Anda di halaman 1dari 103

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Penyakit Dalam Tesis Magister

2018

Perbandingan Kadar VEGF (Vascular


Endothelial Growth Factor) Serum
Antara Status CagA+
(Cytotoxin-Associated Gene A Positive)
dan CagA- (Cytotoxin-Associated Gene
A Negative) pada Pasien Gastritis H.Pylori

Siregar, Wira Prihatin


Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8334
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERBANDINGAN KADAR VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL
GROWTH FACTOR) SERUM ANTARA STATUS CagA+
(CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A POSITIVE)
DAN CagA- (CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A NEGATIVE)
PADA PASIEN GASTRITIS H. PYLORI

TESIS

Oleh:

WIRA PRIHATIN SIREGAR


137101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PERBANDINGAN KADAR VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL
GROWTH FACTOR) SERUM ANTARA STATUS CagA+
(CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A POSITIVE)
DAN CagA- (CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A NEGATIVE)
PADA PASIEN GASTRITIS H. PYLORI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Magister Kedokteran Klinik
Dalam Program Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam
Pada Program Studi Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitan Sumatera Utara

Oleh

WIRA PRIHATIN SIREGAR


137101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama Mahasiswa : Wira Prihatin Siregar

NIM : 137101001

Tanda tangan :

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda


tangan di bawah ini :
Nama : Wira Prihatin Siregar
NIM : 137101001
Program Studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PERBANDINGAN KADAR VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH


FACTOR) SERUM ANTARA STATUS CagA+ (CYTOTOXIN-ASSOCIATED
GENE A POSITIVE) DAN CagA- (CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A
NEGATIVE) PADA PASIEN GASTRITIS H. PYLORI

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan mengalih media/
formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis
saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada : 6 April 2017

Yang menyatakan,

Wira Prihatin Siregar

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
PERBANDINGAN KADAR VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH
FACTOR) SERUM ANTARA STATUS CagA+ (CYTOTOXIN-ASSOCIATED
GENE A POSITIVE) DAN CagA- (CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A
NEGATIVE)
PADA PASIEN GASTRITIS H.PYLORI

Wira Prihatin Siregar, Gontar Alamsyah Siregar*, Taufik Sungkar *


*
Divisi Gastroenterohepatologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang:Helicobacter pylori (H.pylori) merupakan agen penyebab terjadinya
gastritis dan ulkus gaster,yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya tumor
gaster.Prevalensinya rata-rata 80 % di negara berkembang dan 20-50 % di negara
maju. Salah satu faktor virulensinya yaitu CagA(Cytotoxin-associated gene A)
berperan dalam peningkatan inflamasi, proliferasi sel dan metaplasia mukosa gaster.
VEGF, merupakan faktor angiogenik yang berperan dalam proses pembentukan
jaringan mukosa baru setelah proses inflamasi oleh H.pylori. Peningkatan ekspresi
VEGF berkontribusi terhadap proses awal terjadinya karsinogenesis gaster.

Tujuan Penelitian: Mengetahui perbandingan kadar serum VEGF pada status CagA
(+) dan CagA(-) pada penderita gastritis H.pylori.
Metode:Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional terhadap 30 pasien
gastritis H.pylorisetelah menjalani tindakan gastroskopi,biopsi danpemeriksaan CLO
test,dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar serum VEGF dengan metoda ELISA serta
CagA dengan metode PCR. Data dianalisis dengan SPSS versi 22. Perbedaan
signifikan bila p < 0,05.
Hasil: Dari 30 subyek penelitian yang sudah dianalisis secara statistik, 18 orang ( 60
% ) pria, 12 orang perempuan (46%), median umur 53,5 tahun (20-68), mayoritas
bersuku batak 16 orang (53,3%), penderita gastritis H. pylori dengan CagA(+)
sebanyak 21 orang (70%) dan penderita gastritis H. pylori dengan CagA(-) sebanyak
9 orang (30%). Didapatkan median kadar serum VEGF 480,3 pg/dl (115,5-2185,2)
pada gastritis H.pylori dengan CagA (+) (p=0,005) signifikan lebih tinggi
dibandingkan gastritis H.Pylori dengan CagA (-) dengan kadar serum VEGF 291,1
pg/dl (158,4-556,7).

Kesimpulan: Dijumpai peningkatan kadar serum VEGF secara signifikan lebih


tinggi pada penderita gastritis H.pylori positif CagA (+) dibandingkan dengan
H.pylori positif CagA (-)
Kata kunci:Gastritis, H.pylori, CagA, VEGF

i
Universitas Sumatera Utara
RATIO OF VEGF SERUM LEVELS (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH
FACTOR) BETWEEN CagA+ (CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A
POSITIVE)STATUS AND CagA-(CYTOTOXIN-ASSOCIATED GENE A
NEGATIVE) STATUS IN PATIENTS WITHH.PYLORI GASTRITIS

Wira Prihatin Siregar, Gontar Alamsyah Siregar*, Taufik Sungkar *


*
Gastroentero-hepatology Division of Internal Medicine Department
Medical Faculty of University of Sumatera Utara / Haji Adam Malik General
Hospital

ABSTRAK
Background:Helicobacter pylori (H.pylori) is an agent that causes gastritis and the
ulcer of gaster, which can lead to make the gastric tumor at the end. The prevalence is
about 80 % average in developing country and 20-50 % indeveloped countries. One
of the virulence factor isCagA (Cytotoxin-associated gene A) that plays a role in
inflammation process,cell proliferation and metaplasia in gastric mucosa. VEGF, is
one of angiogenic factor that plays a role in process of making new mucosal tissue
after the inflammation of the H.pylori. The escalation of VEGF expression levels
contribute for the beginning of gastric carcinogenesis.

Objective: To identify the ratio of VEGF serum levels between CagA (+) and CagA
(-) in patients with H.pylorigastritis.
Methods:Cross sectional study was conducted towards30 patients withH.pylori
gastritis after they have done gastroscopy,biopsy and CLO test, which were continued
with VEGF serum examination with ELISA test and perfomed PCR test to get
CagA.Then analyzed the data with SPSS 22 version,with p< 0.05was significant.
Result:30 subjects, 18 men (60 %), 12 women (46%), with median age average was
53.5 years old.Majority ethnic was batak with 16 subjects (53.3%).H.pylori gastritis
with CagA(+) was about 21 subjects (70%) and H.pylori gastritis with CagA(-) was
about 9 subjects (30%). We found median serum levels of VEGF about 480.3 pg/dl
(115.5-2185.2) in patients of H.pylori gastritis with CagA(+) morehigher then
H.pylori gastritis with CagA(-) with median serum levels of VEGF 291.1
pg/dl(158.4-556.7) and it was significant (p=0.005).

Conclusion: It was found median serum levels of VEGF more higher significant in
patients of H.pylori gastritis with CagA(+) thenH.pylori gastritis with CagA (-)
Key words:Gastritis, H.pylori, CagA, VEGF

ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini.
Tesis yang berjudul Perbandingan Kadar VEGF (Vascular Endhotelial
Growth Factor) Serum Antara Status CagA+ dan CagA- Pada Pasien Gastritis
H.Pylori ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan Magister
Kedokteran Klinik Ilmu Penyakit Dalam di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di
masa yang akan datang. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas
Sumatera Utara,
2. Ketua dan Sekretaris Departemen llmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.
Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan buat
penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
3. Ketua dan Sekretaris Program Studi llmu Penyakit Dalam yang dengan
sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli
penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk
mengabdi bagi nusa dan bangsa.
4. Ketua TKP-PPDS , ketika penulis diterima sebagai peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis llmu Penyakit Dalam yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk diterima sebagai peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis llmu Penyakit Dalam

iii
Universitas Sumatera Utara
5. Khusus mengenai tesis ini, kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar,
Sp.PD-KGEH dan dr. Taufik Sungkar, Sp.PD.M.ked (PD) selaku
pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi
penulis selama mengadakan penelitian juga telah banyak meluangkan waktu
dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesai tesis ini.
6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K), selaku Ketua Komisi
Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini
7. Para Guru Besar Departemen llmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD dr
Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,
Sp.PD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. dr.
Habibah Hanum Nasution, SpPD-Kpsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman
Sp.PD-KKV, Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAl, Sp.MK, Prof.
dr. Pengarapen Tarigan, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. OK Moehad Sjah
Sp.PD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M
Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM,
Prof Abdul Madjid, Sp.PD-KKV, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-
KGEH, Prof. dr. Harris Hasan Sp.PD, Sp.JP(K), dan Prof. DR. dr.
Harun Alrasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, yang telah memberikan
bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.
8. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H. Adam
Malik/RSUD dr. Pirngadi/Medan, Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-
KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. dr.
Habibah Hanum Nasution, Sp.PD-Kpsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman
Sp.PD-KKV, Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAl, SpMK, Prof. dr.
Pengarapen Tarigan, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. OK Moehad Sjah Sp.PD-
KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M Yusuf
Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM, Prof
Abdul Madjid, Sp.PD-KKV, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH,
Prof. dr. Harris Hasan Sp.PD, SpJP(K), Prof. DR. dr. Harun Alrasyid

iv
Universitas Sumatera Utara
Damanik, Sp.PD, Sp.GK, dr. Nur Aisyah, Sp.PD-KEMD, dr. A Adin St.
Bagindo Sp.PD-KKV, dr. Lufti Latief, Sp.PD-KKV, (Alm) dr. Syafii
Piliang, Sp.PD-KEMD, dr. T Bachtiar Panjaitan, Sp.PD, dr. Abiran
Nababan, Sp.PD-KGEH, (Alm) dr. Betthin Marpaung, Sp.PD-KGEH,
dr. Sri M Sutadi, Sp.PD-KGEH, dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH.,
DR. dr. Juwita Sembiring, Sp.PD-KGEH, dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-
KP, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, dr. (Alm) Salli Roseffi
Nasution, Sp.PD-KGH, (Alm) dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH, DR.
dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, Dr.dr. Umar Zein, Sp.PD-KPTI-
DTM&H-MHA, dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI, dr. Armon Rahimi,
Sp.PD-KPTI, dr. Tambar Kembaren, Sp.PD-KPTI, dr. Refli Hasan
Sp.PD,Sp.JP(K), dr.Pirma Siburian Sp.PD, dr. EN Keliat, Sp.PD-KP,
DR. dr. Rustam Effendi YS, Sp.PD-KGEH, dr. Ilhamd, Sp.PD-KGEH,
dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI, (Alm) dr. R. Tunggul Ch. Sukendar,
Sp.PD-KGH,DR. dr. Blondina Marpaung Sp.PD-KR, dr. Leonardo
Basa Dairy, Sp.PD-KGEH., Dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM,dr.
Soegiarto Gani, Sp.PD, dr. Savita Handayani, Sp.PD, dr. Mardianto,
Sp.PD-KEMD, dr. Saut Marpaung, Sp.PD, dr. Daud Ginting, Sp.PD, dr.
Jerahim Tarigan, Sp.PD, dr. Calvin Damanik, Sp.PD, dr. Bastanta
Tarigan, Sp.PD-KEMD, dr. Zainal Safri, Sp.PD,Sp.JP, dr. Haryani
Adin, Sp.PD, dr. Endang Sembiring, Sp.PD, dr. Santi Syafril, Sp.PD-
KEMD, dr. T. Abraham, Sp.PD, dr. Suryadi Panjaitan, Sp.PD, dr.
Ariantho S. Purba, Sp.PD, dr. Fransciscus Ginting, Sp.PD KPTI, dr.
Syafrizal Nasution, Sp.PD K-GH, dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD K-
GH, dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD, dr. Asnawi Arif, Sp.PD, dr.
Suhartono, Sp.PD, dr. T. Realsyah, Sp.PD, dr. Wika Hanida Lubis,
Sp.PD K-Psi, dr. Anita Rosari Dalimunthe, Sp.PD, dr. Ana Mira Lubis
Sp.PD, dr. Radar Radius Tarigan, Sp.PD, dr. Leny Evalina Sihotang,
Sp.PD, dr. Ameliana Purba, Sp.PD, dr. Imelda Ray, Sp.PD, dr. Taufik
Sungkar, Sp.PD, dr. Henny Syahrini Lubis, Sp.PD, dr. Riri Andri

v
Universitas Sumatera Utara
Muzasti, Sp.PD, dr. Dina Aprillia Aristine, Sp.PD, dr. Melati Silvanni
Nasution, Sp.PD, dr. Sumi Ramadhani, Sp.PD, dr. Aron Pase, Sp.PD,
dr. Restuti Hidayani Saragih, Sp.PD, serta para guru yang lainnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang merupakan guru-guru saya
yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama
mengikuti pendidikan.
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan
yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam
menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan
keahlian ini.
10. Abang, kakak dan adik-adik peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Penyakit Dalam yang telah banyak membantu penulis selama menjalani
pendidikan ini.
11. Seluruh Pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian sehingga penulisan
tesis ini dapat terwujud
Rasa hormat dan terimakasih yang setinggi-tingginya penulis tujukan
kepada Ayahanda Patogar Siregar dan Ibunda Nurliana Harahap,SP.d yang
sangat saya sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengucapkan
perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa – jasa ayahanda dan ibunda yang
tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.
Kepada Ayah mertuaDR.(HC).Ir.H.M.Muchtar Saad,MM. dan Ibu
mertua Dr.Hj.Srinita,SE,M.Si yang telah memberikan dorongan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulusnya, kiranya
Tuhan selalu memberikan kesehatan dan kebijaksaaan kepada kalian orang tua yang
sangat saya cintai dan sayangi.
Teristimewa kepada istri tercinta dr.Yulia Muchita Sari, terima kasih atas
kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
Terimakasih sebesar-besarnya kepada ketiga buah hati tercinta Kayyisa Zhafira
Siregar ,Khalifi Alvaro Siregar dan Kayla Pramudita Salsabila Siregaryang ikut
merasakan perjuanganayahandanyaselama menempuh perkuliahan.

vi
Universitas Sumatera Utara
Terima kasih yang tak terhingga untuk adik kandung
penulisLetda.Kes.dr.Inggita Sukma Siregar dan Akhmad Anugerah Siregar,ST
serta adik ipar penulis Yellisa Hajlita Dewi,S.Psi., Muhammad
Multazam,ST.SE.,danMuhammad Hajarul Aswad atas dukungan dan doanya serta
seluruh anggota keluarga yang telah banyak membantu, memberi semangat dan
dukungan doa selama pendidikan.
Kepada semua pihak, baik perorangan maupun yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan pendidikan magister ini, kami mengucapkan terima kasih.
Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,
dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan
kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan,Maret 2017

Penulis

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Abstrak ..................................................................................... ............................................ i


Abstract ................................................................................................................................ ii
Kata Pengantar .................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................. viii
Daftar Tabel ........................................................................................................................ xi
Daftar Gambar .................................................................................................................... xii
DaftarSingkatan .................................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran .................................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................4
1.4 Hipotesis Penelitian........................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................4
1.6 Kerangka Konsep .................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastritis ........................................................................................................6
2.1.1 Defenisi Gastritis...............................................................................6
2.1.2 Epidemiologi Gastritis .....................................................................................7
2.1.3 Etiologi gastritis ...............................................................................................7
2.1.3.1 Etiologi Utama ..............................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi Gastritis ..........................................................................................9
2.1.4.1 Secara makroskopis........................................................................9
2.1.4.2 Secara Endoskopis .........................................................................10
2.1.5 Gastritis H. Pylori..............................................................................................11
2.1.5.1 Pemeriksaan H. Pylori Invasif........................................................................15
2.1.5.2 Pemeriksaaan H.Pylori Non-invasif ...............................................................16
2.1.6 Patofisiologi Gastritis ........................................................................................17
2.1.6.1 Patofisiologi Secara Umum............................................................................17
2.1.6.2 Virulensi H. Pylori .........................................................................................18
2.1.6.3 Patofisiologi Gastritis H. Pylori .....................................................................20

viii
Universitas Sumatera Utara
2.2 Vascular Endothelial Growth Factor ..................................................................23
2.2.1 Angiogenesis ..........................................................................................23
2.2.2 Familial VEGF ........................................................................................25
2.2.3 Peran VEGF Pada Angiogenesis dan Vaskulogenesis .........26
2.2.4 Regulasi VEGF .......................................................................................27
2.2.5 Aliran Darah Mikrovaskular dan Regulasi serta Respon Injury
29
2.2.6 VEGF pada Gastritis H.Pylori .............................................31
2.2.7 VEGF pada Gastritis H.Pylori dengan Adenokarsinoma .....34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian................................................................................39
3.2 Tempat dan Waktu .............................................................................39
3.2.1 TempatPenelitian..............................................................................................39
3.2.2 Waktu Penelitian ..............................................................................................39
3.3 Subjek Penelitian................................................................................39
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..............................................................39
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................................................39
3.4.2 Kriteria Eksklusi ..............................................................................................40
3.5 Populasi dan Sampel ..........................................................................40
3.5.1 Populasi 40
3.5.2 Sampel 40
3.5.3 Perhitungan Besar Sampel ..............................................................................40
3.6 Cara Kerja ..........................................................................................41
3.6.1 Cara Memperoleh Subjek Penelitian .........................................41
3.6.2 Prosedur Penelitian.......................................................................41
3.6.2.1 Skor Dispepsia .........................................................................41
3.6.2.2 Pemeriksaan Endoskopi ...........................................................41
3.6.2.3 Deteksi Infeksi H.Pylori ............................................................42
3.6.2.4 Pemeriksaan CLO ....................................................................42
3.6.2.5 Pemeriksaan Virulensi Cag.A ..................................................44
3.6.2.6 Pemeriksaan VEGF ..................................................................44

ix
Universitas Sumatera Utara
3.7 Defenisi Operasional Variabel ...........................................................46
3.8 Rencana Pengolahan dan Analisis Data .............................................49
3.9 Kerangka Operasional ........................................................................51
3.10 Personalia .........................................................................................52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................53
4.1.1 Karakteristik Responden ...........................................................53
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Gastritis H.Pylori
Positif Cag A(+) dan Cag A(-) ....................................................55
4.1.3 Perbandingan Kadar VEGF SerumGastritis H.Pylori Positif
Cag A(+) dan Cag A(-) .............................................................56
4.2Pembahasan Penelitian ........................................................................57
4.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan .........................................................................................62
5.2Saran....................................................................................................62
Daftar Pustaka ............................................................................................................63

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


2.4.1 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi 10
2.5.1 Indikasi diagnosis dan Terapi H. pylori 12
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik Untuk H.pylori 13
2.5.3 Keuntungan dan Kerugian Test Diagnostik H. pylori 14
4.1.1 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian 53 344
4.1.2 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan 55
Cag A
4.1.3 Perbandingan kadar VEGF serum antara pasien H. pylori 56
positif CagA (+) dan Cag A (-)

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.1.1 Struktur Potong Lintang Dinding Gaster 6
2.4.1 Gastritis Erosiva dan Biopsi gaster 10
2.5.1 Perjalanan Alamiah infeksi H.pylori 13
2.6.1 Patofisiologi Gastritis 18
2.1.6.3a Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 21
2.1.6.3b Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 22
2.7.1 Respon Inflamasi Akibat H.pylori 23
2.7.2 Skema Mekanisme Neovaskularisasi 27
2.7.3 Proses Perbaikan Mukosa Akibat Inflamasi 31
2.7.4 Skema Secara Umum Infeksi H.pylori Pada Mukosa 32
2.7.5 H.pylori yang Menginduksi Mesenkimal Epitel 34
2.7.6 Skema Infeksi H.pylori dengan Angiogenesis 35
2.7.7 Proses Angiogenesis pada Tumor 37
2.7.8 Pertumbuhan Pembuluh Darah Baru pada Tumor 37
4.1.1 Diagram Boxplot VEGF Serum Antara Pasien Gastritis H. 57
pyloriCagA (+) dan Cag A (-)

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama Pemakaian


pertama kali pada
halaman
H. Pylori Helicobacter Pylori 1
NSAID Non-steroidal anti inflammatory drugs 1
WHO World Health Organization 1
UG Ulkus Gaster 1
GIs Gastritis 1
TG Tumor Gaster 1
AS Amerika Serikat 1
CagA Cytotoxin - Associated Gene A 2
VacA Vacuolating Cytotoxin A 2
VEGF Vascular Endhotelial Growth Factor 2
RNA Ribonucleic Acid 3
PA Patologi Anatomi 6
dll dan lain-lain 7
COX-2 Cyclooksigenase-2 9
KCl Kalium Clorida 9
NOS Nitric Oxide Synthase 9
pH Potenttial of Hydrogen 11
USA United State of America 11
GERD Gastroesofageal Reflux Disease 12
UBT Urea Breath Test 14
NPV Negative Predictive Value 14
PPV Positive Predictive Value 14
CLO Campylobacter-like Organism 15
ELISA Enzyme Linked Immunosorbent Assay 16
Ig.M Imunoglobulin M 16
NPT Near Patient Test 17

xiii
Universitas Sumatera Utara
CagPAI Cytotoxin-associated
gene pathogenecity island of Cag 19
Kda Kilodalton 19
IgA/G Immunoglobulin A/ G 20
TNF-a Tumor Necrosis Factor Alpha 20
IL Interleukine 20
IFN-g Interferon Gamma 20
LPS Lipopolisakarida 21
MN Mononuklear 21
PMN Polimorfonuklear 21
CD Cluster of Differentiation 22
NF-κB Nuclear factor-Kappa beta 22
Treg Sel T regulator 22
TH 1 dan 2 Sel T helper 1 dan 2 22
PA Plasminogen Activator 24
MMPs Matrix Metalloprotease 24
TGF Transforming Growth Factor 24
PIGF Placenta Growth Factor 25
VPF Vascular Permeability Factor 25
PDGF Platelet Derived Growth Factor 25
EGF Epidernal Growth Factor 26
HIF Hypoxia-Inducable Factor 27
EPC Endothelia Proginator Factor 27
vHL Von Hipple Lindau 28
p53 Protooncogen 53 28
BCR-ABL Break-Point Cluster Region-Abelson 28
HER2 Human EGF receptor 2 28
IGF-1R Insulin-Like Growth Factor-1 Receptor 24
NO Nitric Oxide 29
PGE2 Prostaglandin E2 29

xiv
Universitas Sumatera Utara
EMT Epitel Mesenkimal Transisional 34
AJC Apical Juntion Complex 34
GNRP Guanyl Nucleotide Release Protein 37
GTP Guanosine-5’- Triphosphate 37
GDP Guanosine-5’- Diphospate 37
PADYQ The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms 41
Questionnaire

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Persetujuan Komisi Etik Penelitian 70


2 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 71
3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan 72
4 Lembar Isian Penelitian 73
5 Daftar Riwayat Hidup Peneliti 74
6 Data Hasil Penelitan dan Output Analisis 76

xvi
Universitas Sumatera Utara
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan


atau inflamasi pada lapisan lambung. Proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas yang dapat bersifat akut
maupun kronik. Penegakan diagnosis gastritis adalah secara histologis,
bukan diagnosis klinis. Berbeda dengan dispepsia, yang bukan suatu
diagnosis melainkan suatu sindroma1.
Istilah dispepsia sendiri berkaitan dengan makanan, dan
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di
dada. Di Indonesia dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari.Diperkirakan terdapat 30% kasus pada
praktek umum dan 60% pada praktek spesialis. 2
Helicobacter pylori (H.pylori) merupakan agen penyebab terjadinya
gastritis (GIs) dan ulkus gaster (UG),yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya tumor gaster (TG).Oleh karena itu, H.pylori diklasifikasikan
kedalam kelas I bahan karsinogenik oleh WHO. Negara berkembang
memiliki prevalensi H.pylori rata-rata sekitar 80 % dibandingkan dengan
negara maju sekitar 20-50 %. Gastritis terkait NSAID juga masalah medis
yang sering dijumpai di praktek klinis dan merupakan faktor resiko
terpenting nomor 2 terjadinya ulkus peptikum setelah gastritis H.pylori.
Sekitar 11% populasi US mengalami masalah ini. 3,4,5,6,7
Prevalensi H.pylori di negara barat terus menurun dan ini disebabkan
perbaikan standar hidup, higiene yang baik, tingkat kepadatan yang rendah,
dan penggunaan antibiotik. Sementara di Asia, tingkat infeksi H.pylori
sangat tinggi, termasuk di Indonesia.8,9

1
Universitas Sumatera Utara
2

Keragaman genetic memainkan peranan di dalam variasi genotype


dari H.pylori,yang mana hal ini akan menghasilkan virulensi khusus dengan
berbagai patogenisitas. Patogenisitas H.pylori ditentukan oleh 2 hal yaitu
faktor virulensi dan daya tahan tubuh penderitanya. H.pylori membawa
faktor virulensi yang berbeda seperti urease, flagellar, vacuolating cytotoxin
A (VacA), dan cytotoxin-associated gene A (CagA), yang memegang
peranan penting dalam invasi, kolonisasi dan proliferasi. Berkaitan dengan
virulensi, bakteri ini mampu menghasilkan sejenis protein yang telah lama
dianggap sebagai suatu marker karena ditemukan tingginya antibody
terhadap protein tersebut pada kasus ulkus peptikum dan adenocarcinoma
gaster. Protein ini kita kenal dengan CagA yang juga dikaitkan pada
peningkatan inflamasi, proliferasi sel, dan metaplasia mukosa gaster. CagA
dapat mengaktifkan sejumlah jalur transduksi yang menyerupai sinyal yang
dilepaskan oleh reseptor faktor pertumbuhan,terjadi secara terus-menerus,
terlibat pada ikatan dan menggangu epithelial junction sehingga
menghasilkan kelainan pada tight junction, polaritas sel dan difrensiasi
sel.Toksin VacA yang dihasilkan oleh vacA gen merangsang vakuola
sitoplasmik dan peningkatan permeabilitas,yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel epithelial lambung. Variasi
genetic yang sangat tinggi dari CagA dan VacA berkaitan langsung dengan
infeksi yang berat dari H.pylori tersebut7.
Helicobacter pylori berkolonisasi dipermukaan epithel sel lambung
manusia dan berkaitan dengan banyak kelainan dimulai dari gastritis kronik
hingga ulkus peptikum dan adenokarsinoma pada dearah distal lambung.
Mekanisme bagaimana H.pylori menyebabkan kerusakan pada lambung
dan usus halus dan berkembang menjadi adenokarsinoma lambung masih
menjadi perdebatan. Meski demikian, respon inflamasi yang dihasilkan
individu yang terinfeksi dan virulensi dari H.pylori akan sangat
berpengaruh. VEGF, merupakan faktor angiogenik yang sangat dikenal,
memainkan peran di dalam banyak proses untuk pembentukan jaringan
mukosa baru setelah inflamasi oleh H.pylori yaitu dengan merangsang

Universitas Sumatera Utara


3

pembentukan angiogenesis, yang bertujuan untuk mensuplai pasokan


nutrisi dan oksigen pada jaringan yang baru terbentuk.Bahkan, disebutkan
bahwa VEGF memainkan peran yang sangat penting dalam proses
angiogenesis yang terjadi pada kasus keganasan dan hal ini dapat kita lihat
adanya peningkatan kadar VEGF pada kasus tumor lambung pada manusia.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar
VEGF pada kasus keganasan termasuk Ca gaster. Tetapi dari penelitian
didapatkan bahwa terjadi peningkatan VEGF pada lesi pra keganasan gaster
seperti gastritis kronik atrofi dan metaplasia intestinal, yang menunjukkan
adanya peningkatan ekspresi VEGF berkontribusi terhadap proses awal dari
karsinogenesis gaster.9 Penelitian oleh Maciorkowska , et al. terhadap anak-
anak yang terinfeksi H.pylori didapatkan bahwa VEGF tertinggi pada
kondisi gastritis moderate dan berat.10 Studi yang dilakukan oleh Tucillo et
al. dibuat untuk mengevaluasi ekspresi VEGF sebagai respon terhadap
inflamasi kronik oleh karena infeksi H.pylori pada mukosa
lambung.Didapatkan data yang mengidikasikan bahwa proses multiplikasi
VEGF oleh karena infeksi H.pylori pada mukosa lambung melibatkan RNA
maupun sejumlah protein tertentu,dimana VEGF itu sendiri akan banyak
dijumpai pada sel-sel kelenjar yang berlokasi pada mukosa lambung
manusia. Multiplikasi VEGF disertai dengan peningkatan neo-angiogenesis
lambung.7,9,10,11
Berdasarkan informasi di atas disusunlah penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan kadar serum VEGF antara status CagA (+) dan
CagA (-) pada pasien gastritis H.pylori positif.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana perbandingan kadar serum VEGF pada status CagA
(+) dan CagA (-) pada penderita gastritis H.pylori ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
- Mengetahui perbandingan kadar serum VEGF pada status CagA
(+) dan CagA (-) pada penderita gastritis H.pylori .

Universitas Sumatera Utara


4

1.3.2 Tujuan Khusus


- Mengetahui prevalensi pasien gastritis H.pylori dengan CagA (+)
dan CagA (-)
- Mengetahui kadar VEGF serum pada status CagA (+) dan CagA (-)
pada penderita gastritis H.pylori .
1.4 Hipotesis Penelitian
- Kadar serum VEGF yang lebih tinggi pada status CagA (+)
dibandingkan CagA (-) pada penderita gastritis H.pylori.
1.5 Manfaat Penelitian
- Bagi ilmu pengetahuan : untuk menambah wawasan mengenai
kadar serum VEGF pada pasien gastritis H.Pylori dengan status
CagA (+) dan CagA (-).
- Bagi masyarakat : bila terdapat perbedaan kadar serum VEGF
yang signifikan secara statistik antara pasien gasritis H.pylori CagA
(+) dan CagA (-), maka dengan pemeriksaan non invasif dari darah
dapat memprediksi status virulensi H.pylori, di mana H.pylori
dengan CagA (+) berhubungan dengan inflamasi yang lebih berat.
- Bagi penelitian : sebagai landasan untuk penelitian lanjutan.

Universitas Sumatera Utara


5

1.6 Kerangka Konsep


Variabel independen pada penelitian ini adalah CagA (+) dan CagA (-
) H.pylori dan variabel dependen adalah kadar VEGF serum

GASTRITIS

H.PYLORI NON-H.PYLORI
(NSAID,Viral Infection,alkohol)

Variabel
CagA (+) CagA (-) Independen

IL-1B, IL-6,TNF alfa,IL-8 IL-1B, IL-6,TNF alfa,IL-8 PROINFLAMASI

KERUSAKAN DAN
HIPOKSIA JARINGAN

HIF-1 HIF-1 MEDIATOR HIPOKSIA


(Hypoxia Inducible Factor (Hypoxia Inducible Factor)

VEGF VEGF Variabel


Dependen

ANGIOGENESIS ANGIOGENESIS

PREMALIGNANSI

Universitas Sumatera Utara


6

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi Gastritis
Secara sederhana gastritis didefinisikan sebagai proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang
dapat bersifat akut maupun kronik. Mukosa lambung terdiri dari sel-sel yang
memproduksi asam dan enzim. Asam dan enzim ini akan berperan dalam
pencernaan makanan, sedangkan mukus berperan dalam melindungi mukosa
lambung dari asam. Ketika mukosa mengalami inflamasi, maka produksi
asam, enzim dan mukus akan terganggu. Proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung hanya dapat dilihat secara histopatologi.2,13
Gastritis memberikan gambaran kemerahan pada mukosa yang
nampak pada saat pemeriksaan endoskopi dan tidak bisa menggantikan istilah
dispepsia. Sampai saat ini masih belum jelas hubungan antara gambaran
mikroskopi (histopatologi) dengan keluhan pada lambung. Hubungan antara
gambaran mikroskopi dengan endoskopi juga tidak konsisten. Pada
kebanyakan pasien dengan gambaran gastritis pada pemeriksaan PA sering
tidak menunjukkan kelainan saat endoskopi.14

A.Struktur normal, B.Erosi superfisial, C.Erosi dalam, D.Ulkus gaster akut,


E.Ulkus gaster kronik
Gambar 1. Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012).

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.2 Epidemiologi Gastritis


Gastritis merupakan masalah kesehatan yang umum ditemui dalam
pelayanan klinis. Sekitar 10% kunjungan pada unit gawat darurat merupakan
kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO (Word Health Organization)
dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut : Inggris
22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Sekitar
1,8-2,1 juta penduduk mengalami gastritis setiap tahunnya. 15,16
Angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%
dan merupakan salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat
inap di rumah sakit.15
2.1.3 Etiologi Gastritis
Terdapat beberapa penyebab gastritis diantaranya infeksi kuman
Helicobacter pylori (H.pylori) ; gangguan fungsi sistem imun ; infeksi virus
seperti : enteric rotavirus, calicivirus dan cytomegalovirus ; infeksi jamur
seperti : candida species, histoplasma capsulatum dan mukonacea serta obat
anti inflamasi nonsteroid, konsumsi alkohol, usia, stress oleh karena trauma,
tindakan operatif, luka bakar, dll.13
Infeksi kuman H.pylori merupakan penyebab gastritis yang sangat
penting. Prevalensi infeksi H.pylori pada orang dewasa di negara berkembang
± 90%. Di Indonesia, prevalensi kuman H.pylori yang dinilai melalui
pemeriksaan urea breath test pada pasien dispepsia menunjukkan jumlah
yang menurun.13
Gastritis dapat muncul secara tiba-tiba (gastritis akut) ataupun
membutuhkan waktu yang lama (gastritis kronik). Gastritis akut adalah proses
inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya berupa kondisi erosi dan
hemorgik. Penyebab yang paling sering diantaranya Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs (NSAIDs), kortikosteroid, paparan zat kimia berupa
alkohol, kondisi stress seperti luka bakar berat, myocard infarction, lesi
intrakaranial dan periode postoperatif, kemoterapi dan iskemia. Secara
endoskopi berupa hiperemis mukosa dengan erosi multipel, kecil dan
superfisial serta dapat juga ditemukan ulkus. Secara mikroskopi dapat

Universitas Sumatera Utara


8

ditemukan epitel superfisial injury dan nekrosis pada kelenjar superfisial.


Perdarahan pada lamina propria dapat ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai
dalam jumlah kecil, meskipun neutropil lebih dominan. Pada kasus ringan,
pasien biasanya asimptomatik atau hanya memiliki gejala dispepsia ringan.
Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri ulu hati, mual,
muntah, hematemesis dan melena. Pada kasus berat, pasien biasanya telah
mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi. 17
Sedangkan gastritis kronik didefinisikan secara histologi berupa
peningkatan jumlah sel limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung.
Berdasarkan etiologi, gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A yaitu
berasal dari autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H.pylori dan berapa
kasus lain dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi, mukosa
menunjukkan gambaran atropi. Sedangkan secara histologi ditemukan
infiltrasi sel limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil
jarang ditemukan. Mukosa dapat menunjukkan perubahan ke arah metaplasia
intestinal. Pada stadium akhir, mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak
ditemukan, namun H. Pylori dapat ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat
asimtomatik. Beberapa gejala yang dapat ditemukan berupa : nyeri
epigastrium ringan, mual dan tidak nafsu makan. Pemeriksaan endoskopi
perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik berisiko terhadap terjadinya ca
gaster. Pasien gastritis tipe A, memiliki kelainan autoimun pada organ lain
khususnya penyakit tiroid.17
Etiologi gastritis oleh Rugge (2011) atas dasar agen yang
ditransmisikan yaitu : kimiawi, fisik, faktor imun, dan idiopatik. Rugge juga
membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama antara lain gastritis
H.pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun. Lalu Toljamo (2012)
mengelompokkan etiologi gastritis menjadi 3 kelompok yaitu agen kimiawi,
penyakit, dan faktor fisik/mekanik. Adapun Adibi (2014) menuliskan etiologi
gastritis menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis H. pylori dan gastritis non H.
pylori.18,19

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.3.1 Etiologi Utama


Adibi P menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis
H.pylori dan gastritis non H.pylori (Adibi, 2014). Berbagai macam
penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:19
1. Gastritis kimiawi
i. Gastritis alkoholik
ii. Gastritis yang diinduksi obat
Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain
acarbose, alkohol, antibiotik (eritromisin oral), bifosfonat,
herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew, chaste tree
berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID
(termasuk COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl),
teofilin (Loyd et al., 2011).
iii. Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)
iv. Gastritis kimiawi lainnya
2. Gastritis radiasi
3. Gastritis alergi
4. Gastritis autoimun
5. Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified
6. Duodenitis
2.1.4 Klasifikasi Gastritis
2.1.4.1 Klasifikasi Gastritis secara Makroskopis
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis
non erosiva. Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan
kerusakan/ defek pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan
perdarahan, namun bisa bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala
atau asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh NSAID, alkohol, stres.
Penyebab lain yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri vaskular,
dan trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa
terjadi. Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau
yang tidak ditangani. Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa

Universitas Sumatera Utara


10

terlibat. Ciri khas dari gastritis erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus
lapisan mukosa muskularis. Sementara gastritis non-erosiva mengacu pada
kelainan histologis yang terutama akibat infeksi H.pylori. Kebanyakan
pasien gastritis non-erosiva asimtomatis.20

A B
Gambar 2. A. Gastritis erosiva (Szoke D, 2009), B. Biopsi gaster
menunjukkan erosi epitel permukaan dengan pembesaran 40x (Garg B, et al,
2012).

2.1.4.2 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi


Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe
matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif
21
hemoragik.
Tabel 1. Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi21
Main class Subclass Characteristic features
I. Complete Ia Mature Innumerable pinpoint-sized hemorahages
type on the Mucosal surface
The surrounding mucosal elevation
irreversible due to fibrosis
Ib Immature The bulging border is due to oedema
Type
II. Incomplete IIa A simple defect of the mucosal layer
Without Reaction to surrondings
Erosion located on flat mucosa
Iib Erosion located on the prominent folds of
the prepyloric region
III. Haemorrhagic Innumerable pinpoint-sized hemorrhages on
Erosive the Mucosal surface with erythrodiapedesis
gastritis and Engorged blood vessels within mocosa
and submucosa

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.5 Gastritis H.pylori


H.pylori pertama kali ditemukan oleh Robin Warren dan Marshall
pada tahun 1983. H.pylori merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan
pada permukaan epitel lambung yang menginfeksi sekitar 50% dari populasi
umum. H.pylori bersifat mikroaerofilik, berbentuk batang melengkung,
berukuran panjang 1-3 µm dan lebar 0,3-0,6 µm serta berflagella pada satu
ujung polenya. Bakteri ini memiliki adaptasi yang sangat baik pada kondisi
asam. H.pylori mengekskresikan urease yang berperan dalam merubah urea
menjadi amonia sehingga pH gaster meningkat. H.pylori juga dapat
menghindari kontak dengan gastric juice yang bersifat asam melalui crossing
lapisan tebal dari mukus dengan menggunakan flagelnya. 22
Epidemiologi H.pylori sekitar 50% populasi di dunia. Di negara barat
seperti USA, prevalensi H.pylori < 30% pada usia < 30 tahun dan > 75% pada
usia > 60 tahun. Di Asia, prevalensi H.pylori sangat tinggi namun jika
dihubungkan dengan munculnya ca gaster berbeda pada masing-masing
daerahnya.22
Infeksi kronik dari H.pylori biasanya menyebabkan atrofi serta
metaplasia dan juga diplasia serta ca gaster. H.pylori dapat menyebabkan
ulkus peptikum (70%) dan ulkus duodeni (90%). Transmisi infeksi H.pylori
melalui mulut ke mulut atau feses ke mulut.22
Gejala klinis pada gastritis kronik biasanya asimtomatik. Tetapi pada
gastritis akut oleh karena H.pylori biasanya berupa nyeri perut, mual, muntah
dan kembali pulih setelah beberapa hari. Gejala khas gastritis kronik oleh
karena H.pylori biasanya nyeri epigastrium, disertai kram, mual dan
muntah.23,24

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 3. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori.25


Indikasi diagnosis dan terapi dari infeksi H.pylori berdasarkan American
College of Gastroenterology guideline the management of H.pylori dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2. Indikasi diagnosis dan terapi H.pylori
Kondisi
 Active peptic ulcer disease (gastric or duodenal ulcer)
 Riwayat penyakit peptic ulcer ( tidak pernah diobati untuk
H.pylori)
 Gastric Malt lymphoma (low grade)
 Setelah reseksi gaster oleh karena kanker gaster stadium awal
 Uninvestigative dyspepsia ( prevalensi H.pylori tinggi)
Kontroversi
 Nonulcer dyspepsia
 Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)
 Pengguna Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs
 Anemia Defisiensi Besi
 Populasi yang memilik risiko tinggi Ca gaster

Nonulcer dyspepsia (Functional dyspepsia) merupakan kontroversi oleh


karena pemeriksaan dan terapi H.pylori bergantung secara individu meliputi :
usia, riwayat penggunaan NSAID, malignansi lambung (suku, riwayat keluarga
men derita kanker lambung). Sedangkan GERD tidak direkomendasikan untuk
diagnostik dan terapi H.pylori langsung oleh karena terdapat pendapat yang

Universitas Sumatera Utara


13

menyatakan terjadi perburukan atau perbaikan GERD pada terapi H.pylori. Pada
pengguna NSAID, diagnostik dan terapi H.pylori didasarkan pada hasil yang
diperoleh. Pada anemia defisiensi besi, penurunan jumlah besi biasanya
disebabkan oleh karena H.pylori biasanya menyebabkan pangastritis sehingga
terjadi kondisi achlorhydria dan sekresi asam ascorbat menurun dan berefek
terhadap penurunan absorbsi zat besi. Selain itu juga biasanya disertai dengan
occult bleeding oleh karena gastritis erosiva dan pnggunaan zat besi yang
meningkat oleh H.pylori. Namun dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa tidak
terdapat hubungan sebab akibat antara H.pylori dengan anemia defisiensi besi.
Pada populasi yang memiliki risiko tinggi terhadap H.pylori masih terdapat
kontroversi diagnostik dan terapi H.pylori. 26
Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi
pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah
dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H. pylori, yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.24,26
Tabel 3. Pemeriksaan diagnostik untuk H. Pylori26

Universitas Sumatera Utara


14

Selain tabel di atas, terdapat keuntungan dan kerugian dari penggunaan


masing-masing test untuk diagnostik H.pylori. Keuntungan dan kerugian tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Test H.pylori 26

Test endoskopi Keuntungan Kerugian


1. Histologi Sensitifitas dan spesifisitas Mahal, memerlukan
tinggi infrastruktur & personal
training

Murah, hasil cepat, Sensitifitas menurun


2. Rapid Urease Test sensitivitas dan spesitifitas sesudah terapi
tinggi

Spesifisitas tinggi, dapat Mahal, sulit dilakukan,


3. Kultur melihat sensitivitas bakteri ketersediaan terbatas,
sensitifitas rendah

4. Polimerase Chain Sensitifitas & spesifisitas Ketersediaan terbatas,


Reaction tinggi, sensitifitas metode tidak standar pada
antibiotik lab
Test non endoskopi
1. Antibody testing Murah, tersedia, NPV baik PPV bergantung pada
(quantitative & prevalensi H.pylori, tidak
qualitative) direkomendasikan pada
post terapi

Identifikasi aktif H.pylori, Ketersediaan terbatas


2. Urea Breath Test NPV & PPV baik,
(13C dan 14C) berguna pada pre& post
terapi
Poliklonal test lebih baik
Identifikasi aktif H.pylori, dibandingkan UBT, tidak
NPV & PPV baik, nyaman
3. Faecal antigent test
berguna pada pre& post
terapi

H.pylori dapat dideteksi dari endoskopi melalui histologi, kultur, maupun


tes urease, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua metode
berbasis biopsi tersebut dapat mengalami kesalahan pengambilan sampel karena
infeksi tersebut bersifat patchy. Sekitar 14% pasien tidak mengalami infeksi di
antrum namun memiliki H.pylori di suatu tempat di lambung, terutama jika pasien

Universitas Sumatera Utara


15

tersebut mengalami atrofi gaster, metaplasia intestinal, ataupun refluks empedu.


Selain itu, pasca-eradikasi dengan efektivitas parsial, infeksi dalam kadar rendah
dapat terlewatkan pada biopsi melalui endoskopi. Hal ini menimbulkan
overestimasi efikasi eradikasi dan tingkat reinfeksi. Penghambat pompa proton
mempengaruhi pola kolonisasi H.pylori di lambung dan mengurangi akurasi
biopsi di antrum. Oleh karena itu, pedoman konsensus merekomendasikan untuk
dilakukan biopsi multipel dari antrum dan korpus untuk histologi dan satu untuk
metode lain (baik kultur maupun pemeriksaan urease).26
2.1.5.1 Pemeriksaan invasif
1. Histologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang diwarnai
dengan hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan tambahan
(seperti Giemsa, Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet Creosyl)
untuk mendeteksi infeksi dalam kadar rendah dan untuk menunjukkan
karakteristik morfologi H.pylori. Keuntungan pemeriksaan secara histologi
selain dapat disimpan, irisan dari biopsi dapat diperiksa kapanpun; dan
adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia intestinal dapat pula diperiksa.
Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat disimpan dalam formalin
untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat disimpulkan. 26

2. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi


infeksi bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko
pertumbuhan berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif,
dan metode ini adalah metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama
endoskopi. Meskipun hanya sedikit pusat kesehatan yang secara rutin
menawarkan isolasi mikrobiologis H.pylori, prevalensi strain multiresisten
membuat metode kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotik menjadi
persyaratan bagi pasien dengan infeksi persisten dengan kegagalan terapi. 26

3. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi
H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan
CLO dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki

Universitas Sumatera Utara


16

sensitivitas dan spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan


urease seringkali lebih tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena
seluruh spesimen biopsi ditempatkan di dalam media sehingga dapat
menghindari sampel tambahan ataupun kesalahan proses terkait histologi
maupun kultur. Sensitivitas pemeriksaan urease biopsi terlihat jauh lebih
rendah (sekitar 60%) pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas.
Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan menempatkan beberapa
sampel biopsi di dalam satu vial untuk pemeriksaan. 26

2.1.5.2 Pemeriksaan non-invasif


1. Serologi. Infeksi H.pylori menimbulkan respon mukosa lokal dan antibodi
sistemik. Antibodi IgG terhadap H.pylori dalam sirkulasi dapat dideteksi
melalui antibodi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji
aglutinasi lateks. Pemeriksaan tersebut umumnya sederhana, reprodusibel,
tidak mahal, dan dapat dilakukan terhadap sampel yang disimpan. Metode
ini banyak digunakan dalam studi epidemiologi, termasuk studi retrospektif
untuk menentukan prevalensi maupun insiden infeksi. Individu sangat
bervariasi terkait respon antibodi terhadap antigen H.pylori, dan tidak ada
antigen yang sama yang dapat dikenali melalui serum dari semua subyek.
Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis bergantung kepada antigen
yang digunakan sehingga penting untuk melakukan validasi lokal terhadap
ELISA H.pylori. Pada orang tua dengan infeksi yang telah berlangsung
lama, gastritis atrofi dikaitkan dengan hasil negatif palsu. Konsumsi obat
anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.
Titer antibodi turun secara perlahan pasca-keberhasilan eradikasi sehingga
serologi tidak dapat digunakan untuk menentukan eradikasi H.pylori
ataupun untuk menentukan tingkat reinfeksi. Meskipun titer antibodi IgM
terhadap H.pylori menurun seiring bertambahnya usia, tidak ada assay yang
menunjukkan akuisisi baru. Karena infeksi ini biasanya asimtomatik, sulit
untuk mengidentifikasi dan menegakkan jalur transmisi. Keuntungan
metode serologi adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan

Universitas Sumatera Utara


17

assay fase solid terfiksir untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori.


Near patient test (NPT) dapat dilakukan di pusat kesehatan primer dan lebih
13
sederhana dibanding C-urea breath test yang merupakan satu-satunya
NPT yang digunakan saat ini. Namun akurasi NPT serologis lebih rendah
dibanding yang dilaporkan untuk pemeriksaan ELISA standar menggunakan
preparat antigen yang sama. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk
menenangkan pasien, namun saat ini belum ada studi yang membandingkan
akurasi, efektivitas biaya, dan nilai jaminan dari 13C-urea breath test dengan
NPT serologis di pusat kesehatan primer.26
2. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji
13
C-urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea
dengan karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa
lambung dan melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai 13CO2 dalam
udara ekspirasi. Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak
bersifat radioaktif, dapat digunakan sebagai uji skrining untuk H.pylori,
menilai eradikasi, dan mendeteksi infeksi pada anak. Pemeriksaan 14C-urea
breath test mirip dengan 13C-urea breath test namun bersifat radioaktif dan
tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan primer.26
3. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich
sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang
terbungkus feses. Studi melaporkan sensitivitas dan spesifisitas yang mirip
13
dengan C-urea breath test (>90%), dan teknik ini berpotensi untuk
dikembangkan sebagai NPT. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah
dalam studi epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada
anak.26
2.1.6 Patofisiologi
2.1.6.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum
Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor
agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor
defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin,
refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya

Universitas Sumatera Utara


18

radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi


mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat,
dan motilitas saluran pencernaan.27

Gambar 4. Patofisiologi gastritis 28


Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor
agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa. 28

2.1.6.2 Virulensi H.Pylori


Helicobacter pylori merupakan agen penyebab terjadinya gastritis
(GIs) dan ulkus gaster (UG),yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
tumor gaster (TG).Oleh karena itu, H.pylori diklasifikasikan kedalam kelas I
bahan karsinogenik oleh WHO. Negara berkembang memiliki prevalensi
H.pylori rata-rata sekitar 80 % dibandingkan dengan negara maju sekitar 20-
50 %. Keragaman genetic memainkan peranan di dalam variasi genotype dari
H.pylori,yang mana hal ini akan menghasilkan virulensi khusus dengan
berbagai patogenisitas. H.pylori membawa faktor virulensi yang berbeda
seperti urease, flagellar, vacuolating cytotoxin A,dan cytotoxinassiciated gene
A (CagA), yang memegang peranan penting dalam invasi, kolonisasi dan
proliferasi. Variasi genetic yang sangat tinggi dari CagA dan VacA berkaitan
langsung dengan infeksi yang berat dari H.pylori tersebut.Strain H.pylori

Universitas Sumatera Utara


19

dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu strain tipe 1 yaitu CagA (+) VacA (+) dan
strain tipe 2 yaitu CagA (-) VacA in aktif. Protein VacA diproduksi sebagai
protoksin dengan berat molekul 140-kDA, selanjutnya dipecah menjadi
bentuk aktif dengan berat molekul 95-Kda yang selanjutnya akan
disekresikan.Toksin VacA yang dihasilkan oleh VacA gen merangsang
vakuola sitoplasmik dan peningkatan permeabilitas,yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel epithelial lambung.Gen VacA
menunjukkan variasi alel yang signifikan pada s dan m regional.Regional s
terdiri dari 2 subtipe yaitu s1 dan s2. Subtipe s1 dibagi menjadi 3 bagian yaitu
s1a,s1b,s1c , sedangkan regioanal m terdiri dari m1 dan m2 subtipe.
Kombinasi pleomorfik dari s dan m regional berpengaruh terhadap aktifitas
vakuolisasi dari gen VacA. Perbedaan kombinasi genotype dari VacA
menyebabkan perbedaan level patogenitas seperti s1am1 dan s1bm1
menghasilkan jumlah toksin yang sangat tinggi dan merupakan genotype
yang paling virulen dibandingkan dengan s1m1 yang hanya menghasilkan
moderat virulensi.Akan tetapi,genotype s2m1 dan s2m2 disadari bervirulensi
rendah, hal ini didasarkan pada kemampuan untuk menghasilkan vacuola
yang rendah pula. Genotipe s1am1 dan s1bm1 dilaporkan sering terjadi pada
kasus akut gastritis, ulkus peptikum, dan karsinoma lambung, sementara itu
genotype s2m1 dan s2m2 hanya dijumpai pada ulkus lambung7.Gen CagA
dengan segmen DNA 40 kb ditemukan pada salah satu ujung Cytotoxin-
Associated gen Pathogenicity Island (cag PAI) yang mengkode sistem sekresi
tipe IV. Protein CagA sangat imunogenik dan ditemukan sekitar 50-70 % dari
strain H.pylori.Protein CagA akan ditranslokasikan ke membrane sel sel
epitel melalui system sekresi tipe IV.Pada membrane sel epitel, CagA
menyebabkan redistribusi protein perlekatan antar sel yang menyebabkan
kebocoran sel. Adapun faktor virulensi H.pylori secara individual telah
didiskusikan sejak lama, dan CagA muncul sebagai salah satu yang paling
berpengaruh terhadap angka kejadian tumor gaster. Dari sebuah studi
penelitian multisenter berbasis studi kasus memperlihatkan peningkatan kadar
Cag PAI pada 31 gen yang ini berkaitan langsung dengan tumor

Universitas Sumatera Utara


20

gaster.Sementara itu pada strain CagA (+) telah dilaporkan berdampak pada
tingginya resiko untuk tumor gaster pada populasi di Barat. Tingginya angka
kejadian strain CagA (+) pada populasi di Asia yang terinfeksi H.Pylori tidak
cukup kuat bila dikaitkan dengan angka kejadian tumor gaster. Hal ini karena
upaya dari kuman H.pylori untuk bertahan di lambung dari penderita yang
terinfeksi berbeda kolonisasinya,dan membutuhkan mekanisme adaptasi
khusus29.Studi lain menyebutkan bahwa H.Pylori dengan CagA (+) akan
merangsang terjadinya perubahan patologis yang dimulai dari timbulnya
gastritis, ulkus gaster dan tumor gaster. Strain H.Pylori dengan CagA (+)
lebih virulen menyebabkan terjadinya inflamasi mukosa pada kondisi gastritis
dan tumor gaster.Prevalensi kejadian H.Pylori dengan strain Cag A (+)
sebesar 61 % dengan perbandingan 19 % tipe di Barat, 42 % tipe Asia Timur.
Di Asia timur laporan terakhir oleh Hou et.al.,strain H.Pylori Cag A(+)
terbanyak berasal dari Cina bagian selatan (Shanghai) yaitu sebesar 93,9% 7.
2.1.6.3 Imunopatogenesis Gastritis H. Pylori
H.pylori memiliki efek stimulasi terhadap respon imun non spesifik
dan spesifik. Kolonisasi H.pylori pada mukosa gaster akan merangsang
sistem imun non spesifik berupa aktivasi proinflamasi dan faktor
antibakterial dari sel epitel gaster. H.pylori juga menstimulasi sistem imun
spesifik yaitu selluler dan humoral. Meskipun demikian sangat sulit untuk
mengeliminasi H.pylori dari mukosa gaster dan biasanya infeksi H.pylori
menetap (persisten). Hal ini disebabkan H.pylori memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi respon imun untuk menghindari eliminasi serta menurunkan
regulasi kerusakan jaringan. Respon H.pylori terhadap sistem imun humoral
yaitu menstimulasi terbentuknya antibodi yaitu IgA dan IgG. Namun efek
antibodi ini masih kontroversi yaitu melindungi sedangkan dari laporan
lainnya menyebakan persistensi kolonisasi dan menghambat efek
perlindungan. Sel T memiliki efek dominan dalam sistem imun H.pylori. Sel
Th1 memproduksi IFN-γ dan akan menyebabkan munculnya proinflamasi
lain seperti : TNF-α, IL-12 dan IL-18.28

Universitas Sumatera Utara


21

H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori


mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di
mukosa gaster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan
TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN-γ
menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa
disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1
atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat
menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi. 30

Gambar 5.a. Imunopatogenesis infeksi H.pylori30

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 5.b. Imunopatogenesis infeksi H.pylori30


H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6,
TNF-α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi
menyebabkan T-reg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang
mempertahankan kadar H.pylori dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam
memodulasi respon imun pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali
dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi respon imun
pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus tersebut
mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. T-reg
meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan
memfasilitasi pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa studi
menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan
keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori
memiliki respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1
termasuk IFN-γ, IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan
dengan IL-10 dari T-reg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan
imunosupresi parsial30.

Universitas Sumatera Utara


23

Gambar 6. Respons Inflamasi akibat H. pylori 30


2.2 Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
2.2.1 Angiogenesis
Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal
dari pembuluh darah yang telah ada. Angiogenesis sangat dibutuhkan dalam
pembentukan organ baru serta untuk diferensiasi saat embriogenesis,
penyembuhan luka dan fungsi reproduksi wanita.31,32 Angiogenesis dapat
dipicu oleh berbagai kondisi patologis, seperti reumatoid artritis, retinopati
diabetik, degenerasi makular, psoriasis dan pertumbuhan serta metastasis
tumor.32,33
Tumor membutuhkan angiogenesis untuk tumbuh di atas ukuran 1-2
3 32
mm . Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrien, faktor
pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik, mempengaruhi faktor
hemostatik yang mengontrol koagulasi dan sistem fibrinolitik, dan
penyebaran sel-sel tumor ke tempat jauh.34
Angiogenesis merupakan proses yang sangat kompleks, yang
diregulasi secara ketat oleh faktor-faktor proangiogenik (VEGF) dan faktor-
faktor anti angiogenik.32,34 Suatu tumor avaskular bergantung pada difusi

Universitas Sumatera Utara


24

pasif untuk suplai oksigen dan makanan serta untuk pembuangan produk sisa.
Hal ini membatasi ukuran tumor sampai sekitar 2 mm, yang disebut keadaan
dorman. Sel-sel tumor yang hipoksik akan memproduksi faktor-faktor
pertumbuhan, termasuk VEGF. Tumor juga memproduksi inhibitor endogen
angiogenesis, seperti TGF-β. Mulanya inhibitor melebihi faktor pertumbuhan
dan sel endotel tetap diam. Akan tetapi, saat tumor mampu memproduksi
cukup faktor pertumbuhan dan/atau menekan ekspresi inhibitor, akan terjadi
‘angiogenic switch’ menuju proses angiogenesis.33 ‘Angiogenic switch’
merupakan pertanda proses malignansi.34
Permulaan Angiogenesis
Pada permulaan angiogenesis, stimulus angiogenik yang diterima
menyebabkan sel endotel kapiler sekitar tumor teraktivasi, kontak yang erat
dengan sel sekitar akan menghilang dan mensekresi enzim proteolitik
(protease) yang mempunyai efek mendegradasi jaringan ekstraseluler. Ada
banyak jenis enzim proteolitik tersebut, tetapi secara garis besar dibagi
menjadi matrix metalloproteases (MMPs) dan plasminogen activator
(PA)/sistem plasmin. Target awal protease adalah membran dasar. Setelah
terdegradasi, sel endotel akan dapat bergerak melalui gap yang ada pada
membran dasar menuju matriks ekstraseluler. Sel-sel endotel sekitar akan
bergerak mengisi gap pada membran dasar dan mengikuti sel-sel endotel
sebelumnya menuju matriks ekstraseluler. Karena itu, fungsi pertama faktor
pertumbuhan angiogenik adalah menstimulasi produksi protease oleh sel-sel
endotel. Hal ini merupakan faktor kunci pada rangkaian angiogenesis, sebab
tanpa adanya aktivitas proteolitik, sel-sel endotel akan dihambat oleh
membran dasar hingga tidak dapat keluar dari kapiler (pembuluh) induk. 33
Migrasi Sel Endotel, Proliferasi dan Pembentukan Pembuluh
Setelah ekstravasasi, sel endotel terus mensekresi enzim proteolitik,
yang akan mendegradasi matriks ekstraseluler. Sel endotel terus bergerak
menjauhi pembuluh induk menuju tumor, membentuk tunas kecil. Sel endotel
akan bertambah dari pembuluh induk hingga tunas memanjang. Awalnya
tunas-tunas ini bergerak paralel satu sama lain, akan tetapi pada jarak tertentu

Universitas Sumatera Utara


25

dari pembuluh induk, mulai condong menuju tunas lainnya. Hal ini akan
membentuk loop tertutup (anastomose), yang akan memungkinkan
dimulainya sirkulasi pada pembuluh yang baru. Ini merupakan peristiwa
penting dalam pembentukan jaringan vaskular fungsional, akan tetapi
stimulus yang pasti terhadap perubahan arah tunas dan anastomosis masih
belum diketahui.33
2.2.2 Famili VEGF
Famili VEGF yang secara genetik berhubungan sebagai faktor
pertumbuhan angiogenik dan limfangiogenik terdiri dari 6 glikoprotein yaitu
VEGF-A (biasa disebut VEGF), VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, dan
placenta growth factor (PlGF).33
Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah glikoprotein
proangiogenik yang berfungsi meningkatkan proliferasi, migrasi, survival
pada sel endotel serta meningkatkan permeabilitas kapiler. VEGF merupakan
sebuah basa, 34-46-kDa homodimeric, heparin-binding glycoprotein dan gen
VEGF berada di kromosom 6p12. Ekspresi VEGF berpotensi pada respon
terhadap hipoksia dan aktifasi oleh onkogen VEGF, yang juga disebut
vascular permeability factor (VPF), termasuk ke dalam keluarga supergene
VEGF-platelet-derived growth factor (PDGF). VEGF adalah sinyal kunci
yang digunakan oleh sel yang kekurangan oksigen (oxygen-hungry cells)
untuk memicu pertumbuhan pembuluh darah. VEGF adalah regulator utama
angiogenesis yang bekerja dengan menstimulasi mitogenesis dari sel endotel
dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Banyak peneliti
mengemukakan bahwa level VEGF dalam sirkulasi berhubungan dengan
besarnya tumor dan metastase penyakit, dan kadar VEGF dalam sirkulasi
berhubungan dengan progresifitas penyakit. Hal ini menandakan bahwa ada
kemungkinan untuk mengukur level VEGF dalam serum dan plasma
darah.35,36,37,38
VEGF merupakan salah satu faktor penting dalam proses angiogenesis
terutama pada adenokarsinoma. VEGF berkontribusi dalam neovaskularisasi
tumor yang berespon untuk meningkatkan kebutuhan pengiriman nutrisi dan

Universitas Sumatera Utara


26

oksigen, hal ini dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup sel tumor. VEGF
berperan penting dalam vaskulogenesis selama embriogenesis, angiogenesis
fisiologis, dan neovaskularisasi malginansi. Transkiripsi VEGF dipicu oleh
hipoksia dan berbagai sinyal pertumbuhan. Sel endotel yang distimulasi oleh
VEGF bermigrasi dan berproliferasi, menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskuler, merangsang MMPs, membelah dan merekrut elemen pendukung,
seperti perisit.39,40
Dalam keadaan normal, VEGF diekspresikan dalam kadar yang
bervariasi oleh berbagai jaringan, termasuk di antaranya otak, ginjal, hati, dan
limpa36. Tekanan oksigen dapat berfungsi sebagai regulator VEGF. Paparan
kondisi hipoksia menginduksi ekspresi VEGF dengan cepat. Sebaliknya,
dalam kondisi kadar oksigen normal (normoksia), ekspresi VEGF menurun
dan megalami stabilisasi. Tingkat ekspresi VEGF juga bergantung pada
jumlah sitokin inflamatori dan hormon pertumbuhan, termasuk di antaranya
Epidermal Growth Factor (EGF), Interleukin-1β (IL-1β), platelet derived
growth factor (PDGF), tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan transforming
growth factor- β1 (TGF- β1).41
2.2.3. Peran VEGF Pada Angiogenesis dan Vaskulogenesis
Semua sel membutuhkan asupan oksigen dan nutrien dari pembuluh
darah disekitarnya untuk bertahan hidup. Setiap sel berada tidak jauh dari
pembuluh darah agar asupan oksigen dan nutrien tetap terjaga. Setiap sel
terletak tidak lebih dari 0,1 hingga 0,2 mm dari jarak difusi oksigen dari
pembuluh darah. Dalam hal ini sel tumor juga membutuhkan asupan oksigen
dan nutrien yang dibawa oleh darah melalui pembuluh darah untuk tetap
tumbuh. Pada awalnya, tumor muncul sebagai sebuah sel, yang kemudian
tumbuh menjadi kanker dan mulai membelah, membentuk sel-sel kanker
baru. Awalnya, sel-sel ini mendapatkan nutrisi dari pembuluh darah yang ada
didekatnya. Akan tetapi, karena sel terus membelah maka sel yang berada di
tengah menjadi berada jauh dari pembuluh darah sehingga ia harus
mempunyai pembuluh darah sendiri. Tanpa oksigen dan nutrien dari

Universitas Sumatera Utara


27

pembentukan pembuluh darah baru, tumor tidak akan tumbuh lebih besar dari
1 milimeter.42
Rendahnya level oksigen dan nutrien, membatasi fungsi dan viabilitas
jaringan. Respon alami terhadap keadaan iskemia jaringan adalah
meningkatkan angiogenic growth factor bersama dengan pengadaan dan
mobilisasi alemen-elemen seluler dalam sirkulasi untuk memfasilitasi
pertumbuhan pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Neovaskularisasi
merupakan hasil dari beberapa proses yaitu vaskulogenesis, angiogenesis, dan
arteriogenesis. Angiogenesis adalah sprouting kapiler baru dari kapiler yang
sudah ada. Angiogenesis dirangsang terutama oleh hipoksia jaringan melalui
Hypoxia-Inducable Factor (HIF)-1 expression. HIF-1 mengaktivasi
transkripsi beberapa gen seperti VEGF, reseptor VEGF flt-1, neuropilin-1,
dan angiopoietin-2.42

Gambar 7. Skema mekanisme neovaskularisasi.


A.Vaskulogenesis, pertumbuhan kapiler dari sel-sel endotel progenitor
(EPC), B. Angiogenesis, pertumbuhan kapiler baru dari pembuluh darah yang
sudah ada, C.Arteriogenesis, pertumbuhan kolateral dengan remodeling dari
kolateral yang sudah ada.42
2.2.4 Regulasi VEGF
Berbagai mekanisme dapat meregulasi ekspresi VEGF, yang paling
penting adalah hipoksia. Studi menunjukkan hypoxia inducible factor-
1(HIF-1) adalah mediator utama terhadap respon hipoksia tersebut.
Berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai faktor pertumbuhan dan
sitokin dapat meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel-sel tumor
hingga menginduksi angiogenesis secara tidak langsung, seperti EGFR
dan HER2, platelet-derived growth factor (PDGFs) dan COX-2. Beberapa

Universitas Sumatera Utara


28

onkogen berperan dalam regulasi VEGF, seperti c-src, BCR-ABL, dan ras.
Gen supresor tumor p53 berperan penting dalam regulasi VEGF.
Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan meningkatkan ekspresi
VEGF.32,34
Regulator ekspresi VEGF dan VEGFR adalah sebagai berikut :
1) Hipoksia
Hipoksia berperan penting dalam regulasi ekspresi VEGF. Hypoxia
inducible factor-1(HIF-1) merupakan mediator kunci untuk respon
hipoksik ini dan produk gen supresor tumor von Hipple Lindau (vHL)
memiliki perang penting. Di bawah kondisi normoksik, HIF-lα secara
cepat didegradasi oleh jalur ubiquitin-proteosom, suatu proses yang
dikontrol oleh produk gen supresor tumor vHL. Jika vHL tidak ada atau
bermutasi, HIF-lα akan bersatu dengan HIF-lβ, sehingga kompleks ini
akan bentranslokasi pada nukleus dan terikat pada promotor VEGF yang
mengarah pada peningkatan transkripsi VEGF.34,43,44
2) Faktor pertumbuhan dan sitokin
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan dan
sitokin dapat meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel tumor
sehingga secara tidak langsung menginduksi angiogenesis. Pentingnya
sistem epidermal growth factor receptor (EGFR;ErbB1) dan HER2/neu
(ErbB2) dalam regulasi VEGF dan angiogenesis telah divalidasi pada
beberapa sistem tumor, termasuk karsinoma kolon, kanker pankreas,
kanker lambung, kanker payudara, glioblastoma multiforme, kanker paru,
dan karsinoma sel renal.34,43
Insulin-like growth factor-I receptor (IGF-IR) sering overekspresi
pada beberapa kanker manusia, dan telah dihubungkan dengan agresivitas
penyakit dan pembentukan metastase. Sistem model eksperimental telah
menunjukkan pentingnya aktivasi sistem IGF-IR dalam menengahi
angiogenesis dengan meningkatkan regulasi ekspresi VEGF pada kanker
payudara, endometrium, pankreas dan kolorektal.34

Universitas Sumatera Utara


29

Prostaglandin berperan penting dalam berbagai proses biologis,


dan prostaglandin tertentu saat ini mempunyai implikasi dalam
angiogenesis tumor melalui peningkatan regulasi ekspresi VEGF.
Prostaglandin-endoperoxide synthase (juga dikenal dengan
cyclooxigenase [COX]) merupakan enzim terbatas yang terlibat dalam
transformasi oksidatif asam arakidonat menjadi berbagai senyawa
prostaglandin. Dalam dekade terakhir, berbagai studi telah
mengkonfirmasi hubungan antara overekspresi COX-2 dan dan progresi
tumor serta peningkatan angiogenesis (ekspresi VEGF) pada berbagai
keganasan solid seperti kanker lambung, colon, prostat, payudara dan
pankreas. Sebagai tambahan, beberapa studi in vivo menunjukkan COX-2
menengahi ekspresi VEGF pada berbagai lapisan sel, akan tetapi hal ini
kemungkinan bergantung pada jenis tumor, karena penghambat COX-2
tidak mempunyai efek pada semua jenis tumor.34
3) Onkogen dan gen supresor tumor
Banyak onkogen telah mempunyai implikasi pada proses
angiogenesis tumor solid, sebagian karena kemampuannya menginduksi
faktor pertumbuhan angiogenik seperti VEGF. Protoonkogen c-src
mengkode protein tyrosine kinase, yang terlibat dalam regulasi ekspresi
VEGF dan dalam memajukan neovaskularisasi tumor yang sedang
tumbuh. Onkogen BCR-ABL telah diidentifikasi mempunyai peran kunci
dalam patogenesis molekular leukemia, yang telah dipertimbangkan
sebagai keganasan yang tergantung pada angiogenesis. 34
2.2.5 Aliran Darah Mikrovaskular, Regulasi, dan Respons terhadap Injuri
Endotel mikrovaskular mampu membentuk vasodilator poten seperti
Nitric oxide (NO) dan prostasiklin yang melindungi mukosa gaster terhadap
injuri serta melawan kerja vasokonstriktor yang bisa merusak mukosa seperti
leukotrien, tromboxan A2, dan endotelin. Ketika mukosa gaster terekspos
iritan terjadi peningkatan aliran darah mukosa guna menyingkirkan/
mendilusi zat tersebut.45

Universitas Sumatera Utara


30

NO merupakan vasodilator poten yang dibentuk dari L-arginine oleh


enzim NO synthase (NOS) yang diekspresikan di sel endotel. Di mukosa
gaster, NO berperan penting untuk pertahanan mukosa dengan meregulasi
jumlah darah yang masuk ke sirkulasi mukosa. NO melindungi mukosa gaster
terhadap injuri seperti etanol, dll. Sementara menghambat NOS
(menyebabkan penurunan NO) meningkatkan resiko cedera mukosa gaster.
Regenerasi mukosa setelah injuri akut terdiri dari 2 proses yaitu
45,46,47
:
1. Re-epitelisasi (restitusi) dan proliferasi sel
Mukosa gaster memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan.
Restitusi merupakan proses sel-sel yang viabel membatasi area yang rusak
dan bermigrasi untuk melapisi membran basalis. Beberapa faktor
pertumbuhan terbukti menstimulasi migrasi sel dan meningkatkan aliran
darah. Selain itu untuk re-epitelisasi, memperbaiki erosi memerlukan sel
epitel untuk mengisi defek mukosa,. TGF-α dan EGF yang bersifat
mitogenik terhadap sel progenitor, meningkatkan pelepasan musin gaster,
menstimulasi migrasi sel.
2. Angiogenesis
Memperbaiki injuri juga memerlukan angiogenesis yang merupakan
pembentukan pembuluh darah baru. Hal ini penting untuk memfasilitasi
suplai nutrisi dan oksigen ke area yang cedera, sehingga memungkinkan
terjadinya proliferasi dan migrasi sel. Angiogenesis penting untuk
memperbaiki injuri mukosa gaster akut maupun proses penyembuhan
ulkus gastroduodenal kronik. VEGF merupakan salah satu faktor
angiogenesis kuat untuk sel endotel vaskular. Pada erosi mukosa gaster
akibat etanol, terjadi peningkatan VEGF di mukosa yang mengitari
nekrosis dan peningkatan faktor angiogenesis diikuti dengan respons
angiogenik.

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 8. Proses Perbaikan Mukosa akibat Inflamasi.48


Adanya inflamasi akan meningkatkan faktor pertumbuhan untuk
meningkatkan proliferasi sel guna proses penyembuhan ulkus dan perbaikan
mukosa melalui peningkatan sekresi bikarbonat dan angiogenesis yang
dimediasi faktor pertumbuhan proangiogenik seperti VEGF dan bFGF.48
2.2.6 VEGF pada Gastritis H. pylori
Neoangiogenesis merupakan perkembangan pembuluh darah baru dari
prekursor endotelial yang ada, yang menjadi mekanisme umum yang terlibat
dalam patogenesis inflamasi dan lesi epitel ulkus, dan juga pertumbuhan
tumor malignan dan metastasis. Di antara faktor pro-angiogenesis sejauh ini
VEGF merupakan stimulus paling poten terjadi neoangiogenesis. 11
Di lambung, terjadi peningkatan ekspresi VEGF untuk penyembuhan
lesi peptik. Dan pada adenokarsinoma gaster sering terjadi peningkatan
ekspresi VEGF disertai peningkatan densitas pembuluh darah kecil
intratumor. Lebih lanjut lagi, peningkatan ekspresi VEGF juga terjadi pada
lesi pra keganasan gaster seperti gastritis kronik atrofi dan metaplasia
intestinal. Hal ini diperkirakan terjadi karena ekspresi VEGF diinduksi oleh
H.pylori yang menyebabkan inflamasi mukosa gaster dan berperan pada awal
proses karsinogenesis gaster melalui angiogenesis. VEGF berperan utama

Universitas Sumatera Utara


32

dalam perbaikan mukosa gaster dan terjadi peningkatan berlebihan pada ca


gaster.11

Gambar 9. Skema secara umum infeksi H. pylori pada mukosa 49


(VEGF : vascular endothelium growth factor; EC : endothelial cell; TGF-β :
tumor growth factor beta; PG : prostaglandin; MMP : matrix metalloprotease;
COX-2 : cyclooxygenase 2; - : inhibits; + : activates).

VEGF meningkatkan ekspresi VEGF pada sel epitel gaster manusia


secara in vitro dan tampaknya efek ini bergantung pada aktivasi epidermal
growth factor receptor (EGFR), MAP kinase, cyclooxygenase-2 (COX-2)
mediated pathway. Kadar VEGF secara signifikan lebih tinggi pada mukosa
yang terinfeksi H.pylori yaitu terutama antrum gaster. Mukosa gaster yang
terinfeksi H.pylori sekitar 5,5 kali meningkat pada kadar VEGF di antrum
(p< 0,05 versus mukosa antrum yang tidak terinfeksi) dan 2 kali meningkat
pada korpus (p<0,05 versus mukosa korpus yang tidak terinfeksi). Dan
ternyata peningkatan VEGF ini sejalan dengan jumlah pembuluh-pembuluh
darah kecil baru. Jumlah pembuluh darah baru pada korpus gaster lebih tinggi
pada yang terinfeksi H.pylori dibandingkan yang tidak terinfeksi walaupun
secara statistik tidak signifikan. Ekspresi VEGF dan neoangiogenesis lebih
terbukti pada mukosa antrum daripada korpus pada pasien yang terinfeksi
H.pylori diperkirakan akibat peningkatan ekspresi dan pelepasan gastrin

Universitas Sumatera Utara


33

secara lokal dari sel G antrum. Gastrin diketahui menstimulasi ekspresi COX-
2 dan hal ini menyebabkan peningkatan ekspresi VEGF. 50,51
Caputo R, et al menemukan bahwa H.pylori meningkatkan ekspresi VEGF
secara spesifik berhubungan dengan adanya toksin VacA. 11 Penelitian-
penelitian tersebut sejalan dengan Mueller et al bahwa terjadi peningkatan
ekspresi VEGF pada gaster tikus yang terinfeksi H.pylori.11 Strowski et al
melaporkan bahwa H.pylori menstimulasi ekspresi VEGF pejamu pada sel
epitel gaster manusia.52,53
Mangia A,et al,status H.Pylori dan kaitannya dengan faktor angiogenik
pada pasien dengan tumor gaster menyimpulkan bahwa antigen H.Pylori
eratkaitannya dengan kadar plasma VEGF,tetapi tidak dengan faktor
angiogenik.Hal ini diduga bahwa efek toksik dari H.Pylori pada angiogenesis
terjadi diawal proses penyakit atau infeksi yang agresif dan bertahan
lama,tetapi hanya terjadi saat kadar antibody Ig.G H.pylori masih dijumpai54.
Tucillo C,et al. VEGF merupakan modulator penting dalam proses
perbaikan mukosa gaster yang diakibatkan oleh respon inflamasi terhadap
H.Pylori dimana akan dijumpai peningkatan kadar VEGF pada tumor
gaster.Melalui metode imunohistokimia dari jaringan mukosa gaster dan neo-
angiogenesis yang terjadi memperlihatkan ekspresi VEGF sangat tinggi pada
daerah mukosa kelenjar lambung yang terinfeksi H.Pylori bila dibandingkan
dengan yang tidak terinfeksi.Hal ini juga sejalan dengan peningkatan neo-
angiogenesis yang didapatkan dari pemeriksaan CD-34 (+) dimana banyak
ditemukan pembuluh darah kecil55.

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 10. H. pylori yang berhubungan dengan karsinogenesis melalui CagA


yang menginduksi transisi mesenkimal epitel (EMT). 56

H. pylori menginjeksi CagA ke dalam sel dan mengganggu hubungan


antar sel, dimana daerah yang paling terpengaruhi yaitu pada daerah apical
junction compleks. Cag A ini akan mengakibatkan kehilangan polaritas antar
sel dan akan menyebabkan kematian sel epitel dan terganggunya integritas sel
epitel. Sel-sel epitel yang rusak harus diganti dengan sel-sel baru yang berasal
dari jaringan lain. Sel-sel epitel jaringan lain harus berubah fungsi menjadi sel
mesenkim yang motil dan invasif agar dapat menggantikan sel epitel pada
jaringan yang rusak oleh H. pylori. Apabila membutuhkan sel-sel baru, maka
program apoptosis akan dihentikan untuk mencegah jumlah sel yang ada
berkurang. Dan bila terjadi pajanan CagA secara berulang - ulang selama
bertahun tahun dapat menyebabkan terjadinya karsinogenesis56.
2.2.7 VEGF pada Gastritis H. Pylori dengan Adenokarsinoma57
Reseptor VEGF merupakan target aksi lainnya bagi pengobatan kanker.
Aktivitas reseptor VEGF akan mimicu proses angiogenesis, yaitu proses
pembentukan pembuluh darah baru di sekitar tumor untuk menyuplai
kebutuhan nutrisi sel. Penghambatan angiogenesis merupakan salah satu
pendekatan terapi kanker, dengan cara menghentikan suplai darah ke tempat
terjadinya tumor .

Universitas Sumatera Utara


35

Sebetulnya angiogenesis adalah sebuah proses yang sehat. Tetapi pada


penderita kanker, proses pembentukan pembuluh darah baru ini akan
membuat tumor memiliki jaringan pembuluh darah sendiri yang akan
membuatnya tumbuh dengan cepat dan ganas. Anti-angiogenesis adalah
terapi yang bertujuan untuk menghentikan pembentukan pembuluh darah
baru. Karena tanpa suplai darah, sel tumor/ kanker akan mati. Tanpa memiliki
pembuluh darah sendiri, tumor hanya dapat tumbuh maksimal satu milimeter
saja.
Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) adalah sinyal kimia yang
diproduksi oleh sel-sel yang merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru.
Ini adalah bagian dari sistem yang mengembalikan pasokan oksigen ke
jaringan bila sirkulasi darah tidak memadai. Fungsi normal VEGF adalah
untuk menciptakan pembuluh darah baru selama perkembangan embrio,
pembuluh darah baru setelah cedera, dan pembuluh darah baru (sirkulasi
kolateral) untuk memotong pembuluh diblokir.
Penderita Gastritis H. pylori

Meningkatkan Aktivasi sel imun


hipersekresi asam (Leukosit, cytokin, growth faktor)

Kerusakan endotel lambung INFLAMASI

Perubahan morfologi, ultrastruktur, Menghambat APOPTISIS


dan fungsional Cag A

Pertumbuhan sel kanker


Kerusakan endotel mikrovaskular
menyebabkan stasis mikrovaskular,
berhentinya suplai oksigen, dan Sel kekurangan oksigen dan energi
transport nutrisi

HIF – 1 meningkat
HIF – 1 meningkat

VEGF meningkat
VEGF meningkat

ANGIOGENESIS
ANGIOGENESIS

Gambar 11. Skema infeksi H. pylori dengan angiogenesis

Universitas Sumatera Utara


36

Proses awalnya terjadi ketika manusia menghirup oksigen ke dalam


tubuh. Sel tubuh manusia memerlukan oksigen yang digunakan sebagai
energi menjalankan proses – proses molekuler. Kemudian oksigen tersebut
dikirimkan melalui darah, dan sebagian besar sel – sel tubuh berada dalam
rentang 10 milimeter dari pembuluh kapiler. Sel – sel tumor juga seperti itu,
bila massa sel – sel tumor telah lebih besar dari 1 milimeter, hal tersebut
menyebabkan sel kekurangan oksigen dan energi. Sel tumor akan terus
berkembang bila dibentuk pembuluh darah baru (angiogenesis). Vascular
endothelial growth factor atau VEGF adalah sinyal kunci yang digunakan
oleh sel yang kekurangan oksigen (oxygen-hungry cells) untuk memicu
pertumbuhan pembuluh darah, terutama dalam hal ini yaitu sel – sel tumor58.
Ekspresi reseptor VEGF pada sel endotel berbeda diantara 3 jenis
reseptor. Reseptor yang pertama yaitu VEGFR-1, reseptor ini diekspresikan
pada pembuluh darah tertentu. Berfungsi untuk Merangsang perkembangan
(embriogenik) angiogenesis. Reseptor ini selektif pada 3 ligan yaitu VEGF-
A, VEGF-B, PIGF. Reseptor kedua yaitu VEGFR-2, reseptor ini
diekspresikan hampir pada semua sel endoatel tubuh. Berfungsi untuk
Menengahi angiogenik yang merupakan efek paling hilir VEGF. Reseptor ini
selektif pada 3 ligan yaitu VEGF-A, VEGF-C, dan VEGF-D. Lalu reseptor
ketiga yaitu VEGF-3, reseptor ini diekpresikan pada pembuluh darah tertentu.
Berfungsi untuk Meningkatkan lymphangiogenesis Reseptor ini selektif pada
ligan VEGF-C dan VEGF-D 56,58.

Universitas Sumatera Utara


37

Gambar 12. Proses angiogenesis pada tumor58

Gambar 13. Pertumbuhan pembuluh darah baru pada tumor58


VEGF akan menempel pada vascular endothelial growth factor receptor
(VEGFR). Setelah itu akan terjadi peristiwa dimerisasi atau perubahan konformasi
pada VEGF reseptor. Lalu terjadi autofosforilasi atau transfosforilasi. Proses
autofosforilasi ini terjadi pada tyrosine kinase reseptor yang berada di sitosol.
Proses ini membutuhkan suatu fosfat, sehingga proses dapat berjalan bila fosfat
menempel pada tyrosine kinase reseptor. Tirosin yang terfosforilasi
(phosphotyrosine) akan bertindak sebagai tempat ikatan bagi protein lain, yaitu
protein yang mengandung SH2 domains (Grb2)56,57,58.
SH2 domain (Src homology region 2) merupakan suatu jenis kelompok
protein yang dapat mengenal tirosin yang terfosforilasi. Setelah itu Grb2 terikat
dengan SOS. SOS adalah suatu guanyl nucleotiderelease protein (GNRP). Jika
teraktivasi akan menyebabkan pertukaran GDP dengan GTP pada suatu protein G,

Universitas Sumatera Utara


38

yaitu Ras. Nantinya Ras ini yang awalnya inaktif menjadi aktif. Ras merupakan
protein penting dalam signaling RTK berfungsi mengantarkan signal dari reseptor
tyrosine kinase ke dalam nukleus. Ras yang teraktivasi akan mengaktifkan kinase
seluler yaitu raf-1. Kemudian Raf-1 kinase akan memfosforilasi cellular kinase
yang lain yaitu MEK sehingga MEK menjadi aktif. MEK aktif ini akan diubah
menjadi ERK di dalam nukleus sel. Salah satu target akhir kinase cascade adalah
faktor transkripsi. Fosforilasi faktor transkripsi akan menjadi aktif dan mengikat
DNA lalu akan mempengaruhi perubahan transkripsi gen. yang kemudian tumbuh
dan membentuk pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru itu akan membuat sel
kanker tumbuh dengan cepat, semakin banyak mengeluarkan VEGF, dan pada
gilirannya semakin memicu tumbuhnya jaringan pembuluh darah baru lagi. Ketika
VEGF yang diekspresikan, dapat berkontribusi terhadap penyakit. Kanker padat
tidak dapat tumbuh melampaui ukuran yang terbatas tanpa suplai darah yang
cukup, kanker yang dapat mengekspresikan VEGF dapat tumbuh dan
bermetastasis.57,58

Universitas Sumatera Utara


39

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan variabel independen


adalah CagA (+) dan (-), dan variabel dependen adalah kadar serum VEGF.

3.2 . Tempat dan Waktu

3.2.1. Tempat
Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSU Adam Malik Medan
dan RS jejaring FK USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan dan instansi terkait.
3.2.2. Waktu
Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul,
penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta
penyusunan laporan yang membutuhkan waktu mulai bulan Mei 2016
sampai dengan Juli 2016.

3.3. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini diambil dari populasi penderita gastritis H.pylori yang
memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, dan secara tertulis bersedia
ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan
tindakan medis (informed consent)
3.4. Kriteria

3.4.1. Kriteria Inklusi


1. Pria dan wanita yang sedang tidak hamil usia >18 tahun.
2. Pasien dengan diagnosis gastritis H.pylori
3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat
sukarela dan tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium,
gastroskopi, dan biopsi yang diketahui serta disetujui oleh Komite
Etik Penelitian Bidang Kesehatan.

39

Universitas Sumatera Utara


40

3.4.2. Kriteria Eksklusi


1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan
terakhir atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai
dalam terapi eradikasi
2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID,
steroid, alkohol selama 48 jam terakhir.
3. Penderita gastritis dengan ulkus
4. Penderita penyakit sistemik
5. Pasien tidak kooperatif

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1. Populasi : Penderita gastritis H.pylori yang datang ke Unit Endoskopi


RSU Adam Malik Medan & RS jejaring FK USU pada bulan Mei-Juli
2016.

3.5.2. Sampel : Penderita gastritis H.pylori yang memenuhi kriteria inklusi


dan eksklusi yang diambil secara consecutive sampling.

3.5.2.1. Besar Sampel

Untuk penghitungan sampel penelitian digunakan 10 data awal dari


studi pendahuluan untuk mendapatkan nilai S dan X1-X2. Untuk
menetapkan besar sampel penelitian dapat digunakan rumus
perhitungan besar sampel dengan analitik komparatif numerik tidak
berpasangan 2 kelompok : 50

Dimana :
n = jumlah subjek
Zα = nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,64
Zβ = 1,28 ; pada 1- β = 0,90
S = Standar deviasi
x1 –x2 = selisih minimal yang dianggap bermakna
Didapatkan nilai S = 467, X1-X2 = 552 dan n1=n2= 15 sampel, total
sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 30 sampel

Universitas Sumatera Utara


41

3.6. Cara Kerja


3.6.1 Cara memperoleh subyek penelitian

Setiap pasien yang datang ke Unit Endoskopi RSUP. H. Adam Malik


Medan dan RS jejaring FK USU dengan keluhan dispepsia yang sesuai
dengan kriteria klinis. Setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien
mengisi surat persetujuan setelah mendapat penjelasan. Sampel
penelitian dipilih secara konsekutif terhadap pasien yang memenuhi
kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
3.6.2 Prosedur penelitian
3.6.2.1 Skoring dispepsia
Dalam penelitian ini responden diwawancarai berdasarkan
kuesioner. Terhadap pasien dilakukan wawancara mengenai
karakteristik responden (meliputi umur, jenis kelamin, lama
penyakit, berat badan, tinggi badan), dilakukan wawancara
dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms
Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis
kuantitatif dari gejala dispepsia. Terdapat 11 pertanyaan untuk
menilai frekuensi (skor 0-4), durasi (skor 0-3), dan intensitas
(skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia (nyeri perut bagian atas, mual,
muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat kenyang) selama
30 hari terakhir. Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44
(gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis
sebagai dispepsia.
3.6.2.2 Pemeriksaan endoskopi
Semua pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan skop yang
terletak di depan (Olympus, Tokyo, Jepang).
i. Prosedur endoskopi dilakukan oleh seorang endoskopis
berpengalaman yang sama pada tiap pemeriksaan subyek
ii. Endoskopi dilakukan setelah subyek berpuasa semalaman
(10-12 jam)

Universitas Sumatera Utara


42

iii. Dilakukan biopsi pada 1 tempat (A1/A2). seperti berikut


yaitu :
 Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)
 bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi
tidak pada tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat
dilakukan
3.6.2.3 Deteksi infeksi H pylori
Untuk mendeteksi H pylori dilakukan pemeriksaan serologi
(CLO). Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah,
magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya
H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif.
3.6.2.4 Pemeriksaan CLO
1. Persiapan Pasien
a. Pasien sebaiknya menghentikan penggunaan antibiotik dan
turunan Bismut 3 minggu sebelum biopsi dilakukan
b. Pasien sebaiknya tidak sedang mendapatkan terapi proton
pump inhibitors 2 minggu sebelum biopsi dilakukan
2. Pengerjaan CLO test
a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit)
sebelum tes dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas
dari cangkang), sehingga gel yang berwarna kuning dalam
keadaan terbuka/tanpa penutup.
b. Gunakan peralatan/ aplikator yang bersih untuk menekan
keseluruhan spesimen/ hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan
bahwa keseluruhan spesimen telah terbenam di dalam gel.
c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data
pasien pada label tentang:
 Nama Pasien
 Tanggal dan jam berapa spesimen
dimasukan/disisipkan ke dalam gel

Universitas Sumatera Utara


43

d. Jika dikehendaki/jika perlu lebih cepat, CLO Test yang


sudah dikerjakan diletakan pada tempat yang bersih
diinkubasikan pada temperatur 30-40oC. Inkubasi jangan
lebih dari 3 jam.
e. Perubahan warna pada gel segera dicatat sebagai HASIL
POSITIF. Dari 75% tes yang positif menunjukan perubahan
warna pada gel dalam waktu 20 menit.
f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan
menjadi 85% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu
kamar selama 3 jam dapat meningkatkan menjadi 90%
pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama
3-24 jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif
dapat dideteksi.
3. Interpretasi Hasil
a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua
mengindikasikan adanya H.pylori
b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan
warna dari darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna
darah ini mudah dibedakan dengan perubahan warna karena
hasil positif
c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka
hasil = NEGATIF.
d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika
hasil tetap NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya
sampai 72 jam. Jika tetap tidak terjadi perubahan warna,
maka hasil = NEGATIF.
4. Pemeriksaan CLO dilakukan oleh ahli gastroenterohepatologi
yang mengerjakan endoskopi.

Universitas Sumatera Utara


44

3.6.2.5 Pemeriksaan virulensi CagA


Proses pengambilan spesimen dimana jaringan hasil biopsi sebanyak 3
mm hingga 7 mm dimasukkan ke dalam tube Eppendorf 1,5 ml steril yang
berisi normal saline (NaCl 0,9 %) dan dibekukan pada -80OC.Saat sampel
siap untuk diektraksi DNA,sampel dipindahkan kedalam 190 ul larutan
yang mengandung 0,1 M of TrishHcl (pH7,5) dan 1 % SDS.Kemudian, 10
ul larutan proteinase K (10 mg/ml) ditambahkan ke dalam larutan. Sampel
diinkubasi pada 55oC semalaman.Kemudian ekstraksi DNA sampel
dilakukan dengan menggunakan Geneaid Genomic DNA Mini Kit Tissue
(Geneaid, Cat No : GT100) mengikuti instruksi kit.Hasil ekstraksi DNA
siap untuk diamplifikasi. Proses amplifikasi menggunakan PCR
(Polymerase Chain Reaction) dengan volume total 25 ul.Reaksi dilakukan
dengan menggunakan GoTaq Green Master Mix (Promega,Ref:
M7122).Kit siap pakai ini mengandung GoTag DNA Polymerase di dalam
Buffer Reaksi 2x (pH 8,5), 400Um dNTPs, 3Mm MgCl2,Loading Dye
Kuning dan Biru.Amplifikasi dilakukan menggunakan Veriti therma
cycler (ABI,USA) dengan menggunakan program sebagai
berikut.Denaturasi awal pada 95oC selama 10 menit,diikuti 35 siklus
denaturasi pada 95oC selama 30 detik.,annealing selama 60 detik ,elongasi
pada 72oC selama 30 detik dan elongasi final pada 72 oC selama 5
menit.Hasil amplifikasi PCR divisualisasikan dengan menggunakan
elektroforesa gel agarose 2% dalam buffer TAE yang mengandung
3ug/100ml EtBr. 100bp DNA Ladder(Fermentas,Germany) digunakan
untuk menentukan ukuran pita DNA.Gel dilihat dan direkam
menggunakan Gel-Doc System (Bio-Rad,USA).
3.6.2.6 Pemeriksaan VEGF
Supernatan kultur sel harus mengandung setidaknya 1% serum dari
sapi untuk stabilisasi VEGF. Pemisahan serum dengan menggunakan
tube separator, biarkan sampel menggumpal selama 30 menit sebelum
disentrifugasi selama 15 menit 1000 x g, dapat diproses langsung atau
disimpan pada suhu < -20oC.Plasma dikumpulkan dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara


45

EDTA,heparin atau citrate sebagai antikoagulan,selanjutnya


disentrifugasi selama 15 menit pada 1000x g selama 30 menit, dapat
diproses langsung atau disimpan pada suhu < -200C.Secara terperinci
proses pengerjaannya sebagai berikut :
1. Kultur sel supernantan sampel : tambahkan 50 ul zat
pelarut/pencair RD1W pada masing-masing sampel
supernatan.Untuk serum atau plasma sampel tambahkan 100 ul
pelarut/pencair RD1W terhadap masing-masing sampel.
2. Sebagai standart atau kontrol kultur sel supernatant ditambahkan
200ul pelarut pada tiap sampel supernatan sementara untuk serum
/plasma sebagai standar atau kontrol dapat ditambahkan 100 ul
pelarut. Selanjutkan tutup dan biarkan selama 2 jam pada suhu
ruangan.
3. Selanjutnya aspirasi hasil pencampuran tersebut dari masing-
masing sampel (supernatant sel,serum dan plasma),ulangi proses
tesebut dua kali setelah 3 kali pencucian.Dicuci dengan
menggunakan buffer (400 ul)
4. Tambahkan 200 ul konjugat VEGF pada tiap sampel,lalu
didiamkan selama 2 jam pada suhu kamar.
5. Ulangi proses aspirasi/pencucian sesuai langkah ke-3.
6. Tambahkan 200 ul solusion substrat pada masing masing sampel
yang sudah mengandung konjugat VEGF, hindarkan dari cahaya
langsung. Untuk sampel supernatant diinkubasi selama 20 menit
dan untuk sampel serum/plasma diinkubasi selama 25 menit.
7. Selanjutnya tambahkan stop solusion pada masing-masing sampel.
Jika perubahan warna tidak terjadi secara serentak,lembut maka
pastikan untuk menekan piringan agar tercampur. Namun jika
warna sampel setelah ditambahkan stop solution berubah menjadi
hijau atau tidak muncul secara serentak, maka tekan piringan untuk
memastikan agar tercampur.

Universitas Sumatera Utara


46

8. Lalu lakukan interpretasi hasil dengan menggunakan optikal


densitas untuk tiap-tiap sampel selama 30 menit dengan
menggunakan microplate reader yang di set pada 450 nm.Jika
pengkoreksi panjang gelombang tersedia,maka dapat diatur pada
540 nm atau 570 nm, akan tetapi jika pengkoreksi panjang
gelombang tidak tersedia maka substrat dibaca pada 540 nm atau
570 nm yang dimulai dari pembacaan 450 nm. Pengurangan ini
akan memperbaiki optical imperfection pada piringan. Pembacaan
yang dimulai pada 450 nm tanpa koreksi akan menyebabkan
ketidakakuratan. (Quantikine ELISA Human VEGF Immunoassay
Feb,2014 from www.Rn.D.System.com ).
3.7 Definisi operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dispepsia
Dispepsia menurut kriteria Rome III adalah salah satu atau lebih gejala
yaitu rasa penuh setelah makan, rasa cepat kenyang, dan nyeri
epigastrium atau seperti rasa terbakar. Skoring dengan menggunakan
The Porto Alegre Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ).
Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien
dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.
2. Helicobacter pylori
H.pylori merupakan bakteri Gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik,
dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer yang
ditemukan di gaster. Deteksi dilakukan dengan pemeriksaan CLO test
(Campylobacter like organism test).
3. Gastritis Helicobacter pylori dan Non-Helicobacter pylori
Gastritis Helicobacter pylori merupakan suatu kondisi medis yang
ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan
oleh bakteri Gram negatif khususnya H.pylori sedangkan Gastritis Non-
Helicobacter pylori merupakan infeksi lambung disebabkan oleh pajanan

Universitas Sumatera Utara


47

aspirin, indometasin, NSAID lain, asam empedu, alkohol, iskemia, bahan


korosif (Adibi 2014).
4. ELISA test
Enzim-Linked immune sorbent assay (ELISA) atau dalam bahasa
indonesianya disebut sebagai uji penentuan kadar immunosorben taut-
enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada
prinsip interaksi antara antibody dan antigen.
5. CLO test
Campylobacter Like Organism test (CLO) merupakan test serologi untuk
mendeteksi H pylori. Adanya enzim urease dari kuman H.pilory yang
mengubah urea menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi
perubahan warna. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya
H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori positif. Dan jika tidak terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah, magenta, merah muda,
oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan infeksi
H pylori negatif.
6. VEGF
Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah glikoprotein
proangiogenik yang berfungsi meningkatkan proliferasi, migrasi, survival
pada sel endotel serta meningkatkan permeabilitas kapiler. (Berman HM,
et al. 2000). Digunakan KIT reagen VEGF, dengan Human VEGF Elisa.
Untuk nilai patokan diambil nilai rata-rata (mean). Dikatakan kadarnya
rendah apabila nilainya ≤ mean dan tinggi apabila nilainya > mean.
7. CagA
Berkaitan dengan virulensi, bakteri ini mampu menghasilkan sejenis
protein yang telah lama dianggap sebagai suatu marker karena
ditemukan tingginya antibody terhadap protein tersebut pada kasus
ulkus peptikum dan adenocarcinoma gaster. Protein ini kita kenal
dengan CagA yang juga dikaitkan pada peningkatan inflamasi,
proliferasi sel, dan metaplasia mukosa gaster. CagA dapat mengaktifkan

Universitas Sumatera Utara


48

sejumlah jalur transduksi yang menyerupai sinyal yang dilepaskan oleh


reseptor faktor pertumbuhan,terjadi secara terus-menerus, terlibat pada
ikatan dan menggangu epithelial junction sehingga menghasilkan
kelainan pada tight junction, polaritas sel dan difrensiasi sel
8. Endoskopi
Suatu teknik atau metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagian-
bagian yang ada dalam tubuh dengan cara memasukkan sebuah alat
berupa tabung yang fleksibel yang dilengkapi kamera kecil diujung alat
tersebut. Pada pasien gastritis, endoskopi dilakukan untuk melihat
permukaan gaster yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.
9. Biopsi
Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari
jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui
derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan
4 kali, 2 di antrum dan 2 di corpus dimana di daerah tersebut merupakan
daerah habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling sering
mengalami atrophic gastritis hingga terjadinya suatu gastric cancer.
10. Umur
Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan
dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan kebawah.
11. Lamanya penelitian : dalam bulan dihitung saat pertama kali dilakukan
endoskopi.
12. Berat badan : dalam Kilogram (Kg) diukur menggunakan timbangan
model ZT 120, peserta penelitian ditimbang tanpa alas kaki dan
menggunakan pakaian dalam.
13. Tinggi badan : dalam centimeter (cm), diukur menggunakan timbangan
model ZT 120, peserta penelitian berdiri tegak tanpa alas kaki.

Universitas Sumatera Utara


49

3.8 Rencana Pengolahan dan Analisis Data


a. Editing data
Dilakukan untuk :
1. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
2. memeriksa jawaban dan data responden apakah jelas dan dapat
dibaca.
Bila terdapat kekurangan, pewawancara akan mewawancarai ulang
responden tersebut.
b. Coding
Diletakkan pada sisi kanan kuesioner untuk setiap variabel dan
pertanyaan dalam kuesioner satu demi satu.
c. Data Entry
Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam
komputer. Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data
dilakukan pada lembar Data View, di mana setiap baris mewakili satu
responden dan setiap kolom mewakili tiap variabel.
d. Data Cleaning
Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara:
1. Mengetahui data missing
apakah ada data yang masih belum terisi
2. Mengetahui variasi data
mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum
masing-masing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro
and Wilk’s W-test untuk mengetahui normalitas distribusi data.

e. Revisi Data
Kalau ada kesalahan, lihat lagi data asli dalam kuesioner, kemudian
dilakukan revisi. Setelah melakukan tahap Data Cleaning dan revisi,
berarti data sudah siap untuk dianalisis.
f. Analisis Data

Universitas Sumatera Utara


50

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu dengan


menganalisis distribusi frekuensi variabel independen dan dependen,
sedangkan analisis bivariat merupakan analisis variabel-variabel yang
diteliti (independen) yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel
terikat (dependen). Adapun dalam analisis ini menggunakan uji t-test
independen bila distribusi data normal atau dengan uji Mann Whitney
bila distribusi data tidak normal. Besarnya penyimpangan yang
diinginkan (α) adalah 0,05.

Universitas Sumatera Utara


51

3.9 KERANGKA OPERASIONAL

Pasien Abdominal Discomfort

Wawancara PADYQ
Skore ≥ 6

Dispepsia

Endoskopi

Gastritis
CLO test :
- gel tetap kuning (negatif)
Biopsi - gel berubah warna
menjadi merah (positif).

H. pylori (+) H. pylori (-)

PCR analisis

EKSKLUSI

H.pylori H.pylori
CagA+ CagA-

KADAR SERUM VEGF ELISA test

ANALISIS DATA

Universitas Sumatera Utara


52

3.10 PERSONALIA

Peneliti Utama : dr. Wira P.Siregar


Pembimbing I : Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH
NIP : 19540220 198011 1 001
Pangkat / Gol. : Pembina Utama Muda / IV-C
Pembimbing II : dr. Taufik Sungkar, Sp.PD.M.ked (PD).
NIP : 19791017 200912 1 002
Pangkat / Gol. : Penata / III-C
Peneliti Pembantu : PPDS Stase Divisi Gastroentero-Hepatologi,
Peserta pendidikan SP-2 Dept. IPD. FK USU

Universitas Sumatera Utara


53

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Variabel n = 30
Jenis Kelamin
Laki-laki 18 (60%) a
Perempuan 12 (40%)
Umur 53,5 (20 – 68) b
Suku
Batak 16 (53,3%) a
Jawa 6 (20%)
Aceh 5 (16,7%)
Melayu 2 (6,7%)
India 1 (3,3%)
Agama
Islam 23 (76,7%) a
Kristen 6 (20%)
Hindu 1 (3,3%)

Tingkat pendidikan
SD 3 (10%) a
SMP 4 (13,3%)
SMA 20 (66,7%)
S1 3 (10%)
Pekerjaan
Wiraswasta 28 (56%) a
Ibu rumah tangga 18 (36%)
Pegawai 3 (6%)

53

Universitas Sumatera Utara


54

Mahasiswa 1 (2%)
CagA
Positif 21 (70%) a
Negatif 9 (30%)
VEGF serum 424,7 (155,5 – 2185,2) b
a Data kategorik: n(%)
b Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum – maksimum)

Penelitian diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria


inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.. Sebanyak 18 orang pasien (60%)
adalah laki-laki dan 12 orang pasien (46%) adalah perempuan. Median umur
keseluruhan responden yaitu 53,5 tahun (20-68).Mayoritas responden bersuku
Batak yaitu sebanyak 16 orang (53,3%), suku jawa 6 orang (20%), suku aceh 5
orang (16,7%), suku melayu 2 orang (6,7%) dan suku india 1 orang (3,3%).
Mayoritas responden beragama Islam yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) diikuti
agama Kristen sebanyak 6 orang (20%) dan beragama Hindu sebanyak 1 orang
(3,3%).Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden pada tingkat SMA
yaitu sebanyak 20 orang (66,7%),tingkat SMP sebanyak 4 orang (13,3 %), tingkat
S1 sebanyak 3 orang (10%) dan tingkat SD sebanyak 3 orang (10%).Berdasarkan
pekerjaan didapatkan mayoritas responden berprofesi sebagai wiraswasta yaitu
sebanyak 14 orang (46,7%),diikuti profesi sebagai ibu rumah tangga 12 orang
(40%), profesi sebagai pegawai 3 orang (10%) dan berprofesi sebagai mahasiswa
sebanyak 1 orang (3,3%).Pada penelitian ini didapatkan hasil pemeriksaan PCR
terhadap H.pylori dengan CagA (+) sebanyak 21 responden (70%) dan CagA (-)
sebanyak 9 responden (30%).Sementara pada pemeriksaaan VEGF serum
terhadap keseluruhan responden dengan menggunakan ELISA test didapatkan
median VEGF serum sebesar 424,7 pg/dl dengan nilai minum-maksimum sebesar
155,5 pg/dl- 2185,2 pg/dl.

Universitas Sumatera Utara


55

4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok gastritis H.Pylori


Cag A (+) dan Cag A (-)
Tabel 2. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian Berdasarkan Cag A
Variabel CagA(+) CagA(-) Total P
(n=21) (n=9)
Jenis Kelamin 0,626
Laki-laki 12 (66,7%) 6 (33,3%) 18 (100%)
Perempuan 9 (75%) 3 (25%) 12 (100%)
Umur 50,5 + 12,3 52,3 + 12,8 51,1 + 12,3 0,718
Suku
Batak 10 (62,5%) a 6 (37,5%) 16 (100%)
Jawa 6 (100%) 0 (0%) 6 (100%)
Aceh 2 (40%) 3 (60%) 5 (100%)
Melayu 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%)
India 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)
Agama
Islam 15 (65,2%) 8 (34,8%) 23 (100%)
Kristen 5 (83,3%) 1 (16,7%) 6 (100%)
Hindu 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)
Tingkat
pendidikan 2 (66,7%) 1 (33,3%) 3 (100%)
SD 3 (75%) 1 (25%) 4 (100%)
SMP 15 (75%) 5 (25%) 20 (100%)
SMA 1 (33,3%) 2 (66,7%) 3 (100%)
S1
Pekerjaan
Wiraswasta 3 (100%) 0 (0%) 3 (100%)
Iburumah tangga 9 (75%) 3 (25%) 12 (100%)
Pegawai 8 (57,1%) 6 (42,9%) 14 (100%)
Mahasiswa 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)
a Data kategorik: n(%)b Data numerik, distribusi tidak normal: median (min-mak)

Universitas Sumatera Utara


56

Penelitian ini diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kemudian dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan status CagA. Responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak pada kelompok dengan CagA (+) yaitu sebanyak 12 orang (66,7%) dari
total sampel laki-laki,sementara pada kelompok perempuan dengan CagA (+)
didapatkan sebanyak 9 sampel (75%) dari total sampel perempuan yang diteliti.
Rerata umur di kedua kelompok tidak berbeda yaitu 50,5 + 12,3 tahun pada
kelompok H.pylori CagA (+) dan 52,3 + 12,84 tahun pada kelompok H.pylori
CagA (-). Suku terbanyak di kedua kelompok adalah Batak dengan pekerjaan
terbanyak pada kelompok CagA (+) adalah ibu rumah tangga berjumlah 9 orang
(75%), dan pegawai di kelompok CagA (-) berjumlah 6 orang (42,9%).
4.1.3 Perbandingan Kadar VEGF Serum pada H.Pylori CagA (+) dan Cag A
(-)
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk dimana jumlah responden yang
dilibatkan pada penelititan ini relatif kecil yaitu 30 responden ( ≤ 50 responden )
didapatkan data kadar serum VEGF dengan H.pylori CagA (+) dan CagA (-)
berdistribusi tidak normal. Sementara untuk uji hipotesis statistik berdasarkan
kriteria komparatif numerik tidak berpasangan dengan 2 pembanding maka
digunakan uji Mann Whitney pada penelitian ini. Sebagai hasilnya didapatkan
perbedaan kadar rerata VEGF serum yang signifikan antar H.pylori CagA (+) dan
Cag A(-) (p=0,005). Rerata VEGF pada kelompok dengan H. pylori CagA (+)
jauh lebih tinggi dengan rerata 480,3 sedangkan pada kelompok dengan H.pylori
CagA (-) hanya dengan rerata 291,1.
Tabel 3. Perbandingan Kadar VEGF Serum Antara Pasien H. pylori dengan CagA
(+) dan CagA (-)
CagA VEGF serum P
Positif 480,3 (115,5 – 2185,2) 0,005*
Negatif 291,1 (158,4 – 556,8)
Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum - maksimum)
*p<0,05

Universitas Sumatera Utara


57

Gambar 1. Diagram Boxplot VEGF serum antara pasien Gastritis H. pylori


CagA (+) dan CagA (-)

Dari diagram Boxplot tersebut diatas menunjukkan sebaran data VEGF yang tidak
normal antara status CagA (+) dan CagA (-). Tampak kadar VEGF serum yang
signifikan lebih tinggi pada H.pylori CagA (+) dibandingkan CagA (-).

4.2. Pembahasan Penelitian


Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan atau
inflamasi pada lapisan lambung. Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung sebagai respon terhadap jejas yang dapat bersifat akut maupun kronik 2.
Helicobacter pylori merupakan agen penyebab terjadinya gastritis (GIs) dan ulkus
gaster (UG),yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya tumor gaster (TG).Oleh
karena itu, H.pylori diklasifikasikan kedalam kelas I bahan karsinogenik oleh
WHO3,4,5. Prevalensi H.pylori di negara barat terus menurun dan ini disebabkan
perbaikan standar hidup, higiene yang baik, tingkat kepadatan yang rendah, dan

Universitas Sumatera Utara


58

penggunaan antibiotik. Sementara di Asia, tingkat infeksi H.pylori sangat tinggi,


termasuk di Indonesia9,10.
Dari hasil penelitian ini didapati bahwa median umur keseluruhan
responden yaitu 53,5 tahun (20-68). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Jamaludin dkk,2015 dengan 60 sampel dimana rerata usia yaitu
49,15 (14,29) tahun59. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zho Y dkk, 2014
diperoleh 3445 penderita H.pylori (+) dengan pemeriksaan Urea Breath Test
(UBT). Usia rata-rata 30-39 tahun (82-90%) dengan jumlah sampel sebanyak
60
5017 orang . Chen S dkk, 2013 yang didapatkan sebanyak 3969 sampel
diperoleh prevalensi H.pylori sebanyak 21,02% dengan variasi usia ≤ 40 tahun
sebanyak 4,9%, 41-65 tahun sebanyak 66,4% dan ≥ 66 tahun sebanyak 28,5%.
Penelitian ini dilakukan di Cina pada 2007 hingga 2012 61.
Hasil penelitian lain oleh Betty dkk, 2012 yang dilakukan dari Januari hingga Juni
2012 dengan jumlah sampel 42 orang, diperoleh prevalensi Gastritis dengan
H.pylori 47,6% dengan variasi usia 16-40 sebanyak 21,4%, 41-60 tahun sebanyak
52,3% dan ≥ 61 tahun sebanyak 26,2% 62.
Begitu juga oleh Parameswaran IR dkk, 2012 yang dilakukan dari Januari sampai
Desember 2012 dengan jumlah sampel 55 orang ,diperoleh prevalensi tertinggi
H.Pylori setelah dilakukan pemeriksaan CLO yaitu pada kelompok usia 40-49
tahun sebanyak 10 orang (43%)63.
Berdasarkan data karakteristik jenis kelamin pada penelitian terhadap pasien
gastritis H.pylori didapatkan mayoritas sampel berjenis kelamin laki-laki yaitu 18
sampel (60%),sementara sisanya yaitu sebanyak 12 orang (40%) berjenis kelamin
perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin
dkk,2015 dengan sampel sebanyak 60 orang pasien gastritis H.pylori dan non-
H.pylori mayoritas sampel berjenis kelamin laki-laki yaitu 32 orang
(53,3%),sementara sisanya sebanyak 28 orang (46,7%) berjenis kelamin
perempuan59. Penelitian lainnya oleh Zho Y dkk, 2014 didapatkan dari 5417
sampel yang dilakukan pemeriksaan UBT diperoleh 3435 (63,41%) H.pylori (+)
dimana disebutkan perempuan sebanyak 64,47% dan lebih banyak sebagai
penderita H.pylori dibandingkan laki-laki sebanyak 35,63%60. Penelitian oleh

Universitas Sumatera Utara


59

Naza F dkk, 2007 diperoleh sebanyak 1196 sampel dengan H.pylori (+) setelah
dilakukan pemeriksaan serologi IgG anti H.pylori. Kemudian pada jenis kelamin
laki-laki terdapat insidensi H.pylori yang lebih tinggi sebanyak 56,1%
dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 43,9% dengan jumlah sampel
keselurahan 1306 orang 64.
Begitu juga pada penelitian Abdiev L dkk,2010 menyebutkan bahwa dari 167
sampel penelitian yang didapatkan di Uzbekistan antara Januari hingga Maret
2007, diperoleh mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 89 orang (53,3%)
dibandingkan perempuan sebanyak 78 orang (46,7%), akan tetapi pada
pemeriksaan serologi IgG anti H.pylori didapatkan hasil yang kontroversi dimana
sampel dengan H.pylori (+) pada laki-laki sebanyak 49,6% dibandingkan pada
perempuan sebanyak 50,4% setelah dilakukan pemeriksaan tersebut 65.
Hal mendasar dimana sel membutuhkan asupan oksigen dan nutrient dari
pembuluh darah disekitarnya untuk bertahan hidup.Rendahnya level oksigen dan
nutrient akan membatasi fungsi dan viabilitas jaringan.Respon alamiah yang
terjadi terhadap keadaan iskemia jaringan adalah peningkatan angiogenic growth
factor. VEGF merupakan salah satu marker penting untuk neoangiogenesis.
Terjadi peningkatan ekspresi VEGF pada proses penyembuhan lesi peptik.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar VEGF
pada kasus keganasan termasuk Ca gaster. Tetapi dari penelitian didapatkan
bahwa terjadi peningkatan VEGF pada lesi pra keganasan gaster seperti gastritis
kronik atrofi dan metaplasia intestinal, yang menunjukkan adanya peningkatan
ekspresi VEGF berkontribusi terhadap proses awal dari karsinogenesis gaster10.
Penelitian oleh Maciorkowska dkk,2010 terhadap anak-anak yang terinfeksi
H.pylori didapatkan bahwa VEGF tertinggi pada kondisi gastritis moderate dan
12
berat . H.Pylori melalui protein CagA akan mengaktifkan reseptor faktor
pertumbuhan di efektor yaitu c-Met (Churin dkk, 2003)66. H.pylori juga memiliki
kemampuan untuk menggerakkan jalur angiogenesis dengan merangsang Vascular
Endothelial Growth Factor-A (VEGF-A) (Strowszki dkk,2004)52.
Sel endotel dari pembuluh darah merupakan target utama berbagai faktor seperti
etanol, NSAID, iskemia-reperfusi, dan radikal bebas. Mukosa gaster terpapar

Universitas Sumatera Utara


60

aspirin, indometasin, NSAID lain, asam empedu, alkohol, iskemia, bahan korosif
menyebabkan perubahan morfologi, ultrastruktur, dan fungsional yang
mencerminkan terjadinya injuri. Kerusakan endotel mikrovaskular menyebabkan
stasis mikrovaskular, berhentinya suplai oksigen, dan transport nutrisi. Kerusakan
mikrovaskular terjadi sejak awal injuri mukosa, menyebabkan nekrosis sel
kelenjar, dan menambah daerah yang mengalami iskemia. Adanya faktor agresif
yang meningkat bisa menyebabkan pembentukan trombus dan stasis
mikrovaskular, yang menyebabkan iskemia dan hipoksia, sehingga terjadi
nekrosis lokal dan erosi67. Injuri mukosa gaster berhubungan dengan peningkatan
signifikan 4-6x dari VEGF. VEGF (yang awalnya diidentifikasi sebagai faktor
permeabilitas vaskuler) dihasilkan oleh sel otot polos vaskuler, sel tumor, dan sel
endotel, dan hal ini berdampak pada stimulasi normal angiogenesis yang fisiologis
68
untuk penyembuhan luka maupun ulkus . Pada penelitian ini, didapatkan
perbedaan rerata kadar VEGF yang signifikan antara H.pylori CagA (+) dan CagA
(-) (p=0,005). Rerata kadar VEGF pada kelompok dengan H. pylori CagA (+)
jauh lebih tinggi dengan rerata 480,3 pg/dl sedangkan pada kelompok dengan
H.pylori CagA (-) didapatkan hasil dengan rerata 291,1. Hal ini sejalan dengan
studi oleh Anastasios J. Karayiannakis dkk, 2002, kadar rerata median serum
VEGF terhadap 58 pasien yang menderita karsinoma gaster sebesar 186 (101–
266) pg/mL dimana tidak dijumpai perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
69
perempuan . Serta studi lain oleh A.Mangia dkk, 2006, dimana kadar antigen
H.Pylori (41% pasien dengan CagA (+ ) berkaitan erat dengan kadar plasma
VEGF (p=0,026)54. Dan studi oleh Jamaludin dkk ,2015 didapatkan nilai VEGF
pada pasien dengan H. pylori (+) yaitu 723,51 pg/dl dibandingkan dengan pasien
H.pylori (-) yaitu 333,3 pg/dl (p=0,0001) 59.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini diantaranya adalah yang pertama, penelitian ini tidak
menilai derajat keparahan gastritis secara histopatologi sehingga sulit untuk
dijadikan marker diagnostik dan prognostik pada gastritis H.pylori CagA (+) dan
CagA (-). Kedua, penelitian ini tidak memiliki polimorfisme dan nilai cut off
VEGF dalam rangka batasan diagnosis untuk mendeteksi dini gastritis yang

Universitas Sumatera Utara


61

dihubungkan dengan proses atropik,dysplasia dan metaplasia ( pre malignansi)


pada lambung.

Universitas Sumatera Utara


62

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Terdapat perbedaan kadar VEGF serum antara H.pylori CagA (+) dan CagA (-)
dimana kadar VEGF serum signifikan lebih tinggi pada H.pylori CagA (+).
5.2 Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut, multicenter dan penelitian yang menghubungkan
dengan derajat keparahan gastritis secara histopatologi dan pemeriksaan
polimorfisme untuk dapat mendeteksi dini gastritis yang dihubungkan dengan
proses atropik,dysplasia dan metaplasia (pre malignansi) pada lambung.

62

Universitas Sumatera Utara


63

DAFTAR PUSTAKA

1. El-Zimaity HMT. Recent advances in the histopathology of gastritis.


Current Diagnostic Pathology. 2007;13:340-348.
2. Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional. In Sudoyo AW, editor. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi IV. Jakarta: BP FKUI; 2006: 354-356.
3. Rugge M, Genta RM. Staging and grading of chronic gastritis. Human
pathology. 2005;36:228-233.
4. Fox JG, Megraud F. Helicobacter. In: Murray PR, editor. Manual of
clinical microbiology. 9th ed. Pensylvania: Elsevier Mosby; 2007: 947-
962.
5. Cesar ACG, Cury PM, Payao SLM. Comparison of histological and
molecular diagnosis of Helicobacter pylori in benign lesions and gastric
adenocarcinoma. Braz J Microbiol. 2005;36(1):261-266.
6. Banerjee A, Mukhopadhyay AK, Paul S, Bhattacharyya A and Swarnakar
S. Unveiling the Intricacies of Helicobacter pylori-induced Gastric
Inflammation: T Helper cells and Matrix Metalloproteinases at a
Crossroad. In Mozsik G, editor. Current Topics in Gastritis. Croatia:
InTech Publishers; 2013.Chapter 7.
7. Hindawi Publishing Corporation BioMed Research International Volume
2014, Article ID 142980, 7 pages [cited 20 Februari 2016] .Available
from: http://dx.doi.org/10.1155/2014/142980
8. Rehnberg-Laiho L, Rautelin H, Koskela P, Sarna S, Pukkala E, Aromaa A,
et al. Decreasing prevalence of helicobacter antibodies in Finland, with
reference to the decreasing incidence of gastric cancer. Epidemiol Infect.
2001;126:37-42.
9. Matsukura N, Yamada S, Kato S, Tomtitchong P, Tajiri T, Miki M, et al.
Genetic differences in interleukin-1 betapolymorphisms among four Asian
populations: an analysis of the Asian paradox between H. pylori infection
and gastric cancer incidence. J Exp Clin Cancer Res. 2003; 22: 47-55.

Universitas Sumatera Utara


64

10. Tahara T, Arisawa T, Shibata T, Nakamura M, Yamashita H, Yoshioka D,


et al. Effect of Polymorphisms in the 3’-Untranslated Region (3’-UTR) of
VEGF Gene on Gastric Premalignant Condition. Anticancer research.
2009; 29:458-490.
11. Caputo R, Tuccillo C, Manzo BA, Zarrilli R, Tortora G, Blanco CDV, et
al. Helicobacter pylori VacA Toxin Up-Regulates Vascular Endothelial
Growth Factor Expression in MKN 28 Gastric Cells through an Epidermal
Growth Factor Receptor-, Cyclooxygenase-2-dependent Mechanism. Clin
Cancer Res. 2003;9:2015-2021.
12. Maciorkowska E, Marcinkiewicz S, Kaczmarski M, Kemona A.
Inflammatory changes of the gastric mucosa and serum concentration of
chosen growth factors in children. Adv Med Sci. 2010; 55(1):59-66.
13. Hirlan, Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Internal
Publishing : 2009:509-512
14. Pratomo BW. Gastritis dan gastropati dalam buku ajar gastroenterologi.
Edisi I. Internal publishing. 2011:307-311.
15. S Iiyas. Repository.usu.ac.id.2013
16. Mayo clinic. Gastritis.2014 [cited 20 Maret 2015]. Available from :
http://www.mayoclinic.org
17. Wehbi M. Acute gastritis. Medscape. 2014
18. Rugge M, Pennelli G, Pilozzi E, Fassan M, Ingravallo G, Russo VM, et al.
Gastritis: the histology report. Digestive and Liver Disease. 2011; 43:373–
384.
19. Adibi P. Gastritis. [cited 19 Mei 2015]. Available from:
http://med.mui.ac.ir
20. Szoke D. Genetic factors related to the histological and macroscopic
lesions of the stomach. [disertasi]. Budapest: Semmelweis University;
2009:7-61.
21. Toljamo K. Gastric erosions – clinical significance and pathology. A long-
term follow-up study. University of Oulu, Finland:Acta Univ Oul; 2012:1-
80.

Universitas Sumatera Utara


65

22. Zakaria Z. The role of interleukin-10 in Helicobacter pylori infection.


Master [Tesis]. Nottingham,UK: University of Nottingham; 2010: 55.
23. Adam B, et al. Cellular immune activation and clinical manifestation of
funcional dyspepsia. Z Gastroenterol 2008:26-46
24. Elseweidy MM. Helicobacter pylori ifection and its relevant to chronic
gastritis. INTECH.2013. Available from : http://dx.doi.org/105772/46056
25. Conteduca vincenza, domenico sansonno, gianfranco lauletta, sabino russi,
giuseppe ingravallo and franco dammacco. H. pylori infection and gastric
cancer: State of the art. international journal of oncology. 2013;42:5-18.
26. D W, Chey, C B, Wong. American college of gastroenterology guidline on
the management of H.pylori infetion. Am J Gastroenterol 2007;102:1808-
1825
27. Lew E. Peptic ulcer disease. In: Greenberger NJ, editor. Current Diagnosis
and Treatment Gastroenterology, Hepatology, and Endoscopy. New York:
McGraw Hill; 2009 :175-183.
28. Simadibrata M. Dyspepsia and Gastroesophageal Reflux Disease (GERD):
Is There Any Correlation. Acta Med Indones. 2009; 41(4): 222-227.
29. Malfertheiner P et.al. Can gastric cancer be prevented by Helicobacter
pylori eradication?.Best Practice and Research Clinical
Gastroenterology.Germany : Elsevier.2006; 20(4) :709-719.
30. Silva MIG, de Sousa FCF. Gastric ulcer etiology. In: Chai J, editor. Peptic
Ulcer Disease. Shanghai: Intech; 2011:3-28.
31. Jośko Jadwiga, Bolesław Gwozdz, Halina Jędrzejowska-Szypułka,
Stanisław Hendryk. Vascular endothelial growth factor (VEGF) and its
effect on angiogenesis. Med Sci Monit 2000; 6(5):1047-1052
32. Rosen Lee S. Clinical Experience With Angiogenesis Signaling Inhibitors:
Focus on Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Blockers. Cancer
Control. March/April 2002, Vol.9, No.2 Supplement.
33. Plank M.J and Sleeman B. D. A reinforced random walk model of tumour
angiogenesis and anti‐angiogenic strategies. Math Med
Biol.2003;20(2):135-181.

Universitas Sumatera Utara


66

34. Hicklin DJ, Ellis LM. Role of the vascular endothelial growth factor
pathway in tumor growth and angiogenesis. J Clin Oncol.
2005;23(5):1011-1027.
35. Berman HM, Westbrook J, Feng Z, Gilliland G, Bhat TN, Weissig H,
Shindyalov IN, Bourne PE: The protein data bank. Nucleic acids research.
2000;28: 235-242.
36. Mesiano, S.,Ferrara.,et al. Role of Vascular Endothelial Growth Factor in
Ovarian Cancer.Am J Pathol.1998; 153:1249-1256.
37. Tortora,G., Ciardiello,F. Angiogenesis : A Target for Cancer Therapy.
Current Pharmaceutical Design.2004; 10:11-26
38. Harapan, Permata, 2010, Vascular Endothelial Growth Factor ( VEGF ).
Indocancer, PusatInformasiCancer.Available from
http://www.indocancer.com/update/article_detail.asp?cat=17&id=9 (cited
10 Mei 2015)
39. Hicklin DJ, Ellis LM. VEGF expression in colorectal cancer. J. Clin
Oncol. 2005;23(8):1011-1027.
40. Zheng Huachuan, Takahashi Hiroyuki, Murai Yoshihiro, Cui Zhengguo,
Nomoto Kazuhiro, Niwa Hideki, Tsuneyama Koichi, Takano Yasuo.
Expressions of MMP-2, MMP-9 and VEGF are Closely Linked to Growth,
Invasion, Metastasis and Angiogenesis of Gastric Carcinoma Anticancer
Research, 2006;26:3579-3584.
41. Goren HG, Soker S, Vlodavsky I, Neufeld G. The binding of vascular
endothelial growth factor to its receptors is dependent on cell surface-
associated heparin-like molecules. J Biol Chem. 1992;267(9):6093-6098.
42. Ryu, J.K Therapeutic Angiogenesis: The Pros and Cons and the Future.
Korean Circ J.2008;38:73-79.
43. Choi Kyu-Sil, Bae Moon-Kyoung, Jeong Joo-Won, Moon Hyo-Eun and
Kim Kyu-Won. Hypoxia-induced Angiogenesis during Carsinogenesis.
Journal of Biochemistry and Molecular Biology. 2003;36(1):120-127.

Universitas Sumatera Utara


67

44. Tabernero Josep. The Role of VEGF and EGFR Inhibition: Implications
for Combining Anti–VEGF and Anti–EGFR Agents. Mol Cancer Res
2007;5(3):40-45.
45. Jones MK, Itani RM,Wang H, et al. Activation of VEGF and Ras genes in
gastric mucosa during angiogenic response to ethanol injury. Am J
Physiol. 1999;276:1345–1355.
46. Fornai M, Antonioli L, Colucci R, Tuccori M, Blandizzi C.
Pathophysiology of gastric ulcer development and healing: molecular
mechanism and novel therapeutic options. In: Chai J, editor. Peptic Ulcer
Disease. Shanghai: Intech; 2011:113-142.
47. Jones MK, Tomikawa M, Mohajer B, Tarnawski AS. Gastrointestinal
mucosal regeneration: role of growth factors. Frontiers in
Bioscience.1999;4:303-309.
48. Brzozowski T, Konturek PC, Konturek SJ, Brzozowska I, Pawlik T. Role
of prostaglandins in gastroprotection and gastric adaptation. Journal of
physiology and pharmacology. 2005; 56(3):33-55.
49. Bergers G, Brekken R, Mcmahon G, et al. Matrix metalloproteinase-9
triggers the angiogenic switch during carcinogenesis. Nature cell biology.
2000;2:737-744.
50. Tarnawski AS, Chai J, Jones MK. Esophageal and Gastrointestinal
Microcirculation: Essential for Mucosal Protection, a Target for Injury,
and a Critical Component of Injury and Ulcer Healing. In: Ishii H,
Suematsu M, Tanishita K, editor. Organ microcirculation: a gateway to
diagnostic and therapeutic intervention. Tokyo: Springer; 2005:49-61.
51. Mueller A, Merrel DS, Grimm J, Falkow S. Profiling of microdissected
gastric epithelial cells reveals a cell-type specific response to Helicobacter
pylori infection. Gastroenterology. 2004;127:1446–1462.
52. Strowski MZ, Cramer T, Schafer G, Juttner S, Walduck A, Schipani E, et
al. Helicobacter pylori stimulates host vascular endothelial growth factor-
A (vegf-A) gene expression via MERK/ERK-dependent activation of Sp1
and Sp3. FASEB J. 2004;18:218–220.

Universitas Sumatera Utara


68

53. Stein Markus, Paolo Ruggiero, Rino Rappuoli and Fabio Bagnoli et al.
Helicobacter pylori CagA: from pathogenic mechanisms to its use as an
anti-cancer vaccine. Frontier in immunology. Available from : doi:
10.3389/fimmu.2013.00328
54. Mangia A,et.al.H.Pylori status and angiogenesis factor in human gastric
carcinoma.World J Gastroenterol.2006; 12(34): 5465-5472.
55. Tuccillo C,et.al. Vascular endothelial growth factor and neo-angiogenesis
in H.pylori gastritis. J Pathol.2005; 207: 277-284.
56. John. 2006. VEGF Pathway.Available from:
http://www.biooncology.com/research-education/vegf_pathway.index.
(cited 22 maret 2015).
57. Blood vessel overgrowth on cell. About lung cancer. Available from:
http://www.lungevity.org/about-lung-cancer/lung-cancer-101/treatment-
options/angiogenesis-inhibitors (cited 12 Mei 2015)
58. Siemann DW. Vascular targeting agent. Horizons in Cancer Therapeutics :
From Bench to Bedside.2002;3(2):4-15.
59. Jamaludin,et.al. Perbandingan Kadar Serum VEGF dan MMP 9 pada
Pasien Gastritis H.Pylori dan Non-H.Pylori.Magister Program Studi Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU.2015. Available from :
www.repository.usu.ac.id.
60. Zho Y, et al. Risk factors and prevalence of H.Pylori infection in persistent
high incidence area of gastric carcinoma in Yangzhong city.2014.
Available from: http://dx.doi.org/10.1155/2014/481365.
61. Chen H, Ying L, Kong M, Zhang Y, Li Y. The Prevalence of Helicobacter
pylori Infection Decreases with Older Age in Atrophic Gastritis.
Gastroenterology Research and Practice. 2013: Available from
:http://dx.doi.org/10.1155/2013/49478.

Universitas Sumatera Utara


69

62. Betty,et.al. Infeksi Helicobacter pylori pada lesi gastritis yang didiagnosa
dengan Pewarnaan Histokimia Giemsa dan Imunohistokimia Helicobacter
pylori di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU
Medan.2012.Availablefrom: :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34694.
63. Parameswaran I,et.al. Hubungan peningkatan kadar leukosit dan neutropil
dengan infeksi H.pylori di RSU Permata Bunda Medan.2014. Available
from :http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41610.
64. Naja F,et al. Helicobacter pylori in Ontario : prevalence and risk
factors.Jurnal canadian of gastroenterologi. 2007;21(8):501-506.
65. Abidiev S, Ahn KS, Khadjibaev A, Malikov Y, Bahramov S, Rakhimov B,
et al. Helicobacter pylori infection and cytokine gene polymorphisms in
Uzbeks. Nagoya J Med Sci, 2010;72:167-172.
66. Churin Y,et.al.Helicobacter pylori Cag A protein targets the c-Met
receptor and enhances the motogenic response. J.Cell Biol.2003;161(2):
249-255.
67. F.J.G.M. Kubben, C.F.M. Sier, M. Schram, A.M.C. Witte1, R.A.
Veenendaal, W. van Duijn, J.H. Verheijen, R. Hanemaaijer, C.B.H.W.
Lamers, H.W. Verspaget. Eradication of Helicobacter pylori infection
favourably a ects altered gastric mucosal VEGF and MMP-9 levels. TNO
Quality of Life, Biomedical Research, Leiden, The Netherlands. Chapter
3. Helicobacter 2007, in press.
68. Musumba C, Pritchard DM, Primohamed M : Cellular and molecular
mechanisms of NSAID-induces peptic ulcers. Alimentary Pharmacology
and Therapeutics 30,2009. Blackwell Publishing . 517-531.
69. Anastasios J. Karayiannakis et al. Circulating VEGF Levels in the Serum
of Gastric Cancer Patients Correlation With Pathological Variables,
Patient Survival, and Tumor Surgery. ANNALS OF SURGERY,2002 ;
236(1): 37–42.

Universitas Sumatera Utara


70

Lampiran 1 : Persetujuan Komisi Etik Penelitian

Universitas Sumatera Utara


71

Lampiran 2 : Penjelasan Kepada Calon Subjek

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN


Selamat pagi/ siang Bapak/ Ibu, pada hari ini, saya dr.Wira Prihatin Siregar
akan melakukan penelitian yang berjudul “PERBANDINGAN KADAR VEGF
(VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR) ANTARA STATUS CAG A
(+) DAN CAG A (-) PADA PASIEN GASTRITIS H.PYLORI”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar serum VEGF pada status CagA (+)
dan CagA (-) pada penderita gastritis H.pylori positif. Mengetahui prevalensi pasien
gastritis H.pylori dengan CagA (+) dan CagA (-). Mengetahui kadar VEGF serum
pada status CagA (+) dan CagA (-) pada penderita gastritis H.pylori positif. Bila
terdapat perbedaan kadar serum VEGF yang signifikan secara statistik antara pasien
gasritis H.pylori CagA (+) dan CagA (-), maka dengan pemeriksaan non invasif dari
darah dapat memprediksi status virulensi H.pylori, di mana H.pylori dengan CagA
(+) berhubungan dengan inflamasi yang lebih berat.
Pada Bapak/ Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan
diharuskan mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara,
mengisi formulir skor dispepsia, lalu jika nilai skor ≥ 6 dilakukan endoskopi lambung
(gastroskopi) dengan puasa ± 10-12 jam sebelumnya dan jika ditemukan gambaran
kemerahan pada lambung atau perdarahan, maka dilakukan pengambilan jaringan
lambung sebanyak 1 kali. Lalu jaringan tersebut diperiksa bakteri H.pylori. Kemudian
dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah sebanyak 10 cc oleh
ahlinya untuk menilai VEGF serumnya.
Adapun efek samping dari tindakan endoskopi lambung yaitu berupa rasa
tidak nyaman, luka hingga perdarahan dari mulut sampai lambung. Untuk mengatasi
keadaan tersebut diberikan obat penghilang rasa sakit dan jika terjadi luka atau
perdarahan diberikan obat penghenti perdarahan dan antibiotik bila terjadi infeksi.
Sedangkan pada pengambilan darah, efek samping dapat berupa lebam hingga
infeksi pada tempat pengambilan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
dengan kompres hangat dan pemberian antibiotik.
Adapun keuntungan pada pasien dari penelitiaan ini adalah untuk menegakkan
diagnosa penyakit pasien dalam hal ini gastritis oleh karena bakteri H.pylori serta
kaitannya dengan faktor virulensi kuman yaitu CagA,bila dijumpai H.Pylori dengan
status CagA (+) akan berhubungan dengan inflamasi yang lebih berat dan kadar
VEGF serum sebagai penanda proses keganasan kemudian hari.
Segala biaya pemeriksaan endoskopi lambung dan laboratorium menjadi
tanggung jawab peneliti. Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak/ Ibu dapat
menghubungi saya :
Nama : dr. Wira Prihatin Siregar
Alamat : Komplek Perumahan Tasbih 2 blok V no.12 Medan
Telepon/ HP : 082168431319
Atas perhatian Bapak/ Ibu, Saudara/ i, kami ucapkan terimakasih

( dr. Wira Prihatin Siregar )

Universitas Sumatera Utara


72

Lampiran 3 : Persetujuan Setelah Penjelasan

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONCERN)

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : ………………………………………………………………

Alamat : ………………………………………………………………

Umur : ……… tahun

Jenis Kalamin : Laki-laki/ Perempuan

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur
penelitian ini, saya menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tentang
“PERBANDINGAN KADAR VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH
FACTOR) SERUM ANTARA STATUS CAG A (+) DAN CAG A (-) PADA
PASIEN GASTRITIS H.PYLORI”. Apabila sewaktu-waktu saya mengundurkan diri
dari penelitian ini, kepada saya tidak dituntut apapun.

Demikian surat persetujuan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan, selanjutnya dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Desember 2016

saksi, yang memberi pernyataan,

(...........................................) (……………………………)

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 4 : ISIAN PENELITIAN

Lembar Isian Penelitian


Tanggal pemeriksaan :..................................................................................
No. M R :..................................................................................
I. Data Demografi
Nama :..................................................................................
Nama Suami/Istri/ortu:..................................................................................
Alamat lengkap :..................................................................................
Telepon :..................................................................................
Jenis kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Pekerjaan :..................................................................................
Umur :..................................................................................
Suku :..................................................................................
II. Skor PADYQ :..................................................................................
III. Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : … cm. Berat Badan : ….Kg. Body Mass Indeks (BMI) : ......
Keadaan Umum :
Kesadaran : ..................... Tekanan darah : .......... mmHG Nadi : ...... x/menit

Pernapasan : .......... x/menit Suhu : ..............oC


IV. Pemeriksaan Laboratorium :
Kadar VEGF serum : .......................................................................................
V. Pemeriksaan Penunjang :
Gastroskopi : ..................................................................................................
CLO : ..................................................................................................

VI. Diagnosis : ..................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


74

LAMPIRAN 5 :DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

I. Identitas
Nama : dr. Wira Prihatin Siregar
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 Juni 1984
Suku/Bangsa : Batak / Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Komplek Perumahan Tasbih II Blok V No.12 Medan

II. Keluarga
Status : Menikah
Istri : dr.Yulia Muchita Sari
Jumlah anak : 3 orang

III. Pendidikan
SDN 064981 Medan, Tamat Tahun 1997
SMPN Negeri 40 Medan, Tamat Tahun 2000
SMUN 4 Medan , Tamat Tahun 2003
Pendidikan Dokter dan Profesi Dokter Umum- Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Tamat Tahun 2009
Pendidikan Profesi Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam - Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 – sekarang.

IV. Riwayat Pekerjaan


Dokter umum Klinik Azizi dan RSU.Bandung 2009- 2010.
PNS Dokter Umum pada Unit Pelaksana Tugas Poliklinik Rutan Klas I
Medan 2010- akhir 2013 selanjutnya mendapat tugas belajar melanjutkan
pendidikan Ilmu Penyakit Dalam FK.USU sejak Januari 2014.

V. Perkumpulan Profesi
Anggota IDI Kota Medan
Anggota Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Cabang Sumut.
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

VI. Journal Reading


1. Impact of Type 2 Diabetes and Postmenopausal Hormone Therapy on
Incidence of Cognitive Impairment in Older Women
2. Association of Microalbuminuria with Metabolic Syndrome among
Aged Population
3. Albumin-to-Alkaline Phosphatase Ratio: A Novel Prognostic Index
for Hepatocellular Carcinoma
4. Repeat Upper Gastrointestinal Endoscopy in Patients with Functional
Dyspepsia: Yield, Findings, and Predictors of Positive Findings.

Universitas Sumatera Utara


75

5. Platelet transfusions in platelet consumptive disorders are associated


with arterial thrombosis and in-hospital mortality
6. Infused autograft lymphocyte-to-monocyte ratio and survival in T-cell
lymphoma postautologous peripheral blood hematopoietic stem cell
transplantation
7. Relation of Left Ventricular Ejection Fraction and Clinical Features or
Co-morbidities to Outcomes Among Patients Hospitalized for Acute
Heart Failure Syndromes
8. Impact of Noncardiac Comorbidities on Morbidity and Mortality in a
Predominantly Male Population With Heart Failure and Preserved
Versus Reduced Ejection Fraction
9. Outcomes of Infection-Related Hospitalization according to Dialysis
Modality
10. Effects of Spironolactone in Combination with Angiotensin-
Converting Enzyme Inhibitors or Angiotensin Receptor Blockers in
Patients with Proteinuria
11. Association between IgG4 Autoantibody and Complement
Abnormalities in Systemic Lupus Erythematosus
12. The association between vitamin D and COPD risk, severity, and
exacerbation: an updated systematic review and meta-analysis
13. Prognostic role of D-dimer for in-hospital and 1-year mortality in
exacerbations of COPD
14. Serum Procalcitonin and Procalcitonin Clearance as a Prognostic
Biomarker in Patients with Severe Sepsis and Septic Shock
VII. Tulisan
1. Present and Future in the Treatment of Diabetic Kidney Disease
2. Laporan kasus departemen : Multiple Myeloma (English version)
3. Laporan kasus nasional : Budd-Chiari syndrome (BCS),
KOPAPDI XVI Bandung 2015
4. Laporan kasus internasional : Impact of Preserved versus Reduced
Ejection Fraction on Clinical Outcomes in Female Patients
Hospitalized for Heart Failure,The 33th World Congress of
Internal Medicine (WCIM) Bali.

Universitas Sumatera Utara


76

LAMPIRAN 6 : Output SPSS

Sex

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki 18 60.0 60.0 60.0

perempua 12 40.0 40.0 100.0


Total 30 100.0 100.0

Suku

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid aceh 5 16.7 16.7 16.7
batak 9 30.0 30.0 46.7

india 1 3.3 3.3 50.0

jawa 6 20.0 20.0 70.0

mandaili 5 16.7 16.7 86.7

mandalin 2 6.6 6.6 93.3

melayu 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Statistics
Umur VEGF

N Valid 30 30

Missing 0 0
Median 53.5000 424.7000
Minimum 20.00 155.50
Maximum 68.00 2185.20

Universitas Sumatera Utara


77

Descriptives
Statistic Std. Error

VEGF Mean 619.5133 95.72754

95% Confidence Interval for Lower Bound 423.7285


Mean Upper Bound 815.2981
5% Trimmed Mean 565.7111

Median 424.7000

Variance 274912.885

Std. Deviation 524.32136

Minimum 155.50

Maximum 2185.20

Range 2029.70

Interquartile Range 560.47

Skewness 1.633 .427

Kurtosis 2.023 .833


Umur Mean 51.0667 2.24014

95% Confidence Interval for Lower Bound 46.4851


Mean Upper Bound 55.6483

5% Trimmed Mean 51.8704

Median 53.5000

Variance 150.547

Std. Deviation 12.26976

Minimum 20.00

Maximum 68.00

Range 48.00

Interquartile Range 12.00

Skewness -1.122 .427

Kurtosis .824 .833

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VEGF .255 30 .000 .786 30 .000


Umur .200 30 .004 .890 30 .005

a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Sumatera Utara


78

Agama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid hindu 1 3.3 3.3 3.3
islam 23 76.7 76.7 80.0

kristen 6 20.0 20.0 100.0


Total 30 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 12 40.0 40.0 40.0

mahasisw 1 3.3 3.3 43.3

wiraswasta 14 46.7 46.7 90.0

pegawai 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid S1 3 10.0 10.0 10.0

sd 3 10.0 10.0 20.0

sma 20 66.7 66.7 86.7

smp 4 13.3 13.3 100.0


Total 30 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


79

CagA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 21 70.0 70.0 70.0
Negatif 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Descriptives
Cag Statistic Std. Error

VEGF Positif Mean 743.1952 126.78637

95% Confidence Interval for Lower Bound 478.7235


Mean Upper Bound 1007.6670
5% Trimmed Mean 696.7079

Median 480.3000

Variance 337570.475

Std. Deviation 581.00815

Minimum 155.50

Maximum 2185.20

Range 2029.70

Interquartile Range 764.80

Skewness 1.174 .501

Kurtosis .480 .972

Negatif Mean 330.9222 45.68296

95% Confidence Interval for Lower Bound 225.5771


Mean Upper Bound 436.2673
5% Trimmed Mean 327.9580

Median 291.1000

Variance 18782.399

Std. Deviation 137.04889

Minimum 158.40

Maximum 556.80

Range 398.40

Interquartile Range 240.95

Skewness .439 .717

Kurtosis -1.070 1.400

Universitas Sumatera Utara


80

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

CagA Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

VEGF Positif .232 21 .004 .854 21 .005


*
Negatif .170 9 .200 .945 9 .636

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Ranks
CagA N Mean Rank Sum of Ranks

VEGF Positif 21 17.62 370.00


Negatif 9 10.56 95.00
Total 30

a
Test Statistics
VEGF

Mann-Whitney U 50.000
Wilcoxon W 95.000
Z -2.014
Asymp. Sig. (2-tailed) .044

a. Grouping Variable: CagA

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai