumotoraks
c. utk identifikasi penyebab perlu ditanyakan :
umur, DM, riwayat angina, gagal jantung
kongestif, infark anterior
d. tanda awal iskemi jantung adalah : diaphoresis,
esak napas, nyeri dada, gelisah dan ketakutan ,
nausea dan vomiting
e. syok krn pendrahan / neurogenic pada servikal
trauma atau high thoracic spinal cord injury
4. factor resiko : none
5. pemeriksaan fisik : keadaan umum
- hipotensi dan penyempitan tekanan denyutaan
- hipotermi, normotermi, hipertermi pada syok,
hipotermi pd hipovolemia berat dan syok septik
- detak jantung naik , frekuensi napas naik, kesadaran
turun
- produksi urin turun (pnnjuk awal hipovolemia dan
respon ginjal pd syok)
- klinis syok kardiogenik sama dgn gejala klinis syok
hipovolemik di tambah dgn adanya disritmia, bising
jantung, gallop
- gejala septik syok / sepsis sendiri berupa sindroma
reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dmana ada 2 gjala/
lebih :
a. leukosit > 12000 atau <4000 sel/mm atau >10%
bentuk imatur
b. temperature : >38C atau <36C
c. HR >90x/mnit
d. Frekuensi napas >20x/mn atau PaCO2 <4.3 kPa
- efek klinis syok anafilaktik mengenai system
pernafasan dan system sirkulasi : edema pada
hipofaring dan laring,konstriksi bronkus dan
bronkiolusdisertai hiperskresi mucus menyebabkan
obstruksi pernafasan
- syok neurogenic : hipotensi dan bradikardia,
gangguan neurologis (paralisis flasid, reflex
ekstremitas hilangdan priapismus)
- syok obstruktif :hamper sama dgn syok kardiogenik
dan hipovolemik manifestasi klinis tamponade
jantung : suara jantung menjauh, pulsus alternans,
JVP selama inspirasi), emboli pumonal (disritmia
jantung, gagal jantung kngesti)
6. pemeriksaan penunjang :
- pulse oxymetri
- EKG
7. penegakan diagnosis : anamnesis, fisik dan penunjang
8. banding : none
9. komplikasi : kerusakan otak , koma ,kematian
10. penatalaksanaan :
- pengenalan dan restorasi yg cepat
- manajemen jalan dan pernafasan utk pastikan
oksigenasi pasien baik kmudian restorasi cpt dgn
infus cairan
- pilihan p1 adalah kristaloid (ringer laktat/ ringer
asetat) diusul dgn darah pd yok pendarahan,
keadaan hipovolemi diatasi dgn cairan koloid/
kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan asidosis
- didahului dgn penegakan diagnosis etiologi, dx awal
etio syok penting kemudian terapi selanjutnya
trgntung etionya
- tindakan invasive sprit intubasi endotrakean dan
cricothyroidotomy tau tracheostomy
a. pada hipovolemik :
- infus cepat kristaloid utk ekspansi volume
intravaskuler melalui kanula vena besar atau sentral
- pd pendarahan dpt diberikan 3-4x dr jumlah
pendarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dgn
transfuse darah,secara bersamaan sumber
pendarahan dikontrol
- resusitasi tdk komplit sampai serum laktat kembali
normal
- vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok
hipovolemik murni
b. syok obstruktif :
- harus di identifikasi dan di hilangkan pnyebabnya
- pericardiocentesis atau pericardiotomi utk
tamponade jantung
- dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau
keduanya pd tension pneumothorax
- dukungan ventilasi dan jantungmungkin trombolisis
dan mungkin prosedur radiologi intervensional utk
emboli paru
- abdominal compartment syndrome di atasi dgn
laparotomy dekompresif
c. syok kardiogenik :
- optimlakan pra-beban dgn infus cairan
- optimalkan kontraktilitas jantung dgn inotropic
sesuai keperluan, seimbangkan kebutuhan oksigen
jantung, selain it bsa pakai dbutamin/ obt vasoaktif
lain
- sesuaikan pasca beban untuk memaksimalkan
CO,dapat dipakai vasokonstriktor bila pasien dgn
hipotensi dgn SVR rendah. Obat yg di pakai untuk
vasodilatasi utk turunkan SVR adalah
nitroperusside, dan nitroglycerin
- diberikan diuetik bila jantung dekompensasi
- PAC dianjukan dipasang utk penunjuk terapi
- Penyakit jantung yg mendasari harus diidentifikasi
dan di obati
d. syok distributive :
- resusitasi cairan dgn cepat dan setelah kondisi
cairan di koreksi diberikan vasopressor utk
mencapai MAP optimal
- obat yg dpt d pakai utk syok distributive adalah
dopamine, norepinephrine, vasopressin
- pengobatan kausal dr sepsis
e. syok neurogenic :
- mengamankan jalur nafas dan resusitasi cairan.
Berikan epinefrin utk meningkatkan tonus vaskuler
dan mencegah bradikardi
- epinefrin mningkatkan tonus vaskuler tp
memperberat bradikardi sehingga di berikan jg
ephedrine dan dopamine
- terapi definitive adalah stabilisasi medulla spinalis
yg terkena
11. tindak lanjut :
- mencari penyebab syok dan catat di rekam medis
seta memberitahu kel tindakan lbih lanjut yg di
perlukan
- konseling dan edukasi : perlu dibertiahukan
kemungkinan terburuk dan encegahan terjadinya
kondisi serupa
- kriteria rujukan : setelah kegawatan diatasi pasien
dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder
12. perlatan : infus set, oksigen, NaCl 0.9%, senter,
EKG
13. prognosis : trgntung dr kcptn diagnose dan
pengelolaannya umumnya adalah dubia ad bonam

REAKSI ANAFILAKTIK
1. trjadi krn 40-60% gigitan serangga, 20-40% zat
kontras radiografi , 10-20% krn penisilin
2. keluhan :
- gguan sirkulasi dn gguan respirasi
- gguan respirasi dimulai dr bersin, hidung tersumbat
/ batuk saja yg di ikuti oleh sesak napas
- gejala pd kulit : gatal, kulit kemerahan
- gastrointestinal : perut kram,mual muntahsampai
diare
3. resiko : riwayat alergi
4. pemeriksaan fisik : pasien tampak sesak napas, nafas
cepat, sianosis karena edema pd laring dan
bronkospasme , hipotensi , takikardi, , edema preorital,
mata berair,hiperemi konjunctiva, pada kulit berupa
urtikaria dan eritema
5. diagnosis klinis :
- onset gejala akut (menit-jam) mlibatkan
kulit,jaringan mukoa atau keduanya (missal :
urtikaria generalisata, pruritus dgn kemerahan,
pembengkakan lidah/bibir/uvula) dan sedikitnya 1
dr tanda berikut :
a. gguan respirasi(sesak napas, wheezing akibat
bronchospasme, stridor, penurunan arus puncak
ekspirasi, hiposekmia)
b. penurunan tekanan darah/ gjala yg berkaitan dgn
kgagalan organ target (missal hipotonia,kolaps
vascular,sinkop, inkontinensia)
- atau 2 ata lebih dr tanda berikut yg muncul segera
(menit-jam) setelah terpapar allergen yg mungkin :
a. keterlibatan mukosa dan kulit
b. gangguan respirasi
c. penurunan tekanan darah
d. gejala gastrointestinal yg persisten (nyeri kram
abdomen, muntah)
- atau penurunan tekanan darah segera (menit-jam)
stlh terpapar allergen yg telah diketahui :
a. bayi dan anak : tkanan sistolik rendah (mnurut
umur) atau trjadi penurunan >30% dr tekanan
sistolik semula
b. dewasa : tekanan sistolik <90mmHg atau trjadi
penurunan >30% dr sistolik semula
6. diagnosis banding :
- beberapa kelainan menyerupai anafilaksis :
a. serangan asma akut
b. sinkop
c. gangguan cemas / serangan panic
d. urtikaria akutgeneralisata
e. aspirasi benda asing
f. kelainan kardiovaskuler akut
g. kelainan neurlogis akut
- sidrom flush :
a. perimenopause
b. sindrom karsinoid
c. epilepsy otonomik
d. karsinoma tiroid meduler
- sindrom pasca-prandial :
a. scromboidosis : keracunan histamine dr ikan misl
tuna pd suhu dingin
b. sindrom alergi makanan berpolen
c. monosodium glutamate/ chinese restaurant
syndrome
d. sulfit
e. keracunan makanan
- syok jenis lain :
a. hipovolemik
b. distributive
c. kardiogenik
d. septik
- kelainan non-organik :
a. disfungsi pita suara
b. hiperventilasi
c. episode psikosomatis
- peningkatan histamine endogen :
a. mastositosis/ kelainan klonal sel mast
b. leukemia basofilik
- lainnya
a. angioedema non alergk
b. systemic capillary leak syndrome
c. red man syndrome akibat vancomycn
d. respon paradoksikal pd feokromositoma
7. komplikasi : koma, kematian
8. penatalaksanaan :
a. posisi tredelenburg/ berbaring dgn kedua tungkai
di angkat akan bantu naikkan venous return shingga
tekanan darah ikur meningkat
b. pemberian oksigen 3-5 liter/menit
c. pemasangan infus, cairan plasma expander
(dextran) merupakan pilihan utama utk mengisi
intravaskuler scptnyajika tdk ada NaCl / inger laktat
bias di pakai pggnti
d. adrenalin : 0.3-0.5 ml dr larutan 1:1000 diberikan
scara intramuskuler yg sa d ulangi 5-10mnit, jk
kurang bekerja di berikan intravenous 0.1-0.2 ml
adrenalin dilarutkan dlm spuit 10ml dgn NaCl
fisiologis,di berikan perlahan
e. aminofilin dpt diberikan dgn sangat hati2 apabila
bronkospasme blm hilang dgn adrenalin, 250mg
diberikan perlahan selama 10 menit intravena,dpt d
lanjutkan 250mg lg kalau perlu
f. antihistamin dan kortikosteroid : pilihan kedua
setelah adrenalin atau dpt diberikan stelah syok
membaik utk mencegah komplikasi selanjutnya sprit
serum sickness dan prolonged effect, antihistamin
yg d gunakan adalah difenhidramin HCl 5-20mg IV
dan utk golongan kortikosteroid dpt digunakan
deksametason 5-10 mg IV atau gidrokortison 100-
250mg IV
g. resusitasi kardio pulmoner (RKP) seandainya
terjadi cardiac arrest / henti jantung
h. algoritma penatalaksanaan reaksi anafilaksis
9. rencana tindak lanjut :
mencari penyebab reaksi anafilaktik dan catat di rekam
medis srta beritahu kpd pasien dank el
10. konseling dan edukasi : kel hrs di beritahukan
mengenai penyuntikan apapun yg bentuknya terutama
obat2 telah dilaporkan sbg antigen(serum,
penisilin,anastesi local,dll) harus selalu waspada utk
timbulnya reaksi anafilaktik, pasien yg resiko tinggi
(ada riwayat asma, rhinitis, eksim/ penyakit alergi
lainnya) harus lbh diwaspadai lagi, jgn cb suntik obat
yg sama bila ad alergi sebelumnya
11. kriteria rujukan : kegawatan pasien di tangani,
apabila tdk trdapat perbaikan,pasien di rujuk k layanan
sekunder
12. peralatan : infus set, oksigen, adrenalin
ampul,aminofilin ampul, difenhidramin vial,
deksametason ampul
13. NaCl 0.9%
14. Prognosis : trgntung dr kecepatan diagnose dan
pengelolaannya umumnya dubia ad bonam
DEMAM DENGUE dan demam berdarah dengue :
1. gejala :
- demam tinggi, mendadak umumnya 2-7 hari
- manifestasi pendarahan seperti : bintik2 merah di
kulit, mimisan, gusi berdarah, mutah berdarah ,
buang air besar berdarah
- gejala nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retro
orbital
- gejala gastro : mual, muntah , nyeri perut(ulu
hati/bawah tulang iga)
- gejala pd lokal : nyeri menelan, batuk, pilek
- pd kondisi syok anak merasa gelisah atau
mengalami penurunan kesadaran
- pd bayi demam tggi dpt menimbulkan kejang
2. factor risiko :
- sanitasi ling yg krg baik, misalnya : timbunan
sampah, timbunan brg bekas, genngan air yg
seringkali disertai di tmpt tggl pasien sehari2
- adanya jentik nyamuk aedes aegypti pd genangan air
di tmpt tggal pasien sehari2
- adanya penderita demam berdarah dengue di
sekitar pasien
3. pemeriksaan fisik :
a. pd demam dengue
- suhu >37.5C
- ptekie, ekimosis, purpura
- pendarahan mukosa
- rumple leed (+)
b. pada demam berdarah dengue :
- suhu >37.5C
- ptekie, purpura, ekimosis
- pendarahan mukosa
- rumple leed (+)
- hepatomegaly
- splenomegaly
-utk mengetahui kebcoran plasma di berikan tanda
efusi pleura dan asites
hematemesis atau melena
4. pemeriksaan penunjang :
a. darah perifer lengkap yg menunjukkan :
- thrombrositopenia (<100.000/uL)
- kebocoran plasma yg di tandai dgn :
- peningkatan hematocrit >20% dr nilai standar
data populasi menurut umur
- ditemukan adanya efusi pleura ,asites
- hipoalbuminemia, hipoproteinemia
- leukopenia <4000/uL
b. serologi dengue yaitu IgM dan IgG anti dengue yg
titernya dpt terdeteksi setelah hari ke 5 demam
5. diagnosis klinis :
- demam dengue :
a. demam 2-7 hari trus menerus yg timbul mendadak, tinggi ,
terus menerus, bifasik
b. adanya manifestasi pendarahan baik petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis,perdarahan gusi , hematemesis atau
melena, maupun berupa uji toriquet positif
c. nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital
d. kasus DBD baik di lingkungan sekolahan, rumah atau
sekitar rumah
leukopenia <4000/mm
e. thrombositopenia <100.000/mm
- demam berdarah dengue :
a. demam 2-7 hari yg timbul mendadak, tinggi, trus menerus
b. ada manifestasi pendarahan baik yg spontan sprit petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis,pendarahan gusi, hematemesis
dan atau melena, maupun uji tourniquette yg positif
c. sakit kepala,myalgia, atralgia, nyeri retroorbital
d. adanya kasus demam berdarah dengue baik di sekolahh,
rumah atau sekitar rmh
e. hepatomegali
f. adanya kebocoran plasma yg di tandai dgn salah satu :
- peningkatan nilai hematocrit >20% dr pemeriksaan awal
atau dr data populasi menurut umur
- di temukan efusi pleura, asites
- hipoalbuminemia, hipoproteinemia
g. trombositopenia <100.000/mm
adanya demam sprit di atas di sertai dgn 2/ lebih
manifestasi klinisdi tambah bukti pembesaran plasma dan
trombositopenia ckup utk dx demam berdarah dengue
6. warning signs mengantisipasi kmungkinan terjadi syok
pada penderita DBD
- klinis :
a. demam turun tp keadaan anak memburuk
b. nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
c. muntah persisten
d. letargi, gelisah
e. pendarahan mukosa
f. pembesaran hati
g. akumulasi cairan
h. oliguria
- lab :
a. peningkatan kadar hematocrit bersamaan dgn penurunan
cepat jumlah trombosit
b. hematocrit awal tinggi

7. kriteria dx laboratoris :
- probable dengue : apabila dx klinis diperkuat dgn hasil
pemeriksaan serologi antidengue
- confirmed dengue : apabila dx klinis diperkuat dgn deteksi
genomevirus dengue dgn pemeriksaan RT-PCR, antigen
denguepd pemeriksaan NS1 atau apabila serokonversi IgG
dan IgM pd pemeriksaan serologi berpasangan
8. diagnosis banding :
- demam karena ingeki virus
- idiopathic thrombocytopenic purpura
- demam tifoid
9. komplikasi : dengue shock syndrome, ensefalopati, gagal
ginjal, gagal hati
10. penatalaksanaan :
- terapi simptomatik dgn analgetik antipiretik (parasetamol
3 x 500-1000mg)
- pemeliharaan volume cairan sirkulasi :

10. konseling dan edukasi :


- memberikn pengertian pd pasien dan kelnya ttg
prjalanan penyakit dan tata laksananya, shingga
pasien mengerti tdk ada obat utk DBD,terapi hnya
suportif dan mencegah perburukan penyakit
- modifikasi gaya hidup : lakukan 3M
(menguras,mengubur, menutup) , meningkatkan
daya tahan tubuh dgn makan makanan bergizi dan
olga rutin
11. kriteria rujukan :
- terjadi pendarahan massif (hematemesis, melena)
- dgn pemberian kristaloid 15ml/kg/jam kondisi blm
membaik
- terjadi komplikasi sprit kejang,pnurunan kesdaran
dll
12. penatalaksnaan pd pasien anak :
- DBD tanpa shock :
A. bila anak dapat minum :
a. berikan anak bnyk minum : dosis larutan
peroral 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap
5 menit
b. jenis larutan per oral : air putih,the manis,
oralit, jus buah, air sirup atau susu
c. berikan cairan intravena (infus) sesuai dgn
kebutuhan utk dehidrasi sedangberikan hanya
kristaloid isotonic sprit ringer laktat (RL) atau
ringer asetat (RA) dgn dosis : BB<15kg
(7ml/kgbb/jam) , BB 15-40kg :5ml/kgbb/jam ,
BB>40kg : 3ml/kgbb/jam
B. bila anak tdk dapat minum , berikan cairan infus
kristaloid isotonic sesuai dgn kebutuhan utk
dehidrasi sedang sesuaid dgn dosis d atas
C. lakukan pemantauan tanda vital dan diuresis tiap
jam, lab (DPL) tiap 4-6 jam. Bila terjadi
penurunan hematocrit atau perbaikan turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan
klinis stabil , bila trjadi perburukan lakukan
penatalaksanaan DBD dgn syok
D. bila anak demam berikan antipiretik
(parasetamol 10-15mg/kgBB/kali)
peroral,hindari ibuprofen dan asetosal
E. pengobatan suportif lain sesuai indikasi

13. DBD dgn syok :


a. gwt darurat dan harus ke RS segera
b. penatalaksanaan awal :
A. berikan oksigen 2-4 liter/ menit melalui kanul
idung atau sungkup muka
B. pasang akses intravena sambil melakukan pungsi
vena utk pemeriksaan DPL
C. berikan infus larutan kristaloid (RL/RA) 20ml/kg
secepatnya
D. bila tdk ada perbaikan, lakukan infus larutan
kristaloid 20ml/kgbb sexepatnya (maks 30 mnit),
pertimbangkan larutan koloid 10-20ml/kgbb/jam
(maks 30ml/kgbb/24jam)
E. jika nilai Ht dan Hb menurun namun tdk terjadi
perbaikan klinis,pertimbangkan terjadinya
pendarahan tersembunyi, berikan transfuse
darah bila fasilitas tersedia dan larutan koloid,
segera rujuk
F. jk terdapat perbaikan klinis kurangi jumlah cairan
hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam, secara
bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis n lab
c. pengobatan suportif lain seuai indikasi
d. rencana tindak lanjut :
- DBD tanpa syok : pemantauan klinis
(vital,perfusi,perifer,diuresis) dilakukan setiap 1 jam
; pemantauan lab (Ht,Hb,trmbosit) setiap 4-6 jam
minimal 1 kali setiap hari ; pemantauan cairan yg
msuk keluar
- DBD dgn syok : merujuk pasien k RS jika stabil
14. persyaratan rawat dirmh :
- DBD non dyok tanpa kegagalan sirkulasi
- Bila anak dpt minum dgn adekuat
- Bila kel bisa melakukan perawatan d rmh dgn
adekuat
15. persyaratan utk tenaga kesehatan :
- ada 1 dokter dan perwat yg brtggung jwb penuh k
pasien
- semua kgtn tatalaksana bias di laksanakan dgn baik
d rmh
- dr/ perawat memfollow up pasien setiap 6-8 jam
setiap hari sesuai keadaan klinis
- dr / perawat dpt berkomunikasi scara lancer dgn kel
pasien sepanjang masa tatalaksana
16. kriteria rujukan :
- DBD dgn syok, trdapat gagal sirkulasi
- Bila anak tdk dpt minum dgn adekuat, asupan sulit
walau tdk ad kegagalan sirkulasi
- Bila kel tdk mampu melakukan prawatan adekuat d
rmh walau DBD tanpa syok
17. konseling n edukasi :
- penjelasan mengenai dx, komplikasi, prognosis dan
rencana tatalaksana
- penjelasan mengenai tanda2 bahaya yg perlu di
waspadai dan kpn hrs k layanan ksehatan
- pnjelasan mngenai jumlah cairan yg dibutuhkan oleh
anak
- penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu
diberikan
- penjelasan mengenai cara minum obat
- penjelasan mengenai factor resiko dan cara2
pencegahan berkaitan dgn perbaikan hygiene
personal, sanitasi ling terutama metode 4M plus
seminggu sekali yaitu :
a. menguras wadah kamar mandi agar telur dan
jentik aedes aegypti mati
b. menutup rapat wadah air agar aedes aegypti tdk
dapat masuk dan bertelur
c. mengubur atau memusnahkan semua barang
bekas yg dpt menjadi tampungan air hujan
d. memantau semua wadah air yg mnjadi tmpt aedes
aegypti berkembang biak
e. tdk menggantung baju, menghindari gigitan
nyamuk, membubuhkan bubuk abate dan
memelihara ikan
18. peralatan : poliklinik set (thermometer,
tensimeter,senter) , cairan kristaloid dan koloid,
lembar observasi/follow up , lab utk pemeriksaan
darah rutin
19. prognosis : tnpa komplikasi : dubia ad bonam

ANEMIA DEFISIENSI BESI


1. penurunan eritrosit shgga tdk memeuhi fungsiny utk
bw oksigen dlm jmlah cukup ke jaringan perifer
2. anamnesis(keluhan dan factor resiko) keluhan :
- 4 L = letih lesu lelah lemah
- penglihatan berkunang2
- pusing
- telinga berdenging
- penurunan konsentrasi
- sesak napas
3. factor resiko :
- ibu hamil
- remaja putri
- status gizi kurang
- factor ekonomi kurang
- infeksi kronik
- vegetarian
4. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana
(objektif) : pemeriksaan fisik
- gejala umum : pucat terlihat pada konjunctiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan bawah
kuku
- gejala anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil
lidah, stomatitis angularis, koilonikia
5. pemeriksaan penunjang :
- pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit, leukosit,
jumlah eritrosit, morfologi darah tepi, MCV, MCH,
MCHC, feses rutin dan urin rutin
- pemeriksaan khusus : serum iron, TIBC, saturasi
transferrin, ferritin serum
6. penegakan diagnosis , diagnosis klinis:
- dx brdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
hasil pmeriksaan darah dgn kriteria Hb kurang dr
kadar Hb normal
7. nilai rujukan kadar Hb normal mnrt WHO :
- laki2 : >13g/dL
- perempuan : >12g/dL
- perempuan hamil : >11g/dL
8. diagnosis banding :
- anemia aplastic
- anemia hemolitik
- anemia defisiensi vit B12
- anemia pd penyakit kronik
9. komplikasi :
- penyakit jantung anemia
- pd ibu hamil : BBLR dan IUFD
- pada anak gguan pertumbuhan dan perkembangan
10. penatalaksanaan komprehensif (plan) :
penatalaksanaan :
- setelah penegakan diagnosis, dapat diberikan sulfas
ferrosus 3x200mg (200mg mengandung 66mg besi
elemental)
11. rencana tindak lanjut : butuh pemeriksaan lab di
layanan sekunder dan penatalaksanaan selanjutnya di
layanan primer
12. konseling dan edukasi :
- beri pngertian pd pasien dank el ttg prjalanan
pnyakit dan tata laksananya
- pasien diinformasikan mengenai efek samping obat
berupa mual, muntah , heartburn, konstipasi, diare
serta BAB kehitaman
- bila terdapat efek samping obat maka segera ke
pelayanan kesehatan
13. kriteria rujukan :
- anemia tanpa gejala dgn kadar Hb <8g/dL
- anemia dgn gejala tanpa melihat kadar Hb segera
dirujuk
- anemia berat dengan indikasi transfuse (Hb <7g/dL)
- anemia karena penyebab tdk masuk kompetensi dr
layanan primer misalnya anemia aplastic,hemolitik ,
megaloblastik
- bila di dapatkan kegawatan missal pendarahan aktif
atau distress pernafasan, pasien segera dirujuk
14. peralatan : pemeriksaan lab sederhana ,darah
rutin,feses rutin, urin rutin)
15. prognosis : dubia ad bonam trgntung penyakit yg
mendasarinya

HIV/ AIDS tanpa komplikasi :


1. anamnesis : keluhan :
- pasien tdk dtg dgn gejala ato keluhan tertentu tp
pasien dtg dpt dgn keluhan :
- demam suhu >37.5C trus menerus atau lebih dr 1
bln
- diare trus menerus atau lbh dr 1 bln
- keluhan disetai BB >10% dr berat badan dasar
- keluhan lain bergantung dr penyakit yg
menyertainya
2. factor resiko :
- penjaja seks laki2 atau perempuan
- pengguna NAPZA suntik
- laki2 yg berhub seks dgn sesma laki2 dan
transgender
- hub seks tdk aman
- pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi
menular seksual
- pernah mendapatkan transfuse darah
- pembuatan tato atau alat medis yg tercemar HIV
- bayi dr ibu dgn HIV/AIDS
- pasangan serodiskordan- slh 1 pasangan positif HIV
3. hasil pemeriksaan fisik dan penunjang : pemeriksaan
fisik :
- keadaan umum : BB turun, demam
- kulit : tanda2 mslh kulit terkait HIV misalny kulit
kering dan dermatitis seboroik ; tanda2 herpes
simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas
herpes zoster
- pembesaran kalenjar getah bening
- mulut : kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia,
keilitis angularis
- dada :dpt dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
- abdomen : hepatosplenomegali , nyeri atau massa
- anogenital : tanda2 herpes simpleks duh vagina atau
uretra
- neuro : tanda neuropati dan kelemahan neurologis
4. pemeriksaan penunjang
- Lab :
A. hitung jenis leukosit (limfopenia dan CD4 hitung
<350 (CD4 sitar 30% dr jumlah total leukosit)
B. tes HIV menggunakan strategi III yaitu
mnggunakan 3 macam tes dgn ttik tangkap
berbeda, umumny ELISAdan d konfirmasi west
blot
C. pemeriksaan DPL
- radiologi : x-ray torak
5. penegakan diagnostic : diagnosis klinis :
- berdarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil
tes HIV,stadium klinis harus di nilai saat kunjungan
awal dan setiap kali kunjungan
6. stadium klinis HIV :
a. stadium 1 asimptomatik :
- tdk ada pnurunan BB
- tdk ada gejala atau hanya limfodenopatigeneralisata
persisten
b. stadium 2 sakit ringan :
- penurunan BB yg tdk diketahuin penyebabnya
(<10% dr BB prkiraan/sebelumnya)
- ISPA berulang (sinus,tonsillitis, otitis media,
faringitis)
- Herpes zoster dlm 5 thn trakhir
- Keilitis angularis
- Ulkus mulut yg berulang
- Ruam kulit yg gatal
- Dermatitis seboroik
- Infeksi jamur pada kuku
c. stadium 3 : sakit sedang :
- penurunan BB
- diare kronis yg tdk tau penyebabnya lbh dr 1 bln
- demam menetap yg tdk d ketahui pnyebabnya
- kandidiasis mulut menetap
- oral hairy leukoplakia
- tb paru
- infeksi bakteri yg berat
- stomatitis nekrotikans ulseratif akut, gingivitis, atau
periodontitis
- anemia yg tdk d ktahui penyebabny (Hb <8g/dL) ,
neutropenia (<0.5 x 10 g/dL) dan atau
trombositopenia kronis (<50 x 10 g/ dL)
d. stadium 4 : sakit berat (AIDS)
- sindrom wasting HIV
- pneumonia pneumocystis jiroveci
- pneumonia bakteri beratyg berulang
- infeksi herpes simpleks kronis
- kandidiasis esofagea;
- tb ekstra paru
- sarcoma Kaposi
- penyakit sitomegalovirus
- toksoplasmosis di system saraf pusat
- ensefalopati HIV
- pneumonia kriptokokus ekstrapulmoner
- infeksi mikrobakterium non tb yg menyebar
- isosporiasis kronis
- mikosis diseminata
- limfoma (serebral atau sel B non Hodgkin)
- karsinoma serviks invasive
- nefropati atau kardiomiopati trkait HIV yf
simtomatis
7. diagnosis banding : pnyakit gguan system imun
8. penatalaksanaan : bias dimulai jika penderita HIV
dipastikan tdk memiliki komplikasi atau infeksi
oportunistik yg dpt memicu trjadinya sindrom pulih
imun
9. untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan
pemeriksaan jumlah CD4 dan penentuan stadium klinis
infeksi HIV
- tdk tersedia pemeriksaan CD 4 : penentuan mulai
terapi ARV didasarkan pd penilaian klinis
- tersedia pemeriksaan CD4 :
a. mulai terapi ARV pd semua pasien dg jumlah CD4
<350 sel/mm tanpa memandang stadium
klinisnya
b. terapi ARV di anjurkan pd semua pasien dgn TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4
10. panduan lini p1 yg di rekomendasikan pd org
dewasa yg blm mendapat terapi ARV :
a. dewasa dan anak : AZT / TDF +3TC (atau FTC) + EVF
atau NVP
b. perempuan hamil : AZT + 3TC + EFV atau NVP :
gunakan FDC bila tersedia, tdk blh menggunakan
EFV pd trimester p1
c. ko infeksi HIV/ TB : AZT atau TDF + 3TC (FTC) + EFV
: mulai terapi ARV setelah terapi TB dapat di
toleransi (antara 2 mnggu – 8 mnggu), gunakan NVP
atau tripel NRTI bila EFV tdk dpt di gunakan
d. ko infeksi HIV/ hepatitis B kronik aktif : TDF + 3TC
(FTC) +EFV atau NVP

11. dosis antiretroviral utk ODHA dewasa :


- nucleoside :
a. abacavir (ABC) : 300mg setiap 12 jam
b. lamivudine (3TC) : 150mg setiap 12 jam atau
300mg sekali sehari
c. stavudine (d4T) : 40 mg setiap 12 ja (30mg setiap
12 jam bila BB<60 kg)
d. zidovudine (ZDV/ AZT) : 300mg setiap 12 jam
- nucleotide RTI :
a. tenofovir (TDF) : 300mg sekali sehari
- non- nucleoside RTIs :
a. efavirenz (EFV) : 600mg sehari
b. nevirapine (NVP) : 200mg sekali sehari selama 14
hari kemudian 200mg setiap 12 jam
- protease inhibitors :
a. lopiavir / ritonavir (LPV/r) : 400mg/ 100mg
setiap 12 jam (533mg/133mg seiap 12 jam bila di
kombinasi dgn EFV atau NVP)
- ART kombinasi :
a. AZT – 3TC : diberikan 2x sehari dgn interval 12
jam

12. rencana tindak lanjut :


- pasien yg tdk memenuhi syart ARV : monitor klinis
penyakit dan jumlah CD4 nya setiap 6 bln sekali
- pemantauan pasien dlm erapi antiretroviral :
a. pemantauan klinis : di lakukan setiap minggu
2,4,8,12, dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV
dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah
mencapai keadaan stabil
b. pemantauan lab :
- pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bln atau lbh
sering bila ada indikasi klinis
- pasien yg mlakukan terapi AZT harus memeriksakan
jumlah Hb sebelum memulai terapi dan pd minggu
ke 4,8, 12 sejak terapi atau ada indikasi tanda dan
gejala anemia
- bila menggunakan NVP utk perempuan dgn CD4
250-350 sel/mm maka perlu dilakukan pantauan
enzim transaminase pd minggu ke 2,4,8,12 dan sejak
memulai terapi ARV dilanjutkan dgn pemantauan
bedasarkan gejala klinis
- evaluasi fungsi ginjal utk pasien yg dpt TDF
13. konseling dan edukasi :
- menganjurkan tes HIV pd pasien TB , infeksi
menular seksual dan kelompok risiko tinggi beserta
pasangan seksualnya sesuai dgn ketentuan yg
berlaku
- memberikan informasi kpd pasien dank el ttg
penyakit ini , pasien d sarankan ikut bergabung dlm
kelompok penanggulangan HIV/ AIDS
14. kriteria rujukan :
- setelah di nyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu
di rujuk ke pelayanan dukungan pengobatan utk
menjalankan serangkaian layanan yg
meliputipenilaian stadium klinis,penilaian
imunologis dan penilaian virology
- pasien HIV/ AIDS dgn komplikasi
15. peralatan : layanan VCT
16. prognosis : dubia ad malam
LUPUS
1. menyerang wanita reproduktif 15-40thn wanita : pria
= 5,5-9 : 1
2. anamnesis : keluhan :
- kelelahan
- rambut rontok
- ruam pada wajah
- ruam pd wajah setelah terpapar sinar matahari
- demam
- nyeri sendi yg berpindah2
- sakit kepala
- sesak
- edema anasarka
- gguan kesadaran
5. anamnesis : factor resiko :
- gejala klinis yg mendukung dan memiliki riwayat kel
yg menderita penyakit autoimun meningkatkan
adanya LES
6. pemeriksaan fisik :
- gejala konstitusional : kelelahan, demam(tdk
disertai menggigil) , penurunan BB, rambut rontok,
bengkak dan sakit kepala
- manifestasi musculoskeletal : myalgia,atralgia atau
artritis
- manifestasi mukokutaneus : misalnya ruam kupu2 ,
fotosensitifitas, alopecia dan ruam diskoid
- manifestasi paru misalnya pneumonitis, emboli
paru, hipertensi pulmonum, efusi pleura
- manifestasi kardiologi : takipneu, murmur sistolik,
gambaran pericarditis, miokarditis dan penyakit
jantung coroner
- manifestasi renal : djumpai stlh 5 thn mnderita
lupus : hipertensi, hematuria, edema perifer dan
edema anasarka
- manifestasi gastro intestinal : mual,dyspepsia, nyeri
perut, dan disfagi
- manifestasi neuroprikiatrik : kejang dan psikosis
- manifestasi hematologi : leukopeni ,
lymphopenia,anemia atau trombositopenia
7. pemeriksaan penunjang :
- lab :
a. pemeriksaan DPL dgn itung diferensial dpt
menunjukkan leukopeni, trombositopeni dan
anemia
b. pemeriksaan serum kreatinin menunjukkan
pningkatan serum kreatinin
c. urinalisis menunjukkan adanya eritrosit dan
proteinuria
- radiologi : x-ray thoraks dapat menunjukkan efusi
pleura
8. penegakan diagnosis : diagnosis klinis :
- gambaran klinis, dan lab, bila 4 dari 11 kriteria yg
trjadi bersamaan atau dgn tgg waktu
9. diagnosis banding : mixed connective tissue disease ,
sindrom vaskulitis
10. komplikasi : anemia hemolitik , thrombosis, lupus
serebral , nefritis lupus, infeks sekunder
11. penatalaksanaan :
- terapi konservatif, pemberian analgetik sederhana
atau obat antiinflamasi non steroid misalnya
parasetamol 3-4 x 500-1000 mg atau ibuprofen 400-
800mg 3-4kali sehari, natrium diklofenak 2-3 x 25-
50mg/hari pd keluhan arthritis, atralgia dan myalgia
12. rencana tindak lanjut :
- segera dirujuk ke pelayanan sekunder utk
penegakan diagnosis pasti kecuali pda lupus berat
yg mngancam nyawa dpt di rujuk k layanan trdekat
- pemeriksaan lab dan follow p utk monitor respon
atau efek sampan terapi dan kterlibatan organ baru
- keterlibatan berbagai organ pd LES memerlukan
penanganan dr berbagai bidang
13. konseling dan edukasi :
- stelah terima rujukan balik dr layanan sekunder
- intervensi psikososial dan penyuluhan lsg pd pasien
dan kelny
- menyrankan pasien utk brgbung dlm kelompok
penyandang lupus
- pasien disarankan utk tdk terlalu terpapar sinar
matahari dan selalu menggunakan pelindung sinar
matahari
- pemantauan dan penjelasan mngenai efek
penggunaan steroid jngka pjg
- pasien di beri edukasiagar berobat teratur
14. kriteria rujukan :
- pasien yg di diagnosis atau di curigai LES hrs dirujuk
k dr spesialis dalam atau anak
- pada pasien LES berat harus sgera di rujuk ke
pelayanan kesehatan tersier bila memungkinkan
15. peralatan :
- lab utk pemeriksaan DPL, urinalisis dan fungsi ginjal
- radiologi : x-ray thoraks
16. prognosis : 25% remisi selama bbrp thn, buruk
50% dalam 10thn,penyebab mortalitas adalh gagal
ginjal , infeksi serta tromboemboli

LIMFADENITIS :
1. peradangan pd 1atau bbrp kalenjar getah bening, bias
di sebabkan oleh infeksi dr berbagai organisme yaitu
bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur
2. keluhan :
- pembengkakan kalenjar getah bening
- demam
- turun nafsu makan
- kringat berlebih
- nadi cepat
- kelemahan
- nyeri tggorokan dan batuk bila disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas
- nyeri sendi oleh penyakit kolagen atau penyakit
serum
3. factor resiko :
- riwayat penyakit seperti tonsillitis yg disebabkan
oleh bakteri streptokokus, infeksi gigi yg disebabkan
oleh bakteri anaerob
- riwayat perjalanan dan pekerjaan ke daerah
endemis
- paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kpd
orang dgn infeksi saluran napas, faringitis oleh
streptococcus atau TB turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati
4. pemeriksaan fisik :
- pembesaran kalenjar getah bening (KGB) leher
bagian posterior terdapat pd infeksi rubella dan
mononucleosis, sdgnkan pada pembesaran KGB oleh
infeksi virus umumnya bilateral
- nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksi bakteri
- kemerahan dan hangat pd perbaan mengarah kpd
infeksi bakteri sbg pnyebabny
- fluktuasi mnndakan trjadiny abses
- bila d sebabkan keganasan tdk d temukan tanda2
peradangan yypi teraba keras dan tdk dpt
digerakkan dr jaringan sekitarny
- pd infeksi oleh mikobakterium pmbsaran kalenjar
berminggu- bulanan walaupun kdg mendadak, KGB
dpt menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi
tipis dan dapat pecah
- adanya tenggorokan yg merah, bercak2 putih pd
tonsil, langit2 yg sulit dilepas dan bila di lepas
berdarah,pembengkakan di jaringan lunak
leher(bull neck) mengarah ke infeksi oleh bakteri
difteri
- faringitis, ruam2 dan pembesaran limpa mengarah
pada infeksi eipstein barr virus
- adanya radangpada selaput mata dan bercak koplik
mengarahkan pada campak
- adanya bintik2 pendarahan ,pucat, memar yg tdk di
ketahui penyebabnya, disertai pembesaran hati dan
limpa mengarahkan pada leukemia
5. pemeriksaan penunjang
- pemeriksaan skrining TB : BTA sputum, LED,
mantoux test
- Lab : DPL
6. penatakasanaan :
- mencegah dgn merawat kebersihan badan dan
kesehatan bias membantu kurangi trjadinya infeksi
- kompres hangat ke KGB yg kena utk mengurangi
rasa sakit
- tata laksana KGB didasarkan pd penyebabnya :
a. penyebab oleh virus bias smbuh sndiri dan tdk
prlu pngbtn slain dr observasi
b. oleh bakteri(limfadenitis) adalah antibiotic oral
10 hari dgn pemantauan dalam 2 hari pertma,
flucloxacillin 25mg/kgBB 4x sehari bila ada reaksi
alergi trhdp obat penisilin dapat diberikan
cephalexin 25mg/kg (sampai dgn 500mg) 3x
sehari atau eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg)
3x sehari
c. bila penyebabnya adalah mycobacterium TB
maka di berikan obat anti TB
d. biasanya jika infeksi telah di obati, kalenjar akan
mengecil secara perlahan dan rasa sakit akan
ilang
7. konseling dan edukasi :
- kel turut menjaga kesehatan dan kebersihan
sehingga mencegah terjadinya berbagai infeksi dan
penularan
- kel ttp mendukung dgn memotivasi pasien dalam
pengobtan
8. rencana fllow up : pasien control utk evaluasi KGB dan
terapi yg di berikan
9. kriteria rujukan :
- gagal mengecil setelah 4-6 minggu di rujuk utk
mencari penyebabnya (indikasi biopsi)
- biopsy dilakukan bila terdapat tanda / gejala yg
mengarah kepada keganasan,KGB yg menetap atau
brtambah besar dgn pengobatan yg tepat
10. peralatan : alat ukur utk ukur besarny KGB ,
mikroskop, reagen BTA dan gram
11. prognosis : bonam.

ULKUS MULUT
1. stomatitis aftosa rekurens(SAR) merupakan penyakit
mukosa tersering dan merupakan gejala dr penyakit2
sistemik sprit crohn, coeliac, malabsorbsi,anemia def
besi, asam folat, def vit B12 / HIV.
2. stomatitis herpes : inflamasi mulut akibat infeksi virus
herpes simpleks tipe 1 (HSV 1).
3. Anamnesis : keluhan :
- SAR :
a. luka yg terasa nyeri pada mukosa bibir bagian
dalam, lidah lateral/anterior
b. pasien biasanya tdk mrokok/ tdk pernah
merokok
c. pasien biasanya sehat tp dpt jg d temukan gejala
seperti diare, tinja berdarah, konstipasi, sakit
perut berulang, lemas, pucat
d. frekuensi rekurensi bervariasi namun seringkali
dalam interval yg cenderung regular
e. episode SAR yg sblumnya self limiting
f. biasanya ada riwayat kel
g. pd wanita dpt timbul saat menstruasi
- stomatitis herpes
a. luka pada bibir, lidah, gusi, langit2 yg terasa nyeri
b. kadang timbul bau mulut
c. dpt disertai rasa lemas, demam, dan benjolan pd
kalenjar limfe leher
d. biasa muncul pd remaja / dewasa
e. ada 2 jenis stomatitis herpes : herpes primer dan
rekurens
f. rekurensi dpt dipicu oleh bbrp factor sprit
demam, paparan sinar matahari, trauma,
imunosupresi like HIV, pggunaan kortikosterois
sistemik dan keganasan

4. pemeriksaan fisik :
- tanda anemia
- pemeriksaan abdomen (distensi,hipertimpani, nyeri
tekan)
- tanda dehidrasi akibat diare berulang
5. pemeriksaan penunjang : DPL, MCV, MCHC, MCH
6. pemeriksaan fisik pada stomatitis herpes :
- lesi berupa vesikel berbentuk kubah, berbatas
tegas,brukuran 2-3 mm biasanya multiple, bbrp lesi
bias bergabung satu sama lain
- lokasi lesi dapat di bibir sisi luar,dalam, lidah
,gingiva, palatum aau bukal
- mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis
- demam
- pembesaran kelenjar limfe servikal
- tanda2 penyakit imunodefisiensi yg mendasari
7. pemeriksaan penunjang : tidak mutlak dan tidak rutin
dilakukan
8. penegakan diagnosis SAR : anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dr perlu mempertimbangkan
adanya penyakit sistemik yg mendasari
9. diagnosis banding SAR : herpes simpleks , sindrom
behcet, hand foot and mouth disease , liken planus ,
manifestasi oral dr penyakit autoimun, kanker mulut
10. stomatitis herpes : anamnesis dan pemeriksaan
fisik
11. diagnosis banding stomatitis herpes :SAR tipe
herpetiform, SAR minor multiple, herpes zoster,
sindrom behcet, hand foot mouth disease , manifestasi
oral dr penyakit autoimun (SLE, crohn,pemphigus)
12. penatalaksanaan :
- SAR :
a. larutan kumur chlorhexidine 0.2% utk bersihkan
rongga mulut sebanyak 3x stlh mkan masin2
selama 1 menit.
b. Kosrtikosteroid topical sprit krim triamcinolone
acetonide 0,1% in ora base sebanyak 2x sehari
stlh makan dan membersihkan rongga mulut
13. Konseling dan edukasi : pasien perlu hindari
trauma pd mukosa mulut dan makanan atau zat dalam
makanan yg berpotensi menimbulkan SAR misalny :
kripik, susu, gluten, asam benzoate, da cuka
14. Kriteria rujukan :
a. gejala ekstraoral yg mungkin terkait penyakit
sistemik yg mendasari sprit (lesi genital,kulit/ mata ,
gguan gastro, penurunan BB, rasa lemah, batuk
kronik, demam,
limfadenopati,hepatomegaly,splenomegali)
b. gejala dan tanda tdk khas (onset pd usia dewasa
akhir/ lanjut, perburukan dr aftosa, lesi yg amat
parah, tdk adanya perbaikan dgn tatalaksana
kortikosteroid topical)
c. adanya esi pd mulut seperti ( kandidiasis, glositis,
leukoplakia,sarcoma Kaposi, pendarahan bengkak
atau nekrosis pada gingiva)
15. penatalaksanaan utk stomatitis herpes :
- utk rasa nyeri dpt diberikan analgetik seperti
parasetamol atau ibuprofen, larutan kumur
chlorhexidine 0,2%jg memberi efek anestetik
sehingga dpt membantu
- pilihan antivirus :
a. acyclovir (oral) dosis : dewasa (5 kali 200-400 mg
perhari selama 7 hari) anak (20mg /kgBB/hari
dibagi jd 5x pemberian slama 7 hari)
b. valacyclovir (oral) : dewasa 2 kali 1-2g perhari
selama 1 hari ; anak 20mg/kgBB/hari dibagi jd 5x
pemberian selama 7 hari
c. famacyclovir (oral) : dewasa (3x 250mg perhari
selama 7-110 hari utk episode tunggal, 3x 500mg
perhari selama 7-10 hari utk tipe rekurens) anak :
blm bias
d. dr harus perhatikan fungsi ginjal pasien sblm
kasih obat2
16. peralatan : kaca mulut, senter
17. prognosis : aftosa / SAR :
- ad vitam ( bonam) ; ad funtionam (bonam) ; ad
sanationam (dubia)
- stomatitis herpes : ad vitam (bonam) ; ad
functionam (bonam) , ad sanationam (dubia)

GERD
1. anamnesis : keluhan :
- rasa pnas dan terbakar di retrosternal atau
epigastrik dan dapat menjalar ke leher disertai
muntah atau timbul rasa asam di mulut
- terjadi terutaa setelah makan dgn volume besar dan
berlemak
- keluhan diperberat dgn posisi berbaring terlentang
- keluhan dpt timbul oleh karena makanan berupa
saos tomat, peppermint, coklat,kopi dan alcohol
- keluhan sering timbul malam hari
2. factor resiko :
- usia >40 thn , obesitas, kehamilan, merokok,
konsumsi kopi, alcohol, coklat, makan berlemak,
bbrp obat(nitrat, teofilin dan verapamil) , pakaian yg
ketat atau pekerja yg sering mengangkat beban
berat
3. pemeriksaan fisik dan penunjang :
- pemeriksaan fisik : kuesioner GERD bila hasilnya
positif maka di lakukan tes dgn pengobatan PPI
4. penegakan diagnosis :
- anamnesis, di pelayanan primer pasien diterapi dgn
PPI test, bila respon positif maka diagnosis GERD
dapat disimpulkan
- standar baku adlh dgn endoskopi saluran cerna atas
yaitu ditemukannya mucosal break di esophagus
namun ini hanya dapat dilakukan oleh dokter
spesialis
5. diagnosis banding :
- angina pectoris , akhlasia , dyspepsia, ulkus peptic ,
ulkus duodenum, pankreatitis
6. komplikasi : esophagitis, ulkus esophagus, pendarahan
esophagus, striktur esophagus, barret
esophagus,adenocarcinoma , batuk dan asma ,
inflamasi farin dan laring, aspirasi paru
7. penatalaksanaan :
- terapi dgn memberkan PPI dosis tinggi selama 7-14
hari bila ada perbaikan gejala yg signifikan maka
diagnosis dpt di tegakkan sbg GERD, PPI dosis tinggi
berupa omeprazole 2x20mg/hari dan lansoprazol
2x30 mg/hari
- setelah dx ditegakkan obat dpt ditegakkan sampai 4
minggudan blh di tambh dgn prokinetik sprit
domperidon 3x10mg
- pd kondisitdk tersedianya PPI maka penggunaan H2
blocker 2x/hr : simetidin 400-800mg atau ranitidine
150mg atau famotidine 20mg
8. konseling n edukasi :
- mengurangi berat badan, berhenti merokok, tdk
konsumsi zat yg iritasi lambung sprit kafein, aspirin,
dan alcohol. Posisi tdr sebaiknya dgn kpala lbh tggi,
tdr minimal 2-4jam stlh makan, makan dgn porsi
kecil dan kurangi mknn yg berlemak
9. kriteria rujukan :
- pngobatan empiric tdk menunjukkan hasil
- pengobatan empiric mnunjukkan hasil namun
kembali kambuh
- adanya alarm symptom : BB menurun, hematemesis
melena, disfagia, odinofagia, anemia
10. peralatan : kuesiorner GERD
11. prognosis : umumnya bonam tp trgntung keadaan
pasien data datang dan pengobatannya.

GASTRITIS
1. proses inflamasi pd lapisan mukosa dan submukosa
lambung sbg mekanisme proteksi mukosa apabila
trdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain
2. anamnesis : keluhan :
- pasien dtg karena rasa nyeri panas seperti terbakah
di perut bagian atas, keluhan mereda atau
memburuk bila di ikuti dgn makan mual muntah dan
kembung
3. factor resiko :
- pola makan yg tdk baik (mknn yg pedas, waktu mkn
terlambat, porsi mkn yg besar”
- sering minum kopi/teh
- infeksi bakter/ parasite
- penggunaan obat steroid/ analgetik
- usia lanjut
- alkoholisme
- stress
- penyakit lainnya sprit : penyakit refluks empedu,
penyakit autoimun, HIV/AIDS, crohn disease
4. pemeriksaan fisik :
- nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat
- bila inflamasi berat dpt ditemukan hematemesis dan
melena
- biasanya pd pasien gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis
5. pemeriksaan penunjang : tdk d perlukan kcuali pd
gastritis kronis
- darah rutin
- ytk mngetahui infeksi helicobacter pylori :
pemeriksaan UBT dan test
- rontgen dgn barium enema
- endoskopi
6. dx klinis : : anamnesis, fisik , pemeriksaan penunjang
utk definitive
7. dx banding :
- kolesistitis
- kolelitiasis
- crohn disease
- kanker lmbung
- gastroenteritis
- lifoma
- ulkus peptikum
- sarkoidosis
- GERD
8. kmplikasi :
- pndrhn saluran cerna atas
- ulkus peptikum
- perforasi lambung
- anemia
9. pnatalaksanaan :
- terapi oral : H2 bloker 2x sehari (ranitidine
150mg/kali , simetidin 400-800, famotidine
29mg/kali), PPI 2x/hr (omeprazole 20mg/kali
,lansoprazol 30mg/kali) serta antasida dosis 3 x
500-1000 mg/hr
10. konseling dan edukasi :
- menginformasikan pd pasien utk hindari pemicu
trjdinya keluhan, antara lain dgn mkn tpt waktu,
makan sering dgn porsi kecil dan hindari dr
makanan yg mningkatkan asam lambung / perut
kembungsprti kopi,the, mknn pedas dan kol
11. kriteria rujukan :
- bila 5hr pengobatan blm ada perbaikan
- trjadi komplikasi
- trdapat alarm symptoms
12. peralatan : none
13. prognosis : trgntung kondisi pasien saat
dtg,komplikasi dan pngobatannya, umumnya adalah
bonam namun dpt berulang jika gy hidup tdk di ubah

INTOLERANSI MAKANAN
1. mrupakan alergi makanan
2. anamnesis :
- tenggorokan gatel
- nyeri perut
- perut kembung
- mual
- muntah
- diare
- dpt disertai kram perut
3. factor predisposisi :
- makanan yg sebabkan intoleransi : terigu,gandum yg
mngndung gluten
- protein susu sapi
- hasil olahan jagung
- MSG
4. pemeriksaan fisik : nyeri tekan abdomen , bising usus
meningkat dan mungkin terdapat tanda2 dehidrasi
5. pemeriksaan penunjang : -
6. diagnosis klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. diagnosis banding : pankreatitis, penyakit crohn di
ileum terminalis, sprue celiac, penyakit whipple,
amyloidosis, defisiensi lakttase, sindrom zollinger-
ellison, gguan paska gastrektomi, reseksi usus halus/
kolon
8. komplikasi : dehidrasi
9. penatalaksanaan :
- pembatasan nutrisi tertentu
- suplemen vitamin dan mineral
- suplemen enzim pencernaan
10. rencana tindak lanjut :
- stlh gejala menghilang, makanan yg dicurigai
diberikan kembali utk melihat reaksi yg trjadi,
tujuannya utk mmperoleh penyebab intoleransinya
11. konseling dan edukasi : edu kel pasien utk batasi
nutrisi tertentu pd pasien dan amati keadaan pasien
slama pengobatan
12. kriteria rujukan : bila keluhan tdk ilang walaupun
tanpa terpapar
13. peralatan : lab rutin
14. prognosis : dubia ad bonam trgntung pd paparan
trhdp makanan penyebab

MALABSORBSI MAKANAN
1. pasien umumnya dtg dgn diare shingga sulit
membedakan apakah diare karena malabsorbsi atau yg
lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi enzim atau
adanya gguan mukosa usus tmpt absorbs dan digesti
zat tsb
2. anamnesis : keluhan :
- diare kronis biasanya feses cair
- jika malabsorbsi lemak maka pasien akan mengeluh
fesesny berminyak
3. factor resiko : -
4. pemeriksaan fisik : anemia(krn def besi,asam folat, dan
B12) , konjungtiva anemis, kulit pucat, status gizi
kurang
5. penunjang :
- DPL : anemia mikrositik hipokrom krn def besi atau
anemia makrositik krn def asam folat dan vit B12
- Radiologi : foto polos abdomen
6. diagnosis klinis : bdsrkan anamnesis, pmeriksaan fisik,
penunjang
7. dx banding : pankreatitis, pnyakit crohn pd ileum
terminalis , sprue celiac, penyakit whipple,
amyloidosis, def lactase, sindrom zolinger-ellison ,
gguan paska gastrektomi,reseksi usus halus / kolon
8. komplikasi : dehidrasi
9. penatalaksanaan :
- perlu k spesialis pnyakit dalam
- tatalaksana trgntung dr penyebab malabsorbsi
- pembatasan nutrisi tertentu
- suplemen vitamin dan mineral
- suplemen enzim pencernaan
- tatalaksana farmokologi : antibiotic diberikan jika
malabsorbsi disebabkan oleh overgrowth bakteri
enterotoksigenik
10. rencana tindak lanjut : perlu di pantau diet atau
terapi yg diberikan pd pasien
11. konseling dan edukasi : beri edukasi ke kel utk
ikut bantu dlm pembatasan nutrisi tertentu pd pasien
dan mengamati keadaan pasien selama pengobatan
12. kriteria rujukan : konsul k spesialis penyakit
dalam utk mencari penyebab
13. lab utk periksa DPL
14. prognosis : trgntung pd pasien komplikasi n
pengobatannya, progtdk ancam jiwa umunya namun
fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad
bonam

DEMAM TIFOID
1. keluhan :
- demam naik turun terutama sore dan malam hari
dgn pola intermitendan kenaikan suhu step-ladder,
demam tinggi dpt trjadi terus menerus(demam
kontinu) hingga minggu kedua
- sakit kepala, pusing2 yg srg dirasakan di daerah
frontal
- gguan GI brupa konstipasi dan meteorismus atau
diare, mual,muntah , nyeri abdomen, dan BAB
berdarah
- gejala penyerta lain seperti nyeri otot, pegel2,
batuk,anoreksia, insomnia
- pd demam tifoid berat dpt dijumpai penurunan
kesadaran atau kejang
2. factor resiko :
- hygiene personal yg krg baik, terutama jarang cuci
tangan
- hygiene makanan dan minuman yg krg baik
- sanitasi lingkungan yg krg baik
- adanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat
tinggal sehari2
- adanya carrier tifoid di sekitar pasien
- kondisi imunodefisiensi
3. pemeriksaan fisik :
- keadaan umum biasanya tampak sakit sedang atau
berat
- kesadaran : dapat compos mentis / penurunan
kesadaran (mulai dry g ringan seperti apatis,
somnolen hingga yg berat sprit delirium atau koma)
- demam , suhu >37,5C
- dapat ditemukan bradikardia relative yaitu
penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per
menit setiap kenaikan suhu 1C
- ikterus
- pemeriksaan mulut : typhoid tongue, tremor lidah,
halitosis
- pemeriksaan abdomen : nyeri (trutama region
epigastrik) , splenomegali
- delirium pd kasus yg berat
4. pemeriksaan fisik pd keadaan selanjutnya
- penurunan kesadaran ringan srg trjadi berupa
apatis dgn kesadaran sprit berkabut, bila klinis berat
pasien dpt menjadi somnolen dan koma atau dgn
gejala2 psikosis
- pd penderita dgn toksik, gejala delirium lbh
menonjol
- nyeri perut dgn tanda2 akut abdomen
5. pemeriksaan penunjang :
- DPL plus hitung jenis leucosis : dpt menunjukkan
leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal,
limfositosis relative, monositosis, trombositopenia(
biasanya ringan) , anemia
- Serologi :
a. IgM antigen O9 salmonella thypi (tubex-TF) :
hanya dpt mendeteksi antibody IgM salmonella
typhi; dapat dilakukan pd 4-5 hari pertama
demam
b. Enzyme immunoassay test (typhidot) : dpt
medeteksi IgM dan IgG salmonella typhi, dpt di
lakukan pd 4-5 hari pertama demam
c. Tes widal tdk direkomendasi :dilakukan stlh
demam berlansung 7 hari , interpretasi hasil
positif bila titer agglutinin O minimal 1/320 artau
terdpt kenaikan titer hingga 4x lipat pd
pemeriksaan ulang dgn interval 5-7 hr, hasil
pemeriksaan positif palsu trjadi olh krn reaksi
silang dgn non-thyphoidal salmonella
enterobacteriacea, oleh krn itu widal tdk
direkomendasikan jika hanya dr 1 kali
pemeriksaan, krn bias sebabkan over dx dan over
tx
- kultur salmonella typhi (goldstandart)
a. darah : pd minggu p1 sampai minggu ke 2
sakit,saat demam tinggi
b. feses : pd minggukeduasakit
c. urin : pd minggu kedua ato 3 sakit
d. cairan empedu : pd stadium lanjut penyakit, utk
deteksi carrier typhoid
- pemeriksaan penunjang lain sprit SGOT/ SGPT,
kadar lipase dan amylase

6. penegakan diagnosis :
- anamnesis dan pemeriksaan fisik di dapatkan gejala
demam, gguan cerna, gguan kesadaran
- demam tifoid klinis : suspek demam tifoid didukung
dgn gambaran lab yg mnunjukkan tifoid
- dx banding : DBD, malaria, leptospirosis, ISK,
hepatitis A, sepsis,TB milie, endocarditis infektif,
demam rematik akut, abses dalam, demam yg
berhub dgn infeksi HIV
7. komplikasi : pd minggu ke2/ 3 demam, komplikasi
antra lain pendarahan, perforasi usus, sepsis,
ensefalopati, infeksi organ lain
- tifoid toksik(tifoid enselofati) : penderita dgn panas
tggi disertai dgn kekacauan mental hebat, kesadaran
menurun, mulai dr delirium sampai koma
- syok septik : tekanan darah urun,nadi halus dan
cepat, keringat dingin dan akral dingin
- pendarahan dan perforasi internal (peritonitis) :
hematochezia, pemeriksaan OBT, ditandai dgn gjala
akut abdomen dan peritonitis, pd photo polos
abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah
didapati gas bebas dlm rongga perut
- hepatitis tifosa : ikterus, hepatomegaly, kelainan tes
fungsi hati
- pankreatitis tifosa : pankreatitis akut dgn
peningkatan enzim lipase dan amylase,tanda ini
dbantu dgn USG/ CTscan
- pneumonia : dibantu dx nya dgn foto polos toraks
8. penatalaksanaan :
- terapi suportif : instirahat baring dan mengatur
tahapan mobilisasi , menjaga kecukupan asupan
cairan yg dpt diberikan oral/ parenteral , diet bergizi
seimbang konsistensi lunak cukup kalori dan
protein rendah serat , konsumsi obat2an secara
rutin dan tuntas, control dan monitor tanda vital
- terapi simptomatik utk turunkan demam dan
mengurangi keluhan GI
- terapi definitive dgn pemberian antibiotic, yg p1
adaah kloramfenikol, ampisilin atau
amoksisilim(aman utk penderit yg hamil) , atau
tripmetroprim-sulfometoxazole (kotrimoksazol)
- bila antibiotic tdk efektif dpt diganti dgn antibiotic
lain atau dipilih antibiotic lini kedua yaitu
seftriakson, sefiksim, kuinolon(tdk dianjurkan pd
anak <18thn krn ggu pertumbuhan tulang)

9. Antibiotik dan dosis penggunaan utk tifoid


a. kloramfenikol :
- dewasa : 4x500mg selama 10 hari , anak
100mg/kgBB/hr , oral/intravena dibagi 4 dosis
selama 10-14 hari
- tdk diberikan jk leukosit <2000/mm
b. seftriakson :
- dewasa 2-4gr/hari selama 3-5hari ; anak
80mg/kgBB/hr IM/IV dosis tunggal selama 5 hari
- cpt turunkan suhu,lama beri pendek dan cukup
aman bagi anak
c. ampisilin dan amoksiksilin :
- dewasa (1.5-2)gr/hr selama 7-10hr ; anak
:100mg/kgBB/hr per oral/IV dibagi 3 dosis selama
10hr
- aman,tdk mahal, biasa dikombinasi dgn
kloramfenikol
d. kotrimoksazole :
- dewasa 2x(160-800) selama 7-10 hr ; anak : 4-
6mg/kgBB/hr , peroral dibagi 2 dosis selama 10hr
e. sefiksim :
- anak 20mg/kgbb/hr per oral dibagi jd 2 dosis
selama 10hr
f. thiamfenikol : dewasa 4x500mg/hr ; anak
50mg/kgbb/hr selama 5-7hr bebas panas ,
dilaporkan cukup sensitive pd bbrp daerah

10. rencana tindak lanjut :


- follow up setiap hari jika di rs
- respon klinis trhdp antibiotic dinilai penggunaannya
setelah 1 mnggu

11. indikasi perawatan di rumah :


a. syarat utk pasien :
- gejala klinis ringan, tdk ada tanda komplikasi/
komorbid yg berbahaya
- kesadaran baik
- dpt minum dan makan dgn baik
- kel cukup ngerti cara2 merawat dan tanda bahay yg
muncul dr tifoid
b. persyaratan utk tenaga kesehatan :
- ada 1prawat n dry g brtggung jwb penuh trhdp
tatalaksana pasien
- dr konfirmasi penderita tdk punya tanda2 yg
menimbulkan komplikasi
- semua kgtn tatalaksana dpt di laksanakan d rmh
- dr/ perawat follow up pasien tiap hari
- dr/ perawat dpt komunikasi dgn lancer dgn kel
pasien sepanjang tata laksana
12. konseling dan edukasi :
- pengobatan dan perawatan yg hrs diketahui kel
pasien
- diet,jumlah cairan yg dibutuhkan
- tanda2 kegawatan hrs diberitahu pasien dank el spy
bsa d bawa k rs segera
13. pendekatan community oriented :
- perbaikan sanitasi ling
- peningkatan hygiene makanan dan minuman
- peningkatan hygiene perorangan
- pencegahan dgn imunisasi
14. kriteria rujukan :
- demam tifoid dgn keadaan umum yg berat
- tifoid dgn komplikasi
- tifoid dgn komorbid yg berat
- telah mendapat terapi selama 5 hari tp blm ada
perbaikan
15. peralatan : poliklinik set dan peralatan lab utk
melakukan pemeriksaan darah rutin dan serologi
16. prognosis : bonam, namun ad snationam dubia ad
bonam krn peyakit dpt trjadi berulang

HEPATITIS A

1. infeksi akut di liver yg disebabkan hepatitis A virus


2. keluhan :
- demam
- mata kuning
- lemah, letih lesu
- penurunan nafsu makan
- nyeri sendi dan otot
- mual dan muntah
- warna urine seperti the
- tinja seperti dempul
3. factor resiko :
- srg konsumsi makanan / minuman yg tdk terjaga
sanitasinya
- menggunakan alat makan dan minum dr penderita
hepatitis
4. pemeriksaan fisik :
- febris
- sklera ikterik
- hepatomegaly
- warna urin seperti teh
5. pemeriksaan penunjang :
- tes lab urin (bilirubin)
- darah : peningkatan bilirubin di darah, kadar SGOT n
SGPT > 2x nilai normal tertinggi dilakukan pd
fasilitas primer yg lbh lngkp
- IgM anti HAV
6. penegakan diagnosis :
- dx klinis : anamnesis , fisik, penunjang
7. dx banding : ikterus obstruktif, hep B n C akut, sirosis
hepatis
8. komplikasi : hep A fulminant , ensefalopati hepatikum ,
koagulopati
9. penatalaksanaan :
- asupan kalori dan cairan yg adekuat
- tirah baring
- pengobatan simptomatik :
a. demam : ibuprofen 2x400mg/hari
b. mual : antiemetic sprit metoklopramid
3x10mg/hr atau domperidon 3x10mg/hr
c. perut perih dan kembung H2 bloker (simetidin
3x200mg/hr atau ranitidine 2x150mg/hr) atau
PPI omeprazole 1x20mg/hr
10. rencana tindak lanjut : control secara berkala utk
menilai hasil pengobatan
11. konseling n edukasi :
- sanitasi n hygiene mampu penulara virus
- vaksinasi hepatitis A diberikan kpd org2 yg berisiko
tinggi terinfeksi
- kel ikut mnjga asupan kalori dan kalori yg adekuat
dan membatasi aktivitas fisik pasien selama fase
akut

12. peralatan :
- lab darah rutin, urin rutin ,pemeriksaan fungsi hati
13. prognosis : umumnya adalah bonam

HEPATITIS B
1. menyerang hati dr darah/ cairan tubuh org yg
terinfeksi
2. <6 bln = akut , >6bln = kronik , bias berkembang jd
sirosis hepatis dan kemudian hepatoma(10%)
3. keluhan :
- tdk ada gejala pd anak2 umumnya
- gejala muncul kalau org ud erinfeksi 6 mnggu antara
lain : gejala GI (malaise,mual,muntah , anoreksia) ,
gejala flu (batuk, fotofobia, sakit kepala, myalgia)
- gejala prodromal sprit di atas ilang jika sdh timbul
kuning tp keluhan anoreksia, malaise, lemah dpt
menetap
- ikterus didahului dgn urin bewarna gelap,
pruritus(biasanya ringan dan sementara) dapat
timbul ketika ikterus meningkat, pd saat menguning
biasa diikuti pembesaran hati yg di ikuti dan sakit
bila di tekan di perut bag kanan atas
4. factor resiko :
- mempunyai hub kelamin tdk aman dgn org yg udh
terinfeksi hep B
- pakai jarum suntik secara bergantiann terutama pd
penyalah gunaan obat suntik
- mnggunakan alat yg bias melukai bersama2 dgn
penderita hep b
- org yg bkerja pd tmpt2 yg terpapar dg drh manusia
- org yg prnh mendapat transfuse darah sblm d
lakukan pemilahan kpd donor
- penderita gagal ginjal yg menjalani hemodialysis
- anak yg di lahirkan oleh ibu yg menderita hep B
5. pemeriksaan fisik :
- konjungtiva ikterik
- pembesaran dan sedikit nyeri tekan pd hati
- splenomegaly dan limfadenopati pd 15-20%pasien
6. pemeriksaan penunjang :
- tes lab urin (bilirubin dlm urin)
- pemeriksaan darah : pningkatan kadar bilirubin dlm
darah, kadar SGOT n SGPT >2x nilai normal
tertinggi, dilakukan pd fasilitas primer yg lbh
lengkap
- HBsAg
7. penegakan dx :
- dx klinis : anamnesis, fisik, penunjang
- dx banding : perlemakan hati, penyakit hati krn
obat/ toksin, hep autoimun, hep alkoholik,obstruksi
akut traktus biliaris
- komplikasi : sirosis hepar, hepatoma
8. penatalaksanaan :
- asupan kalori dan cairan yg adekuat
- tirah baring
- pengobatan simptomatik
a. demam : ibuprofen 2x400mg/hr
b. mual : metoklopramid 3x10mg/hr atau
domperidon 3x10mg/hr
c. perut perih dan kembung : H2 bloker (simetidin
3x200mg/hr atau ranitidine 2x150mg/hr) atau
PPI (omeprazole 1x20mg/hr)
9. rencana tindak lanjut : control berkala utk nilai hasil
obat
10. kriteria rujukan :
- penegakan dx dgn pemeriksaan penunjang lab di
playanan ksehatan sekunder
- penderita hep B dgn keluhan ikterik yg menetap
disertai keluhan yg lain
11. konseling n edukasi :
- memberi edukasi pd kel spy pasien minum obat
teratur krn pngobatan jagka pjg
- pd fase akut, kel ikut menjaga asupan kalori dan
cairan yg adekuat dan batasi aktifitas fisik pasien
- pencegahan penularan pd anggota kel

12. peralatan : lab darah rutin, urin rutin,


pemeriksaan fungsi hati
13. prognosis : trgntung adanya komplikasi atau tdk
dan pengobatannya, prognosis pd hep B adalah dubia
utk functionam dan sanationam dubia ad malam
KOLESISTITIS
1. reaksi inflamasi akut/ kronis dinding kandung empedu,
penyebabnya adalah cairan empedu, infeksi kuman,
dan iskemia dinding kandung empedu.
2. Keluhan kolesistitis akut :
- demam
- kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium
dabteraihkan ke bawah angulus scapula dexter,
bahu kanan atau yg ke sisi kiri, kdg meniru nyeri
angina pectoris, berlansung 30 -60menit tanpa
peredaan, berbeda dgn spasme yg cuma berlansung
singkat pd kolik bilier
- serangan muncul setelah konsumsi makanan besar /
makanan berlemak di malam hari
- flatulens dan mual
3. keluhan kolesistitis kronik :
- gguan pencernaah menahun
- serangan berulang namun tdk mencolok
- mual, muntah dan tdk tahan makanan berlemak
- nyeri perut yg tdk jelas disertai dgn sendawa
4. factor resiko :
- wanita
- usia >40thn
- srg konsumsi makanan berlemak
- adanya riwayat kolesititis akut sebelumnya
5. pemeriksaan fisik :
- ikterik bila penyebab adanya batu di saluran
empedu ekstrahepatik
- teraba massa kandung empedu
- nyeri tekan disertai tanda2 peritonitis lokal, tanda
murphy positif
6. pemeriksaan penunjang : lab darah menunjukkan
leukositosis
7. diagnosis klinis : anamnesis, fisik, dan lab
8. banding : angina pectoris , apendisitis akut ,ulkus
peptikum perforasi, pankreatitis akut
9. komplikasi : gangrene/ empyema kandung
empedu,perforasi kandung empedu, peritonitis umum,
abses hepar
10. penatalaksanaan :
- tirah baring
- puasa
- pemasangan infus
- pemberian anti nyeri dan anti mual
- pemberian antibiotic :
a. golongan penisilin : ampisilin injeksi 500mg/6jam
dan amoksilin 500mg/8jam IV atau
b. sefalosporin : seftriakson 1gr/12jam , sefatoksim
1gr/8jam
c. metranidazol 500mg/8jam

11. konseling dan edukasi :


- kel diminta utk dukung pasien utk menjalani diet
rendah lemak dan turunkan BB
12. rencana tindak lanjut :
- pd pasien yg prnh mengalami serangan kolesistitis
akut dan kandung empedunya blm diangkat
kmudian mengurangi asupan lemak dan turunkan
BBnya harus dilihat apakah trjadi kolesistitis akut
berulang
- perlu dilihat ada tdknya indikasi utk dilakukan
pembedahan
13. kriteria rujukan : pasien yg terdx kolesistitis
dirujuk ke layanan sekunder (spe penyakit dalam),
sdgkn bila trdpt indikasi utk pembedahan pasien
dirujuk pula ke spesialis bedah
14. peralatan : lab utk pemeriksaan drh rutin
15. prognosis : umumnya dubia ad bonam, trgntung
komplikasi dan beratny penyakit

APENDISITIS AKUT :
1. radang yg timbul secara mendadak pd apendik
2. penyebab:
- obstruksi lumen
- erosi mukosa usus karena parasite entamoeba
hystolitica dan benda asing lainnya
3. anamnesis : keluhan :
- nyeri perut kanan bawah,mula2 epigastrium
kemudian menjlar ke mcburney, bila inflamasi
>6jam penderita dpt menunjukkan letak nyeri
karena bersifat somatic
- gejala klinis :
a. muntah
b. anoreksia, nausea dan vomitus yg timbul bbrp
jam setelahnya
c. dysuria
d. obstipasi sebelum dtgnya rasa nyeri dan bbrp
penderita mengalami diare
e. gejala lain adalah demam yg tdk trlalu tggi yitu
antara 37,5 – 38,5 ttp jika suhu lbh tinggi diduga
trjadi perforasi
f. lokasi anatomi appendix akan jelaskan keluhan
nyeri somatic, cth appendix pjg dgn ujung yg
mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan
sebabkan nyeri di daerah tsb, appendix retrosekal
akan sebabkan nyeri flank/ punggung, appendix
pelvikal akan sebabkan nyeri pd supra pubik dan
appendix retroileal bias sebabkan nyeri testikuler
mungkin karena iritasi pada arteri spermatika
dan ureter
4. pemeriksaan fisik :
a. inspeksi :
- penderita berjalan membungkuk sambil memegang
perutny yg sakit
- kembung bila trjadi perforasi
- penonjolan perut kanan bawah terlihat pd
appendicular abses
c. palpasi :
- trdapat nyeri tekan mc burney
- adany rebound tenderness
- adanya defans muscular
- rovsing sign positif
- psoas sign positif
- obturator sign positif
d. perkusi :
- nyeri ketok (+)
e. auskultasi : peristaltic normal,
f. colok dubur : nyeri tekan pd jam 9-12
g. tanda peritonitis umum (perforasi) :
- nyeri seluruh abdomen
- pekak hati ilang
- bising usus ilang

