PENDAHULUAN
berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara. 1,3
merupakan salah satu organ yang paling sering merupakan sasaran reaksi
reaksi alergik yang dapat menimbulkan kelainan kulit terutama adalah tipe I
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
reaksi alergi adalah reaksi berlebihan sistem imun terhadap suatu zat yang terjadi
2.2 Etiologi
Pada reaksi tipe I atau reaksi alergi muncul akibat paparan terhadap
bahan yang tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut
1,2
allergen. Hipersensitivitas dapat terjadi karena vasodilatasi disertai
permeabilitas kapiler yang meningkat akibat pelepasan histamine dari sel mast
dan basofil. Sel mast adalah sel efektor utama pada urtikaria, dan mediator lain
a) Faktor imunologik
makanan. 1,2
2
- Aktifitas Komplemen jalur klasik maupun alternative,
Beberapa bahan kimia (golongan amin dan derivat amidin) dan obat-
asetilkolin yang dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, faktor fisik berupa
panas, dingin, stres dan sinar matahari juga dapat secara langsung
c) Idiopatik,
2.3 Patogenesis
imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma,
dermatitis atopi.1,4
3
Gambar 1.Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 12,3
(Sumber diambil dari kepustakaan 1 dan 2)
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang
dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil ( banyak molekul IgE
allergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel
4
Gambar 2. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas Tipe 11
(Sumber diambil dari kepustakaan 1)
berikut:1,4
1. Fase sensitasi yaitu waktu butuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast /basofil .
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang di- perlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast/ basofil melepas isinya yang berisikan
granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara
aktivitas farmakologik .
reseptor IgE yang saling berhubungan dan menempel pada sel mast atau
Sel-sel yang berperan pada reaksi fase lambat adalah diantaranya eosinofil,
basofil, netrofil, dan limfosit. Mekanisme tersebut dapat terjadi pada urtikaria
5
akibat makanan tertentu dan pemakaian bahan yang mengandung lateks dan
autoantibodi dari kelas lgG yang memiliki sifat sebagai anti lgE atau anti Fc
reseptor IgE. IgG tersebut memiliki kemampuan melepaskan histamin dari sel
mast, tanpa tergantung dari ada atau tidaknya IgE spesifik pada reseptor sel
mast.3
dilakukan pada pusat penelitian tertentu. Tes kulit menggunakan serum pasien
sendiri (autologous serum skin test/ASST) atau plasma pasien yang telah
penyuntikan akan timbul bentol dan kemerahan dalam waktu 30-60 menit. Tes
ini dapat dikatakan sensitif tetapi tidak spesifik pada pengukuran aktivitas
positif dapat dihasilkan dari pelepasan histamin oleh sel mast kulit tetapi
6
Adanya autoantibodi anti IgE ini dapat dideteksi melalui
pasien urtikaria kronik, autoantibody ini bisa didapatkan pada pasien atopi
Peranan sel mast kulit pada urtikaria kronik, untuk pertama kali
diperkenalkan oleh Juhlin pada tahun 1967. Dinyatakan bahwa hampir pada
urtikaria. Hasil yang sama diperoleh pada kasus cold urticaria. Kadar histamin
total pada lesi urtikaria ataupun pada kulit yang tanpa lesi, lebih tinggi pada
diperlukan sel mast untuk melepaskan histamin pada pasien cold urticaria,
tes. 1,2,3
kulit menggunakan bahan degranulator sel mast yang non spesifik, seperti
murni akibat degranulasi sel mast kulit dan bukan akibat sekunder dari
mobilisasi dan stimulasi basofil yang juga dikenal sebagai sumber histamin.
Kenyataan ini terlihat dari peningkatan kadar triptase, selain histamin pada
7
Peranan neuropeptida dalam degranulasi sel mast belum jelas dan
masih perlu dibuat penelitian lebih lanjut. Mungkin saja pada lingkungan
mikro di sekitar sel rnast terjadi peningkatan sitokin, kemokin atau histomin
pada kulit berupa urtikaria dan eritema. Reaksi alergi dijelaskan pada (tabel 2).1,4
8
Gejala yang bisa didapatkan dari anamnesis 5,6
1) Keluhan:
- Gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
- Gatal sedang-berat disertai bentol-bentol
- Kadang-kadang terdapat keluhan sesak, nyeri perut, muntah-muntah, nyeri
kepala, dan berdebar-debar (gejala angioderma)
2) Faktor risiko:
- Riwayat atopi pada diri dan keluarga
- Riwayat alergi
- Riwayat trauma fisik pada aktivitas
- Riwayat gigitan/sengatan serangga
- Konsumsi obat-obatan (NSAID, antibiotik, diuretik, imunisasi, injeksi, hormon,
pencahar, dsb)
- Konsumsi makanan (telur, udang, ikan, kacang, dsb)
- Riwayat infeksi dan infestasi parasit
- Umur rerata adalah 35 tahun.
- Riwayat trauma faktor fisik (panas, dingin, trauma sinar-x dan cahaya)
-
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell
9
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Skin Prick Test merupakan tes untuk mengetahui adanya IgE spesifik
terhadap obat tertentu yang berguna hanya ntuk beberapa obat dengan berat
dijumpai hasil positif pada pemberian obat yang dapat melepaskan histamin
tanpa melalui perantaraan IgE, seperti misalnya pada pemberian propofol atau
atracurim.4,5
adanya alergi obat. Tes ini harus dikerjakan dengan pengawasan ketat dan alat
2.6 Penatalaksanaan
Reaksi anafilaksis4,5
dipertimbangkan.
tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai
10
4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak
terjadi.
ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain
11
obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat
Non Medikamentosa1,4,5
urtikari, seperti :
5. Pasien dengan edema terbatas pada kulit dapat diobservasi di unit gawat
12
Urtikaria4,5,6
dengan pemberian prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis diturunkan 5-10
mg/hari.
4. Urtikaria kronik:
2. Penggunaan antibiotik.
b. Pemberian farmakoterapi:
13
BAB III
PENUTUP
antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen masuk dalam sirkulasi.1,3
sesak, muntah, dan diare. Untuk mengetahui secara pasti alergen yang
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratawidjaja Garna K, Rengganis Iris, Imunologi Dasar Edisi ke-10. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI;2010.P.371-380
Jember :2010
Angioedema. Dalam : Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W.Sudoyo, Marcellus Simadibrata
K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam, editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi
Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. Jakarta. 2014. P.74-79
Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta.2017. P
241-250
15