TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis.
Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang
1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul
oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang
disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi
13
14
3.1.3 Etiologi
Etiologi efusi pleura terbagi menjadi infeksi dan noninfeksi.
a.Infeksi
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh afek primer sehingga
berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang
meradang akan menyebabkan nyeri. Bila cairan telah lebih banyak, pergeseran
kedua pleura tidak lagi menimbulkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya subfebril,
kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan
pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan, jika perlu dengan
torakskopi untuk biopsy pleura. 5
Pada penanganan, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga
istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan
demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke
sisi yang sehat. Penanganan yang baik memberikan prognosis yang baik, pada
fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya. Radang parenkim paru yang disebut
pneumonitis, dapat menimbulkan reaksi radang di pleura, maka cairan pleuranya
dapat pula terinfeksi. Abses paru akan menimbulkan efusi pleura jika sebagian
pleura terangsang.5
Perforasi esofagus langsung ke rongga pleura akan menyebabkan pleuritis,
15
b. Non Infeksi
Tumor primer pleura jarang disertai efusi pleura. Karsinoma paru dan
mediastinum dapat mengakibatkan cairan dirongga jika tumor menembus atau
mendekati pleura karena dapat menimbulkan bendungan aliran vena atau limfe.3
Tumor sekunder sering ditemukan di permukaan pleura viseralis maupun
parietalis, sering dalam bentuk taburan metastasis yang banyak di seluruh
permukaan, sehingga dinamai karsinosis pleura atau pleuritis karsinomatosa.
Cairan yang biasanya cukup banyak, sering kelihatan sedikit merah karena
tercampur darah (serosanguinus), tetapi kadang efusi ganas ini merupakan cairan
jernih kekuningan. Sering metastasis berasal dari kanker payudara, paru dan
limfoma malignum, tetapi juga kanker lain tidak jarang merupakan sumber
keganasan pleura.3
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan bendungan vena sehingga
cairan ke luar dari kapiler vena dan timbul efusi pleura. Demikian juga pada
perikarditis konstriktiva yang akan berakibat bendungan vena sistemik karena yang
tertekan adalah v.kava superior dan v. kava inferior.3 Hipertensi portal dan
hipoalbuminemia pada gagal ginjal hati, sindroma nefrosis karena gagal ginjal dan
udem seluruh tubuh (miksedema) pada hipotiroidisme juga biasanya disertai efusi
pleura. Kilotoraks merupakan penyulit cedera duktus toraksikus. Patogenesis efusi
pleura pada tumor jinak ovarium (Meigs) tidak diketahui pasti. Mungkin terjadi
bendungan limfe atau bendungan aliran cairan melalui lubang diafragma. Pada
infark paru biasanya terjadi radang sebagai reaksi terhadap jaringan nekrosis, tetapi
tidak tertutup kemungkinan adanya infeksi sekunder.1
16
3.1.4 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan
cairan, yaitu: 3,6
1. Transudat
Transudat adalah terbentuknya cairan pada satu sisi pleura yang melebihi proses
reabsorpsi cairan tersebut pada sisi pleura lainnya akibat dari ketidakseimbangan
antara tekanan kapiler hidrostatik dengan tekanan onkotik. Hal ini biasa terjadi pada
kasus:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura
Efusi pleura transudativa biasanya disebabkan oleh penyakit non-paru, antara lain;
gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena cava superior, dan asites pada
sirosis hati. Transudat umumnya tidak berwarna (jernih).
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan yang terbentuk melalui membran kapiler abnormal yang
permeabel dan berisi protein berkonsentrasi tinggi. Hal ini terjadi akibat proses
peradangan yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah pleura sehingga sel
mesotelial berubah bentuk menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura umumnya
berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein dari saluran getah
bening ini (misalnya pada kasus efusi pleura tuberkulosa) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura sehingga menimbulkan eksudat.
Efusi pleura eksudativa biasanya tidak hanya disebabkan oleh penyakit paru,
seperti; infeksi (tuberkulosis, pneumonia), tumor pada pleura, infark paru, dan
karsinoma bronkogenik, tetapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain yang
letaknya berdekatan dengan paru-paru, seperti abses intra-abdominal dan perforasi
esofageal. Pada efusi pleura eksudativa sering ditemukan sel-sel peradangan,
seperti sel polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Eksudat dapat tidak berwarna
(jernih), keruh, atau berdarah. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan
17
- Suatu efusi pleura kompleks mungkin disebabkan oleh adanya empiema atau
hematom, tetapi efusi pleura sederhana yang kronis dapat menjadi kompleks tanpa
adanya infeksi yang menyertai dan suatu efusi pleura sederhana yang berada dalam
rongga pleura yang kompleks dapat menunjukkan gambaran efusi pleura kompleks
misalnya pada pasien yang sebelumnya pernah dilakukan intervensi bedah atau
pernah terjadi infeksi sebelumnya.
3.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada etiologinya yang dapat
mempengaruhi keseimbangan antara cairan dengan protein di dalam rongga pleura.
Sebelum memahami mekanisme efusi pleura tersebut, sangat penting untuk
mengetahui fisiologi dari cairan pleura terlebih dahulu. Pleura terdiri atas suatu
lapisan parietal yang menerima darah dari arteri sistemik dan lapisan viseral yang
menerima darah dari sistem arteri pulmonalis. Diantara kedua lapisan pleura
tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi untuk melicinkan dan mengurangi
gesekan pleura parietal dan viseral selama gerakan nafas terjadi. Cairan pleura
dalam keadaan normal dibentuk melalui proses filtrasi di pembuluh darah kapiler
sebanyak 10-20 cc per hari. Cairan pleura akan selalu diproduksi dalam jumlah
tetap apabila terdapat keseimbangan antara proses produksi oleh pleura viseralis
dengan proses reabsorpsi oleh pleura parietalis dan sistem limfatik. Proses produksi
dan reabsorpsi tersebut terjadi melalui proses pertukaran pada dinding kapiler.8
Proses pertukaran pada dinding kapiler terjadi dalam dua cara, yaitu difusi
pasif menuruni gradien konsentrasi yang merupakan mekanisme utama untuk
pertukaran zat-zat terlarut dan bulk flow yang merupakan mekanisme untuk
menentukan distribusi volume cairan ekstra seluler (CES) antara kompartemen
vaskular (plasma) dengan cairan interstisium sehingga mekanisme bulk flow yang
memiliki peranan penting dalam keseimbangan cairan pleura. Bulk flow adalah
proses terjadinya filtrasi suatu volume plasma bebas protein yang kemudian
bercampur dengan cairan interstisium untuk selanjutnya direabsorpsi kembali.
Dinding kapiler memiliki fungsi sebagai penyaring dengan pori berisi air yang
dapat dialiri oleh cairan plasma. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan
19
di luar maka cairan terdorong ke luar melalui pori dalam suatu proses yang dikenal
sebagai ultrafiltrasi. Sebagian protein plasma tetap tertahan di bagian dalam selama
proses ini berlangsung karena efek filtrasi pori (bahan besar tak larut lemak seperti
protein plasma tidak dapat menembus pori yang berisi air) sehingga filtrat yang
dihasilkan adalah suatu plasma bebas protein. Ketika tekanan di luar kapiler
melebihi tekanan di dalam maka cairan terdorong masuk dari cairan interstisium ke
dalam kapiler melalui pori kembali yang dikenal sebagai reabsorpsi.8
Terdapat empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan melewati
dinding kapiler, yaitu:
1. Tekanan darah kapiler: tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan oleh darah
pada bagian dalam dinding kapiler yang cenderung mendorong cairan keluar dari
kapiler ke dalam cairan interstisium.
2. Tekanan osmotik koloid plasma (tekanan onkotik): tekanan yang mendorong
perpindahan cairan ke dalam kapiler melalui efek osmotik akibat kadar protein yang
lebih tinggi dengan konsentrasi air yang lebih rendah di dalam kapiler dibandingkan
cairan interstisium.
3. Tekanan hidrostatik cairan interstisium: tekanan yang ditimbulkan oleh cairan
interstisium pada bagian luar dinding kapiler yang cenderung mendorong cairan
masuk ke dalam kapiler.
4.Tekanan osmotik koloid cairan interstisium: tekanan yang mendorong
perpindahan cairan keluar kapiler dan masuk ke dalam cairan interstisium (jika
protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan interstisium) Oleh karena
itu, dua tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler adalah tekanan
darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium, sedangkan tekanan
osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan interstisium cenderung
mendorong cairan kedalam kapiler.8
Berdasarkan penjabaran diatas, efusi pleura terjadi akibat akumulasi cairan
pleura abnormal yang secara garis besar dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura yang berlebih
20
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan dan
neoplasma), peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung kiri), dan penurunan
tekanan intrapleura (atelektasis).
2. Penurunan kemampuan reabsorpsi
Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik koloid darah
(hipoalbumin) dan sumbatan pembuluh limfe. Terjadinya efusi pleura pada kanker
paru yaitu dengan menumpuknya sel tumor akan meningkatkan permeabilitas
pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor mengakibatkan
tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga
pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein. Adanya gangguan
reabsorbsi cairan pleura melalui obstruksi aliran limfe mediastinum yang
mengalirkan cairan pleura parietal, sehingga terkumpul cairan eksudat dalam
rongga pleura. Dengan adanya kanker paru membuat infeksi lebih mudah terjadi
dan selanjutnya timbul hipoproteinemia yang dapat menyebabkan efusi pleura.
Terjadi ketidakseimbangan, dalam hal ini terjadi penurunan protein plasma
dalam arteri bronkiolus, vena bronkiolus, vena pulmonalis dan pembuluh limfe
akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam cavum pleura, cairan akan
terkumpul di dalam cavum pleura yang merupakan dasar dari terjadinya efusi
pleura.2
apapun, sedangkan pada efusi pleura dengan jumlah cairan >300 ml dapat
ditemukan bunyi redup pada perkusi, penurunan pergerakan pada salah satu dinding
dada (gerakan dinding dada asimetris), melemah sampai hilangnya stem fremitus,
penurunan sampai hilangnya suara pernafasan, dada tampak cembung, dan ruang
antar iga yang melebar dan mendatar.1
Cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial.
Pada foto thoraks posterior anterior (PA), terdapat gambaran kesuraman pada
hemithoraks yang terkena efusi, konsolidasi homogen dan meniskus, sinus
costophrenicus tumpul, perdorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang
berlawanan, serta permukaan cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks
PA adalah 175-200 ml. Bila cairan kurang dari 200 ml (75-100 ml) dapat ditemukan
gambaran pengisian cairan di sinus costophrenicus posterior pada foto thoraks
lateral. Foto thoraks lateral dapat mengetahui lokasi efusi pleura, di depan atau di
belakang tubuh.7
3.1.7 Diagnosis
Diagnosis efusi pleura ditegakkan melalui beberapa langkah: 10
1) Anamnesis dan pemeriksaan klinis
Gejala yang ditimbulkan akibat efusi pleura antara lain sesak napas, nyeri
dada yang bersifat pleuritik, batuk, demam, menggigil. Manifestasi klinis efusi
pleura tergantung kepada penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan fisik bisa
normal jika jumlah cairan kurang dari 300 mL. Selanjutnya, jika fungsi pernapasan
dan pengembangan paru dan dinding dada masih normal biasanya jarang
menimbulkan hipoksemia yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh penurunan
ventilasi dan perfusi di saat yang bersamaan di paru yang mengalami kompresi.
Akumulasi cairan di dalam rongga pleura akan menyebabkan gangguan
restriksi dan mengurangi kapasitas total paru, kapasitas fungsional, dan kapasitas
vital paksa. Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
disebabkan atelektasis parsial pada area yang bersangkutan, jika ukuran efusi cukup
22
Tabel 2.1 Volume cairan pleura dan hubungannya dengan pemeriksaan fisik11
2) Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Toraks
Karena cairan bersifat lebih padat daripada udara, maka cairan yang
mengalir bebas tersebut pertama sekali akan menumpuk di bagian paling bawah
dari rongga pleura, ruang subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi
pleura biasanya terdeteksi pada foto toraks postero anterior posisi tegak jika jumlah
cairan sampai 200 – 250 ml. Foto toraks lateral dapat mendeteksi efusi pleura
sebesar 50 – 75 ml.10
Tanda awal efusi pleura yaitu pada foto toraks postero anterior posisi tegak
maka akan dijumpai gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul baik dilihat dari
depan maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang mengalir
bebas akan menampakkan gambaran meniscus sign dari foto toraks postero
anterior. Ketinggian efusi pleura sesuai dengan tingkat batas tertinggi meniskus.
24
Adanya pneumotoraks atau abses dapat mengubah tampilan meniskus menjadi garis
yang lurus atau gambaran air fluid level. 10
Efusi pleura lebih sulit teridentifikasi pada foto toraks dengan posisi
terlentang. Jika ukuran efusi cukup besar, bayangan kabur yang menyebar dapat
dimaklumi. Gambaran lain yang dapat ditemui antara lain tertutupnya bagian
apikal, obliterasi hemidiafragma, gambaran opasitas sebagian di hemitoraks, dan
fisura minor yang melebar. Foto toraks lateral dekubitus bisa dilakukan ketika
dicurigai adanya efusi pleura. Efusi pleura sederhana akan mengikuti gravitasi dan
akan terbentuk lapisan antara paru yang mengambang dengan dinding dada.
Gambaran yang tidak seperti biasa mencerminkan adanya lakulasi, abses atau
massa. Foto toraks lateral dekubitus terbalik akan menarik cairan ke arah
mediastinum dan memungkinkan untuk melihat parenkim paru untuk melihat
apakah ada infiltrat atau massa yang ada di balik perselubungan tersebut. 10
Dengan adanya penyakit dan scar paru, perlengketan jaringan dapat
menyebabkan cairan terperangkap di permukaan pleura parietal, visceral atau
interlobar. Karena perlengketan ini menyebabkan penumpukan cairan, maka bentuk
efusi terlokalisir sering digambarkan sebagai D-shape, sedangkan cairan yang
terlokalisir di daerah fisura akan berbentuk lentikular. 10
Berdasarkan foto toraks, efusi pleura terbagi atas small, moderate dan large.
Dikatakan efusi pleura small jika cairan yang mengisi rongga pleura kurang dari
sepertiga hemitoraks. Efusi pleura moderate jika cairan yang mengisi rongga pleura
lebih dari sepertiga tetapi kurang dari setengah hemitoraks. Sedangkan efusi pleura
dikatakan large jika cairan yang mengisi rongga pleura lebih dari setengah
hemitoraks. Selain itu efusi pleura juga dapat dinilai sebagai efusi pleura masif jika
cairan sudah memenuhi satu hemitoraks serta menyebabkan pergeseran
mediastinum ke arah kontralateral, menekan diafragma ipsilateral, dan kompresi
paru, jika tidak ada lesi endobronkial yang menyebabkan atelektasis dan fixed
mediastinum. 10
Pada kasus efusi pleura masif, seluruh hemitoraks akan terdapat bayangan
25
Gambar 2.1 (a) Efusi pleura kiri pada foto toraks tampak dari postero anterior dan
lateral (b) Meniscus sign dapat terlihat dari kedua posisi tersebut.
b. USG Toraks
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan USG toraks untuk menilai suatu
efusi pleura. USG toraks merupakan prosedur yang mudah dilakukan dan
merupakan tindakan yang tidak invasif dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien.
USG toraks lebih unggul daripada foto toraks dalam mendiagnosis efusi pleura dan
dapat mendeteksi efusi pleura sekecil 5ml. meskipun beberapa hal yang detail
hanya bisa terlihat pada CT scan, USG dapat mengidentifikasi efusi yang
terlokalisir, membedakan cairan dari penebalan pleura, dan dapat membedakan lesi
paru antara yang padat dan cair. USG juga dapat digunakan untuk membedakan
penyebab efusi pleura apakah berasal dari paru atau dari abdomen.
Selain itu USG dapat dilakukan di tempat tidur pasien yang sangat berguna
untuk identifikasi cepat lokasi diafragma dan tingkat interkostal untuk menentukan
batas atas efusi pleura. 10
26
c. CT scan toraks
Meskipun tindakan torakosentesis biasanya dilakukan berdasarkan temuan
foto toraks, tetapi CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan dengan foto toraks
biasa untuk mendeteksi efusi pleura yang sangat minimal dan mudah menilai luas,
jumlah, dan lokasi dari efusi pleura yang terlokalisir. Lesi lokulasi bisa tampak
samar – samar pada foto toraks biasa. Pada gambaran CT scan toraks, cairan yang
mengalir bebas akan membentuk seperti bulan sabit dapa daerah paling bawah,
sedangkan penumpukan cairan yang terlokalisir akan tetap berbentuk lenticular dan
relatif tetap berada dalam ruang tersebut. Selain itu, CT scan toraks dapat digunakan
untuk menilai penebalan pleura, ketidakteraturan, dan massa yang mengarah
keganasan dan penyakit – penyakit lain yang menyebabkan efusi pleura eksudatif.
Dengan menggunakan zat kontras intra vena, CT scan toraks dapat membedakan
penyakit parenkim paru, seperti abses paru. Emboli paru juga dapat terdeteksi
dengan menggunakan zat kontras intra vena. CT scan toraks juga berguna dalam
mengidentifikasi patologi mediastinum dan dalam membedakan ascites dari efusi
pleura subpulmonik yang terlokalisir.10
27
Efusi pleura dikatakan ganas jika pada pemeriksaan sitologi cairan pleura
ditemukan sel – sel keganasan. Diagnosis hemotoraks ditegakkan jika ada bukti
trauma dada pada pasien yang menjalani operasi dalam waktu 24 jam terakhir,
memiliki kecenderungan untuk terjadinya pendarahan, serta perbandingan nilai
hematokrit cairan pleura dengan serum lebih besar dari 50%.13
Tabel 2.2 Pemeriksaan cairan pleura untuk penegakan diagnostik
29
4) Biopsi Pleura
Pada kasus efusi pleura yang belum tegak diagnosisnya di mana dicurigai
disebabkan oleh keganasan dan nodul pada pleura tampak pada CT scan dengan
kontras, maka biopsi jarum dengan tuntunan CT scan merupakan metode yang
tepat. Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika dilakukan di daerah dengan tingkat
kejadian tuberkulosis yang tinggi, walaupun torakoskopi dan biopsi jarum dengan
tuntunan CT scan dapat dilakukan untuk hasil diagnostik yang lebih akurat.14
30
5) Torakoskopi
Torakoskopi merupakan pemeriksaan yang dipilih untuk kasus efusi pleura
eksudat di mana diagnostik dengan aspirasi cairan pleura tidak meyakinkan dan
dicurigai adanya keganasan.14
6) Pemeriksaan Lain Pada Kondisi Tertentu
- Pleuritis tuberkulosis
Ketika dilakukan biopsi pleura, maka sampel harus dikirim untuk pemeriksaan
histologi dan kultur untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis. Biopsi pleura
melalui torakoskopi merupakan pemeriksaan yang paling akurat untuk
mendapatkan hasil positif untuk kultur mikobakterium (dan juga sensitivitas obat).
Penanda tuberkulosis pleura dapat bermakna di negara-negara dengan angka
kejadian tuberkulosis yang rendah. Adenosine deaminase (ADA) adalah penanda
yang paling sering digunakan. 14
- Rheumathoid Arthritis yang berhubungan dengan efusi pleura
Sebagian besar efusi pleura yang disebabkan oleh Rheumathoid Arthritis
menunjukkan kadar glukosa yang sangat rendah yaitu <1,6 mmol/L (29 mg/dL).14
- Systemic Lupus Erithematosus (SLE)
Antinuclear antibody (ANA) cairan pleura tidak diperlukan diukur secara rutin
karena hanya menunjukkan kadar serum dan biasanya tidak membantu. 14
- Kilotoraks dan pseudokilotoraks
Pada kasus terduga kilotoraks atau pseudokilotoraks maka cairan pleura harus
diperiksakan untuk menilai kristal kolesterol, kilomikron, kadar trigliserida cairan
pleura dan kadar kolesterol cairan pleura. 14
3.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan
mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi cairan dari dalam
rongga pleura kemudian mengatasi penyakit yang mendasarinya. Pilihan terapinya
bergantung pada jenis efusi pleura, stadium, dan penyakit yang mendasarinya.
Pertama kita harus menentukan apakah cairan pleura eksudat atau transudat.11
31
1) Diagnostik
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat diambil dan
diperiksakan untuk menentukan penyebab efusi. Untuk pemeriksaan laboratorium
dibutuhkan 50 – 100 ml. Sebagian besar efusi pleura yang masih baru terukur lebih
dari 10 mm pada foto toraks posisi lateral dekubitus, CT scan toraks, atau USG
toraks.
2) Terapeutik
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk mengurangi gejala yang
ditimbulkan misalnya meringankan sesak napas yang diakibatkan jumlah cairan
yang besar dan membutuhkan evakuasi segera.
Kontraindikasi torakosentesis10
Tidak ada kontraindikasi untuk torakosentesis. Studi terbaru menunjukkan
bahwa jika torakosentesis dilakukan dengan tuntunan USG, maka hal ini aman
untuk dilakukan meskipun terdapat kelainan koagulasi. Perhatikan pasien dengan
kelainan koagulasi, termasuk gagal ginjal, tanda – tanda perdarahan yang terjadi
setelah prosedur. Hindari tempat yang terdapat selulitis maupun herpes zoster
dengan memilih lokasi torakosentesis alternatif.
b. Pemasangan selang dada11
Pemasangan selang dada dapat dilakukan pada pasien dengan efusi pleura ataupun
pneumotoraks dengan ukuran moderat sampai large, pasien dengan riwayat aspirasi
cairan pleura berulang, efusi pleura yang berulang, pada pasien yang dilakukan
bedah toraks, pasien dengan pneumotoraks yang berhubungan dengan trauma,
hemotoraks, kilotoraks, empiema, atau pada keadaan lain misalnya untuk
pencegahan setelah tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dan mencegah
tamponade jantung.
Indikasi pemasangan selang dada10
1) Pada keadaan darurat
- Pneumothoraks
- Hemopneumotoraks
- Ruptur esophagus dengan kebocoran lambung ke rongga pleura
2) Pada keadaan non-darurat
33
3.1.9 Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran
pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis
Paru fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai
lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
3.1.11 Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang
mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia cairan
pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki kemungkinan lebih
rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia yang disertai dengan efusi
memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang pasien dengan pneumonia saja.
Namun begitupun, jika efusi parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat,
35
biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani
dengan tepat, dapat berlanjut menjadi empiema, fibrosis konstriktiva hingga sepsis.
Efusi pleura maligna merupakan pertanda prognosis yang sangat buruk, dengan
median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1 tahun. Pada pria hal ini
paling sering disebabkan oleh keganasan paru, sedangkan pada wanita lebih sering
karena keganasan pada payudara. Median angka harapan hidup adalah 3-12 bulan
bergantung dari jenis keganasannya. Efusi yang lebih respon terhadap kemoterapi
seperti limfoma dan kanker payudara memiliki harapan hidup yang lebih baik
dibandingkan kanker paru dan mesotelioma. Analisa sel dan analisa biokimia cairan
pleura juga dapat menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura dengan pH yang
lebih rendah biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor yang lebih berat dan
prognosa yang lebih buruk.