5. apendiks yg mengalami gangrene atau perforasi lebih


sering trjadi dgn gejala2 brikut :
- gejala progresif dgn durasi lebih dr 36 jam
- demam tinggi lebih dari 38,5C
- leukositosis (AL >14000)
- dehidrasi dan asidosis
- distensi
- menghilang bising usus
- nyeri tekan kuadran kanan bawah
- rebound tenderness sign
- rovsing sign
- nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
6. pemeriksaan penunjang :
- DPL
A. AKUT = 70-90% LEUKOSIT + NEUTROFIL
MENINGKAT
B. Pd anak ditemukan leukositosis 11000-
14000/mm dgn pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran ke kiri sampai 75 %
C. Jika jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm maka
umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis
D. Pemeriksaan urinalisa dpt digunakan sbg
konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi
yg sebabkan nyeri abdomen
E. Pengukuran HCG bila dicurigai kehamilan ektopik
pd wanita usia subur
- foto polos abdomen :
a. pd apendisitis akut,pemeriksaan foto polos
abdomen tdk bntu
b. pd peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat
maka usus pd bag kanan bawah akan kolaps
c. dinding usus edematosa,akan tampak pd daerah
kanan bawah abdomen kosong dr udara
d. gambaran udara seakan2 terdorong ke pihak lain
e. proses peradangan pd fossa iliaka kanan akan
sebabkan kontraksi otot sehingga timbul scoliosis
ke kanan
f. bila trjadi perforasi maka foto abdomen tegak
akan tampak udara bebas di bawah diafragma
g. foto polos abdomen supine pd abses appendik
kdg2 memberi pola bercak udara dan air fluid
level pd posisi berdiri
7. diagnosis klinis : riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik
8. diagnosis banding :
- kolesititis akut
- divertikel mackelli
- enteritis regional
- pankreatitis
- batu ureter
- cystitis
- kehamilan ektopik terganggu (KET)
- salpingitis akut

9. penatalaksanaan :
- akut ke layanan sekunder utk operasi cito
- gi primer : bed rest posisi fowler (anti
trandelenburg)
- pasien dgn dugaan apendisitis sebaiknya tdk
diberikan apapun dr mulut
- penderita perlu cairan IV utk koreksi dehidrasi
- pipa nasogastric dipasang utk kosongkan lambung
agar mengurangi distensi abdomen dan cegah
muntah
10. komplikasi :
- perforasi apendiks
- peritonitis umum
- sepsis

11. kriteria rujukan : yg sdh di diagnosis di rujuk utk


operasi cito
12. peralatan : lab utk DPL
13. prognosis : bonam umumnya tp trgntung kondisi
dan tatalaksana pasien

PERITONITIS
1. inflamasi dari peritoneum
2. keluhan :
- nyeri hebat pada abdomen yg dirasakan terus
menerus selama bbrp jam ,dpt hanya di satu tempat
ataupun tersebar di seluruh abdomen, intesitas
nyeri semakin kuat saat penderita bergerak seperti
jalan, bernafas, batuk atau mengejam
- bila telah terjadi peritonitis bacterial, suhu badan
penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi, dan penderita tampak letargik dan syok
- mual dan muntah timbul akibat adanya kelainan
patologis organ visera atau akibat iritasi peritoneum
- kesulitan bernafas disebabkan cairan dalam
abdomen yg dpt mendorong diafragma

3. pemeriksaan fisik :
- pasien yg letargik dan kesakitan
- dapat ditemukan demam
- distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri
lepas abdomen
- defans muscular
- hipertimpani pada perkusi abdomen
- pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma
- bising usus menurun atau menghilang
- rigiditas abdomen atau srg disebut perut papan
- pada colok dubur akan terasa nyeri di semua arah
dgn tonus muskulus sfingter ani menurun dan
ampula rekti berisi udara
4. pemeriksaan penunjang :
- tdk di lakukan di layanan primer
5. penegakan diagnosis : dx klinis : anamnesis dan
pemeriksaan fisik
6. dx banding : -
7. komplikasi : septicemia , syok
8. penatalaksanaan :
- stlh penegakan dx dan penatalaksanaan awal,harus
di rujuk, penatalaksanaan awal sbg brikut :
- memperbaiki keadaan umum pasien
- pasien puasa
- dekompresi saluran cerna dgn pipa nasogastric atau
intestinal
- penggantian cairan dan elektrolit yg hilang yg di
lakukan secara IV
- pemberian antibiotik spectrum luas IV
- tindakan2 hilangkan nyeri dihindari utk tdk
menyamarkan gejala
9. kriteria rujukan : rujuk k layanan sekunder yg punya
dr spesialis bedah
10. peralatan : nasogastric tube
11. prognosis : dubia ad malam

PAROTITIS :
1. peradangan pada kalenjar parotis
2. dpt disebabkan infeksi bakteri,virus atau kelainan
autoimun
3. keluhan : parotitis Mumps :
- pembengkakan pada area di depan telinga hingga
rahang bawah
- bengkak berlansung tiba2
- rasa nyeri pada area yg bengkak
- onset akut ,biasanya <7hari
- gejala konstitusional : malaise,anoreksia, demam
- biasanya bilateral , namun dapat pula unilateral
4. keluhan : parotitis bacterial akut :
- pembengkakan pada area dpn telinga hingga rahang
bawah
- bengkak berlansung progresif
- onset akut <7 hari
- demam
- rasa nyeri saat ngunyah
5. parotitis HIV :
- pembengkakan pd area di dpn telingah hingga
rahang bawah
- tdk disertai rasa nyeri
- dapat bersifat asimtomatik
6. parotitis tb :
- pembengkakan pada area di depan telinga hingga
rahang bawah, onset kronik, ttdk di sertai nyeri,
disertai gejala TB lainnya
7. parotitis autoimun :
- pembengkakan pd area di depan telinga hingga
rahang bawah
- onset kronik atau rekurens
- tdk disertai nyeri
- dpt uni ato bilateral
- gejala sjogren syndrome misalnya mulut kering,
mata kering
- penyebab parotitis lain telah disingkirkan
8. factor resiko :
- anak berusia 2-12 thn merupakan kelompok
tersering menderita parotitis mumps
- belum di imunisasi MMR
- pada kasus parotitis mumps terdapat riwayat
adanya penderita yg sama sebelumnya di sekitar
pasien
- kondisi imunodefisiensi

9. pemeriksaan fisik :
- keadaan umum bervariasi dr tampak sakit ringan
hingga berat
- suhu meningkat pd kasus parotitis infeksi
- pada area preaurikuler terdapat :
a. edema
b. eritema
c. nyeri tekan (tdk ada pd hiv,tb dan autoimun)
- pada kasus parotitis bacterial akut, bila di lakukan
masase kalenjar parotis dari arah pst ke ante
Nampak saliva purulent keluar dr duktur parotis
10. pemeriksaan penunjang :
- tdk di perlukan , tp bias utk tau etiologi pd parotitis
bacterial/ akibat penyakit sistemik trtntu missal HIV
11. diagnosis klinis : anamnesis dan pemeriksaan
fisik
12. komplikasi :
- parotitis mumps dapat menimbulkan komplikasi
berupa : epididymitis,orkitis, atau atrofi testis (pd
laki2) , oovaritis (pd perempuan), ketulian ,
miokarditis , tiroiditis , pankreatitis, ensefalitis,
neuritis
- kerusakan permanen kalenjar parotis menyebabkan
gguan fungsi sekresi saliva dan selanjutnya
meningktkan risiko terjadinya infeksi dan karies gigi
- parotitis autoimun berhub dgn peningkatan insiden
limfoma

13. penatalaksanaa :
A. parotitis mumps :
a. nonmedikamentosa :
- pasien istirahat
- hidrasi yang cukup
- asupan nutrisi yang cukup
b. medikamentosa : antipiretik , analgetik
B. parotitis bacterial akut : non medika mentosa kaya
mumps, medikamentosa : Antibiotik ,
simtomatik(antipiretik,analgetik)
C. parotitis akibat sistemik

14. konseling dan edukasi :


a. penjelasan mengenai diagnosis , penyebab dan
rencana tartalaksana
b. penjelasan mengenai pentingnya menjaga hidrasi
dan hygiene oral
c. masyarakat perl dpt info mengenai pentingnya
imunisasi MMR utk cegah epidemic parotitis mumps
15. riteria rujukan :
a. parotitis dgn komplikasi
b. parotitis akibat kelainan sistemik sperti HIV, TB dan
sjogren syndrome
16. prognosis :
- ad vitam : bonam
- ad functionam : bonam
- ad sanationam : bonam

17. peralatan : thermometer, kaca mulut

ARKARIASIS :
1. penyakit yg disebabkan oleh infestasi parasite arcaris
lumbricoides
2. keluhan : nafsu makan menurun, perut membuncit,
lemah , pucat, BB menurun, mual, muntah
3. gejala klinis : yg umum adalah : rasa tdk enak di perut,
kolik akut pada epigastrium , gguan selera makan,
mencret
4. factor resiko :
- kebiasaan tdk cuci tangan
- kurangnya penggunaan jamban
- kebiasaan menggunakan tinja sbg pupuk
- kebiasaan tdk tutup makanan sehingga di hinggapi
lalat yg bawa telur cacing
5. pemeriksaan fisik
- pemeriksaan tanda vital
- generalis tubuh : konjungtiva anemis, trdpt tanda
malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi
6. pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja, adanya
telur dlm tinja
7. diagnosis klinis : anamnesis, fisik dan di temukannya
larva dlm tinja
8. diagnosis banding : jenis cacingan lainnya
9. komplikasi : anemia defisiensi besi
10. penatalaksanaan :
a. memberi pengethuan kepada masyarakat akan
pentingnya kebersihan diri dan lingkungan
b. farmakologis :
- pirantel pamoat 10mg/kgBB/hr dosis tunggal atau
- mebendazol dosis 100mg 2x/hr selama 3 hari
- albendazole pada aak di atas 2 tahun dapat
diberikan 2 tablet(4000mg) atau 2ml, tdk blh pada
ibu hamil
11. peralatan : lab utk periksa tinja
12. prognosis : bonam

MATA KERING
Mata kering/ dry eyes
1. keluhan :
- pasien dtg dgn keluhan mata gatal dan seperti
berpasir
- disertai sensasi terbakar, merah, perih dan silau
- gejala makin berat pd sore/ malam hari
2. factor resiko :
- usia > 40 thn
- menopause
- penyakit sistemik
- penggunaan lensa kontak
- penggunaan komp pd waktu yg lama
3. pemeriksaan fisik :
- visus normal
- terdapat foamy tears pd konjungtiva forniks
- penilaian air mata dgn tes schemer menunjukkan
hasil <10mm (nilai normal >20mm)
4. diagnosis klinis :
- anamnesis dan pemeriksaan fisik
- tes schemer
5. komplikasi :
- keratitis
- penipisan kornea
- infeksi sekunder oleh bakteri
- neovaskularisasi kornea
6. penatalaksanaan :
- pemberian air mata buatan yaitu tetes mata
karbosimetilselulosa atau sodium hialuronat
7. pemeriksaan lanjutan : -
8. konseling : mata kering keadaan mata menahun dan
pemulihan total sukar terjadi, kecuali pd kasus ringan ,
saat perubahan epitel pd kornea and konjungtiva
masih reversible
9. rujukan : ke spesialis mata jika keluhan tdk berkurang
setelah terapi atau ada komplikasi
10. peralatan : lup, strip schemer
11. prognosis : bonam

BUTA SENJA :
1. nyctalopia, hemarolopia
2. penyebabnya adalah defisiensi vitamin A dan refinitis
pigmentosa
3. keluhan : penglihatan menurun pd malam hari/
keadaan gelap , sulit beradaptasi d cahaya yg redup , pd
def vit A buta senja merupakan keluhan awal
4. pemeriksaan fisik :
- dpt ditemukan tanda def vit A sperti kekeringan
konjungtiva bilateral
- becak bitot pd konjungtiva
- xerosis kornea
- kulit tampak xerosis dan bersisik
- nekrosis kornea difus atau keratomalasia
5. dx klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik
6. penatalaksanaan :
- def vit A diberikan vit A dosis tinggi
- lubrikasi kornea
- pencegahan terhadap infeksi sekunder dgn tetes
mata antibiotic
7. peralatan : lup dan oftalmoskop
8. functionam dubia ad bonam, vitam ad sanasionam
bonam

