Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau
darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (Sarwono, 1995).
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan dalam
rongga pleural; antara lapisan visera dan parietal (Susan Martin Tucker,
1998).
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura
visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah
kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan
atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan
paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari
kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap
kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura
melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar
daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal
hanya terdapat beberapa mililiter cairan.pada dasarnya efusi pleura itu
merupakan komplikasi dari penyakit gagal jantung kongesif, pneumonia,
tuberculosis, embolis paru.

B. ETIOLOGI
1. Efusi pleura transudativa

1
Di sebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah Gagal
Jantung Kongesif.
2. Efusi pleura eksudativa
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit
paru-paru. Kanker, tuberculosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat,
asbestosis dan sarkoidosis merupaakan beberapaa contoh penyakit yang
bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.

C. MANIFESTASI KLINIK
1. Keluhan nyeri dada
2. Pergerakan dada berkurang
3. Perkusi meredup diatas efusi pleura
4. Vocal fremitus tidak terlalu teraba
5. Sesak nafas
Manifestasi klinik Efusi Pleura tergantung dari cairan yang ada serta
tingkat kompresi paruh. Jika jumlah efusi sedikit, mungkin belum
menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat di deteksi dengan
menggunakan X-ray ( photo thorax ).

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan
pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan
interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan
berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan

2
vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh
darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya
gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi
getah bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut
empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau
perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan
hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma
maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
engembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan
partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan
analisa gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura
viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya

3
(10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan di sini
mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada
hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia),
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat misalnya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya
tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya
transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya
rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer
sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara
kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin
hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa
eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan
asam dan jika perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan
juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila
cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan
prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.

E. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks

4
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur sputum: dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
2. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
3. Pemeriksaan torak sinar
Terlihat : sudut kostofrenik tumpul, obstruksi diafragma sebagian “putih”
komplet (opaqul densitas) pada daerah yang sakit.
4. Torasentesis
Mengambil cairan pleura untuk mengetahui adanya bakteri atau tidak.
5. Biopsy pleura
Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukkan adanya keganasan.

5
6. GDA
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi gangguan
mekanik pernafasan, dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang-
kadang meningkat PaCO2 mungkin normal atau menurun, saturasi O2
biasanya menurun.

G. PATHWAYS

Transudat di sebabkan oleh :


-payah jantung
-penyakit ginjal
-penyakit hati
Eksudat disebabkan oleh insfeksi

EFUSI PLEURA

Penumpukan cairan pada rongga pleura

Normal Ekspansi paru menurun


cairan 10-
20 ml/hari Pertukaran O2 dialveoli menurun

Dispnea
Sebagai pelican
gesekan kedua Pola nafas tidak efektif
pleura pada
waktu bernafas Batuk
Iritasi membran Sputum,
mukosa di
Serosa jernih saluran nafas Bau Mengalir ke
sputum
tenggorokan
Darah Nanah Cairan seperti dimulut
Nyeri dada
susu
Mual Akumulasi
Gg. Rasa muntah sputum
nyaman nyeri
Tdk nafsu
Bersihan
makan
jalan nafas
6
tdk efektif
Anoreksia

Nutrisi <
kebutuhan tubuh

(Brunner & Suddarth, 2001)

H. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
pengembangan paru
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada

I. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Penghisapan Lendir pada Jalan
nafas tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam, Nafas:(Untuk pasien tidak kooperatif)
berhubungan diharapkan bersihan jalan nafas 1. Lakukan tindakan cuci tangan
dengan akumulasi tidak efektif dapat teratasi 2. Gunakan APD sesuai kebutuhan
sekret dengan kriteria Status 3. Tentukan perlunya suksion mulut
pernafasan : Kepatenan Jalan atau trakea
Nafas 4. Auskultasi suara nafas sebelum
Kriteria I E dan setelah dilakukan tindakan
R R suksion
1. Frekuensi 5. Informasikan pentingnya
Pernafasan tindakan suksion kepada pasien

7
2. Batuk dan keluarga
3. Akumulasi 6. Masukkan NPA untuk melakukan
sputum suksion nasopharing
4. Kemampuan 7. Hiperoksigenasi dengan oksigen
mengeluarka 100% selama minimal 30 detik,
n sekret sebelum dan sesudah tindakan
suksion
8. Gunakan alat steril setiap
tindakan suksion
9. Monitor status oksigen pasien
(SaO2 atau SvO2)
Fisioterapi Dada:
(Untuk pasien kooperatif)
1. Kenali kontraindikasi dilakukan
nya fisioterapi dada
2. Lakukan fisioterapi dada
minimal dua jam setelah makan
3. Jelaskan tujuan dan prosedur
tindakan fisioterapi dada kepada
pasien
4. Dekatkan alat-alat yang
diperlukan
5. Tentukan segmen paru mana
yang berisi secret berlebihan
6. Posisikan segmen paru yang
akan dilakukan fisioterapi dada
diatas
7. Gunakan bantal untuk menopang
posisi pasien
8. Tepuk dada dengan teratur dan

8
cepat dengan menggunakan
telapak tangan yang
dikuncupkan diatas area yang
ditentukan selama 3-5 menit.
Hindari perkusi diarea tulang
belakang, ginjal, payudara, area
insisi, dan tulang rusuk yang
patah
9. Lakukan getaran apply
pneumatic, acoustical, or
electrical chestpercussors
10. Getarkan dengan cepat dan kuat
dengan telapak tangan, pada area
yang akan dilakukan fisioterapi
dada ketika pasien
menghembuskan nafas atau
batuk 3-4 kali.
11. Anjurkan pasien batuk selama
dan setelah tindakan
12. Monitor kemampuan pasien
sebelum dan setelah prosedur
(oksimetri nadi, TTV, dan
tingkat kenyamanan pasien)
2.Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen :
efektif keperawatan selama 3x24 jam, 1. Bersihkan mulut, hidung, dan
berhubungan diharapkan bersihan jalan nafas sekresi trakea dengan tepat
dengan penurunan tidak efektif dapat teratasi 2. Siapkan peralatan oksigen dan
pengembangan dengan kriteria Status berikan melalui sistem
paru pernafasan: Kepatenan Jalan humidifier

9
Nafas 3. Berikan oksigen tambahan
Kriteria I E sesuai dengan perintah
R R 4. Monitor aliran oksigen
1. Penggunaan 5. Monitor posisi alat pemberian
otot bantu oksigen
nafas 6. Monitor efektifitas terapi
2. Frekuensi oksigen (misalnya: tekanan
pernafasan oksimetri, ABGs) dengan tepat
3. Ansietas 7. Pastikan pergantian
4. Pernafasan masker/kanul nasal setiap kali
cuping perangkat diganti
hidung 8. Ubah alat dari masker ke kanul
5. Dispnea nasal saat makan
dengan 9.Pantau adanya keracunan
aktivitas oksigen dan kejadian atelektasis
ringan 10. Atur dan ajarkan pasien
mengenai penggunaan
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilisasi
Bantuan Ventilasi:
1. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
2. Posisikan pasien untuk
meminimalkan upaya bernafas
(mis; mengangkat kepala tempat
tidur dan memberikan overbed
table bagi pasien untuk
bersandar)
3.Monitor efek perubahan posisi

10
pada oksigenasi : ABG, SaO2,
SvO2
4. Anjurkan pernafasan lambat
yang dalam
5. Monitor kelelahan otot
pernafasan
6. Mulai dan pertahankan oksigen
tambahan yang telah ditentukan
7. Kelola pemberian obat nyeri
yang tepat untuk mengurangi
hipoventilasi
8. Ajrkan teknik pernafasan dengan
mengerucutkan bibir, dengan
tepat
3.Resiko nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi:
kurang dari keperawatan selama 3x24 jam, 1. Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan tubuh diharapkan resiko nutrisi kurang kemampuan pasien untuk
berhubungan dari kebutuhan tubuh dapat memenuhi kebutuhan gizi
dengan kurang teratasi dengan kriteria Status 2. Identifikasi adanya alergi atau
asupan makanan Nutrisi intoleransi makanan yang dimiliki
Kriteria I E pasien
R R 3. Tentukan jumlah kalori dan jenis
1. Asupan Gizi nutrisi yang dibutuhkan untuk
2. Asupan memenuhi persyaratan gizi
Makanan 4. Berikan pilihan makanan sambil
3. Energy menawarkan bimbingan terhadap
4. Resiko berat pilihan makanan yang lebih sehat,
badan/tinggi jika diperlukan
badan 5. Atur diet yang diperlukan

11
6. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat mengkonsumsi
makan (misal: bersih,
berventilasi, santai, dan bebas
dari bau menyengat)
7. Lakukan atau bantu pasien untuk
melakukan perawatan mulut
sebelum makan
8. Beri obat-obatan sebelum makan
(misal: penghilang rasa sakit,
antiemetic) jika diperlukan
Terapi nutrisi:
1. Lengkapi pengkajian nutrisi
sesuai kebutuhan
2. Tentukan jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan berkolaborasi bersama
ahli gizi, sesuai kebutuhan
3. Pilih suplemen nutrisi sesuai
kebutuhan
4. Sediakan makanan bagi pasien
yang mudah dikonsumsi
Manajemen Berat Badan;
1. Diskusikan resiko yang mungkin
muncul jika terdapat kelebihan
berat badan atau kekurangan berat
badan
2. Kaji motivasi pasien untuk

12
mengubah pola makan
3. Hitung berat badan ideal pasien
4. Dorong pasien untuk membuat
grafik mingguan berat badan nya
5. Dorong pasien untuk
mengkonsumsi air yang cukup
setiap hari
4.Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
nyaman nyeri keperawatan selama 3x24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan diharapkan gangguan rasa komprehensif
dengan nyeri dada nyaman dapat teratasi dengan 2. Pastikan perawatan abalgesik
kriteria Kontrol Nyer dilakukan dengan pemantauan
Kriteria I E yang ketat
R R 3. Gali bersama pasien faktor-faktor
1. Mengenali yang dapat menurunkan atau
kapan nyeri memperberat nyeri
terjadi 4. Pilih dan implementasikan
2. Menggam- tindakan yang beragam (misal;
barkan terapi nonfarmakologi,
faktor farmakologi, interpersonal)
penyebab 5. Ajarkan penggunaan teknik
3. Menggunak nonfarmakologi
an tindakan 6. Dorong pasien untuk memonitor
pengurangan nyeri dan menangani nyeri nya
nyeri tanpa dengan tepat
analgesik 7. Evaluasikan kefektifan dari
4. Melaporkan tindakan pengontrol nyeri yang
nyeri yang dipakai selama pengkajian nyeri
terkontrol dilakukan

13
Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
2. Cek perintah pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesic yang diresepkan

3. Cek riwayat alergi obat


4. Tentuka analgesic sebelumnya,
rute pemberian, dosis uapai hasil
pengurangan nyeri yang optimal

14
DAFTAR PUSTAKA

1. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-asuhankepe-5141-2-
babii.pdf
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45835/4/Chapter%20II.pdf
3. http://eprints.ums.ac.id/2773/1/J200050015.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai