Sekolah Itu Candu OCRed PDF
Sekolah Itu Candu OCRed PDF
Roem TOPATIMASANG
Perpustakaan Nasional lndonesa,
KATALOG DALAM TERBITAN (KOT)
TOPATIMASANG, Roem;
Sekolah itu Candu/ Yogyakarta, INSISTPress, 2010
ISBN 979-3457-85-6
© INSISTPress
Cetakan ketiga Juli 2010
Cetakan kedua Desember 2009
Cetakan pertama Juli 2007
pertama kali diterbitkan oleh Pustaka Pelajar tahun 1998
Roy Tjio11g
Ketua Dewan Pengawas INSIST, 2005-2008
NENEI< MOYANG l<ITA
TAIC ICEN.�L IJ!IZAH
SEKOlAH JUGA TA!( ADA
f�?�ELAJAR
TAPI MEREkA I SEGALA SOAL
BELAJA!l ! J
�) ; (,....
., ' '-../
.�
Toto Rahardjo
(penyunting akhir)
Ketua Dewan Pendidikan INSISr, 2005-2008
dan, secara khusus untuk kawan-kawan lama,
'kawan-kawan sekelas di Sekolah Kehidupan':
Mansour Fakih (almarhum), Utomo Dananjaya,
Russ Dilts, Mochtar Abbas, Sugeng Setyadi, Ahmad
Mahmudi, Saleh Abdullah, S. Indro Tjahjono,
Simon Hate, Toto Rahardjo, ltja Frans, Craig
Thorburn, Piet Elmas, Nus Ukru, Eliza Kissya, Odik
Remiassa, Edo Rahail, Fritz Elmas, Hans Wamir,
Mochsen Reinhart, Herman Lengam, Netty Letnora,
Merry Ngamel, Tan Jo Hann, Anna Har, Jerald
Joseph, Limao Dali, Nelson Nyanggai; serta Erwin
Panjaitan (almarhum) dan Masi! Eliar
(almarhumah).
. ..... ....... ....... . .
..................... ..... . ".
"'.
"'. ........................................................... . .. ....... ....... " ."' ...... ...,....
. . ..... . ..
.. ...
.. ...
.. ...
.. ...
.. ... ...... .....
.. ..... .. ........ .
.....
.". .....
SENARAIISI
Dari Penerbit, v
Pengantar, vii-xi
Maklumat, xiii-xvi
Senarai lsi, xix
lndeks, 165-176
Penulis, 177
Pro log
BACAAN TERLARANG
GOLONGAN A
(SANGAT BERBAHAYA)
Daftar Indeks2: 0987654321
Tertanda
"Ooooo...g1'tu to.I?"
.
"Apa saja!"
"Serius nih?"
"Serius, Pak!"
"Praktis!"
"Apanya?"
"Anu... buka kursus saja, Pak!"
"Kursus?"
"Nahhh... apalagi?"
"Iya, tapi 'kan bukan itu saja butuhnya?"
"Misalnya?"
"Misalnya . . . tenaga pengajar kualifaid!"
"Lha, Bapak kan punya banyak relasi
dengan orang-orang universitas?"
"Ya, ada juga berapa."
"Nah, ajak saja mereka. Dosen-dosen kan
sekarang banyak yang gitu. Ngobyek! Tinggal
soal ngatur-ngatur waktunya saja. Kalau bisa
dapat yang profesor-profesor, lebih bagus lagi.
Kan banyak tuh profesor-profesor tua di
universitas negeri yang sebentar lagi mau
pensiun atau tidak punya jabatan lagi. Kalau
perlu pinjam namanya saja untuk pajangan.
Kan promosi bagus tuh, Pak?"
"Tapi honornya harus merangsang, dong?"
"Alaaa, itu sih tinggal soal itung-itungan
saja. Coba kita bikin kira-kiraan begini. Tanah,
gedung, peralatan kantor, komplit semuanya
dapat sumbangan dan bantuan dari yang
Bapak sebut-sebut tadi. Juga dari pemerintah.
Tak ada masalah to?"
"Lantas?"
"Lantas soal gaji guru-guru dan karyawan.
Juga biaya kantor sehari-hari, transportasi, dan
sebagainya. Katakanlah semua itu butuh sekian
juta rupiah setahun atau sebulannya. Nah,
ambil saja dari uang pembayaran peserta atau
siswa. Tinggal bagi saja dengan jurnlah dana
yang dibutuhkan itu, nanti ketemu sudah
berapa uang pembayaran yang mesti
dibebankan kepada para pendaftar. Supaya
tidak tekor, lebihkan saja dua kali lipat atau
kira-kira segitulah. ltungan biasa to, Pak?"
"Bisa kemahalan jatuhnya?"
"Tergantung! Orang sekarang nggak terlalu
mikirin soal mahal atau murah. Yang penting,
mutu! Apalagi kalau kursus-kursusnya nanti
sudah mulai terkenal, punya nama, pasti
diserbu peminat. Nggak peduli, Pak, berapa
saja akan mereka bayar! "
"Ah, masa?"
"Jangan tanya lagi, Pak! Pokoknya, banjir!
Coba saja lihat, sekarang ini orang makin lama
makin pengen kerja kantoran. Nah, kursus
administrasi atau manajemen, pasti laku keras.
Lihat saja, sekarang ini makin banyak model
kursus seperti itu dan semuanya makin lama
makin besar saja!"
"lyyaa, yah!?"
'"Kan?"
"Ah, encer juga kau!"
"Ah, soalnya sudah jamak, Pak!"
"Pak!?"
"Mmm!"
"Pikir-pikir, sebaiknya jangan serba
tanggung. Maksud saya, nanti kalau sudah
jalan dan berkembang, bisa lebih diperluas lagi.
Misalnya, lalu buka kursus sekretaris, terus
kursus pembukuan, bahasa asing, terussssss...
ah, itu yang lagi mode sekarang... kursus
komputer! Terussss ... wah, jadi besar deh,
Pak!"
"Jadi sekolahan komplit, ya?"
"Universitas, Pak!"
"Universitas?"
"Harus kesana mikirnya, Pak! Jangka
panjang! Karena yang merintisnya Bapak,
nanti nama Bapak bisa diabadikan sebagai
nama Universitas itu, to?"
"Ah, tambah encer saja kau!"
"Terima kasih. Oh ya, Bapak nanti
sebaiknya jadi Ketua Yayasannya saja. Enak
deh, ketja tinggal ngatur-ngatur orang, terus
dapat duit, nama baik, dan unsur sosialnya
jelas-jelas jalan! Kan semua itu yang Bapak
mau?"
"Pas!"
"Klop!"
tt--1\-----·�·--+----rf
-====:::i '
12:: 22 x3
18 =.2x!.2
7
1 2.
\
·\ \
Prisma, 1980
S sekolah & Perusahaan
"Brengsek! !!"
"Ada apa, Pak?"
"Koran-koran! Coba saja baca topiknya hari
.1ni.
. ,,,
"Tentang?"
"Biasa! Kalau sudah tahun ajaran baru
seperti ini, redaktur-redaktur koran paling
doyan bikin tajuk dan pasang kepala berita
yang itu-itu juga: orangtua susah, mengeluh,
semua bingung cari sekolahan anak-anaknya!"
"Nyatanya memang begitu sih, Pak?"
"Betul! tapi mengapa terus-terusan
menyalahkan pihak sekolahan? Sekolah lah
yang jadi biang kerok, jadi kambing hitam!
Coba pikir, kita orang dituduh bikin ......"
"Apa? Sekolah kita ini, Pak?!"
"Bukan! Dengar dulu. Maksudnya, kita
semua orang-orang sekolahan, ya guru-guru,
ya kepala sekolah, ya pengurus yayasan,
semuanya dituduh bikin aturan penerimaan
siswa baru yang ruwet dan banyak tetek
bengeknya, tapi katanya tidak cukup becus
untuk menjalankannya sendiri. Malah, mereka
menuduh banyak penyelewengan ini dan itu.
Apa mereka pikir ngatur sekolahan itu
gampang?"
"(Iyyaa, ya?!)" (DALAM HATI)
"Enak saja! Kalau cuma ungkat-ungkit
peraturan, tak terlalu soal. Tapi yang betul
betul bikin kuping panas dan hati sakit, itu Iho,
soal uang pendaftaran dan uang sekolah yang
katanya kelewat batas dan mencekik leher
orangtua. Lebih-lebih lagi kita yang sekolah
swasta ini, katanya, terlalu komersial! Edan!!
Sekolah-sekolah negeri yang dibiayai
pemerintah saja masih perlu pungut SPP.
Memang tak sebesar kita di swasta, tapi itu kan
duit rakyat juga? Belum lagi yang namanya
dana bantuan proyek berkala, atau subsidi, dan
segala macam dana bantuan lainnya. Apa
mereka kira sekolah itu tak perlu biaya?"
"(Betul juga!)" (MASlli DALAM HATI)
"Mahal-mahal begini, kan mutu terjamin!?
Ini juga fakta! Buktinya, lulusan sekolah swasta
sering prestasinya jauh lebih bagus dibanding
lulusan sekolah negeri. Jumlahnya juga lebih
banyak! Pokoknya, kita bersainglah!"
"Itu sih bukan rahasia lagi, Pak!"
"Makanya.... ! Yang begitu itu malah jarang
diungkapkan oleh koran-koran sial itu.
Doyannya cuma yang jelek-jelek saja!"
"Ah, namanya juga koran, Pak!"
"Persiissss!"
"Apanya?"
"Siapa?"
"Iyaa, apa?!'
"Nah, kan?!"
APA SEl<OLAH
MACAM ITU
MASIH .A.DA ?
6 sekolah Anak-anak Tenda
Bicaralah!
I
I I
/I1
!
c=i
D c=J
'@@
=g
Ii
I
�--
- --
meningkatnya juga jumlah penerimaan, dan
bahwa pertumbuhan memang berarti semakin
ruwetnya permasalahan).
Beberapa pakar pendidikan di sini pernah
melontarkan gagasan umum dan contoh kisah
sukses dari dinamika dan perkembangan
manajemen dunia industri: bahwa efektivitas
dan efisiensi, sekaligus produktivitas dan
jaminan kualitas, terbukti dapat dicapai
bersamaan dengan cara menerapkan
pendekatan-pendekatan analisis sistem (system
analysis approaches) yang memperlakukan dan
melihat sesuatu masalah, misalnya, sistem
pendidikan nasional, sebagai suatu kesatuan
yang utuh (holistik), bukan serpihan-serpihan
yang terpisah-pisah satu sama lain. Singkatnya,
pendekatan analisis sistem tersebut disarankan
sebagai suatu metodologi pendekatan yang
dianggap paling memadai untuk memecahkan
masalah-masalah kritis sistem pendidikan
nasional di Indonesia.
Maka, bennunculanlah berbagai seminar,
penelitian, kertas kerja, konsep, surat
keputusan, petunjuk teknis, dan petunjuk
pelaksanaan, lengkap dengan segala fonnulir
isian dan istilah-istilahnya yang cukup bikin
pusing kepala. Semuanya demi dan atas nama
'sistem' atau 'analisis sistem'. Tapi, apakah
'sistem' atau 'analisis sistem' itu?
Dalam upaya pembaharuan sistem
pendidikan nasional di Indonesia, boleh
dikatakan bahwa metodologi pendekatan atau
kerangka analisis itu nyaris tinggal sebagai
suatu pengandaian retorik belaka. Bahkan,
dalam banyak kasus, tak lebih dari 'mainan
baru' untuk gagah-gagahan dengan istilah
istilah berbahasa asing agar nampak lebih
keren. Hal ini nampak jelas pada
penerapannya dalam dua hal: manajemen
persekolahan, dan metodologi pengajaran.
Hasilnya?
formal (sekolah).
secara luas di lingkungan pendidikan
lronisnya, semua pemberlakuan tersebuttidak disertai
dengan pemberlakuan prasyarat yang diajukan oleh
Freire sendiri, yakni: perubahan mendasar dalam
pengertian dan tujuan pendidikan sebagai sarana
penyadaran dan pembebasan, fungsi guru sebagai 'kawan
belajar', kedudukan murid sebagai 'subjek' dan realitas
kehidupan sebagai 'objek' pendidikan. Satu hasil evaluasi
dari Bank Dunia, sebagai penyandang dana Program
KEJAR, secara jelas-jelas menyebut ha! ini. Selanjutnya
lihat: Nat J. Coletta, 1976, Evaluasi Mid-term Program Kejnr
Usaha, Direktorat Pendidikan Masyarakat, Ditjen PLSOR,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dokumen
terbatas untuk lingkungan sendiri). Bahkan, lebih ironis
lagi, setelah bentuk-bentuk media tersebut diterapkan
dalam pendidikan indoktrinasi ideologi negara Pancasila,
melalui kegiatan-kegiatan yang kemudian dikenal
dengan istilah 'Simulasi P4', satu dokumen resrni dari
Lembaga Studi Strategis (LSS), Dewan Pertahanan
Keamanan Nasional (WANHAMKAMNAS), menuduh
istilah 'konsientisasi' yang justru menjadi konsep dasar
metodologi pendidikannya Freire, secara tegas-tegas
dinyatakan sebagai suatu 'gagasan kekiri-kirian yang
berbahaya bagi ideologi negara'.
eksistensi sekolah itu sendiri yang kini semakin
digugat luas? Pemaknaan sistem pendidikan
pun sebatas pada 'sistem persekolahan'.
Dengan kata lain, upaya. pembaharuan itu
cuma berpusing-pusing membongkar-pasang
gejala permukaan (epifenomena) dari sistem
pendidikan (baca: sekolah), bukan inti
permasalahan yang sebenamya. Apa yang
terjadi bukanlah inovasi yang sesungguhnya,
tetapi proses involusi.11
11
Konsep 'involusi' pada awa!nya dicetuskan oleh
seorang antropologis, Alexander Goldenweiser, yang
mengamati perkembangan pola-pola seni dekoratif pada
suku Maori. Ia menunjukkan bahwa keseroan tradisional
suku Maori sangat terkenal karena kerurrotan dan
ketelitiannya pada garis-garis kecil, sehingga suatu benda
dihiasi dengan ragam dekoratif yang penuh dan njlimet.
Tetapi, jika diamati secara seksama, temyata unsur-unsur
satuan pola tersebut hanya sedikit saja ragamnya, bahkan
pola yang kelihatan sangat kompleks itu sebenamya
dihasilkan oleh pengulang-ulangan susunan ruang dari
satuan pola yang itu-itu juga. Apa yang terjadi adalah
pola yang ditambah dengan perkembangan yang
dilanjutkan dalam bentuk yang sama. Pola itu tidak
memperbolehkan digunakannya satuan-satuan pola yang
lain, namun tidak menentang penggarapan Ianjut dari
satuan itu sendiri. Tak dapat dihindarkan lagi, hasilnya
adalah suatu kerurrotan yang makin lama makin hebat,
keanekaragaman dalam keseragaman, suatu keterampilan
seni dalam satu nada tunggal yang datar. Selanjutnya,
lihat: Alexander Goldenweiser, 'Loose Ends of a Theory
on the Traditional Pattern and Involution in PrirlUtive
Hakikat suatu proses pembaharuan,
sekaligus berarti dinamika proses
perkembangan, pada dasamya adalah
penciptaan keadaan yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Dalam pengertian ini, adalah
sangat absah untuk melakukan penerobosan
penerobosan terhadap batas-batas sistem yang
telah mapan dan baku, jika perlu malah
menyebalkannya sama sekali, kalau temyata
memang sistem yang sudah mapan itu
hanyalah mengulang-ulang pola yang telah
ada dalam cara yang nampaknya saja lebih
baru dan lebih canggih, padahal sebenamya
tidak menghasilkan perubahan yang berarti.
Keengganan untuk bersikap membaharu dalam
pengertian seperti ini, tidak saja mencerminkan
adanya proses 'involusi kelembagaan' dalam
mekanisme teknis sistem yang sedang berlaku,
tetapi sekaligus juga memperlihatkan adanya
10
Lihat, antara lain: Mark Blaug, 1979, An Introduction
to the Economics of Education, Hammondsworth: Penguin.
itu, bahkan kias yang paling nyeleneh
sekalipun tetap absah saja sebagai suatu kias
pemikiran. Contohnya, kias yang
menyatakan: sekolah itu sejenis . . . . tuyul!!
Ya, tuyul! Karena, inilah jenis mahluk
antah-berantah yang banyak orang rnengaku
konon pernah rnelihatnya, bahkan berani
surnpah rnarnpus pernah menangkapnya,
sehingga rnereka percaya seyakin-yakinnya
bahwa mahluk itu rnernang benar-benar ada,
tetapi tak seorang pun pernah bisa
rnembuktikan atau rnenghadirkannya dalam
kenyataan di hadapan mata orang banyak!11
Mengada-ada?
Barangkali. Tapi, mungkin juga ada benarnya.
Bukankah banyak orang, termasuk para pendidik
dan pakar pendidikan sendiri, selalu rnerasa
11
Kias ini diilhami oleh dongeng kanak-kanak populer,
terutama di Inggris, tentang seekor binatang rekaan,
namanya heffalump (nah, nama ini pasti tak ada dalam
kamus apapun) yang tak jelas wujud rupanya, sehingga
sering dijadikan kias satiris untuk suatu perdebatan
terminologis yang tidak perlu atau suatu penjelasan
yang memang tidak mudah. Dongeng binatang ini -
Kenapa tidak?
"Sekolah . ! ?"
..
UNICEF-CD R
OM, 1996..·..··�
.
.
....
.. .....
.. .. .....
..... . ....
... ...... ..
..... . ".
" '.
"'..
....
.
..
....
.
..
....
.
..
....
.
..
....
.
..
....
.
..
....
.
..
....
.
.......
.....
.
.. ....
.... ....."."
'...... .
..,....
..
.....
.......
.......
.......
.......
.......
.. ......
..... ..
.....
........ .
.
....
."..
....
PENULIS
ROEM TOPATIMASANG;Sempatmenjadi
mahasiswa di !KIP Bandung (1976-1980), itu.pun
lebihbanyak dihabiskannya untuk ikut diskusi dan
demonstrasi, sampai masuktahanan militer (1978·
1979) danakhimya resmi dipecat sebagai mahasiswa
(1980) karena nekad menjabat sebagai Ketua
Presidium Dewan Mahasis"\va yangresmi dinyatakan
sebagai 'organisasi terlarang' saat itu oleh kebijakan
depolitisasi kampus (NKK). Setelahaktifdibanyak
OrganisasiNon-Pemerintah (ORNOP) dan lembaga
konsultan di Jakarta dan Bandung (1983-1988); dan
setelah melakukanserangkaianeksperimen
pendidikan politik kritis di beberapa pedesaan)awa
Baral dan Tengah (1988-1989); dia 'mengasingkan
dht' di bagian timur Indonesia (Timor, Papua, dan
Maluku) antara 1990-1996. Disana, dia lebih
memusatkan kegiatannya pada pengorganisasian
masyarakatadatsetempatmelalui program-program
pendidikankerakyatan (populareducntio11), sambil
tetap terlibat dalam rangkaian pelatihan organisasi
organisasi rakyat di Sumatera Utara, Sara\vak,
Semenanjung Malaysia, Thailand utara, Cambodia,
dan Vietnam.
Ber.;amabeberapaorangrekan, menulisbuku-buku:
Be/ajarDari Pe11galama11 (P3M, 1986); Binrka11 Kami
Bicam (P3M, 1987);Me11grgese Neram Kek11alm1 (YLKl,
1988); Mengorgm1isir Rakyat. (INSJSTJ'resS s.. EAPCP,
2002); Omng-orai1g Ka/all (INSISTPress, 2004); Video
Kou1u11iltls (JNSISTPrl?SS, 2007), dan Jainnya, scrta
banyak buku-buku panduan pelatihan di lingkungan
ORNOP. Selain itu, dia )uga menetjemahka.n dan
menyunting buku-buku edisi lndonceln dori Paulo
Freire (Pendidilom Knum Tertimlns, LP3ES, 1985);
WayneElwood (Me11ggau111g Kek11atm1, YU<!, 1988);
MichaelLowy (Marxismeium Twlogi Pembdwnn,
lNSJSTPress, 1990);Ton Dietz (Ptngakua11 Hal<a/Ill
SumbndayaAl-lNSJST-Pustaka Pelojar, 1998); dan
Colin H_ines(MarggantiClobalisasi Ekono1t1in1e11jadi
Lo/alli.sasiDonc/mlsi,INS�2004).
Sampai sekarang.diajuga aktifmempn>duksivideo
dokumenterdanesei-eseivisual untukpendidilcan
masyaralcatdanadvokasi kebijakan.