HORDEOLUM
1. peradangan supuratif kalenjar kelopak mata biasanya
merupakan infeksi staphylococcus pd kalenjar sebasea
kelopak, ada eksternum (pd moll dan zeiss) dan
internum(meibom dlm tarsus)
2. keluhan : kelopak sakit dan bengkak dan rasa sakit,
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan,tdk Nyman
dan sensasi terbakar pd kelopak mata
3. pemeriksaan fisik oftalmologis : mata bengkak, merah,
nyeri pd perabaan, nanah dapat keluar dr pangkal
rambut apabila sdh trjadi abses dapat timbul undulasi
4. dx klinis : anamnesis dan fisik
5. dx banding : sellulitis preseptal, kalazion , granuloma
piogenik
6. komplikasi : sellulitis palpebral, abses palpebral
7. penatalaksanan :
- mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15
menit setiap kalinya utk membantu drainase ,
tindakan dilakukan dgn mata tertutup
- kelopak mata di bersihkan dgn air bersih ataupun
dgn sabun atau sampo yg tdk timbulkan iritasi
seperti sabun bayi
- jangan menekan atau menusuk hordeolum
- hindari pemakaian make up pd mata karena
kemungkinan hal itu jd penyebab infeksi
- jgn memakai lensa kontak krn dpt menyebabkan
infeksi ke kornea
- pemberian terapi tropical dgn oxytetetrasikilin salep
mata atau kloramfenikol salep mata setiap 8 jam,
apa bila menggunakan kloramfenikol tetes mata
sebanyak 1 tetes tiap 2 jam
- pemberian terap oral sistemik dgn eritromisin
500mg pd dewasa dan anak sesuai dgn BB atau
dikloksasilin 4x sehari selama 3 hari
8. konseling : penyakit dapat berulang shingga prlu di
beri tahu pd pasien dank el utk jaga lingkungan dan
hygiene
9. rencana tindak lanjut : bila pengobatan konservatif tdk
berespon dgn baik maka prosedur pembedahan
mungkin diperlukan utk drainage pd hordeolum
10. rujukan :
- bila tdk memberikan respon dgn pengobatan
konservatif
- hordeolum berulang
11. peralatan : peralatan bedah minor
12. prognosis :
- ad vitam : bonam
- ad functionam : bonam
- ad sanationam : bonam

KONJUNGTIVITIS
1. masala kesehatan : radang konjungtiva yg dapat
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri) ,
iritasi atau realsi alergi
2. keluhan : pasien dtg dng mata bengkak, merah. Gatal,
mengganjal , berair, kdg disertai secret, keluhan tdk
disertai penurunan tajam penglihatan
3. factor resiko :
- daya tahan tubuh yg menurun
- adanya riwayat atopi
- penggunaan kontak lens dengan perawata yang
tidak baik
- hygiene personal yg buruk
4. pemeriksaan fisik :
- visus normal
- injeksi kongjungtival
- dapat disertai edema kelopak kemosis
- eksudasi : eksudat dpt serous, mukopurulen atau
purulent tergantung penyebab
- pada kongjungtiva tarsal dpt ditemukan folikel, papil
atau papil raksasa flikten , membrane , atau
pseudomembrane

5. pemeriksaan penunjang (bila diperlukan) :


- sediaan swab kongjungtiva dgn pewarnaan gram
atau giemsa
- pemeriksaan secret dengan pewarnaan biru metilen
pada kasus kongjungtivitis gonore
6. dx klinis :
- anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. klasifikasi kongjungtivitis :
- bacterial : kongjungtiva hipermis, secret purulent
- viral : hipermis, secret umumnya mukoserosa dan
pembesaran kalenjar preaurikular
- alergi : hipermis, riwayat atopi dan alergi dan gatal
8. komplikasi : keratokonjungtivitis
9. penatalaksanaan : pemberian obat mata topikal
- pd infeksi bakteri : kloramfenikol tetes sebanyak 1
tetes 6x sehari atau salep mata 3x selama 3 hari
- alergi : flumetolon tetes mata 2x sehari selama 2
mnggu
- kongjungtivitis gonore : kloramfenikol, tetes mta
0,5-1 % sebanyak 1 tetes setiap jam dan suntikan pd
bayi diberikan 50.000 U/ kgBB tiap hari
- viral : salep acyclovir 3% 5x sehari selama 10 hari
10. penunjang :
11. konseling dan edukasi :
- kongjungtivitis mudah menular karena itu sebelum
dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat,
penderita harus mencuci tangannya bersih2
- jangan gunakan handuk atau lap bersama2 dgn
penghuni rumah lainnya
- menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
12. kriteria rujukan :
- jika terjadi komplikasi pada kornea
- bila tdk ada respon perbaikan terhadap pengobatan
yg diberikan
13. lup , lab utk periksa gram
14. bonam

OTITIS EKSTERNA :
1. radang pada telinga luar
2. komplikasi otitis eksterna :
- OE akut :
a. OE akut difus
b. OE akut sirkumskripta yaitu infeksi folikel rambut
yg menimbulkan furunkel di liang telinga luar
c. OE kronik
d. OE ekzematoid : yg merupakan manifestasi dari
kelainan dermatologis seperti dermatitis atopic,
psoriasis atau SLE
e. OE nekrotikans
3. pemeriksaan fisik :
a. nyeri tekan pada fragus
b. nyeri tarik daun telinga
c. otoskopi :
- OE akut difus : liang telinga luar sempit, kulit ilang
telinga luar hipermis dan edem dengan batas yg
tidak jelas da dapat ditemukan secret minimal
- OE akut sirkumskripta : furunkel pada liang telinga
luar
d. tes garputala : normal / tuli konduktif

4. dx klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik


5. dx banding : perikondritis yg berulang, kondritis,
otomikosis
6. komplikasi : pengobatan tdk adekuat, dpt timbul abses,
infeksi kronik liang telinga, jaringan parut, stenosis
liang telinga
7. penatalaksanaan :
- topical :
a. larutan antiseptic povidon iodine
b. OE akut sirkumskripta pada stadium infiltrate :
A. salep ikhtiol
B. salep antibiotic : polymixin-B , basitrasin
c. OE akut difus : tampon yg telah diberi campuran
polimyxin-B , neomycin , hydrocortisone , anestesi
topical
- sistemik :
a. antibiotic sistemik jika sudah cukup berat
b. analgetik : paracetamol atau ibuprofen dpt
diberikan

8. konseling :
a. tdk mengorek telinga baik dgn cotton bud atau alat
lainnya
b. selama pengobatan pasien tidak boleh berenang
c. penyakit dapat berulang sehingga harus menjaga
liang telinga agar kering dan tidak lembab

9. kriteria rujukan :
a. otitis eksterna dgn komplikasi
b. otitis eksterna malignaa
10. peralatan : lampu kepala, corong telinga, aplikator
kapas, otoskop
11. bonam

OTITIS MEDIA AKUT


1. peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel2
mastoid yg terjadi dalam waktu kurang dr 3 minggu
2. anamnesis :
- stadium oklusi tuba : telinga terasa penuh atau
nyeri, pendengaran berkurang
- stadium hiperemis : nyeri teinga makin intens,
demam , rewel, gelisah, muntah, afsu makan ilang,
anak biasanya sering memegang telinga yg nyeri
- stadium supurasi : sama seperti stadium hiperemis
- stadium resolusi : setelah secret keluar, intensitas
keluhan berkurang
3. factor resiko : bayi dan anak, ispa berulang, menyusu
dari botol dalam posisi terlentang , kelainan kongenital,
paparan asap rokok, alergi, sosio ekonomi di bawah
rata2
4. pemeriksaan fisik :suhu dpt meningkat, otoskopi, tes
penala(dpt ditemukan tuli konduktif yaitu tes rinne(-)
dan tes schwabach memendek pd telinga yg sakit, tes
weber trjadi lateralisasi ke telinga yg sakit)
5. pemeriksaan penunjang : audiometri nada murni
6. dx klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. dx banding : otitis media serosa akut, otitis eksterna
8. komplikasi : intratemporal(labirinitis, paresis nervus
fasialis, petrositis hidrosefalus otik)
ekstratemporal/intracranial ( abses subperiosteal,
abses epidural, abses perisinus, abses subdural, abese
otak, meningitis, thrombosis sinus lateral, sereberitis)
9. penatalaksanaan : medikamentosa :
- topical :
A. pada stadium oklusi tuba terapi bertujuan
membuka kembali tuba eustachius,obat yg d
berikan :
a. tetrakain-HCl 2% sebanyak 1-2 tetes pd mata
yg terkena benda asing
b. gunakan kaca pembesar(lup) utk pngnktn bnda
asing
c. angkt bnda asing dgn lidi kapas atau jrum
suntik ukuran 23G
d. arahpengambilan benda asing dr tengah ke tepi
e. oleskan lidi kapas yg dibubuhkan povidon
iodine tp tmpt bekas benda asing
B. pada stadium perforasi diberikan obat cuci
telinga :
a. H2O2 3% 3x sehari, 4 tetes di telinga yg sakit
didiamkan selama 2-5 menit
b. Asam asetat 2% 3 kali sehari 4 tetes di telinga
yg sakit
c. Ofloxacin : 2x sehari 5-10 tetes di telinga yg
sakit selama maks 2 mnggu
C. pada oral sistemik : Abs, antihistamin,
dekongestan,analgetik/ antipiretik
10. konseling : bayi : di anjurkan beri ASI minimal 6
bln sampai 2thn ; hindarkan bayi/anak dr paparan
asap rokok
11. pencegahan : imunisasi Hib dan PCV perlu di
lengkapi
12. amoxicillin 3x500mg/ hari selama 10-
14hr(dewasa) ; 25-50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
perhari (anak2)
13. trimethoprim,sulfametoksazol : 2x160mg
TMP/hari(dewasa) ; 8-20mg TMP /kgBB/hrdibagi 2
dosis perhari(anak22)
14. amoxicillin – asam clavulanat :
3x500mg/hr(dewasa) ; 25-50mg/kgBB/hr dibagi 3
dosis perhari
15. erythromycin : 4x500mg/ hari (dewasa) ; 25-
50mg/kgBB/hr di bagi 4 dosis/ hr (anak2)
16. rujukan : jika terdapat indikasi miringotomi , bila
terjadi komplikasi dr otitis media akut
17. peralatan : lampu kepala,corong telinga, otoskop,
aplikator kapas, garputala, suction
18. bonam

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


1. peradangan kronik telinga tengah dgn perforasi
membrane timpani dan riwayat keluarnya secret dr
telinga lebih dr 2 bln, terus menerus maupun hilang
timbul
2. keluhan :
- keluar cairan dr liang telinga secara terus menerus
atau hilang timbul lebih dr 2 bln
- riwayat pernah keluar cairan dr liang telinga
sebelumnya
- caran dpt bewarna kuning / kuning kehijauan/
bercampur darah/ jernih/ berbau
- gguan pendengaran
3. factor resiko :higienitas kurang dan gizi buruk , ispa
berulang, daya tahan tubuh yg rendah dan penyelam
4. pemeriksaan fisik :
- otoskopi : OMSK tipe aman (tubotimpani) :
a. perforasi pd sentral/ pars tersa berbentuk ginjal/
bunder
b. secret biasanya mukoid/ tdk berbau
c. mukosa kavum timpani tampak
edema,hipertrofi,granulasi, atau timpanosklerosis
- OMSK tipe bahaya
a. perforasi atik, marginal atau senter besar
b. secret sangat berbau, berbau kuning abu2,
purulent dan dapat terlihat kepingan bewarna
putih mengkilat
c. kolesteatoma
5. penunjang :
- tes garputala rinne, weber, schwabach menunjukkan
jenis ketulian yg di alami pasien
- audiometri nada murni
- foto mastoid
6. dx klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik
7. komplikasi : intratemporal, intracranial
8. non medikamentosa : bersihkan dan keringkan saluran
telinga dgn kapas lidi atau cotton bud , obat cuci telinga
berupa NaCl 0.9% asam asetat 2% atau hydrogen
peroksida 3%
9. medikamentosa :
- antibiotic topical golongan ofloxacin 2x4 tetes di
telinga yg sakit
- antibiotic oral : dewasa ( amox 3 x 500 mg perhari
selama 7 hari atau amox, asam clavulanat 3x500 mg
perhr selama 7 hari , ciprofloxacin 2x500mg selama
7 hari ) lini kedua levofloxacin 1x500mg perr selama
7 hr, cefadroxil 2x500-100mg perhari selama 7 hari
- anak : amoxicillin- asam clavulanat 25-
50mg/kgbb/hr dibagi jd 3 dosis atau cefadroxil 25-
50mg/kgbb/hr dibagi 2 dosis perhari
10. tindak lanjut : respon terapi selama 7 hari
11. konseling :
- jaga kebersihan telinga dan tdk mengorek2 telinga
dgn benda tajam
- menjaga agar telinga gk kemasukan air
- menjelaskan bahwa penyakit ini merupakan
penyakit infeksi sehingga dgn penanganan yg tepat
dpt disembuhkan tetapi bila dibiarkan dpt
mengakibatkan hilangnya pendengaran dan
komplikasi lainnya
12. rujukan :
- OMSK tipe bahaya
-

Anda mungkin juga menyukai