Anda di halaman 1dari 16

Step 7

1. mengapa pasien mengeluh sesak napas terus-menerus dan tidak berkurang saat istirahat?
2. mengapa sesak napas berkurang saat posisi setengan duduk?
Posisi semi fowler mampu meredakan penyempitan jalan napas dan memenuhi O2 dalam darah.
Dijelaskan oleh Wilkinson (Supadi, dkk 2008 : 98) bahwa posisi semi fowles dimana kepalas dan tubuh dinaikkan 45°
membuat oksigen dalam paru-paru semaki meningkat sehingga memperingan kesukaran napas.
Sumber : Safitri, R., & Andriyani, A. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas pada
Pasien Asma di ruang Rawat Inap kelas III RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Gaster: Jurnal Kesehatan, 8(2), 783-792.
Hasil penelitian Supadi (2008) yang mengungkapkan bahwa posisi semifowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan
30° sampai 45° membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran bernafas.
Selain itu, juga diperkuat oleh penelitian Setyawati (2008) bahwa saat terjadi se rangan asma biasanya klien merasa sesak
dan tidak dapat tidur dengan posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi setengah duduk untuk meredakan
penyempitan jalan napas dan memenuhi
O2 darah. Seperti yang dikemukakan oleh teori Smeltzer dan Bare (2001) bahwa pengaturan posisi tidur dengan
meninggikan punggung bahu dan kepala sekitar 30° atau 45° memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas
dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi
kembali normal.
Selain respirasi, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam posisi semifowler dengan sudut 30° dan 45°
menghasilkan nadi yang baik dan tidak ada perbedaan yang signiÞ kan diantara kedua sudut tersebut. Begitu pula dengan
hasil penelitian dari Melanie (2012) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan nadi yang bermakna diantara sudut 30°
dan 45° pada pasien gagal jantung. Secara teori sebenarnya posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap perubahan denyut
nadi, hal ini karena efek gravitasi bumi. Pada saat duduk maupun berdiri, kerja jantung dalam memompa darah akan lebih
keras karena melawan gaya gravitasi sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. Menurut Sudoyo (2006) pada saat
posisi supin dan semifowler gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horizontal
sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu memompa besar.
Begitu juga dengan hasil tekanan darah, pada penelitian ini posisi semifowler baik dengan sudut 30° maupun 45°
menghasilkan nilai tekanan darah yang baik, tanpa mempertimbangkan sudut yang dipakai. Penelitian yang mendukung
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Bredore (2004) yang menyebutkan bahwa posisi tidur semifowler
menyebabkan tekanan darah sistolik berkurang secara nyata (p<0,005), demikian pula penelitian yang dilakukan oleh
Duward (2005) juga mengatakan bahwa posisi tidur 30° sampai 45° ditemukan penurunan tekanan arteri yang progresif,
penurunan CVP (p<0,005). Pemberian posisi semifowler akan mengakibatkan peningkatan aliran darah balik ke jantung tidak
terjadi secara cepat (Sudoyo, 2006). Aliran balik yang lambat menjadikan peningkatan jumlah cairan yang masuk ke paru
berkurang, sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi oksigen atmosfer. Disamping itu, pasien dengan curah jantung
yang menurun akan merangsang mekanisme kompensasi (seperti peningkatan vasopressin, renin, angiotensin, aldosterone)
serta peningkatan aktivitas simpatik (Huddak dan Gal-lo, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa secara statisktik perubahan
posisi semifowler dengan berbagai ukuran sudut baik 30° dan 45° tidak berpengaruh besar terhadap perubahan tekanan
darah pasien.
Sumber : Sulisetyawati, S. D. (2015). PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS
KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFA RK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada
3. mengapa pasien sesak napas bertambah pada aktivitas berat ?
4. Bagaimana perbedaan sesak napas pada orang penyakit jantung dengan selain jantung?
Edema pada ekstremitas bawah, bisa hanya menyebabkan sepatu terasa sesak setelah seharian berdiri, tetapi edema pada
paru, cairan edemanya bisa memenuhi alveoli sehingga menyebabkan hipoksia yang mengancam nyawa.
Sumber : Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, John C. Aster. 2013. “Buku Ajar Patologi Robbins”. Singapura: Elsevier.
Sumber : Patrick Davey. At a glance : Medicine. 2003
5. bagaimana hubungan gagal jantung dengan pasien jantung berdebar-debar?
Pada penyakit GJ maka jantung akan berkompensasi dengan pengaktifan sistem neurohumoral. Tejadi pelepasan
neurotransmitter norepinefrin oleh sistem saraf otonom meningkatkan denyut jantung dan memperkuat kontraktilitas
miokardium serta resistensi vaskular.
Sumber : Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. hal : 360
6. apakah terdapat hubungan antara penderita mempunyai riwayat hipertensi dengan diagnosis dokter gagal jantung?
- Pada kondisi kelebihan beban tekanan (misalnya, pada hipertensi atau stenosis katup), sarkomer baru cenderung
bertambah paralel terhadap sumbu panjang miosit, di dekat sarkomer yang telah ada sebelumnya. Diameter serat otot
yang membesar mengakibatkan hipertrofi konsentrik bertambahnya ketebalan dinding ventrikel tanpa disertai
pembesaran rongga.
- Pada kondisi kelebihan beban volume (misalnya, regurgitasi atau shunt/langsiran katup), sarkomer yang baru
ditambahkan pada sarkomer yang telah ada, sehingga panjang serat otot pun bertambah. Dengan demikian, ventrikel
cenderung berdilatasi dan ketebalan dinding pun dapat meningkat, normal, atau berkurang.
Sumber : Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, John C. Aster. 2013. “Buku Ajar Patologi Robbins”. Singapura: Elsevier.
7. bagaimana pada pasien gagal jantung terdapat edema ekstermitas bawah?
jantung bagian kanan yang tidak adekuat memompa darah → darah terbendung jantung bagian kanan → penumpukan
darah di vena → tekanan hidrostatik di kapiler meningkat → cairan akan keluar ke interstisium → edem
Sumber : Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. hal 394

GAGAL
GINJAL

Edema subkutan bisa difus, namun biasanya lebih sering terakumulasi pada bagian-bagian tubuh yang berlokasi paling jauh
dari jantung dan paling bawah, yang tekanan hidrostatiknya paling tinggi. Oleh karena itu, edema yang khas paling sering
ditemukan pada tungkai bawah saat berdiri dan pada sakrum saat berbaring, suatu hubungan yang disebut edema
dependen. Tekanan jari di atas jaringan subkutan yang edema menyingkirkan cairan interstisial, daN meninggalkan lubang
berbentuk seperti jari; hal ini disebut edema berlubang/pitting edema.
Perbedaan edem dan pitting edem

Hasil penimbunan cairan kaya protein ini disebut eksudat. Eksudat dibedakan dari transudat, yang merupakan penimbunan
cairan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik, biasanya terjadi karena menurunnya aliran balik vena.
Transudat biasanya mengandungi kadar protein yang rendah dan sedikit atau tidak dijumpai sel darah. Akumulasi cairan
ekstravaskular baik eksudat maupun transudat akan mengakibatkan edema jaringan. Apabila eksudat adalah tanda khas
radang, transudat akan diakumulasi pada
berbagai keadaan bukan radang.
Sumber : Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, John C. Aster. 2013. “Buku Ajar Patologi Robbins”. Singapura: Elsevier.
8. Bagaimana hubunganya antara kelaian katup dengan gagal jantung?
- Pada kondisi kelebihan beban tekanan (misalnya, pada hipertensi atau stenosis katup), sarkomer baru cenderung
bertambah paralel terhadap sumbu panjang miosit, di dekat sarkomer yang telah ada sebelumnya. Diameter serat otot
yang membesar mengakibatkan hipertrofi konsentrik bertambahnya ketebalan dinding ventrikel tanpa disertai
pembesaran rongga.
- Pada kondisi kelebihan beban volume (misalnya, regurgitasi atau shunt/langsiran katup), sarkomer yang baru
ditambahkan pada sarkomer yang telah ada, sehingga panjang serat otot pun bertambah. Dengan demikian, ventrikel
cenderung berdilatasi dan ketebalan dinding pun dapat meningkat, normal, atau berkurang.
Sumber : Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, John C. Aster. 2013. “Buku Ajar Patologi Robbins”. Singapura: Elsevier.
9. kenapa dari foto thorax kita bisa tau kalo pasien kardiomegali?
Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.
Perubahan struktur miokardium, termasuk bertambahnya massa otot. Miosit jantung tidak dapat berproliferasi, namun
dapat beradaptasi pada keadaan meningkatnya beban kerja dengan cara menghasilkan sarkomer lebih banyak, sehingga
akan terjadi pembesaran miosit (hipertrofi).
Sumber : Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2012. “Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”. Jakarta: EGC.
Vinay Kumar, Abdul K. Abbas, John C. Aster. 2013. “Buku Ajar Patologi Robbins”. Singapura: Elsevier.
A B
Rumus : CTR =
C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri
Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Sumber : panduan dasar klinik keperawatan
10. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan EKG?

1) Irama : sinus rhytem


2) Regularitas : reguler
3) Frekuensi : 1500/15=100x/menit
4) Gelombang P : T = 2x 0,1=0,2 mV dan L = 3x0,04=0,12 s
5) Interval PR : 4x0,04=0,16 s
6) Kompleks QRS :
 Interval : 2x0,04=0,08 s
 Axis : lead I (+) & aVF (-) = LAD
 Zona Transisi : V3 (normal)
 Q patologis : -
 LVH : S V2 + R V5 = 20+24 = 44 (N)
 RVH : R/S V1 = 2/15 = 0.13 (N)
7) Segmen ST : -
8) Gelombang T :
 T-tall : V2-V5
 T-Flat : aVL
 T inversi : aVR (N)
9) Kesimpulan : sinus rhytem, reguler, frekuensi 100x/menit. Kalainan patologis : LAD, T-tall V2-V5, T-Flat aVL
11. Apa definisi dari gagal jantung?
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal
jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.
Sumber : PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL JANTUNG. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2015 (PERKI)
12. Apa saja etilogi pada diagnosis tersebut?
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II Hal : 743
sumber : Gray, Houn. H, et al. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4. Erlangga

Sumber : PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL JANTUNG. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2015 (PERKI)
a. Penyakit kardiovaskular
- Peninggian afterload: pasien hipertensi sistemik/ pulmonal
- Peninggian preload: karena volume afterload/ retensi air
- Gagal sirkulasi: keadaan high output states infeksi, anemia/ thritoksitosis
- Ketidakpatuhan minum obat: NSAID, cyclooxygenase inhibitor
- Gagal multi organ
b. Adanya penyakit yang menyebabkan kerusakan/ beban berlebih pada kemampuan pompa jantung (disfungsi jantung)
Sumber : Patrick davey. 2003. Manifestasi Klinis, at a Glance.
13. tanda dan gejala pasien gagal jantung?

Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 20081
Sumber : PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL JANTUNG. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2015 (PERKI)
14. sebut dan jelaskan macam-macaam gagal jantung?

Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan
gangguan fungsi diastolik (fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure with
Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis
gagal jantung.
Sumber : PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL JANTUNG. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2015 (PERKI)
Gagal jantung sistolik dan diastolik
GJ sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
GJ diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Low Output and High Output Heart Failure
Low Output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomoipati dilatasi, kelaianan katup dan perikard. High Output HF ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit
Paget. Secara praktis, kedua penyakit ini tidak dapat dibedakan.
GJ Akut dan Kronik
Contoh klasik GJA adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah
jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan TD tanpa disertai edem perifer.
Contoh GJK adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer
sangat menyolok, namun TD masih terpelihara dengan baik.
GJ kanan dan kiri
GJ Kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan
ortopnea. GJ Kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan ditensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia GJ terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka
retensi cairan pada GJ yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda.
Sumber : BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID I EDISI VI Hal : 1134-1135
Forward failure (kegagalan aliran maju)-curah jantung yang tidak adekuat.
Backword failure (kegagalan aliran balik)
Sumber : Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. hal : 360
15. Bagaimana patofisiologis GJ?

sumber : Gray, Houn. H, et al. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4. Erlangga
16. Bagaimana patogenesis GJ?

GJ sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang mengakibatkan remodelling
struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut GJ.
Remodelling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara
relatif normal (GJ asimtomatik). sindrom GJ yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia,
infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebih, hipertensi, miokarditis, virus, demam reumatik, endokarditis
infektif. GJ simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang
mendasarinya/underlying HD.
Sumber : BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID I EDISI VI Hal : 1135
17. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien gagal jantung?
sumber : Gray, Houn. H, et al. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4. Erlangga
NON FARMAKOLOGI
MANAJEMEN PERAWATAN MANDIRI
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi
dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%
pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas
rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan
hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek
yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)
Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada
gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B)
TATA LAKSANA FARMAKOLOGI
TUJUAN TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas (Tabel 8). Tindakan preventif
dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.
Gambar 2 menyajikan strategi pengobatan mengunakan obat dan alat pada pasien gagal jantung simtomatik dan disfungsi
sistolik. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan
non kardiovaskular yang sering dijumpai.
Sumber : PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL JANTUNG. PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA.
2015 (PERKI)
Terapi non farmakologik:
1. Diet : untuk pasien gagal jantung dengan diabetes, dyslipidemia atau obesitas. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3
g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat
2. Merokok : harus dihentikan!
3. Aktivitas fisik : olahraga teratur untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II – III)
4. Istirahat : untuk pasien gagal jantung akut atau tidak stabil
5. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang panas atau lembab
Terapi farmakologik:
1. Penghambat ACE
obat ini diberikan untuk menunda atau mencegah terjadinya gagal jantung, dan juga untuk mengurangi resiko infark
miokard dan kematian mendadak. Efek sampingnya adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia, dan
angioderma. Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target
2. Antagonis angiotensin II (AT1- bloker)
dapat digunakan sebagai alternative penghambat ACE yang tidak dapat mentoleransi efek samping (batuk). Prosedur untuk
pemberian AT1-bloker sama dengan untuk penghambat ACE.
3. Diuretic
merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang
bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer
4. Antagonis aldosterone
aldosterone memacu remodeling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung yang
menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroblast. Karena itu antagonisasi efek aldosterone akan mengurangi progresi
remodeling jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal jantung
5. β – bloker
pemberian β – bloker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel
automatic jantung dan efek antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung
6. Digoksin
7. Antitrombotik
8. Antiaritmia
Sumber : Farmakologi dan Terapi FKUI hal. 307
18. bagaimana KIE yang dilakukan pada dokter, perawat dan apoteker?
19. mengapa dilakukan elevasi kaki pada pasien gagal jantung?
20. kenapa pasien didapatkan indeks KATZ dengan skor E?
Mengukur kemampuan pasien dalam melakukan 6 kelainan fungsi: bathing, dressing, toileting, transfering, feeding,
maintenance continence. Biasa digunakan untuk lansia, pasien dengan penyakit kronik (stroke, fraktur).
A: mandiri
B: ketergantungan bila mandi
C: ketergantungan bila mandi dan berpakaian
D: ketergantungan bila mandi, berpakaian, dan di toilet
E: ketergantungan bila mandi, berpakain, di toilet, dan berpindah
F: ketergantungan bila mandi, berpakain, di toilet, berpindah dan 1 fungsi tambahan.
G: ketergantungan pada 6 komponen sekaligus
Sumber : Dien G.A. Nursal. 2009. “Pengukuran Aktivitas Fisik pada Usia Lanjut”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 3 No. 1
Hal. 38-42.
21. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung?
22. apakah ada interaksi obat anataraa terapi cairan dengan injeksi furosental?
23. kenapa diberikan cairan 10-15 tetes/menit? Apakah ada hubungannya dengan anjuran pembatasan cairan?
24. bagaimana rekomendaasi injeksi furosemic?
25. kenapa dilakukan monitoring balenc cairan dan cara perhitungaanya?
26. bagaimaana drug related problem pada pasien gagal jantung?

Anda mungkin juga menyukai