4. Pengkajian Luka
1. Riwayat
2. Kedalaman Luka
3. Estimasi Area Permukaan Tubuh
4. Cedera Non-kecelakaan
1. Riwayat/Dokumentasi
a. Penyebab luka bakar: api, listrik, kimia
b. Waktu cedera
c. Tindakan pertolongan pertama
d. Trauma lain
e. Riwayat medis: obat/alergi/riwayat vaksinasi
f. Manajemen awal
g. Komunikasi/saran daru NBC/RBU
2. Kedalaman Luka Bakar; Klasifikasi ANZBA
i. Epidermal
Contoh: sinar UV, kilat sangat singkat
Penampilan: kering dan merah, memucat dengan tekanan,
tidak ada lecet
Sensasi: mungkin nyeri
Waktu penyembuhan: dalam 7 hari
Parut: tidak ada
ii. Superficial dermal
v. Full thickness
vi.
A. Airway
a. Bersihkan obstruksi dengan menggunakan tangan dan
mengangkat dagu (pada pasien tidak sadar)
b. Lindungi jalan nafas dengan jalan nafas orofaringeal atau
nasofaringeal (pada pasien tidak sadar)
c. Jalan nafas defenitif (akses langsung melalui oksigenasi
intratrakeal) dindikasikan pada: apneal (risiko) obstruksi jalan
nafas atas/ (risiko) aspirasi/memerlukan ventilasi mekanik,
selang orotrakeal dan selang nasotrakeal.
d. Jalan nafas dengan pembedahan (krikotiroidotomi) diindikasikan
pada: trauma maksilofasial/disrupsi laring/gagal intibasi
B. Breathing/ pernafasan
a. Berikan suplemen O2
b. Nilai frekuensi nafas/ masuknya udara rontgen simetris/
pergerakan dinding pada toraks simetris/posisi trakea
c. Pantau dengan oksimetri nadi dan observasi
C. Circulation/sirkulasi
a. Nilai frekuensi nadi dan karakteristiknya/ rontgen tekanan
darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi pelvis jantung/bukti hilangnya
darah
b. Ambil darah dengan cross match, DPL dan ureum + elektrolit
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III
biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan
untuk mengetahui permeabilitas vaskular dengan monitoring nilai
CVP yang semakin meningkat
8) Perawatan luka :
1. Pengkajian primer
1) Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan
yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang
diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan.
Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan
pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan
pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas
yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut
dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal,
endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal,
intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan
jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun
pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan
indikasi dan pilihan.
2) Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait
keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi,
wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret
banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah
mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran
masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10
L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia
(dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
b. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air
adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah
dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan
melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini
dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa
pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa.
Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial
terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan
pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut
menggunakan steroid.
d. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas
dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh
sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan
dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain
bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik
untuk melakukan evaluasi jalan nafas.
e. Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin.
Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase
akut antara lain:
a) Pengaturan posisi
b) Melatih reflek batuk
c) Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan
secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih
kooperatif
f. Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan
distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem
pernafasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan
volume kontrol.
3) Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya
capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan
pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan
untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi
a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur
menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini
penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan
pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral
dan merupakan parameter dalam menggambarkan informasi
volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana,
penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang
tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler
membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan
yang berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan
menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan CVP.
2. Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)
Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)
Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis
perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu:
11) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
12) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti
adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes,
hipertensi, gagal ginjal, dll)
13) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya
dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui
permeabilitas vaskular dengan monitoring nilai CVP yang semakin
meningkat
14) Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen
sesuai kebutuhan
b. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c. Selimuti pasien dengan selimut steril
8) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9) Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi
pasien)
10) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan
tube setiap hari
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang
tumbuh pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali
jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan
menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah
luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan
jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka
(gunakan cradle bed)
1) Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)
a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat
i.v., pertimbangan selang nasogastric (nasogastric tube, NGT),
berikan profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka
bakar x berat badan dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6
aliquot cairan selama 36 jam pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6,
6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar. Biasanya menggunakan
larutan koloid, albumin atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
2) Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)
a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada
lingkungan khusus yang bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan
klorheksidin atau silver sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.