Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 37 tahun

Alamat : Tunggak RT 07 RW 07, Grobongan, Grobongan, Jawa

Tengah

Pekerjaan : Swasta ( Pekerja Proyek Bangunan)

Tanggal Periksa : 16 Oktober 2019

No RM : 740115

1.2 Anamnesis

Keluhan utama : Muncul bentol-bentol merah disertai gatal

pada kedua tangan

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan muncul bentol-

bentol merah disertai gatal pada kedua tangan

dan badan sejak ±3 hari yang lalu, awalnya

pasien merasakan gatal pada tangan kanannya

kemudian menyebar ketangan kiri dan seluruh

badan pasien setelah itu diikuti dengan

muncul ruam merah, keluhan bertambah kalau

pasien merasa kepanasan dan berkeringat serta

terkena air. Untuk mengurangi rasa gatal

pasien memakai minyak kayu putih namun

keluhan tidak berkurang. Sejak sore sekitar

1
pukul 16.00 tangan dan mata pasien bengkak

dan terasa panas, pasien juga bercerita kalau

gigi pasien ada yang lobang karena tidak ada

keluhan seperti gigi yang sakit pasien

mengabaikan nya.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti

ini sebelumnya. Riwayat diabetes mellitus di

sangkal, Riwayat asma di sangkal, Riwayat

alergi makanan di sangkal, Riwayat alergi obat

di sangkal.

Riwayat penyakit keluarga : Di keluarga pasien tidak ada yang menderita

penyakit seperti ini, Riwayat diabetes mellitus di

sangkal, Riwayat asma di sangkal, Riwayat

alergi makanan di sangkal, Riwayat alergi obat

di sangkal.

Riwayat pengobatan : Riwayat pengobatan jangka panjang disangkal.

Riwayat sosial : Tidak ada yang sakit seperti ini disekitar pasien

Riwayat kebiasaan : Pasien merokok sehari bisa habis 1 pak

(12batang)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

GCS : 456

2
Tanda Vital :

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 37,5 0C

Respiration Rate : 20x/menit

Kepala / leher :

Mata : isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-


Telinga : tidak tampak kelainan

Hidung : tidak tampak kelainan

Mulut : normal, sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (–)

Gigi : Tampak Karies pada gigi molar 2 kanan bawah

Leher : pembesaran kel. getah bening (-), peningkatan JVP (–)

Thorax : Simetris, retraksi dada (-)

Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-), murmur (-)

Paru : Vesikuler pada kedua lapang paru

Abdomen : Flat, Soefl, bising usus (+) 20x/mnit, organomegali (-)

Ekstremitas :

Superior : Akral hangat +/+ , oedem +/-

inferior : Akral hangat +/+, oedem -/-

3
Satus Dermatogis
Regio Ekstremitas Superior daerah deltoid Dextra :
- Tampak urtika berbentuk geografik batas tidak tegas, multipile ukuran
> 1cm.

Urtika

Gambar 1. Area Predileksi lesi : Regio Ekstremitas Superior daerah deltoid Dextra

(sumber: file pribadi, 16 Oktober 2019)

Regio Ekstremitas Superior daerah deltoid sinistra :


- Tampak urtika berbentuk geografik batas tidak tegas, multipile ukuran
> 1cm.

Urtika

Gambar 2. Area Predileksi lesi : Gambar 1. Area Predileksi lesi : Regio Ekstremitas Superior
daerah deltoid Sinistra

(sumber: file pribadi, 16 Oktober 2019)

4
Regio Ekstremitas Superior Antebrachii dextra:
- Tampak urtika berbentuk geografik batas tidak tegas, multipile ukuran >
1cm disertai oedem pada manus dextra.

urtikaria

oedem

Gambar 3. Area Predileksi lesi : Regio Ekstremitas antebrachii dextra.

(sumber: file pribadi, 16 Oktober 2019)

1.4 Diagnosa

Urtikaria Angiodema

1.5 Diagnosa Banding

- Pitiriasis Rosea

- Erythema Multiforme

1.6 Rencana (Diagnostik, Terapi, Edukasi)

Diagnostik : Prick Test

Terapi :

- Sistemik :

- Tab. Cetirizine 1x10mg (selama 7 hari)

- Tab.Prednison 1x40mg (Selama 3 hari)

- Tab. Pirantelpamoat 1x125mg

- Tab. Parasetamol 3x500mg prn

5
- Topikal :

- Bedak salicyl 2x1

Edukasi :

- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, dan cara minum obat

- Kalau gatal jangan digaruk

- Kedokter gigi

- Kontrol 1 minggu

1.7 Prognosis

Dunia ad bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Urtikaria adalah penyakit kulit / reaksi vaskular pada kulit, biasanya

ditandai dengan adanya bentol (urtika) setempat yang cepat timbul dan

menghilang perlahan-lahan atau sementara (transient), berwama pucat atau

kemerahan, umumnya di- kelilingi oleh halo kemerahan (flare), disertai rasa

gatal yang berat, rasa tersengat atau tertusuk dan bisa terjadi dimanapun

diseluruh permukaan kulit. 1,2,3,4

Angioedema adalah reaksi yang menyerupai urtikaria, dengan batas

yang jelas yang melibatkan pada lapisan dermis bagian bawah atau subkutis,

dan secara klinis ditandai dengan pembengkakan jaringan. Rasa gatal jarang

terdapat pada angioedema, lebih sering disertai rasa terbakar. Angioedema

dapat terjadi di bagian tubuh manapun, namun lebih sering ditemukan di

daerah perioral, periorbital, lidah, genitalia dan ekstremitas.1,,2,3,4

Urtikaria dan angioedema merupakan edema / bentol pada kulit yang

dapat terjadi secara tersendiri atau bersamaan. Selain di kulit, kelainan yang

sama dapat teriadi pada permukaan mukosa gastrointestinal ataupun saluran

napas atas. 1,3

2.2 Epidemiologi

Urtikaria dan angioedema merupakan penyakit kulit yang sering

dijumpai. Faktor usia, ras. jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan

musim memengaruhi jenis pajanan yang akan dialami oleh seseorang. Episode

urtikaria/angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut

urtikaria/ angioedema akut. Dan bila proses tersebut menetap lebih dari 6

7
minggu, disebut kronik. Urtikaria kronis umumnya dialami oleh orang dewasa,

dengan perbandingan perempuan : laki-laki adalah 2:1. Sebagian besar anak-

anak (85%) yang mengalami urtikaria, tidak disertai angioedema. Sedangkan

40% dewasa yang mengalami urtikaria, juga mengalami angioedema. Sekitar

50% pasien urtikaria kronis akan sembuh dalam waktu 1 tahun, 65% sembuh

dalam waktu 3 tahun dan 85% akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada

kurang dari 5% pasien, lesi akan menetap lebih dari 10 tahun .1,4

2.3 Etiologi

Urtikaria dapat terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler

yang meningkat akibat pelepasan histamine dari sel mast dan basofil. Sel mast

adalah sel efektor utama pada urtikaria, dan mediator lain yang turut berperan

adalah serotonin, leukotrien, prostaglandin, protease dan kinin. Berbagai

mekanisme yang bisa menyebabkan aktivitas sel mast, digolongkan menjadi :

a) Faktor imunologik

- Secara imunologik biasanya reaksi alergi paling sering

menyebabkan urtikaria yaitu melalui reaksi hipersensitivitas tipe I

(anafilaksis) diperantarai oleh IgE, misalnya pada alergi obat dan

makanan. 1,2

- Aktifitas Komplemen jalur klasik maupun alternative,

menghasilkan anafilatoksin (C3a,C4a dan C5a) yang menebabkan

pelepasan mediator sel mast.

b) Faktor non imunologik

Beberapa bahan kimia (golongan amin dan derivat amidin) dan obat-

obatan seperti morfin, kodein, polimiksin dapat langsung merangsang sel

mast dan basofil untuk melepaskan histamin. Bahan kolinergik seperti

8
asetilkolin yang dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, faktor fisik berupa

panas, dingin, stres dan sinar matahari juga dapat secara langsung

merangsang pelepasan beberapa mediator. 1,2

c) Idiopatik,

Etiologinya belum banyak diketahui namun diduga sebagian besar

berhubungan dengan penyakit autoimun.1,2

2.4 Patogenesis

Pada penyakit alergi, sel mast memainkan perat yang sangat penting.

Reaksi hipersensitifitas tipe 1 dan urtikaria/angioedema diawali oleh

tertangkapnya antigen pada reseptor IgE yang saling berhubungan dan

menempel pada sel mast atau basofil. Proses selanjutnya terjadi aktifasi sel

mast/basofil dengan mengeluarkan berbagai mediator yang akhirnya

mengundang sel-sel inflamasi. Sel-sel yang berperan pada reaksi fase lambat

adalah diantaranya eosinofil, basofil, netrofil, dan limfosit. Mekanisme

tersebut dapat terjadi pada urtikaria akibat makanan tertentu dan pemakaian

bahan yang mengandung lateks.2,3

Tabel 1. Bahan-bahan yang Dapat Menyebabkan Pelepasan Histamin


dari Sel Mast :
No Jenis Bahan Golongan
1 Rangsangan Reaksi hipersensivitas (lateks,kelapa,ikan laut)
imunologis non Otoantibodi yang bekerja pada bagian Fc dari
sitotoksik IgE di sel mast
Anafilatoksin C3a dan C5a
2 Fisiologis Substasi P
Vasoactive Intestinal Polypeptida (VIP)
3 Obat-obatan Morfin,Kodein,Tubokurarin,kurare
4 Eksperimental Larutan 48/80
Calcium ionophore A23187
5 Rangsangan C5a, C3a
sitotoksik Surfakta
6 Reaksi anafilaktoid Dekstran
Endotoksin
Kontras Radiologi

9
Pada 30% pasien urtikaria kronik idiopatik didapat autoantibodi dari

kelas lgG yang memiliki sifat sebagai anti lgE atau anti Fc reseptor IgE. IgG

tersebut memiliki kemampuan melepaskan ,histamin dari sel mast, tanpa

tergantung dari ada atau tidaknya IgE spesifik pada reseptor sel mast.3

Gambar 4. Induksi dan mekanisme efektor pada hipersensivitas Tipe 1

Angioedema dapat diakibatkan oleh peningkatan aktivitas komponen

dari komplemen yang mengarah pada pembentukan bahan-bahan vasoaktif

dari peptida yang menyerupai kinin dan bradikinin. Trauma mekanik ringan

mengaktifkan faktor Hageman (faktor XII) yang mengawali pembentukan

plasmin dan kalikrein. Plasmin selanjutnya mengaktifkan C1 dengan

pembentukan C2 kinin-like peptide,sedangkan kalikrein menghasilkan

bradikinin yang berasal dari kininogen. Cl inhibitor menghambat fungsi

katalitik dari faktor XII aktif, kalikrein dan komponen C1. Dengan demikian

bisa dipahami, pada pasien defisiensi C7 inhibitor, selama terjadinya serangan

klinik angioedema, terjadi peningkatan kadar bradikinin. Di lain pihak, kadar

C4 komplemen akan menurun. Pada kasus defisiensi C7 inhibitor yang

didapat bisa dikaitkan pada penyakit autoimun atau Limfoma. 2,3

10
2.5 Gejala Klinis

Gejala yang biasanya muncul adalah rasa gatal yang hebat hampir

selalu merupakan keluhan subyektif urtikaria, dapat juga timbul rasa terbakar

atau rasa tertusuk. Secara klinis lesi urtika biasanya tidak sulit dikenali,

tampak lesi urtika (eritema dan edema setempat yang berbatas tegas) dengan

berbagai bentuk dan ukuran. Kadang-kadang bagian tengah lesi tampak lebih

pucat. Bila terlihat urtika dengan bentuk papular, patut dicurigai adanya

gigitan serangga atau sinar ultraviolet sebagai penyebab.1,3

Bila lesi melibatkan jaringan kulit yang lebih dalam sampai dermis dan

subkutis atau submukosa, akan terlihat edema dengan batas difus dan disebut

angioedema. Rasa gatal pada umumnya tidak dijumpai pada angioedema,

namun terdapat rasa terbakar. Angioedema sering dijumpai di kelopak mata

dan bibir. Bila angioedema terjadi di mukosa saluran napas dapat terjadi sesak

napas, suara serak dan rinitis. Angioedema di saluran cerna bermanifestasi

sebagai rasa mual, muntah, kolik abdomen dan diare. 1,3

Urtikaria yang disebabkan oleh tekanan mekanis dapat dijumpai pada

tempat-tempat yang tertekan pakaian misalnya di sekitar pinggang, bentuknya

sesuai dengan tekanan yang menjadi penyebab. Pada pasien seperti ini, uji

dermografis menimbulkan lesi urtika yang linier pada kulit setelah digores

dengan benda tumpul. 1,3

Urtikaria kolinergik memberikan gambaran klinis yang khas, yaitu

urtika dengan ukuran kecil 2-3 mm, folikular, dan biasanya dipicu oleh

peningkatan suhu tubuh akibat latihan fisik, suhu lingkungan yang sangat

panas dan emosi. Urtikaria kolinergik terutama dialami oleh remaja dan

dewasa muda.1,3

11
2.6 Diagnosa

Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat,

umumnya diagnosis dan angioedema dapat dengan mudah. Pemeriksaan

penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari penyebab. 1,3,4

1. Diagnosis Klinis Urtikaria

a. Anamnesis meliputi:

 Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)

 Frekuensi dan durasi wheals

 Variasi diurnal

 Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals

 Apakah disertai angioedema

 Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri

 Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi

 Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal,

atau penyebab lain yang mungkin

 Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)

 Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat

pencahar (laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan

obat-obat alternatif)

 Makanan

 Kebiasaan merokok

 Jenis pekerjaan

 Hobi

12
 Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan

ke daerah lain

 Implantasi bedah

 Reaksi terhadap sengatan serangga

 Hubungan dengan siklus menstruasi

 Respon terhadap terapi

 Stres

 Kualitas hidup terkait urtikaria

b. Pemeriksaan fisik:

Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau

angioedema secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis

khas, yaitu:

(i) edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu

dikelilingi oleh eritema, (ii) disertai oleh gatal atau kadang sensasi

seperti terbakar, dan (iii) berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi

normal biasanya dalam waktu 1-24 jam.

c. Tes dermografisme (terapi antihistamin harus dihentikan setidaknya

2-3 hari

dan terapi immunosupresi untuk 1 minggu). Langkah diagnostik

selanjutnya

2. Klinis Angioedema

a. Anamnesis

 Gejala objektif berupa edema kulit mendadak pada area predileksi.

 Gejala subjektif berupa rasa nyeri atau rasa terbakar, dan gatal

ringan.

13
 Dapat disertai atau tidak disertai urtikaria. Sebanyak 43,8%

angioedema alergi disertai urtikaria.

 Dapat disertai kesulitan menelan atau bernafas apabila ada

keterlibatan mukosa saluran nafas dan cerna.

 Biasanya gejala timbul beberapa jam hingga 72 jam.

 Episode angioedema/urtikaria yang menetap lebih dari 6 minggu

disebut kronis, yang terbagi atas angioedema / urtikaria autoimun

kronik dan idiopatik kronik.

 Etiologi angioedema akut pada umumnya adalah obat, makanan,

infeksi, atau faktor-faktor metabolik.

b. Pemeriksaan Fisik

 Didapatkan edema sewarna kulit, atau kadang eritema.

 Lokasi anatomis berurutan dari paling sering yaitu wajah,

periorbital, bibir, ektremitas, glottis, lidah, genitalia.

 Dapat disertai gejala sesak nafas.

Harus dipertimbangkan pula beberapa penyakit sebagai diagnosis banding

karena memiliki gejala urtika atau mirip urtika dalam perjalanan penyakitnya,

yaitu vaskulitis, mastositosis, pemfigoid bulosa, pitiriasis rosea tipe papular,

lupus eritematosus kutan, anafilaktoid purpura (Henoch-Schonlein purpura),

dan morbus Hansen. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, perlu

dilakukan pemeriksaan histopatologis kulit. 1,4

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a) Tes Alergi. Bila ada kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi

dengan melakukan tes kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik

(radio- allergosorbent test-RASTS) atau invitro yang mempunyai makna yang

14
sama. Apabila secara klinis "memungkinkan", dapat dilakukan tes provokasi.

Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya

reaksi hipersensitivitas tipe 1. Tes yang demikian itu tidak dapat menunjang

diagnosis urtikaria vaskulitis yang merupakan reaksi imun kompleks atau

sitotoksik, sebagaimana terjadi akibat obat-obatan atau transfusi darah. Untuk

urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila

urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis. Pada kasus urtikaria

kontak, mungkin sulit dilacak penyebabnya dari riwayat perjalanan

penyakitnya. Bentuk lain dari intoleransi obat dan makanan yang tidak

diperantarai oleh lgE, mungkin dihubungkan dengan manifestasi klinis sebagai

urtikaria kronik. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-

releasing autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien

sendiri (autologous serum Skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes

penyaring yang cukup, sederhana.3,4

b) Tes Provokasi. Tes provokasi akan sangat membantu diagnosis urtikaria fisik,

bila tes-tes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun

demikian, tes provokasi ini harus dipertimbangkan secara hati-hati untuk

menjamin keamanannya. Hal ini dilakukan pada tempat yang mempunyai

tenaga ahli dan fasilitas untuk resusitasi, teruta ma bila ada riwayat anafilaksis

atau reaksi anafilaktoid. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan

atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus

urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan untuk mengetahui

kemungkinan urtikaria akibat obat dan makanan tertentu. Tes ini

menggunakan suatu seri kapsul yang mengandung pengawet makanan,

pewarna makanan, dan dosis kecil asetilsalisilat yang diberikan secara

15
bergantian dengan kapsul plasebo. Metode tes seperti ini relatif sulit

disimpulkan dan pasien harus benar-benar tidak mengonsumsi obat-obatan.

Selain itu, tes ini dilakukan saat tidak terjadi urtikaria, diet ketat terhadap

bahan yang dicurigai sebelum dilakukannya tes tersebut.3,4

c) Biopsi. Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu

diagnosis. Urtikaria mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai

infiltrasi berbagai macam sel radang yang agak jarang dengan edema dermis

hingga edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi sel-sel radang yang

relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri dari netrofil, limfosit dan

eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil, lebih mengarah pada urtikaria alergi. Pada

beberapa pasien vaskulitis nekrotikan, tampakjuga inflamasi dengan sel-sel

radang limfosit yang jarang disekitar pembuluh darah dermis dengan atau

tanpa eosinofil. 3,4

d) Pemeriksaan pelengkap. Pemeriksaan darah rutin biasanya tidak banyak

membantu untuk diagnosis urtikaria umumnya atau urtikaria fisik.

Pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit penyerta, misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi penyerta.

Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektroforesis

serum, faal ginjal, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria

vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada

kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.3,4

2.8 Penatalaksanaan

Non Medikamentosa1,4,5

1. Edukasi pasien untuk menghindari penyebab yang dapat menimbulkan

urtikari, seperti :

16
a. Kondisi yang terlalu panas,stress, alcohol, dan agen fisik

b. Penggunaan antibiotic penisilin, aspirin, NSAID, dan ACE inhibitor

c. Agen lain yang dapat menyebabkan urtikaria

2. Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor penyebab endogen dan eksogen.

3. Apabila didapatkan sesak nafas, suara serak atau odinofagia dikonsulkan

ke spesialis THT untuk dilakukan nasopharyngolaryngoscopi (NPL)

dengan terlebih dahulu diatasi keadaan darurat di Unit Gawat Darurat.

4. Apabila didapatkan edema laring berdasarkan hasil NPL maka dirawat di

ICU untuk monitor jalan nafas.

5. Pasien dengan edema terbatas pada kulit dapat diobservasi di unit gawat

darurat dalam 6 jam, dan diperbolehkan rawat jalan.

Medikamentosa1,4,5

1. Prinsip

 Mengurangi pelepasan mediator oleh sel mast dan/atau efek mediator

tersebut pada organ target, serta menginduksi toleransi.

 Pada angioedema akut pengobatan difokuskan untuk mengurangi

gejala.

2. Topikal

Bedak kocok dibubuhi antipruitus mentol dam kamfer.

3. Sistemik

 Apabila ada gangguan nafas: epinefrin atau adrenalin (1:1000) dosis

0,3 ml subkutan atau intramuskular, diulangi setiap 10 menit.

 Pengobatan selanjutnya:

17
Lini pertama:

o Antihistamin H-1 generasi ke-2 seperti loratadin 1x10mg perhari

selama 1minggu, cetirizin 1x10mg selama seminggu, desloratadin

1x 5mg, atau feksofenadin 1x180mg, dapat diberikan pada pasien

rawat jalan

o Atau antihistamin H-1 generasi ke-1

o Apabila gejala menetap setelah 2 minggu pengobatan, maka

diberikan pengobatan lini kedua.

 Lini kedua:

o Dosis antihistamin H-1 generasi kedua ditingkatkan 2-4 kali lipat

o Apabila gejala menetap setelah 1-4 minggu berikutnya diberikan

pengobatan lini ketiga.

 Lini ketiga:

o Kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan syok anafilaksis,

edema laring, dan gejala yang berat yang tidak berespons dengan

pemberian antihistamin. Dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dengan atau

tanpa tappering

o Kortikosteroid jangka pendek (maksimal 10 hari) dapat juga

digunakan apabila terjadi eksaserbasi

o Dapat ditambahkan omalizumab atau siklosporin

2.9 Prognosis

Prognosis urtikaria akut umum nya baik, karena faktor penyebabnya

dapat diketahui dengan mudah, untuk selanjutnya dapat dihindari. Urtikaria

kronis adalah tantangan bagi dokter maupun pasien, karena membutuhkan

penanganan yang komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan

18
jenis pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun

dampaknya terhadap kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang luas

atau disertal dengan angioedema merupakan kedaruratan dalam ilmu

kesehatan kulit dan kelamin, sehingga membutuhkan penanganan yang tepat

untuk menurunkan mortalitas.1,,3,4,5

19
BAB III

PEMBAHASAN

Urtikaria dan angioedema merupakan edema nonpitting yang dapat

terjadi secara tersendiri atau bersamaan. Selain di kulit, kelainan yang sama

dapat terjadi pada permukaan mukosa gastrointestinal ataupun saluran napas

atas. Episode urtikaria/angioedema yang berlangsung kurang dari 6 minggu

disebut urtikaria/ angioedema akut. Dan bila proses tersebut menetap lebih

dari 6 minggu, disebut kronik.1,2,3

Penatalaksanaan pada urtikaria maupun angioedema pada prinsinya

menghindari bahan penyebab dan faktor pencetus. Kemudian dapat diterapi

dengan obat Terapi lini pertama berupa pemberian antihistamin untuk

mengurangi keluhan gatal, mempercepat hilangnya dan mengurangi jumlah

bentol kulit. Terapi lini kedua ditentukan berdasarkan indikasi khusus, sering

terjadi pada kekambuhan yang berat, angioedema laring, menderita depresi,

hipertensi, penyakit tiroid, autoimun, delayed pressure urticaria, atau sensitive

terhadap aspirin. Terapi lini ketiga ditujukan pada penderita urtikaria

autoimun.1,3,4,5

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Aisah, Evita Halim Efendi. Urtikaria dan Angioedema. Dalam : Sri Linuwih

SW Menaldi, Kusmarinah Bramono, Wresti Indriatmi, editor. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2017.P.311-314

2. Fitria. Aspek Etiologi dan Klinis pada Urtikaria dan Angioedema. Jurnal

Kedokteran Syiah Kuala Volume 13.Banda Aceh. 2013.

3. Ari Baskoro ,Gatot Soegiarto, Chairul Effendi, PG.Konthen. Urtikaria dan

Angioedema. Dalam : Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W.Sudoyo, Marcellus

Simadibrata K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam, editor. Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 1. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing ;2014.P.495-498

4. Sandra Widaty, Hardyanto Soebono, Hanny Nilasari, Yulianto Listiawan, dkk,

editor.Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di

Indonesia. Jakarta. 2017 . P.239-244, P.388-390

5. IDI. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. Jakarta.

2014. P.503-507

21

Anda mungkin juga menyukai