Anda di halaman 1dari 18

KEPEMIMPINAN KARISMATIK

Individu seperti John F. Kennedy, Winston Churchill, Warrant Buffet, dan Soekarno memiliki
daya tarik tersendiri sehingga mereka mampu melakukan sesuatu yang berbeda terhadap
pengikutnya. Pemimpin seperti ini biasanya disebut sebagai pemimpin karismatik. Max Weber
menyebutkan bahwa beberapa pemimpin memiliki anugerah berupa kualitas yang luas biasa atau
karisma yang membuat mereka mampu memotivasi pengikutnya untuk mencapai kinerja yang
luar biasa.
Di Indonesia, tokoh Soekarno merupakah salah satu contoh pemimpin karismatik yang sulit
ditemui lagi di masa sekarang. Kemampuan Soekarno menggerakkan, mempengaruhi, dan
berdiplomasi telah menyatukan berbagai suku, agama, golongan menjadi satu kesatuan yang
bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artikel ini tidak akan membahas secara spesifik
mengenai Soekarno, tapi lebih menguraikan secara umum mengenai pemimpin karismatik.
Teori kepemimpinan kharismatik pertama kali diusung oleh Max Weber. Kharismatik berasal
dari kata “kairismos”, dalam bahasa Yunani memiliki makna seseorang yang terberkati dan
terinspirasi secara agung; juga diartikan sebagai hadiah yang diberikan oleh para dewa kepada
seseorang. Artinya seseorang dikatakan karismatik apabila orang tersebut memiliki berkat atau
talenta yang banyak memikat para pengikutnya secara luar biasa. Max Weber, mendefinisikan
karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat tertentu
dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya
istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai
kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap
sebagai seorang pemimpin (Yukl, 2001; Sashkin, 2003). Weber berpendapat bahwa
kepemimpinan karismatik merupakan salah satu jenis otoritas yang ideal.

Menurut Weber seorang pemimpin kharismatik muncul pada saat terjadi suatu krisis sosial, di
mana sang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk
mengatasi krisis tersebut. Sang Pemimpin menarik pengikutnya yang percaya pada visi yang
diusungnya secara luar biasa sehingga para pengikutnya percaya bahwa orang yang memimpin
mereka adalah orang yang luar bisasa “yang memiliki sesuatu” yang berbeda dari orang
kebanyakan. Kepercayaan itu sungguh mendarahdaging sehingga apapun yang dikatakan
pemimpin tersebut dipandang sebagai suatu amanah yang harus dijalankan. Jadi pemimpin
karismatik adalah seorang pemimpin yang memiliki daya tarik personalitas yang luar biasa yang
mampu mengendalikan pikiran, kemauan, jiwa, dan raga dari para pengikutnya. Kepemimpinan
karismatik tidak mengandalkan otoritas dan eksternal power tetapi menggunakan daya tarik
personalitas. Karena tidak menggunakan power dan otoritas maka pemimpin karismatik
umumnya adalah pimpinan lembaga informal.

Robert House kemudian mengembangkan pemikiran Weber dengan menyusun teori-teori ilmiah
mengenai kepemimpinan karimatik ini pada tahun 1977. Menurut House, seorang pemimpin
kharismatik haruslah memilki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya,
kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu mempengaruhi orang lain (Robbins, 1994). Selain
itu dirinya haruslah mampu berkomunikasi secara persuasif dan memotivasi para bawahannya.
Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi,
pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan-tujuan dan rasa
percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma (Conger dan Kanungo) lebih
menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi
sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi
sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang
sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa
perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi
dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan
psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin
berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Pengertian Kepemimpinan Karismatik
Kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership): Kharisma diartikan “keadaan atau bakat
yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang
untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atau atribut
kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.

Pemimpin kharismatik menampilkan ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki visi yang amat kuat
atau kesadaran tujuan yang jelas. (b) mengkomunikasikan visi itu secara efektif. (c)
mendemontrasikan konsistensi dan fokus (d) mengetahui kekuatan-kekuatan sendiri dan
memanfaatkannya. Gaya kepemimpinan karismatis dapat terlihat mirip dengan kepemimpinan
transformasional, di mana pemimpin menyuntikkan antusiasme tinggi pada tim, dan sangat
enerjik dalam mendorong untuk maju. Namun demikian, pemimpin karismatis cenderung lebih
percaya pada dirinya sendiri daripada timnya. Ini bisa menciptakan resiko sebuah proyek atau
bahkan organisasi akan kolaps bila pemimpinnya pergi. Selain itu kepemimpinan karismatis
membawa tanggung-jawab yang besar, dan membutuhkan komitmen jangka panjang dari
pemimpin. Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya
tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan
para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu
dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya yang
digunakan pemimpin.

Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, percaya diri, serta
pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan
memotivasi pmimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasapercaya diri
dan pendirian yang kuat meningktkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan
pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola cirri yang demikian lebih kecil
kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi maka
lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.

Kesuksesan mempengaruhi bawahan dapat diwujudkan apabila pemimpin mempunyai akhlak


dan sifat yang terpuji. Dengan cirri dan sifat tersebut pemimpin akan dikagumi oleh para
pengikutnya.

Pemimpin kharismatik menekankan tujuan-tujuan idiologis yang menghubungkan misi


kelompok kepada nilai-nilai, cita-cita, serta aspirsi-aspirasi yang berakar dalam yang dirasakan
bersama oleh para pengikut. Selain itu kepemimpinan kharismatik juga didasarkan pada
kekuataan luar biasa yang dimiliki oleh seorang sebagai pribadi. Pengertian sangat teologis,
karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi yang melekat pada diri seseorang , harus
dengan menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimilikiadalah
merupakan anugerah tuhan. Karena posisinya yang demikian itulah maka ia dapat dibedakan dari
orang kebanyakan, juga karena keunggulan kepribadian itu, ia dianggap (bahkan) diyakini
memiliki kekuasan supra natural, manusia serba istimewa atau sekurang-kurangnya istimewa
dipandang masyarakat.

Tipe kepemimpinan karismatik dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan keistimewaan


atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang
lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan mengagungkan pemimpin bersedia berbuat
sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin. Pemimpin disini dipandang istimewa karena sifat-sifat
kepribadiannya yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin diterima
dan dipercayai sebagai orang yang dihormati, disegani, dipatuhi dan ditaati secara rela dan
ikhlas. Kepemimpinan kharismatik menginginkan anggota organisasi sebagai pengikutnya untuk
mengadopsi pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit mungkin perubahan.

Karakteristik pemimpin yang karismatik dijelaskan oleh Purwanto sebagai berikut :


1) Mempunyai daya penarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya juga besar.
2) Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati
pemimpin itu.
3) Seolah-olah mempunyai kekuatan gaib.
4) Karisma yang dimiliki tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun
ketampanan si pemimpin.

Sementara itu, Nurkolis mengungkapkan bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai tujuh
karakteristik kunci, yaitu percaya diri, memiliki visi, memiliki kemampuan untuk
mengartikulasikan visi, memiliki pendirian yang kuat terhadap visinya, memiliki perilaku yang
berbeda dari kebiasaan orang, merasa sebagai agen pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.

B. Definisi Kepemimpinan Karismatik


Karismatik dalam bahasa Yunani berarti ”karunia diinspirasi ilahi. Orang orang yang
karismatik memiliki daya tarik tersendiri bagi orang orang yang ada di sekitarnya sehingga
membuat orang orang yang ada di sekitarnya secara tidak sadar mengikuti orang yang karismatik
tersebut. Kepemimpinan karismatik membuat para anggota yang di pimpinnya mengikuti inovasi
inovasi yang di ajukan oleh pemimpin ini. Pemimpin karismatik dikelompokkan menjadi dua
tipe yaitu karismatik visioner dan karismatik di masa krisis (Ivancevich, 2007:211). Pemimpin
karismatik visioner mengekpresikan visi bersama mengenai masa depan. Melalui kemampuan
komunikasi,

Pemimpin karismatik visioner mengaitkan kebutuhan dan target dari pengikutnya


dengan targaet atau tugas dari organisasi. Mengaitkan para pengikut dengan target dari pengikut
dengan visi, misi, dan tujuan organisasi akan lebih mudah jika mereka merasa tidak puas atau
tidak tertantang dengan keadaan pada saat ini. Pemimpin karismatik visioner memiliki
kemampuan untuk melihat sebuah gambar besar dan peluang yang ada para gambar besar
tersebut (Barbara Mackoff dan Wenet, 2001).

Tipe pemimpin karismatik di masa krisis akan menunjukkan pengaruhnya ketika system
harus menghadapi situasi dimana pengetahuan, informasi, dan prosedur yang ada tidak
mencukupi (Ian I. Mirtoff, 2004). Pemimpin jenis ini mengkomunikasikan dengan jelas tindakan
apa yang harus dilakukan dan apa konsekuensi yang dihadapi.

C. Definisi Kepemimpinan Visioner

Berikut pengertian kepemimpinan visioner menurut beberapa ahli:

1. Menurut Seth Kahan (2002)

Menjelaskan bahwa kepemimpinan visioner melibatkan kesanggupan, kemampuan,


kepiawaian yang luar biasa untuk menawarkan kesuksesandan kejayaan di masa depan. Seorang
pemimpin yang visioner mampu mengantisipasisegala kejadian yang mungkin timbul, mengelola
masa depan dan mendorong oranglain utuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal itu
berarti, pemimpin yang visionermampu melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi
sambil kemudianmemposisikan organisasi mencapai tujuan-tujuan terbaiknya.

2. Menurut McLaughlin (2001)

Mendefinisikan pemimpin yang visioner yaitu (Visionary leaders) adalah mereka yang
mampu membangun „fajar baru‟ (a new dawn) bekerja dengan intuisi dan imajinasi,
penghayatan, dan boldness. Mereka menghadirkan tantangan sebagai upaya memberikan yang
terbaik untuk organisasidan menjadikannya sebagai sesuatu yang menggugah untuk mencapai
tujuan organisasi. Pentingnya seorang pemimpin memiliki kemampuan menggambarkan dengan
jelas tujuan yang akan diraihnya di masa depan adalah syarat utama bagi seorang pemimpin yang
visioner.
3 Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel (2007)

Dalam makalahnya menyebutkan bahwa kepemimpinan yang efektif dimulai denganvisi


yang jelas.Visi yang akan menjadi daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan,mendorong
terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasimaupun sinergi berbagai
keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasitersebut. Lebih jauh Prijosaksono dan
Sembel mengatakan bahwa ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan
implementation role. Artinya seorang pemimpin, selain membangun suatu visi bagi
organisasinya juga memilikikemampuan untuk menjabarkan visi tersebut ke dalam suatu
rangkaian tindakan atau kegiatan yang merupakan upaya untuk mencapai visi itu. Oleh karena itu
seorangpemimpin yang visioner adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia
selalutanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka
yangdipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari
setiappermasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.

D. Pentingnya Kepemimpinan Karismatik dan Visioner

Kepemimpinan yang karismatik dan visioner salah satu kunci keberhasilan dalam kegiatan
keorganisasian. Kepemimpinan yang karismatik sesuai yang telah di jelaskan di atas para
pemimpin yang karismatik mempunyai daya tarik tersendiri sehingga dapat membuat para
bawahannya untuk mengikutinya. Sedangkan kepemimpinan yang visioner selalu dapat
mengemukakan ide ide baik dalam masa krisis ataupun ide ide yang fleksibel yang dapat
mengikuti perkembangan jaman. Pemimpin yang visioner bukan hanya bisa memberikan ide tapi
juga bisa merealisasikannya. Dengan perpaduan sifat ini organisasi dapat berjalan dengan grafik
yang menanjak.

E. Ciri ciri Kepemimpinan Karismatik dan Visioner

Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan selalusiap
menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner jugamenunjukkan
perhitungan yang Kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri yang menggambarkan segala sikap
dan perilakunya yang menunjukkan kepemimpinannya yang berorientasi kepada pencapaian visi,
jauh memandang ke depan dan terbiasa menghadapi segala tantangandan ressiko. Diantara cirri-
ciri utama kepemimpinan visioner adalah:

1. Berwawasan ke masa depan, bertindak sebagai motivator, berorientasi pada the best
performance untuk pemberdayaan, kesanggupan untuk memberikan arahan konkrit yang
sistematis cermat, teliti dan akurat. Memandang sumberdaya, terutama sumberdaya
manusia sebagai asset yang sangat berharga danmemberikan perhatian dan perlindungan
yang baik terhadap mereka.
2. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam menggapaitujuan,
menjadi model (teladan) yang secara konsisten menunjukkan nilai-nilai
kepemimpinannya, memberikan umpan balik positif, selalu menghargai kerja kerasdan
prestasi yang ditunjukkan oleh siapun yang telah memberi kontribusi
3. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola mimpi
menjadi kenyataan, mengajak orang lain untuk berubah bergerak ke new place.
4 Mampu memberi inspirasi, memotivasi orang lain untuk bekerja lebihkreatif dan
bekerja lebih keras untuk mendapatkan situsi dan kondisi yang lebih baik.
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi, menjelaskan dengan baik maksud visikepada orang
lain dan secara pribadi sangat commited terhadap visi tersebut.
Jenis atau tipe kepemimpinan, organisasi dan perilaku organisasi adalah hal yang tidak bisa
dipisahkan. Tipe kepemimpinan adalah gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin untuk, tidak
hanya, mengendalikan organisasi tetapi juga menginspirasi dan menciptkan kultur organisasi di
organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus menjaga
keberlangsungan organisasi pada masa yang akan datang.

Oleh karena itu, pada bagian ini secara berututan dibahasa mengenai (teori) kepemimpinan
visioner, kepemimpinan kharismatik dan teori atribusi dalam kepemimpinan serta aplikasi dari
masing-masing teori di lingkup organisasi.

2.1 Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan visioner sangat diperlukan untuk memajukan sebuah organisasi. dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam konteks school based management kepemimpinan tipe ini
sangatlah diperlukan. Bukan hanya diperlukan, kepemimpinan visioner sangat relevan dan
didambakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota
perusahaan dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan
berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam Suprayitno, 2007).

Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja dan usaha
bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner haruslah seorang yang
bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami
prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing bawahannya untuk bisa
bekerja secara professional seperti yang diharapakan.

Untuk bisa menjadikan organisasi dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa bekerja secara
maksimal sesuai dengan yang diharapakan, maka seorang pemimpin yang visioner dituntut untuk
mampu menjalankan empat peran. Nanus (1992, dalam Suprayitno, 2007:6) mengungkapkan
keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh seorang pemimpin yang visioner adalah:

1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini adalah peran dimana seorang pemimpin
menyajikan sauatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih
pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada dalam organisasi. Sebagai penentu
arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi, mengomunikasikannya, memotivasi pekerja dan
rekan,serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang benar, dan mendukung
partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.

2. Agen perubahan (agent of change). Peran ini adalah peran penting kedua. Pemimpin yang
efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi untuk bisa beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik perubahan dalam bidang ekonimi, sosial,
teknologi dan politik yang sifatnya dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada perubahan-
perubahan yang selalu terjadi, poemimpin harus mampu berpikir dalam kerangka waktu masa
depan mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah.
3. Juru bicara (spokeperson). Pemimpin sebagai juru bicara visi harus mengomunikasikan suatu
pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi baik
secara internal dan eksternal. Efektivitas pemimpin pada tataran ini sangat ditentukan oleh
kecakapannya untuk mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi yang ada kemudian
mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun dukungan bagi visi masa depan
organisasi.

4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang baik. Artinya,
pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang telah
dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerjasama,
mengoordinir aktivitas atau usaha para “pemain”, untuk mencapai “kemenangan” atau mencapai
visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin harus bisa membuat dan menjaga supaya semua
“pemainnya” bisa fokus untuk merealisasikan visi dengan memberikan pengarahan, membarikan
harapan dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya
untuk masa depan.

Efektifitas peran seorang pemimpin visioner bisa dijalankan secara maksimal apabila ia memiliki
kompetensi. Mengenai kompetensi, Nanus (1992 dalam Suprayitno, 2007:5) menyatakan empat
kompetensi yang harus dimiliki pemimpin visioner. Yang pertama adalah kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi.

Kemampuan memahami lingkungan luar dan bereksi secara cepat terhadap potensi ancaman dan
peluang adalah kompetensi kedua yang wajib dimiliki oleh pemimpin yang visioner. Dalam
kemampuan bereaksi ini tercakup komponen bisa melakukan relasi secara cakap dengan orang-
orang kunci di luar organisasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap organisasi.

Kompetensi ketiga adalah kemampuan pemimpin untuk membentuk dan memengaruhi praktik
organisasi, prosedur, produk, dan jasa. Dalam konteks ini pemimpin harus terlibat untuk
menghasilkan dan memertahankan kesempurnaan pelayanan, sembari memersiapkan dan
memandu jalannya organisasi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.

Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan untuk mengembangkan ceruk guna mengantisipasi
masa depan. Yang dimaksud dengan ceruk adalah sebuah bentuk imajinatif, yang didasarkan
pada kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi dan lain
sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumberdaya organisasi guna
memersiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan.

Berbeda dari Nanus (1992) yang hanya menyajikan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin visioner, Brown (dalam Ardi, 2011) mengemukakan sepuluh kompetensi
berikut ini:

1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang
hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis
pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang
akan datang.
3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan
masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin
dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang
mungkin dapat mempengaruhi rencana.
4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik
untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau
mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk
menanggulangi rintangan itu
5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari
alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah.
Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan
sebagai peluang bukan kemunduran.
7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan
sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas
dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara
dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar
organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam
individu, departemen dan golongan tertentu.
9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian
dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar
organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif,
sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang
untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas
pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu
bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan
yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki
jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Dari kompetensi-kompetensi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan


visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang
penuh tantangan dan ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga
dari rumusan visinya akan tergambar sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga
yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan
visi tersebut dikenal dengan sasaran bidang hasil pokok. Di samping itu, kemampuan visioner
pemimpin dimaknai sebagai kemampuan untuk mencipta, merumuskan, mengomunikasikan,
mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal
yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan
pemangku kepentingan (stakeholders) yang diyakini sebagai cita-cita organisasi pada masa yang
akan datang yang harus diraih atau diwujudkan melalui semua personel (Kuntho, 2011).

2.2. Kepemimpinan Visioner Ala Ki Hajar Dewantara


Konsep kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menarik
sangat menarik. Melalui konsepnya Ing ngarso sungtulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri
handayani (yang di depan member teladan, yang di tengah menciptakan peluang untuk
berprakarsa, dan yang di belakang memberi dorongan) mampu memerbarui konsep
kepemimpinan visioner dan menghapus konsep-konsep yang salah terkait kepemimpinan.

Konsep-konsep keliru yang diperbarui oleh Ki Hajar Dewantara melalui semboyan ing ngarso
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani adalah pemahaman bahwa pemimpin
harus sepenuhnya demokratis terhadap keinginan rakyatnya; pemimpinn harus selalu memiliki
jabatan pemimpin; dan konsep bahwa pemimpin harus dikenal sebagai pemimpin (Sianipar,
2010).

Melalui semboyan ing ngarso sung tuladha, Ki Hajar mengajarkan bahwa seorang pemimpin
harus menjadi conth dan panutan bagi para pengikutnya. Namu kenyataannya, dalam berbagai
kasus, justru hal ini tidak tercapai. Pemimpin banyak tidak bisa menjadi panutan bagi
pengikutnya. Dalam konteks kepemimpinan visioner, pemimpin harus mampu melakukan
prinsip greater good dengan berani berkorban (untuk sementara) guna mencapai hasil yang lebih
baik. Pemimpin tidak hanya berani menuntut pengikutnya untuk berkorban tetapi dia sendiri
harus melakukannya.

Ing madya mangun karso yang artinya yang di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa.
Dalam konteks kepemimpinan visioner, semboyan ini dioperasionalkan dalam wujud konsep
bahwa pemimpin tidak selamanya harus memiliki suatu jabatan kepemimpinan. Perspektif
semboyan ini adalah ketika sesorang tidak memiliki jabatan atau validitas sebagai pemimpin, ia
memiliki keleluasaan untuk memimpin. Namun demikian, operasionalisasi konsep ini bukan
tanpa kendala. Pertanyaan yang bisa muncul adalah, apakah seseorang yang tidak memiliki
validitas sebagai pemimpin bisa dianggap pemimpin dan dijadikan panutan bagi orang banyak?

Slogan yang terakhir adalah tut wuri handayani. Yang di belakang memberikan dorongan. Ini
adalah esensi penting dari seorang pemimpin visioner. Pemimpin visioner harus mengerti bahwa
ada kalanya tidak memimpin sama sekali justru merupakan tindakan memimpin. Dalam konteks
semacam ini, yang perlu dipersiapkan adalah pengikut, bukan pemimpin. Apakah pengikut bisa
menerima dorongan yang diberikan oleh seorang pemimpin yang tidak memimpin? Dalam kasus
semacam inilah kedewasaan dan kematangan individu dan organisasi bisa diketahui. Apakah
dorongan dilakukan karena faktor otoritas dan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin. Atau,
apakah pengikut bisa dan mau menerima dorongan ketika seorang pemimpin tidak sedang
menjalankan tampuk kepemimpinannya?

Tut wuri handayani sejatinya jauh lebih dalam dari sekedar memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk menjadi ketua atau pemimpin (Sianipar, 2010). Tafsiran mendalam tut wuri
handayani dalam makna kepemimpinan adalah bahwa untuk menjadi pemimpin, kita tidak perlu
pengakuan orang lain bahwa kita adalah pemimpin.

Semboyan Ki Hajar Dewantara kalau dilebur dalam konsep kepemimpinan akan menghasilkan
konsep kepemimpinan visioner yang ideal karena di dalamnya tercakup pemimpin yang berani
dan rela berkorban karena memiliki visi yang baik untuk orang yang dipimpinnya dan tidak gila
jabatan.
Harus diakui bahwa, tidak mudah untuk mewujudkan dan mengoperasionalisaskan konsep
kepemimpinan visioner ala Ki Hajar Dewantara yang akarnya tertanam kuat dan dalam dalam
budaya bangsa Indonesia. Diperlukan lebih dari sekedar pengetahuan untuk bisa
mengaplikasikan konsep ini. Namun demikian, konsep ini tidak mustahil untuk dilakukan
manakala kita memiliki tekad dan pandangan jauh ke depan sebagai seorang pemimpin visioner
dalam arti yang sesungguhnya.

Teori Atribusi dari Kepemimpinan Kharismatik

Selain Robert House, Conger dan Kanungo (dalam Yukl, 2001) pun mengusulkan teori tentang
kepemimpinan karismatik berdasarkan pada asumsi bahwa karisma merupakan sebuah fenomena
yang berhubungan (atribusional). Menurut teori ini, atribusi pengikut dari kualitas karismatik
bagi seorang pemimpin bersama-sama ditentukan oleh perilaku, keterampilan pemimpinnya dan
aspek situasi. Ada tiga asumsi yang digunakan dalam menarik para pengikut pemimpin
karismatik, yaitu: (1) daya tarik dan keanggunan merupakan modal yang dibutuhkan untuk
menarik pengikut, (2) rasa percaya diri adalah kebutuhan dasar dari seorang pemimpin, dan (3)
pengikut akan mengikuti orang-orang yang mereka kagumi.

Menurut teori kepemimpinan kharismatik Conger dan Kanungo dalam Robbins (2005), para
pengikut terpicu pada kemampuan heroik sang pemimpin atau kemampuan yang luar biasa
ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu dari sang pemimpin. Dari hasil studi yang
dilakukan, Conger dan Kanugo (dalam Robbins, 2005) mengidentifikasikan karakterteristik
personal pemimpin kharismatik dalam empat hal penting. Antara lain: (1) Pemimpin yang
memiliki visi (2) Memiliki keinginan untuk mengambil risiko demi pencapaian visi, (3)
Memiliki kepekaan pada kendala-kendala lingkungan, (4) Memiliki kepekaan pada kebutuhan-
kebutuhan para pengikut, (5) Menunjukkan perilaku luar bisa. Kelima karakteristik di atas dapat
dijelaskan dalam hal di bawah ini:

Karakteristik-karakteristik Kunci dari Pemimpin yang Karismatik

1. visi dan artikulasi (Vision and articulation). Memiliki visi yang dinyatakan sebagai tujuan
ideal yang menganggap bahwa masa depan lebih baik daripada status quo; dan mampu
mengklarifikasi pentingnya misi yang bisa dipahami orang lain.
2. Resiko pribadi (Personal risk). Bersedia mengambil resiko pribadi yang tinggi,
mengeluarkan biaya besar, dan berkorban untuk mencapi visi tersebut.
3. Kepekaan pada Lingkungan (Environmental sensitivity). Pemimpin karismatik mampu
melakukan perhitungan realitis mengenai hambatan dari lingkungan dan kebutuhan
sumberdaya untuk mengupayakan terjadinya perubahan.
4. Sensitive dengan kebutuhan bawahan (Sensitivity to follower needs). Menerima
kemampuan orang lain dan bertanggungjawab atas kebutuhan dan perasaan mereka.
5. Perilaku yang tidak konvensional (Unconventional behavior). Memiliki perilaku yang
dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan. Pemimpin karismatik menunjukkan
perilaku (konstruktif) diluar kebiasaan dan seringkali menentang norma (destruktif) yang
mengakar dalam masyarakat, tetapi untuk perubahan ke arah perbaikan, misalnya
reformasi.

Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Yukl (2001) tentang lima karakteristik pemimin kharismatik
ini. Pertama, kharisma akan lebih mungkin dihubungkan dengan dengan pemimpin yang
menyarankan sebuah visi yang bertentangan dengan status quo. Kedua, kharisma akan lebih
mungkin dihubungkan dengan pemimpin yang bertindak secara tidak konvensional untuk
menggapai visi. Dalam arti, pemimpin melakukan sesuatu yang mengesankan bagi para pengikut
yang mengungkapkan bahwa ia adalah pemimpin yang luar biasa. Ciri yang ketiga adalah
pemimpin akan lebih mungkin dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik bila mereka
melakukan pengorbanan diri, mengambil risiko pribadi dan medatangkan biaya tinggi untuk
mencapai visi. Pada titik ini, kepercayaan menjadi komponen penting dari kharisma, dan
pengikut lebih mempercayai pemimpin yang tidak terlalu termotivasi dengan kepentingan
pribadi. Ciri yang keempat adalah pemimpin yang lebih percaya diri mengenai usulan mereka
akan lebih mungkin dipandang sebagai kharismatik daripada pemimpin yang kelihatan bimbang
dan ragu. Ciri kelima adalah para pengikut lebih menghubungkan kharisma dengan pemimpin
yang menggunakan pembuatan visi dan daya tarik persuasif daripada dengan pemimpin yang
menggunakan otoritas.

Yukl (2001) menjelaskan bahwa teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada
identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses
sekunder. Proses pengaruh utama adalah identifikasi pribadi, yang pengaruhnya diperoleh dari
keinginan seorang pengikut untuk menyenangkan dan meniru pemimpinnya. Di mana pmimpin
kharismatik terlihat begitu luar biasa karena mereka memiliki wawasan strategis, pendirian yang
kuat, keyakinan diri, perilaku yang tidak konvensional dan energi yang dinamis, bahwa bawahan
mengidolakan pemimipin mereka dan ingin menjadi seperti mereka. Pengaruh dari seorang
pemimpin kharismatik juga disebabkan oleh internalisasi nilai dan keyakinan baru oleh para
pengikut. Conger (1989, dalam Yukl, 2001) menenkan bahwa penting bagi pengikut untuk
mengambil sikap dan keyakinan pemimpin tentang pekerjaan daripada hanya meniru aspek
buatan dari perilaku pemimpin seperti perangai, gerak tubuh, dan pola bicara. Seorang pemimpin
yang kharismatik menyatakan visi yang memberikan inspirasi berfungsi sebagai sebuah sumber
motivasi instrinsik untuk menjalankan misi organisasi.

Robbins (2005) menyebutkan ada empat tahap dalam proses mempengaruhi yang dilakukan oleh
seorang pemimpin kharismatik. Tahap pertama adalah pernyataan visi sang pemimpin. Visi
(vision) adalah strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Visi yang
dikemukakan sang pemimpin kharismatik memberi nuansa kontinuitas bagi para pengikut di
mana ia berusaha menghubungkan keadaan saat ini dengan masa depan yang lebih baik bagi
organisasi. Pada tahap kedua, setelah visi dan misi ditetapkan sang pemimpin kemudian
mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi dengan keyakinan bahwa para pengikutnya
mampu mencapai visi yang diungkapkan. Efek dari keyakinan ini membuat para pengikut
semakin percaya diri.

Setelah sang pemimpin mengkomunikasikan ekspektasinya, pada tahap ketiga, pemimpin


kharismatik menyatakannya melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai yang baru, dan
melalui perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru para pengikutnya. Sebuah visi harus ada
pernyataan visi-nya (vision statement), yaitu pernyataan formal visi atau misi organisasi dalam
tindakan. Pemimpin yang karismatik bisa menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan
tujuan dan sasaran ke benak para pengikutnya. Pada akhirnya, pada tahap keempat, pemimpin
karismatik melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang tidak biasa untuk
menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah ditetapkan. Terjadilah penularan
emosional dalam diri pemimpin yang karismatik yang “ditangkap” oleh para pengikutnya.

Teori kepemimpinan karismatik juga dikembangkan oleh Samir, House dan Arthur berdasarkan
konsep diri. Teori tersebut dibangun atas teori kepemimpinan karismatik yang sebelumnya sudah
dikembangkan oleh House. Beberapa indikator tentang karisma masih tetap sama, termasuk
afeksi para pengikut terhadap pemimpin, keterlibatan emosional dalam misi kelompok atau
organisasi, keyakinan bahwa para pemimpin tersebut dapat member kontribusi terhadap
keberhasilan misi, serta komitmen terhadap tujuan-tujuan kinerja yang tinggi. Namun demikian,
dalam teori yang baru tersebut para pemimpin karismatik menghidupkan sejumlah proses
motivasional yang sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam teori tersebut oleh House.

Teori Konsep Diri dari Kepemimpinan Kharismatik

Shamir et.al (dalam Yukl, 2001) memperluas teori House dengan menggabungkan
perkembangan baru dalam pemikiran tentang motivasi manusia dan gambaran lebih rinci tentang
pengaruh pemimpin dan pengikut. Asumsi mereka mengenai motivasi manusia antara lain: (1)
perilaku adalah ekspresi dari perasaan seseorang, nilai dan konsep diri dan juga berorientasi
sasaran dan pragmatis; (2) konsep diri seseorang terdiri dari hierarki identitas dan nilai sosial; (3)
orang secara intrinsik termotivasi untuk memperkuat dan mempertahankan kepercayaan diri dan
nilai diri mereka, dan (4) orang secara intrinsik termotivasi untuk memelihara konsistensi di
antara berbagai komponen dari konsep diri mereka dan antara konsep diri mereka dengan
perilaku.

Teori konsep diri dari kepemimpinan kharismatik menjelaskan bahwa indikator kharisma terlihat
dari hubungan antara pemimpin dan pengikut. Seorang pemimpin kharismatik memiliki
pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada pengikut-pengikutnya. Para pengikut selalu merasa
bahwa apa yang diyakini oleh pemimpin itu benar adanya dan mereka akan berusaha untuk
mematuhinya, ada kasih sayang kepada pemimpin dan secara emosional terlibat dalam misi
kelompok atau oraganisasi serta memilki sasaran kinerja yang tinggi.

Ciri dan perilaku pemimpin juga menjadi penentu penting dari pemimpin kharismatik. Menurut
teori konsep diri, para pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya untuk memiliki
kebutuhan yang kuat akan kekuasaan, keyakinan diri yang tinggi dan pendirian kuat dalam
keyakinan dan idealisme mereka sendiri. Beberapa ciri dan perilaku penting dari pemimpin
kharismatik dalam memperngaruhi sikap dan perilaku pengikut adalah (1) menyampaikan visi
yang menarik; (2) menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat menyampaikan
visi; (3) mengambil risiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi; (4)
menyampaikan harapan (ekspektasi) yang tinggi; (5) memperlihatkan keyakinan akan pengikut;
(6) pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dengan visi; (7) mengelola kesan
pengikut akan pemimpin; (8) membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi dan (9)
memberikan kewenangan kepada pengikut.
Proses pengaruh yang mempengaruhi perilaku sosial dalam kepemimpinan karismatik teridiri
atas identifikasi pribadi, identifikasi sosial, internasiliasi dan kemampuan diri sendiri. Pertama,
identifikasi pribadi (personal identification), identifikasi pribadi merupakan sebuah proses
mempengaruhi yang dyadic yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang
lainnya. Proses ini akan paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga
diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada
tokoh-tokoh yang berkuasa. Shamir dan kawan-kawan mengakui bahwa identifikasi pribadi
dapat terjadi pada beberapa orang pengikut dari para pemimpin karismatik, namun mereka
kurang menekankan pada penjelasan tersebut karena masih ada proses-proses lainnya.

