Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan besar dalam

pengertian, diagnosis serta klasifikasi hepatitis B kronik. Perubahan ini sangat besar
pengaruhnya terhadap penatalaksanaan pasien. Salah satu yang mendasar adalah
tentang perubahan definisi hepatitis B kronik. Pada saat ini definisi hepatitis B kronik
adalah adanya persistensi virus hepatitis B (VHB) lebih dari 6 bulan, sehingga
pemakaian istilah carrier sehat (healty carrier) tidak dianjurkan lagi. Hepatitis B kronik
merupakan masalah kesehatan besar terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya
75% dari seluruhnya 300 juta individu HBSAG positif menetap di seluruh dunia. Di Asia
sebagian besar pasien B kronik mendapat infeksi pada masa ini tidak mengalami
keluhan ataupun gejala sampai akhirnya terjadi penyakit hati kronik. perinatal.
Kebanyakan pasien PATOGENESIS PERSISTENSI VHB Virus hepatitis B (VHB)
masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke
dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi
dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBSA9 bentuk bulat dan tubuler, dan
HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respons imun
tubuh, yang pertama kali dirangsang adalah respons imun nonspesifik (innate immune
response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit
sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu
dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut
diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel
limfosit B. Aktifasi sel T CD8+ terjadi

setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB- MHC kelas yang
ada pada permukaan | dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting
Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami
kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB
yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran
respons imun adalah peptida kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya
akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi
tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan mnyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga terjadi eliminasi
virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma
dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme
nonsitolitik). Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah
netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan
demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB
bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada pasien Hepatitis B
Kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan
metode pemeriksaan biasa karena anti-H Bs bersembunyi dalam kompleks dengan
HBSAG. Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang
menetap. Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat disebabkan
oleh faktor virus ataupun faktor pejamu. Faktor virus antara lain: terjadinya
imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak
memproduksi HBeAg, integrasi genom VHB dalam genom sel hati. Faktor pejamu
antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi te hadap antigen
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin atau
hormonal. Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk VHB dalam
persistensi VHB adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang
dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan
adanya imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh anin mendahului
invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh
kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus. Persistensi infeksi VHB
dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari DNA yang menyebabkan
tidak dapat diproduksinya HBeAg. Tidak adanya HBeAg pada mutan tersebut akan
menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.

PERJALANAN PENYAKIT HATI

Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan tetap HBsAg
positif sepanjang hidupnya dan menderita Hepatitis B Kronik, sedangkan hanya 5%
individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami persistensi infeksi. Persistensi
VHB menimbulkan kelainan yang berbeda pada individu yang berbeda, tergantung dari
konsentrasi partikel VHB dan respons imun tubuh. Interaksi antara VHB dengan
respons imun tubuh terhadap VHB, sangat besar peranrya da lam menentukan derajat
keparahan hepatitis. Makin besar respons imun tubuh terhadap virus, makin besar pula
kerusakan jaringan hati, sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus tersebut maka
tidak terjadi kerusakan hati. Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit Hepatitis B
Kronik yaitu fase imunotoleransi, fase imunoaktif atau fase immune clearance,dan fase
nonreplikatif atau fase residual. Pada masa anak-anak atau pada masa dewasa muda,
sistem imun tubuh toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat
sedemikian tingginya, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam keadaan
itu VHB ada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif,
anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan konsentrasi ALT yarg relatif normal. Fase ini
disebut fase imunotoleransi. Pada fase imunotoleransi sangat jarang terjadi
serokonversi HBeAg secara spontan, dan terapi untuk menginduksi serokonversi
HBeAg tersebut biasanya tidak efektif. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi
VHB akibat terjacinya replikasi VHB

yang berkep anjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun terhadap
VHB Fase ini disebut Fase imunoaktif atau immune clearance Pada fase ir tubuh
berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi
VHB Pada fase imunoaktif serokonversi HBEAG baik secara spontan maupun karena
terapi lebih sering terjadi Sisanya, sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilanc kan sebagian besar partikel VHB tanpa ad kerusakan sel hati yang berarti.
Pada keadaan ini, titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan anti-
HBe yang menjadi positif konsentrasi ALT yang normal, yang menandai terjadinva atau
fase residual. Sekitar 20-30 % secara spontan, serta fase nonreplikatif pasien Hepatitis
B Kronik dalam fase residual danat menga ami reaktivasi dan menyebabkan
kekambuhan Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu terjadi
serokonversi HBeAg positif menjadi anti. HBejustru sudah terjadi sirosis. Hal ini
disebabkan karena terjadinya fibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada kekambuhan
yang berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi tersebut Dalamifase residual,
replikasi VHB sudat mencapai titik minimal dan penelitian menunjukkan bahwa angka
harapan hidup pada pasien yang anti-HBe positif lebih tinggi dibandingkan pasien
HBeAg positif. Penelitian menunjukkan bahwa setelah infeksi Hepatitis B menjadi
tenang justru risiko untuk terjadi karsinoma hepatoselular (KHS) mungkin meningkat.
Sebagai contoh, Onata melaporkan dari 500 pasien KHS 53 orang (11%) menunjukkan
HBsAg yang positif. Dar jumlah ini, 46 (87% ) anti-HBe positif dan 30% HBeAg positif.
Diduga integrasi genom VH ke dalam genom sel hati merupakan proses yang pentg
dalam karsinogenesis. Karena itu, terapi anti virus harus diberikan selama mungkin
untuk mencegah sirosiS tap di samping itu juga sedini mungkin untuk mencegah
integrasi genom VHB dalam genom sel hati yang dapat berkembang menjadi KHS.

HBEAG PADA HEPATITIS B KRONIK Parameter untuk mengukur replikasi VHB yang
biasa dipakai adalah HBeAg dan anti-HBe serta konsentrasi DNA VHB. Ada 2
kelompok pemeriksaan DNA VHB yang lazim dipakai yaitu metode hibridisasi dan
amplifikasi sinyal (non PCR) dan PCR. Belakangan ini banyak dipakai metode PCR
kuantitatif. Pada saat ini nilai DNA VHB yang dipilih sebagai kriteria dignostik hepatitis B
kronilk adalah 105 kopi/ml yang merupakan batas kemampuan deteksi metode non
PCR. Metode non amplifikasi mempunyai kepekaan sampai 105-106 kopi/ml, sedana

PCR mempunyai kepekaan 10-100 kopi/ml. Pada fase replikatif nilai DNA VHB lebih
besar dari 105 kopi/ml. Dengan demikian bila DNA VHB tidak bisa dideteksi dengan
metode non PCR maka infeksi VHB dianggap sudah tidak aktif. Dalam keadaan normal,
pada fase replikatif didapatkan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif dan anti-
HBe negatif serta konsentrasi DNA VHB yang tinggi. Pada sekelompok pasien dengan
HBeAg negatif dan bahkan anti-HBe positif dapat pula dijumpai konsentrasi DNA VHB
dengan titer yang masih tinggi (> 100.000 atau 105 kopi/ml) dengan tanda-tanda
aktivitas penyakit. Pada kelompok pasien tersebut didapatkan mutasi pada daerah
precore dari genom VHB yang menyebabkan HBeAg tidak bisa diproduksi. Mutasi
tersebut dinamakan mutasi precore. Berdasarkan status HBeAg, hepatitis B kronik
dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg
negatif. Hepatitis B kronik HBeAg negatif sering ditandai dengan perjalanan penyakit
yang berfluktuasi dan jarang mengalami remisi spontan. Karena itu pasien dengan HBe
negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan indikasi terapi antivirus. Pada
pasien dengan infeksi VHB Anutan precore mungkin masih ada sisa-sisa VHB tipe liar
yang belum mengalami mutasi.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis Hepatitis B Kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus tidak
didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal.
Pada sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali atau tanda-
tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya eritema palmaris dan spider nevi, serta
pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT walaupun
hal itu tidak selalu didapatkan. Pada umumnya didapatkan konsentrasi bilirubin yang
normal. Konsentrasi albumin serum umumnya masih normal kecuali pada kasus-kasus
yang parah.

Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan menjadi 2


yaitu:

1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif). HBSAG positif dengan
DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau
intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Pada biopsi
hati didapatkan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien
dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan hepatitis B kronik HBeAg
negatif.

2. Carrier VHB Inaktif (Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini H BsAg positif
dengan titer DNA VHB
yang rendah yaitu kurang dari 105 kopi/ml. Pasien menunjukkan konsentrasi ALT
normal dan tidak didapatkan keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan
jaringan yang minimal. Sering sulit membedakan Hepatitis B Kronik HBe negative
dengan pasien carrier VHB inaktif karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang
dilakukan secara rutin. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan ALT berulang
kali untuk waktu yang cukup lama.

Pemeriksaan biopsi untuk pasien Hepatitis B Kronik sangat penting terutama untuk
pasien dengan HBEAG positif dengan konsentrasi ALT 2 x nilai normal tertinggi atau
lebih. Biopsi hati diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dan untuk meramalkan
prognosis serta kemungkinan keberhasilan terapi (respons histologik). Sejak lama
diketahui bahwa pasien Hepatitis B Kronik dengan peradangan hati yang aktif
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami progresi, tetapi gambaran histologik yang
aktif juga dapat meramalkan respons yang baik terhadap terapi imunomodulator atau
antivirus.

GAMBARAN HISTOPATOLOGIK HEPATITIS B KRONIK

Pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma,
dapat terjadi fibrosis yang makin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penya kit.
Sel radang dapat masuk ke dalam lobulus sehingga terjadi erosi limiting plate, sel-sel
hati dapat mengalami degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic
bodies). Pada pasien hepatitis B kronik jarang didapatkan gambaran kolestasis. Untuk
menilai derajat keparahan hepatitis dahulu gambaran histopatologik hepatitis B kronik
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1). Hepatitis kronik persisten (HKP) adalah infiltrasi
sel-sel mononuklir pada daerah portal dengan sedikit fibrosis, limiting plate masih utuh,
tidak ada piecemeal necrosis. Gambaran ini sering didapatkan pada carrier
asimtomatik; 2). Hepatitis kronik aktif (HKA) adalah adanya infiltrat radang yang
menonjol, yang terutama terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat di daerah
portal. Infiltrat peradangan ini masuk sampai ke dalam lobulus hati dan menimbulkan
erosi limiting plate dan disertai piecemeal necrosis. Gambaran ini sering tampak pada
carrier yang sakit (simtomatik); 3). Hepatitis Kronik Lobular (HKL), sering dinamakan
hepatitis akut yang berkepanjangan. Gambaran histologik mirip hepatitis akut tetapi
timbul lebih dari 3 bulan. Didapatkan gambaran peradangan dan nekrosis intra- lobular,
tidak terdapat piecemeal necrosis dan bridging serta untuk menentukan prognosis,
necrosis.

Klasifikasi di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun oleh para ahli di seluruh dunia
tetapi ternyata kemudian tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya
sering overlapping. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan
yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell
pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada tabel 1 Dengan demikian skor HAI yang
mungkin adalah 0-18. Pada tabel 2 dapat dilihat hubungan antara skor indeks aktivitas
histologik dengan derajat hepatitis kronik.

Anda mungkin juga menyukai