Anda di halaman 1dari 138

Jun

25

Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat


Darurat
Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat Darurat Bagian I
STANDAR OPERATING PROCEDURE
1. Penanganan syok haemoragik
a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya perdarahan

b. Tujuan
1) Memulihkan perfusi pada jaringan
2) Memulihkan keseimbangan cairan dalam tuibuh
3) Mencegah kematian
c.

Indikasi
1) Syok haemoragik

d. Persiapan
1) Alat
-

Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

Neck collar

Balut cepat

Infus set

Plester

Ringer lactat yang hangat

Monitor EKG

Pulse oksimeter

Oksigen set

Kateter

Urin bag

2) Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.
3) Lingkungan
Tenang dan aman
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Airway dan C spine dijamin aman
3) Breathing dijamin aman, berikan oksigen
4) Circulation
o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL 1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan atau kelasnya
syok.
o Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
o Transfusi spesifik type atau golongan O
o Stop sumber perdarahan
o Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan
5) Pasang monitor EKG
6) Pasang gastric tube
7) Pasang kateter dan nilai produksi urin
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I
2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi / medevak
3) Metabolisme anaerob
4) Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS
5) Gagal organ multipel (MOF) dan kematian
2. Thorak Masif
a.

Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat trauma tajam atau
tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis, pembuluh darah hilus paru atau
robek parenkim paru atau jantung.

b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sesak
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c.

Indikasi

1) Pasien dengan trauma tumpul dada


2) Perdarahan pada rongga dada
3) Luka tusuk pada dada
d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neck coller
3) Obat anasthesia lokal
4) Syringe
5) Infus set
6) Cairan ringar lactat yang hangat
7) Chest tube
8) Botol WSD
9) Oksigen set
10) Pulse oksimeter
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
3) Berikan oksigenasi 12 lt/menit
4) Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD
5) Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble
6) Lakukan resusitasi cairan secara stimulan
7) Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar
8) Pasang pulse oximetry
9) Pasang monitor EKG

f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine
2) Cegah jangan sampai hipoksia
3) Adanya empisema toraks
3. Flail Chest
a.

Defenisi
Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada sisanya (ada
bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis fraktur lebih dari satu pada
satu iga.

b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sakit
2) Mencegah kerusakan lebih lanjut pada dinding dada
c.

Indikasi
1) Flail chest

d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Oksigen lengkap
3) Intubasi set
4) Suction lengkap
5) Infus set
6) Cairan ringer lactate
7) Pulse oksimetri
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, hisap cairan / darah dan kontrol C spine
3) Pasang intubasi
4) Berikan oksigenasi yang adekuat
5) Jamin breathing-ventilasi dengan baik
6) Infus RL, 2 jalur dengan jarum besar
7) Monitoring dengan pulse oximetry
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Hipoksia sebab kontusio paru

2) Nyeri pada pergerakan dada


4. Trauma Abdomen
a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan

b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan lebih lanjut organ di rongga abdomen
2) Mencegah terjadinya syok
c.

Indikasi
Cedera pada daerah abdomen

d. Persiapan alat :
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Oksigen lengkap
3) Gurita
4) Infus set
5) Cairan ringer lactat hangat
6) Kassa steril
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan imobilisasi C spine
3) Pasien diberikan oksigen 6 ltr/menit
4) Pasang infus ringer lactat hangat dengan jarum yang besar
5) Pasang gurita jika terjadi perdarahan internal
6) Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab
7) Membantu dokter untuk mempersiapkan pasien untuk dilakukan operasi
8) Monitor tanda-tanda vital pasien
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Syok hemoraghik / hipovolemik


2) Koagulopati
3) Cegah hipoglikemi
4) Asidosis
5) Cega jantung sampai hipotermi

5. Cedera Kepala
a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma

b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan otak sekunder
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c.

Indikasi

1) Contusio cerebri
2) Commotio cerebri
d. Persiapan alat
1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neckcollar
3) Suction lengkap
4) Oksigen lengkap
5) Intubasi set
6) Long spine board
7) Infus set
8) Cairan ringer lactat hangat
9) Pulse oksimetri
10) Monitor EKG
11) Gastric tube
12) Folley chateter + urine bag
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort
2) Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)
3) Imobilisasi C spine dengan neck collar
4) Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik Log Roll.
5) Letakkan pasien di atas long spine board
6)

Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai oropharingeal
jangan difiksasi

7) Membantu dokter pasang intubasi (jika ada indikasi)

8) Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan oksigen 100
% diberikan dengan kecepatan 10-121/menit
9) Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tanda-tanda syok dan
gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.
10) Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya
11) Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi
12) Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai kedinginan.
13) Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik / foto kepala
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih kecil dari 9
yaitu E-1, M-5, V= 1-2
2) Pupil anisokor, dengan perlambatan reaksi cahaya
3) Hemifarese
4) Monitor tanda-tanda vital secara ketat

6. Penanganan open pneumothorak


a.

Defenisi
Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka yang menyebabkan terjadinya
pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter trachea

b. Indikasi
Pasien dengan open pneumothorak
c.

Tujuan
Menghilangkan sesak nafas dan mempertahankan pasien tetap hidup

d. Pelaksanaan tindakan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2) Kassa steril
3) Plastik tipis
4) Plester

5) Cairan infus
6) Infus set
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)


2) Jaga ABC tetap stabil dan imobilisasi tulang servical
3) Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek
4) Plester pada tiga sisi saja (flutte type valve effect)
5) Kolaborasi dengan dokter untuk memasang chest tube dan WSD
6) Berikan oksigen 8 lt/menit
7) Berikan infuse RL 2 jalur dengan jarum yang besar
f.

Hal penting yang perlu diperhatikan

1) Pasang monitor EKG


2) Pasang pulse oksimeter

7. Merawat/memandikan pasien luka bakar


a.

Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan desinfektan

b. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi
Mengangkat jaringan nekrotik
c.

Indikasi
Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %

d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort
b) Alat-alat steril
(1) Alat tenun
(2) Set ganti balutan
(3) Semprit 10 cc

(4) Kain kasa


(5) Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
(6) Sarung tangan
c) Alat-alat tidak steril
(1) Bengkok
(2) Ember
d) Obat-obatan
(1) Zalp kulit sesuai program (silver self)
(2) Obat penenang (bila diperlukan
e) Cairan
(1) NaCl 0,9 % / aquadest
(2) Cairan desinfektan
2) Pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Lingkungan
Ruang khusus
4) Petugas
Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)


2) Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus
a) Sebelum tindakan
-

Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi

Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius

Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan konsentrasi sesuai aturan

b) Selama tindakan
-

Pasien diantar ke ruang mandi

Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju

Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien

(a) Merendam pasien ke dalam bak mandi


(b) Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan

(c) Membuang jaringan neokroktik


(d) Memecahkan bullae
3) Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat tenun steril
4) Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai program dokter
5)

Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat perawatan luka
bakar

6) Melakukan observasi terhadap :


a) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
c) Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan
7) Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi
8) Memandikan pasien di ruang tindakan
a) Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.
b) Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :
(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel
(3) Membuang jaringan neokrotik
(4) Memecahkan bullae dengan memakai semprit
(5) Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan
c)

Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian diberi zalf
sesuai program pengobatan

d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril
e) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang perawatan luka bakar
f)

Mengobservasi terhadap :

1) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan


2) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
3) Reaksi pasien setelah dimandikan
g) Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan
h) Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan keadaan umum
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Melaksanakan teknik aseptik secara benar

2) Respons pasien
3) Pola pernafasan pasien
4) Menghindari terjadinya hypotermia

8. Penanganan infark miokard akut


a.

Pengertian
Penyakit jantung koroner yang ditandai dengan nyeri dada khas, keringat dingin diperkuat
dengan adanya gambaran ECG st elevasi

b. Tujuan
Agar penderita yang mendapat serangan ima dapat diselamatkan
c.

Indikasi

1) Nyeri dada lebih dari 20 menit


2) ST elevasi > 0,1 mv pada sekurang-kurangnya 2 sedapan usia < 70 tahun
d. Persiapan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Monitoring EKG
3) Defibrilator
4) Syiring pump
5) Infuse pump
6) Oksigen
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Penderita dilayani sesuai dengan prosedur layanan unit gawat darurat.
3) Baringkan dengan posisi semi fowler
4) Berikan oksigen 4 lt/menit
5) Pasang EKG monitor
6) Pasang infuse
7) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan enzim jantung
8) Berikan acetosal 160-325 mg/oral
9) Berikan cedocard 5 mg sub lingual

10) Berikan morphin sesuai indikasi


11) Berikan nitrogliserida 5 gamma titrasi
12) Kolaborasi dengan tim medis
13) Siapkan ICU
Hal penting yang diperhatikan :
1) Observasi keadaan umum pasien
2) Observasi tanda-tanda vital
9. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a.

Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan
jantung guna kelangsungan hidup pasien

b. Tujuan
Mengembalikan fungsi jantung dan fungsi paru
c.

Indikasi

1) Henti nafas
2) Henti jantung
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Trolly emergency yang berisi :
(1) Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)
(2) Magil force
(3) Pipa trakhea berbagai ukuran
(4) Trakhea tube berbagai ukuran
(5) Gudel berbagai ukuran
(6) CVP set
(7) Infus set/blood set
(8) Papan resusitasi
(9) Gunting verband
(10) Bag resuscitator lengkap
(11) Semprit 10 cc jarum no. 18

c) Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai


d) Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
e) EKG record
f)

EKG monitor bila memungkinkan

g) DC shock lengkap
2) Pasien
a) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b) Posisi pasien diatur terlentang di tempat datar dan alas keras
c) Baju bagian atas pasien dibuka
e.

Pelaksanaan

a) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


b) Mengecek kesadaran pasien dengan cara :
1) Memanggil nama
2) Menanyakan keadaannya
3) Menggoyangkan bahu pasien/mencubit pasien
c) Jika pasien tidak sadar/tidak ada respon, aktifkan SPGDT
d) Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift dan bersihkan jalan nafas dari sumbatan
e) Menilai pernafasan dengan cara :
1) Melihat pergerakan dada/perut
2) Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung
3) Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau punggung tangan
f)

Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buata dengan resuscitator sebanyak 2 kali secara
perlahan

g) Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba arteri karotis, jika arteri carotis teraba cukup
berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali
h) Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung luar dengan
perbandingan 15 : 2 untuk dewasa baik 1 atau 2 penolong dan 3 : 1 untuk neonatus.
i)

Setiap 4 siklus (4 kali kompresi dan 5 kali ventilasi) cek pernafasan

j)

Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasi dimulai dengan kompresi jantung luar.

f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

a) Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi


b) Lakukan RJP BC sampai :
1) Timbul nafas spontan
2) Diambil alih alat/petugas lain
3) Dinyatakan meninggal
4) Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon
c) Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :
1) Dewasa
(a) Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu
(b) Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
(c) Kedalaman tekanan 3-5 cm
(d) Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
2) Anak
(a) Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan
(b) Kedalaman tekanan 2 3 cm
(c) Frekuensi penekanan 80 100 kali per menit
3) Neonatus
(a) Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong sedangkan tangan kiri memegang
lengan atas bayi sambil meraba arteri brakhialis sebelah kiri
(b) Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi sejajar putting susu 1
cm ke bawah
(c) Kedalaman tekanan 1-2 cm
(d) Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 : 1

10. Kejang Demam


a.

Pengertian
Memberikan pertolongan bayi baru yang tidak segera menangis atau tidak segera bernafas.

b. Tujuan

Mengoptimalkan fungsi pernafasan dan oksigenasi paru


c.

Indikasi

1) Bayi lahir tidak menangis


2) Ketuban pecah bercampur mekonium
3) Bayi tidak bernafas
d. Persiapan alat :
a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen)
b) Deelic
c) Masker bayi
d) Bag resuscitator bayi
e) Oksigen lengkap
f)

Thermometer

e.

Pelaksanaan

1) Jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah, atau bernafas cepat dan dangkal,
pucat atau biru dan atau lemas, maka :
a) Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit setengah ekstensi
agar jalan nafas terbuka, bayi harus tetap diselimuti. Hal ini penting sekali untuk mencegah
hypotermi pada bayi baru lahir.
b)

Hisap mulai mulut, sedalam 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam 3 cm secara lembut
dengan menggunakan deelie (jangan memasukkan alat penghisap terlalu dalam pada
kerongkongan bayi). Karena dapat menyebabkan terjadinya bradikardi, denyut jantung yang
tidak teratur, spasme pada larink/tenggorokan bayi.

c) Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi (atau menyentil kaki bayi, keduanya aman dan
efektif untuk menstimulasi bayi)
d) Nila ulang keadaan bayi. Jika mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak diperlukan
tindakan lanjutan, lanjutkan perawatan pada bayi baru lahir normal.
e)

Jika bayi tidak bernafas dengan normal atau menangis teruskan dengan ventilasi (40-60)
kali/permenit

f)

Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir

g) Letakkan bayi dipermukaan yang datar, diselimuti dengan baik.


h) Periksa kembali posisi bayi baru lahir, kepala harus sedikit ditengadahkan.

i)

Pasang sungkup oksigen atau gunakan bag valve dan mask yang ukurannya sesuai

j)

Periksa pelekatannya dan berikan ventilasi dengan kecepatan 40 s/d 60 kali / permenit

2) Jika dada bayi tidak mengembang :


a) Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh
b) Periksa hidung dan mulut apakahj ada darah, mucus atau cairan ketuban, lakukan penghisapan
jika perlu
c) Remas BVM lebih keras untuk meningkatkan tekanan ventilasi
d) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas dengan
spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut.
Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
3) Kompresi dada :
a)

Jika memungkinkan 2 tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan ventilasi dan
kompresi dada

b) Kebanyaka bayi akan membaik dengan ventilasi


c) Jika ada 2 tenaga kesehatan yang terampil dan pernafasan bayi lemah atau < 30 kali/menit dan
detak jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama 1 menit, tenaga kesehatan yang
kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan kecepatan 3 : 1
d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih peka dan mudah
patah, jantung dan paru-parunya mudah terluka
e) Lakukan tekanan pda jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat di bawah garis putih bayi,
ditengah dada. Dengan jari-jaring lurus, tekan dada sedalam 1-1,5 cm
4)

Setelah bayi bernafas normal periksa suhu, jika di bawah 36,5 0 celcius atau punggung sangat
dingin lakukan penghangatan yang memadai. Perhatikan warna kulit, pernafasan dan nadi bayi
selama 2 jam. Ukur suhu bayi setiap jam sehingga normal (36,50C 370C)

5) Catat dengan seksama semua tindakan yang dilakukan


11. Penanganan perdarahan post partum primer
a.

Pengertian
Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah melahirkan lebih dari 500 cc atau
perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok

b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban segera dirujuk ke rumah sakit

c.

Indikasi

1) Atonia uteri
2) Robekan jalan lahir
3) Retensi plasenta
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
b) Obat emergency
c) Obat-obatan anti perdarahan
d) Cairan infuse
e) Tampon
f)

VC set

g) Hecting set
2) Pasien
3) lingkungan
e.
1)

Pelaksanaan
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan massage uterus supaya
berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan darah. Sambil
melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan
plasenta utuh dan lengkap.

2) Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit oksitosin IM
3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih
4) Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang
terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)
5)

Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus terjadi. Berikan masases uterus untuk
mengeluarkan gumpalan darah.

6)

Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan
jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.

7) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.

8)

Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima menit atau hingga perdarahan bisa
dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik

9) Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan


10) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik :
a) Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih
b) Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati
c) Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan massase uterus untuk
memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan nadi.
11) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima menit setelah
dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
12) Jika tidak ada hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM
13) Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau
18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin, dan teruskan dengan IV
ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
14) Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung
15) Ulangi kompresi bimanual internal
16) Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala empat persalinan
dengan cermat.
17) Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan
18) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka kemungkinan
terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah yang nampak keluar,
abdomen teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan kolaborasi dengan OBSGYN)
19) Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan pada keadaan
darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
20) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan
tekanan darah
21) Buat catatan yang saksama tentang semua penilaian tindakan yang dilakukan dan pengobatan
yang dilakukan

12. Penanganan perdarahan post partum sekunder

a.

Pengertian
Memberikan pertolongan pada korban dengan perdarahan pervaginam atau lochea berlebihan
pada 24 jam-42 hari setelah persalinan.

b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban untuk mendapat penanganan
c.

Indikasi

1) Sisa plasenta
2) Robekan jalan lahir
3) Kelainan plasenta dan selaput ketuban
4) Persalinan lama
5) Infeksi uterus
6) Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat
7) Terbukanya luka setelah bedah caesar dan luka setelah episiotomi
d. Persiapan
a) Alat
(a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen, scort)
(b) Obat emergensi
(c) Obat anti perdarahan
(d) Cairan infus
(e) Infus set
(f) Tampon
(g) Hecting set
b) Pasien
Memberitahukan prosedur yang akan dilakukan
e.

Pelaksanaan

1) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)


2) Petugas menggunakan
3) Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post partum sekunder paling
sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya.
4) Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / IV menggunakan jarum berlubang besar
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan

6) Pasang IV line
7) Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan tanda-tanda syok.
13. Menerima pasien dengan kedaruratan psikiatri
a.

Pengertian
Suatu kegiatan menerima pasien baru dengan gangguan atau perubahan perilaku alam pikir atau
alam perasaan yang timbul secara tiba-tiba untuk mendapat pertolongan segera.

b. Tujuan
Untuk menghindari ancaman integritas fisik atau psikis terhadap diri pasien/orang lain maupun
ancaman integritas sosial
c.

Indikasi

1) Pasien dengan perilaku bunuh diri


2) Pasien ganas menyerang (violence)
3) Panik/fuque
d. Persiapan
1) Alat-alat/obat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
b) Diagnosa test
c) Emergency trolley
d) Jaket pengaman (dwang jas)
e) Manset
f)

Obat psikotropik)

2) Pasien
Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Lingkungan
Diusahakan tempat tersendiri
4) Petugas
Lebih dari satu orang
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mendampingi pasien saat dilakukan pemeriksaan/wawancara

3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama perawat
4)

Meminta kepada pasien untuk mencoba mengendalikan diri dengan kata-kata sederhana dan
mudah dimengerti.

5)

Mengajak pasien ke tempat tenang dan memotivasi untuk mengungkapkan perasaan secara
verbal

6) Pasien gasuh gelisah yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya disilangkan kedepan dada
7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada
8) Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang jaket pengaman
9) Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka pasien, petugas II
dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian mengangkat ke tempat tidur yang telah
disediakan.
10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil menjelaskan
bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol perilakunya dan akan dibuka jika
sudah mampu mengendalikan diri
11) Mengobservasi pasien sebelum dan sesudah tindakan meliputi :
-

Tekanan darah

Nadi

Pernafasan

Respon dan perilaku pasien

12) Melaksanakan program pengobatan


13) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Petugas tetap menjaga jarak fisik dengan pasien.


2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi dari jauh
bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.
3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.
4) Pada saat pemasangan manset, posisi tangan/kaki tidak seperti disalib
5) Segera manset dibuka apabila pasien sudah dapat mengendalikan diri.
14. Memasang manset pad apasien kedaduratan psikiatri
a.

Pengertian

Adalah suatu tindakan pengekangan pada kedaduratan psikiatri


b. Tujuan
1) Membantu pasien mengontrol perilakunya
2) Pasien dapat kooperatif pada saat dilakukan pengobatan.
3) Keamanan lingkungan dan petugas tidak terganggu
c.

Indikasi

1) Pasien agresif
2) Psikosa akut
3) Pasien gasuh gelisah
4) Pasin hiperaktif
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, hanscoen, scort)
b) Manmset
c) Selimut/alas tempat tidur
d) Perlak
e) Sabuk pengaman
2) Obat
Obat-obat sesaui program (obat psikotropik)
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Lingkungan
Tenang dan aman
5) Petugas
Petugas lebih dari 2 orang
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
2) Mengusahakan agar pasien dapat terlentang di tempat tidur
3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien, petugas III
memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.

5) Memasang selimut
6) Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai program
7) Mengobservasi pemberian obat dan pengikatan
8) Mencatat seluruh tindakan
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Hindari adanya perlukaan akibat pengikatan


2) Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap setengah jam
3) Hindari bahaya jatuh
4) Observasi emosi pasien
5) Pengikatan segera dibuka jika pasienj sudah mengendalikan diri
15. Menerima pasien dengan kesadaran menurun
a.

Pengertian
Kesadaran menurun adalah menurunnya respon pasien terhadap rangsangan verbal dan
rangsangan nyeri

b. Tujuan
Mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan mencegah terjadinya cacat tetap
c.

Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun

d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Emergency trolley
c) Set terapi oksigen
d) Set penghisap sekresi
e) EKG record
f)

Blood gas kit

g) Set venaseksi
h) Folley kateter
i)

Lampu senter

2) Obat-obatan/cairan infus
a) Adrenalin

b) Sulfas atropin
c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %
d) NaCl 0,9 %
e) Ringer lactat
f)

Bicarbonat nutrikus

g) Plasma expander
h) Obat-obatan lain sesuai kebutuhan
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Petugas
Lebih dari 2 orang
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Menidurkan dan mengatur posisi pasien sesuai kondisi
3) Menilai kesadaran pasien dengan cara :
a) Memanggil nama pasien/menanyakan keadaannya
b) Mencubit pasien
16. Pemasangan Needle Thoracosintesis
a.

Pengertian
Menusukkan jarum dengan lumen yang besar ke rongga pleura

b. Tujuan
-

Mengurangi rasa sesak nafas

Mengeluarkan udara dari rongga pleura

Mengurangi rasa sakit

c.

Indikasi
Pasien dengan tension pneumatorax

d. Persiapan
Alat :
-

Alat pelindung diri (masker, handscoen)

Jarum IV line No. 14

Betadine

Kassa

Handscoen

Plester
Pasien :

Inform consent

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan


Petunjuk :

2 orang

e.

Pelaksanaan

1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2. Petugas I mengamankan jalan nafas sambil mengamankan servicall
3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah dada yang
mengalami tension pneumatorax
4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula pada sela iga
ke tiga
5. Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke arah atas.
6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan kateternya
ditinggal.
7. Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah diberikan lubang
pada ujungnya.
8. Fiksasi IV cath dengan memberikan plester pada persambungan antara sarung tangan dengan IV
cath
9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Jumlah nafas dan kualitas pernafasan


2. Keluhan pasien
3. Segera lanjutkan dengan pemasangan WSD

17. Pemasangan Needle Crico Thyroidotomy


a.

Pengertian
Menusukkan jarum yang berlumen pada membran crictohiroidea

b. Tujuan
1. Membuat jalan nafas
2. Menjaga jalan nafas tetap lancar
3. Memberikan oksigen
c.

Indikasi
Sumbatan jalan nafas tidak biasa diatasi secara manual.

d. Persiapan
Alat :
-

Alat pelindung diri (masker, handscoen)

IV catheter No. 14

Handschoen

Jet insuflation

Oksigen set lengkap

Spuit 5 ml

Cairan RL
Pasien :

Tidurkan terlentang
Petugas :

1 orang

e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Tidurkan pasien terlentang
3) Fiksasi trahcea pada posisi bagian lateral dekstra dan sinistra
4) Spuit diisi dengan cairan nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.
5) Tusukkan jarum pada membran coroctyroidea ke arah caudal

6) Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan, kemudian lepaskan
spuit serta mandarin dicabut.
7) Hubungan jarum cricityroidotomy dengan jet insuflation untuk memberikan O2
8) Oksigen diberikan dengan cara 1 detik ditutup dengan 4 detik dibuka
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Observasi pasien
2. Jet insuflation dipasang paling lama 45 menit
3. Segera lanjutnya pemasangan tracheostube
18. Operasi krikotiroidotomi
a.

Pengertian
Membuat jalan nafas melalui trachea dengan memasang kanul trachea

b. Tujuan
Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian atas.
c.

Indikasi
Sumbatan total jalan nafas atas

d. Persiapan
-

Alat

1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Disposible calpel no. 11
3) Instrumen dasar
4) Antiseptic
5) Silocain 2 % injeksi
6) Dysposible syring 20 cc
7) Kanul trachea / ETT (nomor sesuai kebutuhan)
-

Pasien

1. Inform consent
2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral
-

Petugas
2 orang dokter dan perawat

e.

Pelaksanaan

(a) Petugas menggunakan masker, handscoen


(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid, notch
cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi
(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi
(d) Buat insisi transversal di atas membran cricothyroid
(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan scalpel
dengan memutar 90 derajat
(f) Balon tube dikembangkan
(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8. lakukan fiksasi
tube agar posisi tidak berubah
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Monitor keadekuatan ventilasi


2. Siapkan ventilator dan suction set
3. Cek AGD
Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis
0

Tambahkan komentar

Kumpulan Asuhan Keperawatan dan Info


Kesehatan

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

1.
Jun
27

Vitamin dan Kegunaannya


Vitamin, dapat dikelompokkan menjadi :
Vitamin yang larut dalam air, meliputi vitamin B dan C
Vitamin yang larut dalam lemak/minyak, meliputi vitamin A, D, E, dan K.
Vitamin A (Retinol)
Vitamin yang penting untuk pemeliharaan sel kornea mata membantu pertumbuhan
tulang dan gigi pembentukan dan pengaturan hormon melindungi tubuh terhadap kanker.
Vitamin A banyak terdapat pada sayur-sayuran (wortel, ubi, labu kuning, bayam, tomat),
buah-buahan (pepaya), susu, keju, mentega, dan telur.
Jika tubuh kurang vitamin A menyebabkan penurunan fungsi kornea hingga kebutaan,
perubahan bentuk tulang, pertumbuhaannya terhambat, membentuk celah (kerusakan
pada gigi), terhentinya pertumbuhan sel-sel pembentuk gigi
Vitamin B
Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin yang penting untuk metabolisme karbohidrat, mengobati penyakit beri-beri,
keadaan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan akan vitamin B1, misalnya selama
kehamilan. Sumber vitamin B1: sayur-sayuran, kacang-kacangan susu, kuning telur,
kentang
Jika tubuh kurang vitamin B1menyebabkan berkurangnya kemampuan fisik maupun
psikis, tak ada nafsu makan, bobot badan berkurang, gangguan fungsi lambung dan usus.
Vitamin B2 (Ribiflavin)
Vitamin yang penting untuk pencegahan defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai
pelagra atau defisiensi vitamin B lainnya.
Sumber vitamin B2 : ragi, padi-padian, telur, berbagai sayuran, polong-polongan, susu,
keju, dan sebagian disintesis oleh bakteri usus.
Gejala kekurangan vitamin B2 jarang terjadi pada manusia. Biasanya vitamin B2 yang
didapat bersama makanan dan yang disintesis oleh bakteri usus sudah mencukupi.
Defisiensi biasanya timbul setelah diare kronis atau setelah terapi jangka panjang dengan
antibiotika atau sulfonamida.

Vitamin B3 (Niasin)
Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi, metabolisme lemak, dan protein.[20]
Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki peranan besar dalam menjaga kadar gula darah,
tekanan darah tinggi, penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun
dapat dinetralisir dengan bantuan vitamin ini. Vitamin B3 termasuk salah satu jenis
vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati, ginjal, daging
unggas, dan ikan. Akan tetapi, terdapat beberapa sumber pangan lainnya yang juga
mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara lain gandum dan kentang manis.
Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan tubuh mengalami kekejangan, keram otot,
gangguan sistem pencernaan, muntah-muntah, dan mua
Vitamin B5 (Asam Pantotenat)
Vitamin B5 banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan
vitamin B5 berperan besar dalam berbagai jenis metabolisme, seperti dalam reaksi
pemecahan nutrisi makanan, terutama lemak. Peranan lain vitamin ini adalah menjaga
komunikasi yang baik antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam
lemak, sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh. Vitamin B5 dapat ditemukan dalam
berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal, dan hati hingga
makanan nabati, seperti sayuran hijau dan kacang hijau. Seperti halnya vitamin B1 dan
B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan kulit pecah-pecah dan bersisik. Selain itu,
gangguan lain yang akan diderita adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur
Vitamin B6 (Piridoksin)
Vitamin B6 dosis tinggi digunakan untuk kerusakan akibat penyinaran, neuritis setelah
terapi isoniazid atau sikloserin.
Sumber vitamin B6 : ragi, padi-padian, sayuran hijau, otak, kuning telur, hati, dan susu.
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi pada manusia.
Vitamin B12 (Sianokobalamin)
Vitamin yang penting untuk pembentukan sel (termasuk sel darah merah) dan
memelihara sel saraf
Sumber vitamin B12 : daging, susu, ikan, unggas (ayam).
Vitamin C (Asam Askorbat)
Vitamin yang penting untuk pembentukan kolagen, membantu absorpsi besi, sebagai
antioksidan, penghasil senyawa transmitter saraf dan hormon tertentu. Vitamin C terdapat
pada jeruk dan buah-buahan lain yang rasanya masam, cabai, brokoli.
Jika tubuh kurang vitamin C menyebabkan skorbut (pendarahan gusi), sariawan,
hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, mudah terjadi luka dan infeksi tubuh.
Vitamin D (Kalsiferol)
Vitamin yang penting untuk membantu pembentukan/pemeliharaan formasi tulang dan
homeostasis mineral.
Makanan yang mengandung vitamin D : susu, hati, telur, ikan, dan minyak ikan
Jika tubuh kurang vitamin D menyebabkan penyakit gastrointestinal (malabsorpsi atau
radang pankreas kronik). kegagalan ginjal kronik, pada anak-anak dapat menyebabkan
rakhitis.
Vitamin E(Tokoferol)
Vitamin yang penting untuk mencegah terjadinya hemolisis sel-sel darah merah dan
anemia.

Sumber vitamin E : sayuran hijau, kacang-kacangan


Jika tubuh kurang vitamin E dapat terjadi hemolisis sel darah merah.
Vitamin K (Filokuinona)
Vitamin K dalam tubuh akan mempengaruhi sistem enzim yang mensintesa faktor
pembekuan darah.
Sumber terbesar vitamin K berasal dari sayur-sayuran hijau seperti kangkung dan lobak,
brooli, taoge, bayam, dan kembang kol.
Jika tubuh kurang vitamin dapat menyebabkan darah sukar membeku.

Diposkan 27th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Tambahkan komentar
2.
Jun
25

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Gawat Darurat
Standar Operasional Prosedur (SOP) Gawat Darurat Bagian I
STANDAR OPERATING PROCEDURE

1. Penanganan syok haemoragik


a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan perfusi yang disebabkan karena adanya
perdarahan

b. Tujuan
1) Memulihkan perfusi pada jaringan
2) Memulihkan keseimbangan cairan dalam tuibuh
3) Mencegah kematian
c.

Indikasi
1) Syok haemoragik

d. Persiapan
1) Alat
-

Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

Neck collar

Balut cepat

Infus set

Plester

Ringer lactat yang hangat

Monitor EKG

Pulse oksimeter

Oksigen set

Kateter

Urin bag

2) Pasien
Pasien disiapkan sesuai dengan kebutuhan tindakan di atas brankard.
3) Lingkungan
Tenang dan aman

e.

Pelaksanaan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Airway dan C spine dijamin aman


3) Breathing dijamin aman, berikan oksigen
4) Circulation
o Infus 2 line dengan jarum no. 14/16 RL 1.000-2.000 ml sesuai dengan kebutuhan
atau kelasnya syok.
o Periksa laboratorium darah : golongan darah, Hb/Ht, AGD
o Transfusi spesifik type atau golongan O
o Stop sumber perdarahan
o Tidak ada rekasi dilakukan bedah resusitasi untuk menghentikan perdarahan
5) Pasang monitor EKG
6) Pasang gastric tube

7) Pasang kateter dan nilai produksi urin


Hal yang perlu diperhatikan :
1) Harus dapat dilakukan di pusat gawat darurat tingkat IV sampai tingkat I
2) Pasien dengan perdarahan yang masih aktif tidak dapat atau tidak boleh dievakuasi /
medevak
3) Metabolisme anaerob
4) Kematian sel, translokasi bakteri, SIRS
5) Gagal organ multipel (MOF) dan kematian
2. Thorak Masif
a.

Defenisi
Terkumpulnya darah secara cepat sebanyak > 1500 ml di rongga toraks akibat
trauma tajam atau tumpul yang menyebabkan terputusnya arteri intercostalis,
pembuluh darah hilus paru atau robek parenkim paru atau jantung.

b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sesak
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c.

Indikasi

1) Pasien dengan trauma tumpul dada


2) Perdarahan pada rongga dada
3) Luka tusuk pada dada

d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kacamata safety, masker, handscoen, scort)
2) Neck coller
3) Obat anasthesia lokal
4) Syringe
5) Infus set
6) Cairan ringar lactat yang hangat
7) Chest tube
8) Botol WSD
9) Oksigen set
10) Pulse oksimeter
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas gunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)
2) Bersihkan jalan nafas, kontrol servical dengan pemasangan semi rigid cervical collar
3) Berikan oksigenasi 12 lt/menit
4) Membantu dokter untuk pemasangan chest tube dan WSD
5) Monitor WSD : undulasi, jumlah darah dan bubble
6) Lakukan resusitasi cairan secara stimulan
7) Pasang infus RL hangat dengan 2 jalur lumen besar

8) Pasang pulse oximetry


9) Pasang monitor EKG

f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Nilai kesadaran, nadi, pernafasan, pengisian vena capiler, akral dan produksi urine
2) Cegah jangan sampai hipoksia
3) Adanya empisema toraks
3. Flail Chest
a.

Defenisi
Adanya bagian dari dinding dada yang kehilangan kontinuitas dengan dinding dada
sisanya (ada bagian yang melayang). Terdapat multiple fraktur iga dengan garis
fraktur lebih dari satu pada satu iga.

b. Tujuan
1) Mengurangi rasa sakit
2) Mencegah kerusakan lebih lanjut pada dinding dada
c.

Indikasi
1) Flail chest

d. Persiapan alat
1) Alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen, scort)

2) Oksigen lengkap
3) Intubasi set
4) Suction lengkap
5) Infus set
6) Cairan ringer lactate
7) Pulse oksimetri
e.

Pelaksanaan tindakan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Bersihkan jalan nafas, hisap cairan / darah dan kontrol C spine


3) Pasang intubasi
4) Berikan oksigenasi yang adekuat
5) Jamin breathing-ventilasi dengan baik
6) Infus RL, 2 jalur dengan jarum besar
7) Monitoring dengan pulse oximetry
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Hipoksia sebab kontusio paru


2) Nyeri pada pergerakan dada
4. Trauma Abdomen

a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana abdomen mengalami benturan

b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan lebih lanjut organ di rongga abdomen
2) Mencegah terjadinya syok
c.

Indikasi
Cedera pada daerah abdomen

d. Persiapan alat :
1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Oksigen lengkap
3) Gurita
4) Infus set
5) Cairan ringer lactat hangat
6) Kassa steril
e.

Pelaksanaan tindakan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Pertahankan jalan nafas tetap terbuka dan imobilisasi C spine


3) Pasien diberikan oksigen 6 ltr/menit

4) Pasang infus ringer lactat hangat dengan jarum yang besar


5) Pasang gurita jika terjadi perdarahan internal
6) Jika terdapat organ yang keluar tutup dengan kasa steril yang lembab
7) Membantu dokter untuk mempersiapkan pasien untuk dilakukan operasi
8) Monitor tanda-tanda vital pasien
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Syok hemoraghik / hipovolemik


2) Koagulopati
3) Cegah hipoglikemi
4) Asidosis
5) Cega jantung sampai hipotermi
5. Cedera Kepala
a.

Defenisi
Suatu keadaan dimana kepala mengalami cedera akibat adanya suatu trauma

b. Tujuan
1) Mencegah kerusakan otak sekunder
2) Mempertahankan pasien tetap hidup
c.

Indikasi

1) Contusio cerebri

2) Commotio cerebri
d. Persiapan alat
1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort)

2) Neckcollar
3) Suction lengkap
4) Oksigen lengkap
5) Intubasi set
6) Long spine board
7) Infus set
8) Cairan ringer lactat hangat
9) Pulse oksimetri
10) Monitor EKG
11) Gastric tube
12) Folley chateter + urine bag
e.

Pelaksanaan tindakan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (kaca mata safety, masker, handscoen,
scort

2) Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret, muntah) dengan suction)
3) Imobilisasi C spine dengan neck collar

4) Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik Log Roll.


5) Letakkan pasien di atas long spine board
6)

Bila pasien mengorok pasang oropharingeal airway dengan ukuran yang sesuai
oropharingeal jangan difiksasi

7) Membantu dokter pasang intubasi (jika ada indikasi)


8) Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai masker oksigen dan berikan
oksigen 100 % diberikan dengan kecepatan 10-121/menit
9)

Monitor circulasi dan stop perdarahan, berikan infus RL 1-2 liter bila ada tandatanda syok dan gangguan perfusi, hentikan perdarahanluar dengan cara balut tekan.

10) Periksa tanda lateralisasi dan nilai Glasgow Coma Scale nya
11) Pasang foley cateter dan pipa nasogastrik bila tak ada kontraindikasi
12) Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan sampai
kedinginan.
13) Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik / foto kepala
f.

Hal yang perlu diperhatikan

1) Gangguan kesadaran dan perubahan kesadaran dengan skala koma galasgow lebih
kecil dari 9 yaitu E-1, M-5, V= 1-2
2) Pupil anisokor, dengan perlambatan reaksi cahaya
3) Hemifarese
4) Monitor tanda-tanda vital secara ketat

6. Penanganan open pneumothorak


a.

Defenisi
Adalah defek yang lebar pada dinding dada yang tetap terbuka yang menyebabkan
terjadinya pneumothorak terbuka/sucking chest wound, diamater >2/3 diameter
trachea

b. Indikasi
Pasien dengan open pneumothorak
c.

Tujuan
Menghilangkan sesak nafas dan mempertahankan pasien tetap hidup

d. Pelaksanaan tindakan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2) Kassa steril
3) Plastik tipis
4) Plester
5) Cairan infus
6) Infus set
e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)


2) Jaga ABC tetap stabil dan imobilisasi tulang servical
3) Tutup defek dengan kassa steril dan plastic, sampai melewati tepi defek
4) Plester pada tiga sisi saja (flutte type valve effect)
5) Kolaborasi dengan dokter untuk memasang chest tube dan WSD
6) Berikan oksigen 8 lt/menit
7) Berikan infuse RL 2 jalur dengan jarum yang besar
f.

Hal penting yang perlu diperhatikan

1) Pasang monitor EKG


2) Pasang pulse oksimeter

7. Merawat/memandikan pasien luka bakar


a.

Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis dan cairan
desinfektan

b. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi

Mengangkat jaringan nekrotik


c.

Indikasi
Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %

d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort
b) Alat-alat steril
(1) Alat tenun
(2) Set ganti balutan
(3) Semprit 10 cc
(4) Kain kasa
(5) Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
(6) Sarung tangan
c) Alat-alat tidak steril
(1) Bengkok
(2) Ember
d) Obat-obatan
(1) Zalp kulit sesuai program (silver self)
(2) Obat penenang (bila diperlukan

e) Cairan
(1) NaCl 0,9 % / aquadest
(2) Cairan desinfektan
2) Pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Lingkungan
Ruang khusus
4) Petugas
Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)


2) Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus
a) Sebelum tindakan
-

Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi

Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat celcius

Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan konsentrasi sesuai aturan

b) Selama tindakan
-

Pasien diantar ke ruang mandi

Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju

Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien

(a) Merendam pasien ke dalam bak mandi


(b) Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan
(c) Membuang jaringan neokroktik
(d) Memecahkan bullae
3) Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan perlak dan alat
tenun steril
4)

Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi zalf sesuai
program dokter

5)

Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke tempat
perawatan luka bakar

6) Melakukan observasi terhadap :


a) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
c) Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan
7) Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi
8) Memandikan pasien di ruang tindakan
a) Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.
b) Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :

(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang sudah dicampur dengan
desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang menempel
(3) Membuang jaringan neokrotik
(4) Memecahkan bullae dengan memakai semprit
(5) Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan
c)

Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan kasa steril kemudian
diberi zalf sesuai program pengobatan

d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi alas/alat tenun steril
e)

Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke ruang
perawatan luka bakar

f)

Mengobservasi terhadap :

1) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan


2) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
3) Reaksi pasien setelah dimandikan
g) Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan
h) Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan keadaan umum
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Melaksanakan teknik aseptik secara benar


2) Respons pasien

3) Pola pernafasan pasien


4) Menghindari terjadinya hypotermia

8. Penanganan infark miokard akut


a.

Pengertian
Penyakit jantung koroner yang ditandai dengan nyeri dada khas, keringat dingin
diperkuat dengan adanya gambaran ECG st elevasi

b. Tujuan
Agar penderita yang mendapat serangan ima dapat diselamatkan
c.

Indikasi

1) Nyeri dada lebih dari 20 menit


2) ST elevasi > 0,1 mv pada sekurang-kurangnya 2 sedapan usia < 70 tahun
d. Persiapan
1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
2) Monitoring EKG
3) Defibrilator
4) Syiring pump
5) Infuse pump

6) Oksigen
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Penderita dilayani sesuai dengan prosedur layanan unit gawat darurat.
3) Baringkan dengan posisi semi fowler
4) Berikan oksigen 4 lt/menit
5) Pasang EKG monitor
6) Pasang infuse
7) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan enzim jantung
8) Berikan acetosal 160-325 mg/oral
9) Berikan cedocard 5 mg sub lingual
10) Berikan morphin sesuai indikasi
11) Berikan nitrogliserida 5 gamma titrasi
12) Kolaborasi dengan tim medis
13) Siapkan ICU
Hal penting yang diperhatikan :
1) Observasi keadaan umum pasien
2) Observasi tanda-tanda vital
9. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

a.

Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi
pernafasan dan jantung guna kelangsungan hidup pasien

b. Tujuan
Mengembalikan fungsi jantung dan fungsi paru
c.

Indikasi

1) Henti nafas
2) Henti jantung
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Trolly emergency yang berisi :
(1) Laryngoscope lurus dan bengkok (anak dan dewasa)
(2) Magil force
(3) Pipa trakhea berbagai ukuran
(4) Trakhea tube berbagai ukuran
(5) Gudel berbagai ukuran
(6) CVP set
(7) Infus set/blood set

(8) Papan resusitasi


(9) Gunting verband
(10) Bag resuscitator lengkap
(11) Semprit 10 cc jarum no. 18
c) Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai
d) Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai
e) EKG record
f)

EKG monitor bila memungkinkan

g) DC shock lengkap
2) Pasien
a) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b) Posisi pasien diatur terlentang di tempat datar dan alas keras
c) Baju bagian atas pasien dibuka
e.

Pelaksanaan

a) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


b) Mengecek kesadaran pasien dengan cara :
1) Memanggil nama
2) Menanyakan keadaannya
3) Menggoyangkan bahu pasien/mencubit pasien

c) Jika pasien tidak sadar/tidak ada respon, aktifkan SPGDT


d) Buka jalan nafas dengan head tilt chin lift dan bersihkan jalan nafas dari sumbatan
e) Menilai pernafasan dengan cara :
1) Melihat pergerakan dada/perut
2) Mendengar suara keluar/masuk udara dari hidung
3) Merasakan adanya udara dari mulut/hidung pipi atau punggung tangan
f)

Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buata dengan resuscitator sebanyak 2 kali
secara perlahan

g) Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba arteri karotis, jika arteri carotis
teraba cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali
h) Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi jantung
luar dengan perbandingan 15 : 2 untuk dewasa baik 1 atau 2 penolong dan 3 : 1
untuk neonatus.
i)

Setiap 4 siklus (4 kali kompresi dan 5 kali ventilasi) cek pernafasan

j)

Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasi dimulai dengan kompresi
jantung luar.

f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

a) Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi


b) Lakukan RJP BC sampai :
1) Timbul nafas spontan

2) Diambil alih alat/petugas lain


3) Dinyatakan meninggal
4) Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon
c) Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :
1) Dewasa
(a) Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu
(b) Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
(c) Kedalaman tekanan 3-5 cm
(d) Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
2) Anak
(a) Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan
(b) Kedalaman tekanan 2 3 cm
(c) Frekuensi penekanan 80 100 kali per menit
3) Neonatus
(a) Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong sedangkan tangan kiri
memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri brakhialis sebelah kiri
(b) Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi sejajar
putting susu 1 cm ke bawah
(c) Kedalaman tekanan 1-2 cm
(d) Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 : 1

10. Kejang Demam


a.

Pengertian
Memberikan pertolongan bayi baru yang tidak segera menangis atau tidak segera
bernafas.

b. Tujuan
Mengoptimalkan fungsi pernafasan dan oksigenasi paru
c.

Indikasi

1) Bayi lahir tidak menangis


2) Ketuban pecah bercampur mekonium
3) Bayi tidak bernafas
d. Persiapan alat :
a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen)
b) Deelic
c) Masker bayi
d) Bag resuscitator bayi

e) Oksigen lengkap
f)

Thermometer

e.

Pelaksanaan

1) Jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah, atau bernafas cepat
dan dangkal, pucat atau biru dan atau lemas, maka :
a)

Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar, kepala sedikit
setengah ekstensi agar jalan nafas terbuka, bayi harus tetap diselimuti. Hal ini
penting sekali untuk mencegah hypotermi pada bayi baru lahir.

b) Hisap mulai mulut, sedalam 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam 3 cm secara
lembut dengan menggunakan deelie (jangan memasukkan alat penghisap terlalu
dalam pada kerongkongan bayi). Karena dapat menyebabkan terjadinya bradikardi,
denyut jantung yang tidak teratur, spasme pada larink/tenggorokan bayi.
c)

Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi (atau menyentil kaki bayi,
keduanya aman dan efektif untuk menstimulasi bayi)

d) Nila ulang keadaan bayi. Jika mulai menangis atau bernafas dengan normal, tidak
diperlukan tindakan lanjutan, lanjutkan perawatan pada bayi baru lahir normal.
e)

Jika bayi tidak bernafas dengan normal atau menangis teruskan dengan ventilasi
(40-60) kali/permenit

f)

Melakukan ventilasi pada bayi baru lahir

g) Letakkan bayi dipermukaan yang datar, diselimuti dengan baik.


h) Periksa kembali posisi bayi baru lahir, kepala harus sedikit ditengadahkan.
i)

Pasang sungkup oksigen atau gunakan bag valve dan mask yang ukurannya sesuai

j)

Periksa pelekatannya dan berikan ventilasi dengan kecepatan 40 s/d 60 kali /


permenit

2) Jika dada bayi tidak mengembang :


a) Perbaiki posisi bayi dan tengadahkan kepala lebih jauh
b) Periksa hidung dan mulut apakahj ada darah, mucus atau cairan ketuban, lakukan
penghisapan jika perlu
c) Remas BVM lebih keras untuk meningkatkan tekanan ventilasi
d) Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas
dengan spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan
resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
3) Kompresi dada :
a)

Jika memungkinkan 2 tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan


ventilasi dan kompresi dada

b) Kebanyaka bayi akan membaik dengan ventilasi


c)

Jika ada 2 tenaga kesehatan yang terampil dan pernafasan bayi lemah atau < 30
kali/menit dan detak jantung kurang dari 60 kali/menit setelah ventilasi selama 1
menit, tenaga kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan
kecepatan 3 : 1

d) Harus berhati-hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang rusuk bayi masih
peka dan mudah patah, jantung dan paru-parunya mudah terluka
e)

Lakukan tekanan pda jantung dengan cara meletakkan kedua jari tepat di bawah
garis putih bayi, ditengah dada. Dengan jari-jaring lurus, tekan dada sedalam 1-1,5
cm

4)

Setelah bayi bernafas normal periksa suhu, jika di bawah 36,5 0 celcius atau
punggung sangat dingin lakukan penghangatan yang memadai. Perhatikan warna
kulit, pernafasan dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur suhu bayi setiap jam sehingga
normal (36,50C 370C)

5) Catat dengan seksama semua tindakan yang dilakukan


11. Penanganan perdarahan post partum primer
a.

Pengertian
Memberikan pertolongan pada perdarahan per vaginam setelah melahirkan lebih dari
500 cc atau perdarahan disertai dengan gejala dan tanda-tanda syok

b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban segera dirujuk ke rumah sakit
c.

Indikasi

1) Atonia uteri
2) Robekan jalan lahir
3) Retensi plasenta
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)
b) Obat emergency
c) Obat-obatan anti perdarahan

d) Cairan infuse
e) Tampon
f)

VC set

g) Hecting set
2) Pasien
3) lingkungan
e.

Pelaksanaan

1)

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan massage uterus
supaya berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan
darah. Sambil melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban
untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.

2)

Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba berkontraksi baik, berikan 10 unit
oksitosin IM

3) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kantung kemih
4) Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan
lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep
arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anastesi local (lidokain I %)
5) Jika uterus mengalami atoni atau perdarahan terus terjadi. Berikan masases uterus
untuk mengeluarkan gumpalan darah.
6)

Periksa lagi apakah plasenta utuh, usap vagina dan ostium serviks untuk
menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.

7) Jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi, pasang kateter ke dalam kandung kemih.

8) Lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima menit atau hingga perdarahan
bisa dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
9) Anjurkan keluarga untuk memulai mempersiapkan kemungkinan rujukan
10) Jika perdarahan dapat dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik :
a) Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih
b) Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati
c) Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan massase
uterus untuk memeriksa atoni, mengamati perdarahan dari vagina, tenakan darah dan
nadi.
11) Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima
menit setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus maka keluarkan tangan
dari vagina dengan hati-hati.
12) Jika tidak ada hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM
13) Mulai IV ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan teknik aseptik. Berikan 500 cc pertama secepat
mungkin, dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
14) Jika uterus tetap atoni dan atau perdarahan terus berlangsung
15) Ulangi kompresi bimanual internal
16) Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala
empat persalinan dengan cermat.
17) Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan

18) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka
kemungkinan terjadi rupture uteri, (syok cepat terjadi tidak sebanding dengan darah
yang nampak keluar, abdomen teraba keras dan fundus mulai baik), lakukan
kolaborasi dengan OBSGYN)
19) Bila kompresi bimanual tidak berhasil, cobalah kompresi aurta. Cara ini dilakukan
pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
20) Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan
dan tekanan darah
21) Buat catatan yang saksama tentang semua penilaian tindakan yang dilakukan dan
pengobatan yang dilakukan

12. Penanganan perdarahan post partum sekunder


a.

Pengertian
Memberikan pertolongan pada korban dengan perdarahan pervaginam atau lochea
berlebihan pada 24 jam-42 hari setelah persalinan.

b. Tujuan
Stabilisasi kondisi korban untuk mendapat penanganan
c.

Indikasi

1) Sisa plasenta
2) Robekan jalan lahir
3) Kelainan plasenta dan selaput ketuban

4) Persalinan lama
5) Infeksi uterus
6) Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat
7) Terbukanya luka setelah bedah caesar dan luka setelah episiotomi
d. Persiapan
a) Alat
(a) Alat pelindung diri (masker, hanscoen, scort)
(b) Obat emergensi
(c) Obat anti perdarahan
(d) Cairan infus
(e) Infus set
(f) Tampon
(g) Hecting set
b) Pasien
Memberitahukan prosedur yang akan dilakukan
e.

Pelaksanaan

1) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)


2) Petugas menggunakan

3)

Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiko mengalami perdarahan post partum
sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya.

4) Jika mungkin mulai berikan ringer laktat / IV menggunakan jarum berlubang besar
5) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan
6) Pasang IV line
7) Buat campuran yang akurat, observasi tanda perdarahan, vital sign, dan tanda-tanda
syok.
13. Menerima pasien dengan kedaruratan psikiatri
a.

Pengertian
Suatu kegiatan menerima pasien baru dengan gangguan atau perubahan perilaku
alam pikir atau alam perasaan yang timbul secara tiba-tiba untuk mendapat
pertolongan segera.

b. Tujuan
Untuk menghindari ancaman integritas fisik atau psikis terhadap diri pasien/orang
lain maupun ancaman integritas sosial
c.

Indikasi

1) Pasien dengan perilaku bunuh diri


2) Pasien ganas menyerang (violence)
3) Panik/fuque
d. Persiapan
1) Alat-alat/obat

a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen, scort)


b) Diagnosa test
c) Emergency trolley
d) Jaket pengaman (dwang jas)
e) Manset
f)

Obat psikotropik)

2) Pasien
Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Lingkungan
Diusahakan tempat tersendiri
4) Petugas
Lebih dari satu orang
e.

Pelaksanaan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen,


scort)

2) Mendampingi pasien saat dilakukan pemeriksaan/wawancara


3) Melakukan orientasi minimal dengan memanggil nama pasien dan menyebut nama
perawat

4)

Meminta kepada pasien untuk mencoba mengendalikan diri dengan kata-kata


sederhana dan mudah dimengerti.

5) Mengajak pasien ke tempat tenang dan memotivasi untuk mengungkapkan perasaan


secara verbal
6)

Pasien gasuh gelisah yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya disilangkan


kedepan dada

7) Memegang tangan kanan dan kiri pasien selanjutnya disilangkan kedepan dada
8)

Membimbing menuju tempat yang telah disediakan atau bila gadu bisa dipasang
jaket pengaman

9)

Bila pasien tetap meronta dan kalau dianggap perlu, petugas I menutup muka
pasien, petugas II dan III memegang kaki kanan dan kiri pasien kemudian
mengangkat ke tempat tidur yang telah disediakan.

10) Memasang manset tangan dan kaki kanan kiri pasien disisi tempat tidur sambil
menjelaskan bahwa tindakan tersebut adalah untuk membantu mengontrol
perilakunya dan akan dibuka jika sudah mampu mengendalikan diri
11) Mengobservasi pasien sebelum dan sesudah tindakan meliputi :
-

Tekanan darah

Nadi

Pernafasan

Respon dan perilaku pasien

12) Melaksanakan program pengobatan


13) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi

14) Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene dan eliminasi
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Petugas tetap menjaga jarak fisik dengan pasien.


2) Pada saat satu orang petugas berkomunikasi dengan pasien, petugas lain mengawasi
dari jauh bila pasien tidak dapat mengendalikan diri.
3) Ikat pasien dengan posisi yang sopan, kaki tidak terbuka lebar.
4) Pada saat pemasangan manset, posisi tangan/kaki tidak seperti disalib
5) Segera manset dibuka apabila pasien sudah dapat mengendalikan diri.
14. Memasang manset pad apasien kedaduratan psikiatri
a.

Pengertian
Adalah suatu tindakan pengekangan pada kedaduratan psikiatri

b. Tujuan
1) Membantu pasien mengontrol perilakunya
2) Pasien dapat kooperatif pada saat dilakukan pengobatan.
3) Keamanan lingkungan dan petugas tidak terganggu
c.

Indikasi

1) Pasien agresif
2) Psikosa akut
3) Pasien gasuh gelisah

4) Pasin hiperaktif
d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, kacamata safety, hanscoen, scort)
b) Manmset
c) Selimut/alas tempat tidur
d) Perlak
e) Sabuk pengaman
2) Obat
Obat-obat sesaui program (obat psikotropik)
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Lingkungan
Tenang dan aman
5) Petugas
Petugas lebih dari 2 orang
e.

Pelaksanaan

1)

Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, kacamata safety, handscoen,


scort)

2) Mengusahakan agar pasien dapat terlentang di tempat tidur


3) Petugas I memegang tangan kanan pasien, petugas II memengang tangan kiri pasien,
petugas III memegang kaki kanan, petugas IV memegang kaki kiri.
4) Memasang manset pada tangan dan kaki kemudian diikatkan pada tempat tidur.
5) Memasang selimut
6)

Mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian obat trasquiliser sesuai
program

7) Mengobservasi pemberian obat dan pengikatan


8) Mencatat seluruh tindakan
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1) Hindari adanya perlukaan akibat pengikatan


2)

Pengikatan tidak boleh terlalu ketat atau longgar dan periksa kembali setiap
setengah jam

3) Hindari bahaya jatuh


4) Observasi emosi pasien
5) Pengikatan segera dibuka jika pasienj sudah mengendalikan diri
15. Menerima pasien dengan kesadaran menurun
a.

Pengertian
Kesadaran menurun adalah menurunnya respon pasien terhadap rangsangan verbal
dan rangsangan nyeri

b. Tujuan
Mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan mencegah terjadinya cacat tetap
c.

Indikasi
Semua pasien dengan kesadaran menurun

d. Persiapan
1) Alat
a) Alat pelindung diri (masker, handscoen)
b) Emergency trolley
c) Set terapi oksigen
d) Set penghisap sekresi
e) EKG record
f)

Blood gas kit

g) Set venaseksi
h) Folley kateter
i)

Lampu senter

2) Obat-obatan/cairan infus
a) Adrenalin
b) Sulfas atropin
c) Dextrose 5 %, 10 %, 40 %

d) NaCl 0,9 %
e) Ringer lactat
f)

Bicarbonat nutrikus

g) Plasma expander
h) Obat-obatan lain sesuai kebutuhan
3) Pasien
Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
4) Petugas
Lebih dari 2 orang
e.

Pelaksanaan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Menidurkan dan mengatur posisi pasien sesuai kondisi
3) Menilai kesadaran pasien dengan cara :
a) Memanggil nama pasien/menanyakan keadaannya
b) Mencubit pasien
16. Pemasangan Needle Thoracosintesis
a.

Pengertian
Menusukkan jarum dengan lumen yang besar ke rongga pleura

b. Tujuan

Mengurangi rasa sesak nafas

Mengeluarkan udara dari rongga pleura

Mengurangi rasa sakit

c.

Indikasi
Pasien dengan tension pneumatorax

d. Persiapan
Alat :
-

Alat pelindung diri (masker, handscoen)

Jarum IV line No. 14

Betadine

Kassa

Handscoen

Plester

Pasien :
-

Inform consent

Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

Pasien tidur terlentang / sesuai kebutuhan


Petunjuk :

2 orang

e.

Pelaksanaan

1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2. Petugas I mengamankan jalan nafas sambil mengamankan servicall
3. Petugas II mendesinfeksi daerah yang akan dilakukan penusukan, yaitu pada daerah
dada yang mengalami tension pneumatorax
4. Melakukan penusukan dengan jarum yang sudah disiapkan di daerah mid clavicula
pada sela iga ke tiga
5.

Setelah jarum ditusukkan pada sela iga ke tiga miringkan jarum 30-45 derajat ke
arah atas.

6. Jika jarum sudah masuk ditandai oleh suara keluarnya udara. Mandrain dicabut dan
kateternya ditinggal.
7.

Tutup ujung IV cath. Dengan klap buatan dari potongan sarung tangan telah
diberikan lubang pada ujungnya.

8.

Fiksasi IV cath dengan memberikan plester pada persambungan antara sarung


tangan dengan IV cath

9. Catat seluruh tindakan yang sudah dilakukan dan monitor respon pasien
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Jumlah nafas dan kualitas pernafasan


2. Keluhan pasien
3. Segera lanjutkan dengan pemasangan WSD

17. Pemasangan Needle Crico Thyroidotomy


a.

Pengertian
Menusukkan jarum yang berlumen pada membran crictohiroidea

b. Tujuan
1. Membuat jalan nafas
2. Menjaga jalan nafas tetap lancar
3. Memberikan oksigen
c.

Indikasi
Sumbatan jalan nafas tidak biasa diatasi secara manual.

d. Persiapan
Alat :
-

Alat pelindung diri (masker, handscoen)

IV catheter No. 14

Handschoen

Jet insuflation

Oksigen set lengkap

Spuit 5 ml

Cairan RL
Pasien :

Tidurkan terlentang
Petugas :

1 orang

e.

Pelaksanaan tindakan

1) Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Tidurkan pasien terlentang
3) Fiksasi trahcea pada posisi bagian lateral dekstra dan sinistra
4) Spuit diisi dengan cairan nya kemudian IV catheter pasang pada spuit.
5) Tusukkan jarum pada membran coroctyroidea ke arah caudal
6)

Aspirasi spuit, bila keluar gelembung udara berarti benar tempat penusukan,
kemudian lepaskan spuit serta mandarin dicabut.

7) Hubungan jarum cricityroidotomy dengan jet insuflation untuk memberikan O2


8) Oksigen diberikan dengan cara 1 detik ditutup dengan 4 detik dibuka
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Observasi pasien

2. Jet insuflation dipasang paling lama 45 menit


3. Segera lanjutnya pemasangan tracheostube
18. Operasi krikotiroidotomi
a.

Pengertian
Membuat jalan nafas melalui trachea dengan memasang kanul trachea

b. Tujuan
Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan nafas bagian
atas.
c.

Indikasi
Sumbatan total jalan nafas atas

d. Persiapan
-

Alat

1) Alat pelindung diri (masker, handscoen)


2) Disposible calpel no. 11
3) Instrumen dasar
4) Antiseptic
5) Silocain 2 % injeksi
6) Dysposible syring 20 cc
7) Kanul trachea / ETT (nomor sesuai kebutuhan)

Pasien

1. Inform consent
2. Penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
3. Posisi pasien terlentang dengan leher netral

Petugas
2 orang dokter dan perawat

e.

Pelaksanaan

(a) Petugas menggunakan masker, handscoen


(b) Posisi pasien terlentang dengan leher dalam posisi netral, lakukan palpasi tiroid,
notch cricothiroid internal dan eksternal notch untuk orientasi
(c) Disinfeksi dengan propidone, iodine 10 % dan anastesi local daerah operasi
(d) Buat insisi transversal di atas membran cricothyroid
(e) Buka jalan nafas dengan klem atau dengan spreader trachea atau dengan pegangan
scalpel dengan memutar 90 derajat
(f) Balon tube dikembangkan
(g) Observasi pengembangan paru dan auskultasi dada untuk menilai ventailasi 8.
lakukan fiksasi tube agar posisi tidak berubah
f.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Monitor keadekuatan ventilasi

2. Siapkan ventilator dan suction set


3. Cek AGD

Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Tambahkan komentar
3.
Jun
25

Perawatan Jenazah
BAB I
PENADHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada
kematian tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan
jenasah atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah perlu dilakukan pada keadaan adanya penundaan penguburan atau
kremasi lebih dari 24 jam. Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis dalam
24 jam mayat sudah mulai membusuk mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang
dapat mencemari lingkungan sekitranya. Dan perawatan jenasah dilakukan untuk
mencegah penularan kuman atau bibit penyakit kesekitarnya. Selain itu perawatan
jenasah juga yaitu untuk mencegah pembusukan.
Mekanisme pembusukan disebabkan oleh otorisis yakni tubuh mempunyai enzim yang
setelah mati dapat merusak tubuh sendiri. Selain itu, perawatan dilakukan untuk
menghambat aktifitas kuman.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan perawatan jenasah ?

2. apa tujuan dari perawatan jenasah ?


3. tindakan apa yang di lakukan pada peawatan jenasah
4. hal-hal apa yang harus diperhstikan dalam proses perawatan jenasah.?
C. Tujuan
Perawatan jenasah bertujuan untuk mencegah pembusukan. Selai itu jenash juga dapat
terawat dalam arti dapat diberikan obat-obtana pengawetan seperti formalin sehingga
mayat tersebut dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak.
D. Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode yang kami gunakan adalah library reseal (metode
pustaka). Sebelum kami menyusun makalah ini terlebih dahulu kami mengumpulkan
data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku hingga media seperti internet

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar
jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi kematian
pada tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenasah
atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenasah dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota/diluar negri.
Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya terkadang perlu dilakukan
pengangkutan atau perpindahan jenasah dari suatu tempat ketempat lainnya. Pada
keadaan ini, diperlukan pengawetan jenasah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenasah kelingkungannya.
Jenasah yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan potensial
menular petugas kamar jenasah. Keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada kasusu
semacam ini, kalau pun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan tetap
dilakukan perawatan jenasah untuk mencegah penularan kuman atau bibit penyakit
disekitarnya.
Perawatan jenasah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan unifersal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut
keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasihati keluarga
dan mengambil tindakan yangs sesuai agar penanganan jenasah tidak menambah resiko
penularan penyakit seperti halnya hepatits/B, AIDS, Kolera dan sebagainya. Tradisi yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap jenasah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenasah sebagai
bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi HIV
meninggal, firus pun akan mati.
B. Tujuan Perawatan Jenasah
Adapun tujuan dari perawatan jenasah yaitu :

- Untuk mencegah terjadinya pembusukan pada jenasah


- Dengan menyuntikan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman seperti pemberian
intjeksi formalin murni, agar tidak meningalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku.
Dalam injeksi formalin dapat dimasukan kemulut hidung dan pantat jenasah.
C. Tindakan Diluar kamar jenasah
Adapun tindakan yang dilakukan diluar kamar jenasah yaitu :
- Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
- Memakai pelindung wajah dan jubah
- Luruskan tubuh jenasah dan letakan dalam posisi terllentang dengan tangan disisi atau
terlipat didada.
- Tutup kelopak mata atau ditutup dengan kapas atau kasa, begitu pula multu dan telinga.
- Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau
cairan tubuh lainnya.
- Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.
- Lepaskan semua alat kesehatan dan letakan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman
sesuai dengan kaidah kewaspadaan unifersal.
- Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
- Bersihkan tubuh jenasah tutup dengan kain bersih untuk disaksikan olehkeluarga
- Pasang label identitas pada laki-laki
- Beritahu petugas kamar jenasah bahwa jenasah adalah penderita penyakit menular
- Cuci tangan setelah melepas rarung tangan.
D. Tindakan dikamar jenasah
Adapun tidakan dikamar jenasah yaitu :
- Lakukan prosedur baku kewas padaan unifersal yaitu cuci tangan sebelum mamakai
sarung tangan.
- Petugas memakai alat pelindung :
Sarung tangan karet yang panjang (sampai kesiku).
Sebaiknya memakai sepatu boot sampai lutut
Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
Jubah atau celemek sebaiknya yang kedap air.
- Jenasah dimadikan oleh petugas kamar jenasah yang telah memahami cara
membersihkan atau memandikan jenasah penderita penyakit menular
- Bungkus jenasah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianut.
- Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung
tangan
- Jenasah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
- Jenasah tidak boleh dibalsem atau disuntik atau pengawetan kecauli oleh petugas
khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.
- Jenasah tidak boleh diotopsi, dalam hal tertentu, otosi dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakanoleh petugas rumah sakait yang
telah mahir dalam hal tersebut.
E. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses keperawatan

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses keperawatan yaitu :


- Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila tekenah darah atau
cairan tubuh lain.
- Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang
semua alat atau bendah tajam dalam wadahyang tahan tusukan
- Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpuahan darah atau cairan tubuh
lainnya segera dibersihkan dengancairan klorin 0,5 %
- Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan :
dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi, atau sterilisai
- Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastic
- Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesua pengolah sampah medis.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari perawtan jenasah yaitu :
- Pengawetan jenasah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia
tertentu pada jenah untuk mengahambat pembusukan serta menjaga penampilan jenasah
supaya tetap mirim dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenasah dapat dilakukan
pada jenasah beberapa hari tidak dikubur.
- Dalam perawatan jenasah tidak boleh diototpsi. Dalam hal tertentu ototpsi dapat
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh
petugas yang mahir dalam hal tersebut.
B. Saran
lakukan perawatan jenasah sesuai dtandar protocol.
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
AtmaDja DS. Perawatan jenasah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran
Indonesia (Inpress, Agustus 2002)
Hamzah A. Hukum acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV.Aapta Artha Jaya, 1996
Moeljotno. Kitab Undang-Undang Hukum pidana Jakarta: Bumi Aksara. 1992
Diposkan 25th June 2012 oleh Verlando Kaligis
0

Tambahkan komentar
4.

Jun
24

Imunisasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Sebelum bayi/anak-anak terkena infeksi, berilah imunisasi dasar sebelum bayi berumur 1
tahun.
2.

Ada imunisasi yang perlu diberikan 3x, apabila 1x saja diberikan, kekebalan tidak
terjamin, imunisasi ulangan sangat penting.

3. Kalau anak sudah pernah sakit campak, jangan berikan imunisasi campak lagi. Karena
anak sudah menjadi kebal dengan serangan campak.
4. Vaksin yang disuntik/ di teteskan dimulut harus dalam keadaan dingin
5. Kalau botol vaksin dibuka, harus dapat dipakai, bila tidak khasiatnya hilang
6.

Dihimbau pada masyarakat agar segera hadir di posyandu apabila petugas imunisasi
sudah siap dengan vaksin.

Perawatan sesudah suntikan BCG

Sesudah mendapat suntikan BCG, anak-anak sebaiknya dihindari dari


matahari selama 2 jam
Sesudah beberapa hari timbul gejala merah, bengkak, dan sakit ditempat
bekas suntikan.
Perawatan yang diberikan yaitu :
1. Anak boleh mandi seperti biasa
2. Jangan tutup bekas suntikan BCG dengan vensan
3. Jangan menggaruk bekasnya
4. Jangan berikan obat atau bahan ramuan lainnya pada bekas suntikan

5.

Benjolan akan sembuh dalam jangka waktu 8 minggu dan akan


meninggalkan bekas kecil.

PROSEDUR PEMBERIAN IMUNISASI


1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkan vaksin BCG yang bertujuan untuk
memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dengan cara
menghambat penyebaran kuman.
Alat dan Bahan
1. Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm
2. Vial vaksin BCG kering dan gergaji ampul
3. Pelarut vaksin
4. Kapas lembap ( dibasahi air matang )
5. Sarung tangan bersih
Prosedur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Cuci tangan
Gunakan sarung tangan bersih
Jelaskan prosedur pada orangtua bayi tindakan imunisasi yang akan dilakukan
Buka ampul vaksin BCG kering
Larutkan vaksin dengan pelarut vaksin yang tersedia kurang lebih 4 cc
Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
Atur posisi dan bersihkan lengan (daerah yang diinjeksi, yaitu 1/3 bagian
lengan atas) dengan kapas yang telah di basahi
8. Tegangkan daerah yang akan di injeksi
9. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 10-15o (subkutan)
10. Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan melakukan masase
11. Usap bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang keluar
12. Lepas sarung tangan cuci tangan
13. Catat respons yang terjadi, vaksin dikatakan berhasil jika timbul benjolan di
kulit, kulit tampak pucat dan pori-pori jelas.

2. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah tindakan imunisasi denagan memberikan vaksin polio (dalam
bentuk oral) atau dikenal dengan sebutan oral polio vaccine (OPV) yang bertujuan
untuk memberi kekebalan dari penyakit poliomyelitis, dapat diberikan empat kali
dengan interval 4-6 minggu.
Alat dan Bahan
1. Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
2. Pipet plastik
Prosedur

1.
2.
3.
4.

Cuci tangan
Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilaksanakan
Ambil vaksin polio dalan termos es
Atur posisi bayi dalam posisi terlentang di atas pangkuan ibunya dan pegang
dengan erat
5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang di programkan atau yang
di anjurkan, yakni 2 tetes.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi

3. Imunisasi DPT/DT
Imunisasi ini dilakukan dengan memberikan vaksin DPT (dipteri pertusis tetanus)/
DT (dipteri tetanus) pada anak dengan tujuan memberi kekebalan dari kuman
penyakit dipteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian vaksi pertama pada usia 2 bulan dan
berikutnya dengan interval 4-6 minggu (kurang lebih 3 kali), selanjutnya ulangan
pertama satu tahun dan ulangan berikutnya tiga tahun sekali sampai usia 8 tahun.
Imunisasi ini tidak dianjurkan untuk bayi usia kurang dari 2 bulan mengingat
imunogen pertusis yang sangat reaktogenik dan adanya hambatan tanggap kebal
karena pengaruh antibody maternal untuk imunogen difteri atau tetanus.
Alat dan Bahan
1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin DPT dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas alcohol
4. Sarung tangan
Prosedur
1.
2.
3.
4.
5.

Cuci tangan
Gunakan sarung tangan
Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan
Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program/ anjuran, yaitu 0,5 ml
Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tanagn kiri ibu merangkul bayi,
menyngga kepala bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar kebelakang tubuh ibu dan tangan kanan ibu memegang
kaki bayi dengan kuat).
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah yang akan diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di daerah femur
9. Lepaskan sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.

4. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dilakukan dengan memberikan vaksin hepatitis B kedalam
tubuh yang bertujuan untuk member kekebalan dari penyakit hepatitis. Pada ibu yang
menderita hepatitis B dengan HbsAg negatif, imunisasi dapat diberikan kepada anak
sesuai dengan dosis yang ada, kemudian dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan yang
ketiga pada usia 6 bulan. Apabila HbsAg ibu positif, vaksin dapat diberikan dalam
waktu 12 jam setelah bayi lahir kemudian suntikan kedua pada usia 1-2 bulan dan
ketiga. Imunisasi ulangan dapat diberikan 5 tahun kemudian.
Alat dan Bahan
1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas lakohol dalam tempatnya
4. Sarung tangan bersih
Prosedur
1.
2.
3.
4.

Cuci tangan
Gunakan sarung tangan
Jelaskan pada orangtua prosedur yang dilakukan
Ambil vaksin hepatitis menggunakan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5
ml
5. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi,
menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tanagn kanan ibu memegang kaki bayi
dengan kuat.
6. Lakukan desinfeksi 1/3 area paha tengah bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol
7. Regangkan daerah ynag diinjeksi
8. Lakukan injeksi dengan menusukkan jarumke intramuscular di daerah femur
9. Lepas sarung tangan
10. Cuci tangan
11. Catat reaksi yang terjadi.

5. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah tindakan memberikan vaksin campak pada anak yang
bertujuan membentuk kekebalan terhadap penyakit campak yang dapat diberikan
pada usia 9 bulan secara subkutan, kemudian dapat diulang dalam interval waktu 6
bulan lebih setelah suntikan pertama.
Alat dan Bahan
1. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya
2. Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es
3. Kapas alkohol dalam tempatnya
4. Sarung tangan

Prosedur
1.
2.
3.
4.
5.

Cuci tangan
Gunakan sarung tangan
Jelaskan kepada orangtua prosedur yang akan dilakukan
Ambil vaksin campak meggunakan spuit sesuai program/anjuran (0,5 ml)
Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dijepit diketiak
ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan kiri
bayi)
6. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
7. Regangkan daerah yang akan di injeksi
8. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum pada sudut 45o
9. Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan dengan
kapas
10. Lepas sarung tangan
11. Cuci tangan
12. Catat reaksi yang terjadi.

IMUNISASI PADA ANAK


A. PENGERTIAN
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti
BCG,DPT,Campak,dan melalui mulut seperti vaksin polio.
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DEPKES 2000)
Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa factor di
antaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi
antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan
tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari factor yang mempengaruhinya sehingga
kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.

B. JENIS IMUNISASI
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapakan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada
dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman
yang masuk dapat dicegah, pertahanan tubuh tersebut pertahanan nonspesifik dan
pertahanan spesifik, proses meknisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana komplemen dan
makrofag ini yang pertama kali akan memberiakan peran ketika ada kuman yang masuk
dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu
pertahanan tubuh yang spesifik terdiri dari system humoral dan selular. Sistem pertahanan
tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. System
pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang di sebut immunoglobulin ( IgA, IgM,
IgG, IgE ) dan system pertahanan selular terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam
pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut sel memori, sel
ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah masuk ke dalam
tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan proses tersebut
maka imunisasi di bagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
a. Imunisasi aktif

Merupakan pemberian zat sebagai anti gen yang di harapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan
menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkan sel memori sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :
1. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba
guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau
virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
2. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
3. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya
mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
4. Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
imunogenitas antigen.
b. Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat atau immunoglobulin yaitu suatu zat yang dihasilkan
melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh terinfeksi.
Dalam pemberian imunisai pada anak dapat dilakukan dengan beberapa imunisasi yang
dianjurkan diantaranya :
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang
berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang
berat seperti TBC pada selaput otak TBC milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC
tulang. Imunisasi BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan waktu pemberian
BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau
3 bulan kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intra dermal. Efek samping
pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapata terjadi limfadenitis
regional dan reaksi panas.

2. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)


Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri.
Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah
dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentkan zat anti
(toksoid). Frekuensi pemberisn imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud
pemberian utama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap

vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti, kedua dan ketiga
terbentuk zata anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2-11 bulan
dengan interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek
samping pada DPT mempunyai efek ringan dan berat, efek ringan seperti
pembengkakkan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat
menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati dan syok.
3. Imunisasi polio
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya poliomyelitis yang
dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 kali. Waktu pemberian
imunisasi polio pada umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu. Cara
pemberian imunisasi polio melalui oral.
4. Imunisasi campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak
pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kanndungan vaksi ini adalah virus yang
dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian
imunisasi campak pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui subkutan
kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruang pada suntikan dan panas.
5. Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis
yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi
hepatitis tiga kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara
pemberian imunisasi hepatitis adalah intramuscular.
6. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, dan Rubela)
Merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan atau mencegah terjadinya
penyakit campak (Measles), Gondong, parotis epidemika (Mumps) dan rubella (campak
jerman). Dalam imunisasi MMR antigen yang dipakai adalah virus campak strain
Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3 dan virus gondong. Vaksin ini
tidak dianjurkan pada bayi dibawah 1 tahun dikuatirkan terjadi interverensi dengan
antibody maternal yang masih ada khusus pada daerah endemi sebaiknya diberikan
imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan boster
dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.
7. Imunisasi Tiphus Abdominalis
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit tifus
abdominalis, dalam persediaannya khususnya di Indonesia terdapat tiga jenis vaksin tifus

abdominalis di antaranya kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif,


berna) dan antigen capsular Vi polysaccharide (Typhim Vi, Pasteur Meriux). Pada vaksin
kuman yang dimatikan dapat diberikan untuk bayi 6-12 bulan adalah 0,1 ml, 1-2 tahun
0,2 ml, dan 2-12 tahun adalah 0,5 ml, pada imunisai awal dapat diberikan sebanyak 2 kali
dengan interval 4 minggu kemudian penguat setelah satu tahun kemudian. Pada vaksin
kuman yang dilemahkan dapat diberikan dalam bentuk kapsul enteric coated sebelum
makan pada hari 1, 2, 5 pada anak diatas usia 6 tahun dan pada antigen capsular diberikan
pada usia diatas dua tahun dan dapat diulang tiap tiga tahun.
8. Imunisasi Varicella
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit varicella
(cacar air). Vaksin varicella merupakan virus hidup varicella zoster strain OKA yang
dilemahkan. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12
tahun di daerah tropic dan bila di atas usia 13 tahun dapat diberikan dua kali suntikan
dengan interval 4-8 minggu.
9. Imunisasi Hepatitis A
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis
A. Pemberian imunisasi ini dapat diberikan pada usia diatas dua tahun. Untuk imunisasi
awal dengan mengguanakan vaksin Havrix ( isinya virus hepatitis A strain HM 175 yang
inactivated) dengan 2 suntikan dengan interval 4 minggu dan boster pada enam bulan
kemudian dan apabila mengguanak vaksin MSD dapat dilakukan tiga kali suntikan pada
usia 0,6 dan 12 bulan.
10. Imunisasi HiB (Haemophilus Influenzae Tipe B)
Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza
tipe b. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi kuman H. Influenzae tipe b. antigen
dalam vaksin tersebut dapat di konjugasi dengan protein-protein lain seperti toksoid
tetanus (PRP-T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan kuman
menongokokus (PRP-OMPC).

c. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN IMUNISASI


Vaksin
BCG
DPT
Hepatitis B
Polio
Campak
TT

Dosis
0,05 cc
0,5 cc
0,5 cc
2 tetes
0,5 cc
0,5

Cara Pemberian
Intra cutan didaerah muskulusdeltoideus
Intra muscular
Intra muscular
Mulut
Subkutan daerah lengan kiri atas
Intra muscular

D. JUMLAH, INTERVAL WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI


Vaksin
BCG
DPT
Hepatitis B
Polio
Campak

Jumlah Pemberian
1 kali
3 kali
3 kali
4 kali
1 kali

Interval
4 minggu
4 minggu
4 minggu

Waktu pemberian
0-11 bulan
2-11 bulan
0-11 bualn
9-11 bulan
0-11 bulan

E. CARA PENYIMPANAN
RANTAI DINGIN (COLD CHAIN). Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat
digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau
efek kekebalan pada penerimaannya, akan tetapi apabila vaksin diluar temperature yang
dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
Potensi Vaksin dalam Temperatur
Vaksin

DT
Pertusis
BCG
Kristal
Cair
Campak
Kristal
Cair
Polio

0-8 derajat celcius


3-7 tahun
18-24 bulan

35-37 derajat celcius


6 minggu
Dibawah 50 % dalam 1 minggu

1 tahun
Dipakai dalam 1 kali kerja

Dibawah 20% dalam 3-14 hari


Dipakai dalam 1 kali kerja

2 tahun
Dipakai dalam 1 kali kerja

1 minggu
Dipakai dalam 1 kali kerja

6-12 bulan

1-3 hari

IMUNISASI DI INDONESIA
DAFTAR IMUNISASI YANG DIHARUSKAN DAN DIANJURKAN DI INDONESIA
a. Yang diharuskan
1. BCG (Bacillus Calmette-Guerin)
2. Hepatitis B
3. DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

4. Polio
5. Campak
b. Yang dianjurkan
1.
2.
3.
4.

MMR (Measles / Campak, Mumps / Parotitis, Rubella / Campak Jerman)


Hib (Haemophilus influenza b)
Demam Tifoid
Hepatitis A

Dari imunisasi yang diharuskan dan dianjurkan di Indonesia pemerintah dan


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 1999) membuat jadwal vaksinasi sebagai berikut.
1. BCG diberikan antara saat lahir-umur 2 bulan.
2. Hepatitis B pertama diberikan antara saat lahir- umur 2 bln.
3. Hepatitis B kedua diberikan antara umur 1 bln-4 bln.
4. Hepatitis B ketiga diberikan antara umur 6 bln-18 bln.
5. Hepatitis B keempat diberikan antara umur 10 thn-11 thn.
6. DPT pertama diberikan antara umur 2 bln-4 bln.
7. DPT kedua diberikan antara umur 3 bln-5 bln.
8. DPT ketiga diberikan antara umur 4 bln-6 bln.
9. DPT keempat diberikan antara umur 18 bln-2 thn.
10. DPT kelima diberikan antara umur 5 thn-7 thn.
11. DPT keenam diberikan pada umur 12 thn.
12. Polio pertama diberikan antara saat lahir-umur 1 bln.
13. Polio kedua diberikan antara umur 2 bln-4 bln.
14. Polio ketiga diberikan antara umur 3 bln-5 bln.
15. Polio keempat diberikan antara umur 4 bln-6 bln.
16. Polio kelima diberikan antara umur 18 bln-2 thn.
17. Polio keenam diberikan antara umur 5 thn-7 thn.

18. Campak pertama diberikan antara umur 6 bln-9 bn.


19. Campak kedua diberikan antara umur 5 thn-7 thn.
20. MMR pertama diberikan antara umur 12 bln-18 bln.
21. MMR kedua diberikan antara umur 11 thn-12 thn.
22. Hib pertama diberikan pada umur 2 bln.
23. Hib kedua diberikan pada umur 4 ln.
24. Hib ketiga diberikan pada umur 6 bln.
25. Hib keempat diberikan antara umur 15 bln-18 bln.
26. Demam Tifoid dibrikan antara umur 2 thn-12 thn, diulangi setiap 3 thn.
27. Hepatitis A diberikan antara umur 2 thn-12 thn, diulangi 3x.
28. Varisela diberikan mulai umur 10 tahun.

REFERENSI
1. Supartini, Yupi, S.Kp, MSc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.
EGC. Jakarta
2. Prof, Dr, dr, Wahab A. Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi & Penyakit Imun.
Widya Medika. Jakarta
3. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba
Medika. Jakarata
4. www.gambarimunisasi.com
Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis
0

Tambahkan komentar
5.
Jun
24

Asuhan Keperawatan Hipertensi


HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Tentang Tekanan Darah


1. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding
pembuluh darah. (Baradero, 2008 )
2. Faktor-faktor yang mempertahankan tekanan darah arteri
Kekuatan jantung memompakan darah, membuat tekanan yang dilakukan
jantung sehingga darah bisa beredar keseluruh tubuh dan darah dapat
kembali lagi ke jantung.
Elastisitas dinding aliran darah. Didalam arteri tekanan lebih besar dari
pada di dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari
pada vena.
Tahanan tepi. Tahanan yang dikeluarkan oleh darah mengalir dalam
pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar yang berada dalam arterial.
Turunnya tekanan mengakibatkan denyut pada kapiler dan vena tidak
teraba.
( H. Syaifuddin, 2006)

3. Teknik pemeriksaan tekanan darah


1) Palpasi
Cara palpasi dapat dilakukan sebagai berikut
Hanya untuk mengukur tekanan sistolik.
Manset spigmomanometer yang dipasang di atas siku tangan.

Lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur sampai denyut nadi


pergelangan tangan tidak teraba lagi, kemudian tekanan di dalam

manset diturunkan.
Amati tekanan dalam spigmomanometer.
Waktu denyut nadi teraba pertama kali, bacalah tekanan dalam

spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan sistolik.


2) Auskultasi
Cara auskultasi untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik adalah
sebagai berikut:
Manset spigmomanometer diikatkan pada lengan atas, stetoskop
diletakkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral siku agak
bawah manset spigmomanometer.
Sambil mendengarkan denyut nadi, tekanan dalam spigmomanometer
dinaikkan dengan memompa sampai nadi tidak terdengar lagi,
kemudian tekanan di dalam spigmomanometer diturunkan pelan-pelan.
Pada saat denyut nadi mulai terdengar kembali, kita baca tekanan
yang tercantum dalam spigmomanometer, tekanan ini adalah tekanan
sistolik.
Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap
terdengar sekeras itu sampai suatu saat denyutannya melemah
kemudian menghilang sama sekali. Pada saat suara denyutan yang
keras itu menghilang, kita baca lagi tekanan dalam spigmomanometer,
tekanan itu adalah tekanan diastolik.
Tekanan darah diukur pada saat klien berbaring. Pada klien hipertensi
perlu juga diukur tekanan darah saat berdiri.
Kadang - kadang di jumpai masa bisu (auscultatory gap), yaitu suatu
masa

dimana

denyut

nadi

tidak

terdengar

saat

tekanan

spigmomanometer diturunkan. Misalnya denyut pertama terdengar

pada tekanan 220 mmHg, suara denyut nadi berikutnya baru terdengar
pada tekanan 150 mmHg. Jadi ada masa bisu pada tekanan antara 220150 mmHg. Gejala ini sering ditemukan pada klien hipertensi yang
belum diketahui penyebabnya.
(Mutaqqin, 2009)
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian .
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. (Sylvia A. Price,
Lorraine M. Wilson, 2005)

2. Klasifikasi Tekanan Darah


Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun atau lebih
Sistolik

Distolik

(mmHg)
<130
130-139

(mmHg)
<85
85-89

140-159
160-179
180

90-99
100-109
110

Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)
Tingkat 2 (sedang)
Tingkat 3 (berat)

(Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, 2005)


Tabel 2. Klasifikasi menurut WHO (World Health Organization).

Kategori
Optimal
Normal
Normal-tinggi
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
Sub-grup: perbatasan
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat)
Hipertensi sistol terisolasi
(isolated systolic hypertension)
Sub-grup: perbatasan

Sistol

Diastol

< 120
< 130
130-139

< 80
< 85
85-89

140-159
140-149
160-179
180

90-99
90-94
100-109
110

140

< 90

140-149

<90

(Sani Aulia, 2008)


3. Etiologi
a. Sekitar 90% penyebab hipertensi belum diketahui dengan pasti yang
disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Sedangkan 7% disebabkan
oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh
kelainan hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lain.
(Muttaqin, 2009)
b. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan, dan
rangsangan kopi yang berlebihan kopi, tembakau dan obat-obatan yang
merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat berpengaruhi
faktor keturunan. (Brunner dan Suddart, 2002)

4. Gambar anatomi
Gambar 1 : Anatomi Jantung
Gambar 2 : Sistem Saraf Perifer
Arteri koronaria yang mengalami penyempitan
Gbr. 3 cardiac scaning pd AMI (www.pdpersi.com)

Arteri pulmonal

Arteri koronaria dan oksigen dalam otot jantung

Otot jantung
Kematian otot jantung
Plague pada arteri
trombus
Gbr. 4 anatomi jantung yang terkena infark

5. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan penigkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
(Corwin, 2009)
6. Komplikasi
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang

mengalami aterosklerosis

dapat

melemah

sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma.


b. Olahraga, terutama bila disertai penurunan berat, menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan
mungkin TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL (High desinty
lipoprotein), yang dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat
hipertensi.
c.

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik


tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh
darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan.
d. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah
ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi
kronis.
e. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang

sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler


dan mendorong cairan ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat,kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan. (Corwin, 2009)
Mata (retinopathy), diperhatikan selaput lendir konjungtiva
mata,terutama intensitas warna kemerahannya untuk diperkirakan Hb
darah atau ada tidaknya anemia. Sklera dan pupil mata juga diperhatikan
baik warna, bentuk dan reflex tehadap cahaya. Bila ada ikterus akan lebih
mudah terlihat pada sklera mata. Di samping itu, diperhatikan bentuk,
gerakan bola mata dan kelopak mata, apakah ada eksoftalmus atau edema
palpebra. Pemeriksaan fundus kopi dilakukan untuk melihat gambaran
arteri dan vena dalam mata. (Sjaifoellah Noer, 1996)
7. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrtenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terejadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menenurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan


peningkatan tahanan perifer. (Brunner dan Suddart, 2002)
Hipertensi kronis merupakan penyebab kedua terjadinya gagal ginjal
stadium akhir dan 21% kasus membutuhkan terapi penggantian ginjal. (Sylvia
A. Price, 2006)

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN HIPERTENSI

Gangguan Emosi

Merangsang Pusat Vasomotor

Alkohol
Tembakau
Kelainan Ginjal

Obesitas

Mengadung Nikotin

Dihantarkan Dalam Bentuk Impuls

Melalui Sistem Saraf Simpatis

Merangsang Serabut Saraf Dan Ganglia


Pembuluh Darah

Neropinefrin Dilepaskan

Merangsang Pengeluaran Epinefrin,


Kortisol, Dan Adrenalin

Vasokontriksi Pembuluh Darah

NYERI

Peningkatan Aktivitas Vasokontriksi

Peningkatan Tekanan Vaskuler

RESIKO TINGGI TERHADAP PENURUN CURAH JANTUNG


Serebral

Penurunan Darah Ke Ginjal

Pelepasan Renin

pembentukan angitensin I
vasokonstriksi kuat

Retensi Natrium

menjadi angiotensin II

sekresi aldosteron

Peningkatan Volume Intravaskuler

Peningkatan Afterload
Hipertrofi ventrikel
Beban Jantung
Penurunan Kontraksi Ventrikel kiri

Meningkat

KURANG PENGETAHUAN
Peningkatan Tekanan
Pembuluh Darah

Perubahan Status Kesehatan


Dan Tidak Terpajan Informasi

Kurang Sumber Informasi

KOPING INDIVIDU INEFEKTIF

PERUBAHAN NUTRISI : DARI KEBUTUHAN TUBUH


Penurunan Pompa Jantung

krisis situasional

Masukan berlebihan sehubungan metabolik

Suplai Darah dan O2 Keseluruh


Tubuh Berkurang

INTOLERANSI AKTIVITAS
Kelemahan

8. Penatalaksanaan
Untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan menurunkan
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, atau Total Peripheral
Resistance (TPR). Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis dapat
membantu individu mengurangi tekanan darahnya.
a. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi
tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung
sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga
berkurang.
b. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan
cara menghambat respons stres saraf simpatis.
c. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
d. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
e.

airnya. Sebagian diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.


Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung
atau arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan
untuk kontraksi. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih
spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang lain
lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan
demikian, berbagai penyakat kalsium memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume

f.

sekuncup , dan TPR.


Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibitor ACE
(Angiotensin Converting Ensyme) berfungsi untuk menurunkan
angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Kondisi ini


menurunkan tekanan darah secara langsung dengan menurunkan TPR,
dan secara tidak langsungdengan menurunkan sekresi aldosteron, yang
akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urine kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung. Inhibitor ACE juga
menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yang memanjang,
yang normalnya memecah enzim. Inhibitor ACE dikontraindikasi
g.

untuk kehamilan.
Vasodilator arteriol langsung dapat dingunakan untuk menurunkan

h.

TPR.
Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet

pembatasan natrium.
i. Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi
lahir.
(Corwin, 2009)
9. Diagnostik Tes
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hemoglobin/hematokrit
Mengkaji hubungan dari

sel-sel

terhadap

volume

cairan

(viskositas).
2) BUN (Blood Ureum Nitrogen)/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glukosa
Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
5) Kolesterol dan trigeliserida serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
6) Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau
adanya diabetes
b. Foto Dada

Dapat menunjukkan obstruksi klasifikasi pada

area katup, deposit

pada dan/atau takik aorta, perbesaran jantung.


c. CT scan (Computer Tomografi )
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
d. EKG (Elektro Kardio Grafik)
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi. Gelombang P menggambarkan
depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan
durasinya 0,11 detik atau kurang

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. (Nursalam, 2001)
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan hipertensi menurut
Doenges, dkk antara lain :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala

: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda

1) Frekuensi jantung meningkat,


2) Perubahan irama jantung,
3) Takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala

1)

Riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup


dan penyakit serebrovaskular.
Episode palpitasi, perspirasi

Tanda
1)

Kenaikan Tekanan darah (pengukuran serial dari naikan tekanan

darah diperlukan untuk menegakkan diagnosa)


2) Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat)
3) Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan
denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi
denyutan radialis atau brakialis ; denyut poplitel, tibialis posterior,
pedalis tidak teraba / lemah.
4) Denyut apical : PMI kemungkinan bergeser dan atau sangat kuat
5) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
6) Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini) ; S4
(pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri)
7) Murmur stenosis valvular.
8)
Desiran vaskuler terdengar diatas karotis, femoralis dan
9)

epigastrium(stenosis arteri).
Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi

perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi)


10) Kulit : pucat, sianosis,dan diaphoresis (kongesti, hipoksemia)
kemerahan(feokromositoma).
c. Integritas Ego
Gejala

1)

Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau

2)

marah kronik (dapat mengindiaksikan kerusakan serebral)


Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang
berkaitan dengan pekerjaan).

Tanda

1)

Letupan hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan

yang meledak.
2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala

Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti :

infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang


lalu).
e. Makanan / Cairan
Gejala
1)

Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,


tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang di goreng, keju,

telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.


2) Mual, muntah,
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/turun),
4) Riwayat penggunaan diuretik.
Tanda

1) Berat badan normal atau obesitas,


2) Adanya edema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena, DVJ
(Distensi Vena Jugularis); glikosuria (hamper 10% pasien hipertensi
adalah diabetik).
f. Neurosensori
Gejala :
1) Keluhan pening-pening / pusing,
2) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam),
3) Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh
4) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
5) Episode epistaksis.

Tanda
1)

Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola / isi bicara,

afek, proses pikir, atau memori (ingatan)


2) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan/atau
3)

reflex tendon dalam.


Perubahan perubahan retinal optic : dari seklerosis/penyempitan
arteri ringan sampai berat dan perubahan skelerotik dengan edema
atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung berat lamanya

hipertensi.
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala :
1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung),
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi aterosklerosis
pada arteri pada ekstrimitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen/massa (feokromasitoma)
h. Pernapasan
Gejala
:
1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja,
2) Takipnea,ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal,
3) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum,
4) Riwayat merokok.

Tanda
1)
2)
3)
i.

Distress respirasi penggunaan otot aksesori pernafasan,


Bunyi nafas tambahan (krekels/mengi),
Sianosis.
Keamanan

Gejala

1) Gangguan koordinasi / cara berjalan


j. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala

1) Faktor - faktor resiko keluarga ; hipertensi, ateroskleorosis, penyakit


2)

jantung, DM (Diabetes Melitus), penyakit serebrovakular/ginjal.


Penggunaan pil KB (Keluarga Berencana) atau hormon lain,
penggunaan alkohol / obat.

Rencana pemulangan :
1) Bantu dengan pemantauan diri, TD (Tekanan Darah)
(Doenges Marilynn, dkk. 2000)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respons
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan

asuhan keperawatan

sesuai

dengan

kewenangan

perawat.

(Nursalam, 2001)
Diagnosa keperawatan yang sering timbul pada pasien dengan
hipertensi, antara lain :
a.
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi pembuluh darah, iskemia
b.

miokardia.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.


c. Nyeri berhubungan dengan meningkatnya tekanan vaskuler cerebral.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :
masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolic, pola
hidup monoton, keyakinan budaya.
e.
Koping individu inefektif

berhubungan

dengan

krisis

situasional/maturasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak


adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tak pernah olah

raga, nutrisi buruk, harapan yang tidak terpenuhi, kerja berlebihan,


persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
(Doenges Marilynn, dkk. 2000)
g. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan meliputi pengembangan strategi desain
untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001)
Perencanaan keperawatan menurut Marilynn Doenges, dkk. 2000 :
Dx I : Resiko tinggi penurunan curah jantung
kriteria hasil
1) Intervensi keperawatan Berpartisipasi dalam aktivitas yang
menurunkan TD/beban kerja jantung.
2) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang
3)

dapat diterima.
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam

rentang normal pasien.


Intervensi keperawatan
1) Pantau tekanan darah.
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang

lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang

masalah vascular.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis

dan

femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada


tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi dan kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
karena adanya

hipertrofi atrium (peningkatan

volume/tekanan

atrium).

Perkembangan

S3

menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan


fungsi.

Adanya

mengidentifikasikan
4)

krakles,

mengi

kongesti

paru

dapat
sekunder

terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.


Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisihan
kapiler.
Rasional

Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa

pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan


vasokontriksi

atau

mencerminkan

dekompensasi/penurunan curah jantung.


5) Catat edema umum/ tertentu.
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan
6)

ginjal atau vascular.


Berikan
lingkungan
tenang,

nyaman,

kurangi

aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah penunjung dan


lamanya tinggal.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis;
7)

meningkatkan relaksasi.
Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti, istirahat di tempat
tidur/kursi; jadwal periode istirahat tanpa gangguan; bantu
pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional :
Menurunkan stress dan ketegangan yang
mempengaruhi

8)

tekanan darah dan perjalanan

penyakit hipertensi.
Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti; pijatan
punggung dan leher , meninggikan kepala tempat tidur.
Rasional :
Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat
menurunkan rangsang simpatis

9)

Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas


pengalihan.
Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan
stres, membuat efek tenang, sehingga akan

menurunkan TD.
10) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Rasional : Respons terhadap terapi obat stepped (yang
terdiri

atas

diuretik,

inhibitor

simpatis

dan

vasodilator) tergantung pada individu dan efek


sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka
penting untuk menggunakan obat dalam jumlah
paling sedikit dan dosis paling rendah.
11) Kolaborasi.
Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh :
Diuretic tiazid misalnya klorotiazid
Rasional : Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur
dengan obat lain untuk menurunkan TD pada
pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal.
Diuretic

ini

memperkuat

agen-agen

antihipertensif ,lain dengan membatasi retensi


cairan.
Diuretic loop mis furosemid
Rasional : Obat ini menghasilkan dieresis kuat dengan
menghambat resorpsi natrium dan klorida dan
merupakan antihipertensif efektif, khususnya
pada pasien yang resisten terhadap tiazid atau
mengalami kerusakan ginjal.
Inhibitor simpatis misalnya propanolol
Rasional : Kerja khusus obat ini bervariasi, tetapi secara umum
menurunkan TD melalui efek kombinasi penurunan
tahanan total perifer, menurunkan curah jantung,

menghambat aktivitas simpatis, dan menekan


pelepasan renin.
Vasodilator misalnya nifedipin
Rasional : Mungkin di perlukan untuk mengobati hipertensi
berat bila kombinasi diuretik dan inhibitor simpatis
tidak berhasil mengontrol TD. Vasodilatasi vaskuler
jantung sehat dan meningkatkan aliran darah
koroner keuntungan sekunder dari terapi vasodilator.
Inhibitor adrenergik yang kerja secara sentral : klonidin
Rasional : Obat ini meningkatkan rangsangan simpatis pusat
vasomotor

untuk

menurunkan

tahanan

arteri

perifer.

12) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.


Rasional : Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan
dengan respons hipertensif, dengan demikian
menurunkan beban kerja jantung.
13) Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.
Rasional : Bila hipertensi berhubungan dengan adanya
feokromositoma, maka pengangkatan tumor
akan memperbaiki kondisi
Dx II : Intoleransi aktivitas
Kriteria hasil
1) Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan.
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
3)

diukur.
Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi

fisiologi.
Intervensi keperawatan
1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi
nadi lebih dari 20x/m di atas frekuensi istirahat, peningkatan
TD yang nyata selama/sesudah aktivitas(tekanan sistolik

meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic meningkat 20


mmHg ), dispnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan
yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan.
Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji
respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila
ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
2)

berkaitan dengan tingkat aktivitas.


Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis,
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut
atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan
energi, juga membantu keseimbangan antara suplai

3)

dan kebutuhan oksigen.


Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas

Dx III : Nyeri
Kriteria hasil
1) Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
3) Mengikuti regimen farmakologi
Intervensi keperawatan
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala, mis : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan
leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan
imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.

Rasional :

Tindakan yang menurunkan tekanan vascular


serebral dan yang memperlambat/memblok respons
simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala

3)

dan komplikasinya.
Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, mis : mengejan saat BAB, batuk
panjang, membungkuk.
Rasional : Aktivitas

yang

menyebabkan

meningkatkan
sakit

kepala

vasokontriksi
pada

adanya

peningkatan tekanan vaskular serebral.


4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan
dengan sakit kepala. Pasien juga dapat mengalami
episode hipotensi postural.
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur
bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah
dilakuakan untuk menghentikan perdarahan.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum. Kompres hidung
dapat mengganggu menelan atau membutuhkan
napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi
6)

sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.


Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian
analgatik,diazepam.
Rasional : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsangan

sistem

saraf

simpatis.

Dapat

mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang


diperberat oleh stres.
Dx IV : Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Kriteria hasil
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.

2) Menunjukkan perubahan pola makan (mis : pilihan makanan,


kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
3) Melakukan/mempertahankan program olah raga yang tepat

1)

secara individual.
Intervensi keperawatan
Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
Rasional : Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan
darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas
aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan

2)

dengan peningkatan massa tubuh.


Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasional :
Kesalahan kebiasaan makanan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan, yang
merupakan predisposisi untuk hiprtensi dan
komplikasinya, misalnya stroke, penyakit ginjal,
gagal

jantung.

Kelebihan

masukan

garam

memperbanyak volume cairan intravaskular dan


dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk
hipertensi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional : Motivasi untuk penurunan berat badan adalah
internal.

Individu

harus

berkeinginan

untuk

menurunkan berat badan, bila tidak maka program


sama sekali tidak berhasil.
4) Kaji ulang pemasukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional :
Mengidentivikasi kekuatan/kelemahan dalam
program

diet

terakhir.

Membantu

dalam

menentukan
5)

kebutuhan

individu

untuk

penyesuaian/penyuluhan.
Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan
pasien, mis : penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
Rasional : Penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500
kalori/hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg/minggu. Penurunan berat badan yang
lambat

mengindikasikan

kehilangan

lemak

melalui kerja otot dan umumnya dengan cara


6)

mengubah kebiasaan makan.


Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan.
Rasional : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang dimakan, dan kondisi emosi saat makan.
Membantu untuk memfokuskan perhatian pada
faktor

7)

mana

pasien

telah/dapat

mengontrol

perubahan.
Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari
makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur,
eskrim, daging) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur,
produk kalengan, jeroan).
Rasional : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol

penting

dalam

mencegah

perkembangan aterogenesis.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional :
Memberikan konseling dan bantuan dengan
memenuhi kebutuhan diet individual.
Dx V : Koping individu inefektif
Kriteria hasil
1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya.

2) Menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi.


3) Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil
4)

langkah untuk menghindari/mengubahnya.


Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping

efektif.
Intervensi keperawatan
1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku, mis: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola
hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik, dan
mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam
kehidupan sehari hari.
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD
3)

diastolik.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama
dalam mengubah respons seseorang terhadap

4)

stresor.
Libatkan pasien dalam perancanaan perawatan dan beri
dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri
yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan
koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam
regimen terapeutik.

5)

Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup.


Tanyakan pertanyaan seperti apakah yang anda lakukan
merupakan apa yang anda inginkan?
Rasional : fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada
relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang
diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk
kontrol, dan fokus keluar dapat mengarah pada
kurang

6)

perhatian

pada

kebutuhan-kebutuhan

personal.
merencanakan perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk
menyesuaikan, ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.
Rasional : perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistik untuk menghindari rasa tidak menentu

dan tidak berdaya.


Dx VI : Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit
Kriteria hasil
1) menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
2)

pengobatan.
Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan

komplikasi yang perlu diperhatikan.


3) Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi keperawatan
1)

Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang


terdekat.
Rasional : kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena
perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati
mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.

2)

Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang


hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal
dan otak.
Rasional : memberikan dasar untuk pemahaman tentang penin
gkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang
sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi
dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk
memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan

3)

meskipun ketika merasa sehat.


Hindari mengatakan TD normal dan gunakan istilah
terkontrol dengan baik saat menggambarkan TD pasien
dalam batas yang diinginkan.
Rasional :
karena pengobatan untuk hipertensi adalah
sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian
ide terkontrol akan membantu pasien untuk
memahami

4)

kebutuhan

untuk

melanjutkan

pengobatan/medikasi.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardiovaskular yang dapat diubah, mis: obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup mononton, merokok
dasn minum alkohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur), pola
hidup penuh stres.
Rasional :
faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan
hubungan

5)

dalam

menunjang

hipertensi

dan

penyakit kardiovaskular serta ginjal.


Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara
dimana perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk
mengurangi faktor-faktor diatas.

Rasional : Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses


penyakit atau memperburuk gejala. Dengan
mengubah pola perilaku yang biasa/memberikan
rasa aman dapat sangat menyusahkan. Dukungan,
petunjuk

dan

empati

dapat

meningkatkan

keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas


6)

ini.
Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien
dalam membuat rencana untuk berhenti merokok.
Rasional : Nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin,
mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung,
TD, dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi
jaringan,

7)

dan

meningkatkan

beban

kerja

miokardium.
Beri penguatan pentingnya kerja sama dalam regimen
pengobatan dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut.
Rasional : kurangnya kerja sama adalah alasan umum
kegagalan terapi antihipertensif. Oleh karenanya,
evaluasi yang berkelanjutan untuk kepatuhan
pasien

adalah

penting

untuk

keberhasilan

pengobatan. Terapi yang efektif menurunkan


insiden stroke, gagal jantung, gangguan ginjal dan
8)

kemungkinan MI.
Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan TD mandiri.
Evaluasi pendengaran, ketajaman penglihatan dan keterampilan
manual serta koordinasi pasien.
Rasional : Dengan mengajarkan pasien atau orang terdekat
untuk memantau TD adalah meyakinkan untuk

pasien, karena hasilnya memberikan penguatan


9)

visual/positif akan upaya pasien.


Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana,
memudahkan untuk minum obat.
Rasional : Dengan mengnidividualsisasikan jadwal pengobatan
sehingga

sesuai

dengan

kebiasaan/kebutuhan

pribadi pasien dapat memudahkan kerja sama


dengan regimen jangka panjang.
10) Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional,
dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang
merugikan, dan idiosinkrasi.
Rasional : Informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek
samping adalah umum dan sering menghilang
dengan

berjalannya

waktu

dengan

demikian

meningkatkan kerja sama rencana pengobatan.


11) Sarankan untuk mengubah posisi, olah raga kaki saat berbaring.
Rasional : Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat
ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiri
terlalu lama.
12) Rekomendasikan untuk menghindari mandi air panas, ruang
penguapan, dan penggunaan alkohol yang berlebihan.
Rasional : Mencegah vasodilatasi yang tak perlu dengan bahaya
efek samping yaitu pingsan dan hipotensi.
13) Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi
perawatan sebelum menggunakan obat-obatan yang diresepkan
atau tidak diresepkan.
Rasional : tindak kewaspadaan penting dalam pencegahan
interaksi obat yang kemungkinan berbahaya. Setiap
obat yang mengandung stimulan saraf simpatis

dapat meningkatkan TD atau dapat melawan efek


14)

antihipertensif.
Instruksikan pasien tentang

peningkatan

masukan

makanan/cairan tinggi kalium, mis: jeruk, pisang, tomat,


kentang, aprikot, kurma, buah ara, kismis, gatorade, sari buah
jeruk, dan minum yang mengandung tinggi kalsium, mis: susu
rendah lemak, yogurt atau tambahan kalsium sesuai indikasi.
Rasional :
Diuretik dapat menurunkan kadar kalium.
Penggantian diet lebih baik dari pada obat dan
semua

ini

kekurangan.

diperlukan
Beberapa

untuk

memperbaiki

penelitian

menunjukkan

bahwa mengkonsumsi kalsium 400-200 mg per hari


dapat

menurunkan

TD

sistolik

dan

diastolik.memperbaiki kekurangan mineral dapat


juga mempengaruhi TD.
15) Jelaskan rasional regimen diet yang diharuskan (biasanya diet
rendah natrium, lemak jenuh, dan kolesterol).
Rasional : kelebihan lemak jenuh, kolesterol, natrium, alkohol,
dan kalori telah didefinisikan sebagai resiko
nutrisi dalam hipertensi. Diet rendah lemak dan
tinggi lemak poli-tak jenuh menurunkan TD,
kemungkinan

melalui

keseimbangan

prostaglandin, pada orang-orang normotensif dan


hipertensi.
16) Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium,
(mis; garam meja, makanan bergaram, daging dan keju olahan,
saus, sup kaleng, dan sayuran, soda kue, baking powder, MSG).

Tekankan pentingnya membaca label kandungan makanan dan


obat yang dijual bebas.
Rasional : Diet rendah garam selama dua tahun mungkin sudah
mencukupi untuk mengontrol hipertensi sedang
atau mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan.
17) Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein,
mis: kopi, the, cola, coklat.
Rasional :
kafein adalah stimulan jantung dan dapat
18)

memberikan efek merugikan pada fungsi jantung.


Tekankan pentingnya perencanaan/penyelesaian periode
istirahat harian.
Rasional : Dengan menyelingi istirahat dan aktivitas akan
meningkatkan

toleransi

terhadap

kemajuan

aktivitas
19) Anjurkan pasien untuk memantau respons fisiologis sendiri
terhadap aktivitas (mis; frekuensi nadi, sesak napas) laporkan
penurunan toleransi terhadap aktivitas, dan hentikan aktivitas
yang menyebabkan nyeri dada, sesak napas, pusing, keletihan
berat, atau kelemahan.
Rasional : Keterlibatan pasien dalam memantau toleransi
aktivitasnya sendiri penting untuk keamanan
dan/atau

memodifikasi

aktivitas

kehidupan

sehari-hari.
20) Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri
seperti olahraga aerobik (berjalan, berenang) yang pasien
mampu lakukan. Tekankan pentingnya menghindari aktivitas
isometrik.
Rasional : Selain membantu menurunkan TD, aktivitas aerobik
merupakan alat menguatkan sistem kardiovaskular.

Latihan isometrik dapat meningkatkan kadar


katekolamin serum, akan lebih meningkatkan TD.
21) Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan
dukungan

pasien

dalam

membuat

perubahan

pola

hidup.lakukan untuk rujukan bila ada indikasi.


Rasional : Sumber-sumber dimasyarakat seperti Yayasan
Jantung

Indonesia,

coronary

club.

Klinik

berhenti merokok, rehabilitasi alkohol, program


penurunan berat badan, kelas penanganan stres, dan
pelayanan konseling dapat membantu pasien dalam
upaya mengawali dan mempertahankan perubahan
pola hidup.
(Doenges Marilynn, dkk. 2000)
h. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping. (Nursalam 2001)
i. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan yang sudah berhasil di capai. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
(Nursalam 2001)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta, EGC.

Doenges, Marlynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta,


EGC.

Nursalam, 2001. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta, Salemba


Medika.

Price Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Edisi 6. Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Brunner dan Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, vol. 2, edisi 8.


Jakarta, EGC.

Sani Aulia, 2008. Hypertension. Jakarta, Medya Crea.

Muttaqin Arif,2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler Dan Hematologi, Jakarta: Salemba Medika

Syaifuddin. H, 2006. Anatomi Fisiologi, Edisi 3. Jakarta, EGC.

Baradero Mary, 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler,


Jakarta, EGC.

Ade Dian, 2002. Internet. Insiden Hipertensi. www. Com (di akses tanggal 22
Januari 2011).

Siska Viatyasari, 2008. Internet. Sistem Saraf Perifer. www. Com. (akses 21
Februari 2011)

Srikandi Putri, 2009. Internet. Anatomi Jantung.www.com (31 januari 2011)

Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Tambahkan komentar
6.
Jun
24

Masa Nifas
Masa Nifas

A. Definisi

Masa nifas (pueperium)

adalah setelah

kelahiran placenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.


Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

B. Tujuan asuhan masa nifas


1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologik
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif mendekati maslaah, mengobati
3.

atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi


Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi,
keluarga berencana menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan

perawatan bayi yang sehat


4. Memberikan pelayanan keluarga berencana

C. Perubahan-perubahan fisiologis
1. Involusi rahim
Setelah placenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
Selama 2 hari berikutya, besarnya tidak seberapa berkurang, tetapi
sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat, sehingga pada hari ke 10
tidak teraba lagi dari luar. Setelah 6 minggu tercapai lagi . Ukurannya
yang normal. Sesudah placenta lahir beratnya rahim 1000 gr seminggu
kemudian

500 gr, 2 minggu post partum 375

gr dan pada

akhir

puerperium 50 gr. Involusi terjadi karena masing-masing sel menjadi

lebih kecil, karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang. Involusi


disebabkan oleh proses aufolysis, pada mana zat protein dinding rahim
dipecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang dengan kencing. Sebagai bukti
bahwa kadar nitrogen dalam air kencing sangat tinggi.
Pelepasan placenta dan selaput janin dan dinding rahim terjadi pada
stratum spongosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak bahwa lapisan
atas dari startum spongiosum yang tingga; menjadi nekrosis sedangkan
lapisan bawahnya yang berhubungan dengan lapisan otot terpelihara
dengan baik.
Bagian yang nekrosis dikeluarkan dengan lochia sedangkan lapisan
yang sehat menghasilkan endometrium yang batu. Epitel baru terjadi
dengan prolifesasi. Kelnajr-kelanjat sedangkan stroma baru dibentuk dari
jaringan ikat dinatra kelenjar-kelanjar, epitalisasi siap dalam 10 hari,
kecuali pada tempat placenta dimana epitalisasi memakan waktu 3
minggu.

2. Involusi tempat placenta


Setelah persalinan tempat placenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Degan
cepat luka ini mengecil pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm
dan pada akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas bekas luka placenta
mengandung

banyak pembuluh darah besar

yang tersumbat oleh

thrombus. Biasa luka yang sedemikian sembuh dengan menjadi parut

tetapi luka bekas placenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena luka ini dengan cara yang sangat luar biasa yang dibawah luka
ada pertumbuhan endometrium baru. Endometrium ini tumbuh di pinggir
luka dan juga dan sisa kelenjar pada dasar luka
3. Pembuluh darah rahim
Dalam

kehamilan uterus mempunyai banyak pembuluh-

pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak


diperlukan lagi peredaran yang banyak maka arteri harus mengecil lagi
dalam nifas. Orang menduga bahwa pembuluh-pembuluh darah yang besar
tersumbat karena perubahan-perubahan pada dindingnya dan diganti oleh
pembuluh-pembuluh darah yang kecil.

4. Perubahan pada cerviks dan vagina


Beberapa hari setelah persalinan, ostium
dilalui oleh

eksternum dapat

2 jari pinggir. Pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak,

karena robekan dalam persalinan, pada akhir minggu pertama hanya dapat
dilalui oleh

11 jari saja. Pada cerviks terbentuk sel-sel otot baru.

Karena retraksi dari cerviks, robekan cerviks menjadi sembuh. Vagina


yang sangat renggang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuranukurannya yang normal.

5. Dinding perut dan peritoneum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang


begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadangkadang pada wanita tang athenis terjadi diastasis

dari otot rectus

abdominalis sehingga sebagian dari dinding perut digaris tengah hanya


tediri dari peritoneum. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau
mengejan.

6. Saluran kencing
Dinding

kandung kencing memperlihatkan

odema dan

hyperademia. Kadang-kadang odema dari trigonum, menimbulkan


obstruksi dan uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing
dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga
kandung kencing penuh atau sesudah kencing penuh

atau sesudah

kencing masih tinggal urine residual. Sisa urine ini dan

trauma. Pada

dinding

kandung kemih waktu persalinan memudahkan terjadinya

infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam 2 minggu.

7. Laktasi
Masing-masing buah dada terdiri dari 15-24 lobi. Tiap lobus
terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari acini. Acini ini menghasilkan air
susu. Tiap lobulus mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu.
Saluran-saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap

lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke


puting susu dimana masig-masing bermuara.
Keadaan buah dada pada 2 hari, pertama nifas sama dengan
keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung
susu, melainkan coloctum terdiri yang dapat dikeluarkan dengan memijat
areola mammae cairan kolostum terdiri dari albumin yang membeku
kalau

dipanaskan. Dibandingkan dengan air susu. Kolostrum lebih

banyak mengandung protein dan garam, gulanya sama tetapi lemaknya


kurang. Dalam colostrum terdapat globulin yang mengandung antibodies.
Air susu warnannya putih kekuning-kuningan reaksinya alkalis
BD 1.026-1.036

Susunan air susu, kurang lebih :


-

Protein
Lemak
Gula :
Garam

:
1-2 %
:
3-5 %
6,5-8 %
:
0,1-0,2 %

Susunan ini berbeda tiap ibu-ibu dan pada seorang ibupun


berbeda-beda dari waktu ke waktu

D. Klinik nifas

Suhu badan dalam nifas hendakya normal, apabila 380 C dianggap


sebagai tanda ifeksi demam biasanya disebabkan oleh infeksi nifas, nadi cepat
banyak terdapat karena ibu bayak kehilangan darah
Lochia adalah rabas/bekuan darah kecil dari uterus yag keluar setelah
bayi lahir, mula-mula berwarna merah kemudian berubah menjadi merah tua
atau merah coklat.
Macam-macam lochia:
1. Lochia rubra
Pengeluaran sampai paa hari kedua yang mengandung darah dan debris
decidua serta debris trofoblastik
2. Lochia serosa
Pengeluaran pada hari ke 3-4 yang mengandung darah lama, serum
leukosit dan debris jaringan. Berwarna merah muda atau coklat.
3. Lochia alba
Pengeluaran pada hari ke 10 yag mengandung leukosit, decidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri, berwara kuning sampai putih
E. Perawatan dalam nifas
1. Early
Ibu dibolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam post partum

Keuntungan early ambulation yatu penderita merasa lebih sehat dan lebih
kuat, faal usus dan kandung kemih lebih baik
2. Diet
Ibu diberi gizi yang cukup yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitaminvitamin, mineral dan air
3. Suhu
Awasi tanda-tanda ifeksi
4. Miksi
Tiap penderita disuruh kencing 6 jam post partum. Kalau dalam 8 jam
post partum belum dapat kencing atau sekali kencing belum melebihi
100 cc, maka dilakukan kateterisasi
5. Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi clysma
air sabun atau glycerine
6. Perawatan payudara
Puting susu harus dibersihkan dengan air masak
7. Follow up
6 minggu setelah persalinan ibu dianjurkan untuk memeriksakan diri
kembali

8. Keluarga berencana
Pil KB dapat mempegaruhi air susu biasanya ditawarkan IUD atau
sterilisasi

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Jansen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta. EGC,


2004

Barbara R, Staright, Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Edisi 3 Jakarta EGC 2004

Hamilton Persis Mary. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Jakarta EGC 1995

Ida bagus Gde Manuaba Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta EGC.1998

Marilyn E. Doenges. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2 Jakarta EGC 2001

Diposkan 24th June 2012 oleh Verlando Kaligis


0

Tambahkan komentar

Memuat
Template Dynamic Views. Gambar template oleh A330Pilot. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai