I. Pendahuluan
Keluhan yang dialami oleh Nn. J berusia 26 tahun diduga malaria. Ciri
khas dari malaria yang paling menonjol adalah adanya demam dengan
periode menggigil, demam tinggi, berkeringat, pusing, mual dan muntah,
nyeri perut, diare, dan splenomegaly. Gejala lain yang menyertai yaitu
adanya sakit tenggorokan dan batuk pilek. Akan tetapi, hal tersebut perlu
dipastikan kembali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan penunjang malaria.
II. Isi
Diagnosis Malaria
A. Anamnesis
Gejala utama pada malaria adalah demam dengan menggigil, berkeringat,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal, dan dapat disertai
sakit kepala. Hal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah :1,2
1. Tanyakan keluhan atau gejala yang dialami oleh pasien
- Malaria ringan -> demam, menggigil, dan berkeringat,
terutama pada pasien yang mengalami siklus tersebut yang
berulang-ulang. Keluhan lain seperti mual dan muntah,
diare, sakit kepala, nyeri otot, pegal-pegal.1,2
- Malaria berat -> demam yang sangat tinggi, penurunan
kesadaran, kebingungan, tanda-tanda neurologis, telapak
tangan pucat dan ikterik, konjungtiva pucat, oliguria, urin
berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang,
sangat lemah (prostration), gangguan pernapasan, anemia
berat, gagal ginjal, dan malaria serebral (koma). Dokter
umum yang menemukan pasien malaria berat atau dengan
komplikasi wajib merujuk ke spesialis.1,2,3
a. Gangguan pernapasan
Pasien dengan malaria dapat mengalami asidosis
metabolik, gangguan pernapasan, dan edema paru.
Tanda-tanda sindrom hyperpneic malaria meliputi alar
flaring, retraksi dada (interkostal atau subkostal),
penggunaan otot aksesori untuk pernapasan, atau
pernapasan dalam yang tidak normal.3
b. Anemia berat
Anemia yang berhubungan dengan malaria bersifat
multifaktorial. Bisa karena infeksi eritrosit dan hilangnya sel
darah merah yang terinfeksi, bisa juga karena supresi
sumsum tulang, atau hal yang lainnya.3
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal menjadi komplikasi langka dari infeksi
malaria. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
mikrovaskulatur di korteks ginjal dan menyebabkan gagal
ginjal oliguria. Sebagian besar, gagal ginjal bersifat
reversibel, tetapi tetap diperlukan dialisis suportif hingga
fungsi ginjal pulih. Dalam kasus yang jarang terjadi, infeksi P.
malariae kronis menyebabkan sindrom nefrotik.3
B. Pemeriksaan Fisik
Temuan klinis yang biasanya dijumpai oleh penderita malaria pada saat
pemeriksaan fisik adalah :1,2
1. Demam (suhu tubuh aksila ≥ 37,5 °C)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Sklera ikterik
6. Manifestasi malaria berat
● Diagnosis Laboratorium
Diagnosis pasti malaria ditegakkan dengan ditemukannya parasit malaria
dalam darah.1
A. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan menggunakan mikroskop menjadi gold standard
(standar baku) pada malaria. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara membuat sediaan darah (SD) tebal dan tipis. Akan tetapi,
kekurangan SD yaitu sangat mengandalkan keahlian pemeriksa
dan sensitivitasnya rendah apabila parasitemia nya rendah (<100
parasit dalam 1 mikro liter darah). SD tebal dan tipis menggunakan
spesimen darah pasien dan kemudian diwarnai dengan pewarnaan
Romanovsky (paling sering Giemsa). Setelah itu, ditetesi minyak
imersi dan diperiksa dengan lensa objektif 100X. Apabila pewarna
Giemsa tidak ada, maka bisa menggunakan pewarnaan Wright.
Akan tetapi, kekurangan wright adalah sulit untuk identifikasi
spesies malaria.1,4
- Trombosit/Platelets
Jumlah normalnya 150 – 400 ribu/μl darah. Pada kasus
malaria, terjadi penurunan jumlah trombosit yaitu
trombositopenia pada 50-68% pasien.5 Jumlah Trombosit
rendah pada infeksi malaria disebabkan karena selama
infeksi terjadi, terdapat kehilangan dari eritrosit.7
- Hemoglobin (Hb)
Pada kasus malaria, terjadi penurunan pada 25% pasien.5
Penurunan kadar hemoglobin disebabkan penghancuran sel
darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria.7
Hemoglobin adalah molekul dalam eritrosit yang mengangkut
oksigen ke jaringan.8
- Hematokrit (Ht)
B. Deteksi antigen
Deteksi antigen dilakukan dengan cara tes imunokromatografi atau
disebut juga dengan Rapid Diagnostic Test atau RDT yang memberikan
hasil cepat yaitu setelah 2-15 menit. Tes ini mudah dilakukan. RDT
digunakan pada kondisi gawat darurat, saat terjadi KLB, dan di daerah
terpencil yang fasilitasnya kurang memadai. RDT dapat digunakan untuk
identifikasi P. falciparum dan non P. Falciparum dengan mendeteksi
histidine-rich protein 2 (PfHRP-2) atau P. falciparum-specific parasite
lactate dehydrogenase (Pf-pLDH).1,2,5
RDT.2
Kekurangan RDT :4,5,10
- Kurang efektif mendeteksi apabila jumlah parasit malaria nya
rendah (kurang dari 100-200 parasit/mL darah)
- Sensitivitasnya kurang dari mikroskopis
- Sensitivitasnya rendah untuk mendeteksi P.ovale, P.malaria,
P.knowlesi (hanya dapat membedakan P. falciparum dan non P.
Falciparum) -> tidak bisa spesifik
- Tidak bisa melihat stadium parasit
- Tidak bisa membedakan kepadatan parasit (apakah ini infeksi nya
berat atau ringan)
- Harus dipastikan hasilnya dengan mikroskop. Mikroskop berguna
untuk menentukan spesies malaria yang terdeteksi oleh RDT dan
untuk mengukur proporsi sel darah merah yang terinfeksi
- Tidak bisa digunakan untuk evaluasi pengobatan karena setelah
pengobatan, antigen masih dapat bersirkulasi (RDT dapat
mengalami positif palsu hingga 2 minggu atau lebih setelah
pengobatan karena persistensi antigen yang bersirkulasi)
- Lebih mahal
- Tidak stabil pada penyimpanan di suhu ruangan
● Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat diperlukan pemeriksaan
penunjang, seperti :1
1. Penghitungan jumlah leukosit dan trombosit
2. Pengukuran hemoglobin dan hematokrit
3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT,
alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan
kalium, analisis gas darah)
4. Urinalisis
5. Imaging
Radiografi dada digunakan apabila terdapat gejala pernapasan.
Apabila yang muncul adalah gejala SSP, maka dapat dibantu
dengan CT Scan untuk evaluasi edema serebral atau perdarahan.5
6. Pungsi lumbal
Apabila terdapat perubahan status mental pada pasien, serta hasil
hapusan darah tepi nya positif, maka perlu untuk dilakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan bakteri meningitis.5
III. Penutup
Kesimpulan Anamnesis & Pemeriksaan Fisik :
● Terdapat keluhan malaria yaitu demam (38,5 °C sudah ≥ 37,5 °C)
dengan periode menggigil, demam tinggi, berkeringat, demam
disertai batuk pilek, pusing, mual dan muntah, nyeri perut, diare,
dan splenomegaly SII (pembesaran limpa), tidak ada sklera ikterik
● Terdapat riwayat sakit malaria 3 kali
● Terdapat riwayat tinggal di daerah endemis malaria (Papua)
● Terdapat riwayat pernah mengkonsumsi obat malaria tetapi tidak
dilakukan pemeriksaan kembali
● Pasien tampak sakit sedang
● Kesadaran baik (tidak terdapat penurunan kesadaran)
● FN 124 kali/menit -> (usia 26-35 tahun, N: 95-170x/menit) -> Nn. J ,
berusia 26 tahun (normal)
● FP 22 kali/menit -> meningkat sedikit (N: 12-20x/menit)
● TD 97/69 mmHg -> menurun (N:120/80 mmHg)
● Malaria dan demam tifoid sama-sama ditandai dengan adanya
demam. Akan tetapi, diagnosis demam tifoid dapat disingkirkan
pada kasus karena hasil typhoid tongue (-). Typhoid tongue
menjadi ciri dari demam tifoid.
● Paru: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
- Vesikuler (+/+) -> suara paru normal, inspirium > ekspirium
serta lebih jelas
- Ronkhi (-/-) -> pasien mengalami demam disertai batuk pilek,
tetapi tidak terdapat penyumbatan jalan napas akibat lendir
sehingga hasil ronkhi (-/-).
Kesimpulan Keseluruhan :
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien
mengalami malaria ringan. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan
laboratorium. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis dini (sediaan darah
tebal & tipis, RDT, PCR, atau pemeriksaan penunjang lainnya) dan
pengobatan yang tepat agar tidak terjadi malaria berat.
Referensi