Oleh
Kelompok 5
Nama kelompok :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu pengaruh yang
besar bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif dilakukan oleh
para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan terjadinya
transaksi-transaksi yang bersifat internasional (cross border transaction).
Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga
yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu
perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen
tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya
menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat
pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan
transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan car
a meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer
pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta
biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada
perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Menurut Gunadi (2007) Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan harga
atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi
bisnis finansial maupun transaksi lainnya. Secara umum transfer pricing merupakan isu klasik
dalam transaksi internasional. Dari sisi pemerintahan transfer pricing dapat mengakibatkan
berkurang atau hilangnya potensi penerimaan suatu Negara, khususnya yang berasal dari pajak.
karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari Negara-
negara yang memiliki tariff pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang
menerapkan tariff pajak rendah (low tax countries). Ironisnya maslah ini tidak dapat diselesaikan
secara unilateral oleh masing-masing Negara tetapi harus dilakukan secara bersama-sama
(multilateral cooperation).
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam rangka aplikasi transfer pricing, baik bagi perusahaan
domestik maupun bagi perusahaan multinasional, adalah antara lain:
Menurut PSAK 7:
“Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa adalah pihak-pihak yang dianggap
mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan
pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan
keuangan dan operasional”
Sedangkan menurut UU. No. 36 Tahun 2008 pasal 18 ayat (4), wajib pajak dianggap memiliki
hubungan istimewa apabila:
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih,
demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan
atau ke samping satu derajat.
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa
penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak
langsung. Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham
oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT B tersebut mempunyai 50%
(lima puluh persen) saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak
langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam hal
demikian antara PT A, PT B dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga
memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, maka antara PT B, PT C dan PT D dianggap
terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi
antara orang pribadi dan badan. Hubungan istimewa antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena
penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di
bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan antara beberapa perusahaan yang
berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
Penentuan Harga Transfer lazim terjadi pada transaksi yang melibatkan entitas-entitas yang
berafiliasi (memiliki hubungan istimewa baik karena faktor kepemilikan, faktor penguasaan
melalui manajemen, atau faktor hubungan keluarga sedarah/semenda/ cfm Pasal 18 Ayat 4 UU
Nomor 36 Tahun 2008). Entitas-entitas tersebut membentuk suatu grup perusahaan yang satu
sama lain melakukan transaksi dengan harga lebih rendah dari Harga Pasar. Harga yang
diputuskan adalah harga yang memberikan keuntungan akumulatif secara maksimal bagi grup
perusahaan. Harga tersebut dikenal dengan istilah Harga Transfer. Maksud utama praktik
semacam ini adalah untuk mengoptimalkan laba perusahaan melalui akumulasi penghindaran
beban pajak (PPh dan PPN).
Dalam bisnis, Harga Transfer merupakan bagian dari langkah efisiensi biaya oleh perusahaan.
Keberadaanya tidak dipermasalahkan sampai kemudian negara merasakan bahwa praktik
penentuan Harga Transfer menyebabkan tergerusnya basis pemajakan sehingga mengurangi
pajak yang seharusnya diterima. Indonesia telah mengatur situasi ini dengan menjadikan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm’s length principle/ ALP) sebagai acuan untuk
menentukan nilai wajar suatu transaksi. Dalam ALP, harga pasar wajar dapat dinilai dengan
membandingkan suatu transaksi yang sama dan terjadi dalam kondisi yang sama antar pihak
berafiliasi dengan pihak yang tidak berafiliasi.
Penentuan Harga Transfer digunakan antar entitas melalui sejumlah praktik antara lain sebagai
berikut (disertai contoh yang sederhana):
Selain keempat contoh di atas, tentu masih terdapat ragam lain dari penerapan Harga Transfer
yang dilakukan perusahaan. Kian kompleks dan luas skala bisnis perusahaan, maka makin rumit
skema penentuan dan teknik yang diterapkan. Namun motivasinya tetaplah sama yaitu
mengoptimalkan laba perusahaan melalui skema penghindaran pajak. Dari sisi PPN, adanya
Harga Transfer dari sudut pandang perpajakan memang diberikan pengawasan khusus karena
berpotensi menggerus penerimaan negara. Misalnya penurunan nilai Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) yang dapat berdampak pada rendahnya PPN yang dipungut. Di sisi PPh, praktik
penentuan Harga Transfer berdampak pada nilai penjualan/omset atau kapitalisasi harga
pembelian yang berdampak pada penurunan laba atau rugi bersih dan besarnya PPh terutang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Transfer Pricing didefinisikan sebagai harga yang ditentukan oleh satu bagian dari
sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukannya kepada bagian
lain dari organisasi yang sama. Transfer pricing dapat juga diartikan sebagai nilai atau
harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat
pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).
Dilihat dari aspek perpajakan, pengertian transfer pricing adalah harga yang
dibebankan oleh suatu perusahaan atas barang, jasa, harta tak berwujud kepa
da perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di
antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling
menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain itu transfer pricing terkadang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan
divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan
secara keseluruhan. Namun dalam praktik, seringkali ditemukan transaksi antar
anggota perusahaan multinasional yang tidak luput dari rekayasa transfer pricing.
Hubungan istimewa :
o Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara
Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada
dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau
lebih yang disebut terakhir; atau
o Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;
atau Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.