Anda di halaman 1dari 144

RESUME KEGIATAN SKILL LAB DI KELOMPOK 2

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

SURABAYA

OLEH

ZAHROTUL JANNAH

DOSEN PEMBIMBING

Rahmadaniar Aditya Putri, S.Kep.Ns.,M.Tr.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DANKEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
RESUME MATERI 1

SOP Perawatan WSD ( Water Seal Drainage )

A. PENGERTIAN
WSD merupakan suatu tindakan drainase intrapleural yang digunakan setelah
prosedur intrathorakal. Satu atau lebih kateter dada dipasang dalam rongga pleura
dan difiksasi ke dinding dada yang kemudian disambung ke sistem drainase
(suction). Bertujuan untuk mengeluarkan gas, cairan darah, atau cairan asing yang
yang bersifat solid dari rongga dada pleura atau rongga thoraks dan ruang
mediastinum.

B. TUJUAN PERAWATAN WSD :


1. Mengganti balutan dada dan selang WSD.
2. Memonitor kepatenan dan fungsi sistem WSD.
3. Mengganti botol WSD.
4. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

C. DALAM PERAWATAN YANG HARUS DIPERHATIKAN :


1) Penetapan slang.
2) Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian
masuknya slang dapat dikurangi.
3) Pergantian posisi badan.
4) Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan
perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh
bantal di bawah lengan atas yang cedera.
5) Mendorong berkembangnya paru-paru.

a. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.


b. Latihan napas dalam.
c. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
d. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika
banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan. Suction harus berjalan efektif :

1. Observasi setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan


setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
2. Observasi banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna
muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
3. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke
1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di
bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh
gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang
tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
4. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara
masuk yaitu meng”klem” slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll
WSD (Water Seal Drainage)
D. PERSIAPAN ALAT :
1. Satu buah meja dengan satu set bedah minor
2. Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9%
dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.
3. Kasa steril dalam tromol
4. Korentang
5. Plester dan gunting
6. Nierbekken/kantong balutan kotor
7. Alkohol 70%
8. Bethadin 10%
9. Handscoon steril

E. PERSIAPAN PASIEN DAN LINGKUNGAN


1. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan
2. Memasang sampiran disekeliling tempat tidur
3. Membebaskan pakaian pasien bagian atas
4. Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien
5. Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien.

F. PELAKSANAAN PERAWATAN WSD


1. Perawat mencuci tangan, kemudian memasang handscoon
2. Membuka set bedah minor steril
3. Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan kotor
dimasukkan ke dalam nierbekken
4. Mendisinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol
70%
5. Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian
diplester
6. Selang WSD diklem
7. Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol
8. Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang WSD
dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru
9. Klem selang WSD dibuka
10. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk
efektif
11. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan
gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
12. Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam
posisi yang paling nyaman
13. Membersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi
kembali
14. Membuka handscoon dan mencuci tangan
15. Menulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan
16. Evaluasi Pelaksanaan Perawatan WSD
A. Evaluasi keadaan umum :
1. Observasi keluhan pasien
2. Observasi gejala sianosis
3. Observasi tanda perdarahan dan rasa tertekan pada dada
4. Observasi apakah ada krepitasi pada kulit sekitar selang WSD
5. Observasi tanda-tanda vital.
B. Evaluasi ekspansi paru meliputi :
1. Melakukan anamnesa (IPPA)
2. Melakukan Inspeksi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
3. Melakukan Palpasi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
4. Melakukan Perkusi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
5. Melakukan Auskultasi paru setelah selesai melakukan perawatan WSD
6. Foto thoraks setelah dilakukan pemasangan selang WSD dan sebelum selang
WSD di lepas.
C. Evaluasi WSD meliputi :
1. Observasi undulasi pada selang WSD
2. Observasi fungsi suction countinous
3. Observasi apakah selang WSD tersumbat atau terlipat
4. Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
5. Catat warna cairan yang keluar dari botol WSD
6. Catat apakah ada tanda inflamasi dan rembesan cairan
7. Observasi adanya gelembung atau tidak dengan cara menyuruh pasien batuk
efektif
8. Pertahankan ujung selang dalam botol WSD agar selalu berada 2 cm di bawah
air
9. Pertahankan agar botol WSD selalu lebih rendah dari tubuh
10. Ganti botol WSD setiap hari atau bila sudah penuh
RESUME MATERI 2

Standar Operasional Prosedur

Pemasangan EKG

A. PENGERTIAN

-Suatu tindakan merekam aktivitas listrik jantung yang berawal dari nodus
sinoatrial, yang dikonduksikan melalui jaringan serat-serat (sistem konduksi)
dalam jantung yang menyebabkan jantung berkontraksi, yang dapat direkam
melalui elektroda yang dilekatkan pada kulit.

-Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial


atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung. Elektrokardiogram adalah
grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan
dengan waktu.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN EKG

1. TUJUAN UMUM : Mampu membuat rekaman Aktifitas listrik Otot jantung


secara berurutan dan benar

2. TUJUAN KHUSUS : Dapat :

a. Mempersiapkan alat dan pasien

b. Memasang electrode pada tempat penekanan dengan benar

c. Melaksanakan penyadapan aktifitas listrik jantung

d. Membuat elektrokardiogram dan keterangannya

e. Merawat EKG setelah pemeriksaan

C. INDIKASI PEMASANGAN

1. Adanya kelainan –kelainan irama jantung

2. Adanya kelainan-kelainan myokard seperti Infark Miokard, hypertrofi atrial


dan ventrikel
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama Digitalis

4. Gangguan Elektrolit

5. Adanya Perikarditis

6. Pembesaran Jantung

7. Mempunyai Riwayat hipertensi, asma.

8. Sesak Nafas

E. PERSIAPAN ALAT

1. Memeriksa kelengkapan alat EKG yang akan digunakan, sbb :

a. Buku panduan untuk pemeriksaan EKG

b. Mesin EKG beserta electrode dan kabel listrik (power) dan kabel untuk
ground

c. Kertas Interpretasi EKG, Pulpen, pensil

d. Silokain Jelly/ air

e. Kapas Alkohol dalam tempatnya

f. Kertas tissue

2. Memeriksa Fungsi alat sehingga siap digunakan

3. Membawa alat kedekat pasien

F. PERSIAPAN PASIEN

1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga

2. Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga

3. Meminta persetujuan pasien

4. Mengatur posisi tidur terlentang pada pasien

G. PROSEDUR

1. Perawat mencuci tangan


2. Memasang Arde

3. Menghidupkan monitor EKG

4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam
tangan, gelang dan logam lain.

5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah


dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset
electrode

6. Mengoleskan Jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly,
gunakan kapas basah

7. Menyambungkan Kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua


tungkai pasien, untuk merekam ekstremitas lead ( Lead I, II, III, aVR, aVF, AVL)
dengan cara sbb :

a. Warna Merah pada Tangan Kanan

b. Warna Hijau pada Kaki Kiri

c. Warna Hitam pada Kaki Kanan

d. Warna Kuning pada Tangan Kiri

8. Memasang Elektrode dada untuk rekaman Precordial Lead sbb :

V1 : Spatium Interkostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum

V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum

V3 : ditengah diantara V2 dan V4

V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiria

V5 : Sejajar V4 garis aksilaris kiri

V6 : Sejajar V6 garis mid aksilaris

V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)

V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)

V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)


9. Melakukan Kalibrasi 10mm dengan keadaan 25 mm/volt/ detik

10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan Lead yang
terdapat pada mesin EKG

11. Melakukan Kalibrasi kembali setelah perekaman selesai

12. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal dan jam
rekaman serta nomor Lead dan nama pembuat rekaman EKG

H. SIKAP

1. Menjaga Privasi pasien

2. Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan

3. Memperlihatkan sikap keramah-tamahan

4. Menujunkkan sikap yang sopan

I. TERMINASI

1. Memberitahukan hasil kegiatan kepada pasien

2. Merapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan

3. Mengkomunikasikan hasil ke pihak terkait/ profesi lain.


HASIL INTEPRETASI EKG PRAKTIK SKILL LAB
INTEPRETASI EKG

Gelombang P

Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada


P- pulmonal atau P-mitral.
Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial
infarction (tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark
melalui petunjuk sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan
prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2
menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior).
Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S
yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel
kiri.
Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada
right bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol
ventrikel.

Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan
bagian mana dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST
menandakan iskemia.
Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia.
Gelombang T terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin
suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.

Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan
hipokalemi Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia
miokard yang berat.
KESIMPULAN
Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting
dalam membantu menegakkan diagnosis penyakit jantung. EKG
disamping mampu mendeteksi kelainan jantung secara pasti, juga
keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan elektrolit
terutama kalium dan kalsium.
Disamping kemampuannyadalam mendeteksi secara pasti dari
kelainan jantung tetapi EKG harus diakui mempunyai banyak
kelemahan juga. EKG tidak dapat mendeteksi keparahan dari
penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat kerusakan otot
jantung dari serangan IMA. EKG juga tidak dapat mendeteksi
gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung.
Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat
hanya menggantungkan pemeriksaan EKG saja
RESUME MATERI 3

ROM (Range of Motion)

Pengertian

Pelatihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerak sendi yang


memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. (Potter and Perry, 2005).

Tujuan
Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat
dilakukan aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien.

Manfaat

a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot


b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
c. Mencegah kontraktur, kelainan bentuk dan kekakuan pada sendi
Jenis

a. Latihan Aktif ROM


Merupakan latihan gerak yang dilakukan dengan menggerakkan masing-masing
persendian sesuai dengan rentang gerak normal. Sendi yang digerakkan meliputi
seluruh sendi dari kepala sampai ujung kaki secara aktif.
b. Latihan Aktif Asistif
Latihan dilakukan sesuai dengan kemampuan pasien dan sisanya dibantu oleh
perawat
c. Latihan Pasif ROM
Merupakan latihan pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan
persendian pasien sesuai dengan rentang geraknya.

Syarat - syarat melakukan latihan ROM

Indikasi

• Stroke atau penurunan tingkat kesadaran


• Kelemahan otot
• Fase rehabilitasi fisik
• Klien dengan tirah baring lama
• Penting untuk mempertahankan normal sendi dan jaringan lunak.

Kontra Indikasi

• Klien dengan gangguan pada sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan


• Pembengkakan dan peradangan pada sendi
• Cedera di sekitar sendi.

Periapan Pasien

1. Memberikan salam, memperkenalkan diri, dan mengidentifikasi


pasiendengan memeriksa identitas pasien secara cermat.
2. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan,memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
dan menjawabseluruh pertanyaan pasien.
3. Meminta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, memberi
privasi pasien.
4. Mengatur posisi pasien sehingga merasa aman dan nyaman

Persiapan Alat

1. Wwz dan sarungnya


2. Selimut
3. Minyak penghangat (Bila perlu)

Persiapan Perawat

1. Mencuci tangan
2. Menggunakan sarung tangan bersih jika perlu

Prosedur Pelaksanaan

1) Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan verifikasi program terapi
2. Cuci tangan
3. Membawa alat didekat pasien

2) Tahap Orientasi
1. Memberi salam
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Menanyakan kesiapan pasien
4. Jaga privasi klien

3) Tahap Kerja
1. Mambaca tasmiyah
2. Mangatur posisi pasien
3. Melatih sendi secara bergantian
a. KGerakan Penjelasan Rentang
e
pFleksi Menggerakan dagu menempel rentang
a ke dada 45°
l
aEkstensi Mengembalikan kepala ke rentang
, posisi tegak 45°
l
eHiperektensi Menekuk kepala ke belakang rentang
h sejauh mungkin 40-45°
e
r
Fleksi Memiringkan kepala sejauh rentang
lateral mungkin sejauh mungkin 40-45°
b. B
a kearah setiap bahu
h
Rotasi Memutar kepala sejauh rentang
u
mungkin dalam gerakan 180°
sirkuler
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di rentang
samping tubuh ke depan ke 1800
posisi di atas kepala
Ekstensi Mengembalikan lengan ke rentang
posisi di samping tubuh 180°
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang rentang
tubuh, siku tetap lurus 45-60°
Abduksi Menaikan lengan ke posisi rentang
samping di atas kepala dengan 180°
telapak tangan jauh dari
kepala
Adduksi Menurunkan lengan ke rentang
samping dan menyilang tubuh 320°
sejauh mungkin
Rotasi Dengan siku pleksi, memutar rentang
dalam bahu dengan menggerakan 90°
lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke
belakang
Rotasi luar Dengan siku fleksi, rentang
menggerakan lengan sampai 90°
ibu jari ke atas dan samping
kepala
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan rentang
lingkaran penuh 360°
c. Siku

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Menggerakkan siku sehingga rentang
lengan bahu bergerak ke depan 150°
sendi bahu dan tangan sejajar
bahu
Ektensi Meluruskan siku dengan rentang
menurunkan tangan 150°

d. Lengan Bawah

Gerakan Penjelasan Rentang


Supinasi Memutar lengan bawah dan rentang
tangan sehingga telapak 70-90°
tangan menghadap ke atas
Pronasi Memutar lengan bawah rentang
sehingga telapak tangan 70-90°
menghadap ke bawah

e. Pergelangan Tangan

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Menggerakan telapak tangan rentang
ke sisi bagian dalam lengan 80-90°
bawah
Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan rentang
sehingga jari-jari, tangan, 80-90°
lengan bawah berada dalam
arah yang sama
Hiper Membawa permukaan tangan rentang
ekstensi dorsal ke belakang sejauh 89-90°
mungkin
Abduks Menekuk pergelangan tangan rentang
miring ke ibu jari
i 30°

Adduks Menekuk pergelangan tangan rentang


miring ke arah lima jari
i 30-50°

f. Jari-Jari Tangan

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Membuat genggaman rentang
90°
Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan rentang
90°
Hiper Menggerakan jari-jari tangan rentang
ekstensi ke belakang sejauh mungkin 30-60°
Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan rentang
yang satu dengan yang lain 30°
Adduksi Merapatkan kembali jari-jari rentang
tangan 30°

g. Ibu Jari

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Mengerakan ibu jari rentang
menyilang permukaan telapak 90°
tangan
Ekstensi menggerakan ibu jari lurus rentang
menjauh dari tangan 90°
Abduksi Menjauhkan ibu jari ke rentang
samping 30°
Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan rentang
tangan 30°
Oposisi Menyentuhkan ibu -
jari ke
setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama

f. Panggul

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Mengerakan tungkai ke depan rentang
dan atas 90-120°
Ekstensi Menggerakan kembali ke rentang
samping tungkai yang lain 90-120°
Hiper Mengerakan tungkai ke rentang
ekstensi belakang tubuh 30-50°
Abduksi Menggerakan tungkai ke rentang
samping menjauhi tubuh 30-50°
Adduksi tungkai kembali ke posisi rentang
media dan melebihi jika 30-50°
mungkin
Rotasi Memutar kaki dan tungkai ke rentang
dalam arah tungkai lain 90°
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai rentang
menjauhi tungkai lain 90°
Sirkum Menggerakan tungkai -
duksi melingkar

h. Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Mengerakan tumit ke arah rentang
belakang paha 120-130°
Ekstensi Mengembalikan tungkai rentang
kelantai 120-130°
i. Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang


Inversi Memutar telapak kaki ke rentang
samping dalam 10°
Eversi Memutar telapak kaki ke rentang
samping luar 10°

j. Jari-Jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang


Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke rentang
bawah 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki rentang
30-60°
Abduksi Menggerakan jari-jari kaki rentang
satu dengan yang lain 15°
Adduksi Merapatkan kembali bersama- rentang
sama 15°

4) Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi Tindakan
2. Keluhan Pasien/Respon pasien
3. Berpamitan dengan pasien

4. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula

5. Mencuci tangan

6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

A. Pengertian Ambulasi Dini

Alat bantu jalan merupakan sebuah alat yang dipergunakan untuk


memudahkan klien dalam berjalan agar terhindar dari resiko cidera
dan juga menurunkan ketergantungan pada orang lain.
Alat bantu jalan pasien adalah alat bantu jalan yang digunakan pada
penderita/pasien yang mengalami penurunan kekuatan otot dan patah
tulang pada anggota gerak bawah serta gangguan keseimbangan.

B. Macam-macam Alat Bantu Jalan


1. Kruk Axila

2. Tongkat

3. Walker Kruk

4. Kursi roda

C. Cara Penggunaan Alat Bantu Jalan

1. Kruk

Kruk yaitu tongkat/ alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan


secara ber- pasangan yang diciptakan untuk mengatur
keseimbangan pada saat akan berjalan.
Tujuan
Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kemampuan
mobilisasi Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi
Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain Meningkatkan
rasa percaya diri klien

Indikasi :
Pasien dengan fraktur ekstremitas bawah.
Pasien dengan postop amputasi ekstremitas bawah. Pasien dengan
kelemahan kaki / post stroke.
Cara menggunakan :
CARA NAIK

Lakukan posisi tiga titik Bebankan berat badan pada kruk


Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dan anak tangga Pindahkan
beban berat badan dari kruk ketungkai yang tidak sakit Luruskan kedua
kruk dengan kaki yang tidak sakit diatas anak tangga
CARA TURUN
Bebankan berat badan pada kaki yang tidak sakit
Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai memindahkan berat
badan pada kruk, gerakkan kaki yang sakit kedepan.
Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk
Ajarkan klien tentang cara duduk di kursi dancara beranjakdari
kursi.
CARA DUDUK
Klien diposisi tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki menyentuh kursi
Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang sakit.
Jika kedua tungkai sakit kruk ditahan dan pegang pada tangan klien yang lebih kuat
Klien meraih tangan kursi dengan tangan yang lain dan merendahk an tubuh kekursi.

CARA BANGUN
Lakukan tiga langkah di atas dalam urutan sebaliknya.

Cuci tangan

Gambar. Kruk

2. Tongkat

Tongkat adalah alat yang ringan, dapat dipindahkan, setinggi pinggang dan
terbuat dari kayu atau logam (Barbara et.a1, 2009).

Tipe Tongkat:
Tongkat standar yang berbentuk lurus, tongkat standar mempunyai panjang 91

Tongkat kaki tiga.

Tongkat kaki empat.

Persyaratan tongkat meliputi (Suratun, 2008):


Ujung tongkat yang mengenai lantai diberi karet setebal 3,75 cm untuk memberi
stabilitas optimal pada klien.
Ukuran tongkat setinggi pangkal paha
Siku klien dapat defleksi (pembelokan) diatas tongkat
Tujuan mobilisasi :
Mempertahankan tonus otot
Meningkatkan peristaltik usus sehingga mencegah obstipasi.
Memperlancar peredaran darah.
Mempertahankan fungsi tubuh.
Mengembalikan pada aktivitas semula

Gambar. Tongkat

3. Walker Kruk

Walker ditujukan bagi klien yang membutuhkan lebih banyak bantuan


dari yang bisa diberikan oleh tongkat. Tipe standar walker terbuat dari
alumunium yang telah dihaluskan. Walker mempunyai empat kaki dengan
ujung dilapisi karet dan pegangan tangan yang dilapisi plastik. Walker
standar membutuhkan kekuatan parsial pada kedua tangan dan pergelanga
tangan; ekstensor siku yang kuat, dan depresor bahu yang kuat pula.
Selainitu klien juga harus mampu menahan setengah berat badan pada kedua
tungkai.
Perawat mungkin harus menyesuaikan tinggi walker sehingga
penyangga tangan berada dibawah pinggang klien dan siku klien agak
fleksi. Walker yang terlalu rendah dapat menyebabkan klien
membungkuk, sementara yang terlalu tinggi dapat membuat klien tidak dapat
meluruskan lengannya.
Cara penggunaan walker kruk:

Ketika klien membutuhkan bantuan maksimal.


Gerakkan walker kedepan kira-kira 15cm sementara berat badan bertumpu
pada kedua tungkai.

Kemudian gerakkan kaki kanan hingga mendekakti walker sementara berat badan
dibebankan pada tungkai kiri dan kedua tangan.

Selanjutnya, gerakkan kaki kiri hingga mendekati kaki kanan sementara


berat badan bertumpu pada tungkai kanan dan kedua lengan.

Jika salah satu tungkai klien lemah.

Gerakkan tungkai yang lemah kedepan secara bersamaan sekitar 15 cm (6


inchi).

sementara berat badan bertumpu pada tungkai yang kuat.

Kemudian, gerakkan tungkai yang lebih kuat ke depan sementara


beratbadan bertumpu pada tungkai lemah dan kedua lengan.

Gambar. Walker Kruk


4. Kursi Roda
Indikasi penggunaan kursi roda:

a) Paraplegia
b) Tidak dapat berjalan atau tirah baring
c) Pada pelaksanaan prosedur tindakan, misal klien akan foto rontgen
Pasca amputasi kedua kaki.

Hal-hal yang harus diperhatikan:


a. Tentukan ukuran tubuh klien

b. Tentukan kemampuan klien intuk mengikuti perintah. Kekuatan otot


dan pergerakan sendi klien, Adanya paralisis.

Gambar. Kursi Roda


RESUME MATERI 4

PERAWATAN COLOSTOMY

A. Pengertian

Kolostomi adalah lubang yang dibuat dengan pembedahan diantara kolon

dan permukaan abdomen.

Menurut Tim Keperawatan Anak Politeknik Kesehatan Bandung

merupakan suatu lubang pada usus besar, sehingga menciptakan anus

buatan.

Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kolostomi yaitu

pembuatan lubang pada saluran pencernaan untuk membuang kotoran

(BAB)/ saluran buatan untuk membuang kotoran (BAB).

B. Tujuan perawatan kolostomi

1. Menjaga kulit sekitar lubang buatan agar tidak lecet

2. Agar anak terhindar dari infeksi

3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap

4. Mencegah penyakit agar tidak bertambah parah

C. Waktu penggantian kantong kolostomi

Waktu untuk mengganti kantong kolostomi yaitu jika kantong sudah

terlihat penuh, bocor dan kotor segera diganti.


D. Alat-alat untuk perawatan kolostomi

1. Kantong plastik bening 1 buah

2. Air hangat

3. Baskom kecil (berisi air hangat)

4. Kapas dan kasa secukupnya

5. Gelang karet 1 buah

6. Vaselin / jelly

7. Kantong keresek 1 buah

8. Kasa pelindung yang diolesi vaselin 1buah

9. Double tip

E. Langkah-langkah perawatan kolostomi

1. Cuci tangan dengan bersih bagi penolong yang akan melakukan

perawatan kolostomi

2. Tempatkan anak pada posisi tidur terlentang

3. Buka kantong plastik dan kasa pelindung lubang buatan yang sudah

terpasang, jika lengket buka kantong dengan menggunakan kapas basah

4. Buang kantong dan kasa pelindung ke kantong kresek

5. Bersihkan lubang buatan dengan kapas yang dibasahi oleh air hangat.

Kapas setelah direndam di air hangat menggunakan baskom kecil

diperas sehingga kapas tidak terlalu basah (kapas lembab).

6. Bersihkan lubang buatan mulai dari kulit bagian luar di sekitar lubang

buatan

7. Keringkan kulit sekeliling lubang buatan dengan kasa kering

8. Pasang kasa pelindung yang diolesi vaselin atau jelly ke sekeliling

lubang buatan dengan cara melingkar


9. Ukur lubang buatan, lalu buat lubang pada kantong plastik yang bening

sesuai ukuran lubang buatan

10. Buka perekat pada kantong plastik bening

11. Tempatkan kantong plastik bening pada lubang, tekan dengan lembut

mulai dari arah lubang buatan keluar supaya kantong menempel

12. Tutup ujung kantong lubang buatan dengan gelang karet supaya tidak

bocor

13. Cuci tangan kembali sesudah penolong melakukan perawatan lubang

buatan
SOP Perawatan Kolostomi

SOP (Standar Prosedur Operasional)

Pengertian Suatu tindakan membersihkan stoma, kulit sekitar stoma &

mengganti kantong kolostomi dengan cara berkala sesuai

kebutuhan.

Tujuan 1. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma

2. Mencegah terjadinya infeksi

3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap

4. Mencegah penyakit agar tidak bertambah parah

Persiapan alat 1. Kantong kolostomi

2. Kapas

3. Kasa steril

4. Larutan NaCl

5. Zink salep/ zink oil

6. Plester

7. Satu set ganti balutan (pinset anatomi, pinset cirrugis, kom

kecil & gunting)

8. Betadine

9. Bengkok

10. Sepasang sarung tangan

11. Kantong plastik

12. Perlak & pengalas

13. Tempat sampah


Pre interaksi 1. Mengecek dokumentasi/ data klien

2. Melakukan cuci tangan 6 langkah

3. Mempersiapkan alat kolostomi

Tahap 1. Memberikan salam kepada pasien, siapa nama pasien

orientasi 2. Memperkenalkan diri, memberitahu tujuan & prosedur aksi

3. Menanyakan persetujuan & kesiapan klien dilakukan

perawatan kolostomi

Tahap 1. Memberi kesempatan kepada orang tua klien untuk

Implementasi bertanya

2. Menanyakan keluhan utama yang dirasakan anak klien

pada orangtua

3. Menjaga privacy

4. Menggunakan sarung tangan

5. Meletakkan perlak sesuai letak stoma

6. Meletakkan bengkok tepat diatas perlak didekatkan ke

tubuh pasien

7. Mengobervasi product stoma (seperti warna, konsistensi,

bau, dll)

8. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan

menggunakan pinset & tangan kiri digunakan untuk

menekan area kulit klien

9. Membersihkan kulit sekitar stoma dengan amat sangat hati-

hati memakai kapas NaCl/kapas basah (air hangat)

10. Membersihkan area stoma dengan amat sangat hati-hati


memakai kapas basah, hindari terjadinya pendarahan

11. Mengeringkan area kulit disekitar lokasi stoma dengan

menggunakan kasa steril

12. Observasi stoma & kulit area stoma

13. Membersihkan zink salep/zink oil tipis-tipis apabila

terdapat adanya iritasi pada kulit sekitar stoma

14. Mengukur stoma & membuat lubang kantong kolostomi

sesuai ukuran stoma

15. Selanjutnya membuka salah satu sisi dari sebagian perekat

kantong kolostomi

16. Menempelkan kantong kolostomi bisa secara posisi

vertical/ horizontal sesuai dengan kebutuhan

17. Menggunakan pinset untuk membantu memasukkan stoma

melalui lubang kantong kolostomi

18. Lalu membuka sisa perekat dan hindari adanya udara yang

masuk ke dalam kantong kolostomi

19. Merapihkan alat & lepas sarung tangan

20. Melepas sarung tangan

Tahap 1. Mengevaluasi tindakan yang baru saja dilakukan (subjektif

terminasi dan objektif), hasil pembalutan : mudah lepas dapat

mengganggu peredaran darah, mengganggu gerakan, dll

2. Berikan reinforcement positif pada klien

3. Merapihkan & kembalikan alat

4. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

2. Mencatat mengenai respon klien selama prosedur


RESUME MATERI 5

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

A. Tujuan Instruksional umum :


Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan pemeriksaan
reflex fisiologis dan patologis untuk menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya.

B. Tujuan Instruksional Umum :


a) Mahasiswa dapat menjelaskan macam dan fungsi reflex
fisiologis dan patologis untuk menegakkan diagnosis pasien.
b) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan reflex fisiologis
dan menerapkannya untuk kepentingan diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya.
c) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan reflex patologis
dan menerapkannya untuk kepentingan diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya.
d) Mahasiswa dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan reflex
fisiologis dan patologis dan menerapkannya untuk
kepentingan diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya.

C. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Patologis Pemeriksaan


refleks sangat penting nilainya dalam pemeriksaan fisik
neurologi. Berbeda dengan pemeriksaan
neurologi lainnya seperti pemeriksaan kekuatan otot, nervi
cranialis dan pemeriksaan
sensibilitas serta beberapa pemeriksaan neurologi yang lain,
pemeriksaan reflex dapat dilakukan pada orang yang mengalami
penurunan kesadaran bahkan sampai koma. Pemeriksaan reflex
daapt pula dilakukan pada bayi, anak-anak serta orang dengan
intelegensi yang sangat rendah serta orang yang gelisah.
Pemeriksaan
reflex menjadi sangat penting nilainya karena lebih objektif.

a) Pemeriksaan Refleks Fisiologis :


1. Biceps :
- Lengan dalam keadaan sedikit fleksi
- Tendo M. Biceps diketuk dengan palu reflex
- Bila refleksnya (gerakan fleksi) sedikit kuat dan daerah
reflex lebih luas, berarti ada hiperrefleks.

2. Triceps :
- Lengan diletakkan diatas badan dan fleksi pada sendi siku
- Tendo triceps (diatas olecranon) diketok gerakan
ekstensi pada siku

3. Radius :
- Lengan bawah sedikit fleksi pada sendi siku antara pronasi
dan supinasi
- Diketok pada proc. Styloideus radii
- Refleks (+) sedikit ekstensi tangan dan pronasitangan

4. Ulna :
- Posisi seperti radius yang diketok proc. Styoideus ulna
- Refleks (+) sedikit ekstensi tangan dan pronasi
tangan
5. Reflek Abdominal
Menggoreskan dinding perut dari lateral ke umbilicus, hasil
negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif
bila terdapat reaksi otot.
6. Reflek Kremaster
Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum
sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
7. Reflek Anal
Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani (S 3-
5)
8. Reflek Bulbo Cavernosus
Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan kedalam
anus, positif bila terdapat kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf
spinal )
9. Patella :
- Penderita duduk, tungkai bawahnya bebas. Ketuk tendo
sedikit di bawah patella (Lig. Patella) akanada gerakan
menendang
- Penderita tidur terlentang, lutut sedikit diangkat
pemeriksa, ketok tendo m. quadriceps di bawah
lutut ada gerakan ekstensi
10. Achilles :

Tungkai bawah sikap fleksi dan kaki dorsofleksi, diketuk tendo


Achilles akan terjadi gerakan plantar fleksi.

b) Pemeriksaan Refleks Patologis


Selain reflex fisiologis, dikenal pula reflex patologis.
Refleks patologis terjadi jika ada kelainan atau kerusakan hubungan
dengan pusat-pusat yang lebih tinggi yaitu pada susunan syaraf
pusat. Selain munculnya reflex patologis, jika terjadi gangguan
pada SSP maka reflex fisiologis pun akan meningkat atau meluas.
Pemeriksaan refleks patologis dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya melalui rangsang yang diberikan pada tangan atau
anggota gerak bawah. Refleks
patologis yang dibangkitkan melalui rangsangan pada anggota
gerak bawah antara lain :

a. Babinski :
- Telapak kaki digores dari tumit melalui bagian lateral
sampai di basis ibu jari
- Refleks (+) dorsofleksi ibu jari dan abduksi jari-
jari lainnya
b. Chaddock :
- Penggoresan pada malleolus lateralis, dari bagian belakang
atas ke bawah
- Refleks (+) seperti babinski
c. Oppenheim :
- Penggoresan dengan tekanan sepanjang tibia dari atas ke
bawah
- Refleks (+) seperti babinski
d. Gordon :
- Pijat betis secara mendadak
- Refleks (+) seperti babinski
e. Schaeffer :
- Pijat tendo Achilles secara keras
- Refleks (+) seperti babinski
f. Mendel Bechterew :
- Dorsum pedis diketok di atas metatarsal 1 dan 5
- Refleks (+) seperti plantar fleksi jari-jari kaki
g. Rossolimo :
- Tapak kaki diketok pada tulang metatarsal
- Refleks (+) seperti mendel bechterew
h. Gonda :
- Memencet (menekan) satu jari kaki dan melepaskannya
sekonyong-konyong
i. Klonus
a) Klonus patella : dibangkitkan dengan jalan meregangkan
otot quadriceps femoris. Kita pegang patella penderita,
kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) kea rah
distal sambil diberikan tahanan ringan. Bila terdapat klonus,
akan terlihat kontraksi ritmik otot quadriceps yang
mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patella. Pada
pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan dan
dilemaskan.

b) Klonus kaki : dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot


triceps surae betis. Pemeriksa menempatkan tangannya di
telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong
dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorsofleksi
sambil seterusnya diberi tahanan ringan. Hal ini
mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila ada klonus
maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu
berupa plantar fleksi dan dorsofleksi secara bergantian.

c) Refleks patologis yang didapatkan pada tangan : Hoffman


Trommer :
- Lengan penderita fleksi pada sendi siku dan pergelangan
mengarah ke kaki, lalu kuku jari tengah digores
- Refleks (+) fleksi jari-jari

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Dian


Rakyat. Jakarta, 2009.
2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik : pemeriksaan fisik
dan mental. FK Universitas Indonesia. Jakarta, 2010.
3. Bickley, LS. Bate’s guide to physical examination and
history taking. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. New
York, 2009.
4. Demeyer WE. Technique of the neurologic examination :
a programmed text. 5th ed. Mcgraw Hill. USA, 2004.
Check List pemeriksan Refleks Fisiologis dan Patologis
:
N Aspek yang dinilai Nilai
o
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam, menjelaskan kepada penderita
tentang apa yang akan dilakukan serta membaca
basmalah sebelum melakukan
pemeriksaan
2 Mempersilakan penderita untuk berbaring a tau
duduk
3 Memeriksa Refleks Fisiologis (kanan kiri) :
1. Biceps
2. Triceps
3. Radius
4. Ulna
5. Patella
6. Achilles
4 Memeriksa Refleks Patologis (kanan kiri) :
1. Babinski
2. Chaddock
3. Gordon
4. Oppenheim
5. Schaeffer
6. Mendel bechterew
7. Gonda
8. Rossolimo
9. Hoffman trommer
5 Memeriksa klonus patella dan kaki (kanan kiri)
6 Mengucapkan hamdalah setelah melakukan
pemeriksaan dan menyimpulkan hasilnya
7 Komunikasi edukasi
8 Perilaku professional
Jumlah
Catatan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan ≤ 50% benar
2 = Dilakukan > 50% benar
3 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian ketrampilan : (Σ skor seluruh aspek yg dinilai) x 100
Σ maksimal skor
MATERI 6

PEMERIKSAAN NEUROLOGI NERVI CRANIALIS

A. Tujuan Instruksional umum :


Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan pemeriksaan
neurologi nervi cranialis untuk menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya.

B. Tujuan Instruksional Umum :


a) Mahasiswa dapat menjelaskan macam dan fungsi
pemeriksaan nervi cranialis I-XII untuk menegakkan
diagnosis pasien.
b) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan nervi cranialis I-
XII dan menerapkannya untuk kepentingan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
c) Mahasiswa dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan nervi
cranialis I-XII untuk menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
Saraf otak Pemeriksaan Keterangan
N. I (olfactorius) 1. Periksa lubang hidung, bebas Berkurangnya atau
atau tersumbat hilang bau
2. Satu lubang hidung ditutup disebabkan banyak
dengan menutup mata, pasien factor
diminta untuk mengenali suatu penyebab :
benda dengan aroma lunak, penyakit hidung,
misalnya cengkeh, kopi, sabun merokok
atau vanili berlebihan, minum
3. Ulangi pada lubang lainnya coccain. Dapat
oleh
factor congenital.
Hilangnya
kemampuan pada
satu
posisi, curiga
kerusakan lobus
frontalis otak
N. II (opticus) 1. Pasien diminta untuk Persepsi gerakan
membaca keras-keras tulisan hanya
terkecil pada kartu mata. Bila pada satu sisi,
pasien biasa memakai kaca curiga akan
mata atau lensa kontak tanda kerusakan
diminta tetap memakainya lobus parietal
2. Periksa lapang pandang atau occipital
dengan konfrontasi. cortex serebri
a. pasien diminta untuk
menutup satu mata, kemudian
menatap mata anda sisi lain
b. tutup mata anda sisi lain,
yang sesuai dengan
lapang pandang pasien
c. letakkan jari tangan anda
atau benda kecil pada lapang
pandang pasien dari 8 arah
d. pasien diminta untuk
menyatakan bila melihat
benda tersebut
e. bandingkan lapang
pandang pasien dengan lapang
pandang anda
f. letakkan benda di tengah
jarak antara pasien dan anda,
kecuali pada lapang pandang
temporal dimana anda ingin
mulai dari belakang pasien
3. Periksa lapang pandang untuk
memadam, dengan rasa ganda
a. pasien membuka mata,
gerakkan jari anda pada kedua
lapang temporal secara
serentak
b. tanyakan yang
bergerak satu atau dua jari
4. Periksa discus opticus dengan
oftalmoscop.
Periksa kelainan,
utamanya : edema papil, atrofi
optik

N. III 1. Periksa kelopak mata atas


occulomotorius, dalam keadaan pasien
N. IV (trochlearis) memandang anda.
dan Kelopak mata tidak akan
N. VI menutup pupil
(abduscens) 2. Periksa pupil, bentuknya
lingkaran, ukurannya sama
sesuai dengan penerangan
ruangan
3. Periksa reaksi pupil terhadap
cahaya yang menyilaukan,
pada setiap pupil secara
bergantian. Perhatikan
reaksi langsung dan reaksi
konsensual. Bila mungkin,
redupkan penerang
ruangan
4. Pasien diminta untuk
mengikuti gerak jari anda ke 6
arah utama.
a. perhatikan rentang
gerakan ekstra okuler
b. perhatikan gerak
parallel mata
c. bola mata dan kelopak
mata harus dapat digerakkan
serentak dan lancer
d. perhatikan adanya
kelopak mata yang lunglai
e. pada waktu melakukan
lirikan ke atas dank e samping
hendaknya berhenti sejenak
untuk mendeteksi adanya
nistagmus
5. Periksa reaksi pupil terhadap
akomodasi
dengan cara pasien
diminta untuk mengikuti gerak
jari tangan anda kea rah
pangkal hidung. Perhatikan
konstriksi pupil dan
konvergensi mata. Bila tidak
dapat melihat konstriksi pupil,
redupkan penerangan ruang
dan
ulangi periksa.
N. V 1. Periksa fungsi motorik dengan - Berkurang atau
(trigeminus) cara menyuruh pasien untuk hilangnya
merapatkan gigi dan kemudian kontraksi otot
rileks dan pada saat itu anda masseter dan
meraba temporal dan masseter temporal pada
2. Periksa bagian sensorik saraf satu sisi, curiga
trigeminal, dari ketiga bagian : kerusakan N.V.
a. periksa rasa nyeri dengan - Kelemahan pada
menggunakan benda tajam atau kedua sisi
jarum kadang gunakan ujung dapat sebagai
tumpul dan tajam. Bila akibat kerusakan
dijumpai hasil abnormal, otot UMN atau
lanjutkan dengan LMN.
pemeriksaan rasa suhu - Bila pasien tidak
b. periksa rasa raba halus bergigi
dengan menggunakan pemeriksaan akan
gumpalan kapas mempersulit
c. periksa reflex kornea interpretasi
dengan menggunakan - Berkurang atau
gumpalan kapas hilangnya sensasi
disentuhkan pada kornea. wajah
Perhatikan air mata yang curiga suatu
keluar atau mata yang kerusakan N.V
atau jarak
sensorik sentral.
berkedip. Misalnya
gangguan sensasi
dapat
disertai dengan
reaksi konversi.
- Hilangnya
kedipan curiga
kerusakan N.V.
N. VII (facialis) 1. Periksa wajah pasien dalam - Kerusakan N.VII
keadaan istirahat dan waktu (yang
melakukan konversi. Perhatikan mempersarafi otot
hal-hal berikut : yang
a. asimetri berdekatan
b. mulut sesisi moncong dengan mata)
c. mendatarnya lipatan juga dapat
nasolabial satu sisi mengganggu
d. turunnya salah satu sisi reflex ini.
kelopak mata - Penggunaan lensa
e. Tic’s atau gerakan kontak
abnormal seringkali
2. Pasien diminta untuk mengurangi atau
melakukan gerakan meniadakan
sebagai berikut. Harus reflex ini.
dikerjakan dengan mudah dan - Mendatarnya lipat
simetrik. nasolabial dan
a. mengangkat alis mengendornya
b. tutup mata rapat-rapat nya kelopak
c. tunjukkan gigi, senyum mata bawah
mencucurkan bibir dan diduga karena
menggembungkan pipi kelemahan wajah.
- Suatu
kelumpuhan
LMN, misalnya
Bell’s palsy
berpengaruh
terhadap wajah
bagian atas
dan bagian
bawah
- Suatu kelumpuhan
UMN,
mempengaruhi
terutama wajah
bagian bawah
- Pada paralisis
facial sesisi,
mulut ditarik dari
sisi lumpuh bila
pasien senyum
atau unjuk gigi
N. VIII 1. Periksa ketajaman
(vestibulocochle pendengaran dengan cara
aris) menutup salah satu telinga
pasien, kemudian dari jarak 1-
2 feet membisikkan suara kea
rah telinga yang terbuka.
Keraskan suara sampai pasien
mendengar angka- angka yang
diucapkan. Ulangi
pemeriksaan ini untuk telinga
sisi lain.
2. Periksa lateralisasi,
apabila terjadi
pengurangan pendengaran (tes
weber) :
a. letakkan pangkal garpu
tala pada bagian tengah kepala
b. tanyakan adakah
terdengar pada satu atau kedua
telinga
c. suara seyogyanya
terdengar di garis tengah
3. Lakukan tes Rinne :
a. bandingkan hantaran
tulang dengan hantaran udara,
dengan menggunakan
garpu tala yang menggetar,
ringan pada proc. Mastoideus
b. bila pasien tidak
mendengar suara letakkan
garpu tala dekat telinga
c. pasien seyogyanya
mendengar suara lewat udara
berlangsung lebih lama bila
dibandingkan dengan yang
lewat tulang
d. lakukan pemeriksaan
pada kedua telinga
N. IX 1. Periksa palatum ketika pasien - Suara parau
(glossopharinge us) menguap. Palatum akan segera pada kelumpuhan
dan N. terangkat dan simetrik pita suara,
X (vagus) sedangkan uvula berada di suara sengau
tengah. pada kelumpuhan
2. Untuk membangkitkan reflex palatum
muntah dengan cara - Palatum tidak
merangsang dinding belakang dapat diangkat
pharynk. Periksa : a. palatum pada satu
terangkat segera kerusakan
b. konstriksi otot-otot
pharynk bilateral palatum
c. rasa muntah sesisi
3. Peristiwa ini akan berlangsung tidak dapat
tanpa diangkat, dan
kesulitan atau regurgitasi pada saat yang
sama uvula
didorong ke
aarh sisi sehat
- Hilangnya reflex
muntah sesisi
diduga kerusakan
N.IX
atau N.X
N. XI 1. Pasien diminta untuk - Kelemahan
(accesorius) mengangkat bahunya ke atas disertai atrofi dan
melawan tahanan yang anda fasikulasi
berikan. Nilai kekuatan dan petunjuk penyakit
kontraksi otot-otot trapezius LMN
2. Pasien diminta untuk memutar - Bila terjadi
kepalanya kesatu sisi melawan kelumpuhan m.
tangan anda. trapezius,
a. amati kontraksi m. maka bahu
sternocleidomastoideus anjlog, dan
b. perhatikan kekuatan spacula
tahanan terhadap tangan anda menyimpang ke
bawah dan ke
samping
- Pasien yang
terlentang dengan
kelemahan
bilateral
sternomastoide
us, sukar untuk
mengangkat
kepalanya
N. XII 1. Periksa lidah pasien, cari - Atrofi dan
(hipoglossus) adanya fasikulasi. fasikulasi diduga
Seyogyanga tidak ada. akibat
2. Pasien diminta untuk penyakit LMN
menjulurkan lidah. - Bila lidah
Perhatikan adanya dijulurkan akan
asimetri, deviasi atau atrofi. menyimpang kea
rah sisi
lumpuh

Skenario :
Seorang laki-laki, 58 tahun, masuk RS dengan keluhan utama
kelemahan anggota gerak kiri dan bicara pelo. Riwayatnya 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, pagi saat bangun tidur mendadak
tubuh bagian kiri penderita kesemutan, lemah dan sulit digerakkan.
Selama sakit penderita tidak pernah merasakan sakit kepala,
kesadaran baik. Sebelum serangan penderita tidak panas, tidak ada
riwayat benturan kepala, tidak kejang, serta tidak ada gangguan
BAB dan BAK. Penderita adalah penderita hipertensi sejak usia 30
tahun dan merokok sejak usia muda. Setelah ditunggu tidak ada
perbaikan tanpa pengobatan, akhirnya penderita datang ke UGD
dan didiagnosis stroke iskemik.
Tugas :
Lakukan pemeriksaan reflex Lakukan
pemeriksaan nervi cranialis
Intepretasikan hasilnya
Check List Pemeriksaan Nervi Cranialis

N Aspek yang dinilai Nilai


o
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam, menjelaskan kepada penderita
tentang apa yang akan dilakukan serta membaca
basmalah sebelum melakukan
pemeriksaan
2 Mempersilakan penderita untuk berbaring a tau
duduk
3 Memeriksa Nervus I kanan kiri
4 Memeriksa Nervus II kanan kiri
5 Memeriksa Nervus III, IV, V kanan kiri
6 Memeriksa Nervus V kanan kiri
7 Memeriksa Nervus VII kanan kiri
8 Memeriksa Nervus VIII kanan kiri
9 Memeriksa Nervus IX kanan kiri
10 Memeriksa Nervus X
11 Memeriksa Nervus XI kanan kiri
12 Memeriksa Nervus XII
13 Mengucapkan hamdalah setelah melakukan
pemeriksaan dan menyimpulkan hasilnya
14 Komunikasi edukasi
15 Perilaku professional
Jumlah
Catatan :

0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan ≤ 50% benar
2 = Dilakukan > 50% benar
3 =Dilakukan dengan sempurna

Penilaian ketrampilan : (Σ skor seluruh aspek yg dinilai) x 100 Σ


maksimal skor
MATERI 7
PEMERIKSAAN PERSEPSI SENSORIK

SOP PEMERIKSAAN FISIK PENGLIHATAN

JUDUL SOP :
PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG
STIKES ICME

1. PENGERTIAN Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada


keluasan pandang klien terhadap aspek lateral, medial,
superior, dan inferior penglihatan.
2. TUJUAN Untuk mengetahui fungsi dari indera penglihatan klien
(lapang pandang klien)
3. INDIKASI Klien yang mengalami gangguan pada lapang pandang
4. KONTRAINDIKASI -
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Buku catatan
DAN BAHAN 2. Bolpoin
3. Sarung tangan 1 pasang untuk perawat jika diperlukan
4. Masker 1 buah untuk perawat jika diperlukan
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
2. Anjurkan klien untuk berdiri, pemeriksa berdiri sekitar 2,5 meter didepan klien,
usahakan tinggi mata sejajar antara klien dan pemeriksa
3. Tutup mata yang tidak diperiksa
4. Anjurkan klien untuk melihat mata pemeriksa dengan menggunakan mata yang
akan diperiksa. Perawat juga mefokuskan pandangan pada klien
5. Tempatkan jari pemeriksa pada bagian depan tepat diantara klien dan perawat
6. Perlahan gerakan tangan kearah lateral, kemudian ke tengah kembali, lalu gerakkan
kearah medial, ke tengah kembali, kearah superior dan inferior
7. Anjurkan klien untuk memberi isyarat dengan lisan apabila ia tidak dapat melihat
jari pemeriksa ketika digerakkan
8. Catat area yang tidak dapat diidentifikasi oleh klien
9. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata yang lain
10. Rapikan klien
11. Beritahu bahwa tindakan telah dilakukan
12. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
13. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
14. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
15. Berikan reinforcement positif pada klien
16. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
17. Akhiri kegiatan dengan baik
18. Cuci tangan
8. HASIl :
1. Normal jika pasien dapat meihat gerakan benda
2. Terjadi masalah jika pasien tidak padat melihat penguji menggerakkan benda
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Perhatikan sejauh mana klien dapat melihatbenda yang digerakkan oleg penguji
JUDUL SOP :

PEMERIKSAAN REFLEKS PUPIL


STIKES ICME

1. PENGERTIAN Pupil merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola


mata.
2. TUJUAN Melihat adanya gangguan pada reflex pupil.

3. INDIKASI Semua pasien


4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Buku catatan
DAN BAHAN 2. Bolpoin
3. Sarung tangan 1 pasang untuk perawat jika diperlukan
4. Masker 1 buah untuk perawat jika diperlukan
5. Objek (contoh: spidol)
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
2. Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
3. Mata pasien fiksasi pada jarak tertentu
4. Sumber cahaya haruslah terang dan mudah di manipulasi
5. Observasi general pupil: bentuk, ukuran, lokasi, warna iris, kelainan bawaan, dan
kelainan lain
6. Rangsangan cahaya diberikan 2-5 detik
7. Rapikan klien
8. Beritahu bahwa tindakan telah dilakukan
9. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
10. Berikan reinforcement positif pada klien
11. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
12. Akhiri kegiatan dengan baik
13. Cuci tangan
8. HASIL :
1. Jika pupil tidak melakukan reflex maka terjadi masalah
2. Jika mampu menanggapi respond an reflex positif maka tidak terjadi masalah.

9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :


Keterangan :
1. Refleks pupil langsung (Unconsensual)
Respon pupil langsung di nilai ketika diberikan cahaya yang terang, pupil akan
konstriksi (mengecil). Dilakukan pada masing-masing mata
2. Refleks pupil tidak langsung (consensual)
Dinilai bila cahaya diberikan pada salah satu mata , maka fellow eye akan
memberikan respon yang sama . Observasi dengansumber cahaya lain yang lebih
redup
3. Isokoria fisiologis
Dapat ditemukan pada 20% populasi perbedaan ke 2 pupil < 1mm.
4. Abnormal pupil
Apabila ditemukan pupil yang :
a. Anisokoria (beda, 1mm dianggap fisiologis)
b. Kecil atau besar dari normal (3-4 mm)
SOP INDERA PENDENGARAN

JUDUL SOP :

PENGUKURAN FUNGSI PENDENGARAN


STIKES ICME TES ARLOJI

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi


pendengaran secara kasar dengan arloji.
2. TUJUAN Untuk mengetahui adany penurunn fungsi pendengran.
3. INDIKASI Semua pasien dengan ganggun pendengaran
4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Arloji
DAN BAHAN 2. Sarung tangan
3. Buku catatan pendokumentasian
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh perawat jika
diperlukan
6. Cuci tangan
7. Paki sarung tangan
8. Letakkan arloji di belakang telinga pasien tanpa sepengetahuan pasien supaya
pasien menebak sendiri nantinya suara apakah yang didengknnya.
9. Diamkan beberpa detik untuk pasien bisa mendengarkan
10. Pindahkan arloji dari telinga pasien
11. Lalu tanyakan apakah pasien mendengarkan detikan arloji
12. Ulangi langkah 8-11 pada telinga satunya.
13. Setelah selesaikan sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
14. Rapikan klien
15. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
16. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
17. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
18. Berikan reinforcement positif pada klien
19. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
20. Akhiri kegiatan dengan baik
21. Cuci tangan
8. HASIl :
1. Jika terdengar maka hasilnya pasien tidak mengalami penurunn fungsi pendengaran.
2. Jika tidak dengar maka pengalamani penurunan fungsi pendengarn dan harus
dilkukan pemeriksaan lain yang lebih akurat.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Perhatikan suara detik arloji jangan terlalu pelan
JUDUL SOP :

STIKES ICME PENGUKURAN FUNGSI PENDENGARAN


TES BERBISIK

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi


pendengaran secara kasar.
2. TUJUAN Untuk mengetahui adanya penurunn fungsi pendengran.

3. INDIKASI Semua pasien dengan ganggun pendengaran


4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT Sarung tangan
DAN BAHAN
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh perawat jika
diperlukan
6. Cuci tangan
7. Paki sarung tangan
8. Lakukan bisikan pada pasien
9. Lalu tanyakan apakah maksud dari suara bisikan tadi.
10. Lakukn dlam beberapa jarak yang berbeda.
11. Ulangi langkah 8-10 pada telinga satunya.
12. Setelah selesaikan sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
13. Rapikan klien
14. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
15. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
16. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
17. Berikan reinforcement positif pada klien
18. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
19. Akhiri kegiatan dengan baik
20. Cuci tangan
8. HASIl :
Penilaian (menurut Feldmann):
• Normal : 6-8 m
• Tuli ringan : 4 - <6m
• Tuli sedang : 1 - <4 m
• Tuli berat : 25 cm - <1 m
• Tuli Total : <25 cm

9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :


1. Jarak peneliti dengan pasien
2. Suara bisikan diperjelas dengan kata-kat yang umum hingga sulit.
JUDUL SOP :

STIKES ICME PENGUKURAN FUNGSI PENDENGARAN


GARBU TALA: TES RINNE

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk membandingkan


antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu
telinga pasien.
2. TUJUAN Untuk mengetahui adanya penurunn fungsi pendengran.

3. INDIKASI Semua pasien dengan ganggun pendengaran


4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
DAN BAHAN 2. Garbutala 512 Hz

7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh perawat jika
diperlukan
6. Cuci tangan
7. Pakai sarung tangan
8. Pukul garbu tala di belakang telinga pasien di udara
9. Lalu tanyakan apakh psien mendengarkan.
10. Pukullah grbutl di teling psien menempel pda telinganya.
11. Lalu tnyakan pkh psien mendengarknnya.
12. Tanyakan lebih nyaman dan jelas yang pemeriksaan 1 apakah 2.
13. Ulangi langkah 8-12 pada telinga satunya.
14. Setelah selesaikan sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
15. Rapikan klien
16. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
17. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
18. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
19. Berikan reinforcement positif pada klien
20. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
21. Akhiri kegiatan dengan baik
22. Cuci tangan
8. HASIl :
Positif : bila masih terdengar
Negatif : bila tidak terdengar
Hasil Gangguan
Positif (udara>telinga) Normal
Positif (udara=telinga) Tuli sensorineural
Negatif (udara<telinga) Tuli konduktif
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Kebersihan telinga pasien karena dapat mengaburkan penilian.
JUDUL SOP :

STIKES ICME PENGUKURAN FUNGSI PENDENGARAN


GARBU TALLA: TES WEBER

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk membandingkan


hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
2. TUJUAN Untuk mengetahui adanya penurunn fungsi pendengran.

3. INDIKASI Semua pasien dengan ganggun pendengaran


4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
DAN BAHAN 2. Garbutala 512 Hz

7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh perawat jika
diperlukan
6. Cuci tangan
7. Pakai sarung tangan
8. Pukul garbu tala dan letkkan dikepala psien.
9. Lalu tangkai garbu tala letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
10. Lalu tanyakan lebih terdengar man telinga kanan atau kiri atau seimbang.
11. Setelah selesaikan sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
12. Rapikan klien
13. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
14. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
15. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
16. Berikan reinforcement positif pada klien
17. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
18. Akhiri kegiatan dengan baik
19. Cuci tangan
8. HASIl :
1. Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga tersebut
2. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras : tidak ada lateralisasi
3. Normal : tidak ada lateralisasi
4. Tuli konduktif : lateralisasi ke telinga yang sakit
5. Tuli sensorineural : lateralisasi ke telinga yang sehat
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Posisi horizontal garbutala dikepal psien.
SOP PEMERIKSAAN FISIK PENGECAP

JUDUL SOP :

STIKES ICME PEMERIKSAAN FUNGSI INDERA PENGECAP

1. PENGERTIAN Merupakan suatu tindakan pada klien dengan cara memberi


makanan dengan rasa (manis, pahit, asam, asin) untuk
mengetahui fungsi normal dari indera pengecap
2. TUJUAN 1. Untuk mengetahui kenormalan dari fungsi indera
pengecapan
2. Untuk mengetahui adanya gangguan pada indera pengecap
3. INDIKASI 1. semua klien
2. klien yang mengalami gangguan pada indera pengecap
3. dengan penurunan dalam mengenali rasa manis, pahit,
asam, asin
4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 6. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
7. Kaji riwayat alergi klien terhadap makanan
8. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
9. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
10. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
11. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Gula
DAN BAHAN 2. Kopi bubuk
3. Cuka
4. Garam
5. Penutup mata
6. Bengkok 1 buah
7. Sarung tangan 1 pasang untuk Ners jika diperlukan
8. Masker 1 buah untuk Ners jika diperlukan
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh Ners jika
diperlukan
6. Pasangkan penutup mata pada
7. Minta untuk membuka mulut
8. Berikan sedikit gula, letakkan gula tersebut pada ujung lidah dan minta untuk
merasakannya
9. Kemudian tanyakan pada mengenai rasa gula yang telah dirasakannya
10. Minta untuk membuka mulut
11. Berikan sedikit kopi bubuk, letakkan kopi bubuk pada Tengah belakang lidah
(pangkal lidah) dan minta untuk merasakannya
12. Kemudian tanyakan pada mengenai rasa kopi bubuk yang telah dirasakannya
13. Minta untuk membuka mulut
14. Berikan sedikit perasan jeruk nipis, letakkan perasan jeruk nipis pada lidah
belakang dan minta untuk merasakannya
15. Kemudian tanyakan pada mengenai rasa perasan jeruk nipis yang telah
dirasakannya
16. Minta untuk membuka mulut
17. Berikan sedikit garam, letakkan pada tepi lidah dan minta untuk merasakannya
18. Kemudian tanyakan pada mengenai rasa garam yang telah dirasakannya
19. Setelah selesai buka penutup mata klien
20. Buang semua peralatan yang telah tidak terpakai
21. Rapikan klien
22. Beritahu bahwa tindakan telah dilakukan
23. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
24. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
25. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
26. Berikan reinforcement positif pada klien
27. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
28. Akhiri kegiatan dengan baik
29. Cuci tangan
8. HASIl :
Perhatikan wajah klien setelah merasakan berbagai macam rasa (seperti manis, pahit,
asam asin) yang telah diberikan. Jika klien dapat merasakan semua yang di ujikan
berarti normal
Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang diperoleh, respon
klien selama tindakan, nama dan paraf perawat pelaksana
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Dalam pemberian makanan rasa asam harus berhati-hati jangan sampai terlalu asam
2. Pastikan mata klien tertutup dengan rapat tapi jangan sampai terlalu kencang
SOP PEMERIKSAAN FISIK PENCIUMAN

JUDUL SOP :

PEMERIKSAAN FUNGSI INDERA PENCIUMAN


STIKES ICME

1. PENGERTIAN Merupakan suatu tindakan pada klien dengan cara


memberikan beberapa bau-bauan yang berbeda untuk
mengetahui kenormalan fungsi indera penciuman
2. TUJUAN 1. Untuk mengetahui adanya gangguan fungsi indera
penciuman
2. Untuk mengetahui adanya penurunan funsi pada indera
penciuman
3. INDIKASI 1. Semua klien
2. Klien dengan adanya penururunan fungsi indera
penciuman
3. Klien yang mengalami gangguan pada indera
penciuman
4. KONTRAINDIKASI _
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Kopi
DAN BAHAN 2. Bubuk teh
3. Sirup dengan rasa yang baunya gampang dikenali (misal
sirup jeruk)
4. Penutup mata
5. Bengkok 1 Buah jika diperlukan
6. Sarung tangan 1 pasang untuk Ners jika diperlukan
7. Masker 1 buah untuk Ners jika diperlukan
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh Ners jika
diperlukan
6. Pasangkan penutup mata pada
7. Dekatkan kopi pada hidung
8. Minta untuk mencium kopi tersebut
9. Kemudian tanyakan pada mengenai bau yang telah diciumnya
10. Dekatkan bubuk teh pada hidung
11. Minta untuk mencium bubuk teh tersebut
12. Kemudian tanyakan pada mengenai bau yang telah diciumnya
13. Dekatkan sirup jeruk pada hidung
14. Minta untuk mencium bau sirup jeruk tersebut
15. Kemudian tanyakan pada mengenai bau yang telah diciumnya
16. Ulangi berulang-ulang (bisa menggunakan bahan yang telah dilakukan diatas)
tindakan tersebut untuk memastikan lagi apakah memang ada gangguan pada indera
penciuman
17. Setelah selesai buka penutup mata klien
18. buang semua peralatan yang telah tidak terpakai
19. Rapikan klien
20. Beritahu bahwa tindakan telah dilakukan
21. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
22. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
23. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
24. Berikan reinforcement positif pada klien
25. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
26. Akhiri kegiatan dengan baik
27. Cuci tangan
8. HASIl :
Dokumentasikan nama tindakan/tanggal/jam tindakan, hasil yang diperoleh, respon
klien selama tindakan, jika klien dapat menjawab semua yang di.ujikan dengan benar
maka penciuman klien normal
nama dan paraf perawat pelaksana.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Pastikan mata klien tertutup dengan rapat tapi jangan sampai terlalu kencang
SOP PEMERIKSAAN FISIK PERABA

JUDUL SOP :

STIKES ICME INDERA PERABA (PERASAAN PADA KULIT)

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi


dari indera peraba.
2. TUJUAN Untuk mengetahui adanya reseptor tekanan, sakit, sentuhan,
dingin, panas pada kulit serta mengetahui letak masing-
masing reseptor
3. INDIKASI 1. Semua klien
2. Klien yang mengalami gangguan indera peraba
4. KONTRAINDIKASI -
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Baskom plastik 2 buah
DAN BAHAN 2. Air panas
3. Air dingin
4. Air dengan suhu ruangan
5. Sarung tangan jika diperlukan
6. Masker jika diperlukan
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh Ners jika
diperlukan
6. Cuci tangan
7. Sediakan 3 baskom plastik
8. Isi 1 baskom (baskom A) dengan air hangat
9. Isi 1 baskom (baskom B) dengan air dingin
10. Isi 1 baskom (baskom C) dengan air suhu ruangan
11. Secara serentak masukkan tangan kiri ke baskom A yang berisi air hangat, dan
tangan kanan ke baskom B yang berisi air dingin, diamkan selama 15 detik
12. Setelah selesai dimasukkan ke baskom A dan B, lalu masukka kedua tangan
kebaskom C yang berisi air suhu ruangan
13. Lalu tanyakan bbagaimana rasanya
14. Setelah selesaikan sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
15. Rapikan klien
16. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
17. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
18. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
19. Berikan reinforcement positif pada klien
20. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
21. Akhiri kegiatan dengan baik
22. Cuci tangan
8. HASIl :
Perhatikan respon klien, biasanya pada awalnya tangan kiri terasa panas setelah
dimasukkan ke baskom A dan tangan kanan terasa dingin setelah dimasukkan ke
baskom B, lalu pada saat dicelupkan ke air bersuhu ruangan maka kedua tangan akan
merasakan kebalikannya
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Perhatikan suhu air panas, jangan sampai air terlalu panas
2. Perhatikan juga suhu air dingin, jangan sampai air terlalu dingin
JUDUL SOP :
INDERA PERABA (LOKALISASI TAKTIL)
STIKES ICME

1. PENGERTIAN Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi


dari indera peraba (perasaan pada kulit
2. TUJUAN Memahami serta mengetahui kepekaan syaraf peraba dengan
melokalisir tempat yang ditusukkan keberbagai tempat serta
mengetahui kepekaan TPL (Two Point Localization)
3. INDIKASI 1. Semua klien
2. Klien yang mengalami gangguan indera peraba
4. KONTRAINDIKASI -
5. PERSIAPAN KLIEN 1. Identifikasi klien dengan memeriksa identitas, riwayat
kesehatan, penyakit dan keluhan klien secara cermat.
2. Berikan salam, perkenalkan diri anda, dan identifikasi
klien dengan memeriksa identitas klien secara cermat.
3. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan,
berikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan
jawab seluruh pertanyaan klien.
4. Minta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, beri
privasi kepada klien
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT 1. Spidol atau Bolpoint
DAN BAHAN 2. Penggaris
3. Penutup mata
4. Sarung tangan jika diperlukan
5. Masker jika diperlukan
7. CARA BEKERJA :
1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan akan segera dilakukan
2. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi duduk atau semi fowler)
3. Periksa alat dan bahan yang akan digunakan
4. Dekatkan alat dan bahan ke sisi tempat tidur klien
5. Cuci tangan
6. Pastikan prosedur APD (alat pelindung diri) sudah dilaksanakan oleh Ners jika
diperlukan
7. Tutup mata klien
8. Perawat dapat menitikkan (tusuk) lengan klien dengan bolpoint atau spidol
sebanyak 3 kali
9. Perawat juga menitikkan (tusuk) wajah klien sebanyak 2 kali
10. Minta klien untuk menitikkan (tusuk) kembali dengan cepat pada daerah yang telah
dilakukan perawat
11. Perhatikan pada saat klien menitikkan daerah yang dilakukan perawat, untun
mengetahui daerah yang klien titikkan benar atau tidak
12. Setiap menitikkan (melakukan penusukkan) perlu diukur seberapa dalam hasil
tusukan
13. Buka penutup mata
14. Setelah selesai sampaikan kepada klien bahwa tindakan sudah selesai
15. Rapikan klien
16. Lepas sarung tangan (jika perawat memakai sarung tangan)
17. Buka kembali tirai atau pintu dan jendela.
18. Kaji respon klien (subyektif dan obyektif)
19. Berikan reinforcement positif pada klien
20. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
21. Akhiri kegiatan dengan baik
22. Cuci tangan
8. HASIl :
Perhatikan respon klien
Hasil yang diperoleh dari hasil penususkan
Bila jarak tusukan pertama dengan jarak tusukan kedua kurang dari 5cm maka syaraf
perabaannya baik, bila lebih dari 5 cm maka saraf perabaanya kurang baik.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Tanyakan kepada klien apakah hasil tusukan sudah dirasakan jangan sampai tusukan
terlalu dalam
MATERI 8

PEMERIKSAAN GULA DARAH

1. Pengertian 1. Pemeriksaan gula darah adalah salah satu


jenis pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi kadar gula di dalam darah
dalam kondisi sewaktu, puasa dan 2 jam
postprandial,

2. Pemeriksaan gula darah dilakukan oleh


analis laboratorium , perawat, dan bidan
yang sudah terlatih sesuai tugas dan
wewenang keprofesian.

3. Pemeriksaan gula darah dilakukan dalam


gedung puskesmas, Pustu, Polindes dan
Posbindu.

a. Glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl (11,1


mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa ≤ 140 mg/dl (7,8
mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2
jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial (pp) ≤ 200 mg/dl
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah
untuk mengetahui kadar gula darah pada
pasien
3. Referensi Pedoman Prektik Laboratorium Yang benar
Depkes RI Tahun 2004
4. Alat dan Bahan 1. Alat :
a. Glukometer
b. Stik Gula Darah
c. Lancet
d. Neirbeiken

2. Bahan :
a. Kapas alcohol

b. Handscoen

5. Prosedur Diagram Alir


1. Petugas mencuci tangan,
Menyiapkan alat
2. Petugas menyiapkan alat-alat dan Mencuci dan bahan
bahan, tangan
3. Petugas menjelaskan prosedur
tindakan yang akan dilakukan, Memakai handscoen Menjelaskan
prosedur tindakan
4. Petugas memakai handscoeen,
5. Atur posisi pasien senyaman
Atur posisi pasien Pasang stik gula darah
mungkin
6. Pasang stik gula darah pada alat
glukomete,
Menusukkan lancetdi jari Bersihkan area
7. Petugas membersihkan area tangan pasien penusukan
penusukan menggunakan kapas
alcohol,
8. Petugas menusukkan lanset di jari Menutup bekas
Meletakkan stik gula tusukan dengan kapas
tangan pasien, darah di jari tgn alkohol
9. Petugas meletakkan stik gula darah
di jari tangan pasien,
10. Menutup bekas tusukan dengan Petugas baca hasil Alat glukometer akan
kapas alcohol, berbunyi
11. Alat glukometer akan berbunyi
12. Petugas membaca hasil dan menulis
Memberitahu pasien
di form laboratorium. Membuang
13. Petugas memberitahu pasien bahwa limbah padat

tindakan sudah selesai, Merapikan alat dan


14. Petugas membuang limbah padat bahan
Memberikan
hasil lab ke
pada tempat sampah infeksius.
pasien
15. Petugas memberikan hasil
labotaroim dalam amplop tertutup Cuci tangan
kepada pasien,
16. Petugas merapikan alat dan bahan,
17. Petugas mencuci tangan.
RESUME MATERI 9

PERAWATAN LUKA BERSIH DAN KOTOR

A. PERAWATAN LUKA BERSIH

PENGERTIAN Melakukan tindakan keperawatan: mengganti balutan, membersihkan luka


pada luka bersih
TUJUAN 1. Mencegah infeksi
2. Membantu penyembuhan luka
KEBIJAKAN Dilakukan pada luka bersih
PETUGAS Perawat
PERALATAN A. Bak instruman yang berisi:
1. Pinset anatomis
2. Pinset chirugis
3. Gunting debridemand
4. Kassa steril
5. Kom
B. Peralatan lain terdiri dari:
1. Sarung tangan
2. Gunting plester
3. Plester
4. Alcohol 70%
5. Desinfektan
6. NaCl 0,9%
7. Bengok
8. Verband
9. Obat luka sesuai kebutuhan
PROSEDUR A. Tahap pra interaksi
PELAKSANAAN 1. Melakukan verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Mendekatkan alat di dekat pasien
B. Tahap orientasi
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan kesiapan pasien
C. Tahap kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
4. Memakai sarung tangan
5. Membasahi alcohol dan buka dengan menggunakan pinset
6. Membuka balutan lapisan terluar
7. Membersihkan sekitar luka bekas plester
8. Membuka balutan lapisan dalam
9. Melakukan debridemand
10. Membersihkan luka dengan cairan NaCl
11. Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kassa
12. Memasang plester atau verband
13. Merapikan pasien dan alat
D. Tahap terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan

B. PERAWATAN LUKA KOTOR

Pengertian Melakukan tindakan perawatan : mengganti balutan, membersihkan luka


pada luka kotor.

Tujuan Sebagai acuan petugas dalam melakukan tindakan perawatan luka


kotor untuk :
1. Mencegah infeksi
2. Membantu penyembuhan luka

Kebijakan 1. Pedoman Pelayanan dan Asuhan Pasien Nomor 09 /PER/RSI-


SA/I/2020
2. Pedoman Pelayanan Bidang Keperawatan Nomor 39/PER/RSI-
SA/I/2020
Prosedur A. Persiapan alat
1. Ganti balut Set
2. Sarung tangan
3. Gunting plester
4. Plester/perekat
5. Alkohol 70 %
6. Desinfektant
7. NaCl 0,9 %
8. Bengkok
9. Verband
10. Obat luka sesuai kebutuhan
11. Perlak dan pengalas

B. Langkah-langkah
1. Ucapkan salam
2. Perkenalkan diri
3. Jelaskan tujuan tindakan
4. Jelaskan prosedur tindakan
5. Tanyakan kesiapan pasien
6. Lakukan cuci tangan
7. Identifikasi pasien dengan benar
8. Dekatkan alat kedekat pasien
Prosedur 9. Baca basmalah
10. Atur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat dengan jelas
11. Pasang perlak dan pengalas
12. Buka ganti balut set
13. Pakai handscoon
14. Basahi plester dengan alkohol, kemudian buka plester
15. Buka balutan lapisan terluar
16. Bersihkan sekitar luka dan bekas plester dengan alkohol
17. Buka balutan lapis dalam
18. Tekan kedua tepi luka dengan kasa penekan (sepanjang luka)
untuk mengeluarkan pus
19. Lakukan debridement
20. Bersihkan luka dengan cairan NaCl dengan memperhatikan
prinsip steril
21. Keringkan luka dengan kassa steril
22. Berikan desinfektan atau oles topikal terapi yang sesuai
23. Tutup luka dengan kasa steril
24. Lepas sarung tangan
25. Lakukan evaluasi tindakan/respon pasien
26. Baca hamdalah
27. Bereskan alat-alat
28. Lakukan cuci tangan
29. Catat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Unit terkait Unit Rawat Inap, Unit Rawat Jalan, IGD, ICU, kamar bayi, kamar
bersalin, Kamar Bedah
MATERI 10

TORNIQUET TEST DAN PPD TEST

A. Torniquet test

Pengertian Tes ini juga dikenal sebagai tourniquet test, adalah evaluasi
nonspesifik untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan
kekurangan jumlah platelet dan fungsinya.

Manset pemompa tekanan darah pada tekanan yang spesifik


dengan periode waktu yang menghasilkan peningkatan tekanan
dan hipoksia pada bagian distal dari manset. Penurunan resistensi
kapiler menyebabkan kapiler darah pecah, yang berujung pada
perdarahan.

Tujuan - untuk mengukur kerapuhan dinding kapiler dan kekurangan


jumlah platelet dan fungsinya

Persiapan 1. Persiapan alat:

- manset tekanan darah

- manometer dan

- pengukur waktu

2. Persiapan klien:

- Ucapkan salam.

- Bina hubungan saling percaya perawat dengan klien.

- Klien diberitahu maksud, tujuan dan langkah-


langkahpemeriksaan status kaki.

- Buat kontrak waktu pemeriksaan dengan klien.

- Aturposisi kaki klien dengan cara meluruskan kaki klien di


tempat tidur.

3. Persiapan Lingkungan:

- Jaga privacy klien dengan cara memasang sampiran atau


menutup horden pembatas kamar.

- Atur pencahayaan ruangan.

- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Prosedur 1. Mendekatkan alat-alat ke sekitar klien.

2. Lakukan cuci tangan.

3. Pasangkan manset tekanan darah pada bagian lengan dan pompa


hingga mencapai pertengahan antara tekanan sistolik dan tekanan
diastolik tetapi tidak lebih tinggi dari 100 mm Hg.

4. Biarkan manset dipompa selama 5 menit dan perhatikan


setidaknya 1 inchi bagian distal dari lengan dekat manset untuk
melihat pembentukan petechia.

5. Hasil tes dilaporkan dalam rentang dari negatif ke +4,


tergantung pada jumlah dari kemunculan petechia dengan
diameter 5cm.

Evaluasi :

Negatif = tidak ada petechial

+1 = 1-10 petechia

+2 = 11 – 20 petechia

+3 = 21 – 50 petechia

+4 = >50 petechia

6. Kempiskan dan lepaskan manset tekanan darah.


7. Pasien dianjurkan untuk membuka dan mengepalkan tangannya
guna mempercepat kembalinya darah ke bagian distal ektremitas
tubuh.

8. Bereskan alat-alat yang telah dipergunakan.

9. Rapihkan kembali klien.

10. Ucapkan salam.

11. Buka sarung tangan, lalu buang kedalam bengkok.

12. Lakukan cuci tangan.

13. Dokumentasikan seluruh hasil pengumpulan data pada format


yang telah disiapkan.

Referensi Chernecky, Cynthia C. and Barbara J. Berger. 2008. Laboratory


Test and Diagnostic Procedures Fift Edition hlm. 286. St.Louis,
Missouri : Saunders Elsevier
B. PPD Test/Skin test

Skin test adalah melakukan test antibiotik melalui sub cutan untuk mengetahui
ketahanan terhadap salah satu jenis antibiotic

NO PROSEDUR

A. Orientasi

1 Salam, Perkenalan

2 Validasi

3 Kontrak dan Tujuan

B Kerja

1 Persiapan alat

a. Spuit 1 cc dan jarum seteril

b. Obat-obatan yang diperlukan

c. Kapas alkohol dalam tempatnya

d. NaCl 0,9 % atau aquadest

e. Bak instrumen

f. Bengkok

g. Sarung tangan

h. Ball point atau spidol

i. Baki

2 Cuci tangan

3 Dekatkan alat dan tutup sampiran

4 Pakai sarung tangan, pilih tempat penusukan dan Pasang pengalas / perlak

5 Mengisi spuit dengan obat yang akan ditest sejumlah 0,1 cc dilarutkan
dengan NaCl 0,9 atau aquadest menjadi 1 cc

6 Mendesinfeksi kulit yang akan di suntik dengan menggunakan kapas


alkohol kemudian diregangkan dengan tangan kiri perawat

7 Menyuntikan obat sampai permukaan kulit menjadi gembung dengan cara


lubang jarum menghadap ke atas dan membuat sudut antara 15 – 30 derajat
dengan permukaan kulit kemudian Beri tanda pada area suntikan

8 Rapikan alat dan klien.

*Menilai reaksi obat setelah 10-15 menit dari waktu penyuntikan, hasil (+)
bila terdapat tanda kemerahan pada daerah penusukan dengan diameter
minimal 1 cm, hasil (-) bila tidak terdapat tanda tersebut diatas.

C Terminasi

1 Evaluasi subjektif dan objektif

2 RTL dan Kontrak akan dating

3 Salam penutup, buka sampiran, letakan alat pada tempatnya dan cuci tangan
MATERI 11

PENGUKURAN CVP DAN JVP

A. KASUS

Diagnosa klien CHF fc III + CKD Stage V + BP , Pasien


masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 7
April 2021 pukul 21.30 WIB, rujukan dari RSUD Lubuk Basung. Saat
dilakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan, Sesak nafas di
rasakan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, semakin
sesak saat beraktivitas,nyeri pada dada sebelah kiri, durasi 20 menit,
skala nyeri 5 ,tubuh terasa lemah, edema pada ekstremitas bawah.
Hasil pemeriksaan Tanda-tanda vital: TD : 140/70 mmHg HR : 92
x/menit RR : 28 x/menit suhu : 36,5 0C.
Saat dilakukan pengkajian pada pada tanggal 8 April 2021 pukul
08.49 WIB npasien mengeluh sesak nafas, sesak di rasakan
meningkat saat beraktifitas, tubuh terasa lemah dan edema pada
ektremitas bawah. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu, TD :
90/80 mmH HR : 58 x/i RR : 25 x/ i Suhu 36, 5 0C. Riwayat penyakit
dahulu Pasien mengatakan pernah di rawat di RSSN Bukittinggi 11
tahun yang lalu karena penyakit stroke. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 13 tahun yang lalu. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien. tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit keturunan seperti jantung, hipertensi, DM, asma.
Pemeriksaan fisik leher :Tidak ada pembengkakan kelenjar getah
bening, ada pembesaran vena jugularis.pemeriksaan thorax : Pada
pemeriksaan paru- paru, inspeks :simetris kiri kanan palpasi:fremitus
kiri dan kanan sama perkusi : terdengar sonor
auskultasi:bronkovesikuler
B. PROSEDURE CVP DAN JVP

Pengertian Tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP) adalah


tekanan intravaskular didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral
menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan
kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial. Perkiraan
yang baik dari tekanan atrium kanan, yang mana merupakan faktor yang
menentukan dari volume akhir diastolik ventrikel kanan. Tekanan vena sentral
menggambarkan keseimbangan antara volume intravaskular, venous capacitance,
dan fungsi ventrikel kanan.1 Prosedur memasukkan kateter intravena yang
fleksibel ke dalam vena sentral dalam rangka memberikan terapi melalui vena
sentral. Ujung dari kateter berada pada superior vena cava.
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem
kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan
memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam
tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara
noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah
pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure).
Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8
cmH2O. Sementara menurut Sutanto nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg

B. PENEMPATAN VENA SENTRAL


Penempatan kateter vena sentral melalui vena jugularis interna,
vena subklavia, vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya
pemantauan dilakukan melalui vena subklavia.

C. INDIKASI PEMANTAUAN VENA SENTRAL


Adapun indikasi dari pemasangan CVP antara lain:

1. Pemantauan Tekanan Vena Sentral pada pasien akut.

Hal ini memungkinkan pemberi perawatan untuk memiliki wawasan status


keseimbangan cairan pasien.CVP tinggi akan menunjukkan overload cairan atau
gagal jantung. CVP rendah akan menunjukkan tingkat dehidrasi atau kehilangan
darah. Status cairan yang tepat hanya dapat dievaluasi dengan menghubungkan
Hb, Jantung Berfungsi dan semua hasil lab lain dan sejarah klinis pasien.

2. Jumlah total parenteral Gizi.

Ketika pasien akut yang saluran pencernaan tidak mampu menyerap nutrisi maka
tim pengobatan dapat memutuskan untuk memberikan nutrisi pasien. Hal ini
disebut TPN dan TPN dapat diberikan secara aman hanya melalui jalur CVP atau
garis sentral perifer dimasukkan (PICC). Umumnya TPN diberikan melalui
kateter intravena pusat yang dimasukkan dalam vena subklavia atau
jugularis. Pada bayi vena umbilical digunakan paling sering. Dasar pemikiran
untuk menggunakan vena dalam yang besar adalah kenyataan bahwa TPN
menyebabkan flebitis pada vena perifer karena mengandung komponen kaustik
banyak. Contohnya termasuk Klorida Kalsium dan Potassium Klorida

3. Obat

Obat-obat tertentu dapat diberikan secara aman hanya melalui saluran pusat. Oleh
karena itu CVP mungkin dimasukkan untuk tujuan ini. Obat yang kemungkinan
akan menyebabkan flebitis mencakup Agen kemoterapi digunakan dalam
pengobatan dan pengelolaan kondisi ganas.

4. Kurangnya akses perifer.

Pada beberapa pasien akut, ketika tidak ada akses vena perifer, kemudian garis
CVP dapat dimasukkan. Hal ini biasanya dilakukan untuk tujuan re-hidrasi,
administrasi administrasi pengobatan, produk darah dan darah.

D. PERSIAPAN UNTUK PEMASANGAN CVP


a. Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pd klien dan lg ttg:
· tujuan pemasangan,
· daerah pemasangan, & prosedur yang akan dikerjakan

b. Persiapan alat
– Kateter CVP
– Set CVP
– Spuit 2,5 cc
– Antiseptik
– Obat anaestesi local
– Sarung tangan steril
– Bengkok
– Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
– Plester
c. Persiapan Alat Ukur
– Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
– Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
– Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
– Mengeluarkan udara dari manometer line
– Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
– Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
d. Cara Merangkai
– Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
– Mengeluarkan udara dari selang infuse
– Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
– Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
– Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
– Mengeluarkan udara dari manometer line
– Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
e. Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
Langkah Pemasangan :
– Siapkan alat
– Lakukan cuci tangan steril
– Gunakan sarung tangan steril
– Tentukan daerah yang akan dipasang ; vena yang biasa digunakan sebagai
tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal jugular.
– Posisikan pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis interna
maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah pemasangan.
– Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic
– Pasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
– Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli udara,
anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.
– Masukkan jarum / kateter secara gentle, ujung dari kateter harus tetap berada
pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung. Teknik pemasangan yang
sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya adalah dengan menggunakan
mandarin yang dimasukkan melalui jarum, jarum kemudian dilepaskan, dan
kateter CVP dimasukkan melalui mandarin tersebut.. Jika kateter sudah mencapai
atrium kanan, mandarin ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV set
yang telah disiapkan dan lakukan penjahitan daerah insersi
– Setelah selesai pemasangan sambungkan dengan selang yang menghubungkan
dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.
– Lakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan , agar posisi kateter terjaga
dengan baik.
– Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali
– Catat laporan pemasangan, termasuk respon klien ( tanda-tanda vital,
kesadaran, dll ), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil
pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
– Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dadauntuk memastikan
posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hemothorax
atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.
– Tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP adalah vena
femoralis dan vena fossa antecubiti.
f. Cara Pengukuran
– Mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur
– Letak jantung dapat ditentukan dengan cara membuat garis pertemuan antara
sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan axilla
– Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan
nilai dibaca pada akhir ekspirasi
E. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN CVP
· Nyeri dan inflamasi pada area penusukan
· Bekuan darah karena tertekuknya kateter
· Perdarahan: ekimosis atau perdarahan besar bila jarum lepas
· Tromboplebitis
· Microshock
· Disritmia jantung
· Pembedahan leher
· Insersi kawat pacemaker

F. KOMPLIKASI
Pemasangan CVP dapat mengakibatkan timbulnya beberapa hal antara lain :
1. Perdarahan

2. Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 sampai 7 hari setelah insersi


kateter. Cairan iv atau darah terakumulasi di mediastinum atau rongga pleura

3. Aritmia ventrikel atau supraventrikel

4. Infeksi local atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi mkrooorganisme


seperti s. epidermidis, gram negative – positif basil, dan intrococcus

5. Overload cairan.

6. Pneumothoraks

G. Pengukuran JVP ( Jugular Venous Pressure)

1. Pengertian

Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem


kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan
memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam
tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara
noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah
pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure).
2. Tujuan
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:

- Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)

- Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)

3. Kompetensi dasar yang harus dimiliki

Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin
dapat melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena
jugularis di atas sudut manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-
right atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk
atau berdiri. JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut
manubriosternal.

4. Indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi

A. Indikasi
1. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui.
2. Pasien dengan distensi unilateral
3. Pasien dengan trauma mayor
4. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
5. Pasien yang diberi cairan IV sangat cepat;
6. Gagal jantung kanan
7. Cor plumonal
8. Efusi perikardial atau tamponade
9. Obstruksi vena kava superior
10. Peningkatan pembuluh darah
B. Kontraindikasi
1. SVC sindrom
2. Infeksi pada area inseri
3. Koagulopati
4. Insersi kawat pacemaker
5. Disfungsi kontralateral diafragma
6. Pembedahan leher
C. Komplikasi yang mungkin terjadi
1. Hematoma local
2. Sepsis
3. Disritmia
4. Tamponade perikard
5. Bakteriemia
6. Emboli Udara
7. Pneumotoraks

5. Alat dan Bahan yang diperlukan

- 2 buah penggaris (skala sentimeter)

- Senter

6. Anatomi daerah

Vena Jugularis Interna karena terhubung langsung dengan vena cava superior dan
atrium kanan.

7. Aspek keamanan dan keselamatan yang perlu diperhatikan

- Posisi pasien, nyaman atau belum


- Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
- Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
- Mengkaji tingkat kesadaran pasien
- Memasang restrain

8. Prosedur

- Atur klien pada posisi supine dan rileks


- Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:
• 15° - 30° atau
• 30° - 45° atau
• 45° - 90° (pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang
cukup bermakna)
- Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang
tajam untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikan bahwa
leher dan toraks atas sudah terbuka
- Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa
- Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
- Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows)
vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampak gunakan
vena jugular eksterna.
- Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat
dilihat (Meniscus).
- Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur
tinggi pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
- Gunakan penggaris.
· Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya
menempel pada sudut sternum.
· Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat
di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan
pada penggaris ke-1. Angulus ludocivi (patokan jarak dari vena cava superior + 5
cm /selanjutnya disebut R cm). Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada
5cm di bawah bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan
vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya
berasa 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H20 Bila hasil CVP kiri dan kanan
berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah
- Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi
vena (meniscus)
- Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat
tidur bagian kepala ditinggikan 30° - 45°
- Catat hasilnya.
Menulis dan Membaca Hasil
Misal = 5+2
5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium
+2: hasilnya—meniscus

9. Hal-hal penting yang harus diperhatikan

1) Kebersihan diri perawat saat melakukan pengukuran

2) Privacy klien

3) Kenyamanan, keselatamatan dan keamanan pasien

4) Ketelitian dalam melakukan inpeksi dan pengukuran

5) Keruntutan prosedur dan tindakan

10. Hal-hal penting yang harus didokumentasikan

1) Tingkat kesadaran klien

2) Pernapasan klien

3) Suhu klien

4) Penampakan fisik klien : dilihat keabnormalan yang terjadi, misal

edema.

