Anda di halaman 1dari 7

Penatalaksanaan

1. Primary survey
a. Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian akan adanya obstruksi
3) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
4) Bersihkan airway dari benda asing.
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian :
1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi
2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks bilateral
Management:
1) Pemberian oksigen
2) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang
dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
3) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
berat akibat fraktur costae
a) Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan
di sekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta costacosta di atas dan di bawah yang cedera
b) Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara
tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai
pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru
4) Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan.
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian
1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2) Mengetahui sumber perdarahan internal

3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak


diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi
masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah
Management:
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (BGA).
3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat
4) Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap
pemberian cairan awal.
5) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
d. Disability
1) Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi.
e. Exposure/environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
2. Tambahan primary survey
a. Pasang monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
e. Pemeriksaan rontgen standar
f. Lab darah
3. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi
tanda-tanda syok.
4. Secondary survey
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan maksilofasial
2) Vertebra servikal dan leher
3) Thorax

4)
5)
6)
7)
8)

Abdomen
Perineum
Musculoskeletal
Neurologis
Reevaluasi penderita

5. Rujuk
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan
serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
6.

Penatalaksanaan umum untuk fraktur


Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan
fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup,
traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk reduksi fraktur bergantung
pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang
digunakan dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif untuk
menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna yang digunakan berupa pin, kawat,
sekrup, plat. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan
Torakotomi karena sebab lain seperti hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan fragmen
tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, untuk itu
pasien dengan fraktur iga dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk
sementara waktu. Perawat berpartisipasi membantu segala aktivitas perawatan
mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak dianjurkan dilakukan pembebatan karena
dapat mengganggu mekanisme bernapas.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta stabilisasi
fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi secara bertahap
dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga tahap pemulihan fungsi organ terjadi.

Penatalaksanaan Hematothoraks

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan,


dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks
adalah
1. Resusitasi cairan. Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah
dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi bersamaan dengan pemberian
infus dipasang pula chest tube ( WSD ).
2. Pemasangan chest tube ( WSD ) ukuran besar agar darah pada toraks tersebut dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku didalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup
banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube
kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah / cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur
diafragma traumatik. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air.
Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural /
cavum pleura.
1. Macam WSD adalah :
WSD aktif : continous suction, gelembung berasal dari udara sistem.
WSD pasif : gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
Pemasangan WSD :
Setinggi SIC 5 6 sejajar dengan linea axillaris anterior pada sisi yang sakit .
1) Persiapkan kulit dengan antiseptik
2) Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela
iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.

3) Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura


4) Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis
5) Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari
melukai pembuluh darah di bagian bawah iga
6) Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi
pleura dan perlebar lubangnya
7) Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan
ke dalam kulit
8) Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi
dengan satu jahitan.
9) Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa
dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup
dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage
tertutup air
10) Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage.
3. Thoracotomy.
Torakotomi dilakukan bila dalam keadaan`:
1. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar
penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
2. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi
perdarahan tetap berlangsung terus.
3. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam
waktu 2 4 jam.
4. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka
di daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan

diperlukannya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah


besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama
penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube
dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang
akan diberikan. Warna darah ( artery / vena ) bukan merupakan indikator yang baik
untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
Torakotomi sayatan yang dapat dilakukan di samping, di bawah lengan
(aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring
dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara
(anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan
antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong
tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25
cm.

Daftar Pustaka
Anonim.2012. fraktur iga . (Online) http://www.docstoc.com/docs/142131948/Secara-garis-besarpenyebab-fraktur-costa-dapat-dibagi-dalam-2-kelompok di akses 3 Nopember 2013
Rusuk dan sternum. Trauma dada yang disebabkan karena fraktur pada tulang rusuk
atau tulang sternum; berada pada peringkat nomer 4 dari 8 jenis fraktur yang sering
terjadi. Dada mungkin diimmobilisasi dengan perban elastik atau sabuk dada. Meskipun
hal ini jaramg digunakan karena dapat mengganggu pernafasan dan membatasi
pergerakan paru paru saat bernafas. Kemungkinan yang terjadi pada fraktur tulang
rusuk dan tulang sternum adalah potensial tertusuknya paru paru, jamtung, atau arteri
oleh pecahan tulang. Fraktur pada rusuk bagian bawah dapat merusak organ
dibawahnya seperti hati, limpa, atau ginjal.

Penatalaksanaan umum untuk fraktur


Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Metode untuk

mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang digunakan dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif untuk menghindari cacat
permanen. Alat fiksasi interna yang digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi
Operasi (stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti
hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur
iga dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat
berpartisipasi membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta stabilisasi fungsi organ
selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi secara bertahap dilakukan aktifitas fisik
yang ringan hingga tahap pemulihan fungsi organ terjadi.

Anda mungkin juga menyukai