Anda di halaman 1dari 21

Rujukan dan Informed

Consent
Gunawan
Sistem Rujukan
Defenisi :

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah


penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh
fasilitas kesehatan
Rujukan medis merupakan suatu upaya pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab pasien dari satu strata pelayanan kesehatan yang
kurang mampun ke strata palayanan kesehatan yang lebih mampu, dan
sebaliknya untuk pelayanan kesehatan tindak lanjut yang diperlukan.

Tujuan utama rujukan pasien ini adalah untuk meningkatkan kualitas


dan harapan hidup pasien dengan menyembuhkan penyakit atau
memulihkan status kesehatan pasien.
Rujukan Medis

Rujukan horizontal adalah rujukan yang


Rujukan vertikal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
dilakukan antar pelayanan kesehatan
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat
yang berbeda tingkatan, dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dilakukan dari tingkat pelayanan yang
dengan kebutuhan pasien karena
lebih rendah ke tingkat pelayanan yang
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
lebih tinggi atau sebaliknya.
ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang
lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:

a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau


subspesialistik

•-

b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai


dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/ atau ketenagaan.
•-
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien


b. kompetensi dan kewenangan
dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan tingkat pertama atau
pelayanan kesehatan yang lebih
kedua lebih baik dalam
rendah sesuai dengan kompetensi
menangani pasien tersebut
dan kewenangannya

c. pasien membutuhkan
d. perujuk tidak dapat
pelayanan lanjutan yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan
ditangani oleh tingkatan
sesuai dengan kebutuhan pasien
pelayanan kesehatan yang lebih
karena keterbatasan sarana,
rendah dan untuk alasan
prasarana, peralatan dan/atau
kemudahan, efisiensi dan
ketenagaan
pelayanan jangka panjang
Rujukan medis diatur dalam undang – undang RI No.29 tahun 2004 tentang
praktek kedokteran pasal 51 huruf b : Dokter atau Dokter Gigi dalam
melaksanakan praktek kedokteran mempunyai kewajiban merujuk pasien ke
dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemapuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan.

Undang-Undang RI No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran Pasal 79


huruf c, menjelaskan sanksi yang akan di dapat.
“Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau
dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 51
Isi surat rujukan
• Kop surat : Nama/alamat praktek
atau instansi
• Pembuka : Nomor surat / Perihal /
subjek yang dituju
• Isi surat : identitas pasien,
pemeriksaan yang telah dilakukan,
diagnosis sementara, dan
perawatan/pengobatan yang telah
dilakukan
• Penutup surat : kalimat penutup,
tanda tangan dan nama perujuk
Wajib hukumnya bagi setiap dokter atau dokter gigi untuk melakukan
rujukan demi memulihkan status kesehatan pasiennya.
Tata cara melakukan rujukan :
• Alasan dilakukannya rujukan harus dijelaskan selengkap-lengkapnya
kepada pasien,
• Dokter yang melakukan rujukan harus berkomunikasi secara langsung
dengan dokter tempat rujukan,
• Keterangan tentang pasien yang disampaikan pada surat rujukan harus
lengkap
• Dokter yang diminta bantuan pelayanan rujukan bersedia merujuk kembali
pasien tersebut apabila pelayanan rujukan telah selesai dilaksanakan.
INFORMED CONSENT
Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan
consent. Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi;
sedangkan consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan.
Informed consent adalah persetujuan/tidak tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
(PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan Pasal 45 UU RI No.29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran serta Manual Persetujuan Tindakan
Kedokteran KKI tahun 2008, serta permenkes no 4 tahun 2018 pasal 16 & 17)
“Bukan perjanjian tetapi persetujuan”
Suatu proses komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, tentang
apa tindakan yang akan dilakukan/tidak dilakukan terhadap pasien.
Suatu persetujuan dianggap sah apabila:

(1) Pasien telah diberi penjelasan/ informasi

(2) Pasien atau yang sah mewakilinya dalam


keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan
keputusan/persetujuan

(3) Persetujuan harus diberikan secara sukarela.


Dalam pemberian informasi ini, dokter berkewajiban untuk
mengungkapkan dan menjelaskan kepada pasien dalam bahasa
sesederhana mungkin
- sifat penyakitnya
- sifat pengobatan yang disarankan
- alternatif pengobatan
- kemungkinan berhasil dan resiko yang dapat timbul serta komplikasi-
komplikasi yang tak dapat diubah.
Ada dua bentuk Informed consent yaitu:

(1) Expression / dengan pernyataan, dapat secara lisan (oral) dan


secara tertulis (written). Persetujuan yang dinyatakan secara lisan
atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur
pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
(2) Implied/tersirat, dianggap diberikan, yaitu dalam keadaan biasa
atau normal dan dalam keadaan gawat darurat. Persetujuan yang
diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat
persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu
dokter melakukan tindakan
Yang tidak boleh dilakukan dalam memberikan informed consent :
• Memperdaya/menipu
• Menekan
• Menimbulkan ketakutan (disengaja)
Mengapa penting dilakukan informed consent :
• Ilmu Kedokteran Gigi bukan ilmu pasti
• Keberhasilan dipengaruhi beberapa faktor
• Bersama tentukan pilihan terbaik pasien
• Jenjang perbedaan persepsi antara Dr/Drg dan pasien

Suatu tindakan diperlukan persetujuan maka sudah menjadi keharusan bagi


dokter/dokter gigi atau sarana kesehatan untuk selalu membuat Informed
consent. Apalagi berkas rekam medis menyediakan satu lembar sebagai
lembar persetujuan tindakan medis.
Keharusan adanya informed consent secara tertulis yang ditandatangani oleh
pasien sebelum dilakukannya tindakan medik dilakukan di sarana kesehatan
seperti rumah sakit atau klinik karena erat kaitannya dengan
pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (medical record). Dengan
demikian, rumah sakit turut bertanggungjawab apabila tidak terpenuhinya
persyaratan informed consent, maka dokter yang bersangkutan dapat
dikenakan sanksi administratif.
Informed consent yang telah ditandatangani dapat dijadikan bukti di
pengadilan apabila terjadi tuntutan hukum di kemudian hari. Sehubungan
dengan itu, salah satu cara yang dilakukan untuk melindungi kepentingan
dokter terhadap tuntutan pasien, maka di dalam bentuk informed consent
secara tertulis dicantumkan syarat bahwa dokter tidak akan dituntut di
kemudian hari.
Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah,
maka dampaknya adalah :
1. Hukum Pidana : Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa
persetujuan dapat dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut
dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi
2. Hukum Perdata : Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap
dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan
sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud padahal
apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau
menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan
tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
3. Pendisiplinan oleh MKDKI : Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang
dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan
menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang
dapat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.
Contoh Informed Consent
Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan setelah diberikan
informasi melalui informed consent, penolakan tersebut dikenal
dengan istilah informed refusal. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkan
hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan
terhadap dirinya. Untuk informed refusal maka pasien harus
memahami segala konsekuensi yang akan terjadi pada dirinya yang
mungkin timbul akibat penolakan tersebut dan tentunya dokternya
tidak dapat dipersalahkan akibat karena penolakan tersebut. Untuk
penolakan tersebut maka dilakukan penandatangan oleh pasien pada
lembar Penolakan Tindakan Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai