Anda di halaman 1dari 10

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

menyerang manusia melalui telur atau larva yang ditransmisikan melalui tanah.

STH juga mempengaruhi lebih dari 1 miliar orang, terutama keluarga miskin di

negara berkembang. Ada 3 jenis STH yang sering menginfeksi yaitu cacing

gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing

tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) (Jia et al., 2012).

WHO memfokuskan permasalahan infeksi cacing pada anak usia

prasekolah, dengan alasan bahwa infeksi berat pada kelompok ini dapat

menyebabkan anemia, gangguan pertumbuhan, dan perkembangan anak

(Anderson et al., 2015).

3.1.2 Jenis-jenis Soil Transmitted Helminths (STH)

a. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

1. Epidemiologi

Soil Transmitted Helminths (STH) masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting dan prevalensinya masih tinggi di Indonesia. Faktor

yang mempengaruhi prevalensi tingkat STH adalah kebersihan, sanitasi, sosio-

ekonomi, tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, dan ekosistem (Wang et al.,

2012).

Dari 96 anak-anak di desa Suka, 60 (62%) terinfeksi, sementara di desa

Pantai Cermin, dari 96 anak-anak disana 51 (53%) terinfeksi. Hasilnya sesuai


dengan data tingkat infeksi di Sumatera Utara dan prevalensi STH di Indonesia

(50% -90%) yang paling sering adalah infeksi campuran (55.8%) (Hairani,

Andiarsa and Deni Fakhrizal, 2013).

2 Morfologi

Cacing Ascaris lumbricoides memiliki badan panjang berbentuk silinder,

bagian kepala dan ekornya lancip, kutikulanya bergaris melintang, memiliki mulut

berbibir tiga, satu dorsal dan dua lateroventral. Cacing jantan dewasa memiliki

panjang 15-30 cm, lebar 0,5 cm, sedangkan cacing betina dewasa memiliki

panang 22-35 cm, lebar 0,5 cm. Cacing jantan memiliki dua spikula, ujung

posterior jantan melengkung. Letak vulva betina 1/3 anterior tubuh, uterus

berdampingan pada 2/3 bagian belakang tubuh (Irianto, 2013).

Gambar 2.1. Morfologi Ascaris lumbricoides (Buku Parasitologi Klinis, 2013)

3. Daur hidup
Seekor cacing dewasa betina dapat menghasilkan 200.000 butir setiap

harinya. Cacing dewasa dapat hidup dalam usus manusia selama setahun lebih.

Telur yang belum infektif keluar bersama tinja (feses). Setelah 20-24 hari maka

telur menjadi infektif dan jika tertelan, didalam usus halus, telur tersebut ke luar

menjadi larva dan menembus dinding usus halus mengikuti peredaran darah

melalui saluran vena hati, vena kava inferior menuju jantung kanan, terus ke paru

(Irianto, 2013).

Larva menembus alveoli di paru, melalui bronkiolus dan bronkus menuju

ke dalam trakea. Kemudian larva melalui laring, faring, esofagus, dan ventrikulus

menuju ke dalam usus tempat larva menetap dan menjadi dewasa serta mengalami

kopulasi (Irianto, 2013).

Gambar 2.2. Siklus hidup Ascaris lumbricoides (Kemenkes, 2012)

4. Diagnosis dan pengobatan


Diagnosis infeksi Ascaris lumbricoides dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan ada tidaknya telur melalui teknik Kato-Katz, teknik formalin, teknik

sedimentasi, teknik McMaster. Pengobatannya dapat diberikan Albendazole 400

mg 1x sehari, Mebendazole 100 mg 3x sehari (Utzinger et al., 2012).

b. Cacing cambuk (Trichiuris trichiura)

1. Epidemiologi

Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat menyebabkan penyakit

trikuriasis. Sekitar 5,307 juta populasi berisiko terinfeksi, 604-795 orang yang

sudah terinfeksi. Morbiditas pada infeksi Trichuris sekitar 220 orang dengan

angka kematian 3-10 orang meninggal tiap tahunnya (Greenland et al., 2015).

Prevalensi cacing cambuk (Trichuris trichiura) sebanyak 167 anak (37%)

di Indonesia. Anak-anak lebih mudah terserang daripada orang dewasa. Infeksi

terjadi lebih berat pada anak-anak yang suka bermain di tanah tanpa alas kaki

(Greenland et al., 2015).

2. Morfologi

Trichuris trichiura membilik 3/5 bagian anterior tubuhnya menyerupai

benang, 2/5 bagian posterior lebih tebal, sehingga bentuk terlihat seperti cambuk

dengan bagian yang menebal sebagai gagangnya. Esofagus sempit, tebal

dindingnya hanya satu lapis sel, panjangnya hampir sama dengan panjang bagian

tubuh yang halus, tidak memiliki bulbus esofagus. Cacing dewasa jantan hanya

memiliki spikulum yang berbentuk lanset (pedang) yang terkurung dalam kantung

penis yang dibalikkan, ujung posterior cacing jantan melengkung. Kelamin cacing

betina tidak berpasangan, terdiri dari ovarium yang berbelit, sebuah uterus dan
sebuah vagina yang pendek dan bermuara pada vulva yang letaknya pada tempat

dimana tubuhnya mulai menebal. Untuk ukuran, cacing dewasa jantan memiliki

panjang 30-45 mm sedangkan cacing dewasa betina memiliki panjang 35-50 mm

(Hairani, Andiarsa and Deni Fakhrizal, 2013)

Gambar 2.3. Morfologi Trichuris trichiura (Buku Parasitologi Klinis, 2013)

3. Daur hidup

Cacing dewasa betina dapat bertelur kira-kira 3000-10.000 butir telur

dalam sehari. Telur yang terbawa bersama feses tidak berembrio dan tidak

menular. Telur tersebut baru menular setelah terjadi proses pematangan di tanah.

Bila telur yang menular tertelan oleh manusia maka setelah 20 jam di dalam tubuh

hospes tersebut tepatnya di duodenum, telur akan menetas menjadi larva. Larva

menetap di duodenum kira-kira 1 bulan, kemudian beralih ke sekum dan bagian


proksimal menjadi dewasa. Bagian yang halus masuk ke dalam mukosa usus,

sedangkan bagian yang tebalnya menjulur bebas dalam lumen usus. Cacing

tersebut dapat hidup bertahun-tahun dalam usus (Irianto, 2013).

Gambar 2.4. Siklus hidup Trichuris trichiura (CDC, 2016)

4. Diagnosis dan pengobatan

Diagnosis infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat ditegakkan

dengan memeriksa ada tidaknya telur melalui teknik Kato-Katz, teknik formalin,

teknik sedimentasi, teknik McMaster. Pengobatan dapat diberikan Albendazole

400 mg 3 x sehari, Mebendazole 100 mg 3 x sehari (Utzinger et al., 2012).

c. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

1. Epidemiologi
Telur cacing memerlukan temperatur terendah sekitar 18ºC dan tanah yang

lembab. Telur akan rusak bila temperatur turun di bawah 10ºC. Cacing tambang

terdapat didaerah tropik dan subtropik, kecuali Ancylostoma duodenale terdapat di

daaerah pertambangan Eropa Utara. Necator americanus tersebar di separuh

belahan bumi sebelah barat, Afrika tengah dan selatan, Asia selatan, Indonesia,

Australia, dan di kepulauan pasifik (Dhanabal, Selvadoss and Mutuswamy, 2014).

2. Morfologi

Ancylostoma duodenale memiliki warna putih keabuan, memiliki bukal

kapsul dengan dua pasang gigi ventral dan satu pasang gigi dorsal berbentuk

triangular. Cacing jantan memiliki panjang 1 cm dan lebar memiliki 500 mikron.

Berbentuk transparan, membranous, memiliki bursa kopulatriks melebar seperti

payung. Bursa kopulatriks memiliki dua spikula dengan panjang 1 mm dan

kloaka, terdapat testis yang tunggal yang terletak di sepanjang lipatan-lipatan

intestin, berlanjut ke duktus seminalis dan berakhir di kloaka. Cacing betina

memiliki panjang 1,2 x 600 mikron. Vulva terdapat di batas sepertiga tengah dan

sepertiga posterior tubuh. Organ-organ genital terletak di anterior dan posterior

dari vulva, terdiri dari ovarium, oviduk, reseptakulum seminalis, uterus, dan

vagina yang melebar dekat vulva (Firmansyah et al., 2014).

Necator americanus memiliki warna kuning keabuan, lebih kecil dari

Ancylostoma duodenale. Memiliki rongga mulut (bukal kapsul) di bagian ventral

terdapat semilunar cutting plate (gigi lempeng berbentuk bulan sabit). Cacing

jantan memiliki bursa kopulatriks relatif lebar dan panjang berbentuk agak bulat
dengan sepasang spikula. Cacing betina memiliki vulva terdapat di anterior dari

pertengahan tubuh (Hakimi, 2015).

Gambar 2.5. Morfologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

(Buku Parasitologi Klinis, 2013)

3. Daur hidup

Telur berubah menjadi larva pada tanah yang lembab dan hangat serta

cukup oksigen dalam waktu 24-48 jam. Larva tersebut larva rhabditiform yang

memiliki esofagus yang lonjong dan globuler dengan ekornya yang runcing dan

berukuran 250 mikron. Perubahan yang pertama kali, terjadi dalam waktu 3 hari

dan ukurannya menjadi 500 mikron disertai perubahan esofagus menjadi larva
filariform. Setelah dua minggu larva menjadi aktif. Larva filariform mudah mati

karena pengaruh udara dingin, sinar matahari langsung atau bahan kimia tertentu

(Irianto, 2013).

Cacing dapat hidup pada permukaan tanah yang lembab. Bila menginfeksi

manusia cacing akan menembus kulit, migrasi ke dalam pembuluh darah atau

limfe, sampai ke jantung dan paru. Cacing meninggalkan sirkulasi masuk ke

alveoli, naik ke trakea, epiglotis, turun ke esofagus, lambung dan akhirnya sampai

ke duodenum. Setelah 4-5 hari terjadi perubahan dalam duodenum dimana cacing

tersebut memiliki rongga mulut dengan 4 gigi kecil. Dalam 8 minggu sejak mulai

mengadakan penetrasi cacing akan menjadi cacing dewasa yang akan bertahan

hidup selama 5 tahun atau lebih (Indriyati, Hairani and Fakhrizal, 2015).

Gambar 2.6. Siklus hidup Necator americnus dan Ancylostoma

duodenale (CDC, 2016)

4. Diagnosis dan pengobatan


Diagnosis infeksi cacing cambuk (Trichiuris trichiura) dapat ditegakkan

dengan memeriksa ada tidaknya telur melalui teknik Kato-Katz, teknik formalin,

teknik Sedimentasi, teknik McMaster. Pengobatan berupa Albendazole 400 mg 3

x sehari, Mebendazole 100 mg 3 x sehari atau bisa juga diberikan Thiabendazol

(Utzinger et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai