Khulafaur Rasyidin PDF
Khulafaur Rasyidin PDF
(lahir: 572 - wafat: 23 Agustus /21 Jumadil Akhir 13H) termasuk di antara mereka yang
paling awal memeluk Islam. Nama sebenarnya adalah Abdul Ka'bah, yang kemudian
diubah oleh Rasulullah menjadi Abdullah. Sumber lain menyebutkan namanya adalah
Abdullah bin Quhaffah. Nabi Muhammad SAW juga memberinya gelar As-Shiddiq
(yang berkata benar), sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama pada tahun 632 .
Memeluk Islam
Abu Bakar dilahirkan di Mekkah > dari keturunan Bani Taim, suku bangsa Quraish.
Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan
kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa
menafsirkan mimpi. Berdasarkan keadaan saat itu dimana kepercayaan yang diajarkan
Nabi Muhammad SAW lebih banyak menarik minat anak-anak muda, orang miskin,
kaum marjinal dan para budak, sulit diterima bahwa Abu Bakar justru termasuk dalam
mereka yang memeluk Islam dalam periode awal dan juga berhasil mengajak penduduk
mekkah dan kaum Quraish lainnya mengikutinya (memeluk Islam).
Awalnya ia dikenal dengan nama Abdul Ka'bah (pelayan Ka'bah), setelah memeluk Islam
ia menggunakan nama Abdullah (pelayan Tuhan). Namun, ia lebih dikenal dengan nama
Abu Bakar (dari bahasa arab Bakr yang berarti unta muda) karena minatnya dalam
berternak unta.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu
Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan
Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan
Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Menjadi Khalifah
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar
ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini
sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Segera setelah
kematiannya (632), dilakukan musnyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan
Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai
pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu
Bakar sebagai khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber
perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi kaum sunni dan
syi'ah. Di satu sisi kaum syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu
nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan
Rasulullah SAW sendiri sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah SAW
menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah
mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Terlepas dari kontroversi dan
kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan
kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin
Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai
pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar.
Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro
forma, dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal
dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada.
Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam
secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni
penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen
dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku
lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal
dengan nama perang Ridda. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi
Ibnu Habib al-Hanafi yang lebih dikenal dengan nama Musailamah Al-Kazab
(Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan
Nabi Muhammad SAW. Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba
oleh Khalid bin Walid.
Ekspedisi ke utara
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar
memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran
Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke
suriah juga meraih sukses.
Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa
setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah dalam perang Ridda,
banyak penghapal Al Qur'an yang ikut tewas dalam pertempuran. Abu Bakar lantas
meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Setelah lengkap
koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghapal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang
terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah team yang
diketuai oleh shahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar
dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Usman
bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an hingga yang dikenal hingga
saat ini.
Kematian
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah. Kematiannya disebutkan
karena sebab-sebab alami (beberapa mengatakan karena diracuni). Abu Bakar
dimakamkan di Masjid Nabawi, di samping makam Rasulullah SAW dan Umar bin
Khattab.
10 January, 2007
Anas meriwayatkan dari Abu Bakr bahwa ia berkata: “Saya pernah berkata kepada
Rasululloh ketika kami berdua berada dalam gua: ‘Sekiranya salah seorang melihat ke
arah telapak kakinya pasti dapat melihat kita!’ beliau bersabda: ‘Bagaimana
perkiraanmu wahai Abu Bakr jika ada dua orang sedang Alloh yang ketiganya.’” (HR.
Bukhori dan Muslim)
‘Aisyah meriwayatkan bahwa Rasululloh pernah berkata kepadanya saat beliau sakit:
“Panggilah Abu Bakr kemari, ayahmu, dan saudara laki-lakimu agar aku menulis
sebuah pesan, sebab aku khawatir akan muncul orang yang berharap lalu berkata: ‘Aku
lebih berhak.’ Sesungguhnya Alloh dan segenap kaum mukminin hanya rela menerima
Abu Bakr.” (HR. Muslim)
Ketiga hadis di atas cukuplah menjadi bukti kuat bahwa Rasululloh mengangkat Abu
Bakr menjadi khalifah sepeninggal beliau. Sebagaimana juga Rasululloh mengangkatnya
menjadi imam sholat sewaktu beliau masih hidup. Demikian juga kaum muslimin telah
sepakat mengangkat Abu bakr menjadi khalifah dan membaiatnya.
Di antara hadis yang menjelaskan keutamaan Abu Bakr adalah hadis: “Andaikata aku
akan mengangkat seorang khalil (kekasih) dari umatku niscaya aku angkat Abu Bakr,
tetapi cukuplah sebagai saudara dan sahabatku. Sungguh Alloh telah mengangkat
sahabat kalian ini (maksudnya diri beliau sendiri) menjadi khalil-Nya.” (HR. Bukhori
dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat disebutkan salah satu keutamaan beliau yakni beliau masuk surga
dari kedelapan pintunya. Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
ia berkata “Ayah dan ibuku menjadi tebusannya wahai Rasululloh, cukuplah seseorang
dipanggil dari salah satu pintu tersebut, lalu adakah yang dipanggil dari seluruh pintu?”
Rasululloh menjawab ”Ada, dan saya berharap engkau termasuk orang yang dipanggil
dari seluruh pintu wahai Abu Bakr!”
Bahkan beliau termasuk sahabat yang paling banyak mengerjakan amal kebajikan dan
termasuk yang terdepan daripada sahabat lainnya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Rasululloh bersabda, “Siapakah diantara kalian yang
berpuasa pada hari ini?” Abu Bakr menjawab ”Saya!” Rasul bertanya lagi ”Siapakah
diantara kalian yang mengiringi jenazah pada hari ini?” Abu Bakr menjawab ”Saya!”.
“Siapakah yang memberi makan fakir miskin pada hari ini?” tanya Rasul lagi. “Saya!”
jawab Abu Bakr. “Siapakah diantara kalian yang menjenguk orang sakit pada hari ini?”
tanya Rasul pula. “Saya!” jawab Abu Bakr. Kemudian Rasululloh bersabda “Tidaklah
terkumpul perkara tersebut pada seorang hamba kecuali pasti masuk surga.” (HR.
Muslim)
Itu hanya sebagian dari keutamaan beliau. Beliau adalah penghulu para sahabat, yang
paling utama dan paling disayangi oleh Rasululloh. Dalam Shahih Al-Bukhori
diriwayatkan bahwa ketika para sahabat berkumpul di aula Bani Sa’idah, Umar berkata
“Justru kami akan membaiatmu! Engkau adalah penghulu kami, orang terbaik diantara
kami dan yang lebih dicintai oleh Rasululloh daripada kami semua.” Lalu Umar meraih
tangan Abu Bakr dan membaiatnya. Lantas kaum muslimin pun membai’at beliau.
Rasululloh telah mendoakan ampunan untuk Abu Bakr, beliau berdoa: “Semoga Alloh
mengampunimu wahai Abu Bakr!” beliau megucapakan tiga kali. Lalu beliau bersabda
“Sesungguhnya Alloh telah mengutusku kepada kalian namun kala itu kalian katakan
‘Engkau berdusta!’ Sedang Abu Bakr berkata ‘Engkau benar!’ Ia mengorbankan jiwa
dan harta bendanya untuk membelaku. Lalu apakah kalian hendak meninggalkan
sahabatku itu?” beliau mengucapakan ucapan itu dua kali. Maka tidak ada yang berani
mengganggu Abu Bakr setelah itu. (HR. Bukhori)
Beliau adalah sebaik-baik hamba yang pernah menjadi khalifah. Al-Ajjuri meriwayatkan
dari Abdullh bin Ja’far At Thayyar, ia berkata “Saat Abu Bakr memimpin kami, beliau
adalah sebaik-baik khalifah, kasih sayang kepada kami dan yang paling lemah lembut
kapada kami.” (HR. Bukhori)
Imam Al-Laaikaai meriwayatkan dari Zaid bin Ali bin Al-Husein bin Ali bin Abi Tholib,
ia berkata: ”Abu Bakr Ash-Shiddiq adalah imam para syakirin” kemudian beliau
membaca ayat “Dan Alloh akan memberi balasan kepda orang-orang yang bersyukur.”
[Ali-Imron:144]” (Syarah Ushul I’toqod karangan Al-Laaikaai).
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Husein ia berkata, “Seorang laki-laki datang
menemui ayahku lalu berkata: ‘Ceritakan padaku perihal Abu Bakr!’ Ayahku berkata:
‘Apakah engkau bertanya tentang Ash-Shiddiq?’, ‘Apakah engkau menyebutnya Ash-
Shiddiq?’ Ayahku berkata ‘Celaka engkau, hamba yang lebih baik dariku telah
menyebutnya Ash-Shiddiq, yakni Rasululloh, kaum Muhajirin dan Anshor. Barangasiapa
tidak menyebutnya Ash-Shiddiq niscaya Alloh tidak akan membenarkan ucapannya.
Pergilah dan cintailah Abu Bakr dan Umar serta berikanlah loyalitasmu kepada
keduanya. Apa yang terjadi setelah itu maka dirikulah menjadi tebusannya!’”
Demikianlah sekilas keutamaan Abu Bakr. Beliau adalah sahabat yang paling utama,
paling berani, paling taat, dan paling mulia. Selayaknyalah beliau mejadi suri teladan
bagi setiap muslim setelah Rasululloh.
Latar belakang
Ia memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di
Mekkah , dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama
Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim.
Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang
pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang
kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur
putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika
menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kamu Quraish. Beberapa
catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah
menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali.
Memeluk Islam
Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar
mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala).
Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam
dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad
SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah)
yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam.
Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.
Kehidupan di Madinah
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yathrib (Madinah) pada
tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan
ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu
lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan
lantas mengatakan.
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-
orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Menjadi khalifah
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina,
Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan
Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil
mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada
pertempuran Qadisiyah (th 636), di dekat sungai Efrat. Pada pertempuran itu, jenderal
pasukan Islam yakni Sa`ad bin Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil
membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad,
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam
akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh
pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy
Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja
tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah
kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi
Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses
kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk
Islam masih miskin dan dianiaya.
Kematian
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk, seorang budak pada saat ia akan memimpin
shalat. Pembunuhan ini konon dilatarbelankangi dendam pribadi Abu Lukluk terhadap
Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah
kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
'Amr menulis surat kepada Khalifah 'Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa
tersebut. Dalam surat jawaban untuk 'Amr bin 'Ash, 'Umar menyatakan, "Engkau benar
bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu,
lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!" Kemudian 'Amr membuka kertas tersebut
sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah
'Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, "Jika kamu mengalir karena dirimu
sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa
yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah yang Maha Esa dan Maha
Perkasa untuk membuatmu mengalir."
Kemudian 'Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-benar
terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan
Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah s.w.t telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta
dalam satu malam.
Nama beliau ra. adalah ’Utsman bin ’Affan bin al-’Ash bin Umayyah bin Abdus Syams
bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, al-
Quraisyi al-Umawi al-Makki.
Beliau ra. dilahirkan pada tahun keenam sejak Tahun Gajah. Beliau ra. masuk Islam
lewat ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. serta termasuk Assabiqunal Awwalun. Beliau ra.
adalah satu dari 10 Sahabat yang dijamin surga. Terdapat 146 hadits yang beliau ra.
riwayatkan, menurut Imam Suyuthi. Beliau ra. melakukan dua kali hijrah, ke Habasyah
(Ethiopia) dan Madinah. Dari Anas ra., dia berkata: Orang yang pertama kali melakukan
hijrah dari kalangan kaum muslimin ke Habasyah adalah ’Utsman dan keluarganya.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari berbagai jalur periwayatan bahwa ’Utsman bin ’Affan
adalah lelaki yang berpostur semampai, tidak tinggi dan tidak juga pendek. Wajahnya
rupawan, putih kemerahan. Di wajahnya ada bintik-bintik cacar. Jenggotnya tebal,
tulang-tulang sendinya besar, pundaknya lebar, betisnya gempal, tangannya panjang,
penuh bulu. Dia berambut keriting, botak, gigi depannya indah, rambut kepalanya
menutupi kedua telinganya, memakai semir kuning. Dia menempeli giginya dengan
emas. Ibnu Asakir meriwayatkan dari AbduLlah bin Hazm al-Muzanni, dia berkata:
”Saya melihat ’Utsman. Saya tidak melihat seorang lelaki atau wanita yang memiliki
keindahan wajah seelok wajah ’Utsman.”
Beliau ra. menikah dengan Ruqayyah ra., puteri RasuluLlah saw., sejak RasuluLlah saw.
belum diangkat menjadi Rasul. Ruqayyah ra. meninggal saat sebelum Perang Badar
terjadi, di mana ’Utsman ra. tidak ikut perang Badar ini karena merawat Ruqayyah ra.
(namun ’Utsman ra. tetap mendapat pahala Perang Badar). Kemudian RasuluLlah saw.
menikahkan puteri beliau saw. yang lain, Ummu Kultsum ra., dengan ’Utsman ra.,
sehingga beliau ra. dijuluki Dzun Nurain (Pemilik Dua Cahaya).
Imam Thabrani meriwayatkan dari ’Ishmah bin Malik dia berkata: Tatkala putri
RasuluLlah saw. (Ummu Kultsum, pen.) meninggal dunia (tahun 9H, pen.), yang ketika
itu di bawa tanggungan ’Utsman, beliau saw. bersabda:
”Nikahkanlah anak kalian dengan ’Utsman; andaikata saya memiliki puteri ketiga,
niscaya akan saya nikahkan puteriku itu dengannya dan tidaklah aku nikahkan kecuali
karena ada wahyu dari Allah.”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari ’Ali bin Abi Thalib ra., dia berkata: Saya mendengar
RasuluLlah saw. berkata kepada ’Utsman:
”Andaikata saya memiliki empat puluh orang anak, maka akan saya nikahkan dia
denganmu satu demi satu hingga tidak ada yang tersisa satu pun di antara mereka.”
Diriwayatkan dari Al-Nazzal bin Sabrah al-Hilali, katanya: Kami berkata kepada ’Ali ra.:
”Wahai Amirul Mukminin, ceritakan kepada kami mengenai ’Utsman bin ’Affan”. Maka
’Ali ra. menjawab: ”Ia adalah orang yang dipanggil oleh para Malaikat dengan sebutan
Dzun Nurain. Ia adalah menantu RasuluLlah saw., dari kedua puteri beliau saw., dan ia
dijamin masuk surga.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa ’Aisyah berkata: Ketika RasuluLlah saw. sedang
berbaring di rumahku, kedua betisnya tersingkap. Lalu Abu Bakar minta izin masuk, dan
dipsersilakan sedang beliau saw. tetap seperti keadaannya semula, lalu mereka
berbincang-bincang. Kemudian ’Umar minta izin masuk, dan dipersilakan sedangkan
beliau saw. tetap seperti keadannya semula, lalu mereka berbincang-bincang. Giliran
kemudian ’Utsman minta izin masuk, maka RasuluLlah saw. duduk dan membetulkan
pakaian beliau saw., lalu mereka berbincang-bincang. Setelah (’Utsman) keluar, ’Aisyah
bertanya kepada RasuluLlah saw.: ’Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus, lalu ’Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi
perhatian khusus. Akan tetapi ketika ’Utsman masuk engkau terus duduk dan
membetulkan pakaian, mengapa?’ Beliau menjawab: ”Apakah aku tidak malu terhadap
orang yang Malaikat saja malu kepadanya?”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra., dia berkata: Saya pernah mendengar
RasuluLlah saw. bersabda:
”’Utsman datang kepadaku, dan saat itu ada seorang malaikat bersamaku, dia berkata,
’Dia akan mati syahid dan akan dibunuh oleh kaumnya. Sesungguhnya kami sangat malu
kepadanya’.”
Al-Bukhari meriwayatkan melalui jalur Anas bin Malik ra. yang mengatakan: RasuluLlah
saw. naik ke Bukit Uhud bersama Abu Bakar, ’Umar dan ’Utsman, maka bukit itu pun
bergetar. Lalu RasuluLlah saw. bersabda:
”Tenanglah wahai Uhud (tampaknya beliau saw. menghentakkan kaki), maka tidaklah di
atasmu (sekarang) melainkan seorang nabi, seorang shiddiq dan dua orang syahid.”
RasuluLlah saw. juga pernah mengangkat ’Utsman ra. sebagai pengganti beliau saw., saat
RasuluLlah saw. pergi ke medan Perang Dzat ar-Riqa’ dan Ghathafan, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Sa’ad.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, juga al-Hakim –dia menyatakan keshahihan
riwayat ini– dari ’AbdurRahman Samurah dia berkata: ’Utsman datang menemui
RasuluLlah saw. dengan membawa seribu dinar tatkala dia sedang mempersiapkan Jaysy
al-’Usrah (Tentara yang berada dalam kesulitan). Kemudian RasuluLlah saw.
menyimpannya di kamarnya dan membalik-balikkan uang tersebut seraya berkata:
”Setelah ini tidak ada pekerjaan ’Utsman yang membahayakan dirinya”. Beliau
mengatakan itu sebanyak dua kali. Juga diriwayatkan dari Ibn Syihab Az-Zuhri, bahwa
pada Perang Tabuk, ’Utsman ra. membawa lebih dari 940 unta, kemudian membawa 60
kuda untuk menggenapinya menjadi 1000.
(Ma’nawi) ’Utsman ra. juga pernah memberikan seluruh kafilah dagangnya yang baru
datang dari Syam untuk fakir dan miskin dari Kaum Muslimin, padahal begitu banyak
pedagang yang menawar barang2 tsb dengan bayaran lima kali lipat keuntungan, karena
pada saat itu barang-barang tsb. sedang sangat dibutuhkan. Hal ini terjadi di masa
kekhilafahan Abu Bakar ra.
KEKHILAFAHAN ‘UTSMAN RA.
Melalui tangan ’Utsman ra., Allah Swt. berkehendak untuk meluaskan wilayah Islam
hingga berkembang jauh ke wilayah Timur dan Barat, terbentang dari Sind di sebelah
timur, Kaukasus di sebelah utara, Afrika dan pulau-pulau Mediteranian di sebelah barat,
dan Habasyah (Ethiopia) di sebelah timur.
(Ma’nawi) ’Utsman ra. juga adalah orang pertama yang memperluas Masjid Nabawi
ketika dirasakan masjid itu tidak sanggup menampung jama’ah. Beliau mengeluarkan
uang 20.000 dirham untuk keperluan tsb., sebagai jawaban dari keinginan Nabi saw.,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibn Asakir.
Hudzaifah bin al-Yaman sepulang dari Perang di Armenia pergi menemui ’Utsman ra.
setelah melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca
Al-Quran. Perbedaan yang dapat mengancam lahimya perpecahan. Beliau ra. berkata
kepada ’Utsman: ”Aku menjumpai orang-orang, wahai Amirul Mukminin, di mana
mereka berselisih di dalam membaca Al-Quran.” Hudzaifah ra. juga berkata: ”Ambillah
tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Kristen
dan Yahudi.”
Kemudian ’Utsman ra. mengeluarkan kebijakan beliau ra. guna menertibkan hal itu dan
sejumlah besar sahabat ra. sependapat dengan terobosan terpuji tsb. Berkata Ibnut Tin:
”...Sedang pengumpulan ’Utsman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal qiraat,
sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan
ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir akan timbul
bencana , ’Utsman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu dalam satu
mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa
Quraisy saja dengan alasan bahwa Al-Quran diturunkan dengan bahasa mereka
(Quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa
selain Quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian ini
sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja.” (Untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat beberapa rujukan semisal: ”Ulumul Quran” karya Manna Khalil
Al-Qattan, ”History of Quranic Text” karya Al-A’zami, dll.)
Seorang tokoh yahudi yang mendengki terhadap Islam dan berpura-pura masuk Islam
bernama AbduLlah bin Saba’ beserta Sabaiyah nya (Sabaisme) sangat memainkan peran
timbulnya fitnah di masa2 akhir kekhilafahan ’Utsman ra. Provokator-provokator ini
berhasil pula memfitnah ’Utsman ra. dengan fitnah-fitnah keji dan berhasil pula
menghasut orang-orang berwatak keras yang belum mantap imannya, minim ilmu,
fanatik terhadap suatu pendapat, serta berlebih-lebihan (ekstrem) dalam beragama, yaitu
orang-orang khawarij, untuk melakukan makar dan konspirasi kepada seorang sahabat
utama ra. yang telah dijamin surga. Hal ini ’didukung’ oleh perubahan sosial di
masyarakat Islam ketika itu dengan adanya orang-orang yang masuk Islam saat perluasan
wilayah, namun tidak seiring dengan pemahaman yang benar tentang Islam itu sendiri
kepada mereka.
Berikut beberapa tuduhan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab kepada ’Utsman ra.
berikut bantahannya:
1. Nepotisme; bahwa ’Utsman ra. dituduh mengganti tokoh-tokoh sahabat ra. dengan
keluarganya yang derajatnya lebih rendah. Bantahan: RasuluLlah saw. juga pernah
mengangkat Usamah bin Zaid ra. padahal saat itu terdapat sahabat senior ra. seperti Abu
Bakar dan ’Umar ra. Begitu pula ’Ali ra. pun pernah mengangkat ’Abbas ra. dan
puteranya sebagai gubernur di beberapa tempat. Berkata Ibnu Taimiyah, bahwa
RasuluLlah saw. sejak dahulu mengangkat Bani Umayyah sebagai pejabat-pejabat
penting dalam pemerintahan. Dan berkata ’Utsman ra.: ”Aku tidak mengangkat seorang
pun kecuali RasuluLlah saw. telah pernah mengangkatnya terlebih dahulu.”
2. Tuduhan bahwa beliau ra. banyak memberi kepada kerabatnya. Bantahan: Justru
’Utsman ra. sedang melaksanakan perintah Allah Swt: ”Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan...” (Q. S. Al-Isra : 26). Berkata ’Utsman ra.: “Aku akan mengabarkan
pada kalian semua tentang kekhalifahanku. Sesungguhnya kedua pendahuluku bersikap
keras pada dirinya dan kerabatnya sendiri, walaupun ikhlas dan mencari ridha Allah Swt.,
padahal RasuluLlah saw. sendiri pun selalu memberikan shadaqah yg banyak pd
kerabat2nya. Adapun aku berada ditengah keluarga yg sangat kekurangan maka aku
hamparkan tanganku untuk meringankan beban mereka, karena mereka adalah
tanggungjawabku dan jika kalian berpendapat ini salah maka tolaklah.” Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah: “Kabilah Utsman ra. adalah kabilah yg amat besar, tidak seperti
halnya kabilah Abu Bakar ra. dan ’Umar ra., oleh karenanya kaum kerabatnya
membutuhkan lebih banyak bantuan daripada keluarga kedua pendahulunya.” Juga
terdapat tuduhan dari sisi banyaknya pemberian yang mana hal tsb adalah dusta.
3. Tuduhan bahwa beliau ra. mengusir Abu Dzar ra. Bantahan: Imam Ibnu Hajar dlm
Fathul Bari menerangkan: “Sesungguhnya Zaid bertanya pd Abu Dzarr ttg hal tsb karena
banyaknya isu dan penentang ’Utsman yg mengecam ’Utsman dan menuduhnya telah
membuang Abu Dzarr, lalu Abu Dzarr menerangkan bahwa ia memilih tempat tsb karena
keinginannya sendiri.”
Diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari ’Aisyah ra. yang mengatakan bahwa RasuluLlah
saw. pernah bersabda kepada ’Utsman ra.:
”Sesungguhnya Allah akan memakaikan kepadamu baju kebesaran (kekuasaan), di mana
apabila orang-orang munafik menginginkan agar engkau menanggalkannya, maka
janganlah engkau tanggalkan.”
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari ’AbduLlah bin Zubair berkata: Aku berkata kepada
’Utsman pada hari peristiwa itu, ”Keluarlah dan perangilah mereka, sesungguhnya
engkau bersama orang-orang yang dimenangkan Allah walaupun jumlahnya sedikit, dan
demi Allah, memerangi mereka itu adalah halal” Ia (ra.) menjawab: ”Jangan.” Sedang,
saat menjawab Mughirah bin Syu’bah ra., ’Utsman berkata: ”Jika aku keluar untuk
memerangi mereka, sekali-sekali tidak akan kulakukan, karena aku tidak mau menjadi
orang pertama pengganti RasuluLlah saw. menumpahkan darah Umat Islam...”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Jabir bin ’AbduLlah ra. bahwa ’Ali ra. menyampaikan
kepada ’Utsman: ”Bersamaku ada 500 pasukan bersenjata, izinkanlah aku untuk
menghalau mereka agar engkau tidak terbunuh.” Tetapi ’Utsman menjawab: ”Allah Swt.
membalas kebaikanmu. Saya tidak menginginkan darah tertumpah karena aku.”
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata: “’Utsman bin Affan pernah mengurung diri di dalam
rumahnya selama empat puluh malam. Lalu dia berkata padaku: ‘Bangunkan aku malam
ini pada waktu sahur’. Maka aku datang ke rumahnya pada waktu sahur, lalu kukatakan:
‘Sahur wahai Amirul Mukminin, semoga Allah merahmatimu’. Maka ‘Utsman bangun
sambil mengusap keningnya dan berkata, ‘SubhanaLlah wahai Abu Hurairah, rupanya
engkau telah memotong mimpiku. Dalam mimpiku tadi aku bertemu Nabi saw. yang
berkata kepadaku: ‘Besok engkau akan makan bersama kami’. Pada hari itu pula ‘Utsman
terbunuh.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad pula dengan isnad hasan dari ‘Utsman ra. berkata: Aku
bertemu Rasul saw. dalam tidurku semalam dan aku melihat Abu Bakar dan ‘Umar.
Mereka berkata kepadaku: “Bersabarlah, karena kamu akan berbuka bersama kami
nanti”, kemudian Rasul saw. mengambil mushaf Al-Quran dan membukanya di depan
’Utsman. Lalu ia terbunuh di saat membaca Al-Quran.
Dari ’AbduLlah Ar-Rumy, dia berkata: Aku mendengar ’Utsman bin ’Affan (ra.) berkata,
”Sekiranya aku berada di antara surga dan neraka, sementara aku tidak tahu ke mana aku
diperintahkan, maka aku suka memilih menjadi debu sebelum aku tahu ke arah mana
yang aku tuju.”
Dari Sufyan bin Uyainah, bahwa ’Utsman bin ’Affan pernah berkata: ”Tidak ada hari
atau malam yang lebih menyenangkan bagiku selain dari melihat Allah.” Yang
dimaksudkan adalah membaca Al-Quran. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dari Hani’, budak ’Utsman ra. yang telah dimerdekakan, dia berkata: ”Jika ’Utsman bin
’Affan berdiri dekat kuburan, maka dia menangis hingga jenggotnya basah oleh air
mata...” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dari Syarahbil bin Muslim, bahwa ‘Utsman bin ‘Affan ra. biasa memberi makan orang-
orang dengan makanan yang biasa dimakan para pejabat. Setelah masuk rumah, dia biasa
makan dengan cuka dan minyak. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Diriwayatkan dari al-Hassan al-Bashri, katanya: ”Aku melihat ’Utsman bin ’Affan, ketika
itu ia sudah menjadi khalifah, tidur siang hari di masjid dan ketika bangun terdapat bekas
batu kecil di pipinya, lalu orang berkata: ’Ini Amirul Mukminin, ini Amirul Mukminin’.”
Dikutip, diringkas dan disusun kembali oleh PIP PKS ANZ wil. NSW dari:
Tarikh Khulafa (Imam Suyuthi), Terjemah ’Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil Fitnah’
(Muhammad Amhazun), Zuhud (Imam Ahmad), Sirah Nabawiyah (Al-Buthy),
Klarifikasi Tuduhan Terhadap Khalifah ’Utsman ra. (Nabiel Al-Musawa), Ramalan2
RasuluLlah saw. (An-Nadwi), dll.
Saidina Ali Abi Talib: )بلاط يبأ نب يلع
‘Alī bin Abī Thālib (Bahasa Arab: ( )بلاط ﻲﺑأ نب يلعBahasa Persia: وبا رسپ ﯼلع
( )بلاط599 – 661) adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari
Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur
Rasyidin. SedangkanSyi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah
pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak
mengakui konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga
Ali menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga Imam. Ali adalah sepupu dari
Muhammad, dan setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu
Muhammad.
Syi'ah
Syi'ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan Nabi
Muhammad, dan sudah ditunjuk oleh Beliau atas perintah Allah di Ghadir Khum. Syi'ah
meninggikan kedudukan Ali atas Sahabat Nabi yang lain, seperti Abu Bakar dan Umar
bin Khattab.
Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau
semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.
Sunni
Sebagian Sunni yaitu mereka yang menjadi anggota Bani Umayyah dan para
pendukungnya memandang Ali sama dengan Sahabat Nabi yang lain.
Sunni menambahkan nama Ali dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah
melimpahkan Ridha (ke-suka-an)nya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga
diberikan kepada Sahabat Nabi yang lain.
Sufi
Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau
semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat
bahwa beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan
yang kurang sopan sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau tidak
suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan
riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran (duel-tanding), bila
pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang beliau, maka Ali enggan
meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu memperbaiki pakaiannya.
Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu hikmah (divine
wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang
tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah
keturunan beliau sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada
tarekat Qadiriyyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan
keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam
kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-
kitab lainnya.
Riwayat Hidup
Kelahiran
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut
sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar
tahun 599 Masehi[1] atau 600[2](perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan
di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini,
sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30
tahun bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar
yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang
dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW terkesan
tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi
Allah).
Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak
dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan
ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau
tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan
bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya
putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah
mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah
bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan
seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-
riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi
Harun kepada Nabi Musa.
Masa Remaja
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu
Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut atau
orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia
sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW
karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan
hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum
Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa
Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal
dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada
Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah
maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang
tertentu dengan kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir
(exterior)atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi
seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Kehidupan di Madinah
Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang
Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani
Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang
selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah
Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi.
Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi
semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda
sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq
Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika
memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama
dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi
Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan
pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada
wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi
SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih
berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul
Baitdan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin
Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang
meriwayatkan setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat
yang terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam
bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah
karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan
kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Sebagai khalifah
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya
mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin
Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan
pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti
Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan
waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah
diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan
diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin
Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan
perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir
pemerintahannya. Perang Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari
masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan
strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar
biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Beliau meninggal di usia 63 tahun
karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan
Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19
Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun
40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang
menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Keturunan
Artikel utama: Keturunan Ali bin Abi Thalib
Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra[3] dan memiliki
keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi
Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.
Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar
kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan.
Sebagai keturunan langsung dari Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.
Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari 18 anak
laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih tersebar, dan
dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib
kerap digelari Sayyid.