Anda di halaman 1dari 241

Jun

25

Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat


Darurat
Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat Darurat Bagian I
STANDAR OPERATING PROCEDURE

1. Penanganan syok haemoragik


a. Defenisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya perdarahan
b. Tujuan
1) Memulihkan perfusi pada jaringan
2) Memulihkan keseimbangan cairan dalam tuibuh
3) Mencegah kematian
c. Indikasi
1) Syok haemoragik
d. Persiapan
1) Alat
- Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
- Neck collar
- Balut cepat
- Infus set
- Plester
- Ringer lactat yang hangat
- Monitor EKG
- Pulse oksimeter
- Oksigen set
- Kateter
- Urin bag
2) Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.
3) Lingkungan
Tenang dan aman

e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Airway dan C spine dijamin aman
3) Breathing dijamin aman, berikan oksigen
4) Circulation
o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL  1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya
syok.
o Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
o Transfusi spesifik type atau golongan O
o Stop sumber perdarahan
o Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan
5) Pasang monitor EKG
6) Pasang gastric tube
7) Pasang kateter dan nilai produksi urin
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I
2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi / medevak
3) Metabolisme anaerob
4) Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS
5) Gagal organ multipel (MOF) dan kematian
2. Thorak Masif
a. Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat trauma tajam atau
tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis, pembuluh darah hilus paru atau
robek parenkim paru atau jantung.
b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sesak
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c. Indikasi
1) Pasien dengan trauma tumpul dada
2) Perdarahan pada rongga dada
3) Luka tusuk pada dada
d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neck coller
3) Obat anasthesia lokal
4) Syringe
5) Infus set
6) Cairan ringar lactat yang hangat
7) Chest tube
8) Botol WSD
9) Oksigen set
10) Pulse oksimeter
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
3) Berikan oksigenasi 12 lt/menit
4) Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD
5) Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble
6) Lakukan resusitasi cairan secara stimulan
7) Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar
8) Pasang pulse oximetry
9) Pasang monitor EKG

f. Hal yang perlu diperhatikan


1) Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine
2) Cegah jangan sampai hipoksia
3) Adanya empisema toraks
3. Flail Chest
a. Defenisi
Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada sisanya (ada
bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis fraktur lebih dari satu pada
satu iga.
b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sakit
2) Mencegah kerusakan lebih lanjut pada dinding dada
c. Indikasi
1) Flail chest
d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Oksigen lengkap
3) Intubasi set
4) Suction lengkap
5) Infus set
6) Cairan ringer lactate
7) Pulse oksimetri
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, hisap cairan / darah dan kontrol C spine
3) Pasang intubasi
4) Berikan oksigenasi yang adekuat
5) Jamin breathing-ventilasi dengan baik
6) Infus RL, 2 jalur dengan jarum besar
7) Monitoring dengan pulse oximetry
f. Hal yang perlu diperhatikan
1) Hipoksia sebab kontusio paru
2) Nyeri pada pergerakan dada
4. Trauma Abdomen
a. Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan
b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan lebih lanjut organ di rongga abdomen
2) Mencegah terjadinya syok
c. Indikasi
Cedera pada daerah abdomen
d. Persiapan alat :
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Oksigen lengkap
3) Gurita
4) Infus set
5) Cairan ringer lactat hangat
6) Kassa steril
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan imobilisasi C spine
3) Pasien diberikan oksigen 6 ltr/menit
4) Pasang infus ringer lactat hangat dengan jarum yang besar
5) Pasang gurita jika terjadi perdarahan internal
6) Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab
7) Membantu dokter untuk mempersiapkan pasien untuk dilakukan operasi
8) Monitor tanda-tanda vital pasien
f. Hal yang perlu diperhatikan
1) Syok hemoraghik / hipovolemik
2) Koagulopati
3) Cegah hipoglikemi
4) Asidosis
5) Cega jantung sampai hipotermi
5. Cedera Kepala
a. Defenisi
Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma
b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan otak sekunder
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c. Indikasi
1) Contusio cerebri
2) Commotio cerebri
d. Persiapan alat
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neckcollar
3) Suction lengkap
4) Oksigen lengkap
5) Intubasi set
6) Long spine board
7) Infus set
8) Cairan ringer lactat hangat
9) Pulse oksimetri
10) Monitor EKG
11) Gastric tube
12) Folley chateter + urine bag
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort
2) Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)
3) Imobilisasi C spine dengan neck collar
4) Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik “Log Roll”.
5) Letakkan pasien di atas long spine board
6) Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai oropharingeal
jangan difiksasi
7) Membantu dokter pasang intubasi (jika ada indikasi)
8) Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan oksigen 100
% diberikan dengan kecepatan 10-121/menit
9) Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tanda-tanda syok dan
gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.
10) Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya
11) Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi
12) Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai kedinginan.
13) Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik / foto kepala
f. Hal yang perlu diperhatikan
1) Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih kecil dari 9
yaitu E-1, M-5, V= 1-2
2) Pupil anisokor, dengan perlambatan reaksi cahaya
3) Hemifarese
4) Monitor tanda-tanda vital secara ketat

6. Penanganan open pneumothorak


a. Defenisi
Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka yang menyebabkan terjadinya
pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter trachea
b. Indikasi
Pasien dengan open pneumothorak
c. Tujuan
Menghilangkan sesak nafas dan mempertahankan pasien tetap hidup
d. Pelaksanaan tindakan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2) Kassa steril
3) Plastik tipis
4) Plester
5) Cairan infus
6) Infus set
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2) Jaga ABC tetap stabil dan imobilisasi tulang servical
3) Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek
4) Plester pada tiga sisi saja (flutte type valve effect)
5) Kolaborasi dengan dokter untuk memasang chest tube dan WSD
6) Berikan oksigen 8 lt/menit
7) Berikan infuse RL 2 jalur dengan jarum yang besar
f. Hal penting yang perlu diperhatikan
1) Pasang monitor EKG
2) Pasang pulse oksimeter

7. Merawat/memandikan pasien luka bakar


a. Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan desinfektan
b. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi
Mengangkat jaringan nekrotik
c. Indikasi
Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort
b) Alat-alat steril
(1) Alat tenun
(2) Set ganti balutan
(3) Semprit 10 cc
(4) Kain kasa
(5) Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
(6) Sarung tangan
c) Alat-alat tidak steril
(1) Bengkok
(2) Ember
d) Obat-obatan
(1) Zalp kulit sesuai program (silver self)
(2) Obat penenang (bila diperlukan
e) Cairan
(1) NaCl 0,9 % / aquadest
(2) Cairan desinfektan
2) Pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Lingkungan
Ruang khusus
4) Petugas
Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2) Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus
a) Sebelum tindakan
- Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi
- Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius
- Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan konsentrasi sesuai aturan
b) Selama tindakan
- Pasien diantar ke ruang mandi
- Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju
- Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien
(a) Merendam pasien ke dalam bak mandi
(b) Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan
(c) Membuang jaringan neokroktik
(d) Memecahkan bullae
3) Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat tenun steril
4) Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai program dokter
5) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat perawatan luka
bakar
6) Melakukan observasi terhadap :
a) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
c) Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan
7) Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi
8) Memandikan pasien di ruang tindakan
a) Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.
b) Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :
(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel
(3) Membuang jaringan neokrotik
(4) Memecahkan bullae dengan memakai semprit
(5) Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan
c) Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian diberi zalf
sesuai program pengobatan
d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril
e) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang perawatan luka bakar
f) Mengobservasi terhadap :
1) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
2) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
3) Reaksi pasien setelah dimandikan
g) Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan
h) Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan keadaan umum
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Melaksanakan teknik aseptik secara benar
2) Respons pasien
3) Pola pernafasan pasien
4) Menghindari terjadinya hypotermia

8. Penanganan infark miokard akut


a. Pengertian
Penyakit jantung koroner yang ditandai dengan nyeri dada khas, keringat dingin diperkuat
dengan adanya gambaran ECG st elevasi
b. Tujuan
Agar penderita yang mendapat serangan ima dapat diselamatkan
c. Indikasi
1) Nyeri dada lebih dari 20 menit
2) ST elevasi > 0,1 mv pada sekurang-kurangnya 2 sedapan usia < 70 tahun
d. Persiapan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Monitoring EKG
3) Defibrilator
4) Syiring pump
5) Infuse pump
6) Oksigen
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Penderita dilayani sesuai dengan prosedur layanan unit gawat darurat.
3) Baringkan dengan posisi semi fowler
4) Berikan oksigen 4 lt/menit
5) Pasang EKG monitor
6) Pasang infuse
7) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan enzim jantung
8) Berikan acetosal 160-325 mg/oral
9) Berikan cedocard 5 mg sub lingual
10) Berikan morphin sesuai indikasi
11) Berikan nitrogliserida 5 gamma titrasi
12) Kolaborasi dengan tim medis
13) Siapkan ICU
Hal penting yang diperhatikan :
1) Observasi keadaan umum pasien
2) Observasi tanda-tanda vital
9. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan
jantung guna kelangsungan hidup pasien
b. Tujuan
Mengembalikan fungsi jantung dan fungsi paru
c. Indikasi
1) Henti nafas
2) Henti jantung
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Trolly emergency yang berisi :
(1) Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)
(2) Magil force
(3) Pipa trakhea berbagai ukuran
(4) Trakhea tube berbagai ukuran
(5) Gudel berbagai ukuran
(6) CVP set
(7) Infus set/blood set
(8) Papan resusitasi
(9) Gunting verband
(10) Bag resuscitator lengkap
(11) Semprit 10 cc – jarum no. 18
c) Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai
d) Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
e) EKG record
f) EKG monitor bila memungkinkan
g) DC shock lengkap
2) Pasien
a) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b) Posisi pasien diatur terlentang di tempat datar dan alas keras
c) Baju bagian atas pasien dibuka
e. Pelaksanaan
a) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Mengecek kesadaran pasien dengan cara :
1) Memanggil nama
2) Menanyakan keadaannya
3) Menggoyangkan bahu pasien/mencubit pasien
c) Jika pasien tidak sadar/tidak ada respon, aktifkan SPGDT
d) Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift dan bersihkan jalan nafas dari sumbatan
e) Menilai pernafasan dengan cara :
1) Melihat pergerakan dada/perut
2) Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung
3) Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau punggung tangan
f) Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buata dengan resuscitator sebanyak 2 kali secara
perlahan
g) Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba arteri karotis, jika arteri carotis teraba cukup
berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali
h) Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung luar
dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa baik 1 atau 2 penolong dan 3 : 1 untuk neonatus.
i) Setiap 4 siklus (4 kali kompresi dan 5 kali ventilasi) cek pernafasan
j) Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasi dimulai dengan kompresi jantung luar.

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan


a) Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi
b) Lakukan RJP BC sampai :
1) Timbul nafas spontan
2) Diambil alih alat/petugas lain
3) Dinyatakan meninggal
4) Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon
c) Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :
1) Dewasa
(a) Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu
(b) Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
(c) Kedalaman tekanan 3-5 cm
(d) Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
2) Anak
(a) Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan
(b) Kedalaman tekanan 2 – 3 cm
(c) Frekuensi penekanan 80 – 100 kali per menit
3) Neonatus
(a) Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong sedangkan tangan kiri memegang
lengan atas bayi sambil meraba arteri brakhialis sebelah kiri
(b) Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi sejajar putting susu 1
cm ke bawah
(c) Kedalaman tekanan 1-2 cm
(d) Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 : 1

10. Kejang Demam


a. Pengertian
Memberikan pertolongan bayi baru yang tidak segera menangis atau tidak segera bernafas.
b. Tujuan
Mengoptimalkan fungsi pernafasan dan oksigenasi paru
c. Indikasi
1) Bayi lahir tidak menangis
2) Ketuban pecah bercampur mekonium
3) Bayi tidak bernafas
d. Persiapan alat :
a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen)
b) Deelic
c) Masker bayi
d) Bag resuscitator bayi
e) Oksigen lengkap
f) Thermometer
e. Pelaksanaan
1) Jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah, atau bernafas cepat dan dangkal,
pucat atau biru dan atau lemas, maka :
a) Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit setengah ekstensi
agar jalan nafas terbuka, bayi harus tetap diselimuti. Hal ini penting sekali untuk mencegah
hypotermi pada bayi baru lahir.
b) Hisap mulai mulut, sedalam 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam 3 cm secara lembut
dengan menggunakan deelie (jangan memasukkan alat penghisap terlalu dalam pada
kerongkongan bayi). Karena dapat menyebabkan terjadinya bradikardi, denyut jantung yang
tidak teratur, spasme pada larink/tenggorokan bayi.
c) Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi (atau menyentil kaki bayi, keduanya aman dan
efektif untuk menstimulasi bayi)
d) Nila ulang keadaan bayi. Jika mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak diperlukan
tindakan lanjutan, lanjutkan perawatan pada bayi baru lahir normal.
e) Jika bayi tidak bernafas dengan normal atau menangis teruskan dengan ventilasi (40-60)
kali/permenit
f) Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir
g) Letakkan bayi dipermukaan yang datar, diselimuti dengan baik.
h) Periksa kembali posisi bayi baru lahir, kepala harus sedikit ditengadahkan.
i) Pasang sungkup oksigen atau gunakan bag valve dan mask yang ukurannya sesuai
j) Periksa pelekatannya dan berikan ventilasi dengan kecepatan 40 s/d 60 kali / permenit
2) Jika dada bayi tidak mengembang :
a) Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh
b) Periksa hidung dan mulut apakahj ada darah, mucus atau cairan ketuban, lakukan penghisapan
jika perlu
c) Remas BVM lebih keras untuk meningkatkan tekanan ventilasi
d) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas dengan
spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut.
Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
3) Kompresi dada :
a) Jika memungkinkan 2 tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan ventilasi dan
kompresi dada
b) Kebanyaka bayi akan membaik dengan ventilasi
c) Jika ada 2 tenaga kesehatan yang terampil dan pernafasan bayi lemah atau < 30 kali/menit dan
detak jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama 1 menit, tenaga kesehatan yang
kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan kecepatan 3 : 1
d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih peka dan mudah
patah, jantung dan paru-parunya mudah terluka
e) Lakukan tekanan pda jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat di bawah garis putih bayi,
ditengah dada. Dengan jari-jaring lurus, tekan dada sedalam 1-1,5 cm
4) Setelah bayi bernafas normal periksa suhu, jika di bawah 36,50 celcius atau punggung sangat
dingin lakukan penghangatan yang memadai. Perhatikan warna kulit, pernafasan dan nadi bayi
selama 2 jam. Ukur suhu bayi setiap jam sehingga normal (36,50C – 370C)
5) Catat dengan seksama semua tindakan yang dilakukan
11. Penanganan perdarahan post partum primer
a. Pengertian
Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah melahirkan lebih dari 500 cc atau
perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok
b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban segera dirujuk ke rumah sakit
c. Indikasi
1) Atonia uteri
2) Robekan jalan lahir
3) Retensi plasenta
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
b) Obat emergency
c) Obat-obatan anti perdarahan
d) Cairan infuse
e) Tampon
f) VC set
g) Hecting set
2) Pasien
3) lingkungan
e. Pelaksanaan
1) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan massage uterus supaya
berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan darah. Sambil
melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan
plasenta utuh dan lengkap.
2) Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit oksitosin IM
3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih
4) Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang
terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)
5) Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus terjadi. Berikan masases uterus untuk
mengeluarkan gumpalan darah.
6) Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan
jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
7) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.
8) Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima menit atau hingga perdarahan bisa
dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
9) Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan
10) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik :
a) Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih
b) Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati
c) Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan massase uterus untuk
memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan nadi.
11) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima menit setelah
dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
12) Jika tidak ada hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM
13) Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau
18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV
ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
14) Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung
15) Ulangi kompresi bimanual internal
16) Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala empat persalinan
dengan cermat.
17) Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan
18) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka kemungkinan
terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah yang nampak keluar,
abdomen teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan kolaborasi dengan OBSGYN)
19) Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan pada keadaan
darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
20) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan
tekanan darah
21) Buat catatan yang saksama tentang semua penilaian tindakan yang dilakukan dan pengobatan
yang dilakukan

12. Penanganan perdarahan post partum sekunder


a. Pengertian
Memberikan pertolongan pada korban dengan perdarahan pervaginam atau lochea berlebihan
pada 24 jam-42 hari setelah persalinan.
b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban untuk mendapat penanganan
c. Indikasi
1) Sisa plasenta
2) Robekan jalan lahir
3) Kelainan plasenta dan selaput ketuban
4) Persalinan lama
5) Infeksi uterus
6) Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat
7) Terbukanya luka setelah bedah caesar dan luka setelah episiotomi
d. Persiapan
a) Alat
(a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen, scort)
(b) Obat emergensi
(c) Obat anti perdarahan
(d) Cairan infus
(e) Infus set
(f) Tampon
(g) Hecting set
b) Pasien
Memberitahukan prosedur yang akan dilakukan
e. Pelaksanaan
1) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Petugas menggunakan
3) Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post partum sekunder paling
sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya.
4) Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / IV menggunakan jarum berlubang besar
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan
6) Pasang IV line
7) Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan tanda-tanda syok.
13. Menerima pasien dengan kedaruratan psikiatri
a. Pengertian
Suatu kegiatan menerima pasien baru dengan gangguan atau perubahan perilaku alam pikir atau
alam perasaan yang timbul secara tiba-tiba untuk mendapat pertolongan segera.
b. Tujuan
Untuk menghindari ancaman integritas fisik atau psikis terhadap diri pasien/orang lain maupun
ancaman integritas sosial
c. Indikasi
1) Pasien dengan perilaku bunuh diri
2) Pasien ganas menyerang (violence)
3) Panik/fuque
d. Persiapan
1) Alat-alat/obat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
b) Diagnosa test
c) Emergency trolley
d) Jaket pengaman (dwang jas)
e) Manset
f) Obat psikotropik)

2) Pasien
Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Lingkungan
Diusahakan tempat tersendiri
4) Petugas
Lebih dari satu orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mendampingi pasien saat dilakukan pemeriksaan/wawancara
3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama perawat
4) Meminta kepada pasien untuk mencoba mengendalikan diri dengan kata-kata sederhana dan
mudah dimengerti.
5) Mengajak pasien ke tempat tenang dan memotivasi untuk mengungkapkan perasaan secara
verbal
6) Pasien gasuh gelisah yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya disilangkan kedepan dada
7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada
8) Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang jaket pengaman
9) Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka pasien, petugas II
dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian mengangkat ke tempat tidur yang telah
disediakan.
10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil menjelaskan
bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol perilakunya dan akan dibuka jika
sudah mampu mengendalikan diri
11) Mengobservasi pasien sebelum dan sesudah tindakan meliputi :
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
- Respon dan perilaku pasien
12) Melaksanakan program pengobatan
13) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Petugas tetap menjaga jarak fisik dengan pasien.
2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi dari jauh
bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.
3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.
4) Pada saat pemasangan manset, posisi tangan/kaki tidak seperti disalib
5) Segera manset dibuka apabila pasien sudah dapat mengendalikan diri.
14. Memasang manset pad apasien kedaduratan psikiatri
a. Pengertian
Adalah suatu tindakan pengekangan pada kedaduratan psikiatri
b. Tujuan
1) Membantu pasien mengontrol perilakunya
2) Pasien dapat kooperatif pada saat dilakukan pengobatan.
3) Keamanan lingkungan dan petugas tidak terganggu
c. Indikasi
1) Pasien agresif
2) Psikosa akut
3) Pasien gasuh gelisah
4) Pasin hiperaktif
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, hanscoen, scort)
b) Manmset
c) Selimut/alas tempat tidur
d) Perlak
e) Sabuk pengaman
2) Obat
Obat-obat sesaui program (obat psikotropik)
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Lingkungan
Tenang dan aman
5) Petugas
Petugas lebih dari 2 orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mengusahakan agar pasien dapat terlentang di tempat tidur
3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien, petugas III
memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.
5) Memasang selimut
6) Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai program
7) Mengobservasi pemberian obat dan pengikatan
8) Mencatat seluruh tindakan
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Hindari adanya perlukaan akibat pengikatan
2) Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap setengah jam
3) Hindari bahaya jatuh
4) Observasi emosi pasien
5) Pengikatan segera dibuka jika pasienj sudah mengendalikan diri
15. Menerima pasien dengan kesadaran menurun
a. Pengertian
Kesadaran menurun adalah menurunnya respon pasien terhadap rangsangan verbal dan
rangsangan nyeri
b. Tujuan
Mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan mencegah terjadinya cacat tetap
c. Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Emergency trolley
c) Set terapi oksigen
d) Set penghisap sekresi
e) EKG record
f) Blood gas kit
g) Set venaseksi
h) Folley kateter
i) Lampu senter
2) Obat-obatan/cairan infus
a) Adrenalin
b) Sulfas atropin
c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %
d) NaCl 0,9 %
e) Ringer lactat
f) Bicarbonat nutrikus
g) Plasma expander
h) Obat-obatan lain sesuai kebutuhan
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Petugas
Lebih dari 2 orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Menidurkan dan mengatur posisi pasien sesuai kondisi
3) Menilai kesadaran pasien dengan cara :
a) Memanggil nama pasien/menanyakan keadaannya
b) Mencubit pasien
16. Pemasangan Needle Thoracosintesis
a. Pengertian
Menusukkan jarum dengan lumen yang besar ke rongga pleura
b. Tujuan
- Mengurangi rasa sesak nafas
- Mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Mengurangi rasa sakit
c. Indikasi
Pasien dengan tension pneumatorax
d. Persiapan
Alat :
- Alat pelindung diri (masker, handscoen)
- Jarum IV line No. 14
- Betadine
- Kassa
- Handscoen
- Plester

Pasien :
- Inform consent
- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
- Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan
Petunjuk :
- 2 orang
e. Pelaksanaan
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2. Petugas I mengamankan jalan nafas sambil mengamankan servicall
3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah dada yang
mengalami tension pneumatorax
4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula pada sela iga
ke tiga
5. Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke arah atas.
6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan kateternya
ditinggal.
7. Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah diberikan lubang
pada ujungnya.
8. Fiksasi IV cath dengan memberikan plester pada persambungan antara sarung tangan dengan IV
cath
9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Jumlah nafas dan kualitas pernafasan
2. Keluhan pasien
3. Segera lanjutkan dengan pemasangan WSD
17. Pemasangan Needle Crico Thyroidotomy
a. Pengertian
Menusukkan jarum yang berlumen pada membran crictohiroidea
b. Tujuan
1. Membuat jalan nafas
2. Menjaga jalan nafas tetap lancar
3. Memberikan oksigen
c. Indikasi
Sumbatan jalan nafas tidak biasa diatasi secara manual.
d. Persiapan
Alat :
- Alat pelindung diri (masker, handscoen)
- IV catheter No. 14
- Handschoen
- Jet insuflation
- Oksigen set lengkap
- Spuit 5 ml
- Cairan RL
Pasien :
- Tidurkan terlentang
Petugas :
- 1 orang
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Tidurkan pasien terlentang
3) Fiksasi trahcea pada posisi bagian lateral dekstra dan sinistra
4) Spuit diisi dengan cairan ½ nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.
5) Tusukkan jarum pada membran coroctyroidea ke arah caudal
6) Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan, kemudian lepaskan
spuit serta mandarin dicabut.
7) Hubungan jarum cricityroidotomy dengan jet insuflation untuk memberikan O2
8) Oksigen diberikan dengan cara 1 detik ditutup dengan 4 detik dibuka
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Observasi pasien
2. Jet insuflation dipasang paling lama 45 menit
3. Segera lanjutnya pemasangan tracheostube
18. Operasi krikotiroidotomi
a. Pengertian
Membuat jalan nafas melalui trachea dengan memasang kanul trachea
b. Tujuan
Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian atas.
c. Indikasi
Sumbatan total jalan nafas atas
d. Persiapan
- Alat
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Disposible calpel no. 11
3) Instrumen dasar
4) Antiseptic
5) Silocain 2 % injeksi
6) Dysposible syring 20 cc
7) Kanul trachea / ETT (nomor sesuai kebutuhan)
- Pasien
1. Inform consent
2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral

- Petugas
2 orang dokter dan perawat
e. Pelaksanaan
(a) Petugas menggunakan masker, handscoen
(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid, notch
cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi
(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi
(d) Buat insisi transversal di atas membran cricothyroid
(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan scalpel
dengan memutar 90 derajat
(f) Balon tube dikembangkan
(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8. lakukan fiksasi
tube agar posisi tidak berubah
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Monitor keadekuatan ventilasi
2. Siapkan ventilator dan suction set
3. Cek AGD

Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Add a comment

Kumpulan Asuhan Keperawatan dan Info


Kesehatan








 Beranda

1.

Jun

27

Vitamin dan Kegunaannya


Vitamin, dapat dikelompokkan menjadi :
Vitamin yang larut dalam air, meliputi vitamin B dan C
Vitamin yang larut dalam lemak/minyak, meliputi vitamin A, D, E, dan K.
Vitamin A (Retinol)
Vitamin yang penting untuk pemeliharaan sel kornea mata membantu pertumbuhan
tulang dan gigi pembentukan dan pengaturan hormon melindungi tubuh terhadap kanker.
Vitamin A banyak terdapat pada sayur-sayuran (wortel, ubi, labu kuning, bayam, tomat),
buah-buahan (pepaya), susu, keju, mentega, dan telur.
Jika tubuh kurang vitamin A menyebabkan penurunan fungsi kornea hingga kebutaan,
perubahan bentuk tulang, pertumbuhaannya terhambat, membentuk celah (kerusakan
pada gigi), terhentinya pertumbuhan sel-sel pembentuk gigi
Vitamin B
Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin yang penting untuk metabolisme karbohidrat, mengobati penyakit beri-beri,
keadaan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan akan vitamin B1, misalnya selama
kehamilan. Sumber vitamin B1: sayur-sayuran, kacang-kacangan susu, kuning telur,
kentang
Jika tubuh kurang vitamin B1menyebabkan berkurangnya kemampuan fisik maupun
psikis, tak ada nafsu makan, bobot badan berkurang, gangguan fungsi lambung dan usus.
Vitamin B2 (Ribiflavin)
Vitamin yang penting untuk pencegahan defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai
pelagra atau defisiensi vitamin B lainnya.
Sumber vitamin B2 : ragi, padi-padian, telur, berbagai sayuran, polong-polongan, susu,
keju, dan sebagian disintesis oleh bakteri usus.
Gejala kekurangan vitamin B2 jarang terjadi pada manusia. Biasanya vitamin B2 yang
didapat bersama makanan dan yang disintesis oleh bakteri usus sudah mencukupi.
Defisiensi biasanya timbul setelah diare kronis atau setelah terapi jangka panjang dengan
antibiotika atau sulfonamida.
Vitamin B3 (Niasin)
Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan protein.[20]
Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula darah,
tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun
dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini. Vitamin B3 termasuk salah satu jenis
vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging
unggas, dan ikan. Akan tetapi, terdapat beberapa sumber pangan lainnya yang juga
mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara lain gandum dan kentang manis.
Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan tubuh mengalami kekejangan, keram otot,
gangguan sistem pencernaan, muntah-muntah, dan mua
Vitamin B5 (Asam Pantotenat)
Vitamin B5 banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan
vitamin B5 berperan besar dalam berbagai jenis metabolisme, seperti dalam reaksi
pemecahan nutrisi makanan, terutama lemak. Peranan lain vitamin ini adalah menjaga
komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam
lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh. Vitamin B5 dapat ditemukan dalam
berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga
makanan nabati, seperti sayuran hijau dan kacang hijau. Seperti halnya vitamin B1 dan
B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan kulit pecah-pecah dan bersisik. Selain itu,
gangguan lain yang akan diderita adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur
Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 dosis tinggi digunakan untuk kerusakan akibat penyinaran, neuritis setelah
terapi isoniazid atau sikloserin.
Sumber vitamin B6 : ragi, padi-padian, sayuran hijau, otak, kuning telur, hati, dan susu.
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi pada manusia.
Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Vitamin yang penting untuk pembentukan sel (termasuk sel darah merah) dan
memelihara sel saraf
Sumber vitamin B12 : daging, susu, ikan, unggas (ayam).
Vitamin C (Asam Askorbat)
Vitamin yang penting untuk pembentukan kolagen, membantu absorpsi besi, sebagai
antioksidan, penghasil senyawa transmitter saraf dan hormon tertentu. Vitamin C terdapat
pada jeruk dan buah-buahan lain yang rasanya masam, cabai, brokoli.
Jika tubuh kurang vitamin C menyebabkan skorbut (pendarahan gusi), sariawan,
hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, mudah terjadi luka dan infeksi tubuh.
Vitamin D (Kalsiferol)
Vitamin yang penting untuk membantu pembentukan/pemeliharaan formasi tulang dan
homeostasis mineral.
Makanan yang mengandung vitamin D : susu, hati, telur, ikan, dan minyak ikan
Jika tubuh kurang vitamin D menyebabkan penyakit gastrointestinal (malabsorpsi atau
radang pankreas kronik). kegagalan ginjal kronik, pada anak-anak dapat menyebabkan
rakhitis.
Vitamin E(Tokoferol)
Vitamin yang penting untuk mencegah terjadinya hemolisis sel-sel darah merah dan
anemia.
Sumber vitamin E : sayuran hijau, kacang-kacangan
Jika tubuh kurang vitamin E dapat terjadi hemolisis sel darah merah.
Vitamin K (Filokuinona)
Vitamin K dalam tubuh akan mempengaruhi sistem enzim yang mensintesa faktor
pembekuan darah.
Sumber terbesar vitamin K berasal dari sayur-sayuran hijau seperti kangkung dan lobak,
brooli, taoge, bayam, dan kembang kol.
Jika tubuh kurang vitamin dapat menyebabkan darah sukar membeku.

Diposkan 27th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

2.

Jun

25

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Gawat Darurat

Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat Darurat Bagian I

STANDAR OPERATING PROCEDURE

1. Penanganan syok haemoragik

a. Defenisi

Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya
perdarahan

b. Tujuan
1) Memulihkan perfusi pada jaringan

2) Memulihkan keseimbangan cairan dalam tuibuh

3) Mencegah kematian

c. Indikasi

1) Syok haemoragik

d. Persiapan

1) Alat

- Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

- Neck collar

- Balut cepat

- Infus set

- Plester

- Ringer lactat yang hangat

- Monitor EKG

- Pulse oksimeter

- Oksigen set

- Kateter

- Urin bag

2) Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.

3) Lingkungan

Tenang dan aman

e. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Airway dan C spine dijamin aman

3) Breathing dijamin aman, berikan oksigen

4) Circulation

o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL  1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan
atau kelasnya syok.

o Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD

o Transfusi spesifik type atau golongan O

o Stop sumber perdarahan

o Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan

5) Pasang monitor EKG

6) Pasang gastric tube

7) Pasang kateter dan nilai produksi urin


Hal yang perlu diperhatikan :

1) Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I

2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi /
medevak

3) Metabolisme anaerob

4) Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS

5) Gagal organ multipel (MOF) dan kematian

2. Thorak Masif

a. Defenisi

Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat
trauma tajam atau tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis,
pembuluh darah hilus paru atau robek parenkim paru atau jantung.

b. Tujuan

1) Mengurangi rasa sesak

2) Mempertahankan pasien tetap hidup

c. Indikasi

1) Pasien dengan trauma tumpul dada

2) Perdarahan pada rongga dada

3) Luka tusuk pada dada

d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)

2) Neck coller

3) Obat anasthesia lokal

4) Syringe

5) Infus set

6) Cairan ringar lactat yang hangat

7) Chest tube

8) Botol WSD

9) Oksigen set

10) Pulse oksimeter

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar

3) Berikan oksigenasi 12 lt/menit

4) Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD

5) Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble

6) Lakukan resusitasi cairan secara stimulan

7) Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar

8) Pasang pulse oximetry


9) Pasang monitor EKG

f. Hal yang perlu diperhatikan

1) Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine

2) Cegah jangan sampai hipoksia

3) Adanya empisema toraks

3. Flail Chest

a. Defenisi

Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada
sisanya (ada bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis
fraktur lebih dari satu pada satu iga.

b. Tujuan

1) Mengurangi rasa sakit

2) Mencegah kerusakan lebih lanjut pada dinding dada

c. Indikasi

1) Flail chest

d. Persiapan alat

1) Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

2) Oksigen lengkap
3) Intubasi set

4) Suction lengkap

5) Infus set

6) Cairan ringer lactate

7) Pulse oksimetri

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Bersihkan jalan nafas, hisap cairan / darah dan kontrol C spine

3) Pasang intubasi

4) Berikan oksigenasi yang adekuat

5) Jamin breathing-ventilasi dengan baik

6) Infus RL, 2 jalur dengan jarum besar

7) Monitoring dengan pulse oximetry

f. Hal yang perlu diperhatikan

1) Hipoksia sebab kontusio paru

2) Nyeri pada pergerakan dada

4. Trauma Abdomen

a. Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan

b. Tujuan

1) Mencegah kerusakan lebih lanjut organ di rongga abdomen

2) Mencegah terjadinya syok

c. Indikasi

Cedera pada daerah abdomen

d. Persiapan alat :

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Oksigen lengkap

3) Gurita

4) Infus set

5) Cairan ringer lactat hangat

6) Kassa steril

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan imobilisasi C spine

3) Pasien diberikan oksigen 6 ltr/menit

4) Pasang infus ringer lactat hangat dengan jarum yang besar


5) Pasang gurita jika terjadi perdarahan internal

6) Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab

7) Membantu dokter untuk mempersiapkan pasien untuk dilakukan operasi

8) Monitor tanda-tanda vital pasien

f. Hal yang perlu diperhatikan

1) Syok hemoraghik / hipovolemik

2) Koagulopati

3) Cegah hipoglikemi

4) Asidosis

5) Cega jantung sampai hipotermi

5. Cedera Kepala

a. Defenisi

Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma

b. Tujuan

1) Mencegah kerusakan otak sekunder

2) Mempertahankan pasien tetap hidup

c. Indikasi

1) Contusio cerebri

2) Commotio cerebri
d. Persiapan alat

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Neckcollar

3) Suction lengkap

4) Oksigen lengkap

5) Intubasi set

6) Long spine board

7) Infus set

8) Cairan ringer lactat hangat

9) Pulse oksimetri

10) Monitor EKG

11) Gastric tube

12) Folley chateter + urine bag

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort

2) Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)

3) Imobilisasi C spine dengan neck collar

4) Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik “Log Roll”.


5) Letakkan pasien di atas long spine board

6) Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai
oropharingeal jangan difiksasi

7) Membantu dokter pasang intubasi (jika ada indikasi)

8) Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan
oksigen 100 % diberikan dengan kecepatan 10-121/menit

9) Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tanda-
tanda syok dan gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.

10) Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya

11) Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi

12) Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai
kedinginan.

13) Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik / foto kepala

f. Hal yang perlu diperhatikan

1) Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih
kecil dari 9 yaitu E-1, M-5, V= 1-2

2) Pupil anisokor, dengan perlambatan reaksi cahaya

3) Hemifarese

4) Monitor tanda-tanda vital secara ketat


6. Penanganan open pneumothorak

a. Defenisi

Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka yang menyebabkan
terjadinya pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter
trachea

b. Indikasi

Pasien dengan open pneumothorak

c. Tujuan

Menghilangkan sesak nafas dan mempertahankan pasien tetap hidup

d. Pelaksanaan tindakan

1) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)

2) Kassa steril

3) Plastik tipis

4) Plester

5) Cairan infus

6) Infus set

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)


2) Jaga ABC tetap stabil dan imobilisasi tulang servical

3) Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek

4) Plester pada tiga sisi saja (flutte type valve effect)

5) Kolaborasi dengan dokter untuk memasang chest tube dan WSD

6) Berikan oksigen 8 lt/menit

7) Berikan infuse RL 2 jalur dengan jarum yang besar

f. Hal penting yang perlu diperhatikan

1) Pasang monitor EKG

2) Pasang pulse oksimeter

7. Merawat/memandikan pasien luka bakar

a. Pengertian

Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan
desinfektan

b. Tujuan

Mencegah terjadinya infeksi

Mengangkat jaringan nekrotik


c. Indikasi

Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %

d. Persiapan

1) Alat

a) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort

b) Alat-alat steril

(1) Alat tenun

(2) Set ganti balutan

(3) Semprit 10 cc

(4) Kain kasa

(5) Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan

(6) Sarung tangan

c) Alat-alat tidak steril

(1) Bengkok

(2) Ember

d) Obat-obatan

(1) Zalp kulit sesuai program (silver self)

(2) Obat penenang (bila diperlukan

e) Cairan
(1) NaCl 0,9 % / aquadest

(2) Cairan desinfektan

2) Pasien

Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.

3) Lingkungan

Ruang khusus

4) Petugas

Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril

e. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)

2) Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus

a) Sebelum tindakan

- Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi

- Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius

- Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan konsentrasi sesuai aturan

b) Selama tindakan

- Pasien diantar ke ruang mandi

- Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju

- Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien


(a) Merendam pasien ke dalam bak mandi

(b) Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan

(c) Membuang jaringan neokroktik

(d) Memecahkan bullae

3) Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat
tenun steril

4) Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai
program dokter

5) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat
perawatan luka bakar

6) Melakukan observasi terhadap :

a) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan

b) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.

c) Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan

7) Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi

8) Memandikan pasien di ruang tindakan

a) Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.

b) Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :

(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan
desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel

(3) Membuang jaringan neokrotik

(4) Memecahkan bullae dengan memakai semprit

(5) Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan

c) Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian
diberi zalf sesuai program pengobatan

d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril

e) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang
perawatan luka bakar

f) Mengobservasi terhadap :

1) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan

2) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.

3) Reaksi pasien setelah dimandikan

g) Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan

h) Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan keadaan umum

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Melaksanakan teknik aseptik secara benar

2) Respons pasien

3) Pola pernafasan pasien

4) Menghindari terjadinya hypotermia


8. Penanganan infark miokard akut

a. Pengertian

Penyakit jantung koroner yang ditandai dengan nyeri dada khas, keringat dingin
diperkuat dengan adanya gambaran ECG st elevasi

b. Tujuan

Agar penderita yang mendapat serangan ima dapat diselamatkan

c. Indikasi

1) Nyeri dada lebih dari 20 menit

2) ST elevasi > 0,1 mv pada sekurang-kurangnya 2 sedapan usia < 70 tahun

d. Persiapan

1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)

2) Monitoring EKG

3) Defibrilator

4) Syiring pump

5) Infuse pump

6) Oksigen

e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)

2) Penderita dilayani sesuai dengan prosedur layanan unit gawat darurat.

3) Baringkan dengan posisi semi fowler

4) Berikan oksigen 4 lt/menit

5) Pasang EKG monitor

6) Pasang infuse

7) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan enzim jantung

8) Berikan acetosal 160-325 mg/oral

9) Berikan cedocard 5 mg sub lingual

10) Berikan morphin sesuai indikasi

11) Berikan nitrogliserida 5 gamma titrasi

12) Kolaborasi dengan tim medis

13) Siapkan ICU

Hal penting yang diperhatikan :

1) Observasi keadaan umum pasien

2) Observasi tanda-tanda vital

9. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

a. Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi
pernafasan dan jantung guna kelangsungan hidup pasien

b. Tujuan

Mengembalikan fungsi jantung dan fungsi paru

c. Indikasi

1) Henti nafas

2) Henti jantung

d. Persiapan

1) Alat

a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)

b) Trolly emergency yang berisi :

(1) Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)

(2) Magil force

(3) Pipa trakhea berbagai ukuran

(4) Trakhea tube berbagai ukuran

(5) Gudel berbagai ukuran

(6) CVP set

(7) Infus set/blood set

(8) Papan resusitasi


(9) Gunting verband

(10) Bag resuscitator lengkap

(11) Semprit 10 cc – jarum no. 18

c) Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai

d) Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai

e) EKG record

f) EKG monitor bila memungkinkan

g) DC shock lengkap

2) Pasien

a) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

b) Posisi pasien diatur terlentang di tempat datar dan alas keras

c) Baju bagian atas pasien dibuka

e. Pelaksanaan

a) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)

b) Mengecek kesadaran pasien dengan cara :

1) Memanggil nama

2) Menanyakan keadaannya

3) Menggoyangkan bahu pasien/mencubit pasien

c) Jika pasien tidak sadar/tidak ada respon, aktifkan SPGDT


d) Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift dan bersihkan jalan nafas dari sumbatan

e) Menilai pernafasan dengan cara :

1) Melihat pergerakan dada/perut

2) Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung

3) Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau punggung tangan

f) Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buata dengan resuscitator sebanyak 2 kali
secara perlahan

g) Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba arteri karotis, jika arteri carotis
teraba cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali

h) Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung
luar dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa baik 1 atau 2 penolong dan 3 : 1
untuk neonatus.

i) Setiap 4 siklus (4 kali kompresi dan 5 kali ventilasi) cek pernafasan

j) Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasi dimulai dengan kompresi
jantung luar.

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a) Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi

b) Lakukan RJP BC sampai :

1) Timbul nafas spontan

2) Diambil alih alat/petugas lain


3) Dinyatakan meninggal

4) Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon

c) Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :

1) Dewasa

(a) Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu

(b) Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus

(c) Kedalaman tekanan 3-5 cm

(d) Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit

2) Anak

(a) Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan

(b) Kedalaman tekanan 2 – 3 cm

(c) Frekuensi penekanan 80 – 100 kali per menit

3) Neonatus

(a) Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong sedangkan tangan kiri
memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri brakhialis sebelah kiri

(b) Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi sejajar
putting susu 1 cm ke bawah

(c) Kedalaman tekanan 1-2 cm

(d) Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 : 1


10. Kejang Demam

a. Pengertian

Memberikan pertolongan bayi baru yang tidak segera menangis atau tidak segera
bernafas.

b. Tujuan

Mengoptimalkan fungsi pernafasan dan oksigenasi paru

c. Indikasi

1) Bayi lahir tidak menangis

2) Ketuban pecah bercampur mekonium

3) Bayi tidak bernafas

d. Persiapan alat :

a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen)

b) Deelic

c) Masker bayi

d) Bag resuscitator bayi

e) Oksigen lengkap
f) Thermometer

e. Pelaksanaan

1) Jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah, atau bernafas cepat
dan dangkal, pucat atau biru dan atau lemas, maka :

a) Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit
setengah ekstensi agar jalan nafas terbuka, bayi harus tetap diselimuti. Hal ini
penting sekali untuk mencegah hypotermi pada bayi baru lahir.

b) Hisap mulai mulut, sedalam 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam 3 cm secara
lembut dengan menggunakan deelie (jangan memasukkan alat penghisap terlalu
dalam pada kerongkongan bayi). Karena dapat menyebabkan terjadinya bradikardi,
denyut jantung yang tidak teratur, spasme pada larink/tenggorokan bayi.

c) Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi (atau menyentil kaki bayi,
keduanya aman dan efektif untuk menstimulasi bayi)

d) Nila ulang keadaan bayi. Jika mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak
diperlukan tindakan lanjutan, lanjutkan perawatan pada bayi baru lahir normal.

e) Jika bayi tidak bernafas dengan normal atau menangis teruskan dengan ventilasi
(40-60) kali/permenit

f) Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir

g) Letakkan bayi dipermukaan yang datar, diselimuti dengan baik.

h) Periksa kembali posisi bayi baru lahir, kepala harus sedikit ditengadahkan.

i) Pasang sungkup oksigen atau gunakan bag valve dan mask yang ukurannya sesuai

j) Periksa pelekatannya dan berikan ventilasi dengan kecepatan 40 s/d 60 kali /


permenit
2) Jika dada bayi tidak mengembang :

a) Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh

b) Periksa hidung dan mulut apakahj ada darah, mucus atau cairan ketuban, lakukan
penghisapan jika perlu

c) Remas BVM lebih keras untuk meningkatkan tekanan ventilasi

d) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas
dengan spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan
resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.

3) Kompresi dada :

a) Jika memungkinkan 2 tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan


ventilasi dan kompresi dada

b) Kebanyaka bayi akan membaik dengan ventilasi

c) Jika ada 2 tenaga kesehatan yang terampil dan pernafasan bayi lemah atau < 30
kali/menit dan detak jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama 1
menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan
kecepatan 3 : 1

d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih
peka dan mudah patah, jantung dan paru-parunya mudah terluka

e) Lakukan tekanan pda jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat di bawah
garis putih bayi, ditengah dada. Dengan jari-jaring lurus, tekan dada sedalam 1-1,5
cm

4) Setelah bayi bernafas normal periksa suhu, jika di bawah 36,50 celcius atau
punggung sangat dingin lakukan penghangatan yang memadai. Perhatikan warna
kulit, pernafasan dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur suhu bayi setiap jam sehingga
normal (36,50C – 370C)

5) Catat dengan seksama semua tindakan yang dilakukan

11. Penanganan perdarahan post partum primer

a. Pengertian

Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah melahirkan lebih dari
500 cc atau perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok

b. Tujuan

Stabilisasi kondisi korban segera dirujuk ke rumah sakit

c. Indikasi

1) Atonia uteri

2) Robekan jalan lahir

3) Retensi plasenta

d. Persiapan

1) Alat

a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)

b) Obat emergency

c) Obat-obatan anti perdarahan

d) Cairan infuse

e) Tampon
f) VC set

g) Hecting set

2) Pasien

3) lingkungan

e. Pelaksanaan

1) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan massage uterus
supaya berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan
darah. Sambil melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban
untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.

2) Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit
oksitosin IM

3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih

4) Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan
lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep
arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)

5) Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus terjadi. Berikan masases uterus
untuk mengeluarkan gumpalan darah.

6) Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk
menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.

7) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.

8) Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima menit atau hingga perdarahan
bisa dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
9) Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan

10) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik :

a) Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih

b) Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati

c) Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan massase
uterus untuk memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan
nadi.

11) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima
menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan
dari vagina dengan hati-hati.

12) Jika tidak ada hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM

13) Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat
mungkin, dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.

14) Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung

15) Ulangi kompresi bimanual internal

16) Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala
empat persalinan dengan cermat.

17) Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan

18) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka
kemungkinan terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah
yang nampak keluar, abdomen teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan
kolaborasi dengan OBSGYN)
19) Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan
pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.

20) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan
dan tekanan darah

21) Buat catatan yang saksama tentang semua penilaian tindakan yang dilakukan dan
pengobatan yang dilakukan

12. Penanganan perdarahan post partum sekunder

a. Pengertian

Memberikan pertolongan pada korban dengan perdarahan pervaginam atau lochea


berlebihan pada 24 jam-42 hari setelah persalinan.

b. Tujuan

Stabilisasi kondisi korban untuk mendapat penanganan

c. Indikasi

1) Sisa plasenta

2) Robekan jalan lahir

3) Kelainan plasenta dan selaput ketuban

4) Persalinan lama

5) Infeksi uterus
6) Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat

7) Terbukanya luka setelah bedah caesar dan luka setelah episiotomi

d. Persiapan

a) Alat

(a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen, scort)

(b) Obat emergensi

(c) Obat anti perdarahan

(d) Cairan infus

(e) Infus set

(f) Tampon

(g) Hecting set

b) Pasien

Memberitahukan prosedur yang akan dilakukan

e. Pelaksanaan

1) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)

2) Petugas menggunakan

3) Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post partum
sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya.

4) Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / IV menggunakan jarum berlubang besar
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan

6) Pasang IV line

7) Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan tanda-tanda
syok.

13. Menerima pasien dengan kedaruratan psikiatri

a. Pengertian

Suatu kegiatan menerima pasien baru dengan gangguan atau perubahan perilaku
alam pikir atau alam perasaan yang timbul secara tiba-tiba untuk mendapat
pertolongan segera.

b. Tujuan

Untuk menghindari ancaman integritas fisik atau psikis terhadap diri pasien/orang
lain maupun ancaman integritas sosial

c. Indikasi

1) Pasien dengan perilaku bunuh diri

2) Pasien ganas menyerang (violence)

3) Panik/fuque

d. Persiapan

1) Alat-alat/obat

a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)

b) Diagnosa test
c) Emergency trolley

d) Jaket pengaman (dwang jas)

e) Manset

f) Obat psikotropik)

2) Pasien

Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

3) Lingkungan

Diusahakan tempat tersendiri

4) Petugas

Lebih dari satu orang

e. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen,


scort)

2) Mendampingi pasien saat dilakukan pemeriksaan/wawancara

3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama
perawat

4) Meminta kepada pasien untuk mencoba mengendalikan diri dengan kata-kata


sederhana dan mudah dimengerti.
5) Mengajak pasien ke tempat tenang dan memotivasi untuk mengungkapkan perasaan
secara verbal

6) Pasien gasuh gelisah yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya disilangkan


kedepan dada

7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada

8) Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang
jaket pengaman

9) Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka
pasien, petugas II dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian
mengangkat ke tempat tidur yang telah disediakan.

10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil
menjelaskan bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol
perilakunya dan akan dibuka jika sudah mampu mengendalikan diri

11) Mengobservasi pasien sebelum dan sesudah tindakan meliputi :

- Tekanan darah

- Nadi

- Pernafasan

- Respon dan perilaku pasien

12) Melaksanakan program pengobatan

13) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi

14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan


1) Petugas tetap menjaga jarak fisik dengan pasien.

2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi
dari jauh bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.

3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.

4) Pada saat pemasangan manset, posisi tangan/kaki tidak seperti disalib

5) Segera manset dibuka apabila pasien sudah dapat mengendalikan diri.

14. Memasang manset pad apasien kedaduratan psikiatri

a. Pengertian

Adalah suatu tindakan pengekangan pada kedaduratan psikiatri

b. Tujuan

1) Membantu pasien mengontrol perilakunya

2) Pasien dapat kooperatif pada saat dilakukan pengobatan.

3) Keamanan lingkungan dan petugas tidak terganggu

c. Indikasi

1) Pasien agresif

2) Psikosa akut

3) Pasien gasuh gelisah

4) Pasin hiperaktif

d. Persiapan
1) Alat

a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, hanscoen, scort)

b) Manmset

c) Selimut/alas tempat tidur

d) Perlak

e) Sabuk pengaman

2) Obat

Obat-obat sesaui program (obat psikotropik)

3) Pasien

Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

4) Lingkungan

Tenang dan aman

5) Petugas

Petugas lebih dari 2 orang

e. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen,


scort)

2) Mengusahakan agar pasien dapat terlentang di tempat tidur

3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien,
petugas III memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.

5) Memasang selimut

6) Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai
program

7) Mengobservasi pemberian obat dan pengikatan

8) Mencatat seluruh tindakan

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Hindari adanya perlukaan akibat pengikatan

2) Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap
setengah jam

3) Hindari bahaya jatuh

4) Observasi emosi pasien

5) Pengikatan segera dibuka jika pasienj sudah mengendalikan diri

15. Menerima pasien dengan kesadaran menurun

a. Pengertian

Kesadaran menurun adalah menurunnya respon pasien terhadap rangsangan verbal


dan rangsangan nyeri

b. Tujuan

Mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan mencegah terjadinya cacat tetap

c. Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun

d. Persiapan

1) Alat

a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)

b) Emergency trolley

c) Set terapi oksigen

d) Set penghisap sekresi

e) EKG record

f) Blood gas kit

g) Set venaseksi

h) Folley kateter

i) Lampu senter

2) Obat-obatan/cairan infus

a) Adrenalin

b) Sulfas atropin

c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %

d) NaCl 0,9 %

e) Ringer lactat

f) Bicarbonat nutrikus
g) Plasma expander

h) Obat-obatan lain sesuai kebutuhan

3) Pasien

Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

4) Petugas

Lebih dari 2 orang

e. Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)

2) Menidurkan dan mengatur posisi pasien sesuai kondisi

3) Menilai kesadaran pasien dengan cara :

a) Memanggil nama pasien/menanyakan keadaannya

b) Mencubit pasien

16. Pemasangan Needle Thoracosintesis

a. Pengertian

Menusukkan jarum dengan lumen yang besar ke rongga pleura

b. Tujuan

- Mengurangi rasa sesak nafas

- Mengeluarkan udara dari rongga pleura

- Mengurangi rasa sakit


c. Indikasi

Pasien dengan tension pneumatorax

d. Persiapan

Alat :

- Alat pelindung diri (masker, handscoen)

- Jarum IV line No. 14

- Betadine

- Kassa

- Handscoen

- Plester

Pasien :

- Inform consent

- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

- Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan

Petunjuk :

- 2 orang

e. Pelaksanaan

1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2. Petugas I mengamankan jalan nafas sambil mengamankan servicall

3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah
dada yang mengalami tension pneumatorax

4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula
pada sela iga ke tiga

5. Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke
arah atas.

6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan
kateternya ditinggal.

7. Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah
diberikan lubang pada ujungnya.

8. Fiksasi IV cath dengan memberikan plester pada persambungan antara sarung


tangan dengan IV cath

9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Jumlah nafas dan kualitas pernafasan

2. Keluhan pasien

3. Segera lanjutkan dengan pemasangan WSD


17. Pemasangan Needle Crico Thyroidotomy

a. Pengertian

Menusukkan jarum yang berlumen pada membran crictohiroidea

b. Tujuan

1. Membuat jalan nafas

2. Menjaga jalan nafas tetap lancar

3. Memberikan oksigen

c. Indikasi

Sumbatan jalan nafas tidak biasa diatasi secara manual.

d. Persiapan

Alat :

- Alat pelindung diri (masker, handscoen)

- IV catheter No. 14

- Handschoen

- Jet insuflation

- Oksigen set lengkap

- Spuit 5 ml

- Cairan RL
Pasien :

- Tidurkan terlentang

Petugas :

- 1 orang

e. Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)

2) Tidurkan pasien terlentang

3) Fiksasi trahcea pada posisi bagian lateral dekstra dan sinistra

4) Spuit diisi dengan cairan ½ nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.

5) Tusukkan jarum pada membran coroctyroidea ke arah caudal

6) Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan,
kemudian lepaskan spuit serta mandarin dicabut.

7) Hubungan jarum cricityroidotomy dengan jet insuflation untuk memberikan O2

8) Oksigen diberikan dengan cara 1 detik ditutup dengan 4 detik dibuka

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Observasi pasien

2. Jet insuflation dipasang paling lama 45 menit

3. Segera lanjutnya pemasangan tracheostube

18. Operasi krikotiroidotomi


a. Pengertian

Membuat jalan nafas melalui trachea dengan memasang kanul trachea

b. Tujuan

Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian
atas.

c. Indikasi

Sumbatan total jalan nafas atas

d. Persiapan

- Alat

1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)

2) Disposible calpel no. 11

3) Instrumen dasar

4) Antiseptic

5) Silocain 2 % injeksi

6) Dysposible syring 20 cc

7) Kanul trachea / ETT (nomor sesuai kebutuhan)

- Pasien

1. Inform consent

2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral

- Petugas

2 orang dokter dan perawat

e. Pelaksanaan

(a) Petugas menggunakan masker, handscoen

(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid,
notch cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi

(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi

(d) Buat insisi transversal di atas membran cricothyroid

(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan
scalpel dengan memutar 90 derajat

(f) Balon tube dikembangkan

(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8.
lakukan fiksasi tube agar posisi tidak berubah

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Monitor keadekuatan ventilasi

2. Siapkan ventilator dan suction set

3. Cek AGD
Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

3.

Jun

25

Perawatan Jenazah

BAB I
PENADHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada
kematian tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan
jenasah atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau
kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis dalam
24 jam mayat sudah mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang
dapat mencemari lingkungan sekitranya. Dan perawatan jenasah dilakukan untuk
mencegah penularan kuman atau bibit penyakit kesekitarnya. Selain itu perawatan
jenasah juga yaitu untuk mencegah pembusukan.
Mekanisme pembusukan disebabkan oleh otorisis yakni tubuh mempunyai enzim yang
setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, perawatan dilakukan untuk
menghambat aktifitas kuman.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan perawatan jenasah ?
2. apa tujuan dari perawatan jenasah ?
3. tindakan apa yang di lakukan pada peawatan jenasah
4. hal-hal apa yang harus diperhstikan dalam proses perawatan jenasah.?

C. Tujuan
Perawatan jenasah bertujuan untuk mencegah pembusukan. Selai itu jenash juga dapat
terawat dalam arti dapat diberikan obat-obtana pengawetan seperti formalin sehingga
mayat tersebut dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak.
D. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode yang kami gunakan adalah library reseal (metode
pustaka). Sebelum kami menyusun makalah ini terlebih dahulu kami mengumpulkan
data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku hingga media seperti internet

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi kematian
pada tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenasah
atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota/diluar negri.
Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya terkadang perlu dilakukan
pengangkutan atau perpindahan jenasah dari suatu tempat ketempat lainnya. Pada
keadaan ini, diperlukan pengawetan jenasah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenasah kelingkungannya.
Jenasah yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan potensial
menular petugas kamar jenasah. Keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada kasusu
semacam ini, kalau pun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan tetap
dilakukan perawatan jenasah untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit
disekitarnya.
Perawatan jenasah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan unifersal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut
keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasihati keluarga
dan mengambil tindakan yangs sesuai agar penanganan jenasah tidak menambah resiko
penularan penyakit seperti halnya hepatits/B, AIDS, Kolera dan sebagainya. Tradisi yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap jenasah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenasah sebagai
bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi HIV
meninggal, firus pun akan mati.
B. Tujuan Perawatan Jenasah
Adapun tujuan dari perawatan jenasah yaitu :
- Untuk mencegah terjadinya pembusukan pada jenasah
- Dengan menyuntikan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman seperti pemberian
intjeksi formalin murni, agar tidak meningalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku.
Dalam injeksi formalin dapat dimasukan kemulut hidung dan pantat jenasah.

C. Tindakan Diluar kamar jenasah


Adapun tindakan yang dilakukan diluar kamar jenasah yaitu :
- Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
- Memakai pelindung wajah dan jubah
- Luruskan tubuh jenasah dan letakan dalam posisi terllentang dengan tangan disisi atau
terlipat didada.
- Tutup kelopak mata atau ditutup dengan kapas atau kasa, begitu pula multu dan telinga.
- Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau
cairan tubuh lainnya.
- Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.
- Lepaskan semua alat kesehatan dan letakan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman
sesuai dengan kaidah kewaspadaan unifersal.
- Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
- Bersihkan tubuh jenasah tutup dengan kain bersih untuk disaksikan olehkeluarga
- Pasang label identitas pada laki-laki
- Beritahu petugas kamar jenasah bahwa jenasah adalah penderita penyakit menular
- Cuci tangan setelah melepas rarung tangan.

D. Tindakan dikamar jenasah


Adapun tidakan dikamar jenasah yaitu :
- Lakukan prosedur baku kewas padaan unifersal yaitu cuci tangan sebelum mamakai
sarung tangan.
- Petugas memakai alat pelindung :
• Sarung tangan karet yang panjang (sampai kesiku).
• Sebaiknya memakai sepatu boot sampai lutut
• Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
• Jubah atau celemek sebaiknya yang kedap air.
- Jenasah dimadikan oleh petugas kamar jenasah yang telah memahami cara
membersihkan atau memandikan jenasah penderita penyakit menular
- Bungkus jenasah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianut.
- Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung
tangan
- Jenasah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
- Jenasah tidak boleh dibalsem atau disuntik atau pengawetan kecauli oleh petugas
khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.
- Jenasah tidak boleh diotopsi, dalam hal tertentu, otosi dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakanoleh petugas rumah sakait yang
telah mahir dalam hal tersebut.
E. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses keperawatan
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses keperawatan yaitu :
- Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila tekenah darah atau
cairan tubuh lain.
- Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang
semua alat atau bendah tajam dalam wadahyang tahan tusukan
- Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpuahan darah atau cairan tubuh
lainnya segera dibersihkan dengancairan klorin 0,5 %
- Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan :
dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi, atau sterilisai
- Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastic
- Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesua pengolah sampah medis.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari perawtan jenasah yaitu :
- Pengawetan jenasah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenah untuk mengahambat pembusukan serta menjaga penampilan jenasah
supaya tetap mirim dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenasah dapat dilakukan
pada jenasah beberapa hari tidak dikubur.
- Dalam perawatan jenasah tidak boleh diototpsi. Dalam hal tertentu ototpsi dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh
petugas yang mahir dalam hal tersebut.

B. Saran

lakukan perawatan jenasah sesuai dtandar protocol.


makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

AtmaDja DS. Perawatan jenasah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran


Indonesia (Inpress, Agustus 2002)
Hamzah A. Hukum acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV.Aapta Artha Jaya, 1996
Moeljotno. Kitab Undang-Undang Hukum pidana Jakarta: Bumi Aksara. 1992

Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

4.

Jun

24
Imunisasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Sebelum bayi/anak-anak terkena infeksi, berilah imunisasi dasar sebelum bayi berumur 1
tahun.

2. Ada imunisasi yang perlu diberikan 3x, apabila 1x saja diberikan, kekebalan tidak
terjamin, imunisasi ulangan sangat penting.

3. Kalau anak sudah pernah sakit campak, jangan berikan imunisasi campak lagi. Karena
anak sudah menjadi kebal dengan serangan campak.

4. Vaksin yang disuntik/ di teteskan dimulut harus dalam keadaan dingin

5. Kalau botol vaksin dibuka, harus dapat dipakai, bila tidak khasiatnya hilang

6. Dihimbau pada masyarakat agar segera hadir di posyandu apabila petugas imunisasi
sudah siap dengan vaksin.

Perawatan sesudah suntikan BCG

- Sesudah mendapat suntikan BCG, anak-anak sebaiknya dihindari dari


matahari selama 2 jam
- Sesudah beberapa hari timbul gejala merah, bengkak, dan sakit ditempat
bekas suntikan.
- Perawatan yang diberikan yaitu :
1. Anak boleh mandi seperti biasa
2. Jangan tutup bekas suntikan BCG dengan vensan
3. Jangan menggaruk bekasnya
4. Jangan berikan obat atau bahan ramuan lainnya pada bekas suntikan
5. Benjolan akan sembuh dalam jangka waktu 8 minggu dan akan
meninggalkan bekas kecil.
PROSEDUR PEMBERIAN IMUNISASI
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkan vaksin BCG yang bertujuan untuk
memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dengan cara
menghambat penyebaran kuman.

Alat dan Bahan


1. Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm
2. Vial vaksin BCG kering dan gergaji ampul
3. Pelarut vaksin
4. Kapas lembap ( dibasahi air matang )
5. Sarung tangan bersih
Prosedur

1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan bersih
3. Jelaskan prosedur pada orangtua bayi tindakan imunisasi yang akan dilakukan
4. Buka ampul vaksin BCG kering
5. Larutkan vaksin dengan pelarut vaksin yang tersedia kurang lebih 4 cc
6. Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
7. Atur posisi dan bersihkan lengan (daerah yang diinjeksi, yaitu 1/3 bagian
lengan atas) dengan kapas yang telah di basahi
8. Tegangkan daerah yang akan di injeksi
9. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 10-15o (subkutan)
10. Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan melakukan masase
11. Usap bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
12. Lepas sarung tangan cuci tangan
13. Catat respons yang terjadi, vaksin dikatakan berhasil jika timbul benjolan di
kulit, kulit tampak pucat dan pori-pori jelas.

2. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah tindakan imunisasi denagan memberikan vaksin polio (dalam
bentuk oral) atau dikenal dengan sebutan oral polio vaccine (OPV) yang bertujuan
untuk memberi kekebalan dari penyakit poliomyelitis, dapat diberikan empat kali
dengan interval 4-6 minggu.
Alat dan Bahan
1. Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
2. Pipet plastik
Prosedur

1. Cuci tangan
2. Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilaksanakan
3. Ambil vaksin polio dalan termos es
4. Atur posisi bayi dalam posisi terlentang di atas pangkuan ibunya dan pegang
dengan erat
5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang di programkan atau yang
di anjurkan, yakni 2 tetes.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi

3. Imunisasi DPT/DT
Imunisasi ini dilakukan dengan memberikan vaksin DPT (dipteri pertusis tetanus)/
DT (dipteri tetanus) pada anak dengan tujuan memberi kekebalan dari kuman
penyakit dipteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian vaksi pertama pada usia 2 bulan dan
berikutnya dengan interval 4-6 minggu (kurang lebih 3 kali), selanjutnya ulangan
pertama satu tahun dan ulangan berikutnya tiga tahun sekali sampai usia 8 tahun.
Imunisasi ini tidak dianjurkan untuk bayi usia kurang dari 2 bulan mengingat
imunogen pertusis yang sangat reaktogenik dan adanya hambatan tanggap kebal
karena pengaruh antibody maternal untuk imunogen difteri atau tetanus.

Alat dan Bahan


1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin DPT dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas alcohol
4. Sarung tangan
Prosedur

1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program/ anjuran, yaitu 0,5 ml
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tanagn kiri ibu merangkul bayi,
menyngga kepala bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar kebelakang tubuh ibu dan tangan kanan ibu memegang
kaki bayi dengan kuat).
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah yang akan diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di daerah femur
9. Lepaskan sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.

4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dilakukan dengan memberikan vaksin hepatitis B kedalam
tubuh yang bertujuan untuk member kekebalan dari penyakit hepatitis. Pada ibu yang
menderita hepatitis B dengan HbsAg negatif, imunisasi dapat diberikan kepada anak
sesuai dengan dosis yang ada, kemudian dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan yang
ketiga pada usia 6 bulan. Apabila HbsAg ibu positif, vaksin dapat diberikan dalam
waktu 12 jam setelah bayi lahir kemudian suntikan kedua pada usia 1-2 bulan dan
ketiga. Imunisasi ulangan dapat diberikan 5 tahun kemudian.

Alat dan Bahan


1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas lakohol dalam tempatnya
4. Sarung tangan bersih
Prosedur

1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan pada orangtua prosedur yang dilakukan
4. Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5
ml
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi,
menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tanagn kanan ibu memegang kaki bayi
dengan kuat.
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area paha tengah bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah ynag diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan menusukkan jarumke intramuscular di daerah femur
9. Lepas sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.

5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah tindakan memberikan vaksin campak pada anak yang
bertujuan membentuk kekebalan terhadap penyakit campak yang dapat diberikan
pada usia 9 bulan secara subkutan, kemudian dapat diulang dalam interval waktu 6
bulan lebih setelah suntikan pertama.

Alat dan Bahan


1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas alkohol dalam tempatnya
4. Sarung tangan
Prosedur

1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil vaksin campak meggunakan spuit sesuai program/anjuran (0,5 ml)
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dijepit diketiak
ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan kiri
bayi)
6. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
7. Regangkan daerah yang akan di injeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 45o
9. Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan dengan
kapas
10. Lepas sarung tangan
11. Cuci tangan
12. Catat reaksi yang terjadi.
IMUNISASI PADA ANAK
A. PENGERTIAN

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti
BCG,DPT,Campak,dan melalui mulut seperti vaksin polio.

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan


(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DEPKES 2000)

Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu.

Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa factor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi
antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan
tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari factor yang mempengaruhinya sehingga
kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.

B. JENIS IMUNISASI

Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapakan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada
dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman
yang masuk dapat dicegah, pertahanan tubuh tersebut pertahanan nonspesifik dan
pertahanan spesifik, proses meknisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana komplemen dan
makrofag ini yang pertama kali akan memberiakan peran ketika ada kuman yang masuk
dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu
pertahanan tubuh yang spesifik terdiri dari system humoral dan selular. Sistem
pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya.
System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang di sebut immunoglobulin ( IgA,
IgM, IgG, IgE ) dan system pertahanan selular terdiri dari limfosit B dan limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel
memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan
proses tersebut maka imunisasi di bagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif.

a. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai anti gen yang di harapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan
menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkan sel memori sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :

1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba
guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau
virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya
mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
imunogenitas antigen.

b. Imunisasi pasif

Merupakan pemberian zat atau immunoglobulin yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh terinfeksi.
Dalam pemberian imunisai pada anak dapat dilakukan dengan beberapa imunisasi yang
dianjurkan diantaranya :

1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang
berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang
berat seperti TBC pada selaput otak TBC milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC
tulang. Imunisasi BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan waktu pemberian
BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau
3 bulan kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intra dermal. Efek samping
pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapata terjadi limfadenitis
regional dan reaksi panas.

2. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri.


Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah
dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentkan zat anti
(toksoid). Frekuensi pemberisn imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud
pemberian utama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap
vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti, kedua dan ketiga
terbentuk zata anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2-11 bulan
dengan interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek
samping pada DPT mempunyai efek ringan dan berat, efek ringan seperti
pembengkakkan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat
menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati dan syok.

3. Imunisasi polio

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya poliomyelitis yang


dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 kali. Waktu pemberian
imunisasi polio pada umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu. Cara
pemberian imunisasi polio melalui oral.

4. Imunisasi campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak


pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kanndungan vaksi ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian
imunisasi campak pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui subkutan
kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruang pada suntikan dan panas.

5. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis


yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi
hepatitis tiga kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara
pemberian imunisasi hepatitis adalah intramuscular.

6. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, dan Rubela)

Merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan atau mencegah terjadinya


penyakit campak (Measles), Gondong, parotis epidemika (Mumps) dan rubella (campak
jerman). Dalam imunisasi MMR antigen yang dipakai adalah virus campak strain
Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3 dan virus gondong. Vaksin ini
tidak dianjurkan pada bayi dibawah 1 tahun dikuatirkan terjadi interverensi dengan
antibody maternal yang masih ada khusus pada daerah endemi sebaiknya diberikan
imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan boster
dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.

7. Imunisasi Tiphus Abdominalis

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit tifus


abdominalis, dalam persediaannya khususnya di Indonesia terdapat tiga jenis vaksin tifus
abdominalis di antaranya kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif,
berna) dan antigen capsular Vi polysaccharide (Typhim Vi, Pasteur Meriux). Pada vaksin
kuman yang dimatikan dapat diberikan untuk bayi 6-12 bulan adalah 0,1 ml, 1-2 tahun
0,2 ml, dan 2-12 tahun adalah 0,5 ml, pada imunisai awal dapat diberikan sebanyak 2 kali
dengan interval 4 minggu kemudian penguat setelah satu tahun kemudian. Pada vaksin
kuman yang dilemahkan dapat diberikan dalam bentuk kapsul enteric coated sebelum
makan pada hari 1, 2, 5 pada anak diatas usia 6 tahun dan pada antigen capsular diberikan
pada usia diatas dua tahun dan dapat diulang tiap tiga tahun.

8. Imunisasi Varicella

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit varicella


(cacar air). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella zoster strain OKA yang
dilemahkan. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12
tahun di daerah tropic dan bila di atas usia 13 tahun dapat diberikan dua kali suntikan
dengan interval 4-8 minggu.

9. Imunisasi Hepatitis A

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis


A. Pemberian imunisasi ini dapat diberikan pada usia diatas dua tahun. Untuk imunisasi
awal dengan mengguanakan vaksin Havrix ( isinya virus hepatitis A strain HM 175 yang
inactivated) dengan 2 suntikan dengan interval 4 minggu dan boster pada enam bulan
kemudian dan apabila mengguanak vaksin MSD dapat dilakukan tiga kali suntikan pada
usia 0,6 dan 12 bulan.

10. Imunisasi HiB (Haemophilus Influenzae Tipe B)

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza


tipe b. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi kuman H. Influenzae tipe b. antigen
dalam vaksin tersebut dapat di konjugasi dengan protein-protein lain seperti toksoid
tetanus (PRP-T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan kuman
menongokokus (PRP-OMPC).

c. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN IMUNISASI

Vaksin Dosis Cara Pemberian


BCG 0,05 cc Intra cutan didaerah muskulusdeltoideus
DPT 0,5 cc Intra muscular
Hepatitis B 0,5 cc Intra muscular
Polio 2 tetes Mulut
Campak 0,5 cc Subkutan daerah lengan kiri atas
TT 0,5 Intra muscular
D. JUMLAH, INTERVAL WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI

Vaksin Jumlah Pemberian Interval Waktu pemberian


BCG 1 kali 0-11 bulan
DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0-11 bualn
Polio 4 kali 4 minggu 9-11 bulan
Campak 1 kali 0-11 bulan

E. CARA PENYIMPANAN

RANTAI DINGIN (COLD CHAIN). Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat
digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau
efek kekebalan pada penerimaannya, akan tetapi apabila vaksin diluar temperature yang
dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.

Potensi Vaksin dalam Temperatur

Vaksin 0-8 derajat celcius 35-37 derajat celcius


DT 3-7 tahun 6 minggu
Pertusis 18-24 bulan Dibawah 50 % dalam 1 minggu
BCG
- Kristal 1 tahun Dibawah 20% dalam 3-14 hari
- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja Dipakai dalam 1 kali kerja
Campak
- Kristal 2 tahun 1 minggu
- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja Dipakai dalam 1 kali kerja
Polio 6-12 bulan 1-3 hari

IMUNISASI DI INDONESIA

DAFTAR IMUNISASI YANG DIHARUSKAN DAN DIANJURKAN DI INDONESIA

a. Yang diharuskan

1. BCG (Bacillus Calmette-Guerin)


2. Hepatitis B
3. DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)
4. Polio
5. Campak
b. Yang dianjurkan

1. MMR (Measles / Campak, Mumps / Parotitis, Rubella / Campak Jerman)


2. Hib (Haemophilus influenza b)
3. Demam Tifoid
4. Hepatitis A
Dari imunisasi yang diharuskan dan dianjurkan di Indonesia pemerintah dan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 1999) membuat jadwal vaksinasi sebagai berikut.

1. BCG diberikan antara saat lahir-umur 2 bulan.

2. Hepatitis B pertama diberikan antara saat lahir- umur 2 bln.

3. Hepatitis B kedua diberikan antara umur 1 bln-4 bln.

4. Hepatitis B ketiga diberikan antara umur 6 bln-18 bln.

5. Hepatitis B keempat diberikan antara umur 10 thn-11 thn.

6. DPT pertama diberikan antara umur 2 bln-4 bln.

7. DPT kedua diberikan antara umur 3 bln-5 bln.

8. DPT ketiga diberikan antara umur 4 bln-6 bln.

9. DPT keempat diberikan antara umur 18 bln-2 thn.

10. DPT kelima diberikan antara umur 5 thn-7 thn.

11. DPT keenam diberikan pada umur 12 thn.

12. Polio pertama diberikan antara saat lahir-umur 1 bln.

13. Polio kedua diberikan antara umur 2 bln-4 bln.

14. Polio ketiga diberikan antara umur 3 bln-5 bln.

15. Polio keempat diberikan antara umur 4 bln-6 bln.

16. Polio kelima diberikan antara umur 18 bln-2 thn.

17. Polio keenam diberikan antara umur 5 thn-7 thn.

18. Campak pertama diberikan antara umur 6 bln-9 bn.

19. Campak kedua diberikan antara umur 5 thn-7 thn.


20. MMR pertama diberikan antara umur 12 bln-18 bln.

21. MMR kedua diberikan antara umur 11 thn-12 thn.

22. Hib pertama diberikan pada umur 2 bln.

23. Hib kedua diberikan pada umur 4 ln.

24. Hib ketiga diberikan pada umur 6 bln.

25. Hib keempat diberikan antara umur 15 bln-18 bln.

26. Demam Tifoid dibrikan antara umur 2 thn-12 thn, diulangi setiap 3 thn.

27. Hepatitis A diberikan antara umur 2 thn-12 thn, diulangi 3x.

28. Varisela diberikan mulai umur 10 tahun.


REFERENSI
1. Supartini, Yupi, S.Kp, MSc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.
EGC. Jakarta
2. Prof, Dr, dr, Wahab A. Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi & Penyakit Imun.
Widya Medika. Jakarta
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba
Medika. Jakarata
4. www.gambarimunisasi.com
Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

5.

Jun

24

Asuhan Keperawatan Hipertensi

HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Tentang Tekanan Darah

1. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding

pembuluh darah. (Baradero, 2008 )

2. Faktor-faktor yang mempertahankan tekanan darah arteri

 Kekuatan jantung memompakan darah, membuat tekanan yang dilakukan

jantung sehingga darah bisa beredar keseluruh tubuh dan darah dapat

kembali lagi ke jantung.

 Elastisitas dinding aliran darah. Didalam arteri tekanan lebih besar dari

pada di dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari

pada vena.

 Tahanan tepi. Tahanan yang dikeluarkan oleh darah mengalir dalam

pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar yang berada dalam arterial.

Turunnya tekanan mengakibatkan denyut pada kapiler dan vena tidak

teraba.

( H. Syaifuddin, 2006)

3. Teknik pemeriksaan tekanan darah

1) Palpasi

Cara palpasi dapat dilakukan sebagai berikut

 Hanya untuk mengukur tekanan sistolik.

 Manset spigmomanometer yang dipasang di atas siku tangan.


 Lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi

pergelangan tangan tidak teraba lagi, kemudian tekanan di dalam

manset diturunkan.

 Amati tekanan dalam spigmomanometer.

 Waktu denyut nadi teraba pertama kali, bacalah tekanan dalam

spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.

2) Auskultasi

Cara auskultasi untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik adalah

sebagai berikut:

 Manset spigmomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop

diletakkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak

bawah manset spigmomanometer.

 Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam spigmomanometer

dinaikkan dengan memompa sampai nadi tidak terdengar lagi,

kemudian tekanan di dalam spigmomanometer diturunkan pelan-pelan.

 Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan

yang tercantum dalam spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan

sistolik.

 Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap

terdengar sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah

kemudian menghilang sama sekali. Pada saat suara denyutan yang

keras itu menghilang, kita baca lagi tekanan dalam spigmomanometer,

tekanan itu adalah tekanan diastolik.


 Tekanan darah diukur pada saat klien berbaring. Pada klien hipertensi

perlu juga diukur tekanan darah saat berdiri.

 Kadang - kadang di jumpai masa bisu (auscultatory gap), yaitu suatu

masa dimana denyut nadi tidak terdengar saat tekanan

spigmomanometer diturunkan. Misalnya denyut pertama terdengar

pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar

pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu pada tekanan antara 220-

150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada klien hipertensi yang

belum diketahui penyebabnya.

(Mutaqqin, 2009)

B. Konsep Dasar Hipertensi

1. Pengertian .

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya

140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. (Sylvia A. Price,

Lorraine M. Wilson, 2005)

2. Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun atau lebih

Sistolik Distolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal <130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensiϯ

Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99

Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

(Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, 2005)

Tabel 2. Klasifikasi menurut WHO (World Health Organization).

Kategori Sistol Diastol

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub-grup: perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥140 < 90

(isolated systolic hypertension)

Sub-grup: perbatasan 140-149 <90

Sani Aulia, 2008)

3. Etiologi

a. Sekitar 90% penyebab hipertensi belum diketahui dengan pasti yang

disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Sedangkan 7% disebabkan


oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh

kelainan hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lain.

(Muttaqin, 2009)

b. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan, dan

rangsangan kopi yang berlebihan kopi, tembakau dan obat-obatan yang

merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat berpengaruhi

faktor keturunan. (Brunner dan Suddart, 2002)

4. Gambar anatomi

Gambar 1 : Anatomi Jantung

Gambar 2 : Sistem Saraf Perifer

Arteri koronaria yang mengalami penyempitan

Gbr. 3 cardiac scaning pd AMI (www.pdpersi.com)

Arteri pulmonal
Arteri koronaria dan oksigen dalam otot jantung
Otot jantung
Kematian otot jantung
Plague pada arteri
trombus

Gbr. 4 anatomi jantung yang terkena infark

5. Manifestasi Klinis

a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan penigkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

(Corwin, 2009)

6. Komplikasi

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan

tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran

darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang

mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma.

b. Olahraga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan

darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan

mungkin TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL (High desinty

lipoprotein), yang dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat

hipertensi.

c. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila

terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh

darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen

miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia


jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel

dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel

sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan.

d. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah

ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,

protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma

berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi

kronis.

e. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang

sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler

dan mendorong cairan ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.

Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang

tidak adekuat,kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu

mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan. (Corwin, 2009)

Mata (retinopathy), diperhatikan selaput lendir konjungtiva

mata,terutama intensitas warna kemerahannya untuk diperkirakan Hb

darah atau ada tidaknya anemia. Sklera dan pupil mata juga diperhatikan
baik warna, bentuk dan reflex tehadap cahaya. Bila ada ikterus akan lebih

mudah terlihat pada sklera mata. Di samping itu, diperhatikan bentuk,

gerakan bola mata dan kelopak mata, apakah ada eksoftalmus atau edema

palpebra. Pemeriksaan fundus kopi dilakukan untuk melihat gambaran

arteri dan vena dalam mata. (Sjaifoellah Noer, 1996)

7. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan

hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks


adrtenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan

hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer

bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terejadi pada usia

lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menenurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer. (Brunner dan Suddart, 2002)

Hipertensi kronis merupakan penyebab kedua terjadinya gagal ginjal

stadium akhir dan 21% kasus membutuhkan terapi penggantian ginjal. (Sylvia

A. Price, 2006)
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN HIPERTENSI

Gangguan Emosi Alkohol Tembakau Obesitas


Kelainan Ginjal

Merangsang Pusat Vasomotor Mengadung Nikotin

Dihantarkan Dalam Bentuk Impuls

Melalui Sistem Saraf Simpatis

Merangsang Serabut Saraf Dan Ganglia

Pembuluh Darah Neropinefrin Dilepaskan

Merangsang Pengeluaran Epinefrin,

Kortisol, Dan Adrenalin Vasokontriksi Pembuluh Darah

NYERI

Peningkatan Aktivitas Vasokontriksi Peningkatan Tekanan Vaskuler

RESIKO TINGGI TERHADAP PENURUN CURAH JANTUNG

Serebral

Penurunan Darah Ke Ginjal

Pelepasan Renin pembentukan angitensin I menjadi angiotensin II


vasokonstriksi kuat
Retensi Natrium sekresi aldosteron

Peningkatan Volume Intravaskuler Peningkatan Afterload Hipertrofi ventrikel


Beban Jantung Penurunan Kontraksi Ventrikel kiri

Meningkat

KURANG PENGETAHUAN

Peningkatan Tekanan

Pembuluh Darah Perubahan Status Kesehatan Kurang Sumber Informasi


Dan Tidak Terpajan Informasi

KOPING INDIVIDU INEFEKTIF

PERUBAHAN NUTRISI : DARI KEBUTUHAN TUBUH

Penurunan Pompa Jantung krisis situasional

Masukan berlebihan sehubungan metabolik

Suplai Darah dan O2 Keseluruh

Tubuh Berkurang

INTOLERANSI AKTIVITAS

Kelemahan
8. Penatalaksanaan

Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan menurunkan

kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, atau Total Peripheral Resistance

(TPR). Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis dapat membantu

individu mengurangi tekanan darahnya.

a. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan

darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga

kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

b. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara

menghambat respons stres saraf simpatis.

c. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke

berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

d. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah

jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan

airnya. Sebagian diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.

e. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau

arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk

kontraksi. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk

saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik

untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, berbagai

penyakat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam

menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup , dan TPR.


f. Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibitor ACE

(Angiotensin Converting Ensyme) berfungsi untuk menurunkan

angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Kondisi ini menurunkan

tekanan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak

langsungdengan menurunkan sekresi aldosteron, yang akhirnya

meningkatkan pengeluaran natrium pada urine kemudian menurunkan

volume plasma dan curah jantung. Inhibitor ACE juga menurunkan

tekanan darah dengan efek bradikinin yang memanjang, yang normalnya

memecah enzim. Inhibitor ACE dikontraindikasi untuk kehamilan.

g. Vasodilator arteriol langsung dapat dingunakan untuk menurunkan TPR.

h. Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet

pembatasan natrium.

i. Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi

lahir.

(Corwin, 2009)

9. Diagnostik Tes

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hemoglobin/hematokrit

Mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).

2) BUN (Blood Ureum Nitrogen)/kreatinin

Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.


3) Glukosa

Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan

hipertensi).

4) Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi

5) Kolesterol dan trigeliserida serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)

6) Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau

adanya diabetes

b. Foto Dada

Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katup, deposit pada

dan/atau takik aorta, perbesaran jantung.

c. CT scan (Computer Tomografi )

Mengkaji tumor serebral, ensefalopati.

d. EKG (Elektro Kardio Grafik)

Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda

dini penyakit jantung hipertensi. Gelombang P menggambarkan

depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya

0,11 detik atau kurang


C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

(Nursalam, 2001)

Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan hipertensi menurut Doenges,

dkk antara lain :

a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda :

1) Frekuensi jantung meningkat,


2) Perubahan irama jantung,

3) Takipnea.

b. Sirkulasi
Gejala :

1) Riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan

penyakit serebrovaskular.

Episode palpitasi, perspirasi


Tanda :

1) Kenaikan Tekanan darah (pengukuran serial dari naikan tekanan darah


diperlukan untuk menegakkan diagnosa)
2) Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat)
3) Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan denyut

seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis

atau brakialis ; denyut poplitel, tibialis posterior, pedalis tidak teraba /

lemah.

4) Denyut apical : PMI kemungkinan bergeser dan atau sangat kuat

5) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia

6) Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini) ; S4

(pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri)

7) Murmur stenosis valvular.

8) Desiran vaskuler terdengar diatas karotis, femoralis dan

epigastrium(stenosis arteri).

9) Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi

perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi)

10) Kulit : pucat, sianosis,dan diaphoresis (kongesti, hipoksemia)

kemerahan(feokromositoma).

c. Integritas Ego
Gejala :

1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah


kronik (dapat mengindiaksikan kerusakan serebral)
2) Faktor – faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan

dengan pekerjaan).

Tanda :

1) Letupan hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang


meledak.
2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),

gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti :
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang
lalu).

e. Makanan / Cairan
Gejala :

1) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi

lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang di goreng, keju, telur),

gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.

2) Mual, muntah,

3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/turun),

4) Riwayat penggunaan diuretik.

Tanda :

1) Berat badan normal atau obesitas,


2) Adanya edema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena, DVJ

(Distensi Vena Jugularis); glikosuria (hamper 10% pasien hipertensi

adalah diabetik).

f. Neurosensori
Gejala :

1) Keluhan pening-pening / pusing,


2) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan

menghilang secara spontan setelah beberapa jam),


3) Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh

4) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).

5) Episode epistaksis.

Tanda :

1) Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola / isi bicara, afek,


proses pikir, atau memori (ingatan)
2) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan/atau reflex

tendon dalam.

3) Perubahan – perubahan retinal optic : dari seklerosis/penyempitan arteri

ringan sampai berat dan perubahan skelerotik dengan edema atau

papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung berat lamanya hipertensi.

g. Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala :

1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung),

2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi aterosklerosis

pada arteri pada ekstrimitas bawah)

3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang terjadi sebelumnya.

4) Nyeri abdomen/massa (feokromasitoma)

h. Pernapasan
Gejala :

1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja,

2) Takipnea,ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal,

3) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum,

4) Riwayat merokok.
Tanda :

1) Distress respirasi penggunaan otot aksesori pernafasan,

2) Bunyi nafas tambahan (krekels/mengi),

3) Sianosis.

i. Keamanan
Gejala :

1) Gangguan koordinasi / cara berjalan


j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :

1) Faktor - faktor resiko keluarga ; hipertensi, ateroskleorosis, penyakit

jantung, DM (Diabetes Melitus), penyakit serebrovakular/ginjal.

2) Penggunaan pil KB (Keluarga Berencana) atau hormon lain, penggunaan

alkohol / obat.

Rencana pemulangan :

1) Bantu dengan pemantauan diri, TD (Tekanan Darah)


(Doenges Marilynn, dkk. 2000)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respons individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,

sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan

keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. (Nursalam, 2001)


Diagnosa keperawatan yang sering timbul pada pasien dengan

hipertensi, antara lain :

a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokontriksi pembuluh darah, iskemia miokardia.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

c. Nyeri berhubungan dengan meningkatnya tekanan vaskuler cerebral.

d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :

masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic, pola hidup

monoton, keyakinan budaya.

e. Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis

situasional/maturasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak

adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tak pernah olah

raga, nutrisi buruk, harapan yang tidak terpenuhi, kerja berlebihan,

persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif.

f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan

kognitif, menyangkal diagnosa.

(Doenges Marilynn, dkk. 2000)

g. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi

pada diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001)


Perencanaan keperawatan menurut Marilynn Doenges, dkk. 2000 :

Dx I : Resiko tinggi penurunan curah jantung

kriteria hasil

1) Intervensi keperawatan Berpartisipasi dalam aktivitas yang

menurunkan TD/beban kerja jantung.

2) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat

diterima.

3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang

normal pasien.

Intervensi keperawatan

1) Pantau tekanan darah.

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang

lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah

vascular.

2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis

mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai

mungkin menurun, mencerminkan efek dari

vasokontriksi dan kongesti vena.

3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena

adanya hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan

atrium). Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi


ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi

dapat mengidentifikasikan kongesti paru sekunder

terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.

4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisihan

kapiler.

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa

pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan

vasokontriksi atau mencerminkan

dekompensasi/penurunan curah jantung.

5) Catat edema umum/ tertentu.

Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal

atau vascular.

6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan

lingkungan. Batasi jumlah penunjung dan lamanya tinggal.

Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis;

meningkatkan relaksasi.

7) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti, istirahat di tempat

tidur/kursi; jadwal periode istirahat tanpa gangguan; bantu pasien

melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

Rasional : Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi

tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.

8) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti; pijatan

punggung dan leher , meninggikan kepala tempat tidur.


Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan

rangsang simpatis

9) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.

Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan

stres, membuat efek tenang, sehingga akan

menurunkan TD.

10) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.

Rasional : Respons terhadap terapi obat “stepped” (yang terdiri

atas diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator)

tergantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena

efek samping tersebut, maka penting untuk

menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan

dosis paling rendah.

11) Kolaborasi.

Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh :

Diuretic tiazid misalnya klorotiazid

Rasional : Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur

dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien

dengan fungsi ginjal yang relatif normal. Diuretic ini

memperkuat agen-agen antihipertensif ,lain dengan

membatasi retensi cairan.

Diuretic loop mis furosemid


Rasional : Obat ini menghasilkan dieresis kuat dengan

menghambat resorpsi natrium dan klorida dan

merupakan antihipertensif efektif, khususnya pada

pasien yang resisten terhadap tiazid atau mengalami

kerusakan ginjal.

Inhibitor simpatis misalnya propanolol

Rasional : Kerja khusus obat ini bervariasi, tetapi secara umum

menurunkan TD melalui efek kombinasi penurunan

tahanan total perifer, menurunkan curah jantung,

menghambat aktivitas simpatis, dan menekan

pelepasan renin.

Vasodilator misalnya nifedipin

Rasional : Mungkin di perlukan untuk mengobati hipertensi berat

bila kombinasi diuretik dan inhibitor simpatis tidak

berhasil mengontrol TD. Vasodilatasi vaskuler jantung

sehat dan meningkatkan aliran darah koroner

keuntungan sekunder dari terapi vasodilator.

Inhibitor adrenergik yang kerja secara sentral : klonidin

Rasional : Obat ini meningkatkan rangsangan simpatis pusat

vasomotor untuk menurunkan tahanan arteri perifer.


12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.

Rasional : Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan dengan

respons hipertensif, dengan demikian menurunkan

beban kerja jantung.

13) Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.

Rasional : Bila hipertensi berhubungan dengan adanya

feokromositoma, maka pengangkatan tumor akan

memperbaiki kondisi

Dx II : Intoleransi aktivitas

Kriteria hasil

1) Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan.

2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat

diukur.

3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

Intervensi keperawatan

1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi

lebih dari 20x/m di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang

nyata selama/sesudah aktivitas(tekanan sistolik meningkat 40

mmHg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmHg ), dispnea atau

nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaphoresis,

pusing atau pingsan.

Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji

respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada


merupakan indikator dari kelebihan kerja yang

berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis,

menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau

menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.

Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan

energi, juga membantu keseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri

bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan

kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya

sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian

dalam melakukan aktivitas

Dx III : Nyeri

Kriteria hasil

1) Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol

2) Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan

3) Mengikuti regimen farmakologi

Intervensi keperawatan

1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.


2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit

kepala, mis : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher,

tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan

imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.

Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral

dan yang memperlambat/memblok respons simpatis

efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan

komplikasinya.

3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala, mis : mengejan saat BAB, batuk

panjang, membungkuk.

Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala pada adanya

peningkatan tekanan vaskular serebral.

4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan

dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami

episode hipotensi postural.

5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila

terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakuakan

untuk menghentikan perdarahan.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung

dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas


dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan

mengeringkan membran mukosa.

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgatik,diazepam.

Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan

rangsangan sistem saraf simpatis. Dapat mengurangi

tegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh

stres.

Dx IV : Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

Kriteria hasil

1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.

2) Menunjukkan perubahan pola makan (mis : pilihan makanan,

kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang

diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.

3) Melakukan/mempertahankan program olah raga yang tepat secara

individual.

Intervensi keperawatan

1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi

dan kegemukan.

Rasional : Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah

tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan

peningkatan curah jantung berkaitan dengan

peningkatan massa tubuh.


2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan

lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.

Rasional : Kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya

aterosklerosis dan kegemukan, yang merupakan

predisposisi untuk hiprtensi dan komplikasinya,

misalnya stroke, penyakit ginjal, gagal jantung.

Kelebihan masukan garam memperbanyak volume

cairan intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang

lebih memperburuk hipertensi.

3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.

Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.

Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat

badan, bila tidak maka program sama sekali tidak

berhasil.

4) Kaji ulang pemasukan kalori harian dan pilihan diet.

Rasional : Mengidentivikasi kekuatan/kelemahan dalam program

diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan

individu untuk penyesuaian/penyuluhan.

5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien,

mis : penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.

Rasional : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500

kalori/hari secara teori dapat menurunkan berat badan

0,5 kg/minggu. Penurunan berat badan yang lambat


mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot

dan umumnya dengan cara mengubah kebiasaan

makan.

6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian

termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan

perasaan sekitar saat makanan dimakan.

Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi

yang dimakan, dan kondisi emosi saat makan.

Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor

mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.

7) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan

dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, eskrim, daging)

dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).

Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan

kolesterol penting dalam mencegah perkembangan

aterogenesis.

8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi

kebutuhan diet individual.

Dx V : Koping individu inefektif

Kriteria hasil

1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya.

2) Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi.


3) Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langkah

untuk menghindari/mengubahnya.

4) Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping

efektif.

Intervensi keperawatan

1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,

mis: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan

berpartisipasi dalam rencana pengobatan.

Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup

seseorang, mengatasi hipertensi kronik, dan

mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam

kehidupan sehari hari.

2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan

konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,

ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.

Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin

merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui

telah menjadi penentu utama TD diastolik.

3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan

kemungkinan strategi untuk mengatasinya.

Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama

dalam mengubah respons seseorang terhadap stresor.


4) Libatkan pasien dalam perancanaan perawatan dan beri dorongan

partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.

Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri

yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping,

dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen

terapeutik.

5) Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup.

Tanyakan pertanyaan seperti ”apakah yang anda lakukan

merupakan apa yang anda inginkan?”

Rasional : fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada

relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang

diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk

“kontrol,” dan fokus keluar dapat mengarah pada

kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.

6) merencanakan perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk

menyesuaikan, ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.

Rasional : perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara

realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan

tidak berdaya.

Dx VI : Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit

Kriteria hasil

1) menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen

pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi

yang perlu diperhatikan.

3) Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi keperawatan

1) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang

terdekat.

Rasional : kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena

perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati

mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk

mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.

2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang

hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan

otak.

Rasional : memberikan dasar untuk pemahaman tentang penin

gkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang

sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat

terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan

pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika

merasa sehat.

3) Hindari mengatakan TD ‘normal’ dan gunakan istilah “terkontrol

dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang

diinginkan.
Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang

kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol”

akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan

untuk melanjutkan pengobatan/medikasi.

4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko

kardiovaskular yang dapat diubah, mis: obesitas, diet tinggi lemak

jenuh, dan kolesterol, pola hidup mononton, merokok dasn minum

alkohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh

stres.

Rasional : faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan

dalam menunjang hipertensi dan penyakit

kardiovaskular serta ginjal.

5) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana

perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi

faktor-faktor diatas.

Rasional : Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses

penyakit atau memperburuk gejala. Dengan

mengubah pola perilaku yang “biasa/memberikan rasa

aman” dapat sangat menyusahkan. Dukungan,

petunjuk dan empati dapat meningkatkan

keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas ini.

6) Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam

membuat rencana untuk berhenti merokok.


Rasional : Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin,

mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung, TD,

dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan,

dan meningkatkan beban kerja miokardium.

7) Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen pengobatan

dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut.

Rasional : kurangnya kerja sama adalah alasan umum kegagalan

terapi antihipertensif. Oleh karenanya, evaluasi yang

berkelanjutan untuk kepatuhan pasien adalah penting

untuk keberhasilan pengobatan. Terapi yang efektif

menurunkan insiden stroke, gagal jantung, gangguan

ginjal dan kemungkinan MI.

8) Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan TD mandiri.

Evaluasi pendengaran, ketajaman penglihatan dan keterampilan

manual serta koordinasi pasien.

Rasional : Dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat untuk

memantau TD adalah meyakinkan untuk pasien, karena

hasilnya memberikan penguatan visual/positif akan

upaya pasien.

9) Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana,

memudahkan untuk minum obat.

Rasional : Dengan mengnidividualsisasikan jadwal pengobatan

sehingga sesuai dengan kebiasaan/kebutuhan pribadi


pasien dapat memudahkan kerja sama dengan

regimen jangka panjang.

10) Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional,

dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan,

dan idiosinkrasi.

Rasional : Informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek

samping adalah umum dan sering menghilang dengan

berjalannya waktu dengan demikian meningkatkan

kerja sama rencana pengobatan.

11) Sarankan untuk mengubah posisi, olah raga kaki saat berbaring.

Rasional : Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat

ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiri terlalu

lama.

12) Rekomendasikan untuk menghindari mandi air panas, ruang

penguapan, dan penggunaan alkohol yang berlebihan.

Rasional : Mencegah vasodilatasi yang tak perlu dengan bahaya

efek samping yaitu pingsan dan hipotensi.

13) Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi perawatan

sebelum menggunakan obat-obatan yang diresepkan atau tidak

diresepkan.

Rasional : tindak kewaspadaan penting dalam pencegahan interaksi

obat yang kemungkinan berbahaya. Setiap obat yang

mengandung stimulan saraf simpatis dapat


meningkatkan TD atau dapat melawan efek

antihipertensif.

14) Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan/cairan

tinggi kalium, mis: jeruk, pisang, tomat, kentang, aprikot, kurma,

buah ara, kismis, gatorade, sari buah jeruk, dan minum yang

mengandung tinggi kalsium, mis: susu rendah lemak, yogurt atau

tambahan kalsium sesuai indikasi.

Rasional : Diuretik dapat menurunkan kadar kalium. Penggantian

diet lebih baik dari pada obat dan semua ini diperlukan

untuk memperbaiki kekurangan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa mengkonsumsi kalsium 400-200

mg per hari dapat menurunkan TD sistolik dan

diastolik.memperbaiki kekurangan mineral dapat juga

mempengaruhi TD.

15) Jelaskan rasional regimen diet yang diharuskan (biasanya diet

rendah natrium, lemak jenuh, dan kolesterol).

Rasional : kelebihan lemak jenuh, kolesterol, natrium, alkohol,

dan kalori telah didefinisikan sebagai resiko nutrisi

dalam hipertensi. Diet rendah lemak dan tinggi lemak

poli-tak jenuh menurunkan TD, kemungkinan melalui

keseimbangan prostaglandin, pada orang-orang

normotensif dan hipertensi.


16) Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium,

(mis; garam meja, makanan bergaram, daging dan keju olahan,

saus, sup kaleng, dan sayuran, soda kue, baking powder, MSG).

Tekankan pentingnya membaca label kandungan makanan dan

obat yang dijual bebas.

Rasional : Diet rendah garam selama dua tahun mungkin sudah

mencukupi untuk mengontrol hipertensi sedang atau

mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan.

17) Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein,

mis: kopi, the, cola, coklat.

Rasional : kafein adalah stimulan jantung dan dapat memberikan

efek merugikan pada fungsi jantung.

18) Tekankan pentingnya perencanaan/penyelesaian periode istirahat

harian.

Rasional : Dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan

meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas

19) Anjurkan pasien untuk memantau respons fisiologis sendiri

terhadap aktivitas (mis; frekuensi nadi, sesak napas) laporkan

penurunan toleransi terhadap aktivitas, dan hentikan aktivitas yang

menyebabkan nyeri dada, sesak napas, pusing, keletihan berat, atau

kelemahan.

Rasional : Keterlibatan pasien dalam memantau toleransi

aktivitasnya sendiri penting untuk keamanan


dan/atau memodifikasi aktivitas kehidupan sehari-

hari.

20) Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri seperti

olahraga aerobik (berjalan, berenang) yang pasien mampu lakukan.

Tekankan pentingnya menghindari aktivitas isometrik.

Rasional : Selain membantu menurunkan TD, aktivitas aerobik

merupakan alat menguatkan sistem kardiovaskular.

Latihan isometrik dapat meningkatkan kadar

katekolamin serum, akan lebih meningkatkan TD.

21) Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan

dukungan pasien dalam membuat perubahan pola hidup.lakukan

untuk rujukan bila ada indikasi.

Rasional : Sumber-sumber dimasyarakat seperti Yayasan Jantung

Indonesia, “coronary club.” Klinik berhenti merokok,

rehabilitasi alkohol, program penurunan berat badan,

kelas penanganan stres, dan pelayanan konseling dapat

membantu pasien dalam upaya mengawali dan

mempertahankan perubahan pola hidup.

(Doenges Marilynn, dkk. 2000)

h. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan


kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping. (Nursalam 2001)

i. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, dan pelaksanaan yang sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi

adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. (Nursalam

2001)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta, EGC.

Doenges, Marlynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta,


EGC.

Nursalam, 2001. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta, Salemba


Medika.

Price Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi


6. Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Brunner dan Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, vol. 2, edisi 8. Jakarta,
EGC.
Sani Aulia, 2008. Hypertension. Jakarta, Medya Crea.

Muttaqin Arif,2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler Dan Hematologi, Jakarta: Salemba Medika

Syaifuddin. H, 2006. Anatomi Fisiologi, Edisi 3. Jakarta, EGC.

Baradero Mary, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler,


Jakarta, EGC.

Ade Dian, 2002. Internet. Insiden Hipertensi. www. Com (di akses tanggal 22
Januari 2011).

Siska Viatyasari, 2008. Internet. Sistem Saraf Perifer. www. Com. (akses 21
Februari 2011)

Srikandi Putri, 2009. Internet. Anatomi Jantung.www.com (31 januari 2011)

Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Add a comment

6.

Jun

24

Masa Nifas

Masa Nifas

A. Definisi

Masa nifas (pueperium) adalah setelah kelahiran placenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

B. Tujuan asuhan masa nifas

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologik

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif mendekati maslaah, mengobati

atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi


3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, keluarga

berencana menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi

yang sehat

4. Memberikan pelayanan keluarga berencana

C. Perubahan-perubahan fisiologis

1. Involusi rahim

Setelah placenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi

dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri ± 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari

berikutya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari ini uterus

mengecil dengan cepat, sehingga pada hari ke 10 tidak teraba lagi dari luar.

Setelah 6 minggu tercapai lagi . Ukurannya yang normal. Sesudah placenta

lahir beratnya rahim ± 1000 gr seminggu kemudian 500 gr, 2 minggu post

partum 375 gr dan pada akhir puerperium 50 gr. Involusi terjadi karena

masing-masing sel menjadi lebih kecil, karena cytoplasmanya yang

berlebihan dibuang. Involusi disebabkan oleh proses aufolysis, pada mana

zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan

kencing. Sebagai bukti bahwa kadar nitrogen dalam air kencing sangat

tinggi.

Pelepasan placenta dan selaput janin dan dinding rahim terjadi pada

stratum spongosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak bahwa lapisan atas
dari startum spongiosum yang tingga; menjadi nekrosis sedangkan lapisan

bawahnya yang berhubungan dengan lapisan otot terpelihara dengan baik.

Bagian yang nekrosis dikeluarkan dengan lochia sedangkan lapisan yang

sehat menghasilkan endometrium yang batu. Epitel baru terjadi dengan

prolifesasi. Kelnajr-kelanjat sedangkan stroma baru dibentuk dari jaringan

ikat dinatra kelenjar-kelanjar, epitalisasi siap dalam 10 hari, kecuali pada

tempat placenta dimana epitalisasi memakan waktu 3 minggu.

2. Involusi tempat placenta

Setelah persalinan tempat placenta merupakan tempat dengan

permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Degan cepat

luka ini mengecil pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada

akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas bekas luka placenta mengandung

banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasa luka

yang sedemikian sembuh dengan menjadi parut tetapi luka bekas placenta

tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini dengan cara

yang sangat luar biasa yang dibawah luka ada pertumbuhan endometrium

baru. Endometrium ini tumbuh di pinggir luka dan juga dan sisa kelenjar

pada dasar luka

3. Pembuluh darah rahim


Dalam kehamilan uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh

darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi

peredaran yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang

menduga bahwa pembuluh-pembuluh darah yang besar tersumbat karena

perubahan-perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh

darah yang kecil.

4. Perubahan pada cerviks dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui

oleh 2 jari pinggir. Pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak, karena robekan

dalam persalinan, pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 11

jari saja. Pada cerviks terbentuk sel-sel otot baru. Karena retraksi dari

cerviks, robekan cerviks menjadi sembuh. Vagina yang sangat renggang

waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal.

5. Dinding perut dan peritoneum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu

lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang pada

wanita tang athenis terjadi diastasis dari otot rectus abdominalis sehingga

sebagian dari dinding perut digaris tengah hanya tediri dari peritoneum.

Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.


6. Saluran kencing

Dinding kandung kencing memperlihatkan odema dan

hyperademia. Kadang-kadang odema dari trigonum, menimbulkan obstruksi

dan uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam

puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga kandung

kencing penuh atau sesudah kencing penuh atau sesudah kencing masih

tinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma. Pada dinding kandung

kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan

pyelum, normal kembali dalam 2 minggu.

7. Laktasi

Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi. Tiap lobus

terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini. Acini ini menghasilkan air

susu. Tiap lobulus mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu.

Saluran-saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap

lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke puting

susu dimana masig-masing bermuara.

Keadaan buah dada pada 2 hari, pertama nifas sama dengan

keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung

susu, melainkan coloctum terdiri yang dapat dikeluarkan dengan memijat


areola mammae cairan kolostum terdiri dari albumin yang membeku kalau

dipanaskan. Dibandingkan dengan air susu. Kolostrum lebih banyak

mengandung protein dan garam, gulanya sama tetapi lemaknya kurang.

Dalam colostrum terdapat globulin yang mengandung antibodies.

Air susu warnannya putih kekuning-kuningan reaksinya alkalis

BD 1.026-1.036

Susunan air susu, kurang lebih :

- Protein : 1-2 %

- Lemak : 3-5 %

- Gula : 6,5-8 %

- Garam : 0,1-0,2 %

Susunan ini berbeda tiap ibu-ibu dan pada seorang ibupun berbeda-

beda dari waktu ke waktu

D. Klinik nifas
Suhu badan dalam nifas hendakya normal, apabila ≥ 380 C dianggap

sebagai tanda ifeksi demam biasanya disebabkan oleh infeksi nifas, nadi cepat

banyak terdapat karena ibu bayak kehilangan darah

Lochia adalah rabas/bekuan darah kecil dari uterus yag keluar setelah

bayi lahir, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua atau

merah coklat.

Macam-macam lochia:

1. Lochia rubra

Pengeluaran sampai paa hari kedua yang mengandung darah dan debris

decidua serta debris trofoblastik

2. Lochia serosa

Pengeluaran pada hari ke 3-4 yang mengandung darah lama, serum leukosit

dan debris jaringan. Berwarna merah muda atau coklat.

3. Lochia alba

Pengeluaran pada hari ke 10 yag mengandung leukosit, decidua, sel epitel,

mukus, serum dan bakteri, berwara kuning sampai putih

E. Perawatan dalam nifas

1. Early

Ibu dibolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam post partum
Keuntungan early ambulation yatu penderita merasa lebih sehat dan lebih

kuat, faal usus dan kandung kemih lebih baik

2. Diet

Ibu diberi gizi yang cukup yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin-vitamin,

mineral dan air

3. Suhu

Awasi tanda-tanda ifeksi

4. Miksi

Tiap penderita disuruh kencing 6 jam post partum. Kalau dalam 8 jam post

partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi 100 cc,

maka dilakukan kateterisasi

5. Defekasi

Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi clysma air

sabun atau glycerine

6. Perawatan payudara

Puting susu harus dibersihkan dengan air masak

7. Follow up

6 minggu setelah persalinan ibu dianjurkan untuk memeriksakan diri kembali

8. Keluarga berencana

Pil KB dapat mempegaruhi air susu biasanya ditawarkan IUD atau sterilisasi
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Jansen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta. EGC, 2004

Barbara R, Staright, Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Edisi 3 Jakarta EGC 2004

Hamilton Persis Mary. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Jakarta EGC 1995

Ida bagus Gde Manuaba Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta EGC.1998

Marilyn E. Doenges. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2 Jakarta EGC 2001

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

7.
Jun

24

Instrumen Penjahitan Luka

Hecting – Penjahitan Luka


DEFINISI
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang
sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.

INDIKASI
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.

LUKA

3.1. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.

Trauma tajam menyebabkan :


a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus ictum
c. luka gigitan : vulnus morsum

Trauma tumpul menyebabkan :


a. luka terbuka : vulnus apertum
b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )

Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.

3.2. Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :


a. luka steril : luka dibuat waktu operasi
b. luka kontaminasi : luka mengandung kuman tapi kurang dari 8 jam .
(golden period)
c. luka infeksi luka yang mengandung kuman dan telah berkembangbiak dan telah timbul
gejala lokal maupun gejala umum.(rubor, dolor, calor, tumor, fungsio lesa).

PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PENJAHITAN


Alat dan bahan yang diperlukan pada penjahitan luka :

4.1.Alat (Instrumen)
a. Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps
bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu
atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.
b. Scalpel handles dan scalpel blades
c. Dissecting scissors ( Metzen baum )
d. Suture scissors
e. Needleholders
f. Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk
segitiga dan bentuk bulat
g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps)
h. Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi (Kocher)
i. Retractors, double ended
j. Towel clamps

4.2 Bahan
a. Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian )
b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
c. Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.
d. Anestesi lokal lidocain 2%.
e. Sarung tangan.
f. Kasa steril.
Pict.1. Tissue Forceps
Pict.2. Scalpel Handles
Pict.3. Dissecting Scissors
Pict.3. Suture Scissors
Pict.4. Needle Holder

Pict.5. Suture Needles


Pict.6. Sponge Forceps
Pict.7. Hemostatic Forceps
Pict.8. Retractors
Pict.9. Towel Clamps
5. CARA MEMEGANG ALAT

a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari
dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk
memperkuat pegangan tangan. Untuk membuat simpul benang setelah jarum
ditembuskan pada jaringan, benang dilingkarkan pada ujung pemegang jarum.

b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari kedua dan ketiga.
Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang .

c. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung.

Pict.10. Cara Memegang Alat


6. PERSIAPAN ALAT

6.1.Sterilisasi dan cara sterilisasi


Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat atau bahan dalam keadaan
steril.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :


a. Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisid , seperti formalin, savlon,
alkohol.
b. Secara fisik yaitu dengan :
1) Panas kering ( oven udara panas )
♦ Selama 20 menit pada 200° C
♦ Selama 30 menit pada 180° C
♦ Selama 90 menit pada 160° C

2). Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120° C dan tekanan 2 atmosfer

3). Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit. Cara ini hanya dianjurkan
bila cara lain tidak tersedia.

6.2 Pengepakan
Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus dibungkus dengan dua
lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses sterilisasi. Pada bagian luar
pembungkus , ditempelkan suatu indikator ( yang akan berubah warna ) setelah
instrument tersebut menjadi steril. Untuk mempertahankan agar instrument yang
dibungkus tetap dalam keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut” teknik
tanpa singgung.

7. JENIS-JENIS BENANG

7.1 Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture )


a. Alami ( Natural)
1). Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya
memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna
dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat
gut , namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsinya
sampai 90 hari.

b. Buatan ( Synthetic )
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin ( merk dagang
Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan
Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih
lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
7.2 Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )
a. Alamiah ( Natural)
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein organik
bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.
b. Buatan ( Synthetic )
Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau
Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang
Prolene ).
8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)
a. Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
b. Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari bagian tengah
kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
c. Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang terbuka hanya
bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
d. Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
e. Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan NaCl.
f. Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan menggunakan pisau dan
gunting.
g. Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.
h. Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain catgut atau
poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap
yaitu silk atau nylon.

9. TEKNIK PENJAHITAN KULIT

Prinsip yang harus diperhatikan :


a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps harus dilakukan secara
halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan tersebut.
b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1-3 cm dari tepi lukia.Khusus” daerah wajah
2-3mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi
luika.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar ( evferted ) setelah penjahitan.

9.1. SIMPLE INTERUPTED SUTURE


A. Indikasi: pada semua luka
Kontra indikasi : tidak ada Teknik penjahitan

Dilakukan sebagai berikut:


a. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat, masuk
subcutan terus kekulit sisi lainnya.
b. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar tepi luka
yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka kearah luar ( everted)
c. Dibuat simpul benang dengan memegang jarum dan benang diikat.
d. Penjahitan dilakukan dari ujung luka keujung luka yang lain.
B. Indikasi : Luka pada persendian
Luka pada daerah yang tegangannya besar
Kontra indikasi : tidak ada

Teknik penjahitan ini dilakukan untuk mendapatkan eversi tepi luka dimana tepinya
cenderung mengalami inverse. misalnya kulit yang tipis. Teknik ini dilakukan sebagai
berikut:
1. Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya,
kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
2. Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis,
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama.
3. Dibuat simpul dan benang diikat.
9.3 SUBCUTICULER CONTINUOS SUTURE
Indikasi : Luka pada daerah yang memerlukan kosmetik
Kontra indikasi : jaringan luka dengan tegangan besar.

Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga
yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka
yang dilakukan sebagai berikut.
1. Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis kulit
salah satu dari tepi luka.
2. Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan
pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain.
3. Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara
parallel disepanjang luka tersebut.
9.4 JAHITAN PENGUNCI (FESTON)
Indikasi : Untuk menutup peritoneum
Mendekati variasi kontinyu (lihat gambar)
Pict.11. Jenis Jahitan
Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

8.

Jun

24

Asuhan Keperawatan Jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Kesehatan Jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan

selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan

diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keharmonisan fungsi jiwa yaitu

sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa bahagia.

Menurut Undang-undang No. 3 tahun 1966, tentang kesehatan jiwa, kesehatan

jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan

emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan

keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis
(serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam

hubungannya dengan manusia lain.

Di tinjau dari segi pelayanan keperawatan, keperawatan jiwa merupakan suatu

bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia

sebagai ilmunya dan penggunaan dirinya secara terapeutik sebagai kiatnya.

Keperawatan jiwa juga merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental.

Perawat menjalankan profesinya menggunakan ilmu pengetahuannya menerapkan

ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk

menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi landasan praktik

keperawatan.

Pelayanan keperawatan, kesehatan jiwa bukan hanya ditujukan pada klien

dengan gangguan jiwa tetapi juga pada klien dengan masalah psikososial, yang

ditujukan pada semua orang dan lapisan masyarakat sehingga tercapai sehat mental

dan hidup harmonis secara produktif.

Manusia sebagaimana dia ada pada suatu waktu merupakan suatu interaksi

antara badan, jiwa dan lingkungan. Ketiga unsur ini saling mempengaruhi segala

keutuhan manusia sebagai mana dia ada. Konsep kesehatan jiwa memang perlu

adanya pengalaman dan penanganan khusus oleh karena permasalahan yang

berhubungan dengan kejiwaan sangatlah rumit dan sulit untuk membeda-bedakan

orang yang mengalami gangguan jiwa dan orang normal, perbandingannya sangat

tipis dan hampir tampak seperti orang yang normal.


Oleh karena itu, memang perlu adanya kemampuan khusus baik ilmu maupun

ketrampilan dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa. Keperawatan sebagai bagian

dari kesehatan jiwa merupakan bidang spesialis praktik keperawatan yang

menerapkan teori prilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri secara

terapeutik kiatnya. Perawat jiwa dalam bekerja memberikan stimulus konstruktif

kepada klien(individu, kelompok, dan masyarakat) dan berespon secara konstruktif

sehingga klien belajar cara penyelesaian masalah.

Keberhasilan perawatan klien dengan penyalagunaan tergantung dari

bagaimana perawat secara terapeutik memberikan asuhan keperawatan kepada klien

dengan masalah jiwa. Kita sebagai mahasiswa calon-calon tenaga perawat harus di

persiapkan untuk menghadapi tantangan dalam perawatan jiwa.

Pengetahuan,ketrampilan dan sikap yang baik adalah syarat mutlak yang harus

dimiliki oleh seorang perawat . Praktek lapangan secara langsung untuk penerapan

teori, pemantapan ketrampilan dan penggunaan sikap dalam menghadapi masalah di

lapangan itu perlu.

Sesuai kurikulum Akper Bethesda Tomohon, selain teori mahasiswa semester

V akper bethesda tomohon mengadakan raktek klinik jiwa di RSU Prof. Dr. V. L.

Ratumbuysang Manado selama 2 minggu. Praktek klinik jiwa ini merupakan

persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan DIII keperawatan dengan tujuan mampu

menerapkan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan metode pendekatan Proses

Keperawatan, dengan langkah-langkahnya.


Di Badan Pengelola RSU Prof. Dr. V. L Ratumbuysang Manado terdapat

banyak penderita gangguan jiwa yang membutuhkan perawatan dan pelayanan

kesehatan yang optimal yang diantaranya pasien yang memiliki masalah keperawatan

yaitu Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan. Penulis mengangkat kasus

dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.F.P dengan Isolasi Sosial:

Menarik Diri di ruangan A RSKD Prof Dr. V. L Ratumbuysang Manado.

B. Tujuan Penulisan.

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

secara komperhensif yaitu dengan pendekatan proses keperawatan,

Pengkajian keperawata, Diagnosa keperawatan, Perencanaan keperawatan,

Implementasi keperawatan, dan Evaluasi keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Setelah melaksanakan kegiatan praktek klinik keperawatan jiwa diharapkan

mampu; melaksanakan pengkajian keperawatan jiwa dengan Isolasi sosial

menarik diri

 Merumuskan diagnosa keperawatan jiwa

 Merencanakan dan mengimplementasikan tindakan keperawatan secara

nyata
 Melakukan evaluasi kesehatan, mampu mendokumentasikan dalam asuhan

keperawatan, mampu membahas kesenjangan teori dan mampu

mempraktekkannya.

3. Metode dan Teknik Penulisan

Metode yang digunakan pada penulisan ini adalah metode komunikasi

langsung, metode observasi dan deskriptif. Kemudian data yang digunakan

diperoleh dari hasil analisa dan dicapai dengan pencarian pemecahan

masalahnya.

Teknik pengumpulan data yang penulis gunkanan yaitu :

a. Wawancara : tanya jawab secara langsung kepada pasien

b. Observasi : mengamati secara langsung prilaku pasien

c. Studi dokumentasi : mempelajari RM (status klien) sebagai bahan

untuk menghimpun data

d. Studi kepustakaan : menggunakan referensi/buku sumber dari

perpustakaan

4. Manfaat Penulisan.

a. Penulis ; dapat menerapkan teori-teori yang sudah didapat, memperoleh

pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien,

menambah wawasan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien.


b. Institusi Pelayanan Kesehatan (RS); menjadi titik tolak / pedoman dalam

rangkaian pengembangan pelayanan asuhan keperawatan jiwa, sebagai

referensi bagi para pembaca maupun petugas (perawat) pada institusi.

c. Institusi Pendidikan.

1) Secara kuantitatif menambah koleksi Asuhan keperawatan di

perpustakaan; sebagai bahan pertimbangan adik-adik dalam rangka

mengarahkan mereka dalam pembuatan Asuhan Keperawatan khususnya

isolasi sosial.

2) Dapat memberikan masukan untuk perkembangan Asuhan Keperawatan

pada adik-adik mahasiswa.

5. Sistematika Penulisan.

Sistem penulisannya terdiri dari; Judul, Lembar pengesahan, Daftar Isi, BAB I

Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode dan

tehnik penulisan, manfaat penulisan sistematika penulisan. Pada BAB II

Konsep teoritis; terdiri atas konsep dasar penyakit, konsep dasar asuhan

keperawatan, konsep analisa proses interaksi. BAB III Pelaksanaan asuhan

keperawatan terdiri atas pengkajian keperawatan, perumusan diagnosa

keperawatan, Rencana tindakan keperawatan, Implementasi / evaluasi

keperawatan, BAB IV Penutup berisi kesimpulan dan saran, Daftar Pustaka,

Lampiran.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kosep medis

1. Pengertian

a. Gangguan jiwa

Gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosi,

pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal yang

menjelma dalam kelompok. Gejala klinis yang disertai oleh

penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik

individu.

b. Isolasi sosial

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami

atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan

keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat

kontak, (Carpenito, 1998).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami

seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan

mengancam (Towsend, 1998).

Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari

interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan

hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi


perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai

kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain

yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada

perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang

lain (Depkes, 1998)

Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari

interaksi dengan orang lain (Rawlins,1993, di kutip Budi Anna

Keliat).

c. Rentang respon sosial

Isolasi sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh

individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang

lain sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam, dengan

karakteristik:

1) Tinggal sendiri dalam ruangan

2) Ketidakmampuan untuk berkomunikasi

3) Menarik diri

4) Kurangnya kontak mata

5) Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas

dengan perkembangan atau terhadap usia

6) Preokupasi dengan pikirannya sendiri

7) Pengulangan tindakan yang tidak bermakna


8) Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang

ditimbulkan oleh orang lain

9) Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain

10) Merasa tidak aman di tengah orang banyak

(Towsend, 1998)

Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang

individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau

berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif dengan

karakteristik:

1) Menyatakan secara verbal atau menampakkan

ketidakmampuan untuk menerima atau

mengkomunikasikan kepuasan, rasa memiliki, minat, atau

membagi cerita

2) Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak

berhasil

3) Difungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga, atau

ornag lain

4) Penggunaan proyeksi yang berlebihan

5) Tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri

6) Manipulasi verbal

7) Ketidakmampuan menunda kepuasan

(Towsend,1998).
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan hubungan

interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang

tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan

mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial.

Menurut Stuart dan Sundeen (1995) respons sosial

individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan

maladaptif.

Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif Respon

Maladaptif

Menyendiri (solitude) Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme

Saling Ketergantungan
Respons adaptif adalah respons individu dalam penjelasan masalah

yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang

umum berlaku, dengan kata lain individu tersebut masih dalam

batas-batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. Respon

ini meliputi:

 Menyendiri (solitude) merupakan respons yang dibutuhkan seseorang

untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan

sosialnya dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk

menentukan langkah-langkah selanjutnya.

 O t o no m i m e r up a k a n kemampuan i n di v i d u d a l am

menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan

dalam hubungan sosial.

 Kebersamaan merupakan suatu kondisi dalam hubungan

interpersonal di mana individu mampu untuk saling

memberi dan menerima.

 Saling ketergantungan merupakan suatu hubungan saling tergantung

antar individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan

interpersonal.

Respons maladaptif adalah respons individu dalam

penyesuaian masalah, yang menyimpang dari norma-norma sosial


dan budaya lingkungannya. Respons maladaptif yang paling sering

ditemukan adalah:

 Manipulasi

Orang lain diperlakkukan sebagai objek, hubungan

terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan

individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan,

bukan pada orang lain.

 Impulsif

Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak

mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.

 Narkisisme

Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh,

secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan

dan pujian, sikap egoisme, pencemburu. marah jika orang lain

tidak mendukung.
2. Faktor predisposisi dan presipitasi

Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan

perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri,

tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan

dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan

keinginan, dan meras tertekan. Beberapa faktor pendukung terjadinya

Isolasi Sosial adalah:

a). Faktor Tumbuh Kembang

Tugas perkembangan pada masing -masing tahap tumbuh

kembang ini memiliki karakteristik tersendiri. Bila tugas-

tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya

jika pada fase oral tugas membentuk rasa saling percaya

tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan masalah antara lain

adalah curiga.

b). Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak

jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang

anggot a keluarga menerima pesan yang saling

bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang

tinggi dalam lingkungan yang menghambat untuk berhubungan

dengan lingkungan diluar keluarga.


c). Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial

merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam

hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang

salah dianut oleh keluarga, di mana setiap anggota keluarga

yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan

penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d). Faktor Biologis

Organ tubuh yang.jelas dapat mempengaruhi terjadinya Isolasi Sosial

adalah otak.

Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

(Stuart dan Sundeen, 1995)

Tahap Perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya.

Masa bemain Mengembangkan otonomi dan awal prilaku

mandiri.

Masa pra-sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa

tanggung jawab dan hati nurani.

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan

berkompromi.
Masa pra-remaja Menjalin hubungan intim dengan sesama

jenis kelamin.

Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis

dan tidak tergantung pada orang tua.

Masa dewasa muda Menjadi saling tergantung antara orang tua

dan teman, mencari pasangan, menikah dan

mempunyai anak.

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang

sudah dilalui.

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan

mengembangkan perasaan keterikatan

dengan budaya.

Faktor presipitasi antara lain ; karena menurunnya stabilitas keluarga dan

berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan

orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak

berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespon dengan

menghindar dengan menarik diri dari lingkungan.

(Stuart and Sundeen, 1995).

Faktor presipitasi terjadinya Isolasi Sosial juga dapat ditimbulkan


oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor ini dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a) Faktor Eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yai tu stres yang

ditimbulkan oleh faktor sosial budaya yang antara lain adalah keluarga.

b) Faktor Internal

Contohnya adalah stresor psikologik yaitu stres terjadi akibat ansietas

yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat

terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak

terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.

3. Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-

masing Isolasi Sosial sangat bervariasi, seperti pada curiga adalah

regresi, proyeksi, represi. Isolasi, menarik diri adalah regresi, represi,

isolasi.
4. Tanda dan gejala

a. Data subjektif

Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data

subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata

“tidak”, “iya”, “tidak tahu”.

b. Data objektif

Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan:

1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

2) Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak

memisahkan diri dari orang lain , misalnya pada saat makan

3) Komunikasi kuran/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-

cakap dengan klien lain/perawat

4) Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk

5) Berdiam diri di kamar/ tempat terpisah, klien kurang

mobilitasnya

6) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien

memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-

cakap.

7) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatdiri

dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan

8) Posisi janin pada saat tidur

5. Karakteristik perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan/makan berlebihan

b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis

c. Kemunduran secara fisik

d. Tidur berlebihan

e. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama

f. Banyak tidur siang

g. Kurang bergairah

h. Tidak mempedulikan lingkungan

i. Kegiatan menurun

j. Immobilisasi

k. Modar-mandir

Berdasarkan hasil observasi perilaku klien, perawat

mengumpulkan dan menganalisa data, khususnya data

perilaku yang spesifik pada kondisi klien dengai masalah

isolasi sosial. Perilaku yang biasa muncul pada klien dengan

Isolasi Sosial antara lain:

Jenis Isolasi Sosial Perilaku


Menarik Diri Kurang spontan, Apatis (acuh
terhadap lingkungan), ekspresi wajah
kurang berseri, tidak merawat diri dan
tidak memperhatikan kebersihan diri,
tidak ada atau kurang komunikasi
verbal, mengisolasi diri, tidak atau
kurang sadar terhadap lingkungan
Curiga sekitarnya, masukan makanan dan
minuman terganggu, retensi urin dan
feces, aktivitas menurun, kurang energi
Manipulasi (tenaga), rendah diri, postur tubuh
berubah.
Tidak mampu mempercayai orang
lain, bermusuhan (hostility),
mengisolasi diri dalam lingkungan
sosial, paradonia.

Ekspresi perasaan yang tidak langsung


pada tujuan, kurang asertif, mengisolasi
diri dari hubungan sosial, harga diri yang
rendah, sangat tergantung pada orang lain.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengertian Keperawatan Jiwa.

Keperawatan jiwa adalah suatu bentuk pelayanan / asuhan yang bersifat

humanistik, profesional dan holistik berdasarkan ilmu dan kiat, memiliki standar

asuhan dan menggunakan kode etik, serta dilandasi oleh profesionalisme yang

mendiri dan atau kolaborasi (Lokakarya,1983).

2. Pengertian Proses Keperawatan Jiwa.

Proses keperawatan jiwa adalah suatu proses penilaian masalah yang dinamis

dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sampai ke taraf optimum

melalui suatu pendekatan yang sistematika untuk mengenal dan membantu

memenuhi kebutuhan khusus pasien. (Dep. Kes. RI. Dan JICA, 1982).

3. Tujuan Proses Keperawatan Jiwa.


Proses keperawatan jiwa bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan

keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat

diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi serta diselesaikan. Dengan

menggunakan proses keperawatan perawat dapat terhindar dari tindakan

keperawatan yang bersifat rutin, intuisi dan tidak unik bagi individu klien.

Keperawatan Jiwa merupakan proses interpersonal yang berusaha untuk

meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi

utuh sebagai manusia.

4. Manfaat Proses Keperawatan Jiwa.

a. Bagi Perawat.

1) Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan

keperawatan.

2) Tersedia pola pikir / kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan

terorganisir.

3) Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa

perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.

4) Peningkatan kepuasan kerja.

5) Sarana / wahana desiminasi IPTEK keperawatan.

6) Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.


b. Bagi Klien.

1) Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara

ilmiah

2) Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri

(Independent Care)

3) Terhindar dari malpraktek

5. Tahap-Tahap Proses Keperawatan Jiwa.

a. Pengkajian Keperawatan Jiwa.

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari

proses keperawatan jiwa. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data

biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian keperawatan jiwa

dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian

terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien

(Stuart dan Larai, 2001). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 dimensi yaitu

fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual kemampuan perawat yang

diharapkan dalam melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran / tilik


diri (self-awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, kemampuan

komunikasi terapeutik dan senantiasa mampu berespon secara efektif (Stuart dan

Larai, 2001).

b.Diagnosa Keperawatan Jiwa.

Pengertian diagnosa keperawatan jiwa adalah identifikasi / penilaian terhadap

pola respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart dan Larai, 2001)

Tipe-tipe diagnosa keperawatan jiwa dalam rencana asuhan keperawatan jiwa

dan dokumentasi oleh Carpenito adalah:

1) Diagnosa Aktual; fokus intervensi yaitu mengurangi atau menghilangkan

masalah

2) Diagnosa Resiko Tinggi; fokus intervensi untuk mengurangi faktor resiko

untuk mencegah terjadinya masalah aktual

3) Diagnosa kemungkinan; fokus intervensi mengumpulkan data tambahan

untuk / atau menetapkan tanda gejala / faktor resiko

4) Masalah Kolaboratif; fokus intervensi menentukan awitan atau status

masalah penatalaksanaan status

c. Perencanaan Keperawatan Jiwa.


Perencanaan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu, tujuan umum, tujuan khusus

dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus kepada penyelesaian

permasalahan sedangkan tujuan umum dapat dicapai apabila serangkaian tujuan

khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi

sehingga tujuan ini perlu dicapai atau dimiliki klien. Umumnya kemampuan

klien pada tujuan khusus dapat menjadi 3 aspek yaitu kemampuan kognitif,

psikomotor, dan afektif. Rencana tindakan ini disesuaikan dengan standar

Asuhan Keperawatan Jiwa di Indonesia atau standar Keperawatan Amerika.

Tindakan keperawatan yang telah direncanakan dicatat dalam formulir dokumen

keperawatan.

d. Implementasi Keperawatan Jiwa.

Perilaku yang perlu dilakukan perawat-perawat adalah membina hubungan

saling percaya dengan melakukan kontrak, mengkaji data dari klien dan

keluarga, memvalidasi data dengan klien, mengorganisir atau mengelompokkan

data, serta menetapkan kebutuhan atau masalah klien. Implementasi tindakan

keperawatan jiwa disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada

situasi nyata implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana. Sebelum

melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi

dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh

klien saat ini. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat

membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan

dikerjakan dan peran serta yang diharapkan dari klien.


e. Evaluasi Keperawatan Jiwa.

Evaluasi keperawatan jiwa merupakan proses berkelanjutan menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon

klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi

dua, yaitu evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan

antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP yaitu:

S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A: Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap / muncul masalah baru

P: Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon

klien.

Kemudian dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Gail. W. Stuart. 2006. ”Buku Saku Keperawatan Jiwa.” EGC : Jakarta.


ASIH, Yasmisn. 2001. ”Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”. EGC : Jakarta

Keliat Anna, Budi. 1999. ”Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1”. Penerbit : EGC.

Jakarta.

Keliat Anna, Budi. 2005. ”Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2”. Penerbit : EGC.

Jakarta.

Nursalam. 2001. ”Proses dan Dokumentasi Keperawatan”. Penerbit : EGC. Jakarta.

Suliswati, dkk.2005. ”Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa .” EGC : Jakarta.

Towsend, Mary C. 1998. ”Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi I, II, III”. EGC : Jakarta.

Rasmun. 2001. ”Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga”.

PT. Fajar Interpratama : Jakarta.

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

9.

Jun

24
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
pada Pasien dengan Abortus Inkomplet

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. (Mochtar Rustam, 1998)

Abortus Inkompletus adalah pengeluaran konsepsi yang hanya sebagian dan hasil
yang tertinggal berupa desidua atau plasenta. (Mochtar Rustam, 1998)

2. Klasifikasi Abortus

Macam-macam abortus menurut Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih (2009), adalah :

a. Menurut terjadinya

1) Abortus spontan

Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia < 20 minggu atau

janin dengan berat 500 gram.

2) Indikasi medis
Mencakup pemberian ergot alkaloid ergot yang dikombinasi dengan

misoprostol saja atau dengan metrotreksat.

3) Indikasi sosial keguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosial,

yaitu menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak

kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil, kehamilan yang tidak

diinginkan.

b. Bentuk klinis

1) Abortus kompletus (keguguran lengkap)

Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga

rahim kosong dan tidak memerlukan tindakan.

2) Abortus inkompletus

Pengeluaran seluruh hasil konsepsi yang hanya sebagian dan masih

tertinggal desidua dan placenta, sehingga menimbulkan gejala klinis, yaitu

nyeri dan perdarahan.

3) Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)

Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat dihentikan karena setiap

saat dapat terjadi ancaman perdarahan dan pengeluaran konsepsi.

4) Abortus iminens (keguguran membakat)

Keguguran membakat atau mengancam.

5) Missed abortion (abortus yang tertahan)

Keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan

tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.

6) Abortus habitualis
Keguguran di mana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali

atau lebih.

7) Abortus infeksiosus

Keguguran yang disertai infeksi.

3. Etiologi

Abortus menurut Mochtar Rustam 1998

a. Faktor kromosom dan kelainan ovum.

Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom

seks, yang mengakibatkan pertumbuhan abnormal dan fetus. Selain faktor

kromosom, penyebabnya juga karena ovum yang patologis (ovum yang

mengalami gangguan). Di mana terjadi degenerasi hidatidosa vili, yaitu jika

umur kehamilan antara 0-14 minggu, penembusan vili korcalis sudah lebih

dalam hingga placenta tidak dilepaskan sempurna dan perdarahan.

b. Kelainan alat-alat reproduksi ibu.

Misalnya pada ibu yang menderita :

1) Anomalia congenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis).

2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri fiksala.

3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum

yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesterone, estrogen,

endometritis, mioma submukosa.

4) Uterus terlalu cepat terenggang (kehamilan ganda, mola).

5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis


c. Gangguan sirkulasi placenta.

Dapat dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi,

toksemia gravidarum, anomelia placenta dan endarteritis oleh karena lues.

d. Penyakit-penyakit ibu, misalnya :

1. Penyakit infeksi menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, typhoid, pielitis,

rubeola, demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin

dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.

2. Keracunan Pb (timah), nikotin, gas racun, alkohol dan lain-lain.

3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis.

4. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotyroid, kekurangan vitamin A,

C atau E, diabetes melitus.

5. Anatomi fisiologi

Anatomi fisiologi sistem reproduksi menurut Syaiffudin (2006)

a. Organ reproduksi eksternal.

1) Mons veneris darah yang menggunung di atas simfisis yang akan

ditumbuhi rambut kemaluan (pubes) apabila wanita beranjak dewasa.

2) Bibir besar kemaluan (labia mayora) berada pada bagian kanan dan kiri

berbentuk lonjong yang pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga

oleh pubes yaitu lanjutan dari mons veneris.


3) Klitoris (klentit) adalah sebuah jaringan erektil kecil serupa dengan penis

laki-laki, letaknya dalam vestibula.

4) Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan

vagina.

5) Kelenjar vesibularis major (barthom) terletak tepat di belakang labia

mayora di setiap sisi. Kelenjar ini mengeluarkan lendir dan salurannya

keluar antara limen dan labia minora.

6) Himen adalah diafragma dari membrane lifis, di tengahnya berlubang

supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Letaknya di mulut

vagina, dan dengan demikian memisahkan genetalia eksterna dan interna.

7) Vagina (liang sanggama) adalah lubang berotot yang dilapisi membrane

dan jenis epithelium bergaris yang khusus dialiri pembuluh darah dan

serabut saraf secara berlimpah.

b. Organ reproduksi interna

1) Uterus (rahim) adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir

terletak di dalam pelvis antara rectum di belakang dan kandung kencing.

2) Fundus bagian cembung di atas muara tuba uterine.

3) Badan uterus melebar dari fundus ke serviks, sedangkan antara badan dan

serviks terdapat istmus.

4) Ovarium indung telur adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari terletak

di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah

belakang oleh ligamentum latum uteri.


5) Tuba uterine (falopi atau saluran telur) berjalan di sebelah kiri dan sebelah

kanan, dari atas uterus ke samping di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi

pelvis.

Gambar anatomi reproduksi bagian dalam


Gambar anatomi reproduksi bagian luar

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang mungkin dapat terjadi menurut Mochtar Rustam (1998) :

a. Amenorea.

b. Sakit perut dan mulas-mulas.

c. Perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya seperti stolsel (darah

beku).

d. Sudah ada keluar fetus atau jaringan.

e. Sering terjadi infeksi.

f. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks

terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis

servikalis atau kavum uteri serta uterus yang berukuran lebih kecil dari

seharusnya.
7. Patofisiologi Abortus Inkompletus

Etiologi dari abortus adalah faktor kromosom, kelainan alat-alat reproduksi ibu,

gangguan sirkulasi plasenta dan penyakit-penyakit ibu yang dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan kromosom. Kelainan alat-alat reproduksi ibu juga mengakibatkan

terjadi kelainan pertumbuhan kromosom. Kelainan pertumbuhan kromosom ini dapat

menyebabkan terlepasnya jaringan placenta.

Gangguan sirkulasi placenta juga menyebabkan terlepasnya jaringan placenta.

Penyakit ibu seperti anemia dapat mengakibatkan gangguan peredaran darah dalam

placenta sehingga menyebabkan terlepasnya jaringan placenta. Sedangkan penyakit ibu

seperti infeksi dapat mengakibatkan kelainan pada placenta, sehingga placenta tidak

dapat berfungsi dan mengakibatkan terlepasnya jaringan placenta menyebabkan

keluarnya sebagian hasil konsepsi dalam uterus, sehingga menyebabkan nyeri.

Terlepasnya jaringan placenta ini dapat terjadi perdarahan pada ibu sehingga

mengakibatkan perubahan status kesehatan. Karena kurangnya terpajan informasi, maka

terjadi perubahan status kesehatan. akibat perdarahan maka dapat terjadi resiko tinggi

kekurangan volume cairan. perdarahanini dilakukan prosedur invasive dan tindakan

curetage, sehingga diangkat diagnosa resiko tinggi infeksi (Manuaba, dkk. 1998 dan

Doenges, 2001).
Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi, doppler untuk menentukan janin masih hidup atau sudah

mati.

a. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.

b. Tes kehamilan.

(Achadiat Chrisdiono, 2004)

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan menurut Manuaba (1998)

a. Dalam keadaan gawat karena kekurangan darah, dapat dipasang infus dan

transfusi darah, untuk memulihkan keadaan umum.

b. Diikuti kerokan

1) Langsung pada umur hamil kurang dari 14 minggu.

2) Dengan induksi pada umur hamil di atas 14 minggu.

c. Pengobatan berikan uteronika dan antibiotika untuk menghindari infeksi.

10. Penatalaksanaan Keperawatan

Membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping (Nursalam, 2001).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Konsep gawat darurat


a. Primary survey

1) Airway dan cervival conrol

2) Breathing dan ventilation

3) Circulation dan hemorrhage control

4) Disability

5) Exposure dan environment control

 Pengkajian Secara Cepat Tentang ABC

1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan napas?

a) Jalan napas pasien paten ketika bersih saat berbicara dan tidak ada

suara napas yang mengganggu.

b) Jika napas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan

menempatkan alat bantu napas.

2) Apakah pernapasan pasien efektif?

a) Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan

capillary refill kurang dari 2 detik.

b) Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigen

dan penempatan alat bantu.

3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang

belakang?

a) Immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar

spine jika injuri kurang dari 48 jam.

b) Tempatkan leher pada collar yang keras dan immobilisasi daerah

tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.

4) Apakah sirkulasi pasien efektif


a) Sirkulasi efektif ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta

kering

b) Jika sirkulasi tidak efektif pertimbangkan penempatan pasien pada

posisi recumbent, membuat jalan masuk didalam intravena untuk

pemberian bolus cairan 200 ml.

5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien?

a) Gunakan GCS dan hapalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan

daya ingat akibat trauma pada pasien.

b) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan

motorik terbaik.

c) AVPU

A : Untuk membantu pernyataan daya ingat pasien kesadaran

respon terhadap suara dan berorientasi pada orang waktu

dan tempat.

V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara

tetapi tidak berorientasi penuh pada orang waktu dan

tempat.

P : Untuk peernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon

pada suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri

sebagaimana seperti tekanan pada tangan.

U : Untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

JIKA SKALA AVPU PADA P ATAU U ATAU GCS

KURANG DARI 8, PASIEN HIPERVENTILASI DENGAN

MENGGUNAKAN MASKER BERKATUP (NRM)

DIPERTIMBANGKAN INTUBASI ENDOTRACHEAL DAN


PEMASANGAN VENTILATOR MAKANIK UNTUK

MEMPERTEHANKAN JALAN NAPAS

SURVAI PRIMER (PRIMARY SURVEY)

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan

jenis perlakuan, stabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme ruda paksa,

berdasarkan penilaian :

A : Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal.

B : Breathing dan ventilasi.

C : Circulation dengan kontrol perdarahan.

D : Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah

hipotermia.

Yang penting pada fase pra-RS adalah ABC, lakukan resusitasi

dimana perlu, kemudian fiksasi penderita, lalu transportasi.

1. Penjaga Airway dengan Kontrol Servikal

Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini

meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat

disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau

maksila, fraktur larings atau trakea. Usaha untuk membebankan jalan

napas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan

patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini

dapat dilakukan “chin lift‘atau”jaw thrust”. Selama memeriksa dan

memperbaiki jalan napas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh

dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.

Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada :


a. Trauma dengan penurunan kesadaran.

b. Adanya luka karena trauma diatas klavikula.

c. Setiap multi trauma (trauma pada 2 regio atau lebih).

d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang berlakang

bila biomekanik trauma mendukung.

Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat

imobilisasi. Bila alat imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara,

maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal dapat

disingkirkan.

Bila ada gangguan jalan napas, maka dilakukan penanganan sesuai

BHD.

2. Breathing (dan ventilasi)

Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik, pertukaran

gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen

dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.

Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada

dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievalasi secara cepat.

3. Circulation dengan Kontrol Perdarahan

a. Volume Darah dan Curah Jantung (cardiac output)


Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang

mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah

sakit.

Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan

informasi mengenai keadaan hemodinamik ini yakni kesadaran,

warna kulit dan nadi.

1) Tingakat kesadaran

2) Warna kulit

3) Nadi

4) Tekanan darah

b. Kontrol Perdarahan

Perdarahan dapat :

1) Eksternal (terlihat)

2) Internal (tidak terlihat)

3) Rongga thoraks

4) Rongga abdomen

5) Fraktur pelvis

6) Fraktur tulang panjang

4. Disability

GCS (Glasgow Coma Scale) adalah system scoring yang sederhana

dan dapat meramal kesudahan (Outcome) penderita.

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau/ dan

penurunanperfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri.


Perubahan kesadaran menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap

keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.

5. Exposure/Kontrol Lingkungan

Dapat membuka pakaian, misalnya : membuka baju untuk melakukan

pemeriksaan fisik thoraks

b. Secondary survey

a. Fokus assessment

b. head to toe assessment

Survai sekunder dilakukan hanya setelah survai primer selesai, resusitasi

dilakukan dan penderita stabil.

Survai sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe

examination), termasuk pemeriksaan tanda vital.

A. Diagnosa keperawatan

1. Airway

a. Bersihan jalan napas tidak efektif

b. Tidak efektifnya jalan napas

c. Resiko aspirasi

2. Breathing

a. Resiko pola napas tidak efektif

b. Gangguan pertukaran gas

3 Circulation

a. Kurang volume cairan


b. Gangguan perfusi jaringan

B. Perencanaan

RESUSITASI

1. Airway

Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw thrust atau

chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih

sadar dapat dipakai nasopharyngeal airway. Bila penderita tidk sadar dan

tidak ada reflex bertahan (gag reflex) dapat dipakai oropharingeal airway

(Guedel).

Kontrol jalan napas pada penderita airway terganggu karena faktor

mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai

dengan intubasi endotrachealm, baik oral maupun nasal.

Surgieal airway (erico-thyroidotomy) dapat dilakukan biloa intubasi

endotracheal tidak mungkin karena kontra indikasi atau karena masalah

mekanis.

2. Breathing

Adanya tension pneumothoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai,

harus segera dilakukan kompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul WSD)

setiap penderita trauma diberikan oksigen.

Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fase-mask.

3. Circulation (dengan kontrol perdarahan)

Bila ada gangguan sirkulasi hrus dipasang sedikitnya 2 jalur (IV line).
Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya

menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena

sentralis tergantung dari kemampuan petugas yang melayani. Sok pada

penderita trauma umumnya disebabkan hipovolemia.

Pada saat datang penderita di infuse cepat dengan 1,5 – 2 liter cairan

kristaloid, sebaiknya ringer laktat. Bila tidak ada respon dengan pemberian

bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan (type specific). Bila tidak

ada darah segolongan dapat diberikan darah tipe O Rhesus negative, atau

tipe O Rh positip liter rendah.

4. Monitoring

Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi,

tekanan darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita.

a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat

berubah posisi pada saat penderita berubah posisi.

b. Pulse oxymetry sangat berguna. Pulse oxymetri mengukur secara

kolorigrafi kadar saturated O2,bukan PaO2.

c. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini

merupakan indikator yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.

d. Mnonitoring EGK dianjurkan pada semua penderita trauma.

C. Pelaksanaan

1. Komprehensive

2. Humanistic dan holistik


D. Evaluasi

1. Proses

2. Hasil

2. Konsep keperawatan abortus inkomplet

a. Pengkajian keperawatan

b. Diagnose keperawatan

a. Defisit Volume Cairan s.d perdarahan

b. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi

c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri

d. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab

e. Cemas s.d kurang pengetahuan

c. Perencanaan keperawatan

a. Defisit Volume Cairan s.d perdarahan

1) Ukur pengeluaran cairan

Rasional : Jumlah cairan di tentukan oleh pengeluaran/ perdarahan

pervaginal.

2) Berikan sejumlah cairan pengganti

Rasional : Transfusi mungkin diperlukan pada perdarahan massif.


3) Kaji status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus

memiliki karekteristik bervariasi.

4) Evaluasi status hemodinamika

Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui

pemeriksaan fisik

b. Gangguan Aktivitas b/d kelemahan, penurunan sirkulasi

1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas

Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti,

tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk

menccegah kondisi klien lebih buruk

2) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari

Rasional : Mengistiratkan klien secara optimal

3) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas

Rasional : Menilai kondisi umum klien

c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b/d kerusakan jaringan intrauteri

1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan

skala maupun deskripsi.

2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance

mengatasi nyeri

3) Kolaborasi pemberian analgetika


Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan

dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik

dalam spectrum luas/spesifik

d. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab

1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat

dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai

bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi

2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa

perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan

genital yang lebih luar

3) Lakukan perawatan vulva

Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat

dapat menyebabkan infeksi.

e. Cemas s.d kurang pengetahuan

1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap

penyakit

Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa

cemas

2) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan

Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan

merupakan support yang mungkin berguna bagi klien

dan meningkatkan kesadaran diri klien


3) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan

keluarga

Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk

meningkatkan pengetahuan dan membangun support

system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien

dan keluarga.

d. Pelaksanaan keperawatan

a. Intervensi mandiri : tindakan pemantauan berkelanjutan kondisi klien,

penyelamatan hidup dasar, pendidikan kesehatan, ataupun pelaksanaan

tindakan keperawatan lainnya sesuai dengan kondisi kegawat-daruratan

klien.

b. Intervensi kolaborasi : tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya

dalam lingkup yang sesuai dengan aturan profesi keperawatan.

e. Evaluasi keperawatan

Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan klien dapat

1menit, 5, 15, 30 menit, atau 1 jam sesuai dengan kondisi klien/ kebutuhan. Konsep

kegawatan hanya 2 – 6 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilin, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta :


EGC.
Manuaba Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.

Musliha. 2010. Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta :
Salemba Medika.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta, EGC

Wahyuningsih E. 2009. A Midewife’s handbook. Jakarta : EGC.

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment

10.

Jun

24

Asuhan Keperawatan Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keperawatan Keluarga

Menurut Departemen Kesehatan R.I (1998) Keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam

keadaan saling ketergantungan. ( Nasrul Efendi, 1998)

Asuhan Keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang

diberikan melalui praktek keperawatan degan sasaran keluarga dengan tujuan

menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan keluarga. ( Setiadi, 2008)

Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1978), mendefinisikan

perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau

kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan. (

Nasrul Effendi, 1998).

2. Tujuan Keperawatan Keluarga

Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan asuhan keperawatan

keluarga adalah meningkatkan status kesehatan keluarga agar keluarga dapat

meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan keluarga.

a. Tujuan Umum

Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga

dalam meningkatkan, mencegah, memelihara kesehatan mereka

sehingga status kesehatannya meningkat dan mampu melaksanakan

tugas-tugas mereka secara produktif.

b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan

keluarga dalam hal ini :

1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi

masalah kesehatan yang dihadapi.

2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah

kesehatan dasar daam keluarga.

3) Meningktakan kemampuan keluarga dalam memgambil keputusan

yang tepat.

4) Meningkatkan kemampuan keluarga memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit.

5) Meningkatkan produktifitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya.

3. Prinsip Keperawatan Keluarga

Ada beberapa prinsip utama yang harus dipegang oleh perawat

keluarga yaitu:

a. Keluarga dijadikan sebagai unit dalam pelayanan kesehatan. Dalam

konteks ini keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama

pengkajian keperawatan. Keluarga dipandang sebagai system yang

berinteraksi, dimana fokusnya adalah dinamika dan hubungan internal

keluarga, struktur dan fungsi keluarga serta saling ketergantungan

subsistem keluarga dengan kesehatan dan keluarga dengan lingkungan

luarnya.

b. Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga sehat adalah sebagai

tujuan utamanya dengan cara meningkatkan status kesehatan keluarga


agar keluarga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahtraan

keluarga.

c. Asuhan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan

kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat harus

melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan

masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatannya.

e. Diusahakan mengutamakan kegiatan lebih bersifat promotif dan

preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Ada 3 tingkatan pencegahan terhadap kesehatan keluarga yaitu:

1) Pencegahan primer, yang meliputi peningkatan kesehatan dan

tindakan preventif khusus yang dirancang untuk mencegah orang

bebas dari penyakit dan cedera.

2) Pencegahan sekunder, yang terdiri dari deteksi dini, diagnosis dan

pengobatan

3) Pencegahan tersier, yang mencakup tahap penyembuhan dan

rehabilitasi, dirancang untuk meminimalkan tingkat fungsinya

f. Dalam memberikan asuhan keperawatan agar memanfaatkan sumber

daya keluarga semaksimal mungkin.

g. Sasaran asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan keperawatan

adalah dengan pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan

proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan adalah

penyulahan kesehatan dan asuhan keperawatan kesehatan

dasar/perawatan dirumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang resiko tinggi, karena keluarga

dengan resiko tinggi berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan

yang mereka hadapi yang disebabkan karena ketidakmampuan dan

ketidaktahuan mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi.

k. Partisipasi keluarga aktif dilakukan. Dasar pemikiran yang diterapkan

adalah bahwa keluarga memiliki hak dan tanggung jawab untuk

membuat keputusan-keputusan menyangkut kesehatan mereka sendiri,

partisipasi aktif dari keluarga adalah suatu pendekatan esensial yang

dimaksudkan dalam strategi intervensi keperawatan keluarga

keperawatan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam implementasi

biasanya dimaksudkan untuk melibatkan keluarga dalam memecahkan

masalah mutual, juga mendiskusikan serta memutuskan pendekatan-

pendekatan yang paling tepat atau paling mungkin untuk digunakan agar

mencapai tujuan yang telah disetujui bersama.

4. Tugas Keperawatan Keluarga

Untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya

dan saling memelihara. Freeman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang

harus dilakukan oleh keluarga, yaitu :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat


c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang

terlalu muda

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik

fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada

5. Peran dan Fungsi Keperawatan Keluarga

a. Peran perawat keluarga

Dalam upaya memandirikan keluarga untuk merawat anggota

keluarga, sehingga keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas

kesehatan sebagaimana yang dikemukakan oleh friedman, yaitu

diharapkan keluarga mampu mengidentifikasi 5 fungsi dasar yaitu :

fungsi efektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan fungsi perawatan

keluarga. Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan

yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan

keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk

menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan

kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan


keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga

adalah :

1) Edukator

Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga agar : keluarga dapat

melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan

bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan

keluarga.Kemampuan pendidik ini perlu didukung kemampuan

tentang pemahaman bagaimana keluarga dapat melakukan proses

belajar mengajar. Secara umum tujuan proses pembelajaran adalah

untuk mendorong prilaku sehat atau mengubah prilaku yang tidak

sehat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :

a) Pendidikan untuk peningkatan kesehatan dan penanganan

penyakit

b) Membatu keluarga untuk mengembangkan keterampilan

penyelesaian masalah yang sedang dialami atau dibutuhkan

Disamping hal-hal diatas perawat kesehatan keluarga juga

melakukan bimbingan antisipasi kepada keluarga sehingga dapat

terwujud keluarga yang sejahtera, bertanggung jawab memberikan

pendidikan tentang keperawatan keluarga dan tim kesehatan lain

bila diperlukan.

2) Koordinator

Menurut ANA praktek keperawatan komunitas merupakan

praktek keperawatan yang umum, menyeluruh dan berlanjut.

Keperawatan berkelanjutan dapat dilaksanakan, jika direncanakan


dan dikoordinasikan dengan baik. Koordinasi merupakan salah satu

peran utama perawat yang bekerja dengan keluarga. Klien yang

pulang dari rumah sakit memerlukan perawatan lanjut di rumah,

maka perlu koordinasi lanjutan asuhan keperawatan di rumah.

Program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin pada keluarga

perlu pula dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam

penanggulangan. Koordinasi diperlukan pada perawat berkelanjutan

agar pelayanan yang komperensif dapat tercapai.

3) Pelaksana perawatan dan pengawas perawatan langsung

Kontak pertama perawat pada keluarga dapat melalui anggota

keluarganya yang sakit. Perawat yang bekerja dengan klien dan

keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung

jawab dalam memberikan perawatan langsung atau mengawasi

keluarga memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit

di rumah sakit, perawat memberikan perawatan langsung atau

demonstrasi yang disaksikan oleh keluarga dengan harapan keluarga

mampu melakukan di rumah, perawat dapat mendemonstrasikan dan

mengawasi keluarga melakukan peran langsung selama di rumah

sakit atau di rumah oleh perawat kesehatan masyarakat.

4) Pengawas Kesehatan

Perawat mempunyai tugas melakukan home visit yang teratur

untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang

kesehatan keluarga.

5) Konsultan atau penasehat


Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga didalam mengatasi

masalah kesehatan. Hubungan perawat-keluarga harus dibina

dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya

dengan demikian keluarga mau meminta nasehat kepada perawat

tentang masalah pribadi. Pada situasi ini perawat sangat dipercaya

sebagai narasumber dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga.

6) Kolaborasi

Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan

rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai

tahap kesehatan keluarga yag optimal.

7) Advokasi

Keluarga seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai di

masyarakat, kadang kala keluarga tidak menyadari mereka telah

dirugikan, sebagai advokat klien perawat berkewajiban melindungi

hak keluarga, misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah

sehingga keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhannya, perawat

juga dapat membantu keluarga mencari bantuan yang mungkin

dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

8) Fasilitator

Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga

didalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat

kesehatannya. Keluarga sering tidak dapat menjangkau pelayanan

kesehatan karena berbagai kendala yang ada. Kendala yang sering

dialami keluarga adalah keraguan didalam menggunakan pelayanan

kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah sosial budaya. Agar dapat


melaksanakan peran Fasilitator dengan baik maka peran perawat

komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan misalnya

sistem rujukan dan dana sehat.

9) Penemu kasus

Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah

mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak

terjadi ledakan penyakit atau wabah.

10) Modifikasi lingkungan

Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan

baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat agar dapat

tercipta lingkungan yang sehat.

b. Fungsi Keperawatan Keluarga

Bagi profesional kesehatan keluarga, fungsi perawatan kesehatan

merupakan pertimbangan vital dalam keluarga. Untuk menempatkannya

dalam perspektif, fungsi ini adalah salah satu fungsi keluarga dan

memerlukan penyediaan kebutuhan-kebutuhan fisik : makan, pakaian

tempat tinggal dan perawatan kesehatan. Dari perspektif masyarakat,

keluarga merupakan sistem dasar dimana prilaku sehat dan perawatan

kesehatan diatur, dilaksanakan dan diamankan. Keluarga memberikan

perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama

merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi keluarga

mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan

mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para profesional

perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian,


perlindungan dan memelihara kesehatan. Keluarga melakukan praktek

asuhan kesehatan baik untuk mencegah terjadi gangguan atau merawat

anggota yang sakit. Keluarga pula yang menentukan kapan anggota

keluarga yang terganggu perlu meminta pertolongan tenaga profesional.

Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan

mepengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu. Tingkat

pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi prilaku

keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya

sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sabagai tanda

perkembangan, imunisasi menyebabkan peyakit (anak menjadi demam),

mengkonsumsi ikan menyebabkan cacingan. Kesanggupan keluarga

melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari

tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah

kesehatan keluarga.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Gout arthritis adalah kelompok keadaan heterogeneus yang

berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin

(hiperurisemia). (Smeltzer and bare, 2001)

Gout arthritis adalah serangan radang persendian yang berulang

yang disebabkan oleh deposit atau penimbunan kristal asam urat di dalam

persendian. (Sustrani L. Dkk, 2007).

2. Etiologi

Penyebab timbulnya gout arthritis adalah reaksi inflamasi

jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat,

sehingga dari penyebabnya penyakit ini digolongkan sebagai kelainan

metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat

yaitu hiperurisemia.

Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena

a. Faktor genetik

Hiperurisemia digolongkan sebagai penyakit gangguan

metabolisme purin bawaan, sebagai akibat kekurangan enzim

Hipoxantin-Guanin Phospo Ribosil-Transferase (HGPRT) yang

berfungsi untuk menetralisir kadar asam urat dalam tubuh.

b. Produksi asam urat yang berlebihan.


Kadar asam urat meninggi karena berlebihan mengkonsumsi

makanan berkadar purin tinggi yaitu daging, jeroan, kepiting, kerang,

keju, kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol. Asam urat terbentuk

lagi dari hasil metabolisme makanan-makanan tersebut.

c. Kurangnya pengeluaran asam urat.

Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mengeluarkan

asam urat yang berlebihan dari dalam tubuh. Sementara pengeluaran

melalui usus mungkin juga berkurang. (Muttaqin Arif, 2008)

3. Anatomi dan fisiologi

Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka

tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi

adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling

berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan

fleksibilitas dalam tubuh.

Berdasarkan strukturnya sendi dibedakan atas:

a. Fibrosa

Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan dan tulang yang satu

dengan yang lainnya dihuhubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.

b. Kartilago

Sendi yang ujung-ujung tulangnya terbungkus oleh tulang rawan

hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak.

c. Sinovial
Sendi tubuh yang dapat digerakkan serta memiliki rongga sendi dan

permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin.

1) Sendi pada tangan

a) Sendi karpal

Permukaan persendiaan antara tulang-tulang karpal adalah

ceper dan halus. Permukaan ceper ini dengan mudah saling

bergeseran dan membentuk persendian meluncur antara bagian

berbagai tulang itu, tulang karpal tersusun berdempetan rapat sehingga

hanya gerakan meluncur terbatas yang mungkin tetapi dapat

melaksanakan jumlah gerakan yang cukup banyak jika semua tulang

bergerak bersama.

b) Sendi karpo-metakarpal

Sendi meluncur yang berbentuk antara sisi distral dari

garis bawah tulang-tulang karpal dari setiap lubang dari lima

tulang, metakarpal sendi karpo metakarpal dari ibu jari yaitu

sendi pelana, terbentuk antara basis metakarpal pertama dan

trapezium (mulangulum moyus). Sendi intermetakarpal dibentuk

antara basis tulang-tulang metakarpal, permukaan persendian

lateral membentuk sendi datar atas sendi meluncur antara tulang-

tulang ini.

c) Sendi metakarpo-falangeal

Sendi dari jenis kondiloed, kepala dari lima tulang

metakarpal ini diterima dalam permukaan, persendian pada basis

dari falang proximal, gerakan flexi, extensi, abduksi dan adduksi

berlangsung disendi-sendi ini.


d) Sendi interfalangeal

Adalah sendi engsel, sendi ini terbentuk oleh kepala

falang proximal yang diterima dalam pembentukan persendian

diatas basis falang distal, gerakannya adalah flexi dan extensi.

2) Sendi pada kaki

a) Sendi lutut

Sendi engsel dengan perubahan dan yang dibentuk oleh

kedua kondil femur yang bersendi dengan permukaan superior

dan kondil-kondil tibia.

b) Sendi-sendi tibio fibuler

Sendi-sendi ini dibentuk antara ujung atas dan ujung

bawah kedua tulang tungkai bawah. Batang dari tulang-tulang

itu digabungkan oleh seluruh ligamen (antar tulang) yang

membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang ini seperti

pada lengan bawah.

c) Sendi pergelangan kaki

Sendi engsel yang dibentuk antara ujung-ujung bawah

tibia beserta maleous medialisnya dan maleolus lateralisnya dari

fibula yang bersama-sama membentuk sebuah lubang untuk

menerima badan talus, kapsul sendi diperkuat oleh liagmen-

ligamen penting yang bersangkutan.

d) Sendi telapak kaki


Sendi antara berbagai tulang tarsaslia disatukan oleh

ligamen dorsal plantar terletak diantara permukaan bawa talus

dan permukaan atas kalkaneus, gerakan sendi sedikit mengayun

adduksi dan abduksi.

e) Falang

Merupakan tulang-tulang pipa pendek yang masing-

masing terdiri atas 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya

ruas.(Pearce Evelyn, 1992)

4. Manifestasi klinis

Terdapat 4 tahap perjalanan klinis penyakit gout arthritis:

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimptomatik

1) Penderita tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari

peningkatan asam urat serum.

2) Hanya 20 % dari penderita hiperurisemia asimptomatik yang

menjadi serangan gout akut.

b. Tahap kedua adalah arthritis gout akut

1) Terjadi pembengkakkan mendadak dan nyeri yang luar biasa

2) Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda

peradangan lokal.

3) Mungkin terdapat demam dan peningkatan sel darah putih.

Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, obat-obatan alkohol

dan stres emosional, tahap ini biasanya mendorong pasien

untuk mencari pengobatan segera.

4) Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari

tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan dan siku.


5) Serangan gout akut biasanya akan pulih tanpa pengobatan

tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.

c. Tahap ketiga adalah interkritikal

1) Tidak terdapat masalah dalam masa ini yang dapat berlangsung

dan beberapa bulan sampai tahun.

2) Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam

waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

d. Tahap keempat adalah gout kronis

1) Timbunan urat terus bertambah dalam beberapa tahun jika

pengobatan tidak dimulai.

2) Peradangan kronis akibat kristal-kristal asam urat

menyebabkan nyeri, sakit dan kaku, juga pembesaran dan

penonjolan dari sendi yang bengkak.

3) Serangan gout arthritis akut dapat terjadi pada tahap ini. Tofi

terbentuk pada masa gout kronis insolubilitas realitif dari urat,

bursa olekranon, tendon achilles. Permukaan ekstension lengan

bawah bursa intrapatela dan heliks telinga adalah tempat yang

sering dihinggapi tofi. (Misnadiarly, 2007)

5. Patofisiologi

Ada beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme penyakit gout

arthitis yaitu: faktor genetik, produksi asam urat yang berlebihan,

kurangnya pengeluaran asam urat. Dari faktor-faktor tersebut

menyebabkan gangguan metabolisme purin dalam tubuh sehingga

keadaan purin dalam darah meningkat (hiperurisemia).


Hiperurisemia konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar

dari 7,0 mg/dl dapat normal tetapi tidak selalu menyebabkan kristal

monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan

peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum, kalau

kristal asam urat mengendap dalam sebuah sendi, respons inflamasi akan

terjadi dan serangan gout dimulai.

Dengan serangan yang berulang-ulang penumpukan kristal natrium

urat yang dinamakan topus akan mengendap dibagian perifer tubuh

seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis urat (batu ginjal)

dengan penyakit renal kronis yang terjadi sekunder akibat penumpukan

asam urat.

Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik

menunjukkan bahwa faktor-faktor non kristal mungkin berhubungan

dengan imunoglobin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan

fagositosis kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas

imunologik. (Smeltzer and bare, 2001)

6. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Kadar normal
Urid Acid Terjadi peningkatan Laki-laki 2,1-8.5 mg/dl
urid acid Perempuan 2,0-6,6 mg/dl
Leukosit Leukositosis ringan 5000-10000/ul (mm3)

LED Terjadi peningkatan Laki-laki < 20mm/jam

LED Perempuan < 15 mm/jam

2) Pemeriksaan urine
Menunjukkan kadar asam urat dalam urine tinggi

(kadar normal asam urat pada laki-laki < 13 mg/dl, pada

perempuan < 10 mg/dl.

3) Pemeriksaan cairan sendi/aspirasi cairan sendi

Menunjukkan penumpukan kristal asam urat dalam

sendi. (Sustrani L. Dkk, 2007).

b. Pemeriksaan radiologi

Pada stadium gout arthritis, tanda awal gambaran

radiologi hanya nampak berupa pembengkakan jaringan lunak

disekitar persendian (periartikuler) yang asimetris, keadaan ini

terjadi akibat reaksi peradangan pada stadium awal.

Perubahan gambaran radiologi pada gout artritis kronis

hanya terlihat:

1) Bila tulang sudah mengalami erosi sehingga berbentuk bulat

atau lonjong dengan tepi siklerotik akibat deposit urat disekitar

sendi.

2) Kadang-kadang ditemukan pengapuran di dalam topus

Tanda khas gout artritis yaitu apabila pada foto rontgen

ditemukan erosi ”punch out”.

(Misnadiarly, 2007)

7. Penatalaksanaan

a. Pengobatan serangan akut dengan colchicine 0,6 mg (pemberian oral)

colchicine 1,0-3,0 (dalam NaCl IV), phenilbutazone, indomethacin

b. Sendi diistirahatkan

c. Kompres dingin
d. Diet rendah purin

e. Analgetik dan antipiretik

f. Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat

menggunakan probenecid 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone pada pasien

yang tidak tahan terhadap probenecid atau menurunkan pembentukan

asam urat dengan allopurinol 100 mg 2 kali sehari.

g. Mengontrol makanan dan minuman dengan mengenali jenis makanan

dan minuman yang kadar purinnya tinggi, sedang dan rendah yaitu:

1) Kadar tinggi purin (150-180 mg/100 gr)

Jeroan (hati, ginjal, limfa, paru), otak, saripati daging, dan

alkohol

2) Kadar sedang purin (50-150 mg/100 gr)

Daging sapi, udang, kepiting, cumi, kerang, kacang-kacang,

kembang kol, bayam, kangkung, asparagus dan jamur.

3) Kadar rendah purin (< 50 mg/100 g)

Gula, telur, susu, minuman karbonasi

(Sustrani L. Dkk, 2007)

8. Komplikasi

Komplikasi dari Gout Arthritis adalah

a. Batu ginjal

b. Gagal ginjal

(Sustrani L. Dkk, 2007)

9. Prognosis

Tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat berlangsung berhari-hari,

bahkan beberapa minggu, periode asimtomatik akan memendek apabila


penyakit menjadi progresif, semakin muda usia pasien pada saat mulainya

penyakit, maka semakin besar kemungkinan menjadi progresif, gout

arthritis kronis terjadi setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang

adekuat. Pada pasien gout arthritis ditemukan peningkatan insiden

hipertensi, penyakit ginjal, diabetes melitus, hipertriliseridemia dan

aterosklerosis, penyebab belum diketahui.(Mansjoer dkk, 1999)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang berlangsung di berikan kepada klien atau pasien

pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. (Kusnanto, 2004).

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dan proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistemik dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien (Nursalam, 2001).

Pengumpulan data klien baik subjektif ataupun objektif meliputi

anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan diagnostik.

a. Anamnesis

1) Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama

bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnosis medis. Pada umumnya keluhan utama

pada kasus gout adalah nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari

kaki kemudian serangan bersifat poliartikuler. Gout arthritis


biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien. Perawat dapat

menggunakan metode PQRST.

a) Proviking incident : hal ini menjadi faktor presipitasi nyeri

adalah gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan

hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang.

b) Quality of pain : nyeri yang dirasakan bersifat menusuk.

c) Region : redation, relief nyeri pada sendi metatarsofalageal ibu

jari kaki.

d) Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan antara skala 1-3

pada rentang pengukuran 0-4. Tidak ada hubungan antara

beratnya nyeri dan luas kerusakan yang terlihat pada

pemeriksaan radiologi.

e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan apakah

bertambah buruk, pada malam hari atau siang hari.

2) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan

secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala

tersebut berkembang. Penting ditanyakan berapa lama pemakaian

obat analgetik, allopurinol.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab yang

mendukung terjadinya gout arthritis (misalnya penyakit gagal

ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang

perlu ditanyakan adalah pernahkah klien dirawat yang

berlebihan, penggunaan obat diuretik.

4) Riwayat penyakit keluarga


Kaji adakah keluarga dari generasi terdahulu yang

mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout

arthritis dipengaruhi oleh faktor genetik. Ada produksi/sekresi

asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.

5) Riwayat psikososial

Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam kecemasan individu dengan rentang

variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat

dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat

respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan

prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi.

Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan

hambatan mobilitas fisik memberikan respons terhadap konsep

diri yang maladaptif.

b. Pemeriksaan fisik

1) B1 (breathing)

Inspeksi : Bila tidak melibatkan sistem pernapasan, biasanya

ditemukan kesimetrisan rongga dada, klien tidak

sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : Suara resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas hilang/melemah pada sisi yang

sakit, biasanya didapatkan suara ronchi atau

mengi

2) B2 (Blood)
Pengisian capilary refil kurang dari 1 detik, sering ditemukan

keringat dingin dan pusing karena nyeri.

3) B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis

 Kepala dan wajah : Ada sianosis

 Mata : Sklera biasanya ikterik, konjungtiva

anemis pada kasus efusi pleura hemoragi kronis

 Leher : Biasanya pelebaran vena jugularis dalam

batas normal

4) B4 (Bladder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada

keluhan utama pada sistem perkemihan, kecuali penyakit gout

sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa pielonefritis, batu

asam urat, dari gagal ginjal kronis yang akan menimbulkan

perubahan fungsi pada sistem ini.

5) B5 (Bowel)

Kebutuhan eliminasi pada kasus gout tidak ada gangguan,

tetapi perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses,

selain itu juga perlu dikaji frekuensi, kepekaan, warna, bau dan

jumla urine, klien biasanya mual, mengalami nyeri lambung dan

tidak ada nafsu makan, terutama yang memakai obat analgesik

dan anti hiperurisemia

6) B6 (Bone)

Pada pengkajian ini ditemukan

 Look. Keluhan utama nyeri sendi yang merupakan keluhan

utama yang mendorong klien mencari pertolongan. Nyeri


biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang

dengan istirahat. Deformitas sendi (pembentukan tofus)

terjadi dengan temuan salah satu sendi pergelangan kaki

secara perlahan membesar.

 Feel. Ada nyeri tekan pada sendi kaki yang membengkak

 Move. Hambatan gerakan sendi biasanya semakin bertambah

berat

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai

status kesehatan/masalah aktual. Resiko dalam rangka

mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk

mengurangi, menghilangkan/ mencegah masalah kesehatan klien yang

dapat muncul pada pasien dengan gout arthritis adalah:

a. Nyeri sendi yang berhubungan dengan peradangan sendi,

penimbunan kristal pada membran sinovia, tulang rawan artikular,

erosi tulang rawan proliferasi sinovia, dan pembentukan panus

b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan

rentang gerak kelemahan otot, nyeri pada gerakan dan kekakuan

pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proliferasi

sinovia dan pembentukan panus

c. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk

kaki dan terbentuk tofus (Muttaqin Arif, 2008)

d. Anxietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

terpajannya informasi (Doenges, 2000)


3. Perencanaan Keperawatan

Perencanan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan

pada diagnosa keperawatan tahap ini dimulai setelah menentukan

diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi

(Nursalam, 2001).

a. Diagnosa I

Nyeri sendi yang berhubungan dengan peradangan sendi,

penimbunan kristal pada membran sinovia, tulang rawan artikular,

erosi tulang rawan, proliferasi sinovia dan pembentukan panus

Tujuan perawatan : Nyeri berkurang atau teratasi

Kriteria hasil : Klien melaporkan penurunan nyeri,

menunjukkan perilaku yang lebih rileks, memperagakan

keterampilan reduksi nyeri, skal 0-1 atau teratasi

Intervensi keperawatan

1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Observasi kemajuan

nyeri ke daerah yang baru, kaji nyeri dengan skala 0-4.

Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat

dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien

melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus

Rasional : Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan

peradangan pada sendi.

3) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda

nyeri nonkarmakologi dan non-invasif.


Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan

nonfarmakologi lagi menunjukkan keefektifan

dalam mengurangi nyeri.

4) Ajarkan relaksasi, teknik terkait ketegangan otot rangka yang

dapat mengurangi intensitas nyeri.

Rasional : Akan melancarkan peredaran darah sehingga

kebutuhan oksigen pada jaringan terpenuhi dan

mengurangi nyeri.

5) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut

Rasional : Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke

hal yang menyenangkan.

6) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan

hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung.

Rasional : Pengetahuan tersebut membantu menguragi

nyeri dan dapat membantu meningkatkan

kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.

7) Hindarkan klien meminum alkohol, kafein dan obat diuretik

Rasional : Pemakaian alkohol, kafein dan obat-obat

diuretik akan menambah peningkatan kadar

asam urat dalam serumen.

8) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian allopurinol

Rasional : Allupurinol menghambat biosintesis asam urat

sehingga menurunkan kadar asam urat serum.

b. Diagnosa II

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan

rentang gerak kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekakuan


pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proliferasi

sinovia dan pembentukan panus

Tujuan perawatan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik

sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil : Klien ikut dalam program latihan, tidak

mengalami kontraksi sendi, kekuatan otot

bertambah, klien menunjukkan tindakan

untuk meningkatkan mobilitas dan

mempertahankan kondisi optimal.

Intervensi keperawatan

1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan

kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik

Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas

2) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas

yang tidak sakit

Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan

kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung

dan pernapasan

3) Bantu klien melakukan latihan ROM (Range Of Motion) dan

perawatan diri sesuai toleransi

Rasional : Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi

sesuai kemampuan
4) Pantau kemajuan dan perkembangan, kemampuan klien

dalam melakukan aktivitas

Rasional : Untuk mendeteksi perkembangan klien

5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Rasional : Kemampuan mobilitas ekstremitas dapat

ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim

fisioterapi

c. Diagnosa III

Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk

kaki dan terbentuknya tofus

Tujuan perawatan : Citra diri klien meningkat

Kriteria hasil : Klien mampu menyatakan atau

mengkomunikasikan dengan orang terdekat

tentang situasi dan perubahan yang terjadi,

mampu menyatakan penerimaan diri terhadap

situasi, mengakui dan menggabungkan

perubahan ke dalam konsep diri dengan cara

yang akurat tanpa merasa harga dirinya negatif

Intervensi keperawatan

1) Kaji perubahan persepsi dan hubungannya dengan derajat

ketidakmampuan

Rasional : Menentukan bantuan individual dalam

menyusun rencana perawatan atau pemilihan

intervensi
2) Ingatkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan

sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat

Rasional : Membantu klien melihat bahwa perawat

menerima kedua bagian sebagai bagian dari

seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk

merasakan adanya harapan dan mulai menerima

situasi baru

3) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki

kebiasaan

Rasional : Membantu meningkatkan perasaan harga diri

dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan

4) Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan

sebanyak mungkin hal untuk dirinya sendiri

Rasional : Menghidupkan kembali perasaan mandiri dan

membantu perkembangan harga diri serta

mempengaruhi proses rehabilitasi

5) Bersama klien mencari alternatif koping yang positif

Rasional : Dukungan perawat pada klien dapat

meningkatkan rasa percaya diri klien

6) Dukung prilaku atau usaha peningkatan minat atau

partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi

Rasional : Klien dapat berpartisipasi terhadap perbuatan

dan memahami peran individu dimasa

mendatang
7) Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila

ada indikasi

Rasional : Dapat memfasilitasi perubahan peran yang

penting untuk perkembangan perasaan.

(Muttaqin, Arif, 2008)

d. Diagnosa IV

Anxietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan perawatan : Anxietas teratasi atau hilang

Kriteria hasil : Klien melaporkan anxietas berkurang,

menunjukkan perilaku yang lebih rileks

Intervensi keperawatan

1) Evaluasi tingkat anxietas, catat respon verbal dan non verbal

pasien, dorong ekspresi bebas akan emosi

Rasional : Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,

meningkatkan perasaan sakit. Penting pada

prosedur diagnostik

2) Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan

gejalanya

Rasional : Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa

takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu

menurunkan anxietas

3) Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan

informasi tentang prognosa penyakit


Rasional : Penting untuk menciptakan kepecayaan karena

informasi yang akurat dapat memberikan

keyakinan pada pasien dan keluarga

4) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran

dan perasaan takutnya

Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka

dimana rasa takut dapat ditunjukkan.

e. Diagnosa V

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

terpajannya informasi

Tujuan perawatan : Meningkatkan pemahaman

tentang kondisi/prognosis perawatan

Kriteria hasil : Klien dapat menunjukkan pemahaman tentang

kondisi penyakit dan perawatan

Intervensi keperawatan

1) Tinjau proses penyakit prognosis dan harapan masa depan

Rasional : Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat

membuat pilihan berdasarkan informasi

2) Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses

sakit melalui diet, obat-obatan dan program diet seimbang,

latihan dan istirahat

Rasional : Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan

inflamasi sendi atau jaringan lain untuk


mempertahankan fungsi sendi dan mencegah

deformitas

3) Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan

berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan

Rasional : Penurunan berat badan akan mengurangi

tekanan pada sendi. (Doenges, 2000)

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana

tindakan disusun. Dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu

klien mencapai tujuan yang diharapkan oleh karena itu rencana

tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2001).

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan

data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan

kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format

yang telah ditetapkan oleh institusi (Nursalam, 2001)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses

keperawatan pengumpuan data perlu direvisi untuk menentukan

apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan

apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu


dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan da

intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut

dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Effendy Nasrul, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta;


EGC

Mansjoer A. dkk, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aesculapius.
Jakarta

Misnadiarly, 2007. Rematik. POP Buku Jakarta.

Mubarak I. W,dkk.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.


Jakarta; Salemba Medika

Muttaqin Arif, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Pearce Evelyn, 1992. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT Gramedia EGC,
Jakarta.

Smeltzer And Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3 EGC,
Jakarta.

Setiadi, 2008. Konsep dan Proses keperawatan Keluarga. Yogyakarta; Graha Ilmu

Sustrani dkk, 2007. Asam Urat. Jakarta. PT Gramedia Utama.

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis

Add a comment
Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Gambar template oleh A330Pilot. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai