PENDAHULUAN
belahan dunia dan sejak 20 tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat pada
tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor
lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada
anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak sekitar 10%
pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.2
baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi di
peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma
merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma
bervariasi pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Asma
tidak dapat sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul.
Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan kunci penting
1
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan utama : Sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
2.2.2 Keluhan tambahan : Batuk berdahak, pilek dan demam
2.2.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke UGD RSU Cut Meutia diantar oleh keluarga dengan
keluhan sesak napas yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
napas dapat timbul bila pasien terpapar udara dingin, debu dan paparan asap rokok.
3
Pasien mengeluhkan sesak napas dapat memberat bila malam hari sehingga pasien
sulit untuk tidur dan terdengar suara “ngik” ketika bernapas. Pasien juga
mengalami demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam yang
dirasakan pasien juga diikuti keluhan pilek dan batuk berdahak. Keluarga pasien
mengaku keluhan sesak napas yang dialami pasien sudah pernah dialaminya
sebelumnya. Keluhan mual dan muntah sebelumnya tidak ada, BAB dan BAK
dalam batas normal.
2.2.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit yang sama dan telah dirawat inap di
rumah sakit sebanyak 1 kali dengan keluhan yang sama. Keluhan sesak napas
pertama kali muncul sejak pasien berumur 13 tahun. Terakhir kali, pasien
mengalami keluhan sesak napas pada bulan Desember tahun 2018. Riwayat
penyakit lainnya tidak ada.
2.2.5 Riwayat penyakit keluarga
Ibu dari adik pasien memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat penyakit lainnya tidak ada.
2.2.6 Riwayat pemakaian obat
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah konsumsi obat-obatan rutin,
namun sudah mengkonsumsi obat penurun panas sejak 3 hari SMRS.
2.2.7 Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien merupakan kehamilan anak ketiga dari 5 bersaudara lahir secara
spontan di bidan dengan usia kehamilan 38-40 minggu. Berat badan lahir 3200
gram dan panjang badan 47 cm. Riwayat bayi segera menangis, menghisap kuat,
dan gerakan aktif.
2.2.8 Riwayat makanan
ASI mulai diberikan sejak saat lahir sampai usia 12 bulan. Riwayat makanan
pendamping ASI berupa susu formula sejak usia 4 bulan sampai usia 2 tahun. Usia
2 tahun keatas makan biasa.
2.2.9 Riwayat alergi
Riwayat alergi makanan (-), obat (-), debu (+), udara dingin (+), asap rokok
(+).
4
2.5 Resume
Pasien datang ke UGD RSU Cut Meutia diantar oleh keluarga dengan
keluhan sesak napas yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
napas timbul bila pasien terpapar udara dingin, debu dan paparan asap rokok. Pasien
mengeluhkan sesak napas dapat memberat bila malam hari sehingga pasien sulit
untuk tidur dan terdengar suara “ngik” ketika bernapas. Pasien juga mengalami
demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan pasien
juga diikuti keluhan pilek dan batuk berdahak. Keluarga pasien mengaku keluhan
sesak napas yang dialami pasien sudah pernah dialaminya sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang
dengan kesadaran compos mentis. Tidak dijumpai pernapasan cuping hidung. Pada
auskultasi thorax dijumpai wheezing. Pemeriksaan penunjang darah rutin dalam
batas normal.
2.7 Tatalaksana
Oksigen 2-4 L/i
IVFD RL 20 gtt/i (makro)
Inj. Dexamethasone 5 mg/12jam
Inj. Ranitidin 25 mg/12jam
Ambroxol syr 3xC1
8
Cetirizine tab 1 x 10 mg
Nebule ventolin 2,5 mg / 8j
2.8 Prognosis
Quo Ad vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : Dubia ad bonam
2.9 Follow Up
FOLLOW UP
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Global Initiative for Asma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan
episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya
pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian
rangsangan.1
yang lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan
fisik, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta
3.2 Epidemiologi
dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10
11
bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3%
dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for
Health Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun
adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah
38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma
pada laki-laki 3 kali lebih banyak dibanding perempuan, selama masa remaja
prevalensinya hampir sama dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita asma
dibanding wanita.4
laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu.
Sedangkan, laporan dari CDC menyatakan terdapat 187 pasien asma yang
meninggal pada usia 0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak. Namun secara
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa
faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih
dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia,
1. Jenis kelamin
pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan. Menurut laporan MMH, prevalensi asma pada anak laki-laki lebih
tinggi daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-11 tahun dan
meningkat menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun. Pada orang dewasa, rasio ini berubah
2. Usia
Gejala asma pada asma persisten pertama kali timbul pada usia muda, yaitu
pada beberapa tahun pertama kehidupan. Di Australia, dilaporkan bahwa 25% anak
dengan asma persisten mendapat serangan mengi pada usia <6 bulan, dan 75%
mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5% anak dengan
asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35 tahun, 60% menetap
menunjukkan gejala seperti saat anak-anak, dan sisanya masih sering mendapat
3. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan
beratnya asma. Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan
terjadi serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah megalami hay
fever, rhinitis alergi, eksema. Anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6
bulan pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi dari pada anak yang
4. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko
13
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma,
5. Ras
Dilaporkan prevalensi asma dan kejadian asma pada ras kulit hitam lebih
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.
mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya
dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan
inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus
1. Faktor Lingkungan
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
3.5 Patofisiologi
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Respon terhadap inflamasi pada
mukosa saluran napas pasien asma ini menyebabkan hiperreaktifitas bronkus yang
merupakan tanda utama asma. Pada saat terjadi hiperreaktivitas saluran napas
sejumlah pemicu dapat memulai gejala asma. Pemicu ini meliputi respon
hipersensitivitas tipe 1 (dimedisi 1gE) terhadap alergen debu rumah dan serbuk sari
yang tersensitisasi, iritan seperti udara dingin, polutan atau asap rokok, infeksi
menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau
napas adalah edema mukosa, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Obstruksi
terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas mengalami volume penutupan dan
menyebabkan gas di saluran napas terperangkap. Bahkan, pada asma yang berat
dapat mengurangi aliran udara selama inspirasi. Sejumlah karakteristik anatomi dan
fisiologi memberi kecenderungan bayi dan anak kecil terhadap peningkatan risiko
obstruksi saluran napas antara lain ukuran saluran napas yang lebih kecil, recoil
15
elastic paru yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polos saluran napas kecil,
hiperplasia kelenjar mukosa relatif dan kurangnya saluran ventilasi kolateral (pori
napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada
3.6 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak
penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat
penatalaksanaannya.8
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut) :8
- Intermitten
- Persisten ringan
- Persisten sedang
16
- Persisten berat
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum
menurut GINA
Selain pembagian berdasarkan GINA, PNAA membagi asma menjadi 3 yaitu asma
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)
dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma
persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan
pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,
18
a. Anamnesis
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
19
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Chronic recurrent cough batuk kronik berulang, BKB dapat
- Timbul bila ada faktor pencetus. Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah,
asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,
rinofaringitis
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nokturnal).
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,
atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejal alergi lain
pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai
c. Pemeriksaan Penunjang
• Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
Uji cukit kulit (skin prick test), eosinophil total darah, pemeriksaan IgEs
pesifik.
eosinofil sputum.
hipertonik.
21
Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons terhadap
pemberian obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik
lebih lanjut. Bila respons terhadap obat asma tidak baik, sebelum memikirkan
diagnosis lain, maka perlu dinilai dahulu beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi
22
adalah apakah penghindaran terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat
sudah adekuat, cara dan waktu pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien
baik. Bila semua aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar. Maka perlu
respiratorik sejak masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh, atau kelainan
fokal paru dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan adalah foto Rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji provokasi. Selain itu
mungkin juga perlu diperiksa foto Rontgen sinus paranasalis, uji keringat, uji
tindakan bronkoskopi.9
Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma.
Pada anak usia 3 bulan, mengi biasanya ditemukan pada keadaan infeksi,
malformasi paru dan kelainan jantung. Pada bayi dan batita, bronkiolitis yang
umum. Pada anak yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi
pita suara. Selain itu, batuk berulang juga dapat ditemukan pada tuberculosis
diagnosis banding dari asma yang sering pada anak yaitu Rhinosinusitis, infeksi
3.9 Penatalaksanaan
Hal terpenting pada penatalaksanaan asma yaitu edukasi pada pasien dan
alergen, pengertian tentang kegunaan obat yang dipakai, ketaatan dan pemantauan,
dan yang paling utama adalah menguasai cara penggunaan obat hirup dengan benar.
Edukasi sebaiknya diberikan secara individual secaa bertahap. Pada awal konsultasi
alasan pemilihan obat, cara menghindari pencetus bila sudah dapat diidentifikasi
Berikut beberapa hal yang mendasar tentang edukasi asma yang dapat
- Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangi paparan
- Pemantauan mandiri gejala dan PEF dapat membantu penderita dan keluarganya
Klasifikasi
- Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah
cukup. Serangan asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yang
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul,
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda (reliever) seperti β2-
inhalasi/hirupan (Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler) cukup sulit untuk
anak usia kurang dari 5 tahun dan biasanya hanya diberikan pada anak yang sudah
mulai besar (usia <5 tahun) dan inipun memerlukan teknik penggunaan yang benar
yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak ada/tidak
dapat digunakan, maka β-agonis diberikan per oral. Penggunaan teofilin sebagai
timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan β-agonis oral tunggal dengan
dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat
Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak
episodik ringan. Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan
obat controller pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma
Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis
rendah, atau kromoglikat hirupan. Jika dengan pemakaian β2-agonis hirupan lebih
dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang baik maka
sudah terindikasi. Tahap pertama obat pengendali pada asma episodic sering adalah
pemberian steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering
digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis
rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 ug/hari budesonid (50-100
ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 ug/hari
budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Dalam
setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka
panjang. 1,13
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali
karena itu penilaian efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang
minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak menunjukkan respons (masih
terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka
dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai
dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika
tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya
tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang
28
lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka
asma seperti rintis dan sinusitis.dan dengan penatalaksanaan rinitis dan sinusitis
Asma Persisten
200400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang
dari 12 tahun, 400-600 ug/hari budesonid (200-300 ug/hari flutikason) untuk anak
berusia di atas 12 tahun. Selain itu, dapat digunakan alternatif pengganti dengan
menggunakan steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (Long Acting
Apabila dengan pengobatan tersebut selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala
asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis
kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi pada pemberian >400 ug/hari budesonid
(>200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari
budesonid (>300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. atau tetap
dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Penambahan
LABA pada steroid hirupan telah banyak dibuktikan keberhasilannya yaitu dapat
hidupnya.15
Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 ug/hari namun tetap tidak
mempunyai respons, maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan
penggunaan steroid hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini
diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping
obat. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari.
Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada
pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik harus berhati-hati karena mempunyai
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal
atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapat
dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan
diteruskan.15
30
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena
perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat
hirupan biasa (Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan
berulang kali. Berikut tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan dengan
usia.15
Bagan 2. Alur Tata Laksana Serangan Asma Pada Anak di Fasyankes dan Rumah Sakit
32
BAB 4
PEMBAHASAN
baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi di
peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, asma
merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak ditangani dengan baik, asma
Terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi,
faktor mana yang lebih berperan tidak dapat dipastikan karena kompleksitas
(remodellig) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum
munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori
terjadi akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa,
hipersekresi mukus.
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dapat dipicu oleh debu, paparan asap
rokok dan udara dingin serta intensitasnya bertambah bila malam hari. Keluhan
yang sama juga dialami oleh ibu dan adik dari pasien. Hal ini sesuai dengan sumber
menimbulkan serangan asma, dan biasanya memberat bila malam hari. Hal ini juga
sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyebutkan bahwa asma bronkial dapat
wheezing dijumpai di kedua lapang paru ketika dilakukan auskultasi. Hal ini sesuai
dengan sumber kepustakaan yang menunjukkan bahwa pada asma bronkial dapat
dijumpai suara tambahan paru berupa wheezing yang disebabkan karena proses
ventolin yang termasuk golongan Beta 2 Agonist berfungsi sebagai relaksan otot
polos jalan napas dengan cara menstimulasi reseptor Beta 2 Adrenergik dengan
bronkokonstriksi. Beta 2 agonis terdiri atas 2 kelompok yaitu short acting dan long
acting. Efek bronkodilator dari short acting beta 2 agonist berlangsung 4-6 jam
sedangkan long acting memperlihatkan waktu kerja 12 jam atau lebih. Nebule
sehingga dapat menekan edema yang terjadi pada saluran napas. Cetirizine
DAFTAR PUSTAKA