Anda di halaman 1dari 38

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 31 Maret 2019

LAPORAN KELOMPOK PBL


“SESAK NAPAS”
BLOK KARDIOVASKULER

Pembimbing : dr. Imran safei, Sp.KFR.


Disusun oleh Kelompok 10 :

A. Zihni Amalia 11020160139


Rizkiana Husnia 11020170016
Rahmi Utami 11020170024
Istiqamah 11020170025
Asrapia Hubaisying 11020170049
Andi Ambar Yusufputra 11020170058
Irsanti Sasmita Tauhid 11020170141
Nurul Azizah Afdilla 11020170166
Asmin 11020170167
Novita Angriani 11020170169

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 2 pada skenario “SESAK NAPAS” dari
kelompok 10 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan
salam dan shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang
telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai sistem Kardiovaskular.

Makassar, 31 Maret 2019

Kelompok 10
MODUL 2
“SESAK NAPAS”
SKENARIO 2
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak
napas berat dirasakan sejak 3 hari terakhir. Sesak memberat bila pasien terlentang
dan lebih nyaman dengan posisi duduk. Keluhan makin berat bila pasien bergerak
ataupun beraktivitas, disertai bengkak pada kaki dan keluhan sering terbangun
tengah malam karena sesak. Sebelumnya pasien sudah sering kontrol di Puskesmas
tetapi berobat tidak teratur.

Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh


lapangan paru. Nadi reguler dan tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 115x/menit,
terdapat bendungan vena leher +9 cmH2O pada posisi 450. Ictus cordis teraba di
linea axillaris anterior kiri/ruang interkostal V.

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran Rontgen dada


menunjukkan CTR 0,56 dan terlihat kerley B lines.

KATA SULIT
 Kerley B lines : garis paru-paru di radiologi yang membentuk garis
horizontal yang berwarna Radioopaq yang muncul pada permukaan
pleura karna adanya akumulasi cairan di ruang interstitial
 Cardio thoracic ratio : merupakan ratio yang menandakan adanya
kardiomegali jika melebihi 0,50 pada skenario rationya yaitu 0,56
menandakan adanya kardiomegali
KATA KUNCI
 Perempuan 45 tahun
 Sesak napas 3 hari terakhir
 Memberat saat terlentang dan nyaman jika duduk
 Memberat saat bergerak dan beraktivitas
 Bengkak pada kaki
 Sering terbangun tengah malam karna sesak
 Adanya ronkhi basa halus di seluruh lapang paru
 Tanda vital :
- Nadi : 115 kali/menit , regular
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- JVP : + 9 cmH2O, posisi 45o
 Iktus kordis teraba
 Rontgen dada menunjukkan CTR 0,56, terlihat kerley B lines

PERTANYAAN -PERTANYAAN PENTING


1. Jelaskan Perbedaan sesak napas kardio dan non kardio ?
2. Apa penyebab bengkak pada kaki berdasarkan scenario ?
3. Apa hubungan posisi tidur dengan sesak yang di alami pasien ?
4. Jelaskan Patomekanisme sesak napas berdasarkan scenario ?
5. Apa diferensial diagnosis dari scenario ?
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario ?
7. Apa pencegahan dan penatalaksanaan berdasarkan scenario ?

JAWABAN :
1. Perbedaan antara sesak pada penyakit kardiovaskuler dan sesak pada
penyakit non-kardiovaskuler.

Beberapa hal yang membedakan antara sesak yang terjadi pada


penyakit kardiovaskuler dan penyakit non-kardiovaskuler.
Kardiovaskuler Non-Kardiovaskuler
Sesak saat Inspirasi Ekspirasi
Nyeri dada Dada kiri Dada kiri dan kanan
Bunyi
Tidak ada ada
wheezing
aktivitas Debu
Faktor
Makanan berkolestrol Asap
pencetus
Genetik Cuaca
Posisi tidur Stress
Psikologis
trauma

Adapun mekanisme sesak akibat penyakit kardiovaskuler terjadi


ketika adanya peningakatan pengisisan atrium kiri (left ventricular
filling pressure) menyebabkan peningkatan pada permeabilitas vaskuler.
Yang menyebabkan terjadinya kongesti pada vena pulmonalis, yang
normalnya berkisar 5 mmHg mengalami peningkatan tekanan sekitar 25
mmHg. Sehingga plasma yang terdapat dalam vaskuler keluar dari sel
endotel karena perbedaan tekanan pembuluh darah dengan daerah
intertisial dan membuat plasma membanjiri daerah intertisial. Kemudian
transudat akan berkumpul dan sebagian masuk ke dalam alveoli yang
menyebabkan pertukaran udara kurang maksimal sehingga tubuh
melakukan kompensasi yaitu hiperventilasi untuk mencukupi
kekurangan oksigen ke jaringan, hal inilah yang menyebabkan pasien
mengelami sesak.

Sedangkan mekanisme sesak akibat penyakit non-kardiovaskuler


terjadi ketika adanya peradangan atau tahanan pada jalan nafas yang
menyebabkan oksigenasi jaringan berkurang dan membuat kebutuhan
akan oksigen meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-
tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses
metabolisme sehingga di kirimlah impuls ke medulla oblongata setelah
itu impulskan aku diteruskan efektor yang terdapat pada otot-otot
thoraks untuk berkontraksi lebih cepat sebagai kompensasi tubuh untuk
mendapatkan oksigen lebih banyak, hal inilah yang menyebabkan
seseorang mengalami sesak.
2. Penyebab bengkak pada kaki
Patomekanisme Edema
Edema disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler. Edema
terjadi akibat gangguan pertukaran natrium/keseimbangan elektrolit.
Edema dapat timbul akibat tekanan koloid osmotik plasma yang
menurun atau tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat. Tekanan
osmotik plasma adalah tekanan yang mempertahankan cairan di dalam
pembuluh darah dengan cara menarik cairan dari ruang intersrtitial.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mendorong cairan dari plasma
keruang interstitial. Tekanan koloid osmotik plasma dapat berkurang
akibat terjadinya kerusakan hepar seperti pada sirosis hati. Pada sirosis
hepatik hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan protein terutama
albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid
osmotik plasma, sehingga pada sirosis hepatik dapat terjadi edema.
Tekanan koloid osmotik plasma juga dapat berkurang pada
sindroma nefrotik. Pada sindroma nefrotik, ginjal mengalami
“kebocoran” sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat
diekskresi oleh ginjal, pada sindroma nefrotik akan terbuang bersama
urin. Akibatnya kandungan albumin didalam plasma akan berkurang
sehingga terjadi penurunan tekanan koloid osmotik plasma. Hal ini
menyebabkan timbulnya edema. Tekanan hidrostatik kapiler dapat
meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti yang terjadi pada
gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, tekanan darah
vena meningkat yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma keruang
interstitial sehingga cairan akan tertimbun dijaringan interstitial maka
terjadilah edema.
3.
Hubungan posisi tidur dengan sesak yang di alami pasien
Gagal jantung
Berbaring
Unilateral

Posisi datar Jantung kanan normal Gagal jantung kiri

Aliran darah Darah terus di Jantung gagal


balik meningkat pompa ke paru memompa darah dari
paru secara adekuat

Tekanan kapiler
paru meningkat

Ortopnea
(segera)
Akumulasi
cairan di paru Paroxysmal
Nocturnal dyspnea
(progresif)S

4. Patomekanisme sesak napas berdasarkan scenario


Kesukaran bernapas atau sesak napas adalah simptom tersering
dalam gagal jantung. Mekanisme dyspnea secara umum yang ditemukan
penyakit cardiovaskular bisa terjadi dengan adanya faktor pemicu di
bawah:
- Bertambahnya beban/kerja pernapasan overworked otot pernapasan.
Dalam gagal jantung kiri, berlakunya kongesti lokal pada vena pulmonary
dan kapilar. Tekanan kapilar pulmonal > 25 mmHg  eksudasi cairan dari
dinding alveolar  paru2 lebih rigid (tidak elastis) > beban kepada otot
respiratory
- Berkurangnya kapasitas vital di sebabkan oleh kongesti vena pulmonari
jarang sekali hydrothorax atau ascites
- Refleks hiperventilasi. Pulmonary stretch receptor meregang secara
abnormal disebabkan oleh kongesti paru
- Penyempitan bronkial. Penyempitan disebabkan oleh spasme atau cairan
yang timbul akibat gagal jantung.
- Hypoxaemia dan retensi CO2.
Gambaran klinis
Satu keluhan subyektif yg dihubungkan dgn kesukaran bernapas.Sesak
napas ringan mungkin merupakan keluhan betul2 subjektif.Sesak napas berat
mungkin disertai adanya usaha meningkatkan frekuensi pernapasan oleh otot
pernapasan.
Tipe-tipe dyspnea
- Exertional dyspnea adalah sesak napas sewaktu beraktivitas. Satu tanda LV
impairment.
- Orthopnea adalah sesak napas yang timbul dalam posisi terlentang (flat)
- Paroxysmal nocturnal dyspnea merupakan sesak nafas yang timbul setelah
1-2 jam penderita tertidur pada malam hari
- Acute pulmonary edema adalah akumulasi cairan dlm alveoli akibat tekanan
tinggi pulmonary capillary
- Cheyne-Stokes respiration
a. Gambaran mekanisme

Gagal LV ketika beraktivitas (exertion)

Darah berakumulasi dlm LV, Tekanan LV

Darah dari paru2 tidak bisa masuk ke LV, Menyebabkan congesti paru

Tekanan pulmonal menyebabkan transudasi cairan ke dlm ruang interstisial paru


Udara dlm paru diganti dgn cairan, Menyebabkan turunnya kapasitas vital paru
dan compilance

Kerja otot pernapasan meningkat

Otot pernapasan menjadi fatigue (capek)

Sensasi sesak napas


b
Cardiac failure

Kurang cardiac output

Kurang suplai darah ke tisu

Hypoxia

Tinggi heart rate sebagai mekanisme kompensatori

Edema paru
Kurang kapasitas vital dalam, perfusi ventilasi yg tidak
cocok
Udara terperangkap karena penutupan
Saluran udara kecil. Turun tekanan oksigen

Stimulasi juxtocapillary J reseptor stimulasi peripheral


kemoreseptor

Reflek pernapasan yang dalam dan cepat Impuls ke respiratory centre


Kerja respirasi meningkat
Sesak napas
5. Diferensial diagnosis berdasarkan scenario
A. CHF (congestive heart failure)
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien memiliki tampilan berupa:
a. Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas,
kelelahan, edema tungkai
b. Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi
pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer,
hepatomegali.
c. Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istrahat, kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung,
abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi
peptida natriuretik.

- Gejala Tanda
 Tipikal
 Sesak nafas
 Peningkatan JVP
 Ortopneu
 Refluks hepatojugular
 Paroxysmal nocturnal dyspnoe
 Suara jantung S3 (gallop)
 Toleransi aktifitas yang berkurang
 Apex jantung bergeser ke lateral
 Cepat lelah
 Bising jantung
 Begkak di pergelangan kaki Spesifik
 Atipikal
 Batuk di malam / dini hari
 Edema perifer
 Mengi
 Berat badan bertambah > 2 kg/minggu
 Krepitasi pulmonal
 Berat badan turun (gagal jantung
 Sura pekak di basal paru pada perkusi
 Lanjut)
 Perasaan kembung/ begah
 Takikardia
 Nafsu makan menurun
 Heaptomegali
 Perasaan bingung (terutama usia lanjut)
 Asites
 Depresi
 Kaheksia
 Berdebar
 Pingsan

Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia dengan


diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 23,3 juta. Masalah
tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di Indonesia.
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain dyspnea,
fatigue dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering dirasakan
oleh penderita CHF. CHF mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal
sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung
tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak
lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot respiratori.
Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu
sehingga terjadi dyspnea.
Penatalaksanaan farmakologi yang dilakukan seperti pemberian
glikosida jantung, terapi diuretik, dan terapi vasodilator. Penatalaksanaan
non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu edukasi, exercise dan
peningkatan kapasitas fungsional. Salah satu penyelesaian masalah dyspnea
yang dapat dilakukan dengan pemberian oksigenasi untuk menurunkan laju
pernafasan. AHA merekomendasikan latihan fisik dilakukan pada pasien
dengan CHF yang sudah stabil. Latihan fisik dilakukan 20-30 menit dengan
frekuensi 3-5 kali setiap minggu. Sebelum memulai latihan fisik, pasien
dengan CHF memerlukan penilaian yang komprehensif untuk stratifikasi
risiko dan dianjurkan untuk beristirahat jika kelelahan. Range of motion
(ROM) merupakan latihan gerak dengan menggerakkan sendi seluas gerak
sendi. Latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke otot
sehingga meningkatkan perfusi jaringan perifer (Babu, 2010). Pergerakan
tubuh yang sifatnya teratur sangat penting untuk menurunkan resistensi
pembuluh darah perifer melalui dilatasi arteri pada otot yang bekerja
sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Sirkulasi darah yang lancar akan
melancarkan transportasi oksigen ke jaringan sehingga kebutuhan oksigen
akan terpenuhi dengan adekuat. Latihan fisik akan meningkatkan curah
jantung. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan volume darah dan
hemoglobin sehingga akan memperbaiki penghantaran oksigen di dalam
tubuh. Hal ini akan berdampak pada penurunan dyspnea.

 TEKNIK DIAGNOSTIK

Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung


dengan fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan
metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik
dan diastolik
Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga


gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel
4).Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
Foto Toraks

Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen


toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat
mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak
nafas (Tabel 5). Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik.
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah


darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
B. EDEMA PARU

Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat dischbabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi
(edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
(edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan
secara cepat.

PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi
tanpa peruhahan pada permeabilitas atau integritas dari alveoli-kapiler dan hasil
akhir yang terjadi adalah penururan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Seringkali
keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan pada stage
1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan
di atrium kiri dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan
kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak
nafas saat melakukan aktivitas fisik. dan disertai ronki inspirasi akibat terbukanya
saluran pernafasan yang tertutup.

DIAGNOSIS DAN ETIOLOGI


Edema paru kardiogenik akut merupakan gejala yang dramatik dari kejadian
gagal jantung kiri yang akut. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan pada jalur
keluar di atrium kiri. Peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri.
Disfungsi diastolik atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar
dari ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru
mengawali terjadinya edema paru kardiogenik tersebut. Akibat akhir yang
ditimbulkan adalah keadaan hipoksia berat.
Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan
bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga
mengurangi kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa
tidak nyaman dan usaha bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada
jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun. dan diperberat oleh
keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera, tingkat mortalitas
edema paru akut kardiogenik masih tinggi.

MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis. Edema paru akut kardiak berbeda dari ortopnea dan
paroksismal nokturnal dyspnea, karena kejadiannya yang sangat cepat dan
terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan
pengalaman yang menakutkan bagi pasIen karena mereka merasakan ketakutan,
batuk batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasanya dalam posisi
duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai
sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan
(pink frothy sputum).

PEMERIKSAAN FISIS
Dapat ditemukan frekuensi nafas y yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang
menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah
lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung Il pulmonal mengeras, dan tekanan
darah dapat meningkat.

Radiologis
Pada foto thoras menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai
tanda bendungan paru, akibat edema intertisial atau alveolar.
laboratorium
Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostik
yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma
bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (Brain Matriuretic Peptide) plasma ini
dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab dyspneu lain
seperti asma bronkial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang
dan gambaran radiologis yang tidak spesifik. harus dipikrkan penyebab lain yang
dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantunng misalnya restrikso pada aliran
darah di katup mitral yang harus di evaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain
seperti ekokardiografi.

EKG Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda


iskemia atau infark pada infarks miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-
iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan
QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil
dan menghilang dalam 1 minggu.

PENATALAKSANAAN
EPA harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan meskipun
pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisis masih
berlangsung. Pasien diletakkan pada posisi setengah duduk aau duduk, harus segera
diberi oksigen. nitrogliserin, diuretik i.v. morfin sulfat, obat untuk menstabilkan
hemodinamik, trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi
aritmia dan gangguan konduksi serta koreksi definitif kelainan anatomi.

PROGNOSIS
Hingga saat ini mortalitas akibal edema paru akut termasuk yang
disebabkan kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penanganan yang
tepat dan cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan
seperti sebelum serangan. Kebanyakan mereka yang selamat mengatakan sangat
kelelahan pada saat serangan tersebut. Diantara beberapa gejala edema paru ini
terdapat tanda dan gejala gagal jantung.
Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini sangat tergantung dari penyakit
yang mendasarinya, misalnya intark miokard akut serta keadaan komorbiditas yang
menyertai seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal terminal. Sedangkan
prediktor dari kematian di rumah sakit antara lain adalah: diabetes, disfungsi
ventrikel kiri, hipotensi atau syok dan kebutuhan akan ventilasi mekanik.

C. REGURGITASI TRIKUSPID
Etiologi dan Patologi Regurgitasi trikuspid adalah suatu keadaan kembalinya
sebagian darah ke kanan pada saat sistolik. Keadaan ini dapat terjadi primer akibat
kelainan organik katup, ataupun sekunder karena hipertensi pulmonal, perubahan
fungsi maupun geometri ventrikel berupa dilatasi ventrikel kanan maupun anulus
trikuspid.
Hemodinamik
Pada regurgitasi teikuspid baik organik maupun sekunder akan terjadi
kenaikan tekanan akhir diastolik pada atrium dan ventrikel kanan. Tekanan atrium
kanan akan meningkat mendekati tekanan ventrikel kanan sesuai dengan kenaikan
tekanan ventrikel kanan, yaitu sesuai dengan kenaikan derajat regurgitasi trikuspid.
Tekanan sistolik arteri pulmonalis dan ventrikel kanan dapat dipakai sebagai
petunjuk kasar terhadap regurgitasi primer atau sekunder. Bila tekanan kurang dari
40 mmHg, lebih menunjukkan kelainan primer dibandingkan bila tekanan lebih dari
40 mmHg. dari c-v dan y descent yang cepat (pada venous wave). Curah jantung
biasanya sangat menurun, dan saat sistolik tekanan atrium tidak akan menunjukkan
x descent, tetapi gelombang yang mencolok
Manifestasi Klinis
Riwayat. Regurgitasi trikuspid tanpa hipertensi pulmonal biasanya tidak
memberikan keluhan dan dapat ditoleransi dengan baik. Rasio perempuan terhadap
pria adalah 2 : 1, dengan rata-rata umur 40 tahun. Oleh karena lebih sering
bersamaan dengan stenosis mitral, maka gejala stenosis mi- tral biasanya lebih
dominan. Riwayat sesak napas pada latihan yang progresif, mudah lelah dan juga
batuk darah. Bila keadaan lebih berat akan timbul keluhan bengkak tungkai, perut
membesar, maka kelelahan/ fatig dan anoreksia merupakan keluhan yang paling
mencolok. Adanya asites dan hepatomegali akan menimbulkan keluhan kurang
enak pada perut kanan atas dan timbul pulsasi pada leher akibat pulsasi regurgitasi
vena.
Pemeriksaan Fisis.
Pada inspeksi selalu terlihat adanya gambaran penurunan berat badan,
kakeksia, sianosis dan ikterus. Biasanya selalu dijumpai pelebaran vena jugularis,
gambaran gelombang x dan x yang normal akan menghilang, sedangkan y descent
akan menjadi nyata terutama pada inspirasi. Akan terlihat juga impuls ventrikel
kanan yang mencolok. Pada saat sistolik juga dapat teraba impuls atrium kanan
pada garis sternal kiri bawah. Biasanya pada fase awal dapat teraba pulsasi sistolik
pada permukaan hati, namun pada keadaan sirosis kongestif menghilang karena hati
menjadi tegang dan keras. Selain itu terlihat pulsasi juga asites dan edema.
Pada auskultasi dapat terdengar S3 dari ventrikel kanan yang terdengar lebih
keras pada inspirasi, dan bila disertai hipertensi hipertensi pulmonal suara P2 akan
mengeras. Bising pansistolik dengan nada tinggi terdengar paling keras di sela iga
4 garis parasternal hri dan dapat pula sampai ke subxifoid. Bila regurgitasi ringan,
bising sistolik pendek, tetapi bila ventrikel kanan sangat besar bising dapat sampai
ke apeks dan sulit dibedakan dengan regurgitasi mitral. Perlu diingat bahwa derajat
bising pada regurgitasi trikuspid akan meningkat pada inspirasi (Rivero Carvello's
sign). Adanya kenaikan aliran melalui katup trikuspid dapat menimbulkan bising
diastolik pada daerah parasternal kirí.
Gambaran Radiologis
Adanya kardiomegali yang mencolok akibat pembesaran ventrikel kanan
Kadang-kadang akibat tingginya tekanan ventrikel kanan yang akarn berlangsung
lama dapat terjadi kalsifikasi pada anulus trikuspidalis. Dapat terjadi gambaran
hipertensi pulmonal. dan pada fluoroskopi terlihat pulsasi sistolik pada atrium
kanan
Elektrokardiogram
Biasanya tidak spesifik, dapat berupa blok cabang bundle kanan, tanda dan
ventrikel kanan, dan sering juga terjadi fibrilasi secara atrium.
Ekokardiograf
Pulsed color doppler ekokardiograficardiography, merupakan sarana yang
mempunyai akurasi, sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam menentukan
adanya regurgitasi trikuspid. Di sini dapat dilihat morfologi.
Pengobatan
Konservatif, ditujukan terutama bila terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi jantung
berupa istirahat, pemakaian diuretic dan digitalis.
Pembedahan, Tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak di perlukan
suatu tindakan pembedahan. Tetapi pada keadaan tertentu dapat di lakukan
tindakan anuloplasti dan pada yang lebih berat dilakukan penggantian katup dengan
prosthesis.

6. Langkah-langkah diagnosis
ANAMNESIS
Wawancara yang perlu ditanyakan adalah:
1. Tanyakan identitas pasien: nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, dll.
2. Keluhan utama: meminta riawayat kesehatan pasien dengan meminta
keluhan utamanya: keluhan sesak napas, keluhannya memberat saat
beraktivitas atau istirahat, ada pembengkakan pada kaki, pola tidurnya
terganggu atau tidak
3. Riwayat penyakit dahulu: tanyakan tentang penyakit yang berhubungan
langsung dengan kardiovaskular. Tanyakan pada pasien apa ada sesak
napas, hipertensi, edema perifer, ascites, anemia
4. Riwayat pengobatan: tanyakan tentang pengobatan yang pernah pasien
konsumsi sebelumnya. Penilaian pengobatan harus ditulis dengan nama
obat dan pasien memahami penggunaan dan efek samping. Adapun obat
yang dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular seperti: diuretic, ace-
inhibitor, beta-blocker
5. Riwayat aktivitas fisik: tanyakan pada pasien apakah sering berolahraga
atau tidak, jika kurang berolahraga maka akan menyebabkan faktor resiko
penyakit gagal jantung

PEMERIKSAAN FISIK
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pemeriksaan fisik,
yaitu:
1. Inspeksi: pasien tampak lemah/cukup baik/tampak sakit parah, kesadaran
mentis kompos penderita, apatis, somnolens, soporous, soporocoma dan
koma. Inspeksi palpebra apa ada (bintik kekuningan, lembut atau plak) pada
kelopakmata, konjungtiva pucat (anemia), ptechiae , dan sclera
(konjungtive kuning)

2. Palpasi tanda vital termasuk: tekanan darah (TD 160/90 mmHg), nadi 115
kali/menit, JVP +9 cmH2O pada posisi 45 derajat, periksa suhu tubuh
pasien pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan melalui glabella, dan axilla
(ketiak), iktus kordis teraba

3. Auskultasi: berguna untuk menemukan suara yang disebabkan oleh adanya


kelainan dalam struktur jantung dengan perubahan dalam aliran darah yang
dihasilkan selama siklus jantung. Stetoskop adalah alat yang digunakan
untuk mengobati jantung. Yang terdiri dari 2 bagian, yaitu: Bell (untuk
mengukur suara dengan nada rendah, seperti suara jantung 3 dan suara
jantung 4, mitral/trikuspid mid sistolik kebisingan dan trauma (untuk
mendengarkan suara pitch tinggi, seperti: suara jantung 1 dan suara jantung
2 , membuka snap, suara ejeksi, gesekan perikardial menggosok, suara
sistolik dan diastolik
Suara jantung terbagi atas:
1. (S1) hal ini terdengar jelas di daerah puncak yang disebabkan oleh
penutupan katup mitral dan trikuspid • mengeras dalam takikardia karena
berbagai alasan seperti: stenosis mitral, dll.
• Melemah dalam miditis, kardiomiopati, infark miokard, efusi perikasid,
tumor, dll.
2. (S2) disebabkan oleh penutupan aorta dan katup pulmonal pada orang
dewasa kedengarannya tunggal karena komponen paru tidak terdengar,
karena meningkatnya erosi paru pada orang tua. Jika didengar secara
terpisah pada orang dewasa menunjukkan adanya hipertensi paru atau
RBBB dapat didengar secara terpisah pada anak dan dewasa muda. Jika itu
terdengar tunggal adalah tanda stenosis paru.
3. (S3) tidak normal, jika ditemukan pada anak dan dewasa muda, karena
getaran pada otot dan tali katup mitral/trikuspid ketika ventrikel berisi darah
berat. Jika terjadi pada orang tua > 40 tahun, ini adalah patologis. Sering
disertai dengan LHF dan disebabkan oleh darah dari Atrium kiri memukul
ventrikel penuh selama pengisian diastolik awal. Menggunakan stetoskop
lonceng untuk mendengarkan biasanya dirasakan pada saat inspirasi.
Biasanya dikaitkan juga dengan: kelebihan cairan, cardiacopathy, VSD,
PDA, MR/TR.
4. (S4) disebabkan oleh darah masuk ke dalamnya ventrikel kiri kaku
selama kontraksi Atrium. Terkadang itu normal untuk menemukan atlet
yang berlatih besar dengan hipertrofi fisiologis Atrium kiri atau pada orang
tua dan abnormal pada anak-anak

BUNYI RONKI BASAH (CRACKLES/RALES):


Merupakan suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, biasanya
terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam salurannapas.
Ronki basah dibagi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus
yangterkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan alveoli pada
bronkiolus, sedangkan padaronki basah yang lebih halus berasal dari alveoli
(krepitasi)akibat terbukanya alveoli pada akhirinspirasi terjadi terutama pada
fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila adainfiltrasi misal
pneumonia) atau tidak nyaring (edema paru).

PERKUSI:
Perkusi jantung dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk jantung secara
kasar. Jantung perkusi hanya dalam yang sangat diperlukan. Perkusi dilakukan
dengan menempatkan jari tengah tangan kiri sebagai pondasi pada dinding dada.
Perkusi dapat dilakukan dari segala arah ke lokasi jantung. Untuk menentukan tepi
kanan dan kiri, perkusi dilakukan dari sisi arah ke pusat dada. Batas atas jantung
diketahui oleh perkusi dari atas ke bawah. Lakukan perkusi di sepanjang kurva
tulang rusuk antara 4 dan 5 rusuk, mulai di garis midaxillaris.

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pada skenario didapatkan gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,56 dan
terlihat kerley B lines.

 Elektrokardiografi (EKG): Adalah pemeriksaan grafik yang


menggambarkan rekaman listrik jantung. Aktivitas jantung listrik dalam
tubuh dapat direkam dan direkam melalui elektroda yang dipasang pada
permukaan tubuh. Jenis pemeriksaan EKG:
 EKG saat istirahat, membantu mengidentifikasi kelainan sistem
konduksi, aritmia, hipertrofi, perikarditis, iskemia, lokasi dan
tingkat infark, gambar kecepatan, dan efektivitas
 EKG saat pasien berjalan di atas treatmill dan tekanan darah diambil
pada monitor EKG untuk mengevaluasi respon jantung selama
aktivitas fisik.
 EKG yang dapat dipantau terus menerus, sehingga dari 12 lead dapat
dihubungkan ke layar. Dua Lead yang biasa digunakan untuk
pemantauan adalah Lead 2 dan V1. Irama jantung pasien terhubung
ke monitor melalui kabel elektroda atau melalui telemetri. Dengan
telemetri, sinyal ECG dikirim sebagai gelombang radio dari
pemancar bertenaga yang dikenakan oleh pasien.
 Foto toraks: Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan
kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR>50%), terutama bila gagal jantung
sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri
atau kanan, LVH atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali
tidak berhubungan dengan &ungsi ventrikel kiri.
 Laboratorium: beberapa pemeriksaan yang diperlukan adalah Hb
(hemoglobin) dan Hematokrit (Ht) darah adalah tes utama untuk mendeteksi
anemia yang dapat menyertai atau menjadi salah satu penyebab penyakit
jantung
 Echokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
gagal jantung. Pecitraan echo/dopler harus dilakukan untuk evaluasi dan
memonitor fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan
global, fungsi diastolic,struktur dan fungsi valvular, kelainan perikard,
komplikasi mekanis dari infark akut,adanya sinkroni juga dapat menilai
semi kuantitatif, non-invasif, tekanan pengisian dari ventrikel kanan dan
kiri, stroke volume dan tekanan arteri pulmonalis, yang dengan demikian
bisa menentukan strategi pengobatan. Echo/dopler dapat diulang sesuai
kebutuhan, dan dapat mengganti pemeriksaan atau monitoring invasive
 Enzim jantung (CKMB), otot miokard yang rusak akan melepaskan
beberapa enzim tertentu sehingga kadar dalam serum meningkat. Hal ini
juga dapat terjadi pada pasien setelah operasi jantung, kardioversi, trauma
jantung atau perikarditis. Kreatinin phosphokinase (CK) dalam kadar serum
CK MCI akut meningkat dalam waktu 6-8 jam setelah onset, berpuncak
setelah 24 jam dan turun kembali normal dalam 3-4hari. Pemeriksaan ini
tidak spesifik untuk merusak otot jantung
Komplikasi:
1. Edema paru, pasien dengan respiratory distress yang berat,
pernapasan yang cepat , dan ortopnea dan ronki pada seluruh
lapangan paru. Saturasi O2 arterial biasanya <90% pada suhu
ruangan, sebelum mendapat terapi oksigen
2. Syok kardiogenik adalah tekanan darah sistolik yang rendah
(tekanan darah sistolik <90 mmHg ataupenurunan dari tekanan
arteriol rata-rata >30 mmHg dan tidak adanya produksi urin, atau
berkurang <0,5 ml/kg/jam. Gangguan irama jantung sering
ditemukan tanda-tanda hipoperfusi organ dan kongesti paru timbul
dalam waktu cepat

Prognosis:
Macam-macam prognosis :
1. Ad vitam (hidup)
2. Ad functionam (fungsi)
3. Ad sanationam (sembuh)
Jenis- jenis prognosis :
1. Sanam (sembuh)
2. Bonam (baik)
3. Malam (buruk/jelek)
4. Dubia (tidak tentu/ragu-ragu)
 Dubia ad sanam/bonam (tidak tentu/ragu-ragu, cenderung
sembuh/baik)
 Dubia ad malam (tidak tentu/ragu-ragu, cenderung buruk/jelek)
Pada gagal jantung untuk menetukan prognosis harus
diperhitungkan seperti etiologi, usia lanjut , komorbiditas
kardiovaskular dan non-kardiovaskular yang sangat banyak, dengan
prognosis jangka pendek dan jangka panjang yang buruk.
7. Penatalaksanaan berdasarkan skenario

 TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI

1. Ketaatan pasien berobat


2. Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi
3. Pemantauan berat badan mandiri
4. Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti)
5. Asupan cairan Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti)
6. Pengurangan berat badan, Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT >
30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas
hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
7. Kehilangan berat badan tanpa rencana, Malnutrisi klinis atau subklinis
umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac
cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika
selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti C)
8. Latihan fisik, Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama
baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti A)
9. Aktivitas seksual, Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil)
mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal
jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas
rekomendasi III, tingkatan bukti B)

 TATA LAKSANA FARMAKOLOGI

 TUJUAN TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi


morbiditas dan mortalitas (Tabel 8). Tindakan preventif dan pencegahan
perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata
laksana penyakit jantung. Gambar 2 menyajikan strategi pengobatan
mengunakan obat dan alat pada pasien gagal jantung simtomatik dan
disfungsi sistolik. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan
mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan
non kardiovaskular yang sering dijumpai.
1. DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis


atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung

 Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
 Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
 Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan
tiazid karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada
diuretik loop. Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi
keadaan edema yang resisten.
2. ANTAGONIS ALDOSTERON

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil


harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosteron

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI
dan ARB) Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB

Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung


Inisiasi pemberian spironolakton

 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.


 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia.
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu
setelah menaikan dosis Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi
naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian
spironolakton:

 Hiperkalemia
 Perburukan fungsi ginjal
 Nyeri dan/atau pembesaran payudara
3. ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien


gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A) ACEI kadang-
kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium
normal.

Indikasi pemberian ACEI

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI pada gagal jantung

Inisiasi pemberian ACEI


 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu
setelah terapi ACEI Naikan dosis secara titrasi

Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.

 Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau


hiperkalemia. Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di
rumah sakit
 Jika tidak ada masalah di atas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi (Tabel 11)
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah
mencapai dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya
tiap 6 bulan sekali

PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITATIF PADA PENDERITA


GANGGUAN JANTUNG
Program latihan fisik rehabilitatif bagi penderita gangguan jantung
bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi
penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan
membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum
mengalami gangguan jantung.
a. Manfaat Latihan Fisik Pada Penderita Gangguan Jantung.
 Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di
rumah sakit.
 Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita
 Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali apda
level aktivitas sebelum serangan jantung
b. Struktur Program Rehabilitasi
Secara tradisional program rehabilitasi dibagi menjadi :
 Fase I : Inpatient (di dalam rumah sakit)
 Fase II : Out-Patient (pulang dari rumah sakit sampai dengan 12
minggu merupakan program dengan pengawasan)
 Fase III : Pemeliharaan

1. Program Inpatient
Program latihan inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam setelah
gangguan jantung sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi. Latihan fisik
yang dilakukan terbatas pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan
dan kaki dan pengubahan postur. Program latihan biasanya berupa terapi
fisik ambnulatory yang diawasi. Pada fase ini perlu dilakukan monitoring
ECG untuk menilai respon terhadap latihan. Latihan pada fase ini harus
menuntut kesiapan tim yang dapat mengatasi keadaan gawat darurat apabila
pada saat latihan terjadi serangan jantung. Manfaat dari latihan fisik pada
fase ini adalah sebagai bahan survailance tambahan, melatih pasien untuk
dapat mejalankan aktivitas pada aktivitas sehari-hari, dan untuk
menghindari efek fisiologis dan psikologis negatif pada bedrest. Tujuan dari
latihan fsik fase pertama ini harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pasien dengan aktivitas rendah mungkin hanya memerlukan latihan fisik
untuk menunjang kegiatan sehari-hari (ADL: activity of daily life). Pasien
dengan kapasitas fisik yang lebih baik dapat menjalankan program letihan
untuk pencegahan tertier dan mengikuti program jangka panjang untuk
meningkatkan ketahanan kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas dan
ketahanan otot
Perencanaan pemulangan
Pada perencanaan pemulangan pasien jantung beberapa hal harus
diperhitungkan yakni : kondisi klinis, aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas
pada waktu luang, istirahat, bekerja, aktivitas seksual, gejala dan rujukan
pada fase rehabilitasi dengan pengawasan. Pada saat pemulangan, pasien
harus mendapatkan informasi tentang kerja dan karakteristik arteria
koronaria jantung dan gangguan yang dialaminya sehingga dapat
memahami gangguan jantung yang terjadi pada dirinya dan keadaan-
keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya atherosklerosis. Pada saat
pemulangan, sebaiknya hal hal perawatan diri mendasar seperti mandi,
mengenakan baju makan dan minum sudah dapat dilakukan secara mandiri.
Pada saat pemulangan pasien juga diberikan pengertian agar menghindari
suhu dan kelembaban udara yang terlalu ekstrim. Jumlah waktu istirahat
juga harus secara jelas disampaikan. Istirahat yang dianjurkan dapat
meliputi tidur dan atau istirahat berbaring atau duduk tenang. Jenis
pekerjaan yang tidak disarankan adalah yang meliputi mengangkat beban
dan menahan nafas. Pasien yang merasakan gejala palpitasi, dyspnea, tidak
bisa tidur, kelelahan berat harus berkonsultasi kepada dokter. Sebelum fase
I berakhir, pasien harus sudah mendapatkan penjelasan tentang program
fase selanjutnya
2. Program Out-patient
Program out-patient dilakukan segera setelah kepulangan pasien
dari rumah sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk
mengembalikan kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit.
Pasien yang pernah mengalami infark myocard dan atau operasi bypass
arteri memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami dysritmia, dypnea
dan angina. Pada pasien yang pernah menjalani operasi bypass sering terjadi
rasa pusing dan diyrrhitmia supraventricular sedangkan pasien yang pernah
mengalami infark myocard sering mengalami perubahan segmen ST pada
EKG. Hal inilah yang mendorong perlunya pengawasan program latihan
pada orang dengan riwayat gangguan jantung tersebut
3. Fase Pemeliharaan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase
pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasitas
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa
kesulitan yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki respon
hemodinamik dan kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapakn sudah
memiliki pengetahuan dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan
terapi yang dapat dilakukan, karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta
rentang aktivitas yang aman untuk dilakukan

Rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan kegiatan


multi tahap yang melibatkan kegiatan fisik, diet dan perubahan perilaku
yang pada intinya menurunkan resiko gangguan jantung, ulangan. Pada
dasarnya, program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung bertujuan
untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada
pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien
untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan
jantung. Secara tradisional, aktivitas fisik yang dilaksanakan meliputi tahap
inpatient, outpatient dan pemeliharaan yang dilaksanakan dengan batas
waktu tertentu. Dewasa ini peralihan tahap latihan fisik, dilaksanakan
berdasarkan respon individual terhadap latihan dan tingkat resiko. Latihan
pada tahap inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam pertama. Kegiatan out
patient dapat dilakukan secara termonitor maupun secara mandiri di rumah.
Latihan pada fase pemeliharaan identik dengan latihan pada individu
normal dengan catatan dilakukan secara aerobik dengan pemeriksaan fisik
berkala.
DAFTAR PUSTAKA

1. Joewono,B.S.2003, ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press,


Surabaya.
2. Mansjoer, arief,dkk., 2005, kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 2,
media Aesculapius, penerbit FK UI,Jakarta.
3. Price, Sylvia.Patofisiologi konep klinis proses proses penyakit edisi ke-6.
2006. Jakarta:EGC
4. Supartondo, Setiyohadi Bambang. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi VI, Bab 18 Anamnesis.2014. Hal.125-128. Jakarta:InternaPublishing
5. Siswanto, Budi bambang.dkk. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.
Edisi pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
6. Nirmalasari, Novita. Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion
Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure.2017.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
7. Pedoman tatalaksana gagal jantung , Edisi I ,Tahun 2015, inaheart.
8. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisis I. Jilid VI. Halaman1143. Interna
publishing
9. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia 2016.Panduan
praktik klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit jantung dan
pembuluh darah. Halaman 32-36. Edisi I
10. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisis I. Jilid VI. Halaman1143. Interna
publishing
11. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia 2016.Panduan
praktik klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit jantung dan
pembuluh darah. Halaman 32-36. Edisi I
12. Arovah, intan departemen rehabilitasi medik universitas negeri Yogyakarta,
2010

Anda mungkin juga menyukai