25
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Airway dan C spine dijamin aman
3) Breathing dijamin aman, berikan oksigen
4) Circulation
o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL 1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya
syok.
o Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
o Transfusi spesifik type atau golongan O
o Stop sumber perdarahan
o Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan
5) Pasang monitor EKG
6) Pasang gastric tube
7) Pasang kateter dan nilai produksi urin
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I
2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi / medevak
3) Metabolisme anaerob
4) Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS
5) Gagal organ multipel (MOF) dan kematian
2. Thorak Masif
a. Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat trauma tajam atau
tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis, pembuluh darah hilus paru atau
robek parenkim paru atau jantung.
b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sesak
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c. Indikasi
1) Pasien dengan trauma tumpul dada
2) Perdarahan pada rongga dada
3) Luka tusuk pada dada
d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neck coller
3) Obat anasthesia lokal
4) Syringe
5) Infus set
6) Cairan ringar lactat yang hangat
7) Chest tube
8) Botol WSD
9) Oksigen set
10) Pulse oksimeter
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
3) Berikan oksigenasi 12 lt/menit
4) Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD
5) Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble
6) Lakukan resusitasi cairan secara stimulan
7) Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar
8) Pasang pulse oximetry
9) Pasang monitor EKG
2) Pasien
Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Lingkungan
Diusahakan tempat tersendiri
4) Petugas
Lebih dari satu orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mendampingi pasien saat dilakukan pemeriksaan/wawancara
3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama perawat
4) Meminta kepada pasien untuk mencoba mengendalikan diri dengan kata-kata sederhana dan
mudah dimengerti.
5) Mengajak pasien ke tempat tenang dan memotivasi untuk mengungkapkan perasaan secara
verbal
6) Pasien gasuh gelisah yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya disilangkan kedepan dada
7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada
8) Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang jaket pengaman
9) Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka pasien, petugas II
dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian mengangkat ke tempat tidur yang telah
disediakan.
10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil menjelaskan
bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol perilakunya dan akan dibuka jika
sudah mampu mengendalikan diri
11) Mengobservasi pasien sebelum dan sesudah tindakan meliputi :
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
- Respon dan perilaku pasien
12) Melaksanakan program pengobatan
13) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Petugas tetap menjaga jarak fisik dengan pasien.
2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi dari jauh
bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.
3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.
4) Pada saat pemasangan manset, posisi tangan/kaki tidak seperti disalib
5) Segera manset dibuka apabila pasien sudah dapat mengendalikan diri.
14. Memasang manset pad apasien kedaduratan psikiatri
a. Pengertian
Adalah suatu tindakan pengekangan pada kedaduratan psikiatri
b. Tujuan
1) Membantu pasien mengontrol perilakunya
2) Pasien dapat kooperatif pada saat dilakukan pengobatan.
3) Keamanan lingkungan dan petugas tidak terganggu
c. Indikasi
1) Pasien agresif
2) Psikosa akut
3) Pasien gasuh gelisah
4) Pasin hiperaktif
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, hanscoen, scort)
b) Manmset
c) Selimut/alas tempat tidur
d) Perlak
e) Sabuk pengaman
2) Obat
Obat-obat sesaui program (obat psikotropik)
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Lingkungan
Tenang dan aman
5) Petugas
Petugas lebih dari 2 orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mengusahakan agar pasien dapat terlentang di tempat tidur
3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien, petugas III
memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.
5) Memasang selimut
6) Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai program
7) Mengobservasi pemberian obat dan pengikatan
8) Mencatat seluruh tindakan
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Hindari adanya perlukaan akibat pengikatan
2) Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap setengah jam
3) Hindari bahaya jatuh
4) Observasi emosi pasien
5) Pengikatan segera dibuka jika pasienj sudah mengendalikan diri
15. Menerima pasien dengan kesadaran menurun
a. Pengertian
Kesadaran menurun adalah menurunnya respon pasien terhadap rangsangan verbal dan
rangsangan nyeri
b. Tujuan
Mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan mencegah terjadinya cacat tetap
c. Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Emergency trolley
c) Set terapi oksigen
d) Set penghisap sekresi
e) EKG record
f) Blood gas kit
g) Set venaseksi
h) Folley kateter
i) Lampu senter
2) Obat-obatan/cairan infus
a) Adrenalin
b) Sulfas atropin
c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %
d) NaCl 0,9 %
e) Ringer lactat
f) Bicarbonat nutrikus
g) Plasma expander
h) Obat-obatan lain sesuai kebutuhan
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Petugas
Lebih dari 2 orang
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Menidurkan dan mengatur posisi pasien sesuai kondisi
3) Menilai kesadaran pasien dengan cara :
a) Memanggil nama pasien/menanyakan keadaannya
b) Mencubit pasien
16. Pemasangan Needle Thoracosintesis
a. Pengertian
Menusukkan jarum dengan lumen yang besar ke rongga pleura
b. Tujuan
- Mengurangi rasa sesak nafas
- Mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Mengurangi rasa sakit
c. Indikasi
Pasien dengan tension pneumatorax
d. Persiapan
Alat :
- Alat pelindung diri (masker, handscoen)
- Jarum IV line No. 14
- Betadine
- Kassa
- Handscoen
- Plester
Pasien :
- Inform consent
- Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
- Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan
Petunjuk :
- 2 orang
e. Pelaksanaan
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2. Petugas I mengamankan jalan nafas sambil mengamankan servicall
3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah dada yang
mengalami tension pneumatorax
4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula pada sela iga
ke tiga
5. Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke arah atas.
6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan kateternya
ditinggal.
7. Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah diberikan lubang
pada ujungnya.
8. Fiksasi IV cath dengan memberikan plester pada persambungan antara sarung tangan dengan IV
cath
9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Jumlah nafas dan kualitas pernafasan
2. Keluhan pasien
3. Segera lanjutkan dengan pemasangan WSD
17. Pemasangan Needle Crico Thyroidotomy
a. Pengertian
Menusukkan jarum yang berlumen pada membran crictohiroidea
b. Tujuan
1. Membuat jalan nafas
2. Menjaga jalan nafas tetap lancar
3. Memberikan oksigen
c. Indikasi
Sumbatan jalan nafas tidak biasa diatasi secara manual.
d. Persiapan
Alat :
- Alat pelindung diri (masker, handscoen)
- IV catheter No. 14
- Handschoen
- Jet insuflation
- Oksigen set lengkap
- Spuit 5 ml
- Cairan RL
Pasien :
- Tidurkan terlentang
Petugas :
- 1 orang
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Tidurkan pasien terlentang
3) Fiksasi trahcea pada posisi bagian lateral dekstra dan sinistra
4) Spuit diisi dengan cairan ½ nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.
5) Tusukkan jarum pada membran coroctyroidea ke arah caudal
6) Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan, kemudian lepaskan
spuit serta mandarin dicabut.
7) Hubungan jarum cricityroidotomy dengan jet insuflation untuk memberikan O2
8) Oksigen diberikan dengan cara 1 detik ditutup dengan 4 detik dibuka
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Observasi pasien
2. Jet insuflation dipasang paling lama 45 menit
3. Segera lanjutnya pemasangan tracheostube
18. Operasi krikotiroidotomi
a. Pengertian
Membuat jalan nafas melalui trachea dengan memasang kanul trachea
b. Tujuan
Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian atas.
c. Indikasi
Sumbatan total jalan nafas atas
d. Persiapan
- Alat
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Disposible calpel no. 11
3) Instrumen dasar
4) Antiseptic
5) Silocain 2 % injeksi
6) Dysposible syring 20 cc
7) Kanul trachea / ETT (nomor sesuai kebutuhan)
- Pasien
1. Inform consent
2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral
- Petugas
2 orang dokter dan perawat
e. Pelaksanaan
(a) Petugas menggunakan masker, handscoen
(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid, notch
cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi
(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi
(d) Buat insisi transversal di atas membran cricothyroid
(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan scalpel
dengan memutar 90 derajat
(f) Balon tube dikembangkan
(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8. lakukan fiksasi
tube agar posisi tidak berubah
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Monitor keadekuatan ventilasi
2. Siapkan ventilator dan suction set
3. Cek AGD
Add a comment
Beranda
1.
Jun
27
Add a comment
2.
Jun
25
a. Defenisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya
perdarahan
b. Tujuan
1) Memulihkan perfusi pada jaringan
3) Mencegah kematian
c. Indikasi
1) Syok haemoragik
d. Persiapan
1) Alat
- Neck collar
- Balut cepat
- Infus set
- Plester
- Monitor EKG
- Pulse oksimeter
- Oksigen set
- Kateter
- Urin bag
2) Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.
3) Lingkungan
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)
4) Circulation
o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL 1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan
atau kelasnya syok.
2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi /
medevak
3) Metabolisme anaerob
2. Thorak Masif
a. Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat
trauma tajam atau tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis,
pembuluh darah hilus paru atau robek parenkim paru atau jantung.
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neck coller
4) Syringe
5) Infus set
7) Chest tube
8) Botol WSD
9) Oksigen set
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
1) Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine
3. Flail Chest
a. Defenisi
Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada
sisanya (ada bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis
fraktur lebih dari satu pada satu iga.
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Flail chest
d. Persiapan alat
2) Oksigen lengkap
3) Intubasi set
4) Suction lengkap
5) Infus set
7) Pulse oksimetri
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)
3) Pasang intubasi
4. Trauma Abdomen
a. Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Persiapan alat :
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)
2) Oksigen lengkap
3) Gurita
4) Infus set
6) Kassa steril
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)
6) Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab
2) Koagulopati
3) Cegah hipoglikemi
4) Asidosis
5. Cedera Kepala
a. Defenisi
Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Contusio cerebri
2) Commotio cerebri
d. Persiapan alat
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)
2) Neckcollar
3) Suction lengkap
4) Oksigen lengkap
5) Intubasi set
7) Infus set
9) Pulse oksimetri
e. Pelaksanaan tindakan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort
2) Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)
6) Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai
oropharingeal jangan difiksasi
8) Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan
oksigen 100 % diberikan dengan kecepatan 10-121/menit
9) Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tanda-
tanda syok dan gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.
10) Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya
11) Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi
12) Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai
kedinginan.
1) Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih
kecil dari 9 yaitu E-1, M-5, V= 1-2
3) Hemifarese
a. Defenisi
Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka yang menyebabkan
terjadinya pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter
trachea
b. Indikasi
c. Tujuan
d. Pelaksanaan tindakan
2) Kassa steril
3) Plastik tipis
4) Plester
5) Cairan infus
6) Infus set
e. Pelaksanaan tindakan
3) Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek
a. Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan
desinfektan
b. Tujuan
d. Persiapan
1) Alat
b) Alat-alat steril
(3) Semprit 10 cc
(1) Bengkok
(2) Ember
d) Obat-obatan
e) Cairan
(1) NaCl 0,9 % / aquadest
2) Pasien
3) Lingkungan
Ruang khusus
4) Petugas
e. Pelaksanaan
a) Sebelum tindakan
- Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius
b) Selama tindakan
3) Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat
tenun steril
4) Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai
program dokter
5) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat
perawatan luka bakar
(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan
desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel
c) Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian
diberi zalf sesuai program pengobatan
d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril
e) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang
perawatan luka bakar
f) Mengobservasi terhadap :
2) Respons pasien
a. Pengertian
Penyakit jantung koroner yang ditandai dengan nyeri dada khas, keringat dingin
diperkuat dengan adanya gambaran ECG st elevasi
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Persiapan
2) Monitoring EKG
3) Defibrilator
4) Syiring pump
5) Infuse pump
6) Oksigen
e. Pelaksanaan
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)
6) Pasang infuse
a. Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi
pernafasan dan jantung guna kelangsungan hidup pasien
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Henti nafas
2) Henti jantung
d. Persiapan
1) Alat
e) EKG record
g) DC shock lengkap
2) Pasien
e. Pelaksanaan
1) Memanggil nama
2) Menanyakan keadaannya
f) Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buata dengan resuscitator sebanyak 2 kali
secara perlahan
g) Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba arteri karotis, jika arteri carotis
teraba cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali
h) Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung
luar dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa baik 1 atau 2 penolong dan 3 : 1
untuk neonatus.
j) Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasi dimulai dengan kompresi
jantung luar.
1) Dewasa
(a) Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu
(b) Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
2) Anak
3) Neonatus
(a) Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong sedangkan tangan kiri
memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri brakhialis sebelah kiri
(b) Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi sejajar
putting susu 1 cm ke bawah
a. Pengertian
Memberikan pertolongan bayi baru yang tidak segera menangis atau tidak segera
bernafas.
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Persiapan alat :
b) Deelic
c) Masker bayi
e) Oksigen lengkap
f) Thermometer
e. Pelaksanaan
1) Jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah, atau bernafas cepat
dan dangkal, pucat atau biru dan atau lemas, maka :
a) Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit
setengah ekstensi agar jalan nafas terbuka, bayi harus tetap diselimuti. Hal ini
penting sekali untuk mencegah hypotermi pada bayi baru lahir.
b) Hisap mulai mulut, sedalam 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam 3 cm secara
lembut dengan menggunakan deelie (jangan memasukkan alat penghisap terlalu
dalam pada kerongkongan bayi). Karena dapat menyebabkan terjadinya bradikardi,
denyut jantung yang tidak teratur, spasme pada larink/tenggorokan bayi.
c) Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi (atau menyentil kaki bayi,
keduanya aman dan efektif untuk menstimulasi bayi)
d) Nila ulang keadaan bayi. Jika mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak
diperlukan tindakan lanjutan, lanjutkan perawatan pada bayi baru lahir normal.
e) Jika bayi tidak bernafas dengan normal atau menangis teruskan dengan ventilasi
(40-60) kali/permenit
h) Periksa kembali posisi bayi baru lahir, kepala harus sedikit ditengadahkan.
i) Pasang sungkup oksigen atau gunakan bag valve dan mask yang ukurannya sesuai
b) Periksa hidung dan mulut apakahj ada darah, mucus atau cairan ketuban, lakukan
penghisapan jika perlu
d) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas
dengan spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan
resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
3) Kompresi dada :
c) Jika ada 2 tenaga kesehatan yang terampil dan pernafasan bayi lemah atau < 30
kali/menit dan detak jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama 1
menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan
kecepatan 3 : 1
d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih
peka dan mudah patah, jantung dan paru-parunya mudah terluka
e) Lakukan tekanan pda jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat di bawah
garis putih bayi, ditengah dada. Dengan jari-jaring lurus, tekan dada sedalam 1-1,5
cm
4) Setelah bayi bernafas normal periksa suhu, jika di bawah 36,50 celcius atau
punggung sangat dingin lakukan penghangatan yang memadai. Perhatikan warna
kulit, pernafasan dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur suhu bayi setiap jam sehingga
normal (36,50C – 370C)
a. Pengertian
Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah melahirkan lebih dari
500 cc atau perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Atonia uteri
3) Retensi plasenta
d. Persiapan
1) Alat
b) Obat emergency
d) Cairan infuse
e) Tampon
f) VC set
g) Hecting set
2) Pasien
3) lingkungan
e. Pelaksanaan
1) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan massage uterus
supaya berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan
darah. Sambil melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban
untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.
2) Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit
oksitosin IM
3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih
4) Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan
lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep
arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)
5) Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus terjadi. Berikan masases uterus
untuk mengeluarkan gumpalan darah.
6) Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk
menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
7) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.
8) Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima menit atau hingga perdarahan
bisa dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
9) Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan
10) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik :
c) Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan massase
uterus untuk memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan
nadi.
11) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima
menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan
dari vagina dengan hati-hati.
12) Jika tidak ada hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM
13) Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat
mungkin, dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
14) Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung
16) Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala
empat persalinan dengan cermat.
17) Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan
18) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka
kemungkinan terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah
yang nampak keluar, abdomen teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan
kolaborasi dengan OBSGYN)
19) Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan
pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
20) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan
dan tekanan darah
21) Buat catatan yang saksama tentang semua penilaian tindakan yang dilakukan dan
pengobatan yang dilakukan
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Sisa plasenta
4) Persalinan lama
5) Infeksi uterus
6) Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat
d. Persiapan
a) Alat
(f) Tampon
b) Pasien
e. Pelaksanaan
2) Petugas menggunakan
3) Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post partum
sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya.
4) Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / IV menggunakan jarum berlubang besar
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan
6) Pasang IV line
7) Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan tanda-tanda
syok.
a. Pengertian
Suatu kegiatan menerima pasien baru dengan gangguan atau perubahan perilaku
alam pikir atau alam perasaan yang timbul secara tiba-tiba untuk mendapat
pertolongan segera.
b. Tujuan
Untuk menghindari ancaman integritas fisik atau psikis terhadap diri pasien/orang
lain maupun ancaman integritas sosial
c. Indikasi
3) Panik/fuque
d. Persiapan
1) Alat-alat/obat
b) Diagnosa test
c) Emergency trolley
e) Manset
f) Obat psikotropik)
2) Pasien
3) Lingkungan
4) Petugas
e. Pelaksanaan
3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama
perawat
7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada
8) Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang
jaket pengaman
9) Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka
pasien, petugas II dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian
mengangkat ke tempat tidur yang telah disediakan.
10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil
menjelaskan bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol
perilakunya dan akan dibuka jika sudah mampu mengendalikan diri
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi
2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi
dari jauh bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.
3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Indikasi
1) Pasien agresif
2) Psikosa akut
4) Pasin hiperaktif
d. Persiapan
1) Alat
b) Manmset
d) Perlak
e) Sabuk pengaman
2) Obat
3) Pasien
4) Lingkungan
5) Petugas
e. Pelaksanaan
3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien,
petugas III memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.
5) Memasang selimut
6) Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai
program
2) Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap
setengah jam
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun
d. Persiapan
1) Alat
b) Emergency trolley
e) EKG record
g) Set venaseksi
h) Folley kateter
i) Lampu senter
2) Obat-obatan/cairan infus
a) Adrenalin
b) Sulfas atropin
c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %
d) NaCl 0,9 %
e) Ringer lactat
f) Bicarbonat nutrikus
g) Plasma expander
3) Pasien
4) Petugas
e. Pelaksanaan
b) Mencubit pasien
a. Pengertian
b. Tujuan
d. Persiapan
Alat :
- Betadine
- Kassa
- Handscoen
- Plester
Pasien :
- Inform consent
Petunjuk :
- 2 orang
e. Pelaksanaan
3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah
dada yang mengalami tension pneumatorax
4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula
pada sela iga ke tiga
5. Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke
arah atas.
6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan
kateternya ditinggal.
7. Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah
diberikan lubang pada ujungnya.
9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien
2. Keluhan pasien
a. Pengertian
b. Tujuan
3. Memberikan oksigen
c. Indikasi
d. Persiapan
Alat :
- IV catheter No. 14
- Handschoen
- Jet insuflation
- Spuit 5 ml
- Cairan RL
Pasien :
- Tidurkan terlentang
Petugas :
- 1 orang
e. Pelaksanaan tindakan
4) Spuit diisi dengan cairan ½ nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.
6) Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan,
kemudian lepaskan spuit serta mandarin dicabut.
1. Observasi pasien
b. Tujuan
Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian
atas.
c. Indikasi
d. Persiapan
- Alat
3) Instrumen dasar
4) Antiseptic
5) Silocain 2 % injeksi
6) Dysposible syring 20 cc
- Pasien
1. Inform consent
2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral
- Petugas
e. Pelaksanaan
(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid,
notch cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi
(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi
(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan
scalpel dengan memutar 90 derajat
(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8.
lakukan fiksasi tube agar posisi tidak berubah
3. Cek AGD
Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis
Add a comment
3.
Jun
25
Perawatan Jenazah
BAB I
PENADHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada
kematian tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan
jenasah atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau
kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis dalam
24 jam mayat sudah mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang
dapat mencemari lingkungan sekitranya. Dan perawatan jenasah dilakukan untuk
mencegah penularan kuman atau bibit penyakit kesekitarnya. Selain itu perawatan
jenasah juga yaitu untuk mencegah pembusukan.
Mekanisme pembusukan disebabkan oleh otorisis yakni tubuh mempunyai enzim yang
setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, perawatan dilakukan untuk
menghambat aktifitas kuman.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan perawatan jenasah ?
2. apa tujuan dari perawatan jenasah ?
3. tindakan apa yang di lakukan pada peawatan jenasah
4. hal-hal apa yang harus diperhstikan dalam proses perawatan jenasah.?
C. Tujuan
Perawatan jenasah bertujuan untuk mencegah pembusukan. Selai itu jenash juga dapat
terawat dalam arti dapat diberikan obat-obtana pengawetan seperti formalin sehingga
mayat tersebut dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak.
D. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode yang kami gunakan adalah library reseal (metode
pustaka). Sebelum kami menyusun makalah ini terlebih dahulu kami mengumpulkan
data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku hingga media seperti internet
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi kematian
pada tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenasah
atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota/diluar negri.
Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya terkadang perlu dilakukan
pengangkutan atau perpindahan jenasah dari suatu tempat ketempat lainnya. Pada
keadaan ini, diperlukan pengawetan jenasah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenasah kelingkungannya.
Jenasah yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan potensial
menular petugas kamar jenasah. Keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada kasusu
semacam ini, kalau pun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan tetap
dilakukan perawatan jenasah untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit
disekitarnya.
Perawatan jenasah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan unifersal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut
keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasihati keluarga
dan mengambil tindakan yangs sesuai agar penanganan jenasah tidak menambah resiko
penularan penyakit seperti halnya hepatits/B, AIDS, Kolera dan sebagainya. Tradisi yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap jenasah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenasah sebagai
bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi HIV
meninggal, firus pun akan mati.
B. Tujuan Perawatan Jenasah
Adapun tujuan dari perawatan jenasah yaitu :
- Untuk mencegah terjadinya pembusukan pada jenasah
- Dengan menyuntikan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman seperti pemberian
intjeksi formalin murni, agar tidak meningalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku.
Dalam injeksi formalin dapat dimasukan kemulut hidung dan pantat jenasah.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari perawtan jenasah yaitu :
- Pengawetan jenasah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenah untuk mengahambat pembusukan serta menjaga penampilan jenasah
supaya tetap mirim dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenasah dapat dilakukan
pada jenasah beberapa hari tidak dikubur.
- Dalam perawatan jenasah tidak boleh diototpsi. Dalam hal tertentu ototpsi dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh
petugas yang mahir dalam hal tersebut.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Add a comment
4.
Jun
24
Imunisasi
1. Sebelum bayi/anak-anak terkena infeksi, berilah imunisasi dasar sebelum bayi berumur 1
tahun.
2. Ada imunisasi yang perlu diberikan 3x, apabila 1x saja diberikan, kekebalan tidak
terjamin, imunisasi ulangan sangat penting.
3. Kalau anak sudah pernah sakit campak, jangan berikan imunisasi campak lagi. Karena
anak sudah menjadi kebal dengan serangan campak.
5. Kalau botol vaksin dibuka, harus dapat dipakai, bila tidak khasiatnya hilang
6. Dihimbau pada masyarakat agar segera hadir di posyandu apabila petugas imunisasi
sudah siap dengan vaksin.
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan bersih
3. Jelaskan prosedur pada orangtua bayi tindakan imunisasi yang akan dilakukan
4. Buka ampul vaksin BCG kering
5. Larutkan vaksin dengan pelarut vaksin yang tersedia kurang lebih 4 cc
6. Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
7. Atur posisi dan bersihkan lengan (daerah yang diinjeksi, yaitu 1/3 bagian
lengan atas) dengan kapas yang telah di basahi
8. Tegangkan daerah yang akan di injeksi
9. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 10-15o (subkutan)
10. Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan melakukan masase
11. Usap bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
12. Lepas sarung tangan cuci tangan
13. Catat respons yang terjadi, vaksin dikatakan berhasil jika timbul benjolan di
kulit, kulit tampak pucat dan pori-pori jelas.
2. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah tindakan imunisasi denagan memberikan vaksin polio (dalam
bentuk oral) atau dikenal dengan sebutan oral polio vaccine (OPV) yang bertujuan
untuk memberi kekebalan dari penyakit poliomyelitis, dapat diberikan empat kali
dengan interval 4-6 minggu.
Alat dan Bahan
1. Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
2. Pipet plastik
Prosedur
1. Cuci tangan
2. Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilaksanakan
3. Ambil vaksin polio dalan termos es
4. Atur posisi bayi dalam posisi terlentang di atas pangkuan ibunya dan pegang
dengan erat
5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang di programkan atau yang
di anjurkan, yakni 2 tetes.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi
3. Imunisasi DPT/DT
Imunisasi ini dilakukan dengan memberikan vaksin DPT (dipteri pertusis tetanus)/
DT (dipteri tetanus) pada anak dengan tujuan memberi kekebalan dari kuman
penyakit dipteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian vaksi pertama pada usia 2 bulan dan
berikutnya dengan interval 4-6 minggu (kurang lebih 3 kali), selanjutnya ulangan
pertama satu tahun dan ulangan berikutnya tiga tahun sekali sampai usia 8 tahun.
Imunisasi ini tidak dianjurkan untuk bayi usia kurang dari 2 bulan mengingat
imunogen pertusis yang sangat reaktogenik dan adanya hambatan tanggap kebal
karena pengaruh antibody maternal untuk imunogen difteri atau tetanus.
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program/ anjuran, yaitu 0,5 ml
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tanagn kiri ibu merangkul bayi,
menyngga kepala bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar kebelakang tubuh ibu dan tangan kanan ibu memegang
kaki bayi dengan kuat).
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah yang akan diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di daerah femur
9. Lepaskan sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.
4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dilakukan dengan memberikan vaksin hepatitis B kedalam
tubuh yang bertujuan untuk member kekebalan dari penyakit hepatitis. Pada ibu yang
menderita hepatitis B dengan HbsAg negatif, imunisasi dapat diberikan kepada anak
sesuai dengan dosis yang ada, kemudian dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan yang
ketiga pada usia 6 bulan. Apabila HbsAg ibu positif, vaksin dapat diberikan dalam
waktu 12 jam setelah bayi lahir kemudian suntikan kedua pada usia 1-2 bulan dan
ketiga. Imunisasi ulangan dapat diberikan 5 tahun kemudian.
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan pada orangtua prosedur yang dilakukan
4. Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5
ml
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi,
menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tanagn kanan ibu memegang kaki bayi
dengan kuat.
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area paha tengah bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah ynag diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan menusukkan jarumke intramuscular di daerah femur
9. Lepas sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.
5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah tindakan memberikan vaksin campak pada anak yang
bertujuan membentuk kekebalan terhadap penyakit campak yang dapat diberikan
pada usia 9 bulan secara subkutan, kemudian dapat diulang dalam interval waktu 6
bulan lebih setelah suntikan pertama.
1. Cuci tangan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilakukan
4. Ambil vaksin campak meggunakan spuit sesuai program/anjuran (0,5 ml)
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dijepit diketiak
ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan kiri
bayi)
6. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
7. Regangkan daerah yang akan di injeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 45o
9. Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan dengan
kapas
10. Lepas sarung tangan
11. Cuci tangan
12. Catat reaksi yang terjadi.
IMUNISASI PADA ANAK
A. PENGERTIAN
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti
BCG,DPT,Campak,dan melalui mulut seperti vaksin polio.
Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa factor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi
antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan
tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari factor yang mempengaruhinya sehingga
kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
B. JENIS IMUNISASI
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapakan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada
dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman
yang masuk dapat dicegah, pertahanan tubuh tersebut pertahanan nonspesifik dan
pertahanan spesifik, proses meknisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana komplemen dan
makrofag ini yang pertama kali akan memberiakan peran ketika ada kuman yang masuk
dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu
pertahanan tubuh yang spesifik terdiri dari system humoral dan selular. Sistem
pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya.
System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang di sebut immunoglobulin ( IgA,
IgM, IgG, IgE ) dan system pertahanan selular terdiri dari limfosit B dan limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel
memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan
proses tersebut maka imunisasi di bagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif.
a. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai anti gen yang di harapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan
menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkan sel memori sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :
1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba
guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau
virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya
mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
imunogenitas antigen.
b. Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat atau immunoglobulin yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh terinfeksi.
Dalam pemberian imunisai pada anak dapat dilakukan dengan beberapa imunisasi yang
dianjurkan diantaranya :
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang
berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang
berat seperti TBC pada selaput otak TBC milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC
tulang. Imunisasi BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan waktu pemberian
BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau
3 bulan kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intra dermal. Efek samping
pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapata terjadi limfadenitis
regional dan reaksi panas.
3. Imunisasi polio
4. Imunisasi campak
5. Imunisasi Hepatitis B
8. Imunisasi Varicella
9. Imunisasi Hepatitis A
E. CARA PENYIMPANAN
RANTAI DINGIN (COLD CHAIN). Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat
digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau
efek kekebalan pada penerimaannya, akan tetapi apabila vaksin diluar temperature yang
dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
IMUNISASI DI INDONESIA
a. Yang diharuskan
26. Demam Tifoid dibrikan antara umur 2 thn-12 thn, diulangi setiap 3 thn.
Add a comment
5.
Jun
24
HIPERTENSI
1. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
jantung sehingga darah bisa beredar keseluruh tubuh dan darah dapat
Elastisitas dinding aliran darah. Didalam arteri tekanan lebih besar dari
pada di dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari
pada vena.
pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar yang berada dalam arterial.
teraba.
( H. Syaifuddin, 2006)
1) Palpasi
manset diturunkan.
2) Auskultasi
sebagai berikut:
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan
sistolik.
pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar
pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu pada tekanan antara 220-
150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada klien hipertensi yang
(Mutaqqin, 2009)
1. Pengertian .
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun atau lebih
Sistolik Distolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal <130 <85
Hipertensiϯ
3. Etiologi
(Muttaqin, 2009)
4. Gambar anatomi
Arteri pulmonal
Arteri koronaria dan oksigen dalam otot jantung
Otot jantung
Kematian otot jantung
Plague pada arteri
trombus
5. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan penigkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
(Corwin, 2009)
6. Komplikasi
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
hipertensi.
pembentukan bekuan.
d. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
kronis.
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
darah atau ada tidaknya anemia. Sklera dan pupil mata juga diperhatikan
baik warna, bentuk dan reflex tehadap cahaya. Bila ada ikterus akan lebih
gerakan bola mata dan kelopak mata, apakah ada eksoftalmus atau edema
7. Patofisiologi
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
hipertensi.
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terejadi pada usia
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
stadium akhir dan 21% kasus membutuhkan terapi penggantian ginjal. (Sylvia
A. Price, 2006)
PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN HIPERTENSI
NYERI
Serebral
Meningkat
KURANG PENGETAHUAN
Peningkatan Tekanan
Tubuh Berkurang
INTOLERANSI AKTIVITAS
Kelemahan
8. Penatalaksanaan
b. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain lebih spesifik
tekanan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak
pembatasan natrium.
lahir.
(Corwin, 2009)
9. Diagnostik Tes
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hemoglobin/hematokrit
hipertensi).
4) Kalsium serum
6) Urinalisa
adanya diabetes
b. Foto Dada
depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya
1. Pengkajian Keperawatan
suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
(Nursalam, 2001)
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda :
3) Takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :
penyakit serebrovaskular.
lemah.
epigastrium(stenosis arteri).
kemerahan(feokromositoma).
c. Integritas Ego
Gejala :
dengan pekerjaan).
Tanda :
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti :
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang
lalu).
e. Makanan / Cairan
Gejala :
2) Mual, muntah,
Tanda :
adalah diabetik).
f. Neurosensori
Gejala :
5) Episode epistaksis.
Tanda :
tendon dalam.
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala :
h. Pernapasan
Gejala :
4) Riwayat merokok.
Tanda :
3) Sianosis.
i. Keamanan
Gejala :
alkohol / obat.
Rencana pemulangan :
2. Diagnosa Keperawatan
adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tak pernah olah
g. Perencanaan Keperawatan
kriteria hasil
diterima.
normal pasien.
Intervensi keperawatan
vascular.
kapiler.
atau vascular.
meningkatkan relaksasi.
rangsang simpatis
menurunkan TD.
11) Kolaborasi.
kerusakan ginjal.
pelepasan renin.
memperbaiki kondisi
Dx II : Intoleransi aktivitas
Kriteria hasil
diukur.
Intervensi keperawatan
Dx III : Nyeri
Kriteria hasil
Intervensi keperawatan
kepala, mis : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher,
komplikasinya.
panjang, membungkuk.
stres.
Kriteria hasil
individual.
Intervensi keperawatan
dan kegemukan.
berhasil.
makan.
aterogenesis.
Kriteria hasil
untuk menghindari/mengubahnya.
efektif.
Intervensi keperawatan
terapeutik.
tidak berdaya.
Kriteria hasil
pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi
Intervensi keperawatan
terdekat.
otak.
merasa sehat.
diinginkan.
Rasional : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
stres.
faktor-faktor diatas.
upaya pasien.
dan idiosinkrasi.
11) Sarankan untuk mengubah posisi, olah raga kaki saat berbaring.
lama.
diresepkan.
antihipertensif.
buah ara, kismis, gatorade, sari buah jeruk, dan minum yang
diet lebih baik dari pada obat dan semua ini diperlukan
mempengaruhi TD.
saus, sup kaleng, dan sayuran, soda kue, baking powder, MSG).
harian.
kelemahan.
hari.
h. Pelaksanaan Keperawatan
tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
i. Evaluasi keperawatan
2001)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, vol. 2, edisi 8. Jakarta,
EGC.
Sani Aulia, 2008. Hypertension. Jakarta, Medya Crea.
Ade Dian, 2002. Internet. Insiden Hipertensi. www. Com (di akses tanggal 22
Januari 2011).
Siska Viatyasari, 2008. Internet. Sistem Saraf Perifer. www. Com. (akses 21
Februari 2011)
Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Add a comment
6.
Jun
24
Masa Nifas
Masa Nifas
A. Definisi
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
yang sehat
C. Perubahan-perubahan fisiologis
1. Involusi rahim
Setelah placenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri ± 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari
berikutya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi sesudah 2 hari ini uterus
mengecil dengan cepat, sehingga pada hari ke 10 tidak teraba lagi dari luar.
lahir beratnya rahim ± 1000 gr seminggu kemudian 500 gr, 2 minggu post
partum 375 gr dan pada akhir puerperium 50 gr. Involusi terjadi karena
zat protein dinding rahim dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan
kencing. Sebagai bukti bahwa kadar nitrogen dalam air kencing sangat
tinggi.
Pelepasan placenta dan selaput janin dan dinding rahim terjadi pada
stratum spongosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak bahwa lapisan atas
dari startum spongiosum yang tingga; menjadi nekrosis sedangkan lapisan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Degan cepat
luka ini mengecil pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada
akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas bekas luka placenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasa luka
yang sedemikian sembuh dengan menjadi parut tetapi luka bekas placenta
tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini dengan cara
yang sangat luar biasa yang dibawah luka ada pertumbuhan endometrium
baru. Endometrium ini tumbuh di pinggir luka dan juga dan sisa kelenjar
darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam nifas. Orang
oleh 2 jari pinggir. Pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak, karena robekan
dalam persalinan, pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 11
jari saja. Pada cerviks terbentuk sel-sel otot baru. Karena retraksi dari
wanita tang athenis terjadi diastasis dari otot rectus abdominalis sehingga
sebagian dari dinding perut digaris tengah hanya tediri dari peritoneum.
kencing penuh atau sesudah kencing penuh atau sesudah kencing masih
tinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma. Pada dinding kandung
7. Laktasi
terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini. Acini ini menghasilkan air
susu. Tiap lobulus mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu.
Saluran-saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap
lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke puting
keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung
BD 1.026-1.036
- Protein : 1-2 %
- Lemak : 3-5 %
- Gula : 6,5-8 %
- Garam : 0,1-0,2 %
Susunan ini berbeda tiap ibu-ibu dan pada seorang ibupun berbeda-
D. Klinik nifas
Suhu badan dalam nifas hendakya normal, apabila ≥ 380 C dianggap
sebagai tanda ifeksi demam biasanya disebabkan oleh infeksi nifas, nadi cepat
Lochia adalah rabas/bekuan darah kecil dari uterus yag keluar setelah
bayi lahir, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua atau
merah coklat.
Macam-macam lochia:
1. Lochia rubra
Pengeluaran sampai paa hari kedua yang mengandung darah dan debris
2. Lochia serosa
Pengeluaran pada hari ke 3-4 yang mengandung darah lama, serum leukosit
3. Lochia alba
1. Early
Ibu dibolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam post partum
Keuntungan early ambulation yatu penderita merasa lebih sehat dan lebih
2. Diet
Ibu diberi gizi yang cukup yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin-vitamin,
3. Suhu
4. Miksi
Tiap penderita disuruh kencing 6 jam post partum. Kalau dalam 8 jam post
partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi 100 cc,
5. Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi clysma air
6. Perawatan payudara
7. Follow up
8. Keluarga berencana
Pil KB dapat mempegaruhi air susu biasanya ditawarkan IUD atau sterilisasi
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik, Jansen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta. EGC, 2004
Barbara R, Staright, Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Edisi 3 Jakarta EGC 2004
Ida bagus Gde Manuaba Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta EGC.1998
Add a comment
7.
Jun
24
INDIKASI
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
LUKA
3.1. Definisi
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
4.1.Alat (Instrumen)
a. Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps
bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu
atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.
b. Scalpel handles dan scalpel blades
c. Dissecting scissors ( Metzen baum )
d. Suture scissors
e. Needleholders
f. Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk
segitiga dan bentuk bulat
g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps)
h. Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi (Kocher)
i. Retractors, double ended
j. Towel clamps
4.2 Bahan
a. Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian )
b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
c. Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.
d. Anestesi lokal lidocain 2%.
e. Sarung tangan.
f. Kasa steril.
Pict.1. Tissue Forceps
Pict.2. Scalpel Handles
Pict.3. Dissecting Scissors
Pict.3. Suture Scissors
Pict.4. Needle Holder
a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari
dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk
memperkuat pegangan tangan. Untuk membuat simpul benang setelah jarum
ditembuskan pada jaringan, benang dilingkarkan pada ujung pemegang jarum.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari kedua dan ketiga.
Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang .
2). Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120° C dan tekanan 2 atmosfer
3). Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit. Cara ini hanya dianjurkan
bila cara lain tidak tersedia.
6.2 Pengepakan
Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus dibungkus dengan dua
lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses sterilisasi. Pada bagian luar
pembungkus , ditempelkan suatu indikator ( yang akan berubah warna ) setelah
instrument tersebut menjadi steril. Untuk mempertahankan agar instrument yang
dibungkus tetap dalam keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut” teknik
tanpa singgung.
7. JENIS-JENIS BENANG
b. Buatan ( Synthetic )
Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin ( merk dagang
Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan
Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih
lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
7.2 Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )
a. Alamiah ( Natural)
Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein organik
bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.
b. Buatan ( Synthetic )
Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau
Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang
Prolene ).
8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)
a. Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
b. Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari bagian tengah
kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
c. Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang terbuka hanya
bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
d. Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.
e. Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan NaCl.
f. Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan menggunakan pisau dan
gunting.
g. Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.
h. Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain catgut atau
poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap
yaitu silk atau nylon.
Teknik penjahitan ini dilakukan untuk mendapatkan eversi tepi luka dimana tepinya
cenderung mengalami inverse. misalnya kulit yang tipis. Teknik ini dilakukan sebagai
berikut:
1. Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya,
kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.
2. Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis,
menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama.
3. Dibuat simpul dan benang diikat.
9.3 SUBCUTICULER CONTINUOS SUTURE
Indikasi : Luka pada daerah yang memerlukan kosmetik
Kontra indikasi : jaringan luka dengan tegangan besar.
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga
yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka
yang dilakukan sebagai berikut.
1. Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis kulit
salah satu dari tepi luka.
2. Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara
bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan
pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain.
3. Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara
parallel disepanjang luka tersebut.
9.4 JAHITAN PENGUNCI (FESTON)
Indikasi : Untuk menutup peritoneum
Mendekati variasi kontinyu (lihat gambar)
Pict.11. Jenis Jahitan
Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis
Add a comment
8.
Jun
24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri dengan
diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keharmonisan fungsi jiwa yaitu
jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan
keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis
(serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam
Keperawatan jiwa juga merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental.
keperawatan.
dengan gangguan jiwa tetapi juga pada klien dengan masalah psikososial, yang
ditujukan pada semua orang dan lapisan masyarakat sehingga tercapai sehat mental
Manusia sebagaimana dia ada pada suatu waktu merupakan suatu interaksi
antara badan, jiwa dan lingkungan. Ketiga unsur ini saling mempengaruhi segala
keutuhan manusia sebagai mana dia ada. Konsep kesehatan jiwa memang perlu
orang yang mengalami gangguan jiwa dan orang normal, perbandingannya sangat
menerapkan teori prilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri secara
dengan masalah jiwa. Kita sebagai mahasiswa calon-calon tenaga perawat harus di
Pengetahuan,ketrampilan dan sikap yang baik adalah syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh seorang perawat . Praktek lapangan secara langsung untuk penerapan
V akper bethesda tomohon mengadakan raktek klinik jiwa di RSU Prof. Dr. V. L.
kesehatan yang optimal yang diantaranya pasien yang memiliki masalah keperawatan
dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.F.P dengan Isolasi Sosial:
B. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
menarik diri
nyata
Melakukan evaluasi kesehatan, mampu mendokumentasikan dalam asuhan
mempraktekkannya.
masalahnya.
perpustakaan
4. Manfaat Penulisan.
c. Institusi Pendidikan.
isolasi sosial.
5. Sistematika Penulisan.
Sistem penulisannya terdiri dari; Judul, Lembar pengesahan, Daftar Isi, BAB I
Konsep teoritis; terdiri atas konsep dasar penyakit, konsep dasar asuhan
Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Kosep medis
1. Pengertian
a. Gangguan jiwa
individu.
b. Isolasi sosial
Keliat).
karakteristik:
3) Menarik diri
(Towsend, 1998)
karakteristik:
membagi cerita
berhasil
ornag lain
6) Manipulasi verbal
(Towsend,1998).
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
maladaptif.
Maladaptif
Saling Ketergantungan
Respons adaptif adalah respons individu dalam penjelasan masalah
yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang
ini meliputi:
O t o no m i m e r up a k a n kemampuan i n di v i d u d a l am
interpersonal.
ditemukan adalah:
Manipulasi
Impulsif
Narkisisme
tidak mendukung.
2. Faktor predisposisi dan presipitasi
tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan
adalah curiga.
adalah otak.
mandiri.
berkompromi.
Masa pra-remaja Menjalin hubungan intim dengan sesama
jenis kelamin.
mempunyai anak.
sudah dilalui.
dengan budaya.
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak
a) Faktor Eksternal
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya yang antara lain adalah keluarga.
b) Faktor Internal
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
3. Mekanisme Koping
isolasi.
4. Tanda dan gejala
a. Data subjektif
b. Data objektif
mobilitasnya
cakap.
5. Karakteristik perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan/makan berlebihan
d. Tidur berlebihan
g. Kurang bergairah
i. Kegiatan menurun
j. Immobilisasi
k. Modar-mandir
humanistik, profesional dan holistik berdasarkan ilmu dan kiat, memiliki standar
asuhan dan menggunakan kode etik, serta dilandasi oleh profesionalisme yang
Proses keperawatan jiwa adalah suatu proses penilaian masalah yang dinamis
memenuhi kebutuhan khusus pasien. (Dep. Kes. RI. Dan JICA, 1982).
keperawatan yang bersifat rutin, intuisi dan tidak unik bagi individu klien.
a. Bagi Perawat.
keperawatan.
terorganisir.
ilmiah
(Independent Care)
proses keperawatan jiwa. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian keperawatan jiwa
terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien
(Stuart dan Larai, 2001). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 dimensi yaitu
komunikasi terapeutik dan senantiasa mampu berespon secara efektif (Stuart dan
Larai, 2001).
pola respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart dan Larai, 2001)
masalah
sehingga tujuan ini perlu dicapai atau dimiliki klien. Umumnya kemampuan
klien pada tujuan khusus dapat menjadi 3 aspek yaitu kemampuan kognitif,
keperawatan.
saling percaya dengan melakukan kontrak, mengkaji data dari klien dan
situasi nyata implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat
membuat kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
dua, yaitu evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
dilaksanakan
dilaksanakan
A: Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Anna, Budi. 1999. ”Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1”. Penerbit : EGC.
Jakarta.
Keliat Anna, Budi. 2005. ”Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2”. Penerbit : EGC.
Jakarta.
Towsend, Mary C. 1998. ”Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi I, II, III”. EGC : Jakarta.
Add a comment
9.
Jun
24
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
pada Pasien dengan Abortus Inkomplet
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. (Mochtar Rustam, 1998)
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran konsepsi yang hanya sebagian dan hasil
yang tertinggal berupa desidua atau plasenta. (Mochtar Rustam, 1998)
2. Klasifikasi Abortus
a. Menurut terjadinya
1) Abortus spontan
Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia < 20 minggu atau
2) Indikasi medis
Mencakup pemberian ergot alkaloid ergot yang dikombinasi dengan
yaitu menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak
kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil, kehamilan yang tidak
diinginkan.
b. Bentuk klinis
2) Abortus inkompletus
Abortus yang sedang berlangsung dan tidak dapat dihentikan karena setiap
Keadaan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan
6) Abortus habitualis
Keguguran di mana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali
atau lebih.
7) Abortus infeksiosus
3. Etiologi
umur kehamilan antara 0-14 minggu, penembusan vili korcalis sudah lebih
rubeola, demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin
3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis.
5. Anatomi fisiologi
2) Bibir besar kemaluan (labia mayora) berada pada bagian kanan dan kiri
4) Vestibula di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung dengan
vagina.
dan jenis epithelium bergaris yang khusus dialiri pembuluh darah dan
1) Uterus (rahim) adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir
3) Badan uterus melebar dari fundus ke serviks, sedangkan antara badan dan
4) Ovarium indung telur adalah kelenjar berbentuk biji buah kenari terletak
di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah
kanan, dari atas uterus ke samping di tepi atas ligamen lebar ke arah sisi
pelvis.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang mungkin dapat terjadi menurut Mochtar Rustam (1998) :
a. Amenorea.
c. Perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya seperti stolsel (darah
beku).
f. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks
servikalis atau kavum uteri serta uterus yang berukuran lebih kecil dari
seharusnya.
7. Patofisiologi Abortus Inkompletus
Etiologi dari abortus adalah faktor kromosom, kelainan alat-alat reproduksi ibu,
Penyakit ibu seperti anemia dapat mengakibatkan gangguan peredaran darah dalam
seperti infeksi dapat mengakibatkan kelainan pada placenta, sehingga placenta tidak
Terlepasnya jaringan placenta ini dapat terjadi perdarahan pada ibu sehingga
terjadi perubahan status kesehatan. akibat perdarahan maka dapat terjadi resiko tinggi
curetage, sehingga diangkat diagnosa resiko tinggi infeksi (Manuaba, dkk. 1998 dan
Doenges, 2001).
Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ultrasonografi, doppler untuk menentukan janin masih hidup atau sudah
mati.
b. Tes kehamilan.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Dalam keadaan gawat karena kekurangan darah, dapat dipasang infus dan
b. Diikuti kerokan
4) Disability
a) Jalan napas pasien paten ketika bersih saat berbicara dan tidak ada
belakang?
kering
b) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan
motorik terbaik.
c) AVPU
dan tempat.
tempat.
berdasarkan penilaian :
hipotermia.
disingkirkan.
BHD.
Jalan napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik, pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit.
1) Tingakat kesadaran
2) Warna kulit
3) Nadi
4) Tekanan darah
b. Kontrol Perdarahan
Perdarahan dapat :
1) Eksternal (terlihat)
3) Rongga thoraks
4) Rongga abdomen
5) Fraktur pelvis
4. Disability
5. Exposure/Kontrol Lingkungan
b. Secondary survey
a. Fokus assessment
A. Diagnosa keperawatan
1. Airway
c. Resiko aspirasi
2. Breathing
3 Circulation
B. Perencanaan
RESUSITASI
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw thrust atau
chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih
sadar dapat dipakai nasopharyngeal airway. Bila penderita tidk sadar dan
tidak ada reflex bertahan (gag reflex) dapat dipakai oropharingeal airway
(Guedel).
mekanis.
2. Breathing
harus segera dilakukan kompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul WSD)
Bila ada gangguan sirkulasi hrus dipasang sedikitnya 2 jalur (IV line).
Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya
menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena
Pada saat datang penderita di infuse cepat dengan 1,5 – 2 liter cairan
kristaloid, sebaiknya ringer laktat. Bila tidak ada respon dengan pemberian
bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan (type specific). Bila tidak
ada darah segolongan dapat diberikan darah tipe O Rhesus negative, atau
4. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi,
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat
c. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini
C. Pelaksanaan
1. Komprehensive
1. Proses
2. Hasil
a. Pengkajian keperawatan
b. Diagnose keperawatan
c. Perencanaan keperawatan
pervaginal.
pemeriksaan fisik
mengatasi nyeri
perdarahan
penyakit
cemas
keluarga
dan keluarga.
d. Pelaksanaan keperawatan
klien.
e. Evaluasi keperawatan
1menit, 5, 15, 30 menit, atau 1 jam sesuai dengan kondisi klien/ kebutuhan. Konsep
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta :
Salemba Medika.
Add a comment
10.
Jun
24
BAB I
PENDAHULUAN
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan
yang tepat.
hidupnya.
keluarga yaitu:
konteks ini keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama
luarnya.
keluarga.
kesehatan keluarga.
kesehatannya.
pengobatan
keseluruhan.
proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan adalah
dasar/perawatan dirumah.
pendekatan yang paling tepat atau paling mungkin untuk digunakan agar
tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
terlalu muda
adalah :
1) Edukator
penyakit
bila diperlukan.
2) Koordinator
4) Pengawas Kesehatan
kesehatan keluarga.
6) Kolaborasi
rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai
7) Advokasi
8) Fasilitator
9) Penemu kasus
dalam perspektif, fungsi ini adalah salah satu fungsi keluarga dan
kesehatan keluarga.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Pengertian
yang disebabkan oleh deposit atau penimbunan kristal asam urat di dalam
2. Etiologi
yaitu hiperurisemia.
a. Faktor genetik
keju, kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol. Asam urat terbentuk
adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling
a. Fibrosa
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan dan tulang yang satu
b. Kartilago
c. Sinovial
Sendi tubuh yang dapat digerakkan serta memiliki rongga sendi dan
a) Sendi karpal
bergerak bersama.
b) Sendi karpo-metakarpal
tulang ini.
c) Sendi metakarpo-falangeal
a) Sendi lutut
e) Falang
4. Manifestasi klinis
peradangan lokal.
3) Serangan gout arthritis akut dapat terjadi pada tahap ini. Tofi
5. Patofisiologi
dari 7,0 mg/dl dapat normal tetapi tidak selalu menyebabkan kristal
kristal asam urat mengendap dalam sebuah sendi, respons inflamasi akan
seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis urat (batu ginjal)
asam urat.
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Kadar normal
Urid Acid Terjadi peningkatan Laki-laki 2,1-8.5 mg/dl
urid acid Perempuan 2,0-6,6 mg/dl
Leukosit Leukositosis ringan 5000-10000/ul (mm3)
2) Pemeriksaan urine
Menunjukkan kadar asam urat dalam urine tinggi
b. Pemeriksaan radiologi
hanya terlihat:
sendi.
(Misnadiarly, 2007)
7. Penatalaksanaan
b. Sendi diistirahatkan
c. Kompres dingin
d. Diet rendah purin
dan minuman yang kadar purinnya tinggi, sedang dan rendah yaitu:
alkohol
8. Komplikasi
a. Batu ginjal
b. Gagal ginjal
9. Prognosis
arthritis kronis terjadi setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang
1. Pengkajian keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistemik dalam pengumpulan data dari
a. Anamnesis
pada kasus gout adalah nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari
jari kaki.
pemeriksaan radiologi.
5) Riwayat psikososial
b. Pemeriksaan fisik
1) B1 (breathing)
pernapasan
mengi
2) B2 (Blood)
Pengisian capilary refil kurang dari 1 detik, sering ditemukan
3) B3 (Brain)
batas normal
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
selain itu juga perlu dikaji frekuensi, kepekaan, warna, bau dan
6) B6 (Bone)
berat
2. Diagnosa Keperawatan
(Nursalam, 2001).
a. Diagnosa I
Intervensi keperawatan
mengurangi nyeri.
b. Diagnosa II
Intervensi keperawatan
melakukan aktivitas
dan pernapasan
sesuai kemampuan
4) Pantau kemajuan dan perkembangan, kemampuan klien
fisioterapi
c. Diagnosa III
Intervensi keperawatan
ketidakmampuan
intervensi
2) Ingatkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan
situasi baru
kebiasaan
mendatang
7) Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila
ada indikasi
d. Diagnosa IV
Intervensi keperawatan
prosedur diagnostik
gejalanya
menurunkan anxietas
e. Diagnosa V
terpajannya informasi
Intervensi keperawatan
deformitas
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer A. dkk, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aesculapius.
Jakarta
Pearce Evelyn, 1992. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT Gramedia EGC,
Jakarta.
Smeltzer And Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3 EGC,
Jakarta.
Setiadi, 2008. Konsep dan Proses keperawatan Keluarga. Yogyakarta; Graha Ilmu
Add a comment
Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Gambar template oleh A330Pilot. Diberdayakan oleh Blogger.