Anatomi Sinus Paranasal Usuacid PDF
Anatomi Sinus Paranasal Usuacid PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Durasi
Akut 7 hari hingga ≤ 4 minggu
Subakut 4 hingga 12 minggu
Akut Rekuren ≥ 4 kali episode ARS per tahun
Kronik ≥ 12 minggu
Eksaserbasi Akut Rinosinusitis Keadaan akut yang memburuk pada
Kronik CRS
2.4. Etiologi
Menurut Andrew P. Lane dan David W. Kennedy (2003), faktor-faktor
yang berhubungan dengan patogenesis rinosinusitis dibagi dalam 2 besar, yaitu
faktor manusia dan lingkungan. Faktor manusia misalnya seperti genetik /
kelainan kongenital (kista fibrosis, sindrom silia imotil), alergi / kondisi imun
tubuh, kelainan anatomi, penyakit sistemik, kelainan endokrin, gangguan
metabolik, dan keganasan. Sedangkan faktor lingkungan misalnya seperti infeksi
(virus, bakteri, dan jamur), trauma, bahan kimia berbahaya, iatrogenik
(medikamentosa ataupun pembedahan).
Sinusitis yang disebabkan oleh infeksi ada 3 agen penyebabnya, yaitu
virus, bakteri, dan jamur. Rhinosinusitis akibat virus disebut common cold. Virus
yang menginfeksi antara lain : rhinovirus (50%), coronavirus (20%), influenza,
parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sementara
rinosinusitis bakterial akut disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenza (sekitar 60% kasus rinosinusitis akibat bakteri). Sisanya
disebabkan oleh Streptococcus grup A, Streptococcus milleri, Staphylococcus
aureus, Neisseria spp., basil gram negatif, Klebsiella sp., Moraxella catarrhalis,
dan Pseudomonas sp. Patogen anaerobik seperti Peptostreptococcus, Bacteroides
spp., dan Fusobacteria ditemukan pada kasus sinusitis maksilaris yang merupakan
infeksi sekunder terhadap penyakit gigi (Issing, 2010). Jenis jamur yang paling
sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida
(Mangunkusumo, 2010).
2.5. Patofisiologi
Sinus normal biasanya dalam keadaan yang steril. Bakteri yang masuk ke
sinus dapat dieliminasi dengan cepat melalui sekresi mukus yang dikeluarkan oleh
sel epitel kolumnar bersilia. Mukus itu sendiri dihasilkan oleh sel goblet dan
kelenjar submukosa. Oleh karena itu, jika ada kelainan pada silia, maka proses
eliminasi bakteri pun terhambat (Lane, 2003).
Baik atau tidak baiknya keadaan sinus dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu
patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucocilliary
clearance) di dalam kompleks ostio-meatal (KOM). Mukus sangat bermanfaat
dalam menjaga kesehatan sinus karena mengandung substansi antimikrobial
(immunoglobulin) dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan
(Soetjipto, 2010).
Inflamasi hidung dan sinus dari berbagai penyebab dapat mengakibatkan
obstruksi ostium-ostium sinus dan menjadi faktor predisposisi terhadap infeksi.
Faktor yang berperan dalam terjadinya acute bacterial sinusitis (ABRS) banyak,
secara garis besar dibagi atas 2 bagian, yaitu faktor manusia dan lingkungan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita itu sendiri (faktor manusia),
yaitu faktor genetik seperti sindrom silia imotil atau kista fibrosis, abnormalitas
anatomi (konka bulosa, kelainan septum, atau turbinatum paradoksal), penyakit
sistemik, keganasan, dan alergi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi infeksi
bakteri, virus, jamur, atau paparan primer maupun sekunder asap tembakau, akut
atau kronik bahan iritan atau bahan kimia berbahaya, faktor iatrogenik termasuk
pembedahan, medikamentosa ataupun pemasangan NGT. Berdasarkan bukti-bukti
yang ada saat ini, para individu dengan riwayat alergi memiliki tingkat insidensi
yang lebih tinggi terjadinya rinosinusitis akut dan kronik (Benninger, 2008).
2.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (Mangunkusumo, 2010). Anamnesis yaitu dengan cara
menanyakan riwayat dan perjalanan penyakit apakah sudah berlangsung selama
lebih dari 12 minggu serta didapatkan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dengan
2 gejala minor (Benninger, 2008). Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior
2.9. Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan mencegah perubahan akut menjadi kronik (Mangunkusumo,
2010). Jenis terapi dibagi menjadi 2 pilihan, yaitu secara medikamentosa dan
pembedahan.
2.9.2. Pembedahan
Tatalaksana pembedahan yang dilakukan ada beberapa cara, antara lain :
bedah sinus endoskopi fungsional dan operasi sinus terbuka, seperti operasi
Caldwell-Luc, etmoidektomi eksternal, trepinasi sinus frontal dan irigasi sinus.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi dengan metode Caldwell-Luc dilakukan pada kelainan sinus
maksilaris. Indikasi operasi dengan metode ini yaitu jika terlihat manifestasi klinis
seperti mukokel sinus maksilaris, polip antrokoanal, misetoma, atau benda asing
yang tidak dapat dijangkau melalui endoskopi intranasal (Lund, 2008).
c. Etmoidektomi Eksternal
Etmoidektomi eksternal telah banyak digantikan oleh bedah endoskopi.
Meskipun begitu, masih ada keuntungan dalam menggunakan metode operasi ini.
Misalnya, biopsi dapat dilakukan secara eksternal pada lesi sinus etmoid atau
frontal. Manfaat lain dari metode ini yaitu dapat memperbaiki komplikasi orbita
dari sinusitis etmoid akut atau frontal dengan cepat dan aman (Lane, 2003).
e. Irigasi Sinus
Irigasi sinus bermanfaat sebagai diagnostik sekaligus terapi. Irigasi sinus
dilakukan pada sinusitis maksilaris akut yang tidak dapat ditangani dengan
pengobatan konservatif dan juga dijadikan sebagai prosedur tambahan untuk
drainase eksternal pada komplikasi orbita yang akut. Pungsi antrum biasanya
dilakukan pada meatus inferior hidung (Lund, 2008).
2.10. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasinya berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi
lain yang dapat dijumpai pada sinusitis kronik yaitu osteomielitis, abses
subperiostal serta kelainan paru (Mangunkusumo, 2010).