Anda di halaman 1dari 8

Abu Bakar AS-Shiddiq r.a.

( 632–634 )

Pengertian Khilafah

1. Menurut Ibnu Khaldun


Khilafah adalah Orang membawa seluruh manusia kepada sesuatu yang dianggap benar menurut
agama, baik akhirat, ataupun dunia.

Abu Bakar as-Siddiq ( 11-13 H/632-634 M )


Nama kecilnya adalah Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul
Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Julukannya ialah Abu Bakar (Bapak Pagi) karena
paling awal memeluk Islam. Gelarnya As-Shiddiq diperoleh karena ia membenarkan Nabi dalam berbagai
peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.
Pidato politik yang disampaikan sehari setelah pengangkatan, menegaskan kepribadian dan
komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi dalam meraih keberhasilan.
 Kutipan khutbah Abu Bakar adalah :
“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang
yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik ikutilah aku, tetapi
jika aku berlaku salah, luruskanlah aku! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai
aku dapat mengambil haknya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku
dapat mengembalikan haknya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan
RasulNya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan RasulNya, kamu tidaklah perlu
mentaatiku.”
Semenjak wafatnya Nabi Saw., beberapa suku Arab dari Islam melepaskan kesetiaan dengan
menolak memberikan baiat kepada Khalifah, dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka
menganggap bahwa perjanjian bersama Nabi Muhammad di batalkan sebab Nabi Sudah wafat, Gerakan
melepas kesetiaan tersebut dinamakan “Riddah”. Riddah berarti murtad, Abu Bakar menyelesaikan
masalah ini dengan apa yang disebut Perang Riddah. Khalid bin Walid adalah jenderal yang banyak
berjasa dalam perang Riddah.
Nabi-Nabi palsu yaitu :
- Aswad Al-Ansi, - Musailamah Al-kadzab
- Thulaihah Bin Khuailid - Sajah
Sahabat Nabi ada sekitar 39 yang merupakan penghafal al-Qur’án meninggal dunia. Oleh sebab itu
Abu bakar bermusyawarah dengan para sahabat untuk mengumpulkan, ayat-ayat Al-qur’an. Abu bakar
memberikan amanah kepada Zaid bin tsabit, yang mencatat wahyu. Kumpulan dari ayat-ayat Al-qur’an
tersebut diberi nama Mushaf.
Sesudah memulihkan ketertiban, Abu Bakar mengirim ekspedisi keluar Arab, Musanna dan Khalid
bin walid dikirim ke Irak dan berhasil menaklukkan Hirah di tahun 634 M. Sedangkan ke Syria, negara
di utara Arab yang dikuasai Romawi Timur (Byzantium), Abu Bakar mengutus 4 panglima, yaitu Abu
Ubaidah, Yazid Ibn Abi Sufyan, ’Amr Ibn As dan Syurahbil.
Faktor penting dari pengiriman pasukan besar-besaran ke Syiria adalah karena umat Islam Arab
memandang Syria sebagai bagian integral dari semenanjung Arab.
2. Husain Haikal, penulis biografi Abu Bakar, bahwa Abu bakar sebagai seorang yang mendirikan Arab
Empire (Kekaisaran Arab). Dengan ditaklukannya Hirah dan Chaldea, serta kemenangan di Adjnadin,
Abu Bakar telah menempatkan wilayah Arabia sebagai bagian penting dalam peta dunia.
Kekuasaan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan khalifah dengan tetap
mengedepankan prinsip musyawarah. Khalifah Abu Bakar ra. meninggal dunia, Senin, 23 Agustus 634
M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan
kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 22 hari.
Pendapat mengenai Tahun Lahirnya Abu Bakar.

1. Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar,


Abu Bakar. dilahirkan 2 tahun setelah kelahiran Rasul pada 571 M. hal ini berdasarkan pada perkataan
Siti Aisyah r.a, yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Barqi, bahwa “Rasulullah dan Abu Bakar mengingat
saat kelahiran mereka berdua disisiku dan ternyata Rasulullah lebih tua”.
2. Menurut Imam Nawawi,
Abu Bakar dilahirkan 3 tahun setelah Tahun Gajah. Maka dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq dilahirkan sekitar tahun ± 573-574 M. Nasabnya adalah
Abu Bakar Abdullah bin Ustman/Abi Quhafah ibn Amir ibn Amr ibn Ka’ab ibn Sa’ad ibn Taim ibn
Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ghalib ibn Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Ayahnya bernama Utsman dan
ibunya bernama Ummul Khair Salma binti Sakhr, yang merupakan saudara sepupu Ustman (ayah Abu
Bakar). Nasabnya dari jalur ayah bertemu dengan nasab Rasulullah saw. pada Murrah ibn Ka’ab,
kakek ke-6 Abu Bakar dan Rasulullah saw.

Gelar yang diberikan kepada beliau, yaitu:

a. Abu Bakar, artinya Abu: bapak, dan Bakar: segera.


b. ‘Atiq, yang artinya tampan, tanpa cela. berdasarkan pada hadist nabi Muhammad saw., yang
pernah disampaikan kepada Abu Bakar, bahwa “engkau ‘atiq (orang yang dibebaskan) dari api
neraka.” (HR. Tirmidzi).
c. Ash-Shiddiq, artinya yang selalu membenarkan, yang jujur.

Abu Bakar memiliki 4 istri dan 6 anak :

a. Qatilah binti Abdul Uzai ibn Abd As’ad ibn Nadhar ibn Malik ibn Hasal ibn Amir ibn Lu’ay yang
dinikahi sejak sebelum keislamannya. Dari pernikahannya ini, ia memiliki dua orang anak, yaitu
Abdullah dan Asma’ Dzat an-Nithaqain (pemilik dua ikat pinggang) menikah dengan Zubair bin
Awwam;
b. Ummu Ruman binti Amir, yang memiliki anak bernama Abdurrahman dan Aisyah r.a.
c. Asma’ Binti Umais, yang memilikii anak bernama Muhammad ibn Abu Bakar (memerintah di
Mesir pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
d. Habibah binti Kharijah, yang pada saat Abu bakar meninggal dunia, ia sedang mengandung
seorang anak perempuan yang diberi nama Ummu Kultsum (yang menjadi isteri dari Thalhah bin
Ubaidillah).

Diantara sikap kepahlawanannya dalam melindungi Nabi Muhammad terlihat ketika Abu Bakar
menolong Rasulullah SAW saat ia dicekik Uqbah ibn Abi Mu’ith dalam Ka’bah, ia juga menemani
Rasulullah sewaktu di gua Tsur dan juga di sepanjang perjalanan menuju Madinah. Hadist
Rasulullah yang menggambarkan penghargaan beliau atas ketulusan sikap Abu Bakar tersebut,
diantaranya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: Rasul pernah bersabda bahwa “tidak ada
seorangpun yang memberikan bantuan kepadaku kecuali aku telah membalasnya, selain Abu Bakar.
Yang dapat membalas pertolongannya hanya Allah di Hari Kiamat. Tak ada harta seorangpun yang
bermanfaat bagiku yang dapat melebihi kemanfaatan hartanya abu Bakar. Apabila aku
menginginkan seorang khalil maka aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasihku dan ingtlah
bahwa sahabat kalian adalah kekasih Allah”.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Darda’ tentang kisah perdebatan Abu Bakar dengan Umar
Bin Khattab, kemudian Rasulullah saw bersabda : “sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian
semua dan kalian semua berkata : “Kamu dusta”, sedang Abu Bakar berkata: “Kamu benar”. Dia
membantuku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan meninggalkan sahabatku?” (HR.
Bukhari). Selain itu ada juga hadist riwayat Ahmad dan Ibnu Majjah, yang artinya “Tidak ada harta
yang lebih bermanfaat bagiku yang melebihi kemanfaatan hartanya Abu Bakar”. (HR. Ahmad dan
Ibnu Majjah). Dengan kejujuran dan keikhlasan serta kedermawanan Abu Bakar tersebut, banyak
sahabat golongan dewasa yang masuk Islam, diantaranya, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan.

Proses Suksesnya Khalifah Abu Bakr

Sepeninggal Rasulullah saw., banyak yang berpendapat bahwa harus ada seseorang yang mampu
meneruskan peran beliau untuk memimpin ummat. Oleh karena Rasulullah tidak meninggalkan
pesan/wasiat.

Ada 3 golongan yang berhak menjadi khalifah :

1. Kaum Anshar, Mereka bermusyawarah di Tsaqifah (balai pertemuan) Bani Sa’idah, yang
kemudian memutuskan untuk mengangkat Sa’ad bin Ubadah dari Bani Khazraj.
2. Kaum Muhajjirin, Abu Bakar mencalonkan Umar bin Khattab & Abu Ubaidah ibn Jarrah.
3. Ahl al-Bait, Mereka beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib mewarisi dari karisma Rasulullah
saw., selain Ali juga adalah sepupu dan menantunya.

Pada saat kaum Muhajjirin dan Ahli al-Bait sedang menyiapkan pemakaman Rasulullah, para
pemimpin kaum Anshar mengadakan pertemuan di Tsaqifah Bani Saidah untuk memusyawarahkan
siapa yang akan menjadi pengganti Rasulullah dalam memimpin ummah. Upaya kaum Anshar
mengangkat Sa’d bin Ubadah untuk menjadi Khalifah, diketahui oleh kaum Muhajjirin yang marah
dan langsung mengutus para pemukanya untuk menuju Tsaqifah Bani Saidah dan menggagalkan
usaha Kaum Anshar. Para pemuka Kaum Muhajjirin yang diutus adalah Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Ibn Jarrah. Sesampainya di tempat tersebut, Abu Bakar langsung
berbicara mengemukakan kelebihan kaum Muhajirin untuk menjadi khalifah. Upaya Abu Bakar
tersebut mendapat sambutan yang kurang baik dari Kaum Anshar. Salah seorang pemukanya yang
berasal dari bani Khazraj, Hubbab bin Mundzir, mengisyaratkan perpecahan dengan menyarankan
agar sebaiknya masing-masing memiliki pimpinan sendiri. Setalah terjadi perdebatan yang cukup alot
dan ditengahi oleh seorang pemuka Kaum Anshar dari Bani Aus, Basyir bin Sa’ad, akhirnya kaum
Anshar sepakat bahwa jabatan Khalifah dipegang oleh Kaum Muhajjirin. Abu Bakar mengangkat
suara menyebutkan keutamaan Muhajjirin dan suku Quraisy, mereka lebih dahulu memeluk Islam
banyak cobaan dan ujian yang harus mereka lewati karena berpegang teguh pada ajaran ini. Beliau
langsung mencalonkan Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah ibn Jarrah. Abu Bakar mengatakan
“Wahai Kaum Anshar, sesungguhnya bangsa Arab tidak mau tunduk dalam persoalan kekhalafahan
ini kecuali pada kaum Quraisy. Dan aku telah memilih untuk kalian salah satu dari 2 orang ini: Umar
bin Khattab atau Abu Ubaidah Ibn Jarrah”. Namun kedua orang yang dicalonkan tersebut langsung
menolak, karena Umar bin Khattab merasa bahwa Abu Bakar lebih banyak memiliki kelebihan
disbanding dirinya. Umar bin Khattab langsung mengatakan “bentangkan tanganmu wahai Abu
Bakar, kami akan membaiatmu. Rasulullah telah ridha kepadamu untuk urusan agama kami, apakah
kami tidak ridha denganmu untuk urusan dunia kami?”. Umar pun langsung membaiat Abu Bakar,
dan langkah tersebut diikuti oleh Abu Ubaidah ibnu Jarrah, Basyir bin Saad, serta semua orang yang
ada di Tsaqifah Bani Saidah. Bai’ata pertama ini disebut Bai’at Tsaqifah, sebab pernyataan sumpah
setia tersebut hanya dilakukan oleh para pemuka kedua kaum yang hadir di Tsaqifah Bani Saidah.
Baru pada keesokan harinya dilakukan Bai’ata kedua oleh seluruh masyarakat Madinah di masjid
Nabawi, yang disebut sebagai Bai’at al-‘Ammah (bai’at umum). Setelah pembaiatan umum
dilakukan, Abu Bakar melakukan pidato pengangkatannya yang menggambarkan sifat rendah hati,
prinsip keadilan, keterbukaan dan ketegasannya serta nasehat untuk selalu berjihad fi sabilillah dan
mentaati Allah dan Rasul-Nya. Pidato tersebut berbunyi:
“Wahai sekalian manusia, aku telah menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik
diantara kalian. Jika aku berbuat baik, maka ikutilah. Dan jika aku berbuat salah, maka luruskanlah. Jujur
adalah amanah dan bohong adalah khianat. Orang lemah di antara kalian menurutku kuat hingga aku
mengembalikan haknya kepadanya, Insya Allah. Orang kuat di antara kalian menurutku lemah hingga aku
mengambil haknya darinya, Insya Allah. Suatu kaum tidak akan meninggalkan jihad di jalan Allah
kecuali Allah akan menghinakan mereka. Kekejian tidak akan menyebar di suatu kaum kecuali Allah
akan meratakan musibah. Taatlah kalian kepadaku selagi aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku
berbuat maksiat pada Allah da Rasul-Nya, kalian tidak wajib untuk menaatiku. Berdirilah untuk
melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian”.

Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq r.a.

Abu Bakar ash-Shiddiq memerintah selama 2 tahun 3 bulan dengan system pemerintahan yang
sentralistik, dengan kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif seluruhnya berada di tangan sang
Khalifah. Namun segala keputusan yang beliau ambil juga berdasarkan hasil musyawarah dengan
para sahabat terkemuka. Abu Bakar mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai sekretaris Negara, Umar
bin Khattab dan Utsman bin Affan, sebagai Wazir dan hakim, Abu Ubaidah ibn Jarrah dan Zaid bin
Tsabit sebagai pejabat Qadhi (hakim agung).

Kebijakan Khalifah Abu Bakar.


1. Pengiriman Pasukan Usamah bin Zaid

Setelah mendapat bai’at dari ummat, khalifah baru ini langsung mengirim pasukan Usamah bin
Zaid bin Haritsah (yang pada saat itu berusia 17 tahun) menuju Balqa’ yang berada di wilayah
Syam yang telah dipersiapkan oleh Rasulullah sebelum beliau meninggal. Walaupun banyak
sahabat terkemuka, termasuk Umar bin Khattab, yang menentang keputusannya ini. Menurut para
sahabat, pasukan Usamah lebih dibutuhkan di Madinah untuk melindungi kota dari serangan
musuh. Karena pada saat itu banyak suku-suku yang masuk dalam konfederasi negara Islam
Madinah melakukan pemberontakan dan ingin melepaskan diri dari pemerintahan di Madinah,
tidak mau membayar zakat, dan murtad. bahkan dengan tegas beliau mengatakan “Demi Allah
aku tidak akan melepaskan ikatan yang telah diikatkan oleh Rasulullah. Seandainya burung
mematuk kita, hewan–hewan buas berada disekeliling Madinah, dan anjing-anjing menarik kaki-
kaki Ummul Mu’minin, aku akan tetap mengirimkan tentara Usamah”. Sebelum berangkat, Abu
Bakar berpesan untuk menjaga orang-orang yang lemah, melarang membunuh orang-orang yang
tengah menyendiri untuk beribadah di biara atau gereja, melarang berbuat kerusakan dan untuk
menghormati kepercayaan pasukannya. keputusannya tersebut ternyata berbuah manis. Pasukan
Usamah pulang dengan membawa kemenangan dan ghanimah yang banyak, sehingga wibawa
pemerintahan Abu Bakar semakin bertambah.

2. Perang Riddah
Perang Riddah adalah perang melawan kemurtad, tidak mau membayar zakat, dan Nabi palsu.
Karena mereka menganggap bahwa perjanjian yang mereka lakukan dengan Rasulullah, setelah
Rasulullah meninggal, tidak lagi berlaku. Namun menurut Karen Armstrong, hal tersebut tidak tepat
bila dianggap sebagai “pembelotan” atau pembangkang, rangkaian peristiwa tersebut, seluruhnya,
bersifat politis dan ekonomis. Mengingat sebagaian besar suku Badui yang masuk pada konfederasi
Islam tidak memiliki kepentingan besar dalam agama ini, karena memang tidak semua suku yang
diajak beraliansi tersebut mau memeluk agama Islam, tetapi hanya murni bersifat politis.
Abu Sulaiman al-Khaththabi, yang dikutip oleh Ibrahim al-Qurabi, mengklasifikasikan kaum murtad
menjadi 2 golongan :

1. Pengikuti Nabi-nabi palsu, seperti Musailamah al-Kadzdzab dan Aswad al-Ansi.


2. Orang yang keluar dari agama Islam dan kembali kepada ajaran mereka sebelumnya,

Sehingga berdasarkan sabda nabi yang memerintahkan untuk memerangi, bahkan wajib dibunuh,
orang - orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya serta ingkar kepada shalat dan zakat, maka
Abu Bakar mengirimkan sebelas pasukan untuk memerangi kaum murtad tersebut, bersama sepucuk
surat untuk kaum murtad. Para panglima yang dikirim yaitu Khalid bin Walid, Ikrimah bin Abu
Jahal, Syurahbil bin Hassanah, Muhajjir bin Umayyah, Huzaifah bin Muhsin al Ghathfani, Arfajah
bin Hurtsumah, Suwaid bin Muqrin, Al-Alla’ bin Hadhrami, Amr bin Ash, Khalid bin Said, dan
Tharifah ibn Hajiz. Perang riddah ini berlangsung selama 1 tahun yaitu pada tahun 11 H dengan
kemenangan berada di pihak Khalifah Abu Bakar. Suku-suku yang membangkang dapat
dikembalikan ke dalam syari’at Islam, sehingga kesatuan Jazirah Arab dapat dikembalikan.

3. Kodifikasi al-Qur’an ke Dalam Satu Mushaf


Dengan banyaknya para penghafal al-Qur’an dalam perang Riddah dan perang Yamamah, maka
Umar bin Khattab mengusulkan kepada khalifah untuk mengumpulkan al-Qur’an kedalam satu
mushaf. Umar khawatir al-Qur’an akan musnah seiring berkurangnya jumlah penghafal al-Qur’an
akibat syahid. Khalifah Abu bakar as-Shiddiq awalnya merasa ragu, namun kemudian ia
menyetujuinya dan menugaskan Zaid bin Tsabit untuk bersama Umar bin Khattab dalam
mengumpulkan ayat-ayat Allah tersebut. Zaid bin Tsabit berhasil mengumpulkan ayat-ayat tersebut
dari pelepah kurma, tulisan diatas tulang, lempengan batu dan dari hafalan para sahabat, yang
kemudian dijadikan satu mushaf. Lembaran tersebut disimpan oleh Abu Bakar sampai ia meninggal
dan kemudian diserahkan kepada Umar bin Khattab.
4. Perluasan Wilayah Kekuasaan
Setelah menyatukan jazirah Arab dan menstabilkan keadaan di dalam negeri, Abu Bakar
mengirimkan ekspedisi ke luar Arab untuk menyiarkan Islam, terutama ke wilayah kekuasaan Persia
dan Romawi. karena menurut Abu Bakar, kedua negara itu telah menghadang setiap usaha dakwah
dan menyokong kaum murtad saat melakukan pembelotan, serta memprovokasi kabilah–kabilah
untuk bangkit melawan kaum Muslim.

Abu Bakar kemudian mengirimkan panglimanya :

1. Khalid bin Walid beserta pasukannya ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah.
2. Abu Ubaidah ibn Jarrah dikirim ke Hims, Suriah Utara, dan Antiokia ( tahun 634 M.)
3. Amr bin Ash dikirim ke wilayah Palestina yang saat itu dikuasai Romawi Utara
4. Yazid bin Abu Sufyan dikirim ke Damascus dan Suriah Selatan.
5. Syurahbil dikirim ke Tabuk dan Yordania.
Satu demi satu wilayah tersebut dapat ditaklukkan dalam waktu relative singkat, sehingga Raja
Heraklius penguasa Kerajaan Byzantium menjadi murka dan menantang perang pasukan Islam.
Mengetahui hal tersebut, maka Khalifah Abu Bakar memutuskan untuk menggabungkan seluruh
kekuatan yang tersebar dan menyatukan pasukan di sebuah wilayah bernama Yarmuk, dengan
panglima tertingginya adalah Khalid bin Walid. Pada bulan Jumadil akhir tahun 13 H atau Agustus
634 M, pecahlah perang Yarmuk.
Di tengah berkecamuknya perang, datang kabar dari Madinah kepada Khalid bin Walid bahwa sang
Khalifah telah meninggal dunia dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Berita
tersebut, tidak lantas disebarkan kepada anak buahnya karena takut akan mengganggu konsentrasi
pasukannya. Perang ini kemudian menghasilkan kemenangan yang gemilang oleh pasukan Islam,
dengan jumlah yang syahid sekitar ± 5000 orang dan dari pihak Romawi ± 90.000 orang.

Wilayah kekuasaan selama pemerintahannya :


a) Makkah, dengan gubernurnya adalah Itab bin Usaid;
b) Thaif, dengan walinya Utsman ibn Abi Ash ats-Tsaqafi;
c) Shana’a, walinya Muhajjir ibn Abi Umayyah;
d) Hadhramaut, walinya Ziad ibn Labid;
e) Khaulan, walinya Ya’la Ibn Umayyah;
f) Zabid, walinya Abu Musa al-Asy’ari;
g) Najran, walinya Jarir ibn Abu Abdullah al-Bajli;
h) Bahrain, walinya Ala’ ibn Hadhrami;
i) Jarsy, walinya Abdullah ibn Tsaur;
j) Daumatul Jandal, walinya Iyadh ibn Ghanam;
k) Pemimpin pasukan Irak adalah Mutsanna ibn Haritsah asy-Syaibani, bermarkas di Hirah
l) Pemimpin pasukan di Syam adalah Khalid bin Walid.
Sakit dan Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq

Pada tanggal 7 Jumadil akhir 13 H Khalifah Abu Bakar mengalami sakit panas selama 15 hari,
hingga akhirnya meninggal pada hari senin sore tanggal 22 Jumadil akhir 13 H dalam usia 63 tahun,
sama seperti umur Rasulullah saw ketika beliau meninggal. jenazahnya dimandikan oleh isterinya,
Asma binti Umais dan anaknya Abdurrahman, kemudian dikafankan pada kedua bajunya lalu
dishalatkan dengan imamnya Umar bin Khattab. Pada malam harinya dikubur di samping makam
Rasulullah saw. Sebelum wafat beliau sempat berwasiat agar yang menjadi khalifah berikutnya
adalah Umar bin Khattab. Pengangkatan tersebut dilakukan dengan maksud untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, sebagaimana yang
terjadi ketika Rasulullah saw meninggal.
Tugas Kelompok :
Diskusikan pertanyaan di bawah ini setelah kalian sudah selsai membaca materi di atas :
1. Sebutkan pengertia khalifah menurut ;
a. Ibnu khaldun
b. Husain haikal
2. Setelah wafatnya Nabi Saw. Sebutkan Langkah awal yang dilakukan oleh khalifa Abu
Bakr setelah terangkat menjadi pemerintah dalam islam…!
3. Sebutkan pendapat mengenai Tahun lahirnya Abu Bakr menurut :
a. Al-hafis ibnu Hajar
b. Imam Nawawi
4. Sebut dan artikan dari 3 Gelarnya khalifa Abu Bakr…!
5. Ada 3 Golongan yang berhak menjadi khalifa setelah Nabi Saw. Wafat, sebut dan jelaskan
dari ketiganya..!

Anda mungkin juga menyukai