Anda di halaman 1dari 84

Tema Pelayanan Bulan September 2019

JADILAH MURID KRISTUS

DAFTAR TEMA PERAYAAN IMAN BULAN SEPTEMBER 2019

Minggu, 1 September 2019.........................................................................134


Minggu Biasa XXII (Hijau)
Tunjukkan Integritas, Bersikaplah Rendah Hati

Minggu, 8 September 2019.........................................................................148


Minggu Biasa XXIII (Hijau)
Spiritualitas Murid: Melekat Pada Kristus

Minggu, 15 September 2019.......................................................................171


Minggu Biasa XXIV (Hijau)
Merayakan Pengampunan Illahi Dalam Persekutuan

Minggu, 22 September 2019.......................................................................186


Minggu Biasa XXV (Hijau)
Menjunjung Tinggi Laku Hidup Jujur

Minggu, 29 September 2019.......................................................................201


Minggu Biasa XXVI (Hijau)
Nilai Kemanusiaan Di Balik Kekayaan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 133


Minggu, 1 September 2019
Hari Minggu Biasa XXII (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Tunjukkanlah Integritas, Bersikaplah Rendah Hati”

TUJUAN
Jemaat menghayati dan mewujudkan sikap rendah hati sebagai gaya hidup.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Amsal 25:6-7
Mazmur Tanggapan : Mazmur 112
Bacaan II : Ibrani 13:1-8, 15-16
Bacaan III : Lukas 14:1, 7-14
DAFTAR AYAT LITURGIS

Berita Anugerah : Yakobus 4:6


Petunjuk Hidup Baru : Filipi 2:2-4
Persembahan : Kisah Para Rasul 4:32
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 21:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 39:1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 249:1-3
Nyanyian Persembahan : KJ 291:1-5
Nyanyian Pengutusan : KJ 258:1-2
Bahasa Jawa

Kidung Pamuji : KPJ 5:1-2


Kidung Panelangsa : KPJ 49:1-3
Kidung Kesanggeman : KPJ 352:1-3
Kidung Pisungsung : KPJ 157:1-3
Kidung Pangutusan : KPJ 348:1-2
Pdt. Udin Firman Hidayat (GKJ Jeruklegi “Margi Rahayu”, Cilacap)

134 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
GKJ menghayati Bulan September sebagai Bulan Katekese
Liturgi. Mengawali Bulan Katekese Liturgi ini warga GKJ diajak untuk
menghayati tema perayaan iman “Tunjukkanlah Integritas,
Bersikaplah Rendah Hati”. Tema ini sangat relevan untuk menolong
setiap warga GKJ mewujudkan liturgi kehidupan di tengah
kebersamaan sebagai satu bangsa besar yang majemuk. Liturgi tidak
hanya berhenti pada ruang ibadah tetapi berlanjut dalam liturgi
kehidupan nyata. Apalagi kita baru saja usai melaksanakan pesta
demokrasi. Perbedaan pendapat, perbedaan pilihan dan perbedaan-
perbedaan yang lain sering menjadi tantangan untuk mewujudkan
kebersamaan ini. Ada godaan kecenderungan orang mengagungkan
diri sendiri dan kelompok sebagai yang lebih unggul dibandingkan
dengan yang lain. Oleh sebab itu penting bagi setiap orang untuk
menjadikan sikap rendah hati sebagai gaya hidup. Tidak ada jalan lain
selain bersikap rendah hati seorang terhadap yang lain, demi
membangun kehidupan bersama yang beradab. Melalui ibadah ini
umat diajak untuk mewujudkan hal tersebut.

KETERANGAN BACAAN
Amsal 25:6-7
Amsal hari ini menunjukkan adanya godaan kecenderungan
untuk “cari muka” di depan orang-orang yang memiliki kuasa. Agaknya
hal ini berangkat dari pengalaman Salomo sendiri tatkala ia menjadi raja.
Banyak orang yang berusaha “cari muka”di depan raja untuk
mendapatkan simpati dan kehormatan. Namun demikian, bagi Salomo
orang yang bersikap semacam ini justru sedang meruntuhkan
martabatnya sendiri. Salomo menasihatkan dalam Amsalnya agar setiap
orang memiliki sikap rendah hati. Rendah hati artinya tahu
menempatkan diri secara tepat di hadapan orang banyak. Tak perlu
menonjolkan diri agar dapat dilihat oleh orang lain, dengan sendirinya
orang akan menaruh hormat dan simpati kepada mereka yang hidup

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 135


dengan rendah hati. Untuk mewujudkan prinsip ini, dalam etika Jawa
dikenal prinsip “aja dumeh”. Secara sederhana aja dumeh berarti
jangan menggunakan kelebihan-kelebihan tertentu (harta, pangkat,
talenta, dll) secara berlebihan untuk mencapai keuntungan pribadi.

Mazmur 112
Dalam bacaan ini pemazmur menyimpulkan pendapatnya
tentang siapakah sejatinya orang yang disebut “berbahagia” atau
“diberkati”. Orang benar ialah orang yang berbahagia. Sementara yang
termasuk dalam golongan orang benar menurut pemazmur ialah
orang-orang yang mengasihi Tuhan dan taat kepada-Nya (ayat 1).
Orang benar bukan berarti selalu melakukan hal yang benar,
melainkan orang yang hidup dalam anugerah kebenaran Allah.
Hidupnya berfokus kepada apa yang dikehendaki oleh Allah, berlaku
konsisten antara pikiran dengan tindakan dan mampu menunjukkan
solidaritasnya terhadap sesama. Semuanya itu dilakukan atas dasar
kasihnya kepada Allah bukan karena keterpaksaan. Tuhan akan
senantiasa melindungi dan membukakan jalan kehidupan (jasmani
maupun rohani) bagi setiap orang-orang benar. Adapun buah manis
dari kebenaran itu ialah anak cucunya menjadi perkasa dan diberkati,
harta kekayaan ada dalam rumah mereka, senantiasa diterangi
meskipun dalam kegelapan, beruntuk, tidak goyah, hatinya teguh,
tidak takut akan kabar celaka (penderitaan) dan mampu berempati
kepada sesama. Kebahagian-kebahagian itulah yang akan melingkupi
kehidupan orang benar.

Ibrani 13:1-8, 15-16


Mengakhiri pengajarannya, penulis surat Ibrani memberikan
nasihat terkait hidup bersama sebagai satu keluarga di dalam
persekutuan. Ayat 1 berbunyi “peliharalah kasih persaudaraan!” (TB-
LAI). Kata “peliharalah” diterjemahkan dari kata dasar dalam bahasa
Ibrani “meno”, yang dapat juga diterjemahkan “tetap, tinggal,

136 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


bertekun”. Sehingga “peliharalah kasih persaudaraan” dapat
dimengerti sebagai perintah untuk tetap tinggal secara terus menerus
di dalam kasih persaudaraan. Artinya ada proses keberlanjutan dalam
mewujudkan kasih persaudaraan tersebut. Dalam ayat-ayat
selanjutnya dituliskan mengenai aplikasi atau tindakan nyata
sehubungan dengan tindakan mewujudkan kasih persaudaraan yaitu
solidaritas sosial memberikan tumpangan kepada orang,
memperlakukan orang lain dengan baik, menjaga dan menghormati
kekudusan perkawinan, tidak menjadi hamba uang dan respek
terhadap pemimpin rohani. Tindakan inilah yang dalam ayat 15-16
disebut sebagai tindakan memuliakan Allah dan persembahan korban
yang berkenan kepada Allah.

Lukas 14:1, 7-14


Pembaca Injil Lukas disuguhkan pola narasi yang menarik
dalam bacaan kita ini. Dalam terjemahan TB LAI, tindakan
“mengamat-amati” yang dilakukan oleh orang-orang yang hadir di
rumah pemimpin orang-orang Farisi tersebut, ditanggapi juga dengan
tindakan “melihat” oleh Yesus (ayat 1 & 7). Pola ini menunjukkan
adanya hubungan antara tindakan yang satu dengan yang lainnya.
Pertama-tama semua orang “mengamat-amati” Yesus dengan
saksama. Mengamat-amati dengan saksama berarti memfokuskan
pandangan mata – kegiatan melihat secara detail dan terus menerus
pada satu objek yang sama yaitu Yesus dan apa yang dilakukan-Nya.
Ada tiga kemungkinan alasan mereka melakukan hal tersebut yaitu:
1) Ketidaksukaan mereka terhadap Yesus; 2) Yesus dilihat sebagai
orang yang tidak selevel dengan mereka, sehingga dianggap tak
pantas ada di tengah-tengah mereka; 3) Mencari-cari kesalahan yang
dilakukan oleh Yesus. Pada kenyataannya mereka tidak dapat
menemukan kesalahan apapun dalam tindakan yang dilakukan oleh
Yesus.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 137


Selanjutnya dalam ayat 7, TB LAI menuliskan tindakan yang
sama ternyata juga dilakukan oleh Yesus. Perbedaannya terdapat pada
pemakaian kata yang lebih halus (“melihat”). Sebagai catatan,
terjemahan TB LAI ini didasarkan pada makna tersirat yang
terkandung dalam teks. Mengingat bahwa dalam bahasa aslinya tidak
dituliskan secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan
“melihat” yang dilakukan oleh Yesus merupakan tindakan biasa,
melihat karena sekedar melihat. Melihat bukan dengan tujuan secara
sengaja mengamat-amati untuk mendapatkan sesuatu.

Perbedaan selanjutnya antara tindakan yang dilakukan oleh orang


banyak dengan yang dilakukan oleh Yesus adalah bahwa, tindakan orang
banyak tersebut justru tidak menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan
yang diharapkan (menemukan kesalahan Yesus). Sementara melalui
tindakan “melihat”nya, Yesus mendapati sesuatu yang penting terkait
kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Kebiasaan itu ialah 1)
Dalam suatu perjamuan ada kebiasaan dari mereka untuk berlomba-
lomba menduduki tempat-tempat terhormat;
2) sementara tuan rumah memiliki kebiasaan mengundang orang-
orang yang dianggapnya penting (sahabat, keluarga, orang yang
memiliki jabatan, dll). Hal ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk
menegur dan mengajar mereka.

Pertama, kehormatan tidak didapatkan berdasarkan pengakuan


diri sendiri melainkan oleh pengakuan orang lain. Tanpa dibuat-buat,
tanpa menonjolkan diri, tanpa mencari-caripun, kehormatan orang
terhormat akan tetap melekat pada dirinya sendiri dan diakui oleh
orang lain. Justru ketika orang mengagungkan dirinya dan
kehormatannya, orang tersebut akan kehilangan kehormatannya.
Kedua, banyak orang merasa terhormat tatkala mengundang orang-
orang penting dalam perjamuan mereka. Namun demikian, menurut
Yesus mereka justru tidak akan mendapatkan kehormatan itu, karena

138 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


orang-orang yang diundang itupun dapat melakukan hal yang sama,
bahkan mungkin dapat menjamu dengan jauh lebih baik. Sementara
ketika orang mengundang orang-orang miskin, lapar dan
terpinggirkan, mereka tidak akan dapat membalasnya. Dengan
demikian orang-orang tersebut akan menaruh rasa hormat yang jauh
lebih besar terhadap orang-orang dermawan seperti ini. Kehormatan
justru diperoleh tatkala seseorang mampu menerima semua orang
menjadi bagian hidupnya. Kehormatan oleh karena manusia mampu
untuk memanusiakan yang lain.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Ada ungkapan dalam kultur Jawa yang berbunyi demikian:
“Mikul dhuwur mendhem jero”. Secara harafiah berarti “anak yang bisa
menjunjung tinggi harkat, martabat dan derajat orangtua”. Memang
peribahasa ini secara khusus berbicara soal prinsip hormat anak
kepada orangtua. Namun demikian menurut hemat saya tidak ada
salahnya juga ungkapan di atas kita pakai secara luas untuk
menghayati relasi kita dengan sesama di tengah maraknya nilai sopan
santun, rasa hormat menghormati yang semakin terkikis. Dewasa ini
banyak sekali orang yang mencoba untuk mendapatkan
kehormatannya dengan cara-cara yang tidak menghargai keberadaan
orang lain malahan cara-cara yang merendahkan dan menjatuhkan
orang lain. Seperti yang juga sering kita lihat dan kita dengar melalui
media elektronik, media cetak maupun media sosial bahwa hal-hal
semacam ini biasanya justru dilakukan oleh orang-orang yang
berkedudukan tinggi. Penting untuk menghentikan segala bentuk
tindakan yang merendahkan harkat dan martabat orang lain.
Sebaliknya kita perkuat dan budayakan tindakan-tindakan yang
menjunjung tinggi harkat martabat orang lain. Rendah hati
merupakan sikap prinsip hidup yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 139


KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

RENDAH HATI SEBAGAI GAYA HIDUP

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,


Beberapa di antara kita mungkin pernah mengalami budaya
pendidikan di tingkat SD yang demikian: “Tempat duduk anak
diurutkan berdasarkan prestasi (rangking di kelas). Rangking 1 akan
duduk di bangku barisan paling depan dekat meja guru, sementara
yang rangking terakhir akan duduk di bangku baris paling belakang.”
Budaya yang seperti ini memunculkan jarak yang jelas antara siswa
yang satu dengan yang lain. Duduk di bangku depan berarti merekai
pandai, sebaliknya yang di belakang berarti mereka bodoh. Tanpa
disadari menanamkan rasa kebanggaan “lebih daripada yang lain”,
berpotensi mengolok-olok teman yang lain, dan meminimalkan
potensi untuk belajar bersama membantu teman yang lemah secara
akademis. Harus kita akui bahwa budaya persaingan telah
ditanamkan sejak dini dalam sistem pendidikan kita. Nilai prestasi
akademik sering menjadi tolok ukur tunggal dalam penilaian,
sehingga memunculkan perbedaan dan penilaian mengenaianak
bodoh dan anak pintar. Hasilnya, potensi kesombongan dan
perundungan/perisakan (bullying)yang merendahkan yang lain telah
muncul sejak anak memasuki dunia pendidikan. Padahal ilmu
psikologi telah mengakui bahwa manusia memiliki kecerdasan
majemuk. Lemah dalam kecerdasan yang satu tidak berarti bodoh
karena setiap anak memiliki potensi dan kelebihan.

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,


Sikap menyombongkan diri nampaknya menjadi salah satu
godaan yang menyerang kehidupan manusia sejak zaman dahulu.
Amsal memperlihatkan bahwa pada zaman Salomo menjadi raja,
orang-orang berusaha menyombongkan diri dan mencari muka di

140 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


depan raja. Menariknya, seperti contoh di atas seringkali budaya dalam
masyarakat melanggengkan dan melegitimasikan praktek kesombongan
ini. Dalam bacaaan Injil nampak jelas adanya budaya ini
– mengundang hanya orang-orang terhormat; kebiasaan duduk di tempat
terhormat. Dikisahkan seorang pemimpin Farisi mengadakan perjamuan
makan. Dalam perjamuan makan ini, ia hanya mengundang orang-orang
khusus yaitu sahabat, keluarga dan tetangga yang kaya raya (ayat 12).
Sementara para tamu yang hadir berusaha menduduki tempat-tempat
kehormatan. Baik tuan rumah maupun para tamu menunjukkan
kebanggaan akan kelebihannya di hadapan yang lain. Tuan rumah merasa
bangga bisa mengundang orang-orang kaya dan berpangkat, apalagi bisa
memberikan jamuan terbaik. Sementara para tamu memiliki kebanggaan
jika bisa duduk di tempat kehormatan, artinya mereka lebih terhormat
daripada tamu yang lain.

Kesombongan sering membuat manusia enggan menerima


mereka yang berbeda dan tidak sederajat. Tak heran tatkala Yesus
hadir dalam acara perjamuan makan itu, semua mata tertuju kepada-
Nya. Semua orang mengamat-amati dengan saksama. Pandangan
mereka menyorotkan kebencian dan sikap merendahkan. Mungkin
dalam benak mereka, “siapa sih Yesus? Anak kemarin sore yang sok-
sokan jadi guru, anak tukang kayu, hanya orang Nazareth kota yang
kecil”. Selain itu “mengamat-amati dengan saksama” dapat diartikan
sebagai kegiatan mengamati untuk mencari-cari kelemahan dan
kesalahan. Tentu hal ini dilakukan untuk merendahkan dan
mempermalukan Yesus di hadapan orang banyak. Uraian di atas
memperlihatkan bahwa kesombongan menimbulkan jarak pemisah
relasi antar manusia. Kesombongan menimbulkan kesenjangan antara
si kaya dan miskin, yang berkedudukan dan tidak, dsb.

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 141


Penulis surat Ibrani memberi nasihat kepada setiap orang
percaya: “Peliharalah kasih persaudaraan” (Ibrani 13:1). Nasihat ini
dapat dimengerti sebagai perintah untuk tetap tinggal secara terus
menerus di dalam kasih persaudaraan. Artinya kasih persaudaraan itu
mesti diperjuangkan dan diwujudkan secara terus menerus oleh
setiap orang yang menjadi bagian dari persekutuan. Kasih
persaudaraan tidak “ada dengan sendirinya”, kasih persaudaraan juga
tidak hanya diwujudkan oleh satu atau segelintir orang. Masing-
masing orang perlu terlibat dalam mewujudkannya. Menurut keempat
bacaan hari ini, segala tindakan kita dalam mewujudkan kasih
persaudaraan mesti didasari dengan sikap rendah hati.

Pertama, rendah hati berarti tahu menempatkan diri dalam


kebersamaan – tidak merasa diri lebih dari yang lain; tidak
menggunakan kelebihan secara berlebihan untuk kepentingan diri
sendiri. Dalam bahasa sederhana, rendah hati adalah laku hidup “aja
dumeh”. Aja dumeh pandai lalu menganggap yang lain sebagai orang
bodoh. Aja dumeh kaya lalu menganggap yang lain miskin. Aja dumeh
berkedudukan lalu berlaku sewenang-wenang terhadap yang lain. Aja
dumeh ganteng atau cantik lalu merendahkan orang lain, dan aja
dumeh dalam hal-hal lain. Aja dumeh mengajak manusia untuk
senantiasa menyadari bahwa di atas langit masih ada langit – ada
manusia lain yang lebih dari diri kita. Bebasan Jawa mengungkapkan
“Aja rumangsa bisa, bisaa rumangsa”. Selain itu aja dumeh juga
menyadarkan kepada kita untuk tidak berlaku “seenaknya” oleh
karena kelebihan kita. Setiap manusia perlu dijunjung tinggi
martabatnya sebagai manusia. Apapun kekurangannya, orang lain
tidak memiliki hak untuk memperlakukannya dengan tidak baik.

Kedua, rendah hati berarti hidup yang berpusat kepada


kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan ialah segala sesuatu yang
menghasilkan kebaikan bagi semua orang bahkan segenap ciptaan.

142 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Oleh sebab itu rendah hati merupakan sikap hidup yang mengedepankan
kepentingan bersama di atas kepentingan sendiri. Tidak sekedar apa yang
baik bagi hidupku, tetapi juga apa yang baik bagimu dan bagi mereka.
Sehingga kelebihan yang dimiliki dapat diletakkan di atas kepentingan
bersama tersebut. Maksudnya, kelebihan yang dimiliki merupakan sarana
bagi setiap orang untuk dapat melengkapi dan melakukan hal yang
terbaik bagi kepentingan bersama. Misalnya: orang pandai secara
akademis, bagaimana ia bisa membantu yang lemah untuk belajar
sehingga ada peningkatan kualitas akademisnya; orang kaya, bagaimana
ia dapat membantu program-program pengentasan kemiskinan; yang
aktif dalam pelayanan, bagaimana ia mampu memberi kesempatan
kepada yang lain sehingga dapat aktif berpelayanan bersama, dll. Orang
yang mampu melakukan hal-hal demikian tidak akan kehilangan apa yang
dimilikinya. Sebaliknya, mereka akan mendapatkan lebih dari yang
mereka miliki. Kesaksian pemazmur mengungkapkan “Haleluya!
Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada
segala perintah-Nya.” Kesaksian ini mengandung maksud kebahagiaan
akan senantiasa menyertai kehidupan orang-orang benar.

Saudara – saudara yang dikasihi Tuhan,


Tema ibadah hari ini mengajak kita untuk mewujudkan hidup
bersama sebagai “tim” yang saling menerima dan melengkapi. Dalam
hidup bersama tidak lagi ada “aku/keakuan” yang ditonjolkan. Sikap
rendah hati memungkinkan kita untuk membuang segala bentuk
“keakuan”. Rendah hati memungkinkan kita untuk melakukan
tindakan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Yesus
telah memberikan contoh bagaimana sikap hidupnya yang senantiasa
memperjuangkan pemulihan bagi harkat dan martabat manusia.
Maukah kita menjadi “team”nya Tuhan? Bersikaplah rendah hati.
Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 143


KHOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

ANDHAP ASORING MANAH


MINANGKA LAKUNING GESANG

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Ing antawis kita mbok menawi wonten ingkang nateé mrangguli
padatan ing pawiyatan tingkat SD ingkang mekaten: Para siswa anggeé nipun
linggih urut adhedhasarranking utawiprestasi ing kelas. Ingkang ranking 1
linggih ing bangkupaling ngajeng sacelakipun bapak/ibu guru. Deé neé ingkang
ranking pungkasan linggihipun ing bangku paling wingking. Padatan ingkang
mekaten yektosipun kirang prayogi awit mbeé dak-beé dakaken ing antawisipun
siswa satunggal lan satunggalipun. Ingkang linggih ing ngajeng piyambak
kaanggep langkung pinter lan wasis. Kosok wangsulipun ingkang linggih ing
wingking kaanggep bodho.

Prekawis punika ugi saged nuwuhaken raos gumunggung,


rumaos langkung saeé tinimbang liyan, ngasoraken utawi ngreè meè haken
liyan, lan ngirangi krenteganggeé nipun sinau sesarengan kanca-
kancanipun saneè s. Boten saged kita seé laki bilih wonten ing gesang kita
sesarengan punika, grengseng kanggeé langkung pinunjul tinimbang liyan
sampun tumanem wiwit ing bangku pawiyatan. Biji secara akademik
dados ukuran kanggeé mastani tiyang saneè s, matemah nuwuhaken sikep
mbeé dak-beé dakaken para siswa ingkang pinter lan ingkang bodho.
Kamangka ing kawruh psikologikawawas bilih kapinteraning manungsa
punika maneka warni. Wonten ingkang kawastanan kecerdasan majemuk
(multiple intelligence). Saben lareé nggadhahi kapinteran, linuwih lan
pinunjul ing babagan ingkang benten.

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Raos gumunggung dados satunggaling panggodha tumrap
manungsa. Ngeé ngingi bab punika, Kitab Wulang Bebasan neé lakaken

144 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


bilih ing jamanipun Prabu Suleé man kathah tiyang ingkang gumunggung,
sami pameè r ing ngarsaning sang ratu. Kados tuladha ing nginggil, asring
wonten padatan ing satengahing masyarakat ingkang asipat
nglestantunaken raos gumunggung punika. Prekawis ingkang sami ugi
kacariyos ing waosan Injil, nalika wonten satunggaling tiyang Farisi
ingkang ngawontenaken kembul bujana. Para tamu ingkang dipun ulemi
inggih punika para tiyang ingkang nggadhahi kalenggahan
– tiyang sugih, nggadhahi pangkat (ayat 12). Wasana para tamu
ingkang rawuh sami ngersakaken kalenggahan ingkang aji. Ingkang
kagungan dalem lan para tamu ingkang kinurmatan sami
ngatingalaken bilih piyambakipun langkung kajeè n tinimbang asaneè s.
Ingkang kagungan dalem ngraosaken bombong awit para tiyang
ingkang misuwur karsa ngrawuhi pambujanan.Para tamu ugi
ngraosaken bombong awit nampi ulem lan dipun ajeé ni.

Raos gumunggung punika ingkang boten dados renaning


penggalihipun Gusti Yeé sus.Nalika Gusti Yeé sus rawuh ing pambujanan
punika, para tiyang sami ningali Panjenenganipun kanthi tumemen.
Mbok menawi sami mbatin: Sapa ta wong kuwi? Bocah wingi soré kok
sok-sokan dadi Guru. Lha wong mung anaké tukang kayu, mung bocah
saka Nazarèth baé. Para tiyang sami ngreè meè haken Gusti Yeé sus. Bab
punika neé lakaken bilih raos gumunggung saged njalari tuwuhing
jurang pemisah ing antawisipun manungsa. Tiyang lajeng sami
mbeé dak-beé dakaken ing antawis tiyang ingkang sugih lan ingkang
mlarat, antawis tiyang ingkang pinter lan ingkang bodho, antawis
tiyang ingkang nggadhahi kalenggahan lan ingkang boten, lsp.

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Serat Ibrani paring pitutur tumrap sedaya tiyang pitados:
“Rumatana katresnaning paseduluran” (Ibrani 13:1). Pitutur punika
dados pepaken kanggeé gesang ingkang kebak katresnaning ing
salebeting pasedheè reè kan. Tegesipun, katresnaning pasedheè reè kan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 145


punika kedah tansah dipun tindakaken kanthi tumemen deé ning saben
tiyang ingkang, kalebet ugideé ning warganing pasamuwan.
Katresnaning pasedheè reè kan boten lumampah kanthi dumadakan saha
boten saged namung dipun wujudaken deé ning satunggal tiyang
kemawon. Saben tiyang kedah ndeé reé k mujudaken prekawis punika.

Miturut waosan-waosan ingdinten punika, sedaya tumindak


mujudaken katresnaning pasedheè reè kan kedah atetales lampah
andhap asor. Kapisan, andhap asoring manah ateges saged empan
papan ing salebeting gesang sesarengan, boten rumaos langkung
pinunjul tinimbang asaneè s. Tiyang ingkang andhap asoringgih punika
tiyang ingkang nindakaken wewarah “aja dumeè h”. Aja dumeè h wasis,
lajeng kita nganggep tiyang saneè s punika tiyang bodho. Aja dumeè h
sugih bandha, lajeng kita nganggep tiyang saneè s mlarat. Aja dumeè h
nggadhahi kalenggahan, lajeng kita nganiaya tiyang saneè s. Aja dumeè h
ngganteng lan ayu,lajeng kita nganggep tiyang saneè s punika awon, lan
saneè s-saneè sipun. Wewarah “aja dumeè h” ngatag manungsa supados
tansah eè nget bilih ing nginggiling langit taksih wonten langit. Ateges,
wonten manungsa ingkang langkung pinunjul tinimbang kita. Wonten
ungelan ingkang neé lakaken mekaten: “Aja rumangsa bisa, nanging
bisaa rumangsa”. Wasana aja dumeè h ugi ngeè ngetaken bilih kita boten
pareng “sakepeé nakeé dheé weé ” amargi rumaos linuwih. Saben manungsa
prelu dipun ajeé nidrajad lan martabatipun. Sinaosa wonten tiyang
ingkang nggadhahi kekirangan, kita boten prelu ngreè meè haken.

Kaping kalih, andhap asoring manah tegesipun munjeraken


gesang dhateng karsanipun Gusti. Karsanipun Gusti inggih punika
sedaya prekawis ingkang nuwuhaken kasaeé nan kanggeé sedaya titah.
Pramila andhap asoring manah neé lakaken lakuning gesang ingkang
nengenaken kabetahaning tiyang kathah tinimbang
namungkabetahaninpun piyambak. Kanthi mekaten saben tiyang
saged ngginakaken kasagedan kanggeé mujudaken pambiyantu deé ning

146 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


asaneè s. Awit kasagedan kita dados srana anggeè nipun kita saged
gesang tulung-tinulung ing bot repot. Contonipun: tiyang ingkang
nggadhahi kapinteranakademis, kabereg supados mbiyantu tiyang
ingkang kirang ing kawruh. Tiyang ingkang sugih bandha kabereg
asungpambiyantu dhateng para tiyang ingkang sekeng. Tiyang ingkang
sregep ing peladosan katimbalan mberegtiyang saneè s ndherek
peladosan sesarengan, lsp. Tiyang ingkang saged nindakaken
prekawis-prekawis punika boten badhe kecalan “bandha”awujud
berkah kasagedan. Kepara tiyang punika badheé pikantuk kanugrahan
lumantar kasagedanipun. Kados paseksinipun juru masmur:
“Haléluya! Rahayu wong kang ngabekti marang Pangéran Yéhuwah,
kang banget kasengsem marang sakèhing pepakoné” (Masmur 112:1).

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Jejer pangibadah dinten punika ngatag kita supados saged
mujudaken gesang sesarengan ingkang sami purun nampi lan
nyampurnakaken. Andhap asoring manah ndadosaken kita saged
mbucal hawa nepsu ingkang asring njalari kita nengenaken
pepeé nginan kita piyambak. Andhap asoring manah nyagedaken kita
ngajeè nidrajad lan martabatipun asaneè s. Gusti Yeé sus sampun paring
tuladha tumrap kita anggeè nipun kita saged ngudiprekawis ingkang
ngajeni drajad lan martabatipun tiyang saneè s. Mugi kita sami
kasagedna mbucal raos gumunggung, lan kita kasagedna nggadhahi
raos andhap asor. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 147


Minggu, 8 September 2019
Minggu Biasa XXIII (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Spiritualitas Murid: Melekat pada Kristus”

TUJUAN
Jemaat memiliki spiritualitas sebagai seorang murid yang selalu melekat
kepada Kristus Sang Guru Sejati.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Ulangan 30:15-20
Tangapan : Mazmur 1
Bacaan II : Filemon 1:1-21
Bacaan III : Lukas 14:25-33
AYAT PENDUKUNG LITURGIS

Berita Anugerah : Yesaya 50:1


Petunjuk Hidup Baru : Yohanes 13:34-35
Persembahan : Roma 12:1
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 3:1-3
Nyanyian Penyesalan : PKJ 37:1,2
Nyanyian Kesanggupan : KJ 395:1,3
Nyanyian Persembahan : KJ 363:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 370:1,2
Bahasa Jawa

Kidung Pamuji : PKJ 14:1-3


Kidung Panelangsa : PKJ 44:1-3
Kidung Kasanggeman : PKJ 59:1-3
Kidung Pisungsung : PKJ 161:1-
Kidung Pangutusan : PKJ 436:1
Pdt. Eko Iswanto (GKJ Medari, Sleman)

148 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
Istilah pengikut (follower) merupakan istilah yang populer di
jagad media sosial saat ini. Semakin banyak pengikut di media sosial,
akan menjadikan seseorang merasa terkenal, berarti, dihargai dan
diakui keberadaannya di media sosial. Akan tetapi perlu disadari,
ketika seseorang menjadi pengikut orang tertentu, bukan berarti sang
pengikut tersebut mengikuti sepenuhnya segala perkataan, tingkah
laku dan sikap hidup dari seseorang yang diikuti. Tak jarang, kegiatan
saling mengikuti orang lain di media sosial hanyalah menjadi sebuah
formalitas dan cara berinteraksi semata. Oleh karena itu, kita perlu
memaknai kembali istilah “pengikut Kristus” yang juga telah populer
di dalam Kekristenan. Menjadi pengikut Kristus tentu tidak cukup
hanya menjadi formalitas di dalam kehidupan iman Kristen, tetapi
harus menjadi sebuah laku hidup. Salah satu istilah yang patut untuk
kembali dihayati di dalam kehidupan Kekristenan adalah menjadi
“murid Kristus”. Sekalipun dalam hidup keseharian ada juga murid
yang membangkang terhadap gurunya, namun di dalam kehidupan
iman Kristen, setiap orang yang percaya kepada Kristus diajak untuk
menjadi murid yang sejati yang senantiasa memiliki spiritualitas
melekat kepada Kristus, Sang Guru Sejati.

KETERANGAN BACAAN
Ulangan 30:15-20
Perikop ini merupakan bagian dari wejangan-wejangan terakhir
Musa sebelum kematiannya. Oleh karena itu, bisa kita pastikan bahwa
wejangan-wejangan terakhir itu pasti berisi hal-hal yang sangat
mendasar dan penting bagi kelangsungan hidup umat Israel yang sedang
berjalan menuju tanah Kanaan. Pada ayat 15 dan ditegaskan kembali
pada ayat 19a, Musa memberi kebebasan kepada bangsa Israel untuk
memilih kehidupan, keberuntungan dan berkat atau memilih kematian,
kecelakaan dan kutuk. Namun, pada ayat 19b-20, Musa segera
memerintahkan bangsa itu untuk lebih memilih kehidupan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 149


daripada kematian, dengan cara mengasihi Tuhan Allah,
mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagai pemimpin umat dan bangsa, Musa
sebenarnya tidak berlaku otoriter. Ia memberi kebebasan kepada
Israel untuk merenungkan secara mendalam setiap keputusan yang
akan diambilnya sebagai bangsa yang sudah dikasihi dan dibebaskan
oleh Allah. Akan tetapi, sebagai seorang pemimpin umat dan bangsa,
Musa juga memiliki kewajiban untuk memperingatkan dan
menunjukkan jalan yang benar. Maka tawaran kebebasan memilih itu
segera disertai dengan sebuah nasihat untuk lebih memilih jalan
kehidupan dan bukan jalan kematian.

Mazmur 1
Sebagai pembuka seluruh kitab Mazmur, pasal ini langsung
memberikan gambaran adanya 2 jalan kehidupan manusia, yaitu jalan
orang benar dan jalan orang fasik. Mazmur ini berisi penguatan
(melalui kata “berbahagialah” pada ayat 1), kepada orang-orang yang
berjalan dalam kebenaran serta suka merenungkan Taurat Tuhan
siang dan malam (ayat 2). Sebaliknya, Mazmur ini juga menjadi
peringatan bagi setiap orang fasik dan pencemooh. Sebagai umat
Tuhan, hendaknya bangsa Israel senantiasa bersemangat dan berjalan
teguh di jalan kebenaran, karena sekalipun sulit mempertahankan
hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, namun jika mereka tetap
setia, mereka diibaratkan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran
air yang tidak pernah layu daunnya dan selalu menghasilkan buah
pada musimnya (ayat 3). Sementara orang-orang fasik dan
pencemooh (orang yang suka menghina ajaran Tuhan), sekalipun
seakan-akan hidup mereka berhasil, pada akhirnya mereka seperti
sekam yang ditiupkan angin (ayat 4), tidak tahan dalam penghakiman
(ayat 5, tidak tahan dalam penghakiman dengan kata lain: akan
dihukum oleh Allah), dan menuju kepada kebinasaan (ayat 6).

150 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Filemon 1:1-21
Sekalipun di ayat 1 dikatakan bahwa surat ini berasal dari Paulus
dan Timotius, namun pada ayat 19 ditegaskan bahwa Pauluslah yang
menulis surat ini dengan tangannya sendiri. Surat ini ditujukan secara
khusus kepada Filemon, dan selanjutnya juga kepada Apfia, Arkhipus
serta seluruh jemaat yang bersekutu di rumah Filemon. Secara garis
besar, surat ini berisi permintaan Paulus kepada Filemon agar ia mau
menerima kembali Onesimus yang telah diangkat oleh Paulus sebagai
anak dalam iman (ayat 10-12). Onesimus adalah bekas budak Filemon
yang telah melarikan diri dan bertemu Paulus di Penjara. Oleh karena itu,
Paulus berharap agar Filemon kembali menerima Onesimus bukan lagi
sebagai budak namun sebagai saudara seiman (ayat 16). Sebenarnya
Paulus memang menginginkan agar Onesimus tetap membantu dia
selama di penjara (ayat 13). Paulus sebenarnya berhak untuk memaksa
Filemon agar mau menyerahkan Onesimus menjadi pelayan Paulus,
karena Filemon telah berhutang dalam iman dan kepercayaan kepada
Paulus yang telah mengenalkannya kepada Kristus (ayat 8-9, 19). Akan
tetapi Paulus tidak mau Filemon menuruti permintaannya atas dasar
paksaan, tetapi atas dasar sukarela sebagai sesuatu yang baik yang
memang harus dikerjakan oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus
(ayat 14-21).

Sebagai seorang Rasul, Paulus tidak bertindak otoriter. Secara


tidak langsung, Paulus tetap menghargai kemerdekaan Filemon untuk
bersikap terhadap permintaannya. Oleh karena itu, sekalipun secara
wibawa rasuli Paulus berhak memerintahkan apa saja kepada Filemon,
namun dengan penuh kerendahan hati, Paulus justru mengharapkan agar
Filemon memenuhi permintaanya secara sukarela, sebagai sebuah
tindakan iman yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang percaya
kepada Kristus. Dengan demikian, melalui surat ini, Paulus mengajak
Filemon untuk merenungkan secara mendalam setiap sikap dan
tindakannya sebagai orang percaya yang sudah seharusnya

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 151


mengampuni setiap orang yang sudah bersalah kepadanya, bahkan
mau menerimanya sebagai saudara, sebagaimana dirinya juga telah
diampuni dan diterima menjadi anak-anak Allah.

Lukas 14:25-33
Ayat 26 berbunyi, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak
membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya
laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat
menjadi murid-Ku.” Tentu saja ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan secara
harafiah. Di beberapa kesempatan, Yesus memang memakai pola bahasa
yang hiperbolis guna menandaskan pentingnya pengajaran yang
disampaikan-Nya (bdk. Pola serupa dalam Mat. 5:29-30). Melalui
pengajaran ini, Yesus hendak menyampaikan kepada para pendengarnya
bahwa mereka harus mempertimbangkan secara matang dan mendalam
perihal keputusan mereka untuk mengikut Dia. Mengikut Yesus bukanlah
sebuah tindakan yang asal-asalan dan sama sekali bukan sesuatu yang
bisa dipermainkan. Oleh karena itu, Yesus segera memberi penegasan
bahwa setiap orang yang hendak mengikut Dia harus memikul salibnya
masing-masing. Tanpa kesediaan memikul salib, seseorang tidak bisa
menjadi murid Kristus (ayat 27).

Untuk menguatkan apa yang baru saja disampaikan, Yesus


juga memberi gambaran tentang seseorang yang harus mengadakan
pertimbangan dan perhitungan secara mendalam sebelum ia
membangun menara (ayat 28-30). Ditambah lagi dengan gambaran
seorang raja yang harus memperhitungkan secara cermat dan matang
sebelum ia berangkat berperang (ayat 31-32). Selanjutnya di ayat 33,
Yesus kembali menambahkan bahwa seseorang yang hendak
mengikuti Dia harus melepaskan diri dari segala miliknya, jika tidak,
ia tidak bisa menjadi murid-Nya. Tuhan Yesus memang menghendaki
setiap orang untuk menjadi murid-Nya, akan tetapi Ia tidak pernah
memaksa siapapun untuk mengikuti-Nya. Ia memberi kebebasan

152 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


sepenuhnya kepada manusia untuk menentukan pilihannya: mau
percaya dan mengikuti Yesus, atau mau menolak dan meninggalkan
Yesus. Namun, bagi setiap orang yang sudah memutuskan untuk
mengikuti Dia, mereka tidak boleh berlaku setengah-setengah dalam
mengikuti-Nya, melainkan harus dengan penuh dedikasi dan totalitas.

Memikul salib dengan cara mengikuti teladan hidup Kristus


menjadi sebuah konsekuensi yang harus dijalankan oleh setiap pengikut
Kristus. Dengan demikian, ayat 26 memang tidak dimaksudkan agar kita
membenci keluarga kita. Akan tetapi yang dimaksudkan bahwa setelah
percaya kepada Kristus, ketaatan kita tidak lagi kepada sistem
kekeluargaan yang kita miliki, namun kepada Kristus. Mengingat, tidak
selamanya kemauan sistem keluarga/anggota keluarga yang kita miliki
selalu baik, ada pula yang mungkin bertentangan dengan kehendak
Kristus. Maka sebagai pengikut Kristus, seseorang harus berani
memperingatkan, mengoreksi atau bahkan melawan ajaran, kemauan
maupun tindakan anggota keluarga yang tidak sesuai dengan kehendak
Kristus. Demikian pula, perkataan Yesus pada ayat 33 bukan berarti kita
berlaku seolah-olah tidak lagi membutuhkan harta benda maupun segala
sarana dan fasilitas hidup yang kita miliki. Semua yang kita miliki di dunia
tetap kita butuhkan dan kita pergunakan untuk menjalani hidup, namun
setelah mengikuti Kristus, segala yang kita miliki tersebut kita
pergunakan di dalam kehidupan dengan tetap berlandaskan sikap taat
dan setia untuk mengikuti kehendak dan teladan Kristus.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus
sebagai juruselamat, dipanggil untuk menjadi murid-murid Kristus
yang senantiasa melekat kepada Kristus Sang Guru. Dengan
kemelekatan tersebut, diharapkan para murid akan menjadi murid
sejati yang senantiasa mengikuti teladan Kristus, Sang Guru Sejati.
Akan tetapi, Tuhan tidak pernah memaksa manusia untuk mengikuti

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 153


kehendak-Nya. Tuhan senantiasa menempatkan manusia di dalam
kebebasan sepenuhnya. Sikap iman yang didasari sebuah
keterpaksaan tidak akan menghasilkan buah-buah iman yang
berkualitas, melainkan hanya iman yang didasari oleh sikap yang
bertanggungjawab di dalam kebebasanlah yang akan menghasilkan
buah-buah iman yang sungguh berkualitas. Oleh karena itu, pilihan
ada di tangan kita, mau menjadi murid Kristus yang sejati dengan
mengikuti kehendak-Nya, atau hanya sekedar menjadi pengikut
Kristus sebagai sebuah formalitas beragama.

NASKAH KHOTBAH BAHASA INDONESIA

MENJADI MURID KRISTUS

Alkisah, di padepokan Kailasa ada seorang guru bernama


Darmajati. Guru ini sangat termasyhur dengan kebijaksanaannya di
seluruh negeri Giri Yuwana. Ia memiliki banyak sekali murid yang
belajar di padepokan Kailasa. Pada suatu hari, Ki Baureksa, seorang
tokoh masyarakat di Giri Yuwana bertanya kepada guru Darmajati
perihal kelakuan salah seorang muridnya yang bernama Putra Padhas.
Berikut percakapan mereka:
Ki Baureksa : “Guru Darmajati, sepertinya Putra Padhas
yang sudah berbuat onar itu adalah salah
seorang muridmu yang belajar di padepokan
Kailasa. Mengapa seorang murid yang Kau
didik di padepokanmu bisa berbuat seperti
itu?”.
Guru Darmajati : “Ki Baureksa, Putra Padhas itu memang
sudah bertahun-tahun belajar di padepokan
Kailasa. Akan tetapi dia tidak pernah benar-
benar menjadi muridku!”.

154 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Bagaimana, jika kisah tersebut kita aplikasikan dalam kehidupan
beriman kita? Jika kita merenungkan kehidupan kita, apakah kita sudah
benar-benar layak disebut sebagai murid Kristus yang senantiasa
meneladan Guru kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus? Atau jangan-jangan
Yesus pun akan berkata bahwa kita memang sudah bertahun-tahun
belajar di “padepokan Kekristenan”, namun sampai sekarang ini kita
tidak benar-benar layak untuk disebut sebagai murid Kristus? Oleh
karena itu, kita perlu merenungkan kembali perjalanan kehidupan kita?
Sungguhkah kita menjadi para pengikut Kristus yang sejati, yang
menjalankan perilaku kemuridan dengan meneladan Sang Guru? Atau
selama ini kita hanya menjadikan slogan pengikut Kristus sebagai
formalitas hidup beragama Kristen saja, sebagaimana setiap agama juga
senantiasa memiliki tokoh panutan masing-masing untuk diikuti? Apalagi
jika memerhatikan pesatnya kemajuan dunia media sosial saat ini,
jangan-jangan sikap mengikut Yesus sama seperti kegiatan mengikuti
(following) seseorang/tokoh/artis di media sosial yang hanya dijadikan
sarana berinteraksi semata?

Ibu, Bapak, serta Saudari dan Saudara yang dikasihi Tuhan,


Seperti yang sudah sering kita bicarakan dan hayati bersama,
bahwa sejak semula, Allah memberikan kehendak bebas kepada
manusia. Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengikuti
kehendak-Nya. Bukan berarti Allah tidak peduli terhadap manusia,
Allah senantiasa peduli. Sepanjang sejarah penyelamatan, Allah
senantiasa menginginkan manusia berjalan sesuai dengan kehendak-
Nya. Namun, sekali lagi Allah tidak memaksa, sehingga manusia harus
menentukan pilihan hidupnya secara bertanggungjawab, mau
mengikuti kehendak Tuhan atau tidak.

Oleh karena itu, sebagai nabi Tuhan, Musa juga memberi


pengajaran dan peringatan kepada bangsa Israel dalam nuansa

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 155


kebebasan dan bukan paksaan. Dalam kerangka tanggung jawab, dan
bukan instruksi otoriter. Hal itu Nampak pada Ulangan 30:15-20. Pada
ayat 15 dan ditegaskan kembali pada ayat 19a, Musa memberi
kebebasan kepada bangsa Israel untuk memilih kehidupan,
keberuntungan dan berkat atau memilih kematian, kecelakaan dan
kutuk. Namun, pada ayat 19b-20, Musa segera memerintahkan bangsa
itu untuk lebih memilih kehidupan daripada kematian, dengan cara
mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya dan berpaut
kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai pemimpin umat dan
bangsa, Musa tidak berlaku otoriter. Ia memberi kebebasan kepada
Israel untuk merenungkan secara mendalam setiap keputusan yang
akan diambilnya sebagai bangsa yang sudah dikasihi dan dibebaskan
oleh Allah. Akan tetapi, sebagai seorang pemimpin umat dan bangsa,
Musa juga memiliki kewajiban serta tanggung jawab untuk
memperingatkan dan menunjukkan jalan yang benar. Maka tawaran
kebebasan memilih itu segera disertai dengan sebuah nasihat untuk
lebih memilih jalan kehidupan dan bukan jalan kematian.

Secara tidak langsung, Mazmur 1 juga menggemakan


kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Mazmur ini
berisi penguatan (melalui kata “berbahagialah” pada ayat 1), kepada
orang-orang yang berjalan dalam kebenaran serta suka merenungkan
Taurat Tuhan siang dan malam (ayat 2). Sebaliknya, Mazmur ini juga
menjadi peringatan bagi setiap orang fasik dan pencemooh. Sebagai
umat Tuhan, hendaknya bangsa Israel senantiasa bersemangat dan
berjalan teguh di jalan kebenaran, karena sekalipun sulit
mempertahankan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, namun
jika mereka tetap setia, mereka diibaratkan seperti pohon yang
ditanam di tepi aliran air yang tidak pernah layu daunnya dan selalu
menghasilkan buah pada musimnya (ayat 3). Sementara orang-orang
fasik dan pencemooh (orang yang suka menghina ajaran Tuhan),
sekalipun seakan-akan hidup mereka berhasil, pada akhirnya mereka

156 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


seperti sekam yang ditiupkan angin (ayat 4), tidak tahan dalam
penghakiman (ayat 5, tidak tahan dalam penghakiman dengan kata
lain: akan dihukum oleh Allah), dan menuju kepada kebinasaan (ayat
6).

Perikop yang berisi penguatan sekaligus teguran ini juga tetap


relevan bagi kita pada masa sekarang ini. Pilihan ada di tangan kita,
mau berjalan di dalam kebenaran atau memilih berjalan dalam
kefasikan. Kita harus menentukan arah kehidupan kita, jangan
menyalahkan siapapun atas pilihan kita, apalagi menyalahkan Tuhan,
karena melalui pemazmur, Tuhan telah menyampaikan konsekuensi
dari setiap pilihan yang kita buat.

Paulus, sang rasul juga berlaku yang sama ketika ia berkirim


surat kepada Filemon dan juga saudara-saudara seiman yang
berhimpun di rumah Filemon. Secara garis besar, surat ini berisi
permintaan Paulus kepada Filemon agar ia mau menerima kembali
Onesimus yang telah diangkat oleh Paulus sebagai anak dalam iman
(ayat 10-12). Onesimus adalah bekas budak Filemon yang telah
melarikan diri dan bertemu Paulus di Penjara. Oleh karena itu, Paulus
berharap agar Filemon kembali menerima Onesimus bukan lagi
sebagai budak namun sebagai saudara seiman (ayat 16). Sebenarnya
Paulus memang menginginkan agar Onesimus tetap membantu dia
selama di penjara (ayat 13). Paulus sebenarnya berhak untuk
memaksa Filemon agar mau menyerahkan Onesimus menjadi pelayan
Paulus, karena Filemon telah berhutang dalam iman dan kepercayaan
kepada Paulus yang telah mengenalkannya kepada Kristus (ayat 8-9,
19). Akan tetapi Paulus tidak mau Filemon menuruti permintaannya
atas dasar paksaan, namun atas dasar sukarela sebagai sesuatu yang
baik yang memang harus dikerjakan oleh orang-orang yang percaya
kepada Kristus (ayat 14-21).

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 157


Sebagai seorang Rasul, Paulus tidak bertindak otoriter. Secara
tidak langsung, Paulus tetap menghargai kemerdekaan Filemon untuk
bersikap terhadap permintaannya. Oleh karena itu, sekalipun secara
wibawa rasuli Paulus berhak memerintahkan apa saja kepada
Filemon, namun dengan penuh kerendahan hati, Paulus justru
mengharapkan agar Filemon memenuhi permintaanya secara
sukarela, sebagai sebuah tindakan iman yang seharusnya dilakukan
oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus.

Dengan demikian, melalui surat ini, Paulus mengajak Filemon


untuk merenungkan secara mendalam setiap sikap dan tindakannya
sebagai orang percaya yang sudah seharusnya mengampuni setiap orang
yang sudah bersalah kepadanya, bahkan mau menerimanya sebagai
saudara, sebagaimana dirinya juga telah diampuni dan diterima menjadi
anak-anak Allah. Ajakan Paulus ini pun juga relevan bagi kondisi kita
sekarang ini. Marilah kita merenungkan kehendak Tuhan agar kita
mengampuni dan menerima setiap orang dengan penuh keterbukaan dan
persaudaraan sebagai wujud rasa syukur, karena kita telah diampuni dan
diterima oleh Tuhan. Sekalipun kita bebas untuk bersikap, namun ajakan
Paulus ini mengingatkan kita agar kita mengerjakan pengampunan dan
hidup yang penuh persaudaraan dengan siapapun secara sukarela, bukan
karena terpaksa.

Jemaat yang terkasih dalam Kristus,


Kini, setelah kita percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat,
kita juga tetap diberi kebebasan untuk memilih, apakah akan
mengikuti jalan Tuhan ataupun tidak. Bacaan Injil pada hari ini
menegaskan hal tersebut.

Lukas 14:26 berbunyi, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan


ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-
saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia

158 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


tidak dapat menjadi murid-Ku.” Tentu saja ayat tersebut tidak bisa
ditafsirkan secara harafiah. Di beberapa kesempatan, Yesus memang
memakai pola bahasa yang hiperbolis guna menandaskan pentingnya
pengajaran yang disampaikan-Nya (bdk. Mat. 5:29-30). Melalui
pengajaran ini, Yesus hendak menyampaikan kepada para pendengarnya
bahwa mereka harus mempertimbangkan secara matang dan mendalam
perihal keputusan mereka untuk mengikut Dia. Mengikut Yesus bukanlah
sebuah tindakan yang asal-asalan dan sama sekali bukan sesuatu yang
bisa dipermainkan. Oleh karena itu, Yesus segera memberi penegasan
bahwa setiap orang yang hendak mengikut Dia harus memikul salibnya
masing-masing. Tanpa kesediaan memikul salib, seseorang tidak bisa
menjadi murid Kristus (ayat 27).

Untuk menguatkan apa yang baru saja disampaikan, Yesus


juga memberi beberapa gambaran, antara lain: seseorang yang
hendak membangun menara harus mengadakan pertimbangan dan
perhitungan secara matang (ayat 28-30); seorang raja yang hendak
berperang harus mempersiapkan diri secara cermat dan matang (ayat
31-32). Selanjutnya di ayat 33, Yesus kembali menambahkan bahwa
seseorang yang hendak mengikuti Dia harus melepaskan diri dari
segala miliknya, jika tidak, ia tidak bisa menjadi murid-Nya. Tuhan
Yesus memang menghendaki setiap orang untuk menjadi murid-Nya,
akan tetapi Ia tidak pernah memaksa siapapun untuk mengikuti-Nya.
Ia memberi kebebasan sepenuhnya kepada manusia untuk
menentukan pilihannya: mau percaya dan mengikuti Yesus, atau mau
menolak dan meninggalkan Yesus. Namun, bagi setiap orang yang
sudah memutuskan untuk mengikuti Dia, mereka tidak boleh berlaku
setengah-setengah dalam mengikuti-Nya, melainkan harus dengan
penuh dedikasi dan totalitas.

Memikul salib dengan cara mengikuti teladan hidup Kristus


menjadi sebuah konsekuensi yang harus dijalankan oleh setiap

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 159


pengikut Kristus. Dengan demikian, ayat 26 memang tidak
dimaksudkan agar kita membenci keluarga kita. Akan tetapi yang
dimaksudkan bahwa setelah percaya kepada Kristus, ketaatan kita
tidak lagi kepada sistem kekeluargaan yang kita miliki, namun kepada
Kristus. Mengingat, tidak selamanya kemauan sistem
keluarga/anggota keluarga yang kita miliki selalu baik, ada pula yang
mungkin bertentangan dengan kehendak Kristus. Maka sebagai
pengikut Kristus, seseorang harus berani memperingatkan,
mengoreksi atau bahkan melawan ajaran, kemauan maupun tindakan
anggota keluarga yang tidak sesuai dengan kehendak Kristus.
Demikian pula, perkataan Yesus pada ayat 33 bukan berarti kita
berlaku seolah-olah tidak lagi membutuhkan harta benda maupun
segala sarana dan fasilitas hidup yang kita miliki. Semua yang kita
miliki di dunia tetap kita butuhkan dan kita pergunakan untuk
menjalani hidup, namun setelah mengikuti Kristus, segala yang kita
miliki tersebut kita pergunakan di dalam kehidupan dengan tetap
berlandaskan sikap taat dan setia untuk mengikuti kehendak dan
teladan Kristus.

Demikianlah sikap mental dan spiritualitas yang hendaknya


dimiliki oleh setiap orang yang percaya kepada Kristus. Seseorang
yang telah memutuskan untuk menjadi murid Kristus seharusnya
tidak lagi melekat pada segala sesuatu yang dimiliki di dunia
(keluarga, harta benda, kedudukan, kemampuan, dll.). Namun, hanya
kepada Kristuslah ia melekatkan diri dan mengarahkan segenap
orientasi kehidupannya. Kristus hendaknya bukan menjadi prioritas
utama dalam kehidupan (karena dalam konteks tertentu, bisa saja
prioritas akan bergeser), akan tetapi Kristus menjadi satu-satunya
prioritas kehidupan! Artinya, seorang Murid Kristus akan menjalani
dan menghayati segala aspek kehidupannya dalam rangka ketaatan
kepada Kristus, Sang Guru Sejati!

160 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Akhirnya, selamat mempergunakan kebebasan yang diberikan
Tuhan secara bertanggung jawab. Mari mengingat bahwa Tuhan
menghendaki kita untuk memilih kehidupan daripada kematian, dengan
cara mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya, berpaut kepada-
Nya dan mengikuti kehendak-Nya. Namun Tuhan tidak pernah memaksa
kita, karena keterpaksaan pasti tidak akan membuahkan kualitas hidup
beriman yang sungguh-sungguh baik. Jangan hanya puas menjadi
pengikut Kristus yang asal-asalan, namun berjuanglah untuk menjadi
murid sejati yang senantiasa melekatkan hidup pada Kristus Sang Guru,
serta mengikuti teladan-Nya. Memang di dunia ini ada murid-murid yang
membangkang terhadap gurunya, namun apakah kita juga akan menjadi
murid yang pembangkang? Janganlah membangkang, nanti bisa-bisa kita
tidak diakui oleh Tuhan sebagai murid-Nya! Selamat melanjutkan
perjuangan, Tuhan memberkati, Amin.

NASKAH KHOTBAH BAHASA JAWA

Dados Siswanipun Sang Kristus

Kacarita, wonten salah satunggaling guru ngeè lmu ingkang


memucal wonten ing padeé pokan Kailasa. Deé neé asmanipun kang Guru
punika inggih punika Darmajati. Panjenenganipun sampun misuwur
awit kawicaksananipun wonten ing saindhenging kadipateé n Giri
Yuwana. Guru Darmajati kagungan siswa ingkang gunggungipun
kathah sanget wonten ing padeé pokan Kailasa. Pinuju ing sawijining
dinten, Ki Baureksa ingkang minangka salah satunggaling sesepuh
wonten ing kadipateé n Giri Yuwana mundhut pirsa dhateng bapa guru
Darmajati, babagan tindak-tandukipun salah satunggaling siswa ing
padeé pokan Kailasa ingkang sesilih Putra Padhas. Makaten punika
wawan rembag ingkang kadadosan ing antawisipun priyagung kekalih
kasebat :

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 161


Ki Baureksa : “Dhimas guru Darmajati, manawi mboten
kleé ntu, kadosipun Putra Padhas ingkang
sampun tumindak awon punika kalebet
salah satunggaling siswa Panjenengan
ingkang sinau wonten ing padeé pokan
Kailasa. Kenging punapa, deé neé siswa
ingkang Panjenengan wucal wonten ing
Padeé pokan Panjenengan piyambak saged
tumindak ingkang kados makaten?”
Guru Darmajati : “Ki Baureksa, Putra Padhas punika panci
sampun mataun-taun sinau wonten ing
padeé pokan Kailasa. Ananging
piyambakipun deè reè ng saged saeè stu dados
siswa kula!”

Kadospundi manawi cariyos kasebat kita jumbuhaken kaliyan


gesanging iman kapitadosan kita? Manawi kita niti-priksa gesang kita,
punapa kita sampun saeè stu pantes sinebat minangka siswanipun sang
Kristus ingkang sembada, ingkang tansah nuladha gesangipun Guru kita,
inggih punika Gusti Yeé sus Kristus? Sampun ngantos, Gusti ugi badheé
mastani bilih kita panci sampun mataun-taun sinau wonten ing
“padeé pokan Iman Kristen”, ananging ngantos dumugi sapunika kita
deè reè ng pantes kasebat minangka para siswanipun Sang Kristus? Pramila
saking punika, kita kedah niti-priksa lelampahan gesang kita. Punapa kita
sampun saeè stu manjing dados siswanipun sang Kristus ingkang sayektos,
ingkang tansah nglampahi gesang kanthi mbangun turut dhateng
patuladhanipun Sang Guru? Utawi kita malah ndadosaken sebatan utawi
jejuluk “pandheè reè kipun sang Kristus” namung sewates sebatan saha ila-
ila wonten ing gesanging agami kemawon, kados deé neé sadaya agami
ingkang limrahipun ugi nggadhahi panutan piyambak-piyambak ingkang
kedah dipundheè reè ki? Punapa malih manawi kita gatosaken lampahing
kemajuan teknologi,

162 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


mirunggan ingkang sapunika asring kasebat donyaning “sosial-media”.
Sampun ngantos sikep kita anggeè nipun ndheè reè k Gusti Yeé sus Kristus,
mboten wonten beè ntenipun kaliyan tumindaking para pangagem
“sosial-media” ingkang sami nggadhahi sesambetan kaliyan tiyang
saneè s, ananging sesambetan ingkang kabangun punika namung
minangka ila-ila utawi sawates netepi salah satunggaling pranatan
wonten ing donyaning “sosial media”.

Ibu, Bapak, saha para sedheè reè k ingkang dipuntresnani deé ning Gusti,
Kados ingkang sampun asring kita rembag sesarengan, bilih wiwit
mula Gusti Allah maringaken kamardikan tumrap manungsa. Gusti
Allah mboten nateé meksa manungsa supados ndheè reè k karsanipun
Gusti. Mboten ateges Gusti Allah neè gaaken manungsa, malah
kosokwangsulipun, Gusti Allah tansah migatosaken manungsa. Wiwit
mula Gusti Allah ngarsaaken supados manungsa tansah gesang manut
dhawuh tuwin karsanipun Gusti. Ananging, Gusti Allah mboten meksa
manungsa supados nuhoni karsanipun Gusti, pramila manungsa
kedah nemtokaken gesangipun kanthi kebak tanggel jawab, badheé
ndheè reè k karsanipun Gusti punapa mboten.

Jumbuh kaliyan andharan kasebat, pramila minangka utusanipun


Gusti, nabi Musa ugi paring piwucal tuwin pemut dhateng bangsa Israeè l
kanthi suasana kamardikan lan saneè s piwucal ingkang asipat meksa.
Piwucal kaparingaken minangka wujud tanggel jawabipun pangarsaning
umat, saneè s dhawuh ingkang asipat daksiya lan meksa. Prakawis punika
saged kita prangguli wonten ing Pangandharing Toreè t 30:15-20. Wonten
ing ayat 15, lan ugi katandhesaken malih wonten ing ayat 19a, nabi Musa
paring kamardikan tumrap bangsa Israeè l, badheé milih gesang, kabegjan
lan berkah, utawi badheé milih pati, kacilakan, lan laknat. Ananging,
wonten ing ayat 19b-20, nabi Musa eé nggal-eé nggal paring dhawuh
supados bangsa Israeè l langkung milih gesang tinimbang pati kanthi cara
nresnani Gusti Allah, mirengaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 163


pangandikanipun Gusti, saha tansah rumaket kaliyan Gusti. Prakawis
punika nedahaken bilih minangka jejering pangarsaning umat lan
bangsa Israeè l, nabi Musa mboten tumindak daksiya. Panjenenganipun
paring kamardikan dhateng Israeè l supados ngraos-ngraosaken kanthi
lebet, kadospundi kedahipun tumindak minangka bangsa ingkang
sampun dipuntresnani saha dipunluwari panandhangipun deé ning
Gusti Allah. Ananging minangka pangarsaning umat lan bangsa, nabi
Musa ugi ngraos kagungan kuwajiban saha tanggel jawab kanggeé
ngeè ngetaken saha nedahaken margi ingkang leres. Pramila
kamardikan ingkang dipunparingaken eè nggal kinanthinan
satunggaling piwucal ingkang wosipun supados bangsa Israeè l
langkung milih margining gesang lan saneè s margining pati.

Kanthi gegambaran saneè s, Jabur 1 ugi neé lakaken kamardikan


ingkang kaparingaken deé ning Gusti dhumateng manungsa. Jabur punika
nggadhahi ancas ngiyataken umat (lumantar tembung “rahayu/begja”
wonten ing ayat 1), dhumateng tiyang-tiyang ingkang lumampah ing
kaleresan lan remen ngraos-ngraosaken angger-anggeripun Gusti rinten
lan dalu (ayat 2). Kosok wangsulipun, Jabur punika ugi mujudaken pemut
tumrap sadaya tiyang ingkang duraka punapa deé neé tiyang ingkang remen
memoyok. Minangka umat kagunganipun Gusti, kedahipun bangsa Israeè l
tansah grengseng lumampah kanthi tatag wonten ing margining
kaleresan, awit sinaosa awrat njagi gesang tansah mbangun turut
dhumateng karsanipun Gusti, ananging manawi umat tansah setya,
tiyang-tiyang punika kagambaraken kados deé neé Wit ingkang katanem
wonten ing sapinggiring leè peè n, celak kaliyan ilining toya, ingkang mboten
nateé alum ronipun lan tansah ngasilaken woh manut ing mangsanipun
(ayat 3). Menggah para tiyang duraka saha tiyang ingkang remen
memoyok (tiyang-tiyang ingkang remen nyawiyah saha ngina dhateng
piwucalipun Gusti), sinaosa kados-kados gesangipun tiyang-tiyang punika
nemahi asil, ananging wusananipun tiyang-tiyang kasebat kados
mrambut ingkang kabur ing angina (ayat

164 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


4), mboten badheé tahan ing salebeting pangadilan (ayat 5, mboten
tahan ing salebeting pangadilan ateges: tiyang-tiyang punika badheé
kaganjar paukuman deé ning Gusti Allah), lan gesangipun tumuju
dhateng karisakan (ayat 6).

Pangandikanipun Gusti ingkang nggadhahi ancas ngiyataken


lan ugi ngemot panyaruweé punika ugi migunani tumrap gesang kita
ing mangsa sapunika. Kita kedah nemtoakeken gesang, badheé
lumampah wonten ing margining kaleresan punapa badheé lumampah
wonten ing kadurakan. Kita kedah nemtokaken enering gesang kita,
sampun ngantos kita nyalahaken tiyang saneè s awit lampahing gesang
ingkang sampun kita pilih, punapa malih mastani awon dhateng Gusti.
Awit lumantar Juru Mazmur, Gusti sampun maringaken prateé lan bab
ganjaran tumrap pilihan gesang ingkang kita lampahi.

Rasul Paulus ugi nindakaken prakawis ingkang sami rikala


Panjenenganipun ngintun serat dhateng Fileé mon, lan ugi para kadang
patunggilan ingkang nyatunggil wonten ing dalemipun Fileé mon.
Wosing serat punika inggih punika pamundhutipun Rasul Paulus
dhateng Fileé mon supados piyambakipun purun nampeé ni malih
Onesimus ingkang sampun kaangkat minangka putra ing salebeting
iman deé ning rasul Paulus (ayat 10-12). Onesimus mujudaken tilas
baturipun Fileé mon ingkang mlajar saking dalemipun Fileé mon lan
pinanggih kaliyan rasul Paulus wonten ing pakunjaran. Pramila saking
punika, rasul Paulus ngarsaaken supados Fileé mon purun nampeé ni
Onesimus malih, saneè s minangka batur malih, ananging supados
katampia minangka kadang patunggilan (ayat 16). Sejatosipun rasul
Paulus panci ngarsaaken supados Onesimus mbiyantu
Panjenenganipun sadangunipun wonten ing pakunjaran (ayat 13).
Sejatosipun rasul Paulus saged kemawon paring dhawuh kanthi sipat
ingkang meksa dhateng Fileé mon supados Fileé mon masrahaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 165


Onesimus dhateng rasul Paulus ingkang saprelu kadadosaken
peladosipun rasul Paulus, awit Fileé mon nggadhahi utang budi ing
salebeting iman dhateng rasul Paulus, awit rasul Paulus sampun
nepangaken Sang Kristus dhateng Fileé mon (ayat 8-9, 19). Ananging
rasul Paulus mboten remen manawi Fileé mon nuhoni pamundhut
punika kanthi kapeksa, ananging Fileé mon kinersaaken supados
masrahaken Onesimus kanthi suka-lila, awit prakawis punika panci
kedahipun katindakaken deé ning para tiyang ingkang pitados dhateng
Sang Kristus (ayat 14-21).

Sinaosa Paulus jumeneng minangka rasulipun Sang Kristus,


ananging Panjenenganipun mboten tumindak kanthi daksiya. Wosing
serat dhateng Fileé mon punika nedahaken bilih rasul Paulus saeè stu
nglengganani kamardikanipun Fileé mon anggeè nipun badheé nanggepi
pamundhutipun rasul Paulus. Pramila saking punika, sinaosa
adhedhasar wibawaning kalenggahan rasuli, rasul Paulus saged
paring dhawuh punapa kemawon dhateng Fileé mon, ananging kanthi
andhap asoring manah, rasul Paulus ngarsaaken supados Fileé mon
nuhoni pamundhut punika kanthi suka-lila, minangka wujud
tumindak adhedhasar iman ingkang kedahipun katindakaken deé ning
para tiyang ingkang pitados dhateng Sang Kristus.

Pramila, kita saged nyumerepi bilih lumantar serat punika,


rasul Paulus ngarsaaken supados Fileé mon ngraos-ngraosaken sacara
lebet sadaya sikep tuwin tumindakipun minangka tiyang pitados
ingkang kedahipun saged ngapunteni sadaya tiyang ingkang sampun
tumindak lepat dhateng piyambakipun, malah kepara saged nampeni
tiyang kalawau minangka sedheè reè k, jumbuh kaliyan tumindakipun
Allah ingkang sampun nampeni piyambakipun minangka para
putraning Allah. Punapa ingkang kinersaaken deé ning rasul Paulus
tumrap Fileé mon punika ugi prelu kita lampahi wonten ing gesang kita.
Sumangga kita ngraos-ngraosaken karsanipun Gusti supados kita

166 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


ngapunteni tuwin nampeni sadaya tiyang kanthi tinarbuka tuwin
kebak ing raos pasedheè reè kan minangka wujud raos sokur, awit kita
sampun kaapunten tuwin katampi deé ning Gusti. Sinaosa kita
nggadhahi kamardikan nemtoaken sikep gegayutan bab punika,
ananging piwucalipun rasul Paulus punika ngengetaken kita supados
tumindaking asung pangapunten tuwin gesang kanthi raos
pasedheè reè kan dhateng sadaya tiyang punika kita lampahi kanthi suka-
lila, lan mboten kanthi kapeksa.

Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing Sang Kristus,


Sasampunipun kita pitados dhateng Sang Kristus minangka
Juruwilujeng, kita ugi tetep kaparingan kamardikan kanggeé milih lan
nemtoaken gesang kita, punapa kita badheé saeè stu lumampah wonten
ing marginipun Gusti punapa mboten. Waosan Injil ing dinten punika
nandhesaken prakawis kasebat.

Temtunipun Lukas 14:26 ingkang mratelakaken, “Manawa ana


wong kang sowan ing ngarsaKu, mangka ora sengit marang bapakne,
ibune, bojone, anak-anake, sadulur-sadulure lanang utawa wadon, malah
nyawane dhewe pisan, iku ora bisa dadi siswaKu.”, mboten saged kita
mangertosi kanthi sawenteh kemawon. Ing sawetawis piwucalipun, Gusti
Yeé sus panci migunaaken olah bebasan ingkang asipat mbangetaken
ingkang saprelu paring panandhes tumrap piwucal ingkang kaparingaken
(kbd. Olah bebasan ingkang ugi asipat mbangetaken wonten ing Mat.
5:29-30). Lumantar piwucal punika, Gusti Yeé sus badheé nandhesaken
dhateng tiyang kathah ingkang kalasemanten mirengaken piwucal
punika, bilih tiyang-tiyang punika kedah nenimbang kanthi lebet babagan
prasetyanipun ndheè reè k Gusti Yeé sus. Ndheè reè k Gusti Yeé sus saneè s
mujudaken tumindak ingkang serampangan, lan saeè stu mboten saged
kaanggep dolanan. Pramila saking punika, Gusti Yeé sus enggal paring
panandhes bilih sadaya tiyang ingkang badheé ndheè reè k Panjenenganipun,
kedah mikul salibipun

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 167


piyambak-piyambak. Manawi tiyang mboten sumadya mikul salib,
tiyang kasebat mboten saged manjing dados siswanipun Sang Kristus
(ayat 27).

Supados piwucal punika saeè stu saged bebles wonten ing


manahipun sadaya tiyang ingkang kalasemanten sami mirengaken
piwucal punika, pramila Gusti Yeé sus ugi paring gegambaran ngengingi
satunggaling tiyang ingkang kedah nenimbang saha damel etang-etangan
ingkang pratitis sadeè reè ngipun piyambakipun mbangun manara (ayat 28-
30). Ugi taksih katambahan mawi gegambaran satunggaling nata ingkang
kedah damel etang-etangan ingkang pratitis sadeè reè ngipun nindaaken
paprangan (ayat 31-32). Salajengipun wonten ing ayat 33, Gusti Yeé sus ugi
ngandika bilih tetiyang ingkang badheé ndheè reè k Panjenenganipun kedah
purun nilar sadaya ingkang dipungadhahi, manawi mboten makaten,
piyambakipun mboten saged manjing dados siswanipun Sang Kristus.
Gusti Yeé sus panci ngarsaaken supados sadaya tiyang manjing dados
siswanipun, ananging Panjenenganipun mboten nateé meksa sinten
kemawon supados ndheè reè k Panjenenganipun. Gusti saeè stu paring
kamardikan sawetahipun dhumateng manungsa supados nemtoaken
enering gesangipun: badheé pitados lan ndheè reè k Gusti Yeé sus, punapa
badheé nampik tuwin nilar Gusti. Ananging, tumrap sadaya tiyang ingkang
sampun nemtoaken badheé ndheè reè k Gusti, mboten kepareng ndheè reè k
Gusti kanthi aras-arasen, ananging kedah kanthi sawetahing jiwa lan raga.

Mikul salib kanthi nuladha gesangipun Sang Kristus dados


prakawis ingkang mboten saged dipunselaki deé ning sadaya
pandheè reè kipun Sang Kristus. Pramila saking punika, ayat 26 panci
mboten ngemu suraos bilih kita kedah sengit dhateng perangan brayat
kita. Ananging ayat punika ngarsaaken bilih sasampunipun pitados
dhateng Sang Kristus, ingkang kedahipun langkung kita bekteni punika
saneè s pranataning brayat kita, ananging namung Sang Kristus kemawon.

168 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Awit kita kedah nglengganani bilih saged kemawon satunggaling
perangan ing pranataning brayat kita punika wonten ingkang lepat,
malah kepara saged kemawon wonten ingkang cengkah kaliyan
karsanipun Sang Kritus. Pramila minangka pandheè reè kipun sang Kristus,
tiyang punika kedah wantun ngeè ngetaken lan ngleresaken pranatan,
pepinginan utawi tumindakipun perangan brayat kita ingkang mboten
laras kaliyan karsanipun Gusti. Makaten ugi pangandikanipun Gusti
wonten ing ayat 33, saneè s ateges kita tumindak kados-kados mboten
mbetahaken bandha-donya punapa deé neé sadaya pirantosing gesang
ingkang kita gadhahi. Sadaya ingkang kita gadhahi wonten ing donya
punika tetep kita betahaken lan kita ginaaken kanggeé nglampahi gesang,
ananging sasampunipun ndheè reè k Sang Kristus, sadaya ingkang kita
gadhahi kasebat kita ginaaken wonten ing gesang padintenan, kanthi
tetep tinalesan sikep setya saha sumuyud lan mbangun turut dhumateng
patuladhan tuwin karsanipun Gusti.

Makaten kalawau sikeping manah ingkang kedahipun


dipungadhahi deé ning sadaya tiyang ingkang pitados dhateng Sang
Kristus. Sadaya tiyang ingkang sampun nemtoken manjing dados
siswanipun Sang Kristus kedahipun mboten rumaket dhateng sadaya
ingkang dipungadhahi wonten ing donya (brayat, bandha-donya,
kelenggahan punapa deé neé sadaya kawasisan lan kasagedan ingkang
dipungadhahi), ananging namung tansah rumaket dhateng Sang Kristus
minangka enering gesangipun. Kedahipun Sang Kristus mboten dados
enering gesang ingkang utama ing salebeting gesang (awit ing
satunggaling kawontenan tertamtu, saged kemawon enering gesang
ingkang utama punika kagentos deé ning enering gesang dhateng prakawis
saneè s), ananging kedahipun enering gesang kita namung sawiji, inggih
punika dhateng Sang Kristus kemawon! Tegesipun, tiyang ingkang
sampun manjing dados siswanipun Sang Kristus badheé nglampahi
gesangipun minangka bekti tuwin wujud pambangun turut dhumateng
Sang Kristus, inggih punika Sang Guru ingkang sayektos!

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 169


Wusananipun, sugeng migunaaken kamardikan ingkang
kaparingaken deé ning Gusti kanthi kebak tanggel jawab. Sumangga
ngengeti bilih Tuhan ngarsaaken kita supados milih margining gesang
tinimbang margining pati, kanthi cara nresnani Gusti, mirengaken
pangandikanipun, rumaket dhateng Panjenenganipun, saha nuhoni
dhawuh tuwin karsanipun Gusti. ananging Gusti mboten nateé meksa kita,
awit sikep ingkang kapeksa mesti mboten badheé ngasilaken iman
kapitadosan ingkang saeè stu saeé . Sampun ngantos kita mongkog rikala
namung dados pandheè reè kipun Sang Kristus ingkang aras-arasen,
ananging sumangga mbudidaya manjing dados siswa ingkang sayektos
ingkang gesangipun tansah rumaket dhateng Kristus Sang Guru, sarta
tansah nindaaken patuladhanipun Gusti. Panci wonten ing donya punika
wonten kemawon para siswa ingkang mbalela dhumateng gurunipun.
Ananging punapa kita ugi badheé manjing dados para siswa ingkang
mbaleé la? Sampun ngantos kita mbaleé la, supados samangkeé Gusti ugi
mboten nampik kita minangka para siswanipun! Sugeng nglajengaken
pambudidaya, Gusti mberkahi, Amin.

170 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Minggu, 15 September 2019
Minggu Biasa XXIV (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Merayakan Pengampunan Illahi dalam Persekutuan”

TUJUAN
Jemaat dapat terus menghidupi semangat perayaan pengampunan illahi
dalam persekutuan.

DAFTAR BACAAN:
Bacaan I : Keluaran 32:7-14
Tanggapan : Mazmur 51:1-12
Bacaan II : 1 Timotius 1:12-17
Bacaan III : Lukas 15:1-10
DAFTAR AYAT LITURGIS

Berita Anugerah : Yesaya 1:18


Petunjuk Hidup Baru : Roma 3:23-24
Persembahan : Mazmur 4:6
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasia Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 3:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 29:1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 376:1-2
Nyanyian Persembahan : KJ 450:1-4
Nyanyian Pengutusan : KJ 425:1+3
Bahasa Jawa

Kidung Pamuji : KPJ 182:1+3


Kidung Panelangsa : KPJ 45:1-4
Kidung Kesangggeman : KPJ 97:1-2
Kidung Pisungsung : KPJ 154:1-2
Kidung Pangutusan : KPJ 417:1-2
Pdt. Rani Sukmawati (GKJ Bibisluhur, Surakarta)

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 171


DASAR PEMIKIRAN
BPK Gunung Mulia menerbitkan sebuah buku karangan
Miroslav Volf, yang berjudul Exclusion and Embrace. Dalam buku
tersebut penulis menjelaskan lebih dalam tentang arti ‘merangkul’.
Disebutkan bahwa ada empat langkah ketika suatu proses rekonsiliasi
terjadi, sebagai berikut:
1. Membuka Tangan
Rekonsiliasi terjadi bila ada seseorang yang berinisiatif. Membuka
tangan berarti sebuah tanda mau terbuka pada sesama, tetapi
sekaligus juga kesediaan untuk terluka. Bersedia malu kalau tidak
ditanggapi. Pengampunan tidak akan terjadi bila tidak ada pihak yang
mau membuka tangannya terlebih dahulu. Sama seperti Anak Allah
yang menjadi manusia membuka diri pada dunia sebagai bukti kasih
yang mau mengampuni. Harus ada yang berani berinisiatif.
2. Menanti
Mengundang, memberi kesempatan orang lain untuk berproses
dan memutuskan, apakah orang lain juga mau membuka tangan.
Hal ini berbeda dengan sikap inklusif-arogan di mana orang
membuka tangan tetapi segera menarik orang lain ke dalam
genggamannya dan menguasai orang itu. Anak Allah tidak
bertindak otoriter. Ia memberi kebebasan, tidak memaksa dengan
mengatakan, “Kamu harus segera bertobat.”
3. Menutup Tangan dan Berpelukan
Ketika orang lain mau membuka tangannya juga maka momen
rekonsiliasi terjadi di sini. Mengampuni dan diampuni. Berdamai.
Penerimaan.
4. Membuka Tangan Kembali
Kita tentunya tidak akan terus-menerus berpelukan. Ada hal yang
lebih penting yaitu membiarkan sesama yang telah diampuni
tersebut kembali menjadi dirinya sendiri. Tidak dikuasai. Ada
proses untuk membiarkan pergi, menjalani sejarah hidupnya
dengan segala resiko dan konsekuensi.

172 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Itulah sikap keterbukaan yang baik. Dunia akan lebih baik saat semua
manusia dapat merayakan pengampunan illahi dalam persekutuan.

KETERANGAN BACAAN
Keluaran 32:7-14
Tindakan bangsa Israel yang membuat patung anak lembu dari
emas membuat Allah menjadi murka. Mereka bukan hanya menduakan
Allah, tetapi juga tidak menghargai karya Allah. Mereka menganggap
tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah, sebagai karya dari dewa
yang baru saja mereka buat. “hai Israel, inilah Allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir” (ayat 8). Karya Allah yang
membebaskan mereka dari tanah perbudakan Mesir itu seharusnya
membuat bangsa Israel menyadari akan kasih dan kekuasaan Allah.
Dengan kesadaran itu seharusnya mereka dengan sukarela dan sukacita
sujud menyembah kepadanya. Namun tidak demikian kenyataannya,
bangsa Israel telah menggeser Allah dari tahtaNya.

Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk.


Istilah ini muncul 9 kali dalam seluruh Alkitab dan ini adalah pemakaian
pertama kalinya. Istilah ini diambil dari dunia pertanian, biasanya para
petani membajak ladangnya dengan bantuan lembu. Untuk dapat
mengendalikan lembu tersebut, maka para petani akan meletakkan kayu
diatas tengkuk lembu-lebu pembajak itu. Tapi ada lembu-lembu yang sulit
diarahkan, karena tengkuknya kaku. Demikianlah gambaran bangsa Israel
demikian pula gambaran setiap orang Kristen yang tidak mau merendahkan
diri untuk taat kepada pimpinan Tuhan. Melihat hal ini, kemudian Musa
memanjatkan doa syafaat. Hasil dari doa tersebut adalah Allah
mengurungkan niatNya untuk menghukum bangsa Israel. Tindakan
mengurungkan niat ini digambarkan dengan istilah menyesal. Sebenarnya ini
tidak berarti bahwa Allah telah melakukan kesalahan dalam mengambil
keputusan dan kemudian menyesalinya, tetapi Allah memilih untuk
mengabulkan permohonan Musa. Hal ini sama saja dengan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 173


ketika Allah memilih untuk mengabulkan doa permohonan ampun kita,
maka Allah memilih untuk tidak menurunkan murka-Nya atas kita.

Mazmur 51:1-12
Mazmur ini berisi tentang doa pengakuan dosa dari Daud
ketika Nabi Natan datang kepadanya setelah ia menghampiri
Bethsyeba. Adapun permintaan Dauad kepada Tuhan, adalah:
1. Tuhan berkenan mengasihani dan menghapus pelanggarannya
2. Tuhan berkenan untuk membersihkan dan mentahirkannya,
digambarkan oleh Daud ketika Tuhan membersihkan dengan hisop
(sejenis semak-semak yang kecil dengan bunga putih yang kecil
yang melambangkan penyucian dosa maka Daud menjadi tahir,
dibasuhkan dosanya menjadi putih seperti salju).
Daud merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui
kesalahannya. Daud mengakui kalau sukacita dan kegirangan bisa
kembali ke hidupnya disaat manusia berbalik kepada Tuhan.

1 Timotius 1:12-17
Perikop ini berisikan surat Paulus untuk anak rohaninya Timotius
yang berisi tentang ucapan syukur atas karunia Tuhan Allah. Paulus dalam
kehidupannya, sebelum menerima Kristus penuh dengan dosa, kejahatan,
menganiaya orang-orang Kristen, dan tidak percaya kepada Kristus. Dalam
pengakuan Paulus, kuasa kasih Kristus itu yang sudah mengubah sikap
hidupnya, jalan pikirannya, berubah sikap dari jahat menjadi yang baik, dari
melawan, mengejar orang-orang Kristen, berubah menjadi pemberita Injil,
dan membela Kristus. Melalui perubahan hidup Paulus, oleh karena kuasa
Kristus yang menangkapnya, dia dikuatkan dan diselamatkan. Injil
keselamatan yang diberitakan membuat orang banyak menerima Kristus di
jemaat-jemaat di luar Yerusalem. Paulus yakin dalam iman percayanya
kepada Kristus, oleh karena kuasa Roh Kudus, dia merasa berhutang dan
terus menerus memberitakan Injil Kristus, karena Injil Kristus adalah
kekuatan dan kuasa Allah yang

174 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


menyelamatkan setiap orang yang percaya. Melalui kuasa Kristus, Paulus
dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil di luar orang-orang Yahudi yang
selama ini belum percaya, menjadi percaya kepada Kristus menjadi
juruselamatnya. Paulus mengatakan, oleh karena kasih karunia Yesus
Kristus dalam kehidupannya, dia tahan menderita, dihina, direndahkan
oleh orang-orang yang menganggap mengetahui pengetahuan tentang
taurat Tuhan. Kasih Kristus yang hidup dalam Paulus, itulah yang
membuat dia mampu berbuat baik. Dia merasakan bagaimana kuat kuasa
Allah itu yang sudah menyelamatkan dia dari kuasa dosa dan kematian.

Lukas 15:1-10
Latar belakang perumpamaan domba yang hilang dan dirham
yang hilang serta anak yang hilang (ayat 11-32) ini, Yesus hendak
menjawab sungut-sungut atau protes dari orang-orang Farisi dan ahli-
ahli Taurat: Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama
dengan mereka (baca ayat 1-2). Kebenaran ini tidak bisa diterima oleh
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menganggap mereka orang-
orang yang paling suci, paling benar, paling religius, tidak pantas bergaul
dengan koruptor, pelacur, penjahat. Yesus sepertinya sengaja memakai
karakter-karakter yang dipandang hina oleh para pemimpin agama itu;
gembala-gembala domba, perempuan-perempuan, anak-anak
pemberontak. Jadi dalam tiga perumpamaan ini Yesus menunjukkan
tujuan dan karakter Allah yang mencari dan menyelamatkan, pemulihan
bagi semua manusia yang telah jatuh dan berdosa untuk kembali
bersekutu dengan Allah sendiri (Bob Utley Commentary). Seorang Teolog
bernama Matthew Henry, 300 tahun yang lalu menyimpulkan hal yang
senada bahwa dalam tiga perumpamaan ini Allah tidak berkenan dengan
kematian dan kebinasaan orang berdosa. Allah lebih senang kalau orang
berdosa itu kembali dan bertobat, dan bersukacita dengan memberikan
penghiburan anugerah. Melalui tiga perumpamaan ini Yesus hendak
menjawab tuduhan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terkait Dia

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 175


yang menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama
dengan mereka (ayat 2). Jawaban pertama Yesus ditunjukkan melalui
tindakan penerimaan-Nya terhadap orang yang dianggap berdosa dan
makan bersama-sama dengan mereka. Layaknya seorang gembala
menemukan seekor dombanya yang hilang setelah pencarian yang
lama, menggendongnya pulang dan bersukacita dengan semua
sahabat-sahabatnya. Jawaban kedua Yesus ditunjukan dari gambaran
seorang perempuan yang menemukan satu koin dirham yang hilang
dan bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Maksud utama dari
keseluruhan perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Yesus
Kristus adalah kasih dari Allah yang turun ke dunia untuk mencari
dan menyelamatkan manusia yang hilang dan berdosa.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


• Bila dosa menguasai hati manusia maka upah dosa adalah maut
dan kebinasaan. Melalui perikop ini, kita sebagai orang berdosa
diajak untuk memohon pengampunan dosa supaya murka Allah
berlalu dari kita.
• Doa menjangkau banyak hal. Doa memiliki kekuatan mengubah
keputusan Allah. Ketika Allah hendak membinasakan bangsa
Israel, doa Musa yang penuh pengharapan dan kerendahan hati
membuat Allah tidak konsisten dengan keputusanNya, tetapi
kerendahan hati Musa, menunjukkan bahwa Allah yang disembah
adalah Allah yang konsisten dalam mengasihi umatNya.
• Kasih dan pemeliharaan Tuhan tidak pernah berhenti. Saat Daud
berbuat dosa, bukan membuat kasih Tuhan tidak mengalir, tetapi
mengalihkan aliran ke tempat di mana ada hati yang merespon.
• Hidup kita adalah anugerah Allah maka kita harus bersyukur. Kita
yang berdosa telah diselamat dalam karya Kristus. Hayatilah
hidup ini dengan tetap menjadi bejana bagi kemuliaan Allah sama
seperti Rasul Paulus.

176 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


• Hidup orang benar adalah hidup yang dikuasai kasih, sama seperti
Yesus yang merangkul orang-orang yang terpinggirkan karena
dianggap berdosa. Yesus mengundang untuk masuk ke dalam
sukacita Allah ini yakni mau menjadi sahabat orang berdosa
sampai orang itu bertobat.

NASKAH KHOTBAH BAHASA INDONESIA

MERAYAKAN PENGAMPUNAN ILLAHI DALAM PERSEKUTUAN

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Manusia dianugerahi kebebasan. Kebebasan ini memampukan
manusia untuk memilih dan memaknai hidup secara positif atau negatif.
Kebebasan yang digunakan secara positif membawa orang kepada
kebahagiaan, namun bila diisi secara negatif dapat mendatangkan
kehancuran. Meskipun diberi kebebasan, Allah tetap menawarkan
keselamatan kepada kita, mengapa? Karena manusia cenderung mencari
kenikmatan yang berujung pada cinta diri sehingga menjauhkan diri dari
Allah dan acuh tak acuh terhadap sesama. Inisiatif cinta selalu datang
dari Allah karena Allah pada hakikatnya adalah cinta, Ia mencari kita
dengan cermat dan membawa kita untuk diselamatkan kembali.
Merayakan pengampunan illahi dalam persekutuan, itulah tema yang kita
maknai bersama dalam khotbah di ibadah saat ini.

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Memaafkan dan melupakan itulah yang menjadi inti dari
pemulihan dalam sebuah relasi yang pernah ada luka. Memang tidak
mudah, tetapi firman Tuhan minggu ini membantu kita untuk bisa
terus berupaya membangun relasi yang penuh kasih antara Tuhan
dan sesama, yaitu:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 177


Pertama, kita belajar dari Doa Syafaat Musa untuk bangsa Israel
supaya Tuhan Allah mengurungkan niatNya untuk menghukum umat
Israel. Tindakan bangsa Israel yang membuat patung anak lembu dari
emas membuat Allah menjadi murka. Mereka bukan hanya menduakan
Allah, tetapi juga tidak menghargai karya Allah. Mereka menganggap
tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah, sebagai karya dari dewa
yang baru saja mereka buat. “hai Israel, inilah allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir (ayat 8). Karya Allah yang
membebaskan mereka dari tanah perbudakan Mesir itu seharusnya
membuat bangsa Israel menyadari akan kasih dan kekuasaan Allah.
Dengan kesadaran itu seharusnya mereka dengan sukarela dan sukacita
sujud menyembah kepadanya. Namun tidak demikian kenyataannya,
bangsa Israel telah menggeser Allah dari tahtaNya.

Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk.


Istilah ini muncul sembilan kali dalam seluruh Alkitab dan ini adalah
pemakaian pertama kalinya. Istilah ini diambil dari dunia pertanian,
biasanya para petani membajak ladangnya dengan bantuan lembu. Untuk
dapat mengendalikan lembu tersebut, maka para petani akan meletakkan
kayu diatas tengkuk lembu-lembu pembajak itu. Tapi ada lembu-lembu
yang sulit diarahkan, karna tengkuknya kaku. Demikianlah gambaran
bangsa Israel yang jika kita renungkan seperti gambaran setiap orang
Kristen yang tidak mau merendahkan diri untuk taat kepada pimpinan
Tuhan. Melihat hal ini, kemudian Musa memanjatkan doa syafaat. Hasil
dari doa tersebut adalah Allah mengurungkan niatNya untuk menghukum
bangsa Israel. Tindakan mengurukan niat ini digambarkan dengan kata
menyesal. Sebenarnya ini tidak berarti bahwa Allah telah melakukan
kesalahan dalam mengambil keputusan dan kemudian menyesalinya,
tetapi Allah memilih untuk mengabulkan permohonan Musa. Hal ini sama
saja dengan ketika Allah memilih untuk mengabulkan doa permohonan
ampun kita, maka Allah memilih untuk tidak menurunkan murkaNya atas
kita.

178 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Yang kedua, kita belajar dari kerindungan Daud di dalam doa
pengakuan dosanya yang meminta kepada Tuhan untuk
membersihkan dosanya sehingga menjadi tahir. Adapun permintaan
Daud kepada Tuhan, adalah:
a) Tuhan berkenan mengasihani dan menghapus pelanggarannya
b) Tuhan berkenan untuk membersihkan dan mentahirkannya,
digambarkan oleh Daud ketika Tuhan membersihkan dengan hisop
(sejenis semak-semak yang kecil dengan bunga putih kecil yang
melambangkan penyucian dosa) maka Daud menjadi tahir,
dosanya yang merah menjadi putih seperti salju.
Daud merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui kesalahannya.
Daud mengakui kalau sukacita dan kegirangan bisa dirasakan kembali
disaat manusia berbalik kepada Tuhan. Melalui pengampunan Allah, Dia
juga memulihkan relasi Daud dengan bangsa Israel yang dipimpinnya.

Ketiga, kita belajar dari Rasul Paulus yang telah diubahkan Tuhan
dan diampuni dosanya sehingga bisa menjadi Rasul Kristus karena anugerah
dari Allah. Dalam bacaan kita pada hari ini, dijelaskan bahwa Paulus dalam
kehidupannya, sebelum menerima Kristus, penuh dengan dosa, kejahatan,
menganiaya orang-orang Kristen, dan tidak percaya kepada Kristus. Dalam
pengakuan Paulus, kuasa kasih Kristus itu yang sudah mengubah sikap
hidupnya. Jalan pikirannya berubah dari jahat menjadi yang baik, dari
melawan dan mengejar orang-orang Kristen, berubah menjadi pemberita
Injil dan membela Kristus. Melalui peristiwa hidup yang dialami, oleh karena
Kristus yang menangkapnya, Paulus dikuatkan dan diselamatkan. Injil
keselamatan yang diberitakan khususnya di luar Yerusalem, membuat orang
banyak menerima Kristus di jemaat-jemaat di luar Yerusalem. Menurut
Paulus iman percayanya kepada Kristus tidak lain karena kuasa Roh Kudus.
Dia merasa berhutang dan sebagai wujud rasa syukurnya dia akan terus
menerus memberitakan Injil Kristus, karena Injil Kristus adalah kekuatan
dan kuasa Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Melalui
kuasa Kristus,

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 179


Paulus dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil di luar orang-orang
Yahudi. Paulus mengatakan, oleh karena kasih karunia Yesus Kristus
dalam kehidupannya, dia tahan menderita, dihina, direndahkan orang-
orang yang menganggap mengetahui pengetahuan tentang taurat
Tuhan. Kasih Kristus yang hidup dalam diri Paulus itulah yang
membuat dia mampu berbuat baik. Dia merasakan bagaimana kuat
kuasa Allah sudah menyelamatkannya dari kuasa dosa dan kematian.

Keempat, kita belajar dari Tuhan Yesus yang menerima orang


berdosa untuk bisa mengalami karya pengampunan illahi yang memulihkan
hidup. Konteks perumpamaan domba yang hilang dan dirham yang hilang
adalah Yesus yang hendak menjawab sungut-sungut atau protes dari orang-
orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bahwa Ia menerima orang-orang berdosa
dan makan bersama-sama dengan mereka (baca ayat 1-2). Hal ini tidak bisa
diterima oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menganggap diri
sebagai orang-orang yang paling suci, paling benar, paling religius, yang
membuat mereka berfikir tidak pantas bergaul dengan koruptor, pelacur,
penjahat. Yesus nampaknya sengaja memakai orang-orang yang dipandang
hina oleh para pemimpin agama, seperti gembala-gembala domba,
perempuan-perempuan, anak-anak pemberontak. Jadi dalam tiga
perumpamaan ini Yesus menunjukkan tujuan dan sifat Allah yang mencari
dan menyelamatkan serta memulihkan manusia yang telah jatuh dan berdosa
untuk kembali bersekutu dengan Allah sendiri. Seorang Teolog bernama
Matthew Henry, 300 tahun yang lalu menyimpulkan hal yang senada bahwa
dalam tiga perumpamaan ini Allah tidak berkenan dengan kematian dan
kebinasaan orang berdosa. Allah lebih senang kalau orang berdosa itu
kembali bertobat dan bersukacita dengan memberikan anugerah
penghiburan. Melalui tiga perumpamaan ini Yesus hendak menjawab
tuduhan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terkait Dia yang menerima
orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (ayat 2).
Jawaban pertama Yesus ditunjukkan melalui tindakan penerimaan-Nya
terhadap

180 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


orang yang dianggap berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.
Layaknya seorang gembala menemukan seekor dombanya yang hilang
setelah pencarian yang lama, menggendongnya pulang dan bersukacita
dengan semua sahabat-sahabatnya. Jawaban kedua Yesus ditunjukan dari
gambaran seorang perempuan yang menemukan satu koin dirham yang
hilang dan bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Maksud utama dari
keseluruhan perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus
adalah kasih dari Allah yang turun ke dunia untuk mencari dan
menyelamatkan manusia yang hilang dan berdosa.

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Melalui semangat untuk merayakan pengampunan illahi
dalam persekutuan, marilah kita hidup bersama sebagai keluarga
Allah yang didalamnya ada kasih, persekutuan yang saling menerima,
pertobatan, dan penerimaan yang utuh. Hilangkanlah rasa benci,
dendam dan ingin merusak persukutuan Jemaat Tuhan dengan ujaran
kebencian. Sebarkanlah damai bagi dunia ini. Amin.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

NGRIYAYAKEN SIH PANGAPUNTENING ALLAH ING GESANG


PATUNGGILAN

Pasamuwan ingkang kinasih,


Gusti Allah paring sih nugraha tumrap manungsa arupi kamardikan.
Ing Basa Inggris kasebat free will, utawi ing Bahasa Indoneé sia kasebat
kehendak bébas. Lumantar perkawis punika, manungsa saged kanthi mardika
nemtokaken pilihaning gesangipun. Manungsa ugi saged ngraosaken
maknaning gesangipun, saeé ingkang prayogi, mekaten ugi ingkang awon.
Kamardikan ingkang dipunginaaken kanthi leres temtu ngener dhateng
kabingahan. Kosok wangsulipun, menawi kaginaaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 181


kanthi kleè ntu temtu ngener dhateng karisakan. Sinaosa sampun
maringaken kamardikan, Gusti Allah taksih muwuhi sih rahmatipun
kanthi maringaken kawilujengan kanggeé manungsa. Keé nging punapa?
Awit manungsa asring dhumawah ing dosa, langkung nengenaken
remenipun piyambak, gesangipun cengkah kaliyan karsanipun Gusti
Allah, lan ugi mboten perduli dhateng sesami.

Pasamuwan ingkang kinasih,


Gusti Allah punika asih mirma. Punika ingkang kita sinau saking
waosan Kitab Suci dinten punika. Kita sami nampi timbalanipun Gusti
Allah supados saged ngriyayakan pangapuntening Allah ing patunggilan,
satemah gesanging pasamuwan saged nengsemaken. Kados pundi
caranipun? Wonten sekawan perkawis ingkang saged kita sinau.

1. Kita sinau saking Nabi Musa ingkang ngunjukkan pandonga


safaat kanggé bangsa Israèl supados Gusti Allah karsa
ngapunteni dosanipun umat Israèl.
Waosan ingkang kaping sepisan nelakaken nyariyosaken bab Gusti
Allah ingkang apiduwung saksampunipun Nabi Musa nyuwun
supados Gusti Allah mboten ngukum bilai Israeè l. Kacariyos bilih
bangsa Israeè l gesang nyleè weè ng saking Gusti Allah kanthi damel reca
pedheè t mas cor-coran lan dipunsembah. Bangsa Israeè l nganggep reca
pedheè t mas cor-coran punika allahingkang sampung ngedalaken
umat saking tanah pangawulan. Nanging awit saking agenging sih
katresnanipun Gusti Allah, umat Israeè l lajeng dipun wilujengaken.
Gusti Allah apiduwung saneè s amargi Panjenenganipun tumindak
lepat.Punika dados peé mut kanggeé umat bilih sedaya punika peparing,
mila umat kedah gesang kanthi sumuyud dhateng Panjenenganipun.

2. Kita sinau saking Juru mazmur inggih punika Prabu Dawud. Ing
Mazmur 51:1-12, Prabu Dawud ngluntakaken raos ngorongipun
dhateng pakaryanipun Allah ingkang mbirat sadaya dosanipun
satemah saged resik nglangkungi salju. Pakaryanipun Gusti Allah

182 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


kapindhaaken kados dene hisop, inggih punika jinising alang-alang
ingkang sekaripun pethak, ingkang ngemu pralambang kasuceè ning
gesang saking dosa. Kanthi raos andhap asor lan nglenggana, Prabu
Dawud kepeé ngin nampi malih kabingahan lan suraking sukarena
wonten ing gesangipun. Sadaya punika saged dipuntampi nalika
Prabu Dawud wangsul, mratobat, ing ngarsanipun Allah. Perkawis
punika dados sumbering pasinaon kanggeé kita.Menawi kita purun
mratobat temtu gesang kita kapirsanan sembada ing ngarsanipun
Gusti Allah. Sampun mboten wonten raos ajrih was sumelang.
Ingkang wonten namung karaharjan, kabegjan, ayem, lan tentrem.

3. Kita sinau saking Rasul Paulus.


Ing seratipun kanggeé Timotius, Rasul Paulus neé lakaken agenging raos
sokuripun awit nampi kawilujengan peparinging Gusti Allah.
Waunipun Rasul Paulus punika tiyang ingkang sengit dhateng tiyang
Kristen, ngudi mejahi tiyang Kristen, nanging awit saking kacandhak
deé ning Sang Kristus mila lajeng saged ngraosaken gesangipun
kaanyaraken. Nami Saulus (ateges ingkang inggil piyambak) dipun
gantos dados Paulus (tegesipun ingkang asor piyambak). Punika
ingkang dados gondhelanipun Rasul Paulus.Lumantar Sang Kristus,
panjenenganipun saged nampeè ni gesang langgeng. Gusti nimbali
supados kita tansah nulad ing kamulyanipun temahan tansah celak
kaliyan Panjenenganipun. Kepara kita saged dados pirantos
anggeé nipun Gusti Allah mbabaraken pakaryanipun ing bumi punika.

4. Kita sinau saking Gusti Yeé sus.


Waosan Injil ing Lukas 15:1-10 punika nyariosaken tiyang Farisi
lan para ahli Toreè t ingkang sami kadumelan awit Gusti Yeé sus karsa
nampeè ni tiyang dosa. Deé neé Gusti Yeé sus karsa kembul dhahar
sesarengan kaliyan para juru-mupu-beé ya lan tiyang dosa
saneè sipun. Nanggapi pandumelipun tiyang Farisi lan para ahli
Toret, Gusti Yeé sus paring pasemon kalih.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 183


1) Bab meé nda ingkang ical.
Pasemon punika neé lakaken bilih wonten satunggaling tiyang
ingkang gadhah menda satus nanging setunggal ketriwal,
namung kantun 99. Kanggeé madosi menda ingkang setunggal
punika temtu kedah nilaraken ingkang 99. Nalika sampun
kepanggih, sampun jangkep dados satus, lajeng
ngawontenaken pista ageng kanggeé ngriyayaken
kabingahanipun awit meé ndanipun sampun kepanggih.
Maknaning pasemon punika inggih punika Gusti Yeé sus karsa
supados umat ugi saged nampi sesaminipun tanpa
mbeé dakaken. Malah ingkang langkung mbetahaken panampi
inggih punika tiyang dosa, awit dados kabingahaning
kaswargan menawi wonten tiyang setunggal ingkang mratobat
katimbang 99 ingkang mboten purun mratobat.
2) Bab arta dirham ingkang ical
Pasemon punika nggambaraken wonten paweè stri ingkang
gadhah dirham sedasa nanging ingkang setunggal ical. Kanggeé
madosi ingkang setunggal punika, paweè stri punika lajeng
nyumet damar lan nyaponi griyanipun, madosi njlimet ngantos
kepanggih. Nalika sampun pinanggih, lajeng ngulemi mitra-
mitranipun kanggeé ngriyayakaken. Pasemon punika ugi
ngeé mutaken dhateng kita bilih wonten kabingahaning
malaeè kat nalika wonten tiyang setunggal ingkang wangsul
malih dhateng ngarsanipun Gusti Allah kanthi mratobat.

Pasemon kalih punika dados gambaran kanggeé kita bilih ing


ngarsanipun Gusti Allah, sedaya umat dipun pirsani aji. Wonten
setunggal ingkang katriwal keé mawon Gusti Allah karsa madosi
ngantos kepanggih. Punika wujuding sih katresnanipun Gusti Allah.
Pramila kita ugi sageda mbudidaya supados ing gesang punika kita
saged andum katresnan dhateng sesami tanpa wonten singgetan.

184 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Pasamuwan ingkang kinasih,
Forgive and forget (ngapunteni lan nyupeè kaken) punika dados
punjering gesang nalika kita sami ngriyayakaken sih pangapuntening
Gusti ing gesang patunggilan. Sumangga kita nyingkur dhiri kita
piyambak. Sampun ngantos rumaos ingkang leres piyambak. Raos
sengit dipun icali, gesang tresna-tinresnan. Punika wujuding
gesangipun umat Kristen ingkang sejati. Gusti mberkahi kita. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 185


Minggu, 22 September 2019
Minggu Biasa XXV (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Menjunjung Tinggi Laku Hidup Jujur”

TUJUAN
Melalui pemberitaan firman pada hari ini waraga gereja diharap memahami
makna laku hidup jujur dan mewujudkan pemahamannya itu dalam
kehidupan sehari-hari.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Amos 8: 4-7
Tanggapan : Mazmur 113
Bacaan II : 1 Timotius 2: 1-7
Bacaan III : Lukas 16: 1-13
DAFTAR AYAT LITURGIS

Berita Anugerah : Amsal 2:6-9


Petunjuk Hidup Baru : Amsal 2:20-21
Persembahan : Roma 12:1
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 15:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 39: 1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 369A:1-3
Nyanyian Persembahan : KJ 365 A:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 402:1-2
Bahasa Jawa

Kidung Pamuji : KPJ 14:1,3,4


Kidung Panelangsa : KPJ 435:1-3
Kidung Kasanggeman : KPJ 194:1,4
Kidung Pisungsung : KPJ 434:1 –
Kidung Pangutusan : KPJ 437:1,3
(Pdt. Wisnu Sapto Nugroho – LPPS)

186 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
Injil Lukas 16:1-13 berkisah tentang bendahara yang tidak jujur.
Banyak orang bingung dengan kisah ini. Apalagi ketika membaca
pernyataan, “Ikatlah persahabatan dengan menggunakan Mamon yang
tidak jujur?” Apa maksud ‘Mamon yang tidak jujur’ di bagian ini? Apakah
kita diizinkan memanfaatkan uang atau kekayaan dari cara-cara tidak
benar? Kita akan menemukan jawab bila mencermati Lukas 16:1-13
secara teliti. Kisah ini terdiri dari dua bagian besar yaitu: perumpamaan
(ayat 1-8) dan aplikasi dari perumpamaan itu (ayat 9-13). Dua bagian itu
saling menjelaskan satu sama lain. Tindakan yang dipuji dari si tuan
bukanlah ketidakjujurannya melainkan kecerdikannya. Ia cerdik
mempersiapkan masa depan setelah nanti dipecat oleh tuannya dengan
cara menjalin persahabatan, melepaskan bunga yang riba dan bermurah
hati kepada banyak orang. Begitulah semestinya kehidupan umat Allah.
Umat Allah sering kalah cerdik dalam mengelola kekayaan. Kekayaan itu
sebenarnya ‘perkara-perkara kecil’ dalam hidup. Harta milik saat ini
bukanlah harta sebenarnya. Kalau mengurus harta duniawi saja tidak
bisa dipercaya, bagaimana mungkin bisa mengurus hal lain dengan jujur?
Dengan demikian, kejujuran tetaplah menjadi bagian penting bagi semua
orang. Tanpa kejujuran hidup akan dan pasti susah. Melalui pelayanan
firman pada hari ini, umat diharap menjunjung tinggi nilai kejujuran serta
mewujudkannya, sebab berani jujur hebat!

PENJELASAN TEKS
Amos 8: 4-7
Amos hadir menyatakan nubuat pada zaman raja Uzia, raja Yehuda
dan pada zaman Yerobeam anak Yoas, raja Israel. Nubuat-nubuatnya keras
dan mendatangkan kehebohan. Apalagi saat ia menyampaikan rencana
penghukuman atas bangsa Israel. Pemberitaan itu mendatangkan kemarahan
besar. Pada pasal 8:4-7, Amos menyampaikan penglihatan terhadap orang
yang menghisap sesamanya. Penglihatan ini merupakan salah satu dari lima
penglihatan yang dilihatnya. Para penghisap sesama

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 187


adalah mereka yang menginjak-injak orang miskin. Orang miskin
dijadikan sebagai objek pemerasan. Mereka tidak mendapat pemenuhan
kebutuhan dasar dalam hidup seperti gandum. Para pemilik modal
menjual gandum dengan harga tinggi, termasuk pada orang miskin.
Tindakan itu disebut sebagai perilaku tidak jujur atau curang. Tuhan
tidak lupa pada tindakan itu dan pelakunya pantas mendapat hukuman.

Mazmur 113
Mazmur 113 merupakan bagian dari Mazmur hallel (Mazmur
haleluya) dalam Mazmur 113-118. Bagi umat Yahudi, Mazmur ini
dikaitkan dengan perayaan utama keagamaan mereka yaitu paskah.
Sebelum memulai makan paskah, biasanya dilantunkan Mazmur 113-
114. Adapun Mazmur 115-118 dilantunkan usai perayaan makan. Mazmur
113 diawali dengan sorakan Haleluya! Sorakan ini dikumandangkan
sebagai ajakan bagi hamba-hamba Tuhan untuk memuji nama-Nya.
Tuhan pantas menerima pujian dari hamba-hamba-Nya sejak matahari
terbit hingga terbenamnya matahari. Jika setiap hamba memujikan hal
ini, maka nama Tuhan dimuliakan seterusnya, sekarang dan selama-
lamanya. Pengalamannya bersama Allah menjadikan pemazmur
menyampaikan alasan mengapa Tuhan dipuji. Tuhan tinggi mengatasi
segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi segala lagit. Sebagai Allah yang
tinggi, Ia berpihak pada orang-orang lemah. Orang-orang lemah itu
adalah orang-orang miskin, perempuan mandul dan kalangan lain yang
dianggap hina oleh masyarakat. Orang-orang miskin dan hina itu
didudukkan oleh Allah bersama para bangsawan. Bagian ini
menunjukkan Allah adalah Tuhan yang memiliki sikap peduli, empati.
Sikap empati-Nya membawa umat saling menghargai satu sama lain.

1 Timotius 2: 1-7
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menasihatkan
supaya Timotius menjadi pendoa. Jika dikaitkan dengan ayat-ayat
selanjutnya (1 Timotius 2:8-15) kita menemukan bahwa selain Timotius

188 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


yang diminta menjadi pendoa, jemaat (gereja) juga harus menjadi pendoa.
Dalam ibadah (liturgi), jemaat dinasihatkan untuk saling mendoakan. Maka
dari itu perikop kita (1 Timotius 2:1-7) oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
diberi judul, ”Mengenai Doa Jemaat”. Baik secara pribadi maupun dalam
ibadat umat, doa-doa yang dinaikan adalah kepada Allah yang mengasihi
semua orang. Allah yang penuh kasih itu memiliki rancangan agar semua
orang menerima penyelamatan-Nya. Jika Tuhan punya rancangan
menyelamatkan semua orang, mengapa kita harus berdoa?

Inilah hal penting yang mesti kita hayati. Firman Tuhan


menasihatkan pada kita bahwa sesungguhnya Allah meminta umat-Nya tetap
berdoa supaya umat senantiasa terhubung dengan Dia. Hal ini seperti
pepatah: doa merupakan nafas hidup orang percaya. Doa juga menjadi bakti
kita kepada Allah. Dengan kata lain, doa merupakan persembahan diri
kepada Allah. Dalam 1 Timotius 2:1-7 terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan umat mempersembahkan doa-doanya kepada Allah.
✓ Permohonan (desis – Yunani).
Kata ini pada mulanya bukan bahasa keagamaan. Dalam Bahasa asli
(Yunani) kata ini bermakna permintaan tentang hal-hal yang baik.
Ide dasarnya adalah kebutuhan. Oleh karena terdapat kebutuhan,
maka terdapat dorongan untuk meminta. Jika tidak ada kebutuhan
untuk minum, seorang anak tidak akan meminta minum kepada
orang tuanya. Anak-anak yang tidak bisa mengungkapkan dengan
bahasa akan menggunakan tangisan agar permohonannya
dimengerti oleh orang tuanya. Bukankah itu juga bisa terjadi dalam
kehidupan kita? Oleh karena kelemahan-kelamahan kita, ada banyak
hal yang kita butuhkan dan kita memohon kepada Allah. Di saat-saat
hidup tertekan begitu berat, tangisan kepada Allah merupakan
bahasa yang paling mudah disampaikan.
✓ Syafaat (enteuksis – Yunani).
Rasul Paulus menasihatkan supaya Timotius menaikkan syafaat. Kata
syafaat yang berasal dari kata enteuksis pada dasarnya bermakna

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 189


menjumpai seseorang dan memohon kepada raja agar mengasihani
orang itu. Dalam doa, sesama senantiasa didoakan. Doa menjadi
bentuk kepedulian kepada sesama. Dengan nasihat ini, setiap orang
beriman diajar untuk tidak menjadi egois sebab hidupnya terkait
dengan sesamanya. Bahkan dalam syafaat setiap orang beriman
diundang untuk mendoakan mereka yang memusuhi sekalipun.
✓ Ucapan syukur (eukharistia – Yunani).
Doa yang dinaikkan bukan hanya berbentuk permohonan tetapi
juga ucapan syukur kepada Allah.
✓ Berdoa bagi yang diberi kewenangan memimpin (penguasa).
Mendoakan mereka yang saat ini diberi kewenangan memimpin
supaya dalam kepemimpinan mereka dapat menjalankan fungsinya
secara baik. Bila para pemimpin menjalankan kepemimpinan secara
baik, siapakah yang merasakan dampaknya? Dalam 1 Timotius 2:2b
dikatakan: agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala
kesalehan dan kehormatan.

Dari uraian tentang doa di atas, kita menemukan bahwa dalam


doa umat berjumpa dengan Allah. Perjumpaan antara umat dengan
Allah dalam situasi terbuka. Tidak ada yang tersembunyi di hadapan-
Nya. Dalam doa umat diajak untuk jujur, terbuka, berserah pada Allah
Sang sumber hidup.

Lukas 16:1-13
Untuk menemukan pesan dari Lukas 16:1-13 secara utuh, kita
perlu memperhatikan pasal-pasal sebelumnya. Kisah perjumpaan Yesus
dengan orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat (Luk. 14:1,3) dan
perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, anak yang
hilang (pasal 15) perlu dipahami sebelum menafsir Lukas 16:1-13. Cerita
ini membingungkan banyak penafsir. Minimnya pengetahuan tentang
praktik finansial kala itu menjadi salah satu faktor kebingungan.

190 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Bendahara yang tidak jujur itu mengenakan bunga atas barang-barang
yang dipinjamkan pada debitur. Meski demikian, orang-orang Farisi telah
menciptakan berbagai cara untuk mengenakan bunga tersembunyi, yang
bahkan dibenarkan oleh pengadilan sipil Yahudi. Rupanya bendahara
dalam kisah ini dalam keadaan genting dan berakibat pada ancaman
hilangnya pekerjaan. Nama baiknya tercoreng karena tuduhan
menghamburkan harta milik tuannya. Dalam keadaan terjepit, ia
berusaha menghapus bunga yang telah dikenakan pada para debiturnya.
Ia telah meminjamkan uang kepada banyak orang dan mengambil riba.
Meski hukum Taurat melarang tindakan riba, rupanya bendahara itu
tetap melakukan tindakan riba. Seperti apa tindakan riba bendahara itu?
✓ Kepada yang berhutang 50 tempayan minyak, ia mengenakan
bunga 50 tempayan minyak bagi penghutang itu sehingga
peminjam itu memiliki hutang 100 tempayan minyak (Lukas
16:6). Dalam hal ini, bunga yang dikenakan adalah 100%.
✓ Kepada yang berhutang delapan puluh pikul gandum, ia
mengenakan bunga 20 pikul gandum, sehingga penghutang itu
memiliki hutang 100 pikul gandum (Lukas 16:7). Bunga yang
dikenakan pada penghutang gandum adalah 20%.
✓ Selain itu, bendahara itu meminjamkan yang lain kepada mereka
yang membutuhkan hutangan.

Dengan membuat potongan hutang, bendahara itu bertindak


benar. Kepada penghutang minyak yang dikenai bunga 100 %, 20%
bunganya dibebaskan. Dampak dari perbuatan ini si bendahara bebas
dari pemecatan. Si tuan memuji dia sebagai bendahara yang cerdik. Ia
telah berubah, awalnya ia bekerja dengan licik, sekarang ia bekerja
dengan cerdik. Atas kecerdikan ini, bendahara itu tidak dipecat, tetapi
sebaliknya, ia mendapat pujian. Apa yang dipuji dari bendahara itu? Yang
dipuji bukanlah ketidakjujuran sang bendahara, tetapi kemampuannya
dalam melihat ke depan dan dalam mempersiapkan hari depannya.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 191


Munculnya ungkapan, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya daripada anak-anak terang” (Luk. 13:b) menunjukkan
bagaimana seharusnya kehidupan umat Allah. Orang-orang Farisi seharusnya
menjadi anak-anak terang, namun mereka lihai menciptakan cara-cara
tertentu untuk menghindari hukum Allah. Mereka menjadi “pecinta uang”
dengan mengatasnamakan kehidupan beriman pada Allah alias membungkus
perilaku materialistik dengan tampilan gamis. Bendahara duniawi telah
bertindak benar dengan jalan membatalkan bunga. Frasa “ikatlah
persahabatan dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika
Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi”
menunjukkan bahwa tidaklah mudah bagi siapapun untuk jujur berhadapan
dengan uang. Apalagi jika disertai kekuasaan tertentu, betapa mudahnya
perilaku korupsi dan tidak jujur terjadi.

Berhadapan dengan uang ada dua pilihan: mau menjadi orang


bermoral (jujur) atau tidak bermoral (tidak jujur). Uang bisa menjadi alat
kebaikan atau sebaliknya. Mamon dalam kisah ini rupanya adalah bunga
terlarang dalam hukum Taurat. Jika orang-orang Farisi tidak dapat setia
pada perkara-perkara kecil seperti meminjamkan uang, bagaimana Allah
dapat memercayai untuk harta yang lebih besar dan setia? Pernyataan
Yesus, “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan” mengarah
pada orang-orang Farisi. Mereka pecinta uang, mendengar perkataan
Allah dan mengejek Firman Allah. Tindakan macam ini jauh dari nilai-
nilai kejujuran. Bahkan mereka mengelabuhi kecurangan dengan
memakai simbol-simbol keagamaan. Perilaku korupsi, menipu dengan
memakai ucapan-ucapan, penampilan gamis rupanya sudah ada sejak
zaman Yesus (bahkan sebelumnya). Apakah anak-anak Allah saat ini
masih memakai cara-cara itu?

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata jujur
sebagai hidup secara lurus hati, tidak berbohong. Tidak berbohong

192 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


berarti berkata apa adanya. Bentuk lain dari sikap jujur adalah tidak
curang. Sikap curang merupakan pengingkaran terhadap peraturan
atau kesepakatan. Dalam KBBI, sikap jujur juga dimaknai sebagai
hidup secara tulus, ikhlas. Kejujuran dimulai dari diri sendiri. Paulus
menasihatkan agar Timotius dan jemaat senantiasa menaikkan doa.
Doa merupakan dialog dengan Allah. Dialog dengan Allah menjadi
autentik bila dilakukan dalam kejujuran. Amos menyerukan supaya
umat menjauhi perilaku curang dengan cara menindas orang-orang
kecil. Amos menyatakan teguran secara keras terhadap para pelaku
kecurangan. Dampaknya ia dimusuhi. Dalam perumpamaan tentang
bendahara yang tidak jujur, tampak bahwa Yesus mengecam perilaku
tidak jujur. Pada Minggu XXV ini umat diajak menghayati hidup jujur
melalui kisah bendahara yang tidak jujur sebagaimana ditulis oleh
Lukas dalam Injil Lukas Lukas 16:1-13.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

MENJUNJUNG TINGGI LAKU HIDUP JUJUR

Saudaraku, suatu kali seorang guru (Rabbi) memutuskan untuk


menguji kejujuran murid-muridnya. Dia memanggil mereka dan
melontarkan pertanyaan, “Apa yang akan kau buat bila sewaktu kamu
berjalan menemukan sebuah dompet penuh uang tergeletak di jalan?”.
Seorang murid mengangkat tangan dan berkata dengan lantang, “Akan
segera saya kembalikan kepada pemiliknya”. Guru membatin,
“Jawabannya begitu cepat. Saya harus bertanya dalam secara pribadi
apakah dia sungguh bermaksud begitu,” pikir guru. Seorang murid
mengangkat tangan dan mengatakan, “Akan kuambil uang itu untuk
diriku bila tak ada seorangpun melihat bahwa aku menemukan dompet
itu”. Mendengar jawab itu guru mengatakan dalam hatinya, “Dia punya
bibir jujur, tetapi hatinya jahat”. Murid ketiga mengangkat

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 193


tangan dan mengatakan, “Jujur, saya yakin bahwa aku akan tergoda
untuk memilikinya. Maka aku akan berdoa kepada Tuhan agar Dia
berkenan memberi aku kekuatan melawan godaan dan melakukan
yang benar ”. Guru itu melihat muridnya dan berkata dalam hatinya,
“Inilah orang jujur. Dia bisa dipercaya”.

Saudaraku, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi


jujur sebagai hidup secara lurus hati, tidak berbohong. Tidak
berbohong berarti berkata apa adanya. Bentuk lain dari sikap jujur
adalah tidak curang. Sikap curang merupakan pengingkaran terhadap
peraturan atau kesepakatan. Dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat
kisah tentang bendahara yang tidak jujur. Namun yang aneh, mengapa
bendahara itu mendapat pujian?

Untuk menemukan pesan dari Lukas 16:1-13 secara utuh, kita


perlu memperhatikan pasal-pasal sebelumnya. Kisah perjumpaan
Yesus dengan orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat (Luk. 14:1,3) dan
perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, anak
yang hilang (pasal 15) perlu dipahami sebelum menafsir Lukas 16:1-
13. Cerita ini membingungkan banyak penafsir. Minimnya pengetahuan
tentang praktik finansial kala itu menjadi salah satu faktor kebingungan.
Bendahara yang tidak jujur itu mengenakan bunga atas barang-barang
yang dipinjamkan pada debitur. Meski demikian, orang-orang Farisi telah
menciptakan berbagai cara untuk mengenakan bunga tersembunyi, yang
bahkan dibenarkan oleh pengadilan sipil Yahudi. Rupanya bendahara
dalam kisah ini dalam keadaan genting dan berakibat pada ancaman
hilangnya pekerjaan. Nama baiknya tercoreng karena tuduhan
menghamburkan harta milik tuannya. Dalam keadaan terjepit, ia
berusaha menghapus bunga yang telah dikenakan pada para debiturnya.
Ia telah meminjamkan uang kepada banyak orang dan mengambil riba.
Meski hukum Taurat melarang tindakan riba, rupanya bendahara itu
tetap melakukan tindakan riba. Seperti apa tindakan riba bendahara itu?

194 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


✓ Kepada yang berhutang 50 tempayan minyak, ia mengenakan
bunga 50 tempayan minyak bagi penghutang itu sehingga
peminjam itu memiliki hutang 100 tempayan minyak (Lukas
16:6). Dalam hal ini, bunga yang dikenakan adalah 100 %.
✓ Kepada yang berhutang delapan puluh pikul gandum, ia
mengenakan bunga 20 pikul gandum, sehingga penghutang itu
memiliki hutang 100 pikul gandum (Lukas 16:7). Bunga yang
dikenakan pada penghutang gandum adalah 20 %.
✓ Selain itu, bendahara itu meminjamkan yang lain kepada mereka
yang membutuhkan hutangan.

Dengan membuat potongan hutang, bendahara itu bertindak


benar. Kepada penghutang minyak yang dikenai bunga 100 %, 20%
bunganya dibebaskan. Dampak dari perbuatan ini si bendahara bebas
dari pemecatan. Si tuan memuji dia sebagai bendahara yang cerdik. Ia
telah berubah, awalnya ia bekerja dengan licik, sekarang ia bekerja
dengan cerdik. Atas kecerdikan ini, bendahara itu tidak dipecat, tetapi
sebaliknya, ia mendapat pujian. Apa yang dipuji dari bendahara itu?
Tindakan yang dipuji bukanlah ketidakjujuran sang bendahara, tetapi
kemampuannya dalam melihat ke depan dan dalam mempersiapkan hari
depannya. Munculnya ungkapan, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya daripada anak-anak terang” (Luk. 16:8b)
menunjukkan bagaimana seharusnya kehidupan umat Allah. Orang-orang
Farisi seharusnya menjadi anak-anak terang, namun mereka lihai
menciptakan cara-cara tertentu untuk menghindari hukum Allah. Mereka
menjadi “pecinta uang” dengan mengatasnamakan kehidupan beriman
pada Allah alias membungkus perilaku materialistik dengan tampilan
gamis. Bendahara duniawi itu telah bertindak benar dengan jalan
membatalkan bunga. Frasa “Ikatlah persahabatan dengan menggunakan
Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong
lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi” menunjukkan bahwa tidaklah
mudah bagi siapapun untuk jujur berhadapan dengan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 195


uang. Apalagi jika disertai kekuasaan tertentu, betapa mudahnya
perilaku korupsi dan tidak jujur terjadi. Berhadapan dengan uang ada
dua pilihan: mau menjadi orang bermoral (jujur) atau tidak bermoral
(tidak jujur). Uang bisa menjadi alat kebaikan atau sebaliknya.

Mamon dalam kisah ini rupanya adalah bunga terlarang dalam


hukum Taurat. Jika orang-orang Farisi tidak dapat setia pada perkara-
perkara kecil seperti meminjamkan uang, bagaimana Allah dapat
memercayai untuk harta yang lebih besar dan setia? Pernyataan Yesus,
“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan” mengarah
pada orang-orang Farisi. Mereka pecinta uang, mendengar perkataan
Allah dan mengejek Firman Allah. Tindakan macam ini jauh dari nilai-
nilai kejujuran. Bahkan mengelabuhi kecurangan dengan memakai
simbol-simbol keagamaan. Perilaku korupsi, menipu dengan memakai
ucapan-ucapan, penampilan gamis rupanya sudah ada sejak zaman
Yesus (bahkan sebelumnya). Apakah anak-anak Allah saat ini masih
memakai cara-cara itu? Seorang penafsir bernama Craig L. Blomberg
memberikan tafsiran yang menarik, demikian: Tuhan Yesus
menghendaki semua pengikut-Nya setia dan jujur dalam semua sisi
kehidupan yang dijalani. Kesetiaan menjalani semua bidang
kehidupan membuat umat merasakan penyertaan Tuhan. Kesetiaan
menjalani hidup terkait dengan harapan Yesus bagi kita yaitu:
1. Semua umat Allah akan diminta untuk memberikan
pertanggungan jawab berkaitan dengan hidup yang mereka jalani.
2. Persiapan untuk pertanggungjawaban tersebut akan berkaitan
dengan kecerdikan kita dalam menggunakan apa yang kita miliki,
secara khusus berkaitan dengan penggunaan uang.
Ketidakmampuan mengelola uang yang ada adalah tanda bahwa
hidup kita tidak terkelola dengan baik (ingat pepatah: Anda
adalah apa yang Anda belanjakan!)
3. Kecerdikan tersebut menunjukkan kehidupan seorang murid
sejati yang kelak akan menerima hidup dan sukacita kekal.

196 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Saudaraku, perilaku jujur mesti dijunjung tinggi. Perilaku itu
terkait dengan tanggungjawab, kecerdikan yang mengarah pada hidup
berpengharapan. Dengan begitu, hidup jujur bukan ajur, melainkan
berbuah mujur. Mari kita wujudkan dalam hidup sehari-hari.

Berani jujur juga hebat! Kata KPK dan kita semua pasti setuju.

KOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

GESANG KANTHI JUJUR

Para sedheè reè k ingkang kinasih,


Ing sawijining dinten, ing salah satunggaling padheè pokan,
Sang Guru nimbali para muridipun saperlu ndadar kanthi pitakeè n
mekaten: “Apa sing arep mbok tindaké menawa nemu dompèt ana ing
dalan?” Salah satunggaling murid lajeng atur wangsulan, “Nyuwun
pangapunten Guru, menawi kula badhé lajeng enggal-enggal pun
wangsulaken dhateng ingkang kagungan.” Mireng wangsulan
satunggal murid punika, keng Guru mbatin, “iki tenan ora ya? Mengko
jebul gur lamis. Suk kapan kudu tak takoni menèh wangsulané tenanan
opo ora.” Murid saneè sipun ugi wangsulan, “Guru, menawi boten
wonten ing mirsani artanipun badhé kula simpen piyambak, punika
menawi kula.” Keng Guru kageè t ananging nggih namung batin, “bocah
iki jujur, ananging atiné ala.” Wonten malih murid saneè sipun ingkang
wangsulan, “Guru, menawi kula ngakeni wonten ing manah kagodha
kepéngin melik dompèt punika. Mila menawi sumerep wonten dompèt
tumiba ing margi, kula badhé ndedonga supados Gusti ngiyataken
manah kula supados saged uwal saking panggodha punika lan
nindakaken ing becik.” Keng Guru lajeng mirsani murid punika lan
batin, “iki muridku sing jujur. Bocah iki isa dipercaya.”

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 197


Para sedheè reè k ingkang kinasih,
Miturut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur punika
dipun mangertosi pinangka gesang kalawan ati kang lurus, boten
ngapusi, lan blaka suta. Jujur punika ugi ateges boten nyidrani tiyang
saneè s. Nyidrani tiyang saneè s punika tegesipun boten manut kaliyan
pranatan lan pasarujukan. Wonten ing waosan Injil, wonten cariyos
bab juru gedhong ingkang boten jujur, ingkang malah nampi
pangalembana saking lurahipun.

Supados saged mengertosi punapa ingkang dipun kersakaken


saking waosan Injil, kita kedah niti priksa saking waosan utawi perikop
sadeè reè ngipun. Saking cariyosipun Gusti Yeé sus ingkang pepanggihan
kaliyan ahli Toreè t lan tiyang Farisi, pasemon bab wedhus kang ilang, arta
dirham kang ilang, anak kang ilang miwiti pasinaon kita sadeè reè ngipun
kita nyinaoni waosan kita. Cariyos punika panci damel bingung para juru
tafsir Alkitab. Katrangan bab padatan tiyang Yahudi nalika semanten
anggeè nipun ngecakaken arta mirunggan bab utang piutang lan sepinten
anakanipun punika boten kathah. Juru gedhong ingkang boten tumemen
punika ngetrapaken anakan tumrap saben tiyang ingkang ngutang
dhateng lurahipun. Salajengipun, juru gedhong punika kaancam boten
saged nyambut damel malih awit kadakwa ngawut-awut barang darbeè
lurahipun. Ing kawontenan ingkang kepeè peè t, juru gedhong punika lajeng
ngupadi supados piyambakipun taksih saged nata gesangipun sanadyan
mangkeé boten nyambut damel malih dhateng lurahipun. Juru gedhong
punika lajeng nimbali saben tiyang ingkang gadhah utang kaliyan
lurahipun lumantar piyambakipun, lan anakanipun dipun suda kanthi
ngedalaken serat utang ingkang anyar. Lumantar tumindak punika, sang
juru gedhong ndadosaken tiyang ingkang gadhah utang ngrumaos
langkung eè ntheè ng awit utangipun suda, sisih saneè s, lurahipun ugi boten
rugi awit arta pokokipun wetah. Tumindak ingkang makaten ndadosaken
sang juru gedhong nampi pangalembana saking lurahipun, amargi
gadhah akal ingkang kados makaten.

198 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Waosan kita boten ateges badheé nedahaken bilih
tumindakipun sang juru gedhong punika saeé , ananging ngalem
anggeè nipun sang juru gedhong ingkang kanthi kapinteranipun nata
gesang salajengipun. Menawi dipun gatosaken, pangandikanipun
Gusti Yeé sus ingkang kaserat ing ayat 8b, “sabab para anaking jagad iki
tumrap kang tunggal golongan, akalé ngluwihi para ahli warising
pepadhang” punika saged dipun raosaken minangka pameleè h kagem
para umatipun Allah. Tiyang Farisi ing nalika semanten sacara tatanan
karohaneè n kedahipun saged dados tuladha minangka ahli warising
pepadhang. Para tiyang Farisi nalika semanten gesangipun karem
bandha kadonyan ingkang kalimput dening ageman lan piwucal atas
nami agama. Juru gedhong punika nindakaken ingkang leres awit
kanthi kapinteranipun nyudo anakan. Tembung “padha memitrana
kalawan migunakaké Mamon kang ora temen iku, supaya manawa
kowé koncatan Mamon iku, kowé banjur ditampani ana ing tarub kang
langgeng” ing ayat 9 neè lakaken saben tiyang ngadhepi panggodha bab
raja brana. Punapa malih menawi gadhah kalenggahan, godha rencana
supados tumindak boten jujur asring dipun raosaken.

Mamon ing waosan punika nggambaraken anakan ingkang


sejatosipun boten dipun keparengaken miturut kitab Toreè t. Menawi
tiyang Farisi boten saged tumemen ing prakara sepeé leé kados pranatan
bab utang piutang, mokal Gusti Allah badheé mitayani bab prakara
ingkang langkung ageng. Pangandikanipun Gusti Yeé sus ingkang makaten,
“ora ana batur kang bisa ngladéni bandara loro” punika sejatosipun
minangka pameleè h dhateng tiyang Farisi. Para tiyang Farisi punika ing
satunggal kawontenan mirengaken sabdanipun Allah, ananging ing
kawontenan saneè sipun malah mboten manut dhawuhipun Allah.
Tumindak ingkang kados makaten sejatosipun neè lakaken tebih saking
sikep jujur, ananging lajeng kalimput kaliyan tembung-tembung
karohaneè n ingkang dipun owahi. Punapa para ahli

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 199


warising pepadhang ing jaman samangkeé wonten ingkang nggadhahi
sikep ingkang kados makaten? Salah satunggaling juru tafsir Alkitab
ingkang asmanipun Craig L. Blomberg maringi piwucal ingkang saeé ,
makaten: Gusti Yeé sus ngersakaken sedaya pendherekipun sami setya
lan jujur ing sadhengah kawontenan. Sikep punika ndadosaken para
pendheè reè kipun sami ngraosaken panganthi lan pangrimatipun Gusti.
Kasetyan miturut karsanipun Gusti punika makaten:
1. Saben pendheè reè kipun Gusti badheé dipun suwuni tanggel
jawab bab tumindakipun.
2. Tanggel jawab punika sesambetan kalian akal lan kapinteran kita
anggeè nipun nampi lan ngginakaken berkahipun Gusti, mirunggan
bab raja brana. Menawi boten saged nata raja brananipun, punika
ugi ateges gesangipun boten katata kanthi saeé .
3. Murid ingkang pinter badheé nampeè ni suka bingah lan gesang
langgeng.

Para sedheè reè k ingkang kinasih,


Kita kedah ngrimat sikep jujur ing gesang padintenan. Sikep ingkang
jujur punika sesambetan kaliyan tanggel jawab lan kapinteran
ingkang angkahipun nggadahi gesang ingkang kebak ing pangajeng-
ajeng. Pramila, gesang kanthi jujur punika boten badheé ajur, ananging
badheé nampi kabegjan.

Miturut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Berani Jujur, Hebat!


Kita sedaya mesthi sami sarujuk. Gusti berkahi kita sedaya. Amin.

Kapertal déning Pdt. Sukrisno


Purwanto

200 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Minggu, 29 September 2019
Minggu Biasa XXVI (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Nilai Kemanusiaan di Balik Kekayaan”

TUJUAN
Melalui pemberitaan firman ini umat menghayati makna kekayaan serta
menjadikan kekayaan sebagai sarana memuliakan kemanusiaan.

DAFTAR BACAAN LEKSIONARI


Bacaan I : Amos 6:1-7
Tanggapan : Mazmur 146
Bacaan II : 1 Timotius 6:6-19
Bacaan III : Lukas 16: 19-31
DAFTAR AYAT LITURGIS

Berita Anugerah : Matius 6:25-26


Petunjuk Hidup Baru : Amsal 3:5-8
Persembahan : 1 Tawarikh 16:28-29
DAFTAR NYANYIAN LITURGIS

Bahasa Indonesia
Pujian Pembuka : KJ 353: 1-2
Pujian Pengakuan Dosa : KJ 33:1-3
Pujian Kesanggupan : KJ 383:1-3
Pujian Persembahan : KJ 363:1-
Pujian Penutup : KJ 413:1-3
Bahasa Jawa

Pepujen Pambuka : KPJ 22:1-3


Pepujen Pengaken Dosa : KPJ 97:1,3
Pepujen Kasanggeman : KPJ 200:1,3
Pepujen Pisungsung : KPJ 78:1 –
Pepujen Panutup : KPJ 431:1,3
(Pdt. Wisnu Sapto Nugroho – PPK LPPS)

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 201


DASAR PEMIKIRAN
Orang Inggris memiliki pepatah tentang uang: uang adalah
hamba yang baik, tetapi ia adalah tuan yang jahat. Pepatah itu bermakna
bahwa saat seseorang dikuasai uang, ia kehilangan kendali hidup sebab
uang dijadikan sebagai dewa. Uang bisa menjadi dewa karena memiliki
banyak peran dalam hidup. Makan, minum, tidur, bepergian, buang air:
perlu uang! Hanya (maaf) buang angin saja yang saat ini yang tidak
mengeluarkan uang. Oleh karena semua hal diukur dengan uang, maka
uang digunakan sebagai alat ukur hidup manusia. Mereka yang banyak
uang disebut kaya. Dengan kekayaannya itu ia dipuji, dihormati. Mereka
yang tidak punya uang disebut miskin. Dengan statusnya sebagai orang
miskin orang-orang macam ini sering tersisih dan disisihkan dari tengah
komunitas. Ketika uang berkuasa dan menguasai hidup, banyak orang
menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Di sinilah uang itu
“punya kuasa” dan berpotensi menjadi sumber kejahatan. Tindakan jahat
merupakan pengingkaran terhadap nilai kemanusiaan. Tuhan Yesus tidak
mengajarkan kehidupan anti kekayaan. Ia mengajarkan tentang perlunya
mengelola kekayaan dengan menghargai martabat kemanusiaan. Melalui
firman Tuhan hari ini umat diajak untuk menghayati makna kekayaan
dan menjadikan kekayaan sebagai sarana memuliakan kemanusiaan.

PENJELASAN TEKS
Amos 6:1-7
Konteks dari cerita dalam Amsal 6:1-7 adalah kemakmuran
bangsa Isarel. Raja Yerobeam II telah berhasil memperbaiki kehidupan
politik dan ekonomi. Dampak dari perbaikan kondisi sosial, politik dan
ekonomi adalah berkembangnya peradaban. Bangsa ini menjadi sangat
optimis dengan masa depannya. Di tengah optimisme bangsa ini, Amos
tampil memberitakan tentang hukuman dan keruntuhan bangsa. Betel
yang menjadi pusat keagamaan, dan Samaria menjadi pusat politik-
ekonomi, semua akan hancur. Allah membenci perayaan

202 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


keagamaan di Betel. Kehancuran ekonomi akan menyusul. Mengapa
Allah tidak suka dengan semua yang dilakukan Israel? Allah membeci
perilaku korup. Para penguasa memerintah dengan cara tidak adil.

Kekayaan yang mereka dapat merupakan buah dari


penindasan terhadap kalangan miskin dan tertindas. Demi mendapat
kekayaan, mereka menghalalkan segala cara. Semua perayaan
keagamaan merupakan kemunafikan. Nyanyian-nyanyian pujian
hanyalah bagi diri sendiri. Allah membenci semua itu sebab hidup
keberagamaan mereka bertolak belakang dengan sikap terhadap
sesama. Melalui Amos, Allah menyatakan berita penghukuman.

Mazmur 146
Secara garis besar Mazmur 146 ini menekankan betapa
berbahagianya orang yang mengandalkan Tuhan di tengah kehidupan
manusia yang fasik. Dalam bait-baitnya pemazmur menyaksikan
bahwa Allah senantiasa berpihak kepada yang lemah. Sistematikanya
dibuat menarik. Diawali dengan puji-pujian umat atau yang disebut
doksologi, “Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!” (ayat 1), dan
diakhiri dengan doksologi: “TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya,
Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya!” (ayat 10). Pembagian ini
seakan menunjukkan pola hidup ibadah orang Yahudi, yang
senantiasa melandasi dan mengisi hidupnya dengan puji-pujian (bdk.
ayat 2). Bagi orang Yahudi, puji-pujian merupakan urat nadi dalam
setiap ritus-ritus yang dilakukan dalam setiap ibadah mereka.

1 Timotius 6:6-19
Alkitab tidak pernah mengajarkan manusia benci kekayaan
(uang). Membenci uang ibarat membenci diri sendiri sebab dalam
seluruh hidup uang dibutuhkan. Alkitab membeberkan rambu-rambu
yang jelas dan tepat terhadap uang, sebagaimana yang dinasihatkan
rasul Paulus pada Timotius. Inilah nasihat Paulus:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 203


1. Rasa cukup
Perkataan Paulus yang menarik terkait dengan rasa cukup adalah
ibadah. Apakah ada ibadah yang tidak disertai rasa cukup? Ada
banyak ibadah yang dilaksanakan dengan maksud mendapat banyak
berkat (berkat dimaknai sebagai materi). Orientasi ibadah macam ini
adalah ibadah menjadi sarana memperoleh. Apa yang keliru dari
pemahaman macam ini? Yang keliru adalah saat ibadah dijadikan
orientasi untuk mendapatkan sesuatu yang memuaskan diri sendiri.
Ibadah macam ini adalah ibadah yang egosentris, dimana pusat
ibadah bukan Allah, melainkan manusia. Ibadah yang disertai rasa
cukup adalah ibadah yang berpusat pada Allah, Sang sumber hidup.
Ibadah yang disertai dengan rasa cukup juga mengandung makna
bahwa yang berharga dalam kehidupan kita adalah hidup itu sendiri
sebagaimana kata Rasul Paulus dalam 1
Timotius 6:7, “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam
dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.” Karena
hidup itu begitu berharga, maka syukurilah dan ingatlah bahwa
suatu saat nanti kita kembali kepada Bapa, semua yang ada di
bumi ini tidak akan di bawa. Semua ditinggalkan.
2. Utamakan Kebutuhan, bukan keinginan
Rasul Paulus berkata, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah ”
(1 Timotius 6:8). Makanan dan pakaian adalah kebutuhan utama
dalam hidup manusia dan ini disebut sebagai kebutuhan pokok.
Ada kebutuhan lain dalam hidup manusia, yang disebut sebagai
kebutuhan sekunder dan tersier. Butuh kejelian membedakan
mana kebutuhan pokok yang harus diutamakan, kebutuhan
sekunder yang bisa ditunda dan kebutuhan tersier yang sangat
mungkin untuk ditunda. Apa yang menjadikan manusia
mengutamakan keinginan daripada kebutuhan? Yang menjadikan
pengutamaan keinginan adalah hasrat, keserakahan, lapar mata,
lapar hati. Agar terhindar dari ketamakan terhadap uang,
utamakanlah kebutuhan daripada keinginan.

204 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


3. Kuasailah uang, bukan dikuasai uang
Akar segala kejahatan adalah cinta uang (1 Timotius 6:10). Cinta
uang berarti membiarkan diri digerakkan oleh uang, sehingga
motifasi hidup adalah uang. Saat hidup digerakkan oleh uang, maka
sangat mungkin uang menjadi segala-galanya dan menjadi sumber
kejahatan. Perkataan Rasul Paulus, “Akar segala kejahatan adalah
cinta uang” mengandung maksud agar setiap umat Tuhan mampu
menguasi uang. Bagaimana cara mengasai uang? Dalam 1 Timotius
6:11-12, Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi engkau hai manusia
Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan,
kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam
pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.”
Kalimat bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar
menyiratkan makna bahwa menghadapi bahaya konsumerisme,
materialisme bukanlah hal yang mudah. Namun demikian
tetaplah berjuang dengan mengupayakan nilai-nilai keadilan,
kesetiaan, kasih, kesabaran, kelembutan dan peribadatan.
4. Menggunakan uang dengan rendah hati dan untuk kebaikan
bersama
Alkitab tidak pernah mengajarkan umat Allah membenci uang!
Alkitab mengajarkan agar bijak dalam penggunaannya. Agar bijak
dalam penggunaan dibutuhkan kerendahan hati dan niat yang baik.
Dengan kerendahan hati seseorang terhindar dari sikap tamak
dengan harta yang dimilikinya, sehingga dalam penggunaannya
dilandasi niat yang baik. Bila kekayaan digunakan dengan rendah hati
dan niat yang baik kekayaan juga bernilai kekal sebagaimana yang
dikatakan Rasul Paulus dalam 1 Timotius 6:18-1 9,
“Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam
kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian
mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di
waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.”

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 205


Lukas 16:19-31
Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam Injil Lukas
16:19-31 mengajak kita memperhatikan bagaimana kita sikap hidup
terhadap kekayaan. Seringkali memburu dan memelihara kepuasan yang
bersifat materiil (kekayaan) membuat manusia kehilangan kepekaan
terhadap sesama dan berujung pada penyesalan. Dalam perumpamaan
itu dikisahkan ada seorang kaya. Setiap hari berpakaian jubah ungu dan
kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Sayangnya
orang kaya itu menikmati kepuasan hartanya dengan sikap tamak. Sikap
tamak itu tampak ketika ada Lazarus pengemis yang tubuhnya penuh
dengan borok diabaikan. Ketika Lazarus lapar, si kaya itu membiarkan
Lazarus makan dari apa yang jatuh di sekitar meja si kaya. Bahkan anjing-
anjing si kaya itu dibiarkan menjilati luka-luka Lazarus. Orang kaya itu
menikmati kepuasan hanya bagi dirinya sendiri. Singkat cerita, si kaya
dan Lazarus sama-sama mati. Lazarus diterima di pangkuan Abraham. Si
kaya berada di alam maut dengan keadaan sangat menderita. Dulu saat
hidup di bumi, ia berpuas diri dengan semua yang dimiliki. Sebaliknya
Lazarus sangat menderita saat hidup di dunia, sekarang Lazarus
mendapat penghiburan. Terjadi pembalikan keadaan. Itu adalah buah
dari kehidupan yang mengedepankan kepuasan bagi diri sendiri dan abai
pada sesama. Dalam kisah ini Tuhan Yesus bukan anti pada orang kaya.
Yang diperhatikan oleh-Nya adalah sikap orang kaya yang merasa puas
diri dengan kekayaan dan menjadikan kekayaan sebagai tujuan hidup. Ia
abai terhadap kehidupan di masa mendatang karena merasa puas dengan
semua yang dimiliki di bumi. Kisah Lazarus mengingatkan kita
bagaimana hidup. Harta kekayaan merupakan sarana, bukan tujuan
hidup. Menjadikan kekayaan menjadi tujuan pasti menghancurkan
kehidupan berperikemanusiaan.

206 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


POKOK DAN ARAH PEWARTAAN
Harta milik merupakan sarana bagi manusia untuk hidup lebih
baik. Sebagai sarana, harta milik harus dikelola dengan bijaksana. Sikap
bijak adalah dengan cara menjadikan harta sekadar alat. Menjadikan
harta melebihi alat akan membelit manusia dan menjadikan manusia
kehilangan kemanusiaan terhadap sesamanya. Di sinilah spiritualitas
rasa cukup, syukur dan memperhatikan sesama dibutuhkan.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

NILAI KEMANUSIAAN DI BALIK KEKAYAAN

Saudaraku, cerita angsa bertelur emas bukanlah kisah yang asing


dari pendengaran kita. Bersama kita akan memperhatikan kembali cerita
itu: Suatu hari hiduplah seorang petani miskin dan istrinya. Mereka
memiliki sebidang tanah yang sempit, yang dapat memberinya sedikit
hasil. Dalam keadaan mereka yang serba kekurangan, suami-istri itu
hidup bahagia. Mereka juga memiliki seekor angsa kesayangan. Setiap
hari angsa itu memberi mereka sebutir telur. Pada suatu pagi ketika
petani itu mengambil telur, dia menemukan sebutir telur emas di dalam
kandang angsa. Dengan sangat gembira ia bergegas menemui istrinya
untuk memperlihatkan telur itu. Melihat apa yang ditunjukkan suaminya
si istri berteriak kegirangan, “Sekarang kita akan kaya. Telur ini terbuat
dari emas murni!” Petani dan istrinya itu kemudian menjual telur emas
itu dengan harga mahal. Dan kini mereka dapat membeli banyak barang
yang mereka butuhkan. Angsa itu selalu bertelur setiap pagi maka si
petani segera menjadi kaya. Mereka dapat membangun rumah yang indah
dan membeli banyak sawah. Akan tetapi pada suatu hari istri petani itu
berkata kepada suaminya, “Mendapat satu telur setiap hari terlalu lama.
Sekarang jika kita belah indung telur angsa pasti kita akan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 207


menemukan banyak telur di dalamnya.” Petani merasa itu suatu
gagasan yang bagus, maka segera mereka menangkap angsa,
menyembelihnya, dan membuka indung telurnya. Akan tetapi mereka
sangat kecewa karena tak mendapati satu telur emas pun di dalam
indung telur angsa. Petani dan istrinya itu kini sedih dan sangat
menyesal. (cerita diambil dari http://fiksi.kompasiana.com/dongeng/
2013/08/09/ angsa-bertelur-emas-583079.html).

Kisah tadi ingin mengatakan pada kita bahwa menjadikan


kepuasan sebagai tujuan akan mendatangkan celaka dan penyesalan
yang tak berujung. Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus
dalam Injil Lukas 16:19-31 mengajak kita memperhatikan bagaimana
kita sikap hidup terhadap kepuasan materiil. Seringkali memburu dan
memelihara kepuasan yang bersifat materiil membuat manusia
kehilangan kepekaan dan berujung pada penyesalan. Dalam
perumpamaan itu dikisahkan ada seorang kaya. Setiap hari ia
berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria
dalam kemewahan. Sayangnya orang kaya itu menikmati kepuasan
hartanya dengan sikap tamak. Sikap tamak itu tampak ketika ada
Lazarus pengemis yang tubuhnya penuh dengan borok diabaikan. Ia
kehilangan semangat kemanusiaan terhadap sesamanya. Bukti bahwa
kemanusiaannya mati adalah ketika melihat Lazarus lapar, si kaya itu
membiarkannya makan dari apa yang jatuh di sekitar meja si kaya.
Bahkan anjing-anjing si kaya itu dibiarkan menjilati luka-luka
Lazarus. Orang kaya itu menikmati kepuasan hanya bagi dirinya
sendiri. Singkat cerita, si kaya dan Lazarus sama-sama mati. Lazarus
diterima di pangkuan Abraham. Si kaya berada di alam maut dengan
keadaan sangat menderita. Dulu saat hidup di bumi, ia berpuas diri
dengan semua yang dimiliki. Sebaliknya Lazarus sangat menderita
saat hidup di dunia, sekarang Lazarus mendapat penghiburan. Terjadi
pembalikan keadaan. Itu adalah buah dari kehidupan yang
mengedepankan kepuasan bagi diri sendiri dan abai pada sesama.

208 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Ingat, dalam kisah ini Tuhan Yesus bukan anti pada orang kaya. Yang
diperhatikan oleh-Nya adalah sikap orang kaya yang merasa puas diri
dengan kekayaan dan menjadikan kekayaan sebagai tujuan hidup. Ia
juga abai terhadap kehidupan di masa mendatang karena merasa
puas dengan semua yang dimiliki di bumi.

Kisah petani dan telur emas angsa, serta orang kaya dan
Lazarus ini mengingatkan kita bagaimana hidup. Mengejar kepuasan
material atau kekayaan tidak ada habisnya dan ujung dari perburuan
kepuasan bagi diri sendiri adalah penyesalan. Mengapa? Secara
manusiawi, setiap orang akan terus berusaha memenuhi keinginan-
keinginan demi kepuasan. Dari sisi lain, berburu kepuasan itu
melelahkan dan bisa jadi membuat kita kehilangan rasa kemanusiaan
kita. Supaya hidup tidak diakhiri dengan rasa sesal, kita perlu menata
cara menjalani hidup. Dan Rasul Paulus memberi nasihat bagi kita
agar bijaksana menata harta milik.
1. Rasa cukup adalah keuntungan besar.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi
keuntungan besar, sebab kita tidak membawa apapun ke dunia
ini...asal ada makanan dan pakaian cukuplah” (1 Tim. 6:6-8). Rasa
cukup berangkat dari sikap batin terhadap kehidupan. Karena itu
rasa cukup tidak akan pernah datang ketika manusia
mengandalkan hal-hal yang sifatnya lahiriah dan di luar dirinya.
Benarlah kata Abraham Lincoln, presiden AS ke-16 yang
menuturkan, “Syukur menjadikan orang yang miskin bermental
kaya; tanpa syukur orang kaya sekalipun akan bermental miskin.
Ia selalu kurang dan akhirnya serakah”.
2. Mewaspadai sikap cinta uang.
“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke
dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan
yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 209


cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari imandan menyiksa dirinya dengan berbagai-
bagai duka” (1 Tim. 6:9-10). Seperti dalam kisah orang kaya dan
Lazarus, sesungguhnya penekanan alkitab bukan pada uang-nya
tetapi cara bersikap terhadap uang. Uang adalah alat untuk hidup,
bukan tujuan hidup. Sebagai alat ia mesti dikelola, bukan
didewakan. Pepatah Tiongkok berbunyi, “Kalau kamu bisa
dipercaya dalam mengelola keuangan, kamu bisa dipercaya di
banyak bidang”. Bila manusia diperalat oleh uang, itu bencana.
Cinta uang mendatangkan kejahatan. Apa bahayanya? Manusia
tidak akan pernah puas dengan uang. [1] Keinginan akan uang
membuat manusia menjadi kehausan yang tak pernah terpuaskan.
[2] Keinginan akan uang adalah hasrat pada ilusi. Ilusi yang
digambarkan pemikiran bahwa dengan uang bisa membeli segala
hal, memuaskan diri, membayar semua yang inginkan. Ilusi ini
menjebak manusia menjadi lupa, bahkan bisa gila. [3] Kepusan
hidup terhadap kepemilikan uang membuat orang menjadi egois
sehingga merasa diri tidak aman dengan hidupnya sendiri.

Apakah manusia tidak boleh memiliki rasa puas dalam hidupnya?


Alkitab tidak pernah melarang manusia mengalami kepuasan. Dengan
rasa puas manusia dapat mengembangkan diri dan mencapai hidup yang
lebih bermakna. Alkitab mengingatkan kita untuk menghindari mengejar
kepuasan secara material semata. Kepuasan adalah anugerah Allah bagi
mereka yang dapat menghayatinya. Inilah yang disebut sebagai kepuasan
hakiki. Untuk itu firman Tuhan menasihatkan supaya mengalami
kepuasan hidup maka jauhilah sikap cinta akan uang, kejarlah keadilan,
ibadah, kasih, kesabaran, kelemahlembutan (1 Timotius 6:11). Kepuasan
hidup yang diajarkan oleh Paulus adalah kehidupan yang berpuncak pada
Allah melalui hidup adil, beribadah dengan tekun, hati dipenuhi
kesabaran dan kelemahlembutan. Itulah nilai kemanusiaan yang bisa
dikembangkan melalui harta milik.

210 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Saudaraku,
Alkisah ada seorang ibu yang hidup sendiri di rumahnya. Dari
sisi materi ibu ini cukup berada. Sayang, ibu ini setiap hari uring-
uringan. Ia mudah marah, banyak mengeluh. Dari raut wajahnya
tampak tidak bahagia. Semua yang dikerjakan pembantunya tidak
memuaskan hatinya. Semua pemberian anak-anaknya tidak membuat
ia senang. Suatu kali ia membaca kisah bunda Theresa dari Kalcuta.
Wajah Theresa teduh, tampak bahagia. Ia mencermati dan merenung
mengapa ibu Theresa tampak bahagia? Karena ibu Theresa orang
yang suka berbagi, tidak berfokus pada diri sendiri. Ibu itu berharap
bisa melakukan yang baik seperti ibu Theresa. Ia memiliki
kemampuan memasak. Beberapa hari kemudian ia memasak cukup
banyak. Bersama pembantu di rumahnya, ia mengunjungi ke
tetangga-tetangganya membagikan olahan masakan. Hal itu
dilakukannya berkali-kali. Respons tetangga-tetangganya sangat baik.
Banyak yang tersenyum puas dengan kemurahan hati ibu itu. Dulunya
para tetangga merasa ibu itu judes, tidak mau bergaul. Ternyata ia
mampu mengubah wajah judesnya menjadi wajah yang anggun
dengan berbagi. Ibu itu merasa hidupnya dipenuhi kepuasan. Ia
bersyukur karena apa yang dilakukan juga menyukakan sesamanya.
Inilah bentuk penggunaan kekayaan dengan semangat kemanusiaan.

Saudaraku,
Hari ini kita kembali diingatkan bahwa kekayaan adalah
hamba yang baik bila dikendalikan secara bijak. Namun ia menjadi
tuan yang jahat bila kita dikuasainya. Melalui kisah Lazarus dan
nasihat Paulus pada Timotius, kita diundang untuk merayakan hidup
dengan kakayaan yang bersumber dari Allah. Gunakan dengan tepat
supaya kita dapat memuliakan Allah dan mengangkat kemanusiaan
dari semua kepemilikan kita. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 211


KOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

KAMANUNGSAN INGKANG LANGKUNG AJI TINIMBANG RAJA


BRANA

Para sedheè reè k ingkang kinasih,


Ing sawijining dinten, wonten tiyang tani papa lan semahipun
ingkang nggadhahi siti sekedhik. Sanadyan kahananipun sarwo winateé s
ananging piyambakipun saged gesang kanthi ayem tentrem. Pak Tani ugi
ngingah banyak setunggal ingkang nigan setunggal ing saben dintenipun.
Ngantos ing sawijining dinten, banyakipun nigan emas setunggal ingkang
ndadosekan suko bingahipun pak Tani lan semahipun. Tigan punika
lajeng dipun sadeé kanthi regi ingkang awis, ingkang lajeng ndadosaken
Pak Tani saged nyekapi kabetahanipun. Saben dintenipun banyakipun
nigan emas setunggal ingkang njalari Pak Tani saged ndadosi griyanipun
lan mundhut sabeè n. Lajeng awit karana boten sabar lan kalimput patrap
srakah, semahipun lajeng sanjang dateng pak Tani, “menawa saben dina
gur ngendog siji ki kesuwen pak. Kepriyeé umpama banyak kuwi dibeleè h
waeé , mengko mesthi ana emas akeè h ning wetengeé ”. Pak Tani nyarujuki
panyuwunan semahipun, pramila lajeng banyakipun dipun beleh.
Ananging Pak Tani lan semahipun lajeng gela, awit boten nemu punapa-
punapa. (kapundhut saking
http://fiksi.kompasiana.com/dongeng/2013/08/ 09/angsa-bertelur-
emas-583079.html).

Lumantar cariyos punika, kita sinau bilih menawi sami mburu


kamareman ingkang boten lumrah badheé ndatengaken raos gela lan
kasangsaran. Pasemon bab tiyang sugih bandha kaliyan Lazarus ing
waosan Lukas ngeé mutaken kita pituwas ingkang badheé kita tampi
menawi namung mburu kamareman bab bandha kadonyan. Mburu
kamaremaning kadonyan asring ndadosaken manungsa keé calan
kawicaksanan lan gela. Miturut pasemon ing Injil Lukas, wonten tiyang

212 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


sugih ingkang saben dintenipun remen ngagem jubah wungu lan kain
alus saha ngawontenaken pista. Tiyang punika kanthi srakah mburu
kamareman bandha kadonyan ngantos boten nggatosaken Lazarus
ingkang papa. Piyambakipun keé calan raos kamanungsan lan
katresnanipun tumrap sesami. Punika ketingal nalika Lazarus
kaluwen, piyambakipun boten nggatosaken malah nglilani Lazarus
nedha grogogan saking meé ja piyambakipun. Malah ngantos
segawonipun tiyang punika sami ndilati gudhigipun Lazarus. Tiyang
sugih punika namung ngraosaken kamaremanipun piyambak.
Kekalihipun lajeng seé da, Lazarus nampi kamulyan dipun pangku
deé ning bapa Abraham, deé neé tiyang sugih wau wonten ing
saktengahing teleng-palimengan sarta nandhang sangsara. Nalika
sugengipun, tiyang sugih punika nampi punapa ingkang saeé miturut
kamaremanipun, wondeé neé Lazarus nampi kasangsaraning gesang.
Nalika seé danipun, tiyang sugih lan Lazarus nampi kosokwangsulipun.
Punika gambaran pituwasipun tiyang ingkang namung mburu
kamaremaning dhiri lan boten nggatosaken tiyang saneè s. Ing waosan
Injil, boten ateges Gusti Yeé sus nampik tiyang sugih, ananging
kaprihatosanipun Gusti Yeé sus tumrap tiyang ingkang namung mburu
kamareman bab raja brana ngantos boten ngrimat gesang
karohaneè nipun.

Cariyos bab Pak Tani lan tigan emas ing nginggil wau lan cariyos
bab tiyang sugih lan Lazarus ngeé mutaken kita bab lampahing gesang.
Mburu kamaremaning banda kadonyan namung badheé ndatengaken raos
gela, awit manungsa namung badheé ngupadi kados pundi
pepeé nginanipun saged kawujud. Sisih saneè s, mburu kamareman bab
bandha kadonyan punika saged ndadosaken kita keé calan raos katresnan
lan kamanungsan kita dhateng sesami. Supados boten gela, kita kedah
sinau nata gesang miturut kersanipun Gusti. Rasul Paulus maringi
piwucal kados pundi kita nata raja brana kanthi wicaksana:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 213


Sepisan, nuwuhaken lan ngrimat raos cekap. “Panceè n
pangibadah iku manawa dikantheè ni pamarem, aweè h kauntungan
gedheé . Sabab kita ora nggawa apa-apa menyang ing donya...angger wis
ana pangan lan sandhang, wis cukup” (1 Timotius 6:6-8). Raos cekap
tuwuh saking manah ingkang tansah ngucapaken saos sokur dhateng
Gusti Allah. Abraham Lincoln, presiden Amerika ingkang kaping 16
nateé ngendika, “saos sokur ndadosaken tiyang ingkang seè keè ng sacara
kamanungsan nggadhahi raos sugih; tanpa saos sokur saben tiyang
badheé ngrumaos seè keè ng lan srakah”.

Kaping kalih, waspada kaliyan patrap karem bandha. “anadeé neé


wong-wong kang padha kapeé ngin sugih padha tumiba ing panggodha
lan ing kala tuwin kadunungan pepeé nginan warna-warna kang tanpa
guna lan gaweé cilaka kang ngeremakeé manungsa marang bilai tuwin
karusakan. Amarga kang dadi witing sakeé hing piala iku ambek karem
bandha. Sabab marga saka anggoneé mburu dhuwit saweé neé hing wong
padha nyimpang saka ing pracaya sarta nyiksa awakeé dheé weé kalawan
kasusahan warna-warna” (1 Timotius 6:9-10). Kados pasemon ing
waosan Injil, Kitab Suci maring piwucal kados pundi patrap kita bab
raja brana. Anggeé n kita nyekapi kabetahaning gesang panceè n
betahaken bandha kadonyan, ananging punika saneè s tujuaning
gesang. Raja brana punika pinangka srana ingkang kedah dipun tata
kanthi wicaksana. Wonten bebasan Tiongkok makaten, “menawa
koweé isa dipercaya bab dhuwit, koweé uga isa dipercaya bab perkara
kang luwih gedheé ”. Manungsa ingkang karem bandha badheé
ndatengaken kasangsaran lan piala. Manungsa boten badheé
ngraosaken cekap lan egois.

Pitakeè nanipun, punapa manungsa boten kepareng nggadhahi


raos marem? Kitab Suci boten menggak saben tiyang ingkang mburu
kamareman. Nalika mburu kamareman manungsa saged ngudi
kapinteran lan nggayuh gesang ingkang langkung maeè dahi. Kitab Suci

214 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


paring piwucal supados kita mboten namung mburu kamaremaning
bandha kadonyan. Raos marem utawi cekap namung saged dipun
tampi menawi kita kanthi saeè stu ngraos-raosaken sepinten agengipun
berkah lan panganthinipun Gusti Allah. Pramila Paulus ngeé mutaken
Timotius supados boten karem bandha, ananging ngudi kaadilan,
pangibadah, katresnan, kasabaran tuwin alusing bebuden (6:11).
Kamaremaning gesang ingkang dipun wucalaken deé ning Paulus
inggih punika gesang ingkang cunduk kaliyan karsanipun Allah
lumantar laku adil, ngibadah kanthi tumemen, manah ingkang kebak
ing kasabaran lan alusing bebuden. Pamanggih punika ingkang saged
dipun estokaken sesambetan bab raja brana.

Para sedheè reè k ingkang kinasih,


Wonten satunggal ibu-ibu sugih ingkang gesang piyambakan.
Ibu punika asring duka lan nggresula. Saking pasuryanipun ketingal
boten tentrem rahayu. Ingkang dipun tindakaken rewangipun punapa
deé neé para putranipun sami boten dados renaning penggalihipun. Ing
salah satunggaling dinten, keng Ibu maos cariyos bab Ibu Theè reè sa
saking Kalcuta. Pasuryanipun Ibu Theè reè sa ketingal nentremaken.
Keng Ibu lajeng ngraos-raosaken punapa ingkang ndadosaken Ibu
Theè reè sa ketingal bingah. Keng Ibu sinau bilih ingkang nentremaken
tumrap Ibu Theè reè sa saneè s nalika mburu kamaremaning dhiri
ananging nalika leladi lan nggatosaken tiyang saneè s. Salajengipun,
keng Ibu mantepaken dhiri kepeé ngin kados Ibu Theè reè sa.
Piyambakipun saged masak, lajeng masak radi kathak lan dipun
aturaken dhateng tanggi tepalih. Boten kanyana, para tanggi tepalih
remen masakanipun. Sewaunipun ibu-ibu tanggi tepalih ngraosaken
ibu punika wau judes lan boten purun srawung. Ananging nalika Ibu
wau purun mbagi raos lumantar masakanipun, piyambakipun lajeng
saged dipun tampi deé ning tanggi tepalih. Kosokwangsulipun, Ibu
punika ugi rumaos marem awit tumindakipun dados rena ing
penggalih para tanggi tepalihipun.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 215


Para sedheè reè k ingkang kinasih,
Dinten punika kita kaemutaken bilih raja brana punika saged
ndatengaken tentrem rahayu menawi dipun tata kanthi
kawicaksanan, kosokwangsulipun menawi boten saged nata kanthi
sae badheé ndatengaken was sumelang lan kaprihatosan. Lumantar
cariyos bab Lazarus lan piwucalipun Paulus dhateng Timotius, kita
kaemutaken supados nata raja brana kanthi kebaking kawicaksanan
lan dipun raosaken bilih raja brana punika pinangkanipun saking
Gusti Allah. Timbalan kita inggih punika ngginakaken raja brana
punika kanthi nggatosaken tiyang saneè s ingkang betahaken. Amin.

Kapertal déning Pdt. Sukrisno


Purwanto

216 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja

Anda mungkin juga menyukai