5) Bentuk, dan penampakan fisik vena jugularis

6) Hasil pengukuran :tekanan bilateral yang diperoleh


MATERI 12

BILANG LAMBUNG

A. Kasus Trauma Abdomen Post Laporatomi atas indikasi internal


bleeding

Pengkajian ini di lakukan dengan cara wawncara, observasi,


pemeriksaan fisik dan studi kasus. Hasil dari pengkajian pada tanggal 7 april
202a di dapatkan data subjektif pasien mengatakan mengeluh nyeri pada luka
post operasi hari 1, nyeri bertambah saat di buat bergerak, rasanya seperti
tertusuk-tusuk pada abdomen dengan skala nyeri 6 nyeri dirasakan hilang
timbul, pasien mengatakan ADL di bantu keluarga dan perawat Sedangkan data
objektif adalah klien meringis nampak menahan nyeri, klien tegang, terdapat
luka post op hari 1.luka bersih, kering, tidak ada pengeluaran cairan maupun
pus, luka di tutup dengan kassa steril,tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada
kemerahan, bengkak, panas, maupun fungsiolesa di dapatkan data laborat tgl 9
juli 2012 angka leukosit 12,5 ribu/ul, Hemoglobin 10,2 g/dl . Semua kebutuhan
ADL klien di bantu oleh keluarga dan perawat, pasien lemas, kekuatan otot 4.

TANGGAL DATA MASALAH ETIOLOGI

7-4-2021 DS: klien mengeluh Nyeri Agen


nyeri pada luka post akut Injury
operasi fisik (Luka
P: saat di gerakkan post operasi
Q: tertusuk-tusuk R: abdomen hari 1)
S: 6
T: hilang timbul DO: klien
mringis nampak menehan
nyeri
- Tegang
- TD : 100/70
mm/Hg R: 23x/m
N:89x/m

S: 37oC SPO2
: 95%
Ds : pasien Intolerans i Kelemah an
mengatakan semua kebetuhan aktifitas fisik
ADL di bantu perawat
dan keluarga
Do: ADL di bantu perawat
dan keluarga
- Kekuatan otot 4-
Pasien lemas
Tidak
Ds: - infeksi adekuat
DO : terdapat luka post op pertahan an
hari 1.luka bersih, kering, primer dan
tidak ada pengeluaran cairan sekunder
maupun pus, luka di tutup
dengan kassa steril,tidak
ada tanda-tanda infeksi,
tidak ada kemerahan,
bengkak, panas,
maupun fungsiolesa
- Leukosit : 12,4ribu/u
l
- Hemoglobi n 10.2
g/dl

Dari analisa data diatas diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai
berikut:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (luka post op


hari 1)
2. Infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer dan sekunder
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
B. Prosedure Tindakan

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)


BILAS LAMBUNG

1 Tujuan 1. Membersihkan dan mengeluarkan racun/darah dari


dalam lambung
2. Mendiagnosa perdarahan lambung
3. Membersihkan lambung sebelum prosedur endoscopy
4. Membuang cairan atau partikel dari lambung
2 Ruang Indikasi :
Lingkup
1. Overdosis obat/narkotik
2. Keracunan zat kimia
3. Terjadi perdarahan lama (hematemesis) pada saluran
pencernaan atas.
4. Mengambil contoh asam lambung untuk dianalisis
lebih lanjut.
5. Dekompresi lambung
6. Sebelum operasi perut atau biasanya sebelum
dilakukan endoskopi
7. Pasien keracunan makanan atau obat kurang dari 1 jam
8. Persiapan tindakan pemeriksaan lambung, persiapan
operasi lambung
9. Pasien dalam keadaan sadar
10. Keracunan bukan bahan korosif dan kurang dari enam
puluh menit
11. Gagal dengan terapi emesis
12. Tidak ada refleks muntah
13. Perdarahan gastrointestinal

Kontraindikasi :
1. Keracunan oral lebih dari 1-4 jam
Bilas lambung tidak dilakukan secara rutin dalam
penatalaksanaan pasien
dengan keracunan. Bilas lambung dilakukan ketika pasien
menelan substansi toksik yang dapat mengancam nyawa,
dan prosedur dilakukan sebelum 4 jam
pengosongan lambung
2. Pasien keracunan bahan toksik yang tajam dan terasa membakar (resiko
perforasi esophageal) serta keracunan bahan korosif (misalnya: hidrokarbon,
pestisida, hidrokarbon aromatic, halogen);
3. Pasien yang menelan benda asing yang tajam;
4. Pasien tanpa gangguan refleks atau pasien dengan pingsan (tidak sadar)
membutuhkan intubasi sebelum bilas lambung untuk mencegah inspirasi.
5. Pasien kejang
6. Tumor paru-paru
7. Menelan alkali kuat

3 Acuan - (Krisanty, Paula.2009.Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.hlm : 89)


- ( Smith, Jean.2010.Buku Saku Prosedur Klinis Keperawatan Edisi 5.Hal 536 )
- Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
- SOP IGD RUMAH SAKIT CITRA HUSADA PANGKALAN BUN
- SOP IGD RUMAH SAKIT NENE MALLOMO
- Nur Faridah, Virgianti, April 2017, “Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna
bagian atas dengan nutrisi enteral dini terhadap kadar albumin”. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia. Vol 13, No 4, https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/download/22652/15973, 5
November 2018.

4 Definisi Bilas lambung (gastric lavage) adalah membersihkan lambung dengan cara
memasukan dan mengeluarkan air/cairan tertentu ke dalam lambung dan
mengeluarkan kembali dengan menggunakan selang lambung (NGT). Menurut
Smelltzer dan Bare, Bilas lambung (gastric lavage) adalah aspirasi isi lambung
dan pencucian lambung dengan menggunakan selang lambung
5 Prosedur KOMPONEN Ya Tdk
Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
b. Evaluasi/ validasi kondisi pasien
c. Kontrak : topik, waktu, tempat

Fase kerja
Persiapan Alat
1. Selang NGT sesuai ukuran yang diperlukan (Set NGT)
Ukuran NGT :
a. no. 14-28 untuk ukuran dewasa
b. no. 8-16 untuk anak-anak
c. no.5-7 untuk bayi
2. Bengkok besar
3. Spuit NGT 50 cc
4. Perlak dan alasnya
5. Kom besar
6. Air hangat-dingin 1-2 liter/NaCl 0,9 % sesuai kebutuhan
7. Gelas ukur
8. Skort/celemek
9. Gelas berisi air matang
10. Pelicin/jelly
11. Set terapi oksigen lengkap dan siap pakai
12. Pinset anatomi
13. Obat-obatan (sulfat atropine, norit/susu yang diperlukan
dalam tempatnya)

Persiapan Pasien
1. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, mengadakan
pendekatan kepada anak atau keluarga dengan memberikan
penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
berkomunikasi.
2. Pasien di puasakan sampai dengan selesai tindakan (puasa
minum), makan terakhir 4 jam sebelum tindakan.
3. Pada keadaan darurat, misalnya pada pasien yang
keracunan, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan oleh
perawat dalam melaksanakan Bilas lambung (gastric
lavage), akan tetapi pada waktu tindakan dilakukan untuk
mengambil specimen lambung sebagai persiapan operasi,
biasanya dokter akan menyarankan akan pasien puasa
terlebih dahulu atau berhenti dalam meminum obat
sementara
4. Pasien harus duduk senyaman mungkin di tempat tidur.
Tanyakan pasien apakah lubang hidungnya hidungnya
tersumbat atau bila ada kesulitan bernapas melalui hidung.
5. Pasien berbaring pada sisi kiri atau kanan dengan kepala
dimiringkan ke bawah 20̊, walaupun saat lavase lambung
dilakukan sebelum operasi pasien dapat didudukkan dengan
kemiringan 45̊. Pasien dan staf harus memakai jubah yang
tidak tembus air.

Cara Kerja
❖ Prosedur bilas lambung pada kasus keracunan
1. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
2. Identifikasi pasien
3. Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan
4. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan (semi fowler) saat
pemasangan NGT dan miring kiri serta kepala rendah
saat bilas lambung tanpa bantal
5. Perawat memasang skort
6. Memasang perlak dibawah kepala dan alas di dada pasien
7. Meletakkan bengkok dibawah dagu pasien
8. Menentukan panjang selang NGT yang masuk ke dalam
lambung
9. Memberi jelly pada ujung selang NGT
10. Menutup pangkal selang NGT dengan cara menekuk /
diklem
11. Memasukkan selang NGT pelan-pelan ke dalam lambung
melalui hidung. Bagi pasien sadar dianjurkan menelan
selang perlahan-lahan sambil menarik nafas dalam
12. Setelah yakin selang NGT ke lambung pasien, atur posisi
pasien miring tanpa batal dan letak kepala lebih rendah
13. Meyakinkan selang NGT masuk ke dalam lambung
dengan cara : memasukkan ujung selang NGT sampai
terendam dalam kom berisi air dan tidak tampak
gelembung udara dan air
14. Bila dilakukan pada klien yang tidak sadar / stupor atau
jika induksi muntah dengan sirup pekak tidak berhasil.
15. Bila klien setengah sadar dan masih ada refleks muntah,
maka posisikan klien miring pada satu sisi untuk
memudahkan irigasi dan mencegah aspirasi.
16. Bila klien tidak sadar dan refleks muntah tidak ada, maka
klien harus dilakukan intubasi trachea sebelum dilakukan
bilas lambung.
17. Gunakan pipa nasogastrik berdiameter besar (>28Fr)
untuk memudahkan aliran irigasi cairan.
18. Sambungkan ujung NGT dengan Spuit 50 cc atau corong.
Lakukan irigasi/bilas lambung dengan menggunakan
NaCl. Cairan irigasi/bilas lambung yang digunakan bisa
berjumlah ± 200-500 cc pada dewasa dengan posisi lebih
tinggi dari kepala, pada anak-anak ± 50-100 cc. Pada
anak-anak lebih baik air hangat dengan cara memasukkan
sejumlah cairan secara bertahap dan kemudian
mengeluarkannya dengan cara mengalirkan atau
diaspirasi menggunakan tekanan rendah.
19. Membilas lambung dilakukan berulang kali sampai
air/cairan yang keluar dari lambung berwarna jernih/tidak
berbau racun. Memberikan antidot (sesuai advice dokter)
bila perlu. Lalu, selang NGT dicabut secara pelan-pelan
dan diletakan dalam bengkok.
20. Setelah selesai pasien dirapikan,mulut dan sekitarnya
dibersihkan dengan kassa/tissue jelaskan pada pasien
bahwa prosedur yang dilakukan telah selesai.
21. Mengobservasi tekanan darah, nadi, pernapasan, dan
respons pasien
22. Mencuci tangan
23. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan. Lakukan
pencatatan setelah tindakan yang meliputi jumlah,
karakteristik, Bau cairan yang dilakukan irigasi serta
reaksi klien.

❖ Prosedur Bilas lambung (gastric lavage) pada kasus


perdarahan lambung
1. Perawat melaksanakan kebersihan tangan
2. Identifikasi Pasien
3. Sebelumnya pasang NGT berukuran besar, jenis yang
biasanya digunakan adalah selang Ewald. Selang dengan
diameter kecil tidak cukup efektif untuk mengeluarkan
bekuan darah dan dapat menyebabkan kesalahan
penegakan diagnosa karena bila ada bekuan darah yang
menyumbat selang, akan sulit mendeteksi masih terjadinya
perdarahan.
4. Sambungkan ujung NGT dengan Spuit 50 cc atau corong.
Lakukan irigasi/bilas lambung dengan menggunakan NaCl
pada anak-anak lebih baik air hangat dengan cara
memasukkan sejumlah cairan secara bertahap dan
kemudian mengeluarkannya dengan cara mengalirkan atau
diaspirasi menggunakan tekanan rendah.
5. Alirkan cairan yang dikeluarkan ke bengkok yang
diletakkan dengan posisi lebih rendah dari tubuh klien atau
tempat tidur klien.
6. Cairan irigasi/bilas lambung yang digunakan bisa
berjumlah ±200-500 cc pada dewasa dengan posisi lebih
tinggi dari kepala, pada anak-anak ±50-100 cc
7. Pastikan bahwa aliran cairan lancar, begitu juga dengan
system drainasenya.
8. Waspada terhadap potensial terjadinya sumbatan bekuan
darah pada selang atau perubahan posisi selang.
9. Gunakan cairan dengan suhu ruangan, karena akan lebih
efektif dalam tindakan gastric lavage. Penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan cairan
dengan suhu rendah (dingin) akan menggeser kurva
disosiasi hemoglobin kearah kiri dan dapat berakibat
langsung seperti : penurunan aliran oksigen ke organ-organ
vital serta memperpanjang waktu perdarahan dan
protrombin time.
10. Perawat melaksanakan kebersihan tangan.
11. Lakukan pencatatan kegiatan.

Fase terminasi
1. Evaluasi respon klien :
a. Evaluasi subjektif
b. Evaluai objektif
2. Tindak lanjut klien
3. Kontrak : topik/ waktu/ tempat
Sikap :
1. Bekerja dengan hati-hati saat memasukkan selang NGT
2. Peka terhadap reaksi pasien
3. Jumlah cairan yang masuk dan keluar
4. Sabar dan tidak tergesa-gesa
5. Bersikap sopan dan ramah
STANDAR PROSEDURE PELAKSAAN OKSIGENASI

1. Pengertian Nasal Kanul


Menurut Suparmi dalam Liberty (2018), nasal kanul adalah alat
sederhana yang sering digunakan untuk menghantarkan oksigen. Pemberian
O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi
masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16– 20 kali
permenit dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 22–44%,
dengan cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung
hanya berkisar 0,6–1,3 cm dan mengaitkannya di belakang telinga
(Kusnanto,2016).

2. Tujuan Pemberian Oksigenasi Dengan Nasal Kanul


Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mempertahankan dan
memenuhi kebutuhan oksigen (Rahayu & Harnanto, 2016)

3. Manfaat Pemberian Oksigenasi Nasal Kanul


Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

4. Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo
(2012), indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal.
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal.
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
5. Kontraindikasi
Kontraindikasi utama terapi oksigen dengan nasal kanul adalah jalan
napas yang tersumbat, baik akibat trauma hidung, penggunaan tampon
hidung, atau akibat infeksi/inflamasi.

6. Kriteria Evaluasi
Pemberian oksigen dengan nasal kanul dikatakan berhasil apabila klien
sudah dapat bernapas secara normal tanpa bantuan alat. Respiratory rate
dalam batas normal yaitu 16-20x/menit. Serta SaO2 95-100%

7. Alat Dan Bahan Pemberian Oksigen Nasal Kanul


a. Tabung oksigen (O2) lengkap dengan manometer.
b. Pengukur aliran flow meter dan humidifier.
c. Kanul nasal.
d. Selang oksigen.
e. Plester / pita.

8. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Oksigen Nasal Kanul


Langkah-langkah :
a. Tahap pra interaksi :
1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien.
2) Cuci tangan.
3) Siapkan alat.
b. Tahap orientasi
:
1) Beri salam, panggil klien dengan namanya.
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
3) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
c. Tahap kerja :
1) Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk
memberikan kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih
mudah.
2) Pasang peralatan oksigen dan humidifier.
3) Nyalakan oksigen dengan aliran sesuai advis.
4) Periksa aliran oksigen pada selang.
5) Sambung nasal kanul dengan selang oksigen.
6) Pasang nasal kanul pada hidung.
7) Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan selang serta
kaitkan dibelakang telinga atau mengelilingi kepala. Yakinkan
kanul masuk lubang hidung dan tidak ke jaringan hidung.
8) Plester kanul pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang pada
tulang pipi untuk mencegah iritasi.
9) Kaji respon klien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti
warna, pernafasan, gerakan dada, ketidaknyamanan dan
sebagainya.
10) Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30 menit.
11) Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxia,
takhikardi, cemas, gelisah, dyspnoe dan sianosis.
12) Kaji iritasi hidung klien. Beri air / cairan pelumas sesuai
kebutuhan untuk melemaskan mukosa membran.

13) Catat permulaan terapi dan pengkajian data.


d. Tahap terminasi :
1) Evaluasi hasil / respon klien.
2) Dokumentasikan hasilnya.
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
4) Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat.
5) Cuci tangan.
PEMBERIAN TERAPI INSULIN

SOP (STANDAR Halaman


OPERASIONAL 1
PROSEDUR)
Tanggal terbit Ditetapkan

Pengertian Insulin adalah hormon yang digunakan untuk menurunkan kadar gula
darah pada Diabetes Mellitus
Insulin Pen (Actrapid Novolet): adalah insulin yang dikemas dalam
bentuk pulpen insulin khusus yang berisi 3 cc insulin

Tujuan Untuk mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes


mellitus.

Kebijakan Kebijakan Direktur No. ............ Tentang

Prosedur Waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan cara pemberian insulin


yaitu 30 menit

Pelaksanaan cara pemberian insulin


a. Persiapan
1. Spuit insulin/insulin pen (Actrapid Novolet)
2. Vial insulin
3. Alcohol swab
4. Handscoen bersih
5. Daftar/formulir obat

b. Pelaksanaan
Tahap Pra interaksi
1. Melakukan vertifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan bersih
4. Mendekatkan alat ke dekat klien
5. Mengkaji program/intruksi medik tentang rencana
pemberian terapi injeksi insulin (prinsip 6 benar : nama klien,
obat/jenis insulin dosis, waktu, cara
pemberian, dan pendokumentasian)
6. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan,
tujuan, waktu kerja, dan masa efek puncak insulin,
serta efek samping yang mungkin timbul.
7. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin

Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam dan
menyapa klien
2. Menjelaskan maksud dan
tujuan tindakan yang akan dilakukan pada klien
3. Menanyakan kesiapan klien
sebelum dilakukan tindakan
4. Memberikan kesempatan
bertanya pada klien sebelum dilakukan tindakan

Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Mengatur posisi klien
3. Lepaskan penutup pena Jika
menggunakan intermediate-acting insulin dengan lembut putar
pena diantara telapak tangan 15 detik untuk campuran
4. Lepaskan penutup jarum
5. Pastikan pena siap
a. Putar tombol pemilih
dosis di ujung pena untuk 1 atau 2 unit (dosis
monoton perubahan tanda dengan berubahnya tombol)
b. Pegang pena dengan
jarum menunjuk ke atas. Tekan tombol dosis sampai
benar-benar sampai menetes. Ulangi jika perlu,
sampai insulin terlihat di ujung jarum. Dial akan
kembali ke nol setelah menyelesaikan langkah dasar
4. Mengatur dosis Putar dosis
tombol untuk mengatur dosis insulin (anda dapat memutar
mundur juga). Pena akan memugkinkan untuk menerima hanya
jumlah yang telah ditetapkan. Periksa jendela dosis untuk
memastikan dosis yang akan disuntikkan sudah tepat.
5. Pilih tempat injeksi Pilih
tempat injeksi. Perut adalah tempat yang disukai untuk banyak
jenis insulin-antara bagian bawah rusuk dan kemaluan baris,
menghindar sekitar 3-4 inci pusar. Bagian atas paha dan
belakang lengan atas ( jika anda pleksibel ) dapat juga
digunakan
6. Menyuntikkan insulin
a. Posisikan ibu jari di ujung atas tombol
pena dengan tenang untuk terus aman
b. Dengan lembut mencubit kulit dengan tangan bebas
c. Cepat masukkan jarum pada sudut 90
derajat. Melepaskan cubitan
d. Gunakan ibu jari untuk menekan tombol
dosis sampai berhanti ( jendela dosis akan
kembali pada nol ). Biarkan jarum di tempat
selama 5-10 detik untuk membantu mencegah
insulin dari bocor keluar dari tempat injeksi
e. Tarik jarum langsung keluar dari kulit. Kadang-
kadang akan keluar sedikit darah atau terjadi
memar adalah normal. Lap dengan tisu atau bola
kapas beralkohol, tapi jangan ditekan
7. Tutup kembali insulin pen
8. Lepas sarung tangan
9. Cuci tangan
Standar Operasional Prosedur
Pemasangan EKG

A. PENGERTIAN
-Suatu tindakan merekam aktivitas listrik jantung yang berawal dari nodus
sinoatrial, yang dikonduksikan melalui jaringan serat-serat (sistem konduksi)
dalam jantung yang menyebabkan jantung berkontraksi, yang dapat direkam
melalui elektroda yang dilekatkan pada kulit.
-Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial
atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung. Elektrokardiogram adalah
grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan
dengan waktu.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN EKG


1. TUJUAN UMUM : Mampu membuat rekaman Aktifitas listrik Otot jantung
secara berurutan dan benar
2. TUJUAN KHUSUS : Dapat :
a. Mempersiapkan alat dan pasien
b. Memasang electrode pada tempat penekanan dengan benar
c. Melaksanakan penyadapan aktifitas listrik jantung
d. Membuat elektrokardiogram dan keterangannya
e. Merawat EKG setelah pemeriksaan

C. INDIKASI PEMASANGAN
1. Adanya kelainan –kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan-kelainan myokard seperti Infark Miokard, hypertrofi atrial
dan ventrikel
3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama Digitalis
4. Gangguan Elektrolit
5. Adanya Perikarditis
6. Pembesaran Jantung
7. Mempunyai Riwayat hipertensi, asma.
8. Sesak Nafas

E. PERSIAPAN ALAT
1. Memeriksa kelengkapan alat EKG yang akan digunakan, sbb :
a. Buku panduan untuk pemeriksaan EKG
b. Mesin EKG beserta electrode dan kabel listrik (power) dan kabel untuk
ground
c. Kertas Interpretasi EKG, Pulpen, pensil
d. Silokain Jelly/ air
e. Kapas Alkohol dalam tempatnya
f. Kertas tissue
2. Memeriksa Fungsi alat sehingga siap digunakan
3. Membawa alat kedekat pasien
F. PERSIAPAN PASIEN
1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga
2. Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga
3. Meminta persetujuan pasien
4. Mengatur posisi tidur terlentang pada pasien

G. PROSEDUR
1. Perawat mencuci tangan
2. Memasang Arde
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam
tangan, gelang dan logam lain.
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah
dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset
electrode
6. Mengoleskan Jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly,
gunakan kapas basah
7. Menyambungkan Kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua
tungkai pasien, untuk merekam ekstremitas lead ( Lead I, II, III, aVR, aVF, AVL)
dengan cara sbb :
a. Warna Merah pada Tangan Kanan
b. Warna Hijau pada Kaki Kiri
c. Warna Hitam pada Kaki Kanan
d. Warna Kuning pada Tangan Kiri
8. Memasang Elektrode dada untuk rekaman Precordial Lead sbb :
V1 : Spatium Interkostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum
V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum
V3 : ditengah diantara V2 dan V4
V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiria
V5 : Sejajar V4 garis aksilaris kiri
V6 : Sejajar V6 garis mid aksilaris
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)

9. Melakukan Kalibrasi 10mm dengan keadaan 25 mm/volt/ detik


10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan Lead yang
terdapat pada mesin EKG
11. Melakukan Kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal dan jam
rekaman serta nomor Lead dan nama pembuat rekaman EKG

H. SIKAP
1. Menjaga Privasi pasien
2. Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan
3. Memperlihatkan sikap keramah-tamahan
4. Menujunkkan sikap yang sopan

I. TERMINASI
1. Memberitahukan hasil kegiatan kepada pasien
2. Merapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
3. Mengkomunikasikan hasil ke pihak terkait/ profesi lain.
SOP PEMASANGAN INFUS

Memasang infus
1. Pengertian :
Memasang infus adalah pemasangan infus untuk memberikan cairan atau obat melalui
parenteral (intravena).
2. Tujuan :
a. Memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit pada klien yang sakit
akut.
b. Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Memberikan akses intravena pada pemberian terapi intermitten atau emergensi
3. Peralataan :
a. Cairan infus sesuai program
b. Jarum / kateter intravena / abbocath (ukuran bervariasi)
c. Set infus (selang mikrodrip untuk bayi dan anak dengan tetesan 60 tetes/ml,
dewasa selang makrodrip dengan tetesan 15 tetes/ml atau 20 tetes/ml)
d. Selang ekstension
e. Alkohol atau povidone-iodine swabs atau sticks
f. Handschoon disposibel
g. Tourniquet
h. Spalk untuk tangan
i. Kasa dan povidone-iodine salep atau cairan
j. Plester/hipavik
k. Perlak dan pengalas
l. Bengkok
m. Tiang infus
4. Langkah-langkah :
a. Tahap pra interaksi :
1) Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2) Cuci tangan
3) Siapkan alat
b. Tahap orientasi :
1) Beri salam, panggil klien dengan namanya
2) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
c. Tahap kerja :
1) Anjurkan pasien memakai baju yang mudah untuk masuk dan keluarnya
lengan.
2) Buka set steril dengan teknik aseptik.
3) Cek cairan dengan menggunakan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
4) Buka set infus, letakkan klem 2-4 cm di bawah tabung drip dalam keadaan
off / terkunci.
5) Buka tutup botol, lakukan desinfeksi tutup botol cairan, dan tusukkan set
infus ke botol / kantong cairan dengan benar.
6) Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus, isi tabung drip infus ⅓-½
penuh.
7) Buka penutup jarum dan buka klem untuk mengalirkan cairan sampai ke
ujung jarum hingga tidak ada udara dalam selang, klem kembali, dan tutup
kembali jarum.
8) Pilih jarum intravena / abbocath.
9) Atur posisi pasien dan pilih vena.
10) Pasang perlak dan pengalas
11) Bebaskan daerah yang akan diinsersi, letakkan tourniquet 10-15 cm
proksimal tempat insersi.
12) Pakai handschoon
13) Bersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam ke luar).
14) Pertahankan vena pada posisi stabil
15) Pegang IV kateter (abbocath) dengan sudut 20-30º, tusuk vena dengan
lubang jarum menghadap ke atas, dan pastikan IV kateter masuk intavena
dengan tanda darah masuk ke abbocath, kemudian tarik mandrin ± 0.5 cm
16) Masukkan IV kateter secara perlahan, tarik mandrin, dan sambungkan IV
kateter dengan selang infus
17) Lepas tourniquet, kemudian alirkan cairan infus
18) Lakukan fiksasi IV kateter, kemudian beri desinfektan daerah tusukan dan
tutup dengan kasa
19) Atur tetesan sesuai program
20) Lepaskan sarung tangan
d. Tahap terminasi :
1) Evaluasi hasil / respon klien
2) Dokumentasikan hasilnya
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5) Cuci tangan
Gambar. Menusukkan abbocath Gambar. Terpasang infus Gambar. Selang infus

5. Pelaporan
a. Laporan praktikum berisi tentang : pengertian, tujuan, peralatan, langkah-langkah
b. Laporan praktikum dikumpulkan sesuai dengan jadual yang telah ditentukan oleh
instruktur.
Bagus! anda telah menyelesaikan kegiatan praktikum 2. Untuk mengukur tingkat
pemahaman dan ketrampilan anda, kerjakanlah latihan 2 berikut ini! Anda sebaiknya tidak
melihat penilaian ketrampilan terlebih dahulu sebelum selesai mengerjakan latihan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Craven,R.F., Hirnle,C.J., 2000., Fundamentals of Nursing : Human Health and Function., Third
Edition., Philadelphia : JB. Lippincott Company.
Potter,P.A., Perry,A.G., 2000., Pocket Guide to Basic Skill and Procedures (3rd ed)., Toronto :
Mosby.
Potter,P.A., Perry,A.G., 2006., Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik., Edisi 4., Volume 2., Jakarta : EGC
Potter,P.A., Perry,A.G., 2010., Fundamentals of Nursing : Fundamental Keperawatan., Buku 3.,
Edisi 7., Jakarta : EGC.
Potter,P.A., Perry.A,G., 1994., Clinical Nursing Skill & Techniques., Buku 1., Third Edition.,
St.Louis, Missouri : Mosby-Year. Book Inc.
Potter,P.A., Perry.A,G., 1994., Clinical Nursing Skill & Techniques., Buku 2., Third Edition.,
St.Louis, Missouri : Mosby-Year. Book Inc.
Rahayu & Adi. 2016. Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia 2. Kemenkes : Jakarta.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2002, Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Alih
Bahasa : Monica Ester, Jakarta : EGC.
PETA KONSEP SISTEM PERSYARAFAN
MATERI

PEMERIKSAAN NEUROLOGI NERVI CRANIALIS

A. Tujuan Instruksional umum :


Dapat melakukan dan menerapkan pemeriksaan neurologi nervi
cranialis untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
selanjutnya.

B. Tujuan Instruksional Umum :


a) menjelaskan macam dan fungsi pemeriksaan nervi cranialis
I-XII untuk menegakkan diagnosis pasien.
b) dapat melakukan pemeriksaan nervi cranialis I-XII dan
menerapkannya untuk kepentingan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
c) dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan nervi cranialis I-XII
untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.
Saraf otak Pemeriksaan Keterangan
N. I (olfactorius) 1. Periksa lubang hidung, bebas Berkurangnya atau
atau tersumbat hilang bau
2. Satu lubang hidung ditutup disebabkan banyak
dengan menutup mata, pasien factor
diminta untuk mengenali suatu penyebab :
benda dengan aroma lunak, penyakit hidung,
misalnya cengkeh, kopi, sabun merokok
atau vanili berlebihan, minum
3. Ulangi pada lubang lainnya coccain. Dapat
oleh
factor congenital.
Hilangnya
kemampuan pada
satu
posisi, curiga
kerusakan lobus
frontalis otak
N. II (opticus) 1. Pasien diminta untuk membaca Persepsi gerakan
keras-keras tulisan terkecil hanya
pada kartu mata. Bila pasien pada satu sisi,
biasa memakai kaca mata atau curiga akan
lensa kontak diminta tetap tanda kerusakan
memakainya lobus parietal
2. Periksa lapang pandang atau occipital
dengan konfrontasi. cortex serebri
a. pasien diminta untuk
menutup satu mata, kemudian
menatap mata anda sisi lain
b. tutup mata anda sisi lain,
yang sesuai dengan
lapang pandang pasien
c. letakkan jari tangan anda
atau benda kecil pada lapang
pandang pasien dari 8 arah
d. pasien diminta untuk
menyatakan bila melihat benda
tersebut
e. bandingkan lapang
pandang pasien dengan lapang
pandang anda
f. letakkan benda di tengah
jarak antara pasien dan anda,
kecuali pada lapang pandang
temporal dimana anda ingin
mulai dari belakang pasien
3. Periksa lapang pandang untuk
memadam, dengan rasa ganda
a. pasien membuka mata,
gerakkan jari anda pada kedua
lapang temporal secara
serentak
b. tanyakan yang
bergerak satu atau dua jari
4. Periksa discus opticus dengan
oftalmoscop.
Periksa kelainan,
utamanya : edema papil, atrofi
optik

N. III 1. Periksa kelopak mata atas dalam


occulomotorius, keadaan pasien memandang
N. IV (trochlearis) anda.
dan Kelopak mata tidak akan
N. VI menutup pupil
(abduscens) 2. Periksa pupil, bentuknya
lingkaran, ukurannya sama
sesuai dengan penerangan
ruangan
3. Periksa reaksi pupil terhadap
cahaya yang menyilaukan,
pada setiap pupil secara
bergantian. Perhatikan
reaksi langsung dan reaksi
konsensual. Bila mungkin,
redupkan penerang
ruangan
4. Pasien diminta untuk
mengikuti gerak jari anda ke 6
arah utama.
a. perhatikan rentang
gerakan ekstra okuler
b. perhatikan gerak
parallel mata
c. bola mata dan kelopak mata
harus dapat digerakkan
serentak dan lancer
d. perhatikan adanya
kelopak mata yang lunglai
e. pada waktu melakukan
lirikan ke atas dank e samping
hendaknya berhenti sejenak
untuk mendeteksi adanya
nistagmus
5. Periksa reaksi pupil terhadap
akomodasi
dengan cara pasien
diminta untuk mengikuti gerak
jari tangan anda kea rah
pangkal hidung. Perhatikan
konstriksi pupil dan
konvergensi mata. Bila tidak
dapat melihat konstriksi pupil,
redupkan penerangan ruang
dan
ulangi periksa.
N. V 1. Periksa fungsi motorik dengan - Berkurang atau
(trigeminus) cara menyuruh pasien untuk hilangnya
merapatkan gigi dan kemudian kontraksi otot
rileks dan pada saat itu anda masseter dan
meraba temporal dan masseter temporal pada
2. Periksa bagian sensorik saraf satu sisi, curiga
trigeminal, dari ketiga bagian : kerusakan N.V.
a. periksa rasa nyeri dengan - Kelemahan pada
menggunakan benda tajam atau kedua sisi
jarum kadang gunakan ujung dapat sebagai
tumpul dan tajam. Bila dijumpai akibat kerusakan
hasil abnormal, lanjutkan otot UMN atau
dengan pemeriksaan rasa LMN.
suhu - Bila pasien tidak
b. periksa rasa raba halus bergigi
dengan menggunakan gumpalan pemeriksaan akan
kapas mempersulit
c. periksa reflex kornea interpretasi
dengan menggunakan - Berkurang atau
gumpalan kapas hilangnya sensasi
disentuhkan pada kornea. wajah
Perhatikan air mata yang curiga suatu
keluar atau mata yang kerusakan N.V
atau jarak
sensorik sentral.
berkedip. Misalnya
gangguan sensasi
dapat
disertai dengan
reaksi konversi.
- Hilangnya
kedipan curiga
kerusakan N.V.
N. VII (facialis) 1. Periksa wajah pasien dalam - Kerusakan N.VII
keadaan istirahat dan waktu (yang
melakukan konversi. Perhatikan mempersarafi otot
hal-hal berikut : yang
a. asimetri berdekatan
b. mulut sesisi moncong dengan mata)
c. mendatarnya lipatan juga dapat
nasolabial satu sisi mengganggu
d. turunnya salah satu sisi reflex ini.
kelopak mata - Penggunaan lensa
e. Tic’s atau gerakan kontak
abnormal seringkali
2. Pasien diminta untuk mengurangi atau
melakukan gerakan meniadakan
sebagai berikut. Harus reflex ini.
dikerjakan dengan mudah dan - Mendatarnya lipat
simetrik. nasolabial dan
a. mengangkat alis mengendornya
b. tutup mata rapat-rapat nya kelopak
c. tunjukkan gigi, senyum mata bawah
mencucurkan bibir dan diduga karena
menggembungkan pipi kelemahan wajah.
- Suatu
kelumpuhan
LMN, misalnya
Bell’s palsy
berpengaruh
terhadap wajah
bagian atas
dan bagian
bawah
- Suatu kelumpuhan
UMN,
mempengaruhi
terutama wajah
bagian bawah
- Pada paralisis
facial sesisi,
mulut ditarik dari
sisi lumpuh bila
pasien senyum
atau unjuk gigi
N. VIII 1. Periksa ketajaman
(vestibulocochle pendengaran dengan cara
aris) menutup salah satu telinga
pasien, kemudian dari jarak 1-
2 feet membisikkan suara kea
rah telinga yang terbuka.
Keraskan suara sampai pasien
mendengar angka- angka yang
diucapkan. Ulangi
pemeriksaan ini untuk telinga
sisi lain.
2. Periksa lateralisasi,
apabila terjadi
pengurangan pendengaran (tes
weber) :
a. letakkan pangkal garpu
tala pada bagian tengah kepala
b. tanyakan adakah
terdengar pada satu atau kedua
telinga
c. suara seyogyanya
terdengar di garis tengah
3. Lakukan tes Rinne :
a. bandingkan hantaran
tulang dengan hantaran udara,
dengan menggunakan
garpu tala yang menggetar,
ringan pada proc. Mastoideus
b. bila pasien tidak
mendengar suara letakkan
garpu tala dekat telinga
c. pasien seyogyanya
mendengar suara lewat udara
berlangsung lebih lama bila
dibandingkan dengan yang
lewat tulang
d. lakukan pemeriksaan
pada kedua telinga
N. IX 1. Periksa palatum ketika pasien - Suara parau
(glossopharinge us) menguap. Palatum akan segera pada kelumpuhan
dan N. terangkat dan simetrik pita suara,
X (vagus) sedangkan uvula berada di suara sengau
tengah. pada kelumpuhan
2. Untuk membangkitkan reflex palatum
muntah dengan cara - Palatum tidak
merangsang dinding belakang dapat diangkat
pharynk. Periksa : a. palatum pada satu
terangkat segera kerusakan
b. konstriksi otot-otot
pharynk bilateral palatum
c. rasa muntah sesisi
3. Peristiwa ini akan berlangsung tidak dapat
tanpa diangkat, dan
kesulitan atau regurgitasi pada saat yang
sama uvula
didorong ke
aarh sisi sehat
- Hilangnya reflex
muntah sesisi
diduga kerusakan
N.IX
atau N.X
N. XI 1. Pasien diminta untuk - Kelemahan
(accesorius) mengangkat bahunya ke atas disertai atrofi dan
melawan tahanan yang anda fasikulasi
berikan. Nilai kekuatan dan petunjuk penyakit
kontraksi otot-otot trapezius LMN
2. Pasien diminta untuk memutar - Bila terjadi
kepalanya kesatu sisi melawan kelumpuhan m.
tangan anda. trapezius,
a. amati kontraksi m. maka bahu
sternocleidomastoideus anjlog, dan
b. perhatikan kekuatan spacula
tahanan terhadap tangan anda menyimpang ke
bawah dan ke
samping
- Pasien yang
terlentang dengan
kelemahan
bilateral
sternomastoide
us, sukar untuk
mengangkat
kepalanya
N. XII 1. Periksa lidah pasien, cari - Atrofi dan
(hipoglossus) adanya fasikulasi. fasikulasi diduga
Seyogyanga tidak ada. akibat
2. Pasien diminta untuk penyakit LMN
menjulurkan lidah. - Bila lidah
Perhatikan adanya dijulurkan akan
asimetri, deviasi atau atrofi. menyimpang kea
rah sisi
lumpuh

Skenario :
Seorang laki-laki, 58 tahun, masuk RS dengan keluhan utama
kelemahan anggota gerak kiri dan bicara pelo. Riwayatnya 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, pagi saat bangun tidur mendadak tubuh
bagian kiri penderita kesemutan, lemah dan sulit digerakkan. Selama
sakit penderita tidak pernah merasakan sakit kepala, kesadaran baik.
Sebelum serangan penderita tidak panas, tidak ada riwayat benturan
kepala, tidak kejang, serta tidak ada gangguan BAB dan BAK.
Penderita adalah penderita hipertensi sejak usia 30 tahun dan
merokok sejak usia muda. Setelah ditunggu tidak ada perbaikan tanpa
pengobatan, akhirnya penderita datang ke UGD dan didiagnosis
stroke iskemik.
Tugas :
Lakukan pemeriksaan reflex Lakukan
pemeriksaan nervi cranialis
Intepretasikan hasilnya
Check List Pemeriksaan Nervi Cranialis

N Aspek yang dinilai Nilai


o
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam, menjelaskan kepada penderita
tentang apa yang akan dilakukan serta membaca
basmalah sebelum melakukan
pemeriksaan
2 Mempersilakan penderita untuk berbaring a tau
duduk
3 Memeriksa Nervus I kanan kiri
4 Memeriksa Nervus II kanan kiri
5 Memeriksa Nervus III, IV, V kanan kiri
6 Memeriksa Nervus V kanan kiri
7 Memeriksa Nervus VII kanan kiri
8 Memeriksa Nervus VIII kanan kiri
9 Memeriksa Nervus IX kanan kiri
10 Memeriksa Nervus X
11 Memeriksa Nervus XI kanan kiri
12 Memeriksa Nervus XII
13 Mengucapkan hamdalah setelah melakukan
pemeriksaan dan menyimpulkan hasilnya
14 Komunikasi edukasi
15 Perilaku professional
Jumlah
Catatan :

0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan ≤ 50% benar
2 = Dilakukan > 50% benar
3 =Dilakukan dengan sempurna

Penilaian ketrampilan : (Σ skor seluruh aspek yg dinilai) x 100 Σ


maksimal skor
Pemeriksaan Gula Darah

Pengertian Pemeriksaan gula darah digunakan untuk mengetahui kadar gula darah
seseorang.
Macam- macam pemeriksaan gula darah:
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa ≤ 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) ≤ 200 mg/dl.
Indikasi Klien yang tidak mengetahui proses penyakitnya.
Petugas 1.Mahasiswa semester IV
2.Perawat
Tujuan 1. Untuk mengetahui kadar gula pada pasien.
2. Mengungkapkan tentang proses penyakit dan pengobatannya.
Persiapan Alat 1. Glukometer
2. Kapas Alkohol
3. Hand scone
4. Stik GDA
5. Lanset
6. Bengkok
7. Sketsel
Persiapan Menjaga privace klien.
Lingkungan
Prosedur kerja 1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Pasang sketsel.
4. Memakai handscone
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
6. Dekatkan alat di samping pasien.
7. Pastikan alat bisa digunakan.
8. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
9. Menusukkan lanset di jari tangan pasien.
10. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik GDA.
11. Meletakkan stik GDA dijari tangan pasien.
12. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
13. Alat glukometer akan berbunyi dan hasil sudah bisa dibaca.
14. Membereskan dan mencici alat.
15. Mencuci tangan.
Evaluasi Sikap 1. Sabar
2. Teliti
3. Sopan-santun
SOP PERAWATAN LUKA

TUJUAN

1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga


kebersihan luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostasis (bila menggunakan elastis verban)
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan

PERALATAN
• Alat-alat steril
1. Pinset anatomis 1 buah
2. Pinset sirugis 1 buah
3. Gunting bedah/ jaringan 1 buah
4. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
5. Kassa desinfektan dalam kom tertutup
6. Sarung tangan (Handschoon) 1 pasang
7. Korentnag/ forcep
• Alat-alat non steril
1. Gunting verban 1 buah
2. Plester
3. Pengalas
4. Pinset anatomi 1 buah
5. Kom kecil 2 buah bila dibutuhkan
6. Nierbeken 2 buah
7. Kapas alkohol
8. Aceton/bensin
9. Larutan NaCl 0,9%
10. Larutan savlon
11. Larutan H2O2
12. Larutan Boor Water (BWC)
13. Bethadine
14. Sarung tangan 1 pasang
15. Masker
16. Kantong plastik/baskom untuk tempat sampah

PROSEDUR PELAKSANAAN

Tahap PraInteraksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat didekat pasien dengan benar

Tahap orientasi
1. Memberi salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

Tahap Kerja
1. Menutup sampiran
2. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4. Letakkan pengalas dibawah area luka
5. Letakkan nierbeen didekat pasien
6. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan menggunkan pinset
anatomi, Buang balutan bekas kedalam nierbeken. Jika menggunakan plester lepaskan
plester dengan cara melepaskan ujungnya dan menahan kulit di bawahnya, setelah itu tarik
secara perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. Bila masih terdapat sisa perekat
dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin
7. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat balutan dengan
berlahan
8. Letakkan balutan kotor ke nierbeken lalu buang ke kantong plastik, hindari kontaminasi
dengan permukaan luar wadah
9. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
10. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
11. Membersihkan luka sesuai denganjenis lukanya apakah luka bersih atau kotor serta
sejenisnya.*
12. Menutup luka dengan cara tertentu sesuai keadaan luka*
13. Plester dengan rapi
14. Buka sarung tangan dan masukkan kedalam nierbeken
15. lepaskan masker
16. Atur dan rapikan posisi pasien
17. Buka sampiran
18. Evaluasi keadaan umum pasien
19. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi

Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
7. Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan
SOP PEMBERIAN NEBULIZER

A. Pengertian
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulator.
B. Tujuan
1. Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan
2. Melonggarkan jalan nafas
3. Selaput lendir pada saluran nafas menjadi tetap lembab
4. Mengobati peradangan pada saluran pernafasan bagian atas
C. Indikasi
1. Asma Bronkialis
2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
3. Sindroma Obstruksi Post TB
4. Mengeluarkan dahak
D. Kontraindikasi
1. Hipertensi
2. Takikardia
3. Riwayat alergi
4. Trakeostomi
5. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris
6. Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi
E. Prosedur Pelaksanaan
No Langkah/Kegiatan
Medical Consent
1 Sapalah penderita atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda,
serta tanyakan keadaannya.
2 Berikan informasi umum kepada penderita atau keluarganya tentang
indikasi/tujuan dan cara pemakaian alat.
Persiapan alat
3 Mempersiapkan alat sesuai yang dibutuhkan :
- Main unit
- Air hose (selang)
- Nebulizer kit (masker, mouthpiece, cup)
- Obat-obatan
- Aquabides
- Tissue
Main unit Nebulizer cup Air hose (selang)

Masker Mouthpiece Obat bronkodilator


4 Memperhatikan jenis alat nebulizer yang akan digunakan (sumber tegangan,
tombol OFF/ON), memastikan masker ataupun mouthpiece terhubung dengan
baik, persiapan obat)
Persiapan Penderita
5 Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
6 Meminta penderita untuk kumur terlebih dahulu.
7 Mempersilakan penderita untuk duduk, setengah duduk atau berbaring
(menggunakan bantal), posisi senyaman mungkin.
8 Meminta penderita untuk santai dan menjelaskan cara penggunaan masker (yaitu
menempatkan masker secara tepat sesuai bentuk dan mengenakan tali pengikat).
Bila menggunakan mouthpiece maka mouthpiece tersebut dimasukkan ke dalam
mulut dan mulut tetap tertutup
9 Menjelaskan kepada penderita agar penderita menghirup uap yang keluar secara
perlahan-lahan dan dalam hingga obat habis
10 Melatih penderita dalam penggunaan masker atau mouthpiece.
11 Memastikan penderita mengerti dan berikan kesempatan untuk bertanya.
Pelaksanaan Terapi Inhalasi
12 Menghubungkan nebulizer dengan sumber tegangan
13 Menghubungkan air hose, nebulizer dan masker/mouthpiece pada main kit
14 Buka tutup cup, masukan aquabides ke dalam tabung nebulizer
15 Masukkan cairan obat ke dalam alat penguap sesuai dosis yang telah ditentukan.
16 Gunakan mouthpiece atau masker sesuai kondisi pasien
17 Mengaktifkan nebulizer dengan menekan tombol ON pada main kit. Perhatikan
jenis alat, pada nebulizer tertentu, pengeluaran uap harus menekan tombol
pengeluaran obat pada nebulizer kit.
18 Mengingatkan penderita, jika memakai masker atau mouthpiece, uap yang
keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam secara berulang hingga obat habis
(kurang lebih 10-15 menit)

Menggunakan mouthpiece Menggunakan masker


19 Tekan tombol OFF pada main kit, melepas masker/mouthpiece, nebulizer kit,
dan air hose
20 Menjelaskan kepada penderita bahwa pemakaian nebulizer telah selesai dan
bersihkan sekitar mulut dan hidung pasien dengan kertas tissue
21 Mengevaluasi penderita apakah pengobatan yang dilakukan memberikan
perbaikan/mengurangi keluhan.
22 Membersihkan mouthpiece dan nebulizer kit serta obat-obatan yang telah
dipakai
23 Cuci tangan setelah melakukan tindakan
24 Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Pelatihan Perawat ICU Tingkat Dasar, Lab Anestesiologi dan Reanimasi FK UNAIR RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Memberikan Terapi Injeksi Insulin/ Insulin Pen
1 Pengertian Insulin adalah hormon yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah
pada Diabetes Mellitus
Insulin Pen : adalah insulin yang dikemas dalam bentuk pulpen insulin khusus
yang berisi 3 cc insulin
2 Tujuan ü Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus.
3 Hal-hal yang1. Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
harus 2. Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan
diperhatikan warna).
3. Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4. Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15
menit sebelum makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu
pemberian injeksi dengan waktu makan adalah 30 menit.
5. Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium
(kadar gula darah).
6. Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
Khusus Untuk Insulin Pen :
1. Insulin Pen yang tidak sedang digunakan harus disimpan dalam suhu 2 – 8
°C dalam lemari pendingin (tidak boleh didalam freezer).
2. Insulin Pen yang sedang digunakan sebaiknya tidak disimpan dalam lemari
pendingin. Insulin Pen dapat digunakan/dibawa oleh perawat dalam kondisi
suhu ruangan (sampai dengan suhu 25 °C) selama 4 minggu.
3. Jauh dari jangkauan anak-anak, tidak boleh terpapar dengan api, sinar
matahari langsung, dan tidak boleh dibekukan.
4. Jangan menggunakan Insulin Pen jika cairan didalamnya tidak berwarna
jernih lagi.
5. Kontraindikasi : Klien yang mengalami hipoglikemia dan hipersensitivitas
terhadap human insulin.
4 Alat yang
1. Spuit insulin / insulin pen (Actrapid Novolet).
dibutuhkan2. Vial insulin.
3. Kapas + alkohol / alcohol swab.
4. Handscoen bersih.
5. Daftar / formulir obat klien.
Pelaksanaan Tahap Pra Interaksi
1. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana pemberian terapi injeksi
insulin (Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara
pemberian, dan pendokumentasian).
2. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu kerja, dan
masa efek puncak insulin, serta efek samping yang mungkin timbul.
3. Mengkaji tanggal kadaluarsa insulin.
4. Mengkaji adanya tanda dan gejala hipoglikemia atau alergi terhadap human
insulin.
5. Mengkaji riwayat medic dan riwayat alergi.
6. Mengkaji keadekuatan jaringan adipose, amati apakah ada pengerasan atau
penurunan jumlah jaringan.
7. Mengkaji tingkat pengetahuan klien prosedur dan tujuan pemberian terapi
insulin.
8. Mengkaji obat-obat yang digunakan waktu makan dan makanan yang telah
dimakan klien.
Tahap Orientasi
1. Memberi salam pada pasien
2. Menjelaskan kepada klien tentang persiapan dan tujuan prosedur pemberian
injeksi insulin.
3. Menutup sampiran (kalau perlu).
Tahap Interaksi
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscoen bersih.
3. Penyuntikan insulin
Pemakaian spuit insulin
a. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan untuk
klien (berdasarkan daftar obat klien/instruksi medik).
b. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat
kebiruan, inflamasi, atau edema.
c. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
d. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab, dimulai
dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
e. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
f. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara
lembut dan perlahan.
g. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
h. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang
sudah tertutup dengan tutupnya.
Pemakaian Insulin Pen
a. Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Mengganti jarum pada insulin pen dengan jarum yang baru.
c. Memasang cap Novolet sehingga angka nol (0) terletak sejajar dengan
indikator dosis.
d. Memegang novolet secara horizontal dan menggerakkan insulin pen (bagian
cap) sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga indicator dosis sejajar dengan
jumlah dosis insulin yang akan diberikan kepada klien.
Skala pada cap : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18 unit (setiap rasa ”klik” yang
dirasakan perawat saatb memutar cap Insulin Pen menandakan 2 unit insulin
telah tersedia).
e. Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah dipermukaan kulitnya terdapat
kebiruan, inflamasi, atau edema.
f. Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
g. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas alcohol/alcohol swab, dimulai
dari bagian tengah secara sirkuler ± 5 cm.
h. Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan.
i. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara
lembut dan perlahan. Ibu jari menekan bagian atas Insulin Pen sampai tidak
terdengar lagi bunyi ‘klik’ dan tinggi Insulin Pen sudah kembali seperti semula
(tanda obat telah diberikan sesuai dengan dosis).
j. Tahan jarum Insulin pen selama 5-10 detik di dalam kulit klien sebelum
dicabut supaya tidak ada sisa obat yang terbuang.
k. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan
penekanan pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
Tahap Terminasi
4. Menjelaskan ke klien bahwa prosedur telah dilaksanakan
5. Membereskan alat
6. Cuci tangan
Tahap Evaluasi
7. Mengevaluasi respon klien terhadap medikasi yang diberikan 30 menit setelah
injeksi insulin dilakukan.
8. Mengobservasi tanda dan gejala adanya efek samping pada klien.
9. Menginspeksi tempat penyuntikan dan mengamati apakah terjadi
pembengkakan atau hematoma.
Tahap Dokumentasi
10. Mencatat respon klien setelah pemebrian injeksi insulin.
11. Mencatat kondisi tempat tusukan injeksi insulin.
12. 3. Mencatat tanggal dan waktu pemberin injeksi insulin
5 Referensi Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Siatem Endokrin. Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai