Anda di halaman 1dari 18

Makassar, 6 Oktober 2022

LAPORAN PBL

MODUL 2 (SESAK NAPAS)

BLOK KARDIOVASKULER

Tutor: dr. Andi Husni Esa Darussalam, Sp.A

Kelompok 12A

GUNURSY MULYA UTAMA 11020210018


ANDI DILA CANTIKA CARMELIA 11020210036
ANDI MUHAMMAD ALIF 11020210070
MUH. KHAIDIR DEDI 11020210088
PUTRI INDRA WASPADA 11020210112
TALITA SYADIA SYAFI 11020210120
SRI PURNAMASARI 11020210124
NURUL ZACHRISTI SY 11020210138

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji kami


panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberi rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyusun Laporan Diskusi PBL Modul 2 “SESAK
NAPAS” pada Blok Kardiovaskuler. Shalawat serta salam semoga Allah
SWT sampaikan kepada junjungan kita semua yaitu kepada Baginda
Rasulullah SAW yang menjadi tauladan kita semua, juga sebagai motivator
kita dalam menuntut ilmu hingga sampai saat ini.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya laporan ini
dapat diselesaikan. Laporan ini merupakan kelengkapan bagi mahasiswa agar
dapat memahami konsep masalah yang telah diberikan. Laporan ini juga
diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan masalah.
Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada dr. Andi Husni Esa Darussalam, Sp.A yang
telah membimbing kami dan telah bersedia meluangkan waktunya untuk
menjadi pengampu kami.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa masih jauh
dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan
maupun isi materinya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, kami
mengharapkan bimbingan dan arahannya yang bersifat membangun demi
perbaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, 6 Oktoberr 2022

Penyusun
SKENARIO 2
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
sesak nafas terutama bila naik tangga atau berjalan jauh. Sesak memberat bila
pasien beraktivitas atau baring terlentang dan membaik dengan istirahat. Keluhan
disertai bengkak pada kaki dan lebih nyaman tidur dengan 2-3 bantal ditinggikan.
Riwayat penyakit jantung , pernah berobat dengan keluhan yang sama tetapi tidak
teratur.

Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh


lapangan paru. Nadi 115x/menit reguler, pernapasan 26x/menit, dan tekanan darah
140/90 mmHg, terdapat bendungan vena leher +7 cmH2O pada posisi 450.

KATA SULIT

1. Rhonki basah halus = merupakan suara napas yang terputus-putus yang


biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan alveoli
yang terdapat di bronkiolus.1

KATA KUNCI

1. Laki-laki berusia 60 tahun datang ke Puskesmas


2. Keluhan sesak napas terutama bila naik tangga atau berjalan jauh
3. Sesak memberat bila pasien beraktivitas atau baring terlentang dan membaik
dengan istirahat
4. Keluhan disertai bengkak pada kaki dan lebih nyaman tidur dengan 2-3 bantal
ditinggikan
5. Riwayat penyakit jantung , pernah berobat dengan keluhan yang sama tetapi
tidak teratur
6. Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh
lapangan paru
7. Nadi 115x/menit reguler, pernapasan 26x/menit, dan tekanan darah 140/90
mmHg, terdapat bendungan vena leher +7 cmH2O pada posisi 450
PERTANYAAN

1. Jelaskan patomekanisme dari keluhan yang dialami pasien dari skenario


tersebut!
2. Apa perbedaan sesak napas kardiovaskuler dan non-kardiovaskular?
3. Mengapa pasien sesaknya bertambah pada saat posisi terlentang, jelaskan!
4. Apa hubungan keluhan sesak napas dengan bengkak pada kaki?
5. Bagaimana hubungan dari hasil pemeriksaan tanda vital dengan keluhan yang
dialami pasien?
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario!
7. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien?
8. Apa diagnosis banding yang terkait dengan skenario?
9. Apa perspektif islam berdasarkan skenario?

PEMBAHASAN

1. Jelaskan patomekanisme dari keluhan yang dialami pasien dari skenario


tersebut!
Sesak nafas karena penderita penyakit kardio terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan terakhir ini
merupakan beban bagi atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kírí
pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata
dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini,
menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal.
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam
paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan
tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi paru yang meninggi.
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang
menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada
ventrikel kanan tersebut terus bertambah, akan merangsang ventrikel kanan
untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi dan dilatasi
sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut di atas tetap meninggi
maka pada satu saat tidak teratasi lagi oleh ventrikel kanan maka terjadilah
gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan
atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup
ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir
diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan keadaan ini menjadi beban bagi
atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastolik,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan
dalam atrium kanan yang meninggi, menyebabkan hambatan pada aliran
masuknya darah dari vena cava superior dan inferior kedalam jantung,
sehingga mengakibatkan kenaikan tekanan dan adanya bendungan pada vena-
vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam
hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali). Bila keadaan terakhir ini berlanjut terus, maka terjadi
bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit
atau tungkai bawah dan asites.2
2. Apa perbedaan sesak napas kardiovaskuler dan non-kardiovaskular?
● Sesak napas pada penyakit kardiovaskuler :
Sesak napas karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena
pulmonalis. Adanya tekanan vena pulmonalis yang normalnya berkisar 5
mmHg. Jika meningkat seperti pada penyakit katup mitral dan aorta atau
disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan teregang dan dinding
bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non
produktif dan mengi. Jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan
melebihi tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg), jaringan paru
menjadi lebih kaku karena edema interstisial (peningkatan kerja otot
pernapasan untuk mengembangkan paru dan timbul dispneu), transudate
akan terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru. Selain itu,
pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxysmal nocturnal dyspnea.
Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari kelebihan
overload vena paru- paru dan dapat terjadi pada infark miokard baru atau
pada tahap terakhir dari kegagalan ventrikel kiri kronis. Kardiovaskuler
penyebab dispneu di antaranya adalah penyakit katup (stenosis mitral dan
insufisiensi terutama aorta), arrhythmia paroksimal (seperti atrial fibrilasi),
efusi pericardial dengan temponade, hipertensi sistemik atau paru-paru,
kardiomiopati dan miokarditis. Asupan atau administrasi cairan pada
pasien dengan gagal ginjal oliguri juga kemungkinan dapat berperan pada
terjadinya kongesti paru dan dyspnea. Dyspnea pada penyakit
kardiovaskuler dapat berupa sesak saat inspirasi, nyeri dada kiri, tidak ada
bunyi wheezing, disebabkan karena beraktivitas, makanan berkolesterol,
genetik, dan posisi tidur.

● Sesak nafas pada penyakit non-kardiovaskuler:


Penyakit paru yang merupakan kategori utama lain penyebab terjadinya
dyspnea, di antaranya adalah asma bronchial, penyakit paru obstruktif
kronik, emboli paru, pneumonia, efusi pleura, pneumotoraks, pneumonitis
alergi, daan fibrosis interstisial. Selain itu, dyspnea mungkin terjadi pada
demam dan kondisi hipoksia serta berhubungan dengan beberapa kondisi
kejiwaan seperti kecemasan dan gangguan panic. Diabetic ketoacidosis
jarang menyebabkan dyspnea namun pada umumnya menyebabkan
pernafasan lambat dan dalam (pernafasan kussmaul. Lesi serebral atau
perdarahan intracranial mungkin terkait dengan hiperventilasi kuat dan
kadang-kadang napas tidak teratur periodic disebut pernapasan Biot.
Hipoperfusi cerebral dari sebab apapun juga dapat mengakibatkan periode
hiperventilasi dan apnea disebut respirasi Cheyne-Stokes, meskipun
mungkin tidak ada kesulitan bernapas dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan
thoraks dapat menunjukkan peningkatan diameter anteroposterior, tingkat
pernapasan tinggi, kelainan bentuk tulang belakang seperti kyphosis atau
scoliosis, bukti trauma dan penggunaan otot aksesori untuk bernapas.
Kyphosis dan scoliosis bisa menyebabkan pembatasan paru. Auskultasi
paru-paru memberikan informasi mengenai karakter dan simetri nafas
suara seperti rales, ronki, suara tumpul atau mengi. Rales atau mengi dapat
mengindikasikan gagal jantung kongestiif, dan ekspirasi mengi saja dapat
mengindikasikan penyakit paru-paru obstruktif. Dyspnea pada penyakit
non-kardiovaskuler dapat berupa sesak saat ekspirasi, nyeri dada kiri dan
kanan, disertai
bunyi wheezing. Adapun faktor-faktor yang menyebab sesak napas sebagai
berikut:
- Penyakit paru : penyakit paru obstruktif, asma, penyakit paru restriktif,
emboli paru, dan hipertensi pulmonal
- Emosional : anxietas dan depresi
- Pemaparan tempat tinggi : berkurangnya tekanan oksigen
- Anemia : berkurangnya kapasitas pengangkut oksigen.3

3. Mengapa pasien sesaknya bertambah pada saat posisi terlentang, jelaskan!


Sesak nafas saat berbaring disebabkan karena pembagian kadar cairan di
dalam tubuh. Ketika berbaring, cairan di dalam tubuh akan berkumpul di area
dada sehingga meningkatkan tekanan pada pembuluh darah paru. Kondisi ini
akan menyebabkan gangguan pada paru ketika bernapas. penumpukan cairan
di area dada akan membuat jantung tidak cukup kuat memompa darah ke
seluruh tubuh saat posisi berbaring. Akibatnya tekanan dalam pembuluh darah
paru meningkat dan menyulitkan seseorang untuk bernapas yang disebut
Orthopnea.
Ortopnea adalah suatu gejala kesulitan bernapas yang terjadi ketika
seseorang berbaring telentang. Biasanya, ketika berbaring seseorang akan sulit
bernapas hingga batuk dan suara mengi muncul. Gejala sulit bernapas akan
langsung membaik ketika berubah posisi menjadi duduk ataupun berdiri.
Kondisi ini dapat menyulitkan seseorang untuk terlelap sehingga mereka harus
tidur dengan posisi duduk atau dapat diatasi dengan meletakan dada dan
kepala menjadi lebih tinggi ketika berbaring dengan menambah tumpukan
bantal. Orthopnea merupakan pertanda penting dari memburuknya penyakit
jantung.4

4. Apa hubungan dari keluhan pasien dengan bengkak pada kaki?


Peningkatan retensi garam dan air yang menyebabkan edema paru dan
perifer. Edema merupakan kelebihan volume cairan yang mengalami
peningkatan kandungan air dan natrium pada rongga intravaskuler dan
interstisial. Edema disebabkan karena terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler, penurunan tekanan osmotik koloid plasma dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler yang
mendorong cairan ke jaringan interstisial (Kozier, 2011). Edema terjadi akibat
menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung sehingga darah yang dipompa
pada setiap kontraksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh
tubuh. Bila suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi mekanisme
pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II
mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi
natrium dan air sehingga meningkatan cairan ekstra-intravaskuler selanjutnya
terjadi edema.
Pada gagal jantung kiri kelebihan volume cairan di ruang interstisiel
terjadi di paru paru sehingga menyebabkan terjadinya edema pulmonal yang di
cirikan dengan dispnea, batuk, orthopnea, kelainan bunyi nafas. Pada gagal
jantung kanan kelebihan volume cairan di ruang interstisial terjadi pada daerah
ekstremitas bawah yang dapat ditandai dengan peningkatan berat badan.
Pitting edema merupakan edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan dengan ujung jari. Edema pitting ini timbul pada bagian-
bagian tubuh, seperti kedua kaki, edema dapat sampai ke kedua paha,
genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah (Baradero, Dayrit, & Siswadi,
2008).5

5. Bagaimana hubungan dari hasil pemeriksaan tanda vital dengan keluhan yang
dialami pasien?
● Takiaritmia
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi, aritmia adalah
salah satu penyebab pemicu gagal jantung. Aritmia menimbulkan efek
yang merusak karena sejumlah alasan. Takiaritmia mengurangi periode
waktu yang tersedia untuk pengisian ventrikel selain itu pada pasien
penyakit jantung iskemik takiaritmia juga dapat menyebabkan disfungsi
miokardium iskemik. Pemisahan antara kontraksi ventrikel dan atrial yang
merupakan ciri khas bradiaritmia dan takiaritmia menyebabkan hilangnya
mekanisme pompa atrium sehingga tekanan darah arteri jadi naik. Kinerja
jantung semakin rusak karena hilangnya kontraksi ventrikel yang sinkron
pada aritmia yang disebabkan oleh konduksi tidak normal di dalam
ventrikel.6
● Hiperventilasi
Penyebab adanya dispnea secara umum adalah gagal jantung
kongestif karena perubahan posisi pada pasien akan menyebabkan
perubahan ventilasi dan perfusi. Penyebab adanya sesak nafas pada pasien
jantung biasanya karena hiperventilasi. Hiperventilasi ini terjadi karena
metabolisme tubuh yang terlalu tinggi sehingga mendesak alveolus
melakukan ventilasi secara berlebihan.7

● Hipertensi
Hipertensi adalah faktor risiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
(menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen
yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal. Hipertensi
meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu
hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah
yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa
jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tapa terapi, gejala
gagal jantung akan makin terlihat.8

6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario!


● Anamanesis
○ Keluhan utama
○ riwayat medis sebelumnya
○ riwayat keluarga
○ riwayat sosial
○ riwayat pengobatan
○ alergi
● Pemeriksaan Fisik
○ pemeriksaan fisik tangan
○ pemeriksaan denyut nadi
○ pemeriksaan tekanan darah
○ pemeriksaan wajah
○ pemeriksaan tekanan vena jugularis
○ pemeriksaan prekordium
● Pemeriksaan Penunjang
○ Foto rotgen
○ Elektrokardiografi
○ Tes darah
○ CT scan dan mri jantung.9

7. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien?


● Pemeriksaan Darah
○ Fungsi ginjal dan elektrolit
Hipokalemia dan hiponatremia merupakan temuan yang sering
pada pasien dengan terapi diuretik. Penurunan fungsi ginjal juga
sering ditemukan baik karena hipoperfusi ataupun terapi diuretik.
Hiponatremia yang terjadi dapat diakibatkan oleh kadar vasopresin
sistemik yang tinggi (hiponatremia dilusional).
○ Darah Perifer Lengkap
Anemia berat dapat menimbulkan gagal jantung,sebailiknya,gagal
jantung kronik (apapun penyebabnya) sering menimbulkan anemia
ringan. dapat juga ditemukan leukositosis sekunder karena
infeksi,yang dapat mencetuskan gagal jantung
○ Fungsi Ginjal
kongesti hati dapat mengganggu fungsi, sehingga menyebabkan
peningkatan enzim hati dan bilirubin
○ BNP (Brain Natriuretic Peptide)
Banyak digunakan untuk skrining gagal jantung pada komunitas,
dengan kadar serum akan meningkat pada gagal jantung
○ Analisis gas darah arteri
menunjukan adanya hipoksia,hipokneu, dan asidosis metabolik

● Elektrokardiografi
menunjukan hasil normal,ataupun adanya perubahan iskemik dan
hipertensif. perhatikan adanya bukti aritmia. jika kecurigaan aritmia tinggi,
pemantauan EKG 24 jam secara berkala perlu dilakukan

● Rontgen Dada
Kardiomegali sebagai indikator dilatasi ventrikel kiri dapat tampak
pada rontgen dada. Gambaran edema paru dengan vena pulmonalis yang
tampak jelas, diversi darah ke lobus atas paru, dan garis Kerley B (garis
horizontal dari fisura yang terisi cairan di sudut kostofrenikus). Tingkatan
edema pada rontgen dada adalah sebagai berikut:

1. Kongesti vena pulmonalis.


2. Edema interstitial (efusi pleura, garis Kerley B).
3. Edema alveolus yang tampak jelas.
● Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang sangat esensial pada
pasien dengan gagal jantung dan dapat dilakukan di bangsal ataupun di
poliklinik. Pemeriksaan ini membantu mengetahui:
• Dimensi serta fungsi ventrikel kanan dan kiri. Fungsi ventrikel
kiri secara ekokardiografi dinilai dengan fraksi ejeksi (FE).
Terdapat 3 jenis gagal jantung berdasarkan nilai FE: gagal jantung
dengan nilai FE normal (FE> 50 %), gagal jantung dengan FE mid
range (FE 40-49 %) dan gagal jantung dg FE rendah (FE< 40%).
• Abnormalitas pergerakan dining regional jantung sebagai salah
satu indikator adanya penyakit jantung koroner.
• Abnormalitas fungsi dan struktur seluruh katup jantung.
• Perbedaan tekanan pada katup yang menyempit dan perkiraan
tekanan arteri pulmonalis.
• Trombus intrakardiak (namun ekokardiografi transesofagus lebih
sensitif dalam menilai trombus).
• Eksklusi pirau intrakardiak.

● Kateterisasi Jantung
Penting untuk melakukan evaluasi adanya penyakit jantung
koroner sebagai penyebab gagal jantung. Hal itu karena revaskularisasi
koroner (bila diperlukan) dapat memperbaiki fungsi pompa jantung.
Tindakan ini dilakukan setelah gejala gagal jantung dapat distabilkan
dengan terapi medikamentosa optimal, kecuali terdapat bukti objektif
adanya iskemia akut.9

8. Apa diagnosis banding yang terkait dengan skenario?

1. Gagal Jantung Kongestif

Definisi

Gagal jantung kongestif (CHF), atau biasa disebut gagal jantung adalah
kondisi dimana otot jantung tidak memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Berlawanan dengan konotasi harfiahnya, gagal
jantung tidak berarti bahwa jantung benar-benar gagal bekerja. Ketika gagal
jantung kongestif, kemampuan jantung untuk memompa darah menjadi
lemah dan kurang bertenaga. Seperti, perputaran aliran darah melalui
jantung dan tubuh dengan lebih lambat, menyebabkan meningkatnya
tekanan dalam pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan pembuluh darah
mendorong cairannya ke jaringan tubuh lainnya, menyebabkan
penumpukan di paru-paru, hati, tangan, kaki, dan saluran pencernaan.
Etiologi

Gagal jantung kongestif terjadi karena masalah otot jantung yang


disebabkan oleh beragam faktor. Di antaranya: Penyakit arteri koroner:
aliran darah yang mengandung oksigen ke jantung tersumbat karena
tumpukan plak dalam pembuluh darah arteri, pengerasan arteri, atau lapisan
dalam arteri robek.

Manifestasi Klinis

Ada beberapa gejala yang dapat dialami seseorang yang menderita


gagal jantung kongestif. Pada tahap awal, gejalanya mungkin tidak akan
berdampak pada kondisi kesehatan secara umum. Namun, seiring
memburuknya kondisi yang diderita, gejalanya akan kian nyata.

Setidaknya ada tiga tahapan gejala yang bisa dialami seorang penderita
gagal jantung kongestif, yaitu:

Gejala tahap awal

Pada tahap ini, pasien mengalami beberapa gejala berikut:

· Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki

· Mudah lelah, terutama setelah melakukan aktivitas fisik

· Kenaikan berat badan yang signifikan

· Sering buang air kecil, terutama saat malam hari

Gejala saat kondisi semakin buruk

Jika kondisi penderita terus memburuk, akan muncul beberapa gejala


berikut ini:

· Denyut jantung tidak teratur

· Batuk-batuk karena pembengkakan paru

· Napas berbunyi atau mengi

· Sesak napas saat melakukan aktivitas fisik ringan atau ketika sedang
berbaring

· Sulit beraktivitas karena tubuh akan cepat merasa lelah

Gejala gagal jantung kongestif yang parah


Bila penanganan tidak segera dilakukan, gagal jantung kongestif bisa
menjadi parah. Apabila sudah parah, ada beberapa gejala yang dapat
dialami penderitanya, yaitu:

· Rasa nyeri di dada yang menjalar hingga tubuh bagian atas. Kondisi ini
bisa juga menandakan adanya serangan jantung

· Sianosis atau kulit menjadi kebiruan, karena paru-paru mengalami


kekurangan oksigen

· Tarikan napas menjadi pendek dan cepat

· Pingsan

· Pada kondisi gagal jantung kongestif berat, gejala akan dirasakan ketika
tubuh sedang beristirahat. Pada tahap ini, penderita gagal jantung kongestif
akan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Faktor Resiko

1. Kegagalan organ tubuh lain

Salah satu organ yang akan mengalami kegagalan fungsi saat terjadinya
gagal jantung kongestif adalah ginjal. Hal ini terjadi karena berkurangnya
aliran darah ke ginjal. Jika tidak diobati, penderitanya akan mengalami
kerusakan organ ginjal atau gagal ginjal.

Selain ginjal, organ tubuh lain yang dapat mengalami gangguan fungsi
karena gagal ginjal kongestif adalah hati.

2. Gangguan katup jantung

Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan jantung membesar atau


peningkatan tekanan aliran darah jantung. Kondisi ini lama-kelamaan dapat
menyebabkan gangguan katup jantung.

3. Aritmia

Aritmia terjadi karena adanya gangguan aliran listrik jantung yang


berfungsi mengatur irama dan detak jantung. Saat penderita gagal jantung
kongestif menderita aritmia, maka berisiko tinggi terkena stroke. Penderita
juga rentan mengalami penyumbatan pembuluh darah akibat terbentuknya
bekuan darah.

4. Henti jantung mendadak

Salah satu komplikasi berbahaya yang perlu diwaspadai pada gagal jantung
kongestif adalah henti jantung mendadak. Ketika fungsi jantung terganggu
dan tidak segera ditangani, kinerja jantung pun akan mengalami penurunan
drastis dan berisiko mengalami henti jantung mendadak.

Bahkan, pasien dengan gagal jantung kongestif 6–9 kali lebih berisiko
mengalami henti jantung mendadak dibandingkan pasien aritmia.

Epidemiologi

Data global mengungkap bahwa prevalensi gagal jantung telah meningkat


dalam beberapa dekade terakhir. Hal tersebut diduga berkaitan dengan
peningkatan kesadaran masyarakat dan angka diagnosis gagal jantung,
pertambahan jumlah populasi lansia, peningkatan insidens gagal jantung,
serta perbaikan tata laksana penyakit kardiovaskuler dan layanan kesehatan
secara umum. Insidens gagal jantung bervariasi antara 1-32 kasus per 1000
orang-tahun. Rentang estimasi insidens yang lebar tersebut sangat
dipengaruhi oleh karakteristik populasi yang diteliti dan kriteria diagnosis
yang dipakai.

Komplikasi

Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (trombosis vena dalam


atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi
pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis.

Klasifikasi
Tatalaksana

· Terapi farmakologis yang digunakan untuk GJA yaitu golongan diuretik,


penyekat enzim konversi angiotensin (EKA),vasodilator, vasopressor, dan
inotropik.

· Terapi non-farmakologis yang digunakan idalah terapi oksigen, transplantasi


jantung, left ventricular assist device (LVAD), dan implantable cardiac
defibrillator (ICD).10,11

2. Emboli Paru

Definisi

Emboli paru adalah penyumbatan pada pembuluh darah di paru-paru.


Penyumbatan ini biasanya disebabkan oleh gumpalan darah yang awalnya
terbentuk di bagian tubuh lain.

Pada umumnya, gumpalan darah yang terbentuk dan menyebabkan emboli


paru berjumlah lebih dari satu. Gumpalan darah ini akan menyumbat
pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jaringan di paru-paru
sehingga menyebabkan kematian pada jaringan paru-paru.

Etiologi
Etiologi emboli paru adalah lepasnya thrombus pada vena dalam.
Pembentukan thrombus umumnya disebabkan dan dipengaruhi oleh
gangguan dari triad Virchow, yaitu stasis vena, kerusakan dinding
pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas.

Manifestasi Klinis

Sesak napas yang muncul secara tiba-tiba. Nyeri dada yang bisa menjalar
ke rahang, leher, bahu dan lengan atau nyeri dada yang memberat saat
menarik napas (nyeri pleuritik) Batuk berdahak atau berdarah. Pusing atau
pingsan.

Faktor Resiko

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang


emboli paru, yaitu:

· Pernah menderita emboli paru, DVT, kanker, stroke, atau serangan


jantung

· Pernah menjalani kemoterapi atau operasi, seperti operasi tulang, sendi,


atau otak

· Tidak bisa bangun dari tempat tidur, misalnya karena lumpuh atau tirah
baring (bed rest) yang lama di rumah sakit

· Menderita gangguan pembekuan darah, berat badan berlebih, obesitas,


atau patah tulang, terutama tulang paha atau panggul

· Memiliki keluarga dengan riwayat emboli paru

· Sedang menjalani terapi penggantian hormon

· Sedang hamil atau baru saja melahirkan

· Sedang mengonsumsi pil KB

· Memiliki kebiasaan merokok

· Berusia di atas 40 tahun

Epidemiologi

Berdasarkan data epidemiologi emboli paru oleh Centers for Disease


Control and Prevention (CDC), sekitar 60.000 – 100.000 kematian per
tahun disebabkan oleh emboli paru.

Komplikasi
Emboli paru dapat mengalami komplikasi berupa:

· Penumpukan cairan di selaput paru-paru (efusi pleura)

· Tekanan darah tinggi di pembuluh arteri paru-paru (hipertensi


pulmonal)

· Kematian jaringan paru-paru (infark paru)

· Gangguan irama jantung (aritmia)

· Henti jantung

Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan emboli paru adalah mencegah terjadinya episode


emboli lanjutan dengan menggunakan antikoagulan.

● Antikoagulan

Pemberian antikoagulan parenteral selama 5 – 10 hari direkomendasikan


pada pasien dengan emboli paru akut. Pemberian antikoagulan dilaporkan
dapat mencegah kematian dan rekurensi.

● · Pemasangan kateter

Untuk menghambat gumpalan darah agar tidak masuk ke paru-paru

● · Bedah embolektomi

Untuk mengeluarkan gumpalan darah jika terlalu besar dan mengancam


nyawa pasien.12,13

9. Apa perspektif islam berdasarkan skenario?

‫هّٰللا‬
َ ْ‫ضلَّهٗ يَجْ َعل‬
‫ص ْد َر ٗه‬ ِ ُّ‫ص ْد َر ٗه لِاْل ِ ْساَل ۚ ِم َو َم ْن ي ُِّر ْد اَ ْن ي‬ َ ْ‫فَ َم ْن ي ُِّر ِد ُ اَ ْن يَّ ْه ِديَهٗ يَ ْش َرح‬
‫س َعلَى الَّ ِذي َْن اَل‬ ‫هّٰللا‬ َ ِ‫ص َّع ُد فِى ال َّس َم ۤا ۗ ِء َك ٰذل‬
َّ َ‫ضيِّقًا َح َرجًا َكاَنَّ َما ي‬
َ ْ‫ك يَجْ َع ُل ُ ال ِّرج‬ َ
‫يُْؤ ِمنُ ْو َن‬

Artinya

Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan


membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya
menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang)
mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang
tidak beriman. (Q.S Al- An'am : 125) (88)

Daftar Pustaka
1. Muti Syahidah (2017) “Ronki Basah”
2. Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. Keperawatan Medikal Bedah Buku
Saku untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa: Yasmin asih, Editor
Monica Ester, Jakarta: EGC. 2000.Joewono, B .S .2003, Ilmu Penyakit
Jantung, Airlangga University Press, Surabaya.
3. Joewono, B .S .2003, Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press, Surabaya.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2016. Panduan
Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah Edisi I.
5. Mindriyah, H. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN NY. M DENGAN KELEBIHAN
VOLUME CAIRAN PADA GAGAL JANTUNG KONGESTIFDI RSUD TIDAR
MAGELANG.
6. Wijaksono, F. D. (2020) “Congestive Heart Failure (CHF) dengan
Ketidakefektifan Pola Napas di RSUD dr. Soekardjo” Universitas Bhakti
Kencana
7. Mugihartadi, Handayani, M. R. (2020) “Pemberian Terapi Oksigenasi dalam
Mengurangi Ketidakefektifan Pola Nafas pada Pasien Congestive Heart
Failuer (CHF) di Ruang ICU/ICCU RSUD Dr. Soedirman Kebumen”
8. Ningrum, A. F. (2019) “ Penatalaksanaan Holistik pada Pasien Hypertensive
Heart Disease” Universitas Lampung
9. Kalim H. Crash Course Kardiologi dan Kelainan.(2017).Elsevier
Singapore.Pte.Ltd

10. Adabag, S. & Langsetmo, L. (2020). Sudden Cardiac Death Risk Prediction in
Heart Failure

11. Victoria State Government of Australia (2020). Betterhealth Channel.


Congestive Heart Failure (CHF).

12. Leidi, A., et al. (2022). Risk Stratification in Patients with Acute Pulmonary
Embolism: Current Evidence and Perspectives. Journal of Clinical Medicine,
11(9), pp. 2533.

13. Morrone, D., & Morrone, V. (2018). Acute Pulmonary Embolism: Focus on
the Clinical Picture. Korean Circulation Journal, 48(5), pp. 365-81.

Anda mungkin juga menyukai