Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi kecacingan adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang

terdiri dari golongan nematode usus. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang

masih banyak ditemukan di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health

Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia

terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Kecacingan tersebar di daerah tropis

dan subtropis, dengan jumlah terbanyak terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika,

Cina dan Asia Timur (Azizaturridha, 2015).

Prevalensi kecacingan di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006 yaitu

sebesar 32,6%, terutama pada penduduk yang kurang mampu dari sisi ekonomi.

Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terkena kecacingan karena

kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat

tinggalnya (Ahdal, 2014). Angka kecacingan di Indonesia tahun 2012 adalah 22,6%

sedangan target Kementrian Kesehatan di 2015 angka kecacingan di Indonesia <

20%. Aceh tepatnya di kota Lhokseumawe untuk kasus lama sebanyak 256 anak

terinfeksi cacing dimana 138 anak laki-laki dan 116 anak perempuan. Sedangkan

untuk kasus baru angka kejadian kecacingan sebanyak 360 anak diantaranya 186

anak laki-laki dan 174 anak perempuan (Dinkes, 2017).

Cacing sebagai parasit selain menyerap zat-zat gizi dalam usus anak, juga

merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi anak tersebut.

Anak–anak yang terinfeksi cacing biasanya mengalami lesu, pucat, anemia, berat

badan menurun, tidak bersemangat, konsentrasi belajar kurang, kadang disertai

1
2

batuk–batuk. Kejadian penyakit lainnya seperti kurang gizi dengan infestasi cacing

gelang menyebabkan kurangnya karbohidrat dan protein di usus sebelum diserap

oleh tubuh, kemudian penyakit anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang

mengisap darah di usus, cacing cambuk, dan cacing pita mengganggu pertumbuhan

dan perkembangan anak serta mempengaruhi masalah-masalah non kesehatan

lainnya misalnya turunnya prestasi belajar (Gentry, Sturm and Peterson, 2016).

Kelompok yang paling rentan terinfeksi cacing adalah anak-anak

prasekolah (Lizar, 2015). Akibatnya, mereka akan mengalami retardasi

pertumbuhan, berkurangnya daya ingat, penurunan fungsi kognitif, dan anemia.

Semua dampak negatif ini mengganggu proses pendidikan anak dan mengurangi

jumlah kehadiran di sekolah (Kumar et al., 2016)

Seseorang yang terinfeksi STH pada awalnya tidak menunjukkan gejala,

namun pada infeksi berat dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti nyeri

abdomen, diare, dan gangguan tumbuh kembang. Anak yang terinfeksi STH dapat

mengalami gangguan secara fisik dan gangguan intelektual akibat malnutrisi (Lizar,

2015).

Soil Transmitted Helmints (STH) termasuk infeksi kronis yang paling umum

terjadi di seluruh dunia terutama di negara dengan penghasilan rendah dan

menengah. Kecacingan dikaitkan dengan pertumbuhan yang buruk, berkurangnya

aktivitas fisik, dan gangguan fungsi kognitif dan kemampuan belajar. Intensitas

tinggi infeksi STH pada anak-anak menunjukkan dampak negatif terhadap status

gizi karena anak yang terinfeksi mengalami penurunan asupan makanan,


malabsorpsi, dan pencernaan makanan yang buruk (Kumar, Singh and Kumar,

2017).

Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) adalah penyakit neglected tropical

diseases yang disebabkan oleh beberapa jenis cacing yaitu cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus), dan

cacing cambuk (Trichuris trichiura). Infeksi STH bergantung pada kondisi sosial

ekonomi dan banyak ditemukan pada anak-anak di negara berkembang (Sandy and

Irmanto, 2014).

Ascaris lumbricoides (23%) dan Trichuris trichiura (26.3%) penyebab hampir

semua infeksi, sedangkan infeksi cacing tambang jarang terjadi (Stephanie M.

Davis et al., 2014).

Anda mungkin juga menyukai