Kedua, identifikasi sosial (sosial identification). Identifikasi sosial merupakan sebuah proses
mempengaruhi yang menyangkut defenisi mengenai diri sendiri dalam hubungannya dengan
sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin karismatik meningkatkan identifikasi sosial
dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri para pengikut individual dan nilai-nilai
yang dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin karismatik dapat
meningkatkan identifikasi sosial dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik,
yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok-kelompok yang lain.

Ketiga, internalisasi (internalization). Para pemimpin karismatik mempengaruhi para pengikut


untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin karismatik untuk
meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan
menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin karismatik juga menekankan
aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi
lebih berarti, mulia, heroic, dan secara moral benar. Para pemimpin karismatik tersebut juga
tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut
untuk memfokuskan diri kepada inbalan-imbalan intrinsik dan meningkatkan komitmen mereka
kepada sasaran-sasaran objektif.

Keempat, kemampuan diri sendiri (self-efficacy). Efikasi diri individu merupakan suatu
keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencpai sasaran tugas yang
sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok bahwa jika mereka
bersama-sama, mereka akan dapat menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin
karismatik meningkatkan harapan dari para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual
mereka untuk melaksanakan misi kolektif, akan berhasil. Berbedea dengan teori atribusi dari
kepemimpinan kharismatik, identifikasi pribadi tidak ditekankan. Dalam teori konsep diri
sumber yang terpenting adalah indentifikasi sosial, internalisasi dan kemampuan diri sendiri dan
kolektif.

Pemimpin karismatik: Dilahirkan atau Diciptakan

Apakah pemimpin karismatik memang terlahir dengan sifat-sifat istimewa? Atau, bisakah orang
belajar menjadi pemimpin karismatik? Ada yang berpendapat bahwa seseorang dilahirkan
dengan sifat-sifat yang membuat mereka karismatik. Robbins (2005) menjelaskan bahwa
penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat individu juga terkait dengan kepemimpinan karismatik.
Pemimpin yang karismatik cenderung bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang
kuat untuk mencapai hasil. Walaupun ada yang berpendapat demikian, bahwa kharisma
merupakan sebuah anugerah namun ada juga yang beranggapan bahwa kharisma yang adalah
anugerah itu juga dapat dipelajari. Sebagian besar ahli percaya seseorang juga bisa dilatih untuk
menampilkan perilaku yang karismatik dan mendapat manfaat dari menjadi seorang pemimpin
yang karismatik. Robbins (2005) mengatakan bahwa seseorang bisa belajar menjadi karismatik
dengan mengikuti proses yang terdiri atas tiga tahap.

Pertama, seseorang perlu mengembangkan aura karisma dengan cara mempertahankan cara
pandang yang optimis; menggunakan kesabaran sebagai katalis untuk menghasilkan antusiasme;
dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh, bukan cuma dengan kata-kata. Kedua, seseorang
menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan yang menginspirasi orang lain tersebut untuk
mengikutinya. Ketiga, seseorang menyebarkan potensi kepada para pengikutnya dengan cara
menyentuh emosi mereka.

Konsekuensi dari Kepemimpinan Kharismatik

Dari studi mengenai kepemimpinan historis mengungkapkan bahwa ada kharismatik yang positif
dan negatif. Sebuah pendekatan yang lebih baik untuk membedakan antara kharismatik yang
positif dan negatif adalah dalam hal nilai kepribadian mereka (House & Howell, 1992; Howell,
1988; Musser, 1987, dalam Yukl, 2001). Tidak semua pemimpin yang karismatik selalu bekerja
demi kepentingan organisasinya. Banyak dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka
untuk membangun perusahaan sesuai dengan citra mereka sendiri. Mereka sering kali
mencampuradukkan batas-batas kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Hal yang
paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan kepentingan dan
tujuan-tujuan pribadi di atas tujuan organsisai (Sashkin, 2003). Mereka tidak suka dikritik,
dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa patuh dan memiliki sifat “asal bapak senang” dan
menciptakan iklim yang membuat orang takut mempertanyakan atau menantang si “raja” atau
“ratu” bila si pemimpin melakukan kesalahan (Robbins, 2005).

Yukl (2001) menjelaskan bahwa kharismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara
pribadi. Pada sisi ini, mereka (pemimpin kharismatik) lebih menekankan pengaruh pada
identifikasi diri ketimbang internaliasi. Dan secara sengaja beusaha