Anda di halaman 1dari 30

SUSU SOCA BLOK 7.

3
INFECTIOUS DISEASES & TROPICAL MEDICINE
SELASA, 3 NOVEMBER 2020
2 KASUS
Z
Note : Jangan Lupa Belajar SKDI 4A yang lain ya

KERTAS INI TIDAK BOLEH TERTINGGAL/DITINGGAL DI RUANG KARANTINA!!!!!


KASUS SOCA

1|Copyright © SOCA Team Limfos17


1. Diagnosis Kerja & Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja : Probable Leptospirosis Berat (Kriteria WHO SEARO 2009) / Presumtif
Leptospirosis Belum Terkonfirmasi (Kriteria Faine)
Diagnosis Banding : Demam Tifoid, Malaria Vivax, Malaria Falciparum, Dengue Fever,
Dengue Hemorrhagic Fever

2|Copyright © SOCA Team Limfos17


2. Etiologi dan ciri
• Leptospirosis disebabkan spesies patogenik dari genus Leptospira, suatu bakteri
spirochaeta aerob obligat.
• Leptospira sangat motil, berukuran 0,25 x 6,25 µm.
• Leptospira bersarang di tubulus ginjal pejamu mamalia dan keluar di urin.
• Bakteri ini bertahan hidup selama berhari-hari atau berminggu-minggu pada kondisi
hangat, lembap, dan sedikit alkali, terutama di air segar yang tenang atau mengalir
lambat pada suhu sedang di musim panas serta di tanah yang lembap dan air di daerah
tropik, terutama pada musim hujan.

3. Dasar Diagnosis
Anamnesis :
RPS
 Nyeri perut

3|Copyright © SOCA Team Limfos17


 Demam 5 hari, sangat tinggi hingga menggigil
 Minum obat turun panas namun demam turun sementara dan naik lagi beberapa jam
kemudian
RPD
 2 hari yang lalu keluhan batuk berdahak, nyeri kepala, leher kaku, mual dan pegal-pegal
 Nyeri perut, diare, ruam kulit dan fotofobia disangkal
 Malam hari setelah periksa mengeluhkan fotofobia, diare cair tanpa darah, muntah beru
 Wajah dan bola mata menguning disertai perut nyeri hingga memberat
RsosEk
 2 minggu yang lalu mennguras kolam ikan
 Luka kulit, menelan air, kontak dengan orang sakit, konsumsi makanan mentah, gigitan
hewan disangkal
PF :
KU : tampak kesakitan
TTV suhu 40,2 oC
Mata : injeksi konjungtiva (+/+), sklera ikterik (+/+)
Abdomen : bising usus meningkat, nyeri tekan hipokondriaka dekstra dan epigastrik
Ekstremitas : arthralgia (+) pada articulatio coxae, articulatio genue dan ankle,
gastrocknemius pain (+)
PP :
Hematologi rutin Kimia Klinik
Hb 12,4 (menurun) ALT 184 (meningkat)
Ht 37% (menurun) AST 144 (meningkat)
Leukosit 18.000 (meningkat) Bilirubin total 13 (meningkat)
Trombosit 42.000 (menurun) Bilirubin direk 9,9 (meningkat)
Diff count Bilirubin indirek 3,1 (meningkat)
Eosinofil 0% (menurun) Urinalisis
Neutrofil batang 2% (menurun) Warna kuning kecoklatan
Neutrofil segmen 81% (meningkat) Kejernihan keruh
Limfosit 10% (menurun) Bilirubin ++
Serologis Bakteri (+1)
IgM Anti Leptospira +

4|Copyright © SOCA Team Limfos17


KRITERIA FAINE

Berdasarkan kriteria Faine yang dimodifikasi, diagnosis presumtif leptospirosis dapat


ditegakkan jika:
(i) Skor bagian A atau bagian A + bagian B = 26 atau lebih; atau
(ii) Skor bagian A + bagian B + bagian C = 25 atau lebih.
Skor antara 20 dan 25 menunjukkan kemungkinan diagnosis leptospirosis tetapi belum
terkonfirmasi.

Pada Kasus :
Bagian A : sakit kepala, demam, suhu >39, injeksi konjungtiva bilateral, mialgia otot betis,
ikterus = 2 + 2 + 2 + 4 + 4 + 1 = 15
Bagian B : riwayat menguras kolam (lingkungan terkontaminasi) = 4
Bagian C : IgM anti leptospira + = 15
Skor A + B + C = 15 + 4 + 15 = 34 (Presumtif Leptospirosis)
KRITERIA WHO SEARO

Pada kasus
Sakit kepala, demam, suhu >38,5, injeksi konjungtiva bilateral, mialgia otot betis, riwayat
menguras kolam (lingkungan terkontaminasi), IgM anti leptospira +
Sehingga diagnosis bisa probable leptospirosis

4. Patofisiologi Leptospira

1|Copyright © SOCA Team Limfos17


5. Penatalaksanaan Farmakologi dan Pencegahan
Farmakologi
ANTIBIOTIK

TERAPI SUPORTIF
• Pada leptospirosis sedang berat, terapi suportif dengan perhatian pada keseimbangan
cairan dan elektrolit serta fungsi paru dan jantung sangat penting.
• Pasien yang menderita gagal ginjal diterapi dengan hemodialisis atau hemodiafiltrasi
jika tersedia.

2|Copyright © SOCA Team Limfos17


• Transfusi darah dan produk darah mungkin diperlukan pada perdarahan berat.
Transfusi trombosit dini dianjurkan jika trombosit kurang dari 50 ribu / mm3 atau pada
turun bermakna dalam waktu singkat.
• Perdarahan paru sering membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik segera.
• Pasien SPHS memiliki bukti fisiologis dan patologis untuk ARDS, sehingga ventilasi
dengan volume tidal rendah dan post-expiratory end pressure tinggi.
• Dukungan pernapasan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat
sangat penting karena pada kasus tidak fatal fungsi paru dapat sembuh sempurna.
• Penggunaan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan, beberapa studi
menunjukkan manfaat jika diberikan pada awal ARDS.
• Metilprednisolon diberikan dalam 12 jam pertama awitan keterlibatan paru dengan
dosis 1 g iv/hari selama 3 hari dilanjutkan prednisolon oral 1 mg/kgBB/hari selama 7
hari.
• Plasmaferesis dosis rendah (25 mL/kg) juga bermanfaat pada perdarahan paru ringan.
Dua siklus plasmaferesis berjarak 24 jam disertai siklofosfamid 20 mg/ kg setelah
siklus pertama plasmaferesis dapat meningkatkan ketahanan hidup.

Pencegahan
• Pencegahan infeksi menggunakan doksisiklin 200 mg 1 kali seminggu dapat
bermanfaat pada orang berisiko tinggi untuk periode singkat, misalnya anggota militer
dan pekerja agrikultur tertentu.
• Antibiotik dimulai 1 sampai 2 hari sebelum paparan dan dilanjutkan selama periode
paparan.
• Infeksi leptospira hanya memberikan imunitas spesifik serovar, sehingga dapat terjadi
infeksi berikutnya oleh serovar berbeda.
• Leptospirosis di daerah tropik sulit dicegah karena banyaknya hewan reservoir yang
tidak mungkin dieliminasi.
• Banyaknya serovar menyebabkan vaksin spesifik serovar kurang bermanfaat. Pada
kondisi ini, cara paling efektif adalah menyediakan sanitasi yang layak di komunitas
daerah kumuh perkotaan.
• Pada orang yang sudah terpapar dengan leptospira, masih dapat diberikan terapi
profilaksis pasca-paparan; digunakan doksisiklin disesuaikan berdasarkan risiko
individu (Gambar 4).

3|Copyright © SOCA Team Limfos17


4|Copyright © SOCA Team Limfos17


KASUS SOCA SUSULAN

5|Copyright © SOCA Team Limfos17


1. Diagnosis Kerja
Varicella et causa Varicella Zoster
2. Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV)
Subfamili: Alphaherpesvirinae
Famili: Herpesviridae
 Varicella-zoster virus (VZV) salah satu dari 7 virus herpes manusia
 bulat / spherical

6|Copyright © SOCA Team Limfos17


 ukuran 120 - 300 nm
 kapsul terdiri dari lipid dan glikoprotei

3. Dasar Diagnosis
Anamnesis
RPS
 Demam tinggi 2 hari terakhir
 Kulit merah-merah di seluruh badan
 Awal muncul bercak kemerahan  bintil kecil dan lenting berisi cairan jernih, gatal
dan nyeri
 Kemerahan muncul mulai dari dada dan punggung kemudian menyebar ke kulit wajah,
kedua lengan dan kedua tungkai
RPD
 Demam dan batuk pilek
 Pernah menderita penyakit seupa 10 hari yang lalu
RSosEk
 Vaksinasi saat anak-anak (imunisasi wajib)
PF :
KU : tampak sakit ringan
TTV : TD 130/80 (sedikit meningkat), takikardi, takipneu, suhu 38 (meningkat)
Ekstremitas : vesikel +, papul + eritematosa
Distribusi : generalisata
Lokasi : truncus, facies dan ekstremitas
PP :
Efloresensi : polimorfik, lesi makula, papul dan vesikel eritematosa. Vesikel berdinding
tipis seperti tetesan air, ukuran milier sampai dengan lentikuler. Terdapat krusta
kehitaman di beberapa bagian ekstremitas
Tzanck Smear : ditemukan sel datia berinti banyak dan sel akantolitik (Tzanck +)
Note : awalnya curiga antara Varicella atau Herpes Zoster karena pasien sudah pernah
vaksinasi saat kecil, kemeerahan dimulai dari dada dan punggung dan pernah mengalami
hal yang serupa 10 hari yang lalu, namun ketika dilihat dari hasil anamnesis, PF dan PP
lebih mengarah ke Varicella karena pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri terbakar sesuai
dermatom kulit

7|Copyright © SOCA Team Limfos17


4. Patogenesis

8|Copyright © SOCA Team Limfos17


5. Penatalaksanaan Medikamentosa dan Non medikamentosa
Medikamentosa
Topikal
 Bedak yang ditambah zat anti gatal (menthol / camphora) untuk mencegah pecahnya
vesikel secara dini dan menghilangkan rasa gatal
 Vesikel yang sudha pecah / krusta : salep antibiotik
Sistemik
• Antipiretik : bila demam, hindari salisilat karena menimbulkan sindrom Reye
• Antipruritus : antihistamin
• Antibiotik oral : infeksi sekunder
• Antivirus
• Asiklovir 5x800mg selama 7 hr
• Valasiklovir 3x1000mg selama 7hr
• Terapi NPH
• Analgetik : asam mefenamat 3x500mg dll
• Antidepressan trisiklik : amitriptilin
• Gabapentin 2x300mg
Non medikamentosa
 Isolasi
 Gejala ringan dapat sembuh sendiri
 Bila mandi harus berhati-hati agar vesikel tidak pecah
 Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan mengering dan lepas
sendiri
 Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai staidum krustasi
 Makanan lunak bila terdapat banyak lesi di mulut

6. Farmakokinetik dan Farmakodinamik


• Antivirus : Asiklovir dan valasiklovir
FD : Farmakodinamik acyclovir dimulai saat acyclovir masuk ke dalam sel, kemudian
dikonversi menjadi acyclovir monofosfat oleh enzim thymidine kinase yang diproduksi
virus. Hal inilah yang menjelaskan bagaimana acyclovir dapat bersifat selektif dan tidak
menganggu replikasi sel normal.

9|Copyright © SOCA Team Limfos17


Acyclovir monofosfat akan dikonversi menjadi acyclovir difosfat oleh enzim guanylate
kinase. Acyclovir difosfat akan dikonversi menjadi acyclovir trifosfat oleh enzim-
enzim intrasel. Acyclovir trifosfat akan berikatan dengan enzim DNA polymerase
virus. Hal ini dimungkinkan karena acyclovir trifosfat bersifat sebagai analog
nukleosida. Acyclovir trifosfat memiliki afinitas tinggi terhadap DNA polymerase
virus. Proses ini menyebabkan terminasi replikasi DNA virus
FK :
Absorpsi : bioavailabilitas 10-30%, traktus gastrointestinal
Distribusi : jaringan dan cairan tubuh termasuk LCS
Metabolisme : hati, konversi menjadi acyclovir monofosfat
Eliminasi : waktu paruh 2,5 – 3,3 jam pada pasien fungsi ginjal normal. anuria 19,5 jam

10 | C o p y r i g h t © S O C A T e a m L i m f o s 1 7
VAKSIN SOCA 7.3 DIFTERI

Anamnesis

Seorang anak usia perempuan 11 tahun dating ke dokter dengan keluhan nyeri telan. Nyeri telan
dirasakan sejak 2 hari yang lalu disertai demam. Air liur berlebih (ngeces), bengkak di leher.
Pasien belum pernah mengalami hal serupa, keluarga pasien juga belum. Teman sekelas pasien
mengalami gelaja yang serupa. Pasien tidak pernah vaksinasi karena orang tuanya antivaksin.
Pasien tinggal di desa dan sikat gigi 1 kali/hari.

Pemeriksaan Fisik

- Suhu meningkat
- Tonsil T2/T2 hipremis, pseudomembran warna keabuan jika dikerok jadi berdarah
- SaO2 96-98%
- Bullneck (+)
- Stridor

PP

- Eritrosit normal
- Hb normal
- Leukositosis
- Trombosit normal

Hasil swab membrane : gambar tidak sama ya. (Cuma dapat digoogle)
Intinya ditemukan ada bakteri basil.

1. Sebutkan diagnosis kerja dan diagnosis banding min 2


2. Jelaskan dasar penegakka diagnosis
3. Sebutkan baku emas yang bisa diusulkan
4. Jelaskan talak medikamentosa dan nonmedikamentosa
5. Jelaskan talak pada kontak/carier

Jawaban
1. Dx Kerja : Probable Tonsilitis difteri berat et causa C. Difteri
DD banding : Angina Plaut Vincent, Tonsilitis folikularis
2. Ax : nyeri telan, demam, air liur berlebih, teman kelas mengalami hal serupa
(kemungkinan tertular), tidak vaksinasi (tidah ada pertahanan tubuh khusus difteri),
pedesaan (jauh dari jangkauan kesehatan), sikat gigi 1x (kurang menjaga kebersihan
mulut)
PF : Deman (37,9), stridor, bullneck (+) , pembesaran tonsil dan
pseudomembran (warna abu, setelah kerok berdarah)
PP : swab pseudomembran (ada bakteri basil)
3. Kultur dari swab tenggrokan pakai Lofller atau telurite 🡪 harapannya menemukan C.
difteriae
4. Tatalaksana
Medikamentosa:
- ADS (Anti difteri serum) 80.000 IU
Sebelumnya dilakukan skin test terlebih dahulu dengan cara mencampurkan ADS 0,1
+ 0,9% NaCL perbandingan 1:1.1000 secara i.c kemudian diperiksa setelah 20 menit,
apabila ada indurasi >10mm maka skin test positif (alergi)
- Penicilin G dosis 100.000 IU/kgBB per 6 jam (max. 2 Juta IU) selama 14 hari
atau Penicilin prokain 50.000 IU /kgBB per 6 jam selama 14 hari 🡪 jika alergi bisa
kasih eritromisin 50mg/kgBB PO 3-4x/hari selama 10 hari
- Kortikosteroid (Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu)
- Paracetamol 500 mg prn
Nonmedikamentosa :

- Infus RL 20tpm
- Bed rest 2-3 mgg dalam ruang isolasi (bila terjadi miokarditis, bed rest lebih lama)
- Bila ada tanda obstruksi jalan napas : Trakeostomi (menurut Jackson II dan III) 🡪
dalam kasus ini tidak perlu
- Aspirasi sekret secara periodik (pada difteri laring)
- Pemberian cairan dan dietetik
- sesuai dg kondisi (diet lunak, saring, cair kalo perlu dg sonde)
- Menjamin kemudahan defekasi (laksansia)
- Imunisasi : 3 bulan setelah dinyatakan sembuh
Boleh pulang jika
- Kelainan klinis & fisis sudah tidak ditemukan
- Biakan 2 kali berturut-turut negatif (bila keadaan memungkinkan)
- EKG normal 3 kali berturut-turut
- Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan dan defekasi
- Pemberian imunisasi sesuai status imunisasi
5. Lakukan biakan dan uji shick
MALARIA VIVAX
(File Kating)

Anamnesis:
Seorang pria usia dewasa (lupa) datang dengan keluhan demam selama beberapa
hari terakhir. Demam terus menerus. Demam disertai menggigil, kemudian setelah
menggigil, pasien keringetan.
Pasien juga mengeluh pegal-pegal (nyeri otot) di seluruh tubuh, mual, pusing,
badan lemes. Pernah mengalami gejala serupa sekitar 5 tahun yang lalu, sudah
berobat dan sembuh.
Tinggalnya di Banjarnegara. Dia ngekos disana. Sudah berkeluarga, tapi LDR gitu
sama keluarganya. Kerjaannya jualan es dawet (kalo ga salah). Temen-temen
kosannya ada juga mengalami gejala serupa.
Pemeriksaan fisik:
Konjungtiva anemis
Hepatomegali.
Pemeriksaan lab:
Darah rutin:
Hb: 10 (lupa tepatnya berapa, yg jelas anemia ringan)
Ht : lupa
Leukosit: kayaknya meningkat
Trombosit: Normal
Darah lengkap:
Pemeriksaan mikroskopis apusan darah:
Anamnesis :
pak Tono Mengeluh demam 7 hari yang lalu menggigil keringat banyak keluhan
lain mual, muntah, pegal2
RPD : 5 th yll pernah mengalami sebelumnya
RPsosek : Pekerja di banjarnegara

PF:
BB : 60kg, TB : 170cm
TD : 120/70
HR : 96x /menit
RR : 20x/menit
T : 38, ... C

head to toe
konjugtiva anemis (+)
sklera ikteri (-)
thypoid tongue (-)
hepar teraba 2 jari BACD
splen schuffner 3
Rumple Leed (-)

PP :
Hb turun
Ht normal
leukosit normal
trombosit normal
ADT : Skizon plamodium vivax (eritrosit membersar, schufner dots)

pertanyaan :
1. DD
2. Diagnosis kerja
3. alasan diagnosis
4. patomekanisme demam
5. Talak medikamentosa

1. Diagnosis Banding
Diagnosis banding:
- Demam dengue
- Demam tifoid
- Leptospirosis
- Infeksi akut virus lainnya
- Malaria falciparum
- Malaria ovale
- Malaria malariae
2. Dx : Malaria vivax
3. Alasan diagnosis
Anamnesis:
- Trias Malaria (Demam tinggi, menggigil, dan berkeringat)
- Mialgia
- Sakit kepala
- Mual muntah
- Hepatomegali
- Anemia
- Riwayat bepergian dari tempat endemik
- Tinggal di tempat endemik
- Riwayat transfusi darah
PF:
- Demam (>37,5 ºC aksila)
- Konjungtiva anemis atau telapak tangan pucat
- Hepatomegali
- Splenomegali (lupa ada splenomegali juga apa nggak)
Pemeriksaan Lab:
Pemeriksan sediaan darah merupakan GOLD STANDARD!
Terdiri dari apusan darah tipis dan tebal.
Alasan kalo itu malaria vivax:
5 tahun yang lalu pernah punya gejala yg sama!!  curiga relapse.
Walaupun statement orang di tempat tinggalnya juga ada yang punya gejala sama
agak ngejebak (Karena bisa aja dia ketularan, tapi bukan relapse/kambuh).
Tapi pikirkan relapse dulu yang pertama kali!
Pemeriksaan apusan darah tebal  ditemukan tropozoit dengan ciri-ciri:
- Eritrosit yang terinfeksi lebih besar daripada eritrosit normal (yg tidak
terinfeksi)  jelas banget ngebedain sama malaria falciparum.
- Sitoplasma ameboid (gak teratur, seperti amuba)
- Ditemukan Schuffner’s dots

4. Patofisiologi Demam
Harus tau siklus dari Plasomodium dulu:
Pada siklus eritrositik.
Skizon darah pecah  mengeluarkan bermacam-macam antigen 
merangsang makrofag, monosit atau limfosit  keluarkan sitokin, seperti
TNF, IFN, IL-1, IL-6  dibawa ke aliran darah  Hipotalamus (tepatnya
di endotelium)  merangsang asam arakhidonat  mengeluarkan
prostaglandin  meningkatkan termal set poin  produksi panas dan
konservasi panas  demam  menggigil  berkeringat (pada saat sudah
mencapai termal set point)

5. Penatalaksanaan
Farmakologi:
Kemaren kalo gak salah BB bapaknya itu 60 kg.
Malaria vivax.
Kausatif:
Jadi pengobatan lini pertamanya: DHP3 4 tab (DHP selama 3 hari, setiap
harinya minum 4 tablet) PQ14 1 tab (Primakuin selama 14 hari, setiap
harinya 1 tab)
Lini kedua : Kina 3x2,5 slm 7 hari, primakuin selama 14 hari tiap hr 1 tab.
Tips: kalo untuk pengobatan malaria yang dewasa (berarti hapalin BB >40
kg sama > 60 kg. Angkanya juga lebih cantik kan hehe)
Simptomatik
Demam  Paracetamol 3 x 500 selama 5-7 hari
Anemia  Sulfat ferrosus 1 x tab mg 300 selama 3-5 hari
Bisa ditambahkan vitamin C juga.
Mual  Domperidon 3 x 10 mg prn mual
Nonfarmakologi:
1. Istirahat cukup, kalo perlu gak kerja dulu (bed rest)
2. Gunakan kelambu/obat nyamuk saat tidur (biar ga digigit nyamuk, jadi
mencegah penularan ke orang lain)
3. Makan makanan bergizi (tinggi kalori, protein, dan yang kaya zat besi)
4. Menghindari aktivitas di luar rumah saat malam
5. Minum obat hingga tuntas
6. Ke dokter lagi jika keadaan tidak membaik
PUYER SOCA LEPTOSPIROSIS

Tn. Budi 45 tahun datang dengan keluhan demam sudah 7 hari. Sebelumnya sudah minum obat
puskesmas selama 3 hari namun tidak membaik. Tuan budi juga merasakan lemah letih lesu dan
nyeri otot seluruh tubuh terutama daerah betis. Bak bab normal

Keadaan umum tampak lemah sadar. Pemeriksaan fisik didapatkan nadi 110/70. Hr 110. Suhu 39. Rr
22x/mnt

Conjunctiva suffusion (+). Sklera ikterik (+). Tifoid tounge (-). Tidak ada bintik merah di seluruh tubuh

Peningkatan pada leukosit


IgM anti leptospira (+)
widal O (-)
widal H (+ 1/160)

2minggu yg lalu cerita kpd istrinya, gagal panen, karena banjir dan dilanda hama tikus

Soal
1. Dx kerja
2. Alasan dx (faine criteria)
3. Patogenesis
4. Versi ringan/berat? (Alasan)
5. Terapi farmako & nonfarmako

1. Leptospirosis berat

2. Jawabanku :
Faine criteria dilihat dari 3 kriteria :
a) Dari manifestasi klinis : demam sudah 7 hari tak kunjung sembuh, lemah, letih,
lesu,nyeri kepala, nyeri otot betis, conjuctiva suffusion, sklera ikterik
b) Dari PP : leukositosis, IgM leptospirosis +, widal H +1/160
c) Dari lingkungan/ epidemiologi : petani, lingkungan banjir, terserang hama tikus

Kalau mau yang lebih lengkap persis tabel Faine ya gini jadinya :
Part A : data klinis ditemukan nyeri kepala, demam lebih dari 39, conjuctival suffusion, calf
pain, sklera ikterik
Part B : faktor epidemiologi ditemukan pasien berada di tempat dg musim hujan hingga
banjir, selain itu tempat kerja pasien yang diduga terkontaminasi oleh tikus sebagai hewan
pembawa leptospirosis
Part C : pada temuan laboratorium dan bakteriologikal ditemukan IgM leptospira +
3. Bakteri masuk melalui kulit normal pasien karena kontak yang lama dengan bakteri 
bakteri menghasilkan endotoksin dan lipopolisakarida  Fase leptospiraemia/septikemia
yang berlangsung 4-7 hari  jika tidak ditangani dengan baik  Fase imun terjadi pada hari
ke 7  weil disease.

Pada fase leptospiraemia terjadi respon inflamasi dengan pengeluaran sitokin dan
prostaglandin  manifestasinya jadi ada demam mendadak, nyeri kepala, nyeri tekan otot,
ruam kulit, mual, muntah. Pada fase ini bakteri dapat ditemukan di darah (bisa dilihat dari
mikroskop dark field) dan LCS.
Pada fase imun telah terjadi respon imunitas seluler dan humoral dengan pengaktifan
makrofag dan neutrofil serta leukositosis. Gejala khas pada fase imun ada conjuctival
suffision, demam sampai tinggi sekali, dan meningeal aseptis. Pada fase ini bakteri tidak
dapat ditemukan di darah dan LCS, hanya dengan IgM Leptospira.

4. Pasien mengalami leptospirosis berat/ fase ikterik. Nama lainnya weil disease. Karena sudah
ada ikterik pada pasien (sklera ikterik).

5. Non farmako : tirah baring, diet lunak, pakai alas kaki tiap keluar rumah, makan makanan
bergizi, cuci tangan setelah beraktifitas

Farmako : Penisillin 2 jt per unit per 6 jam IV, ceftriaxon 2x1 gr per 6 jam IV, Sistenol 3x1,
IVFD kristaloid 20 tpm, kanul nasal 02 2-4 liter/menit, rujuk spPD

Kontributor : 111 | Penguji : dr. Gita

Anda mungkin juga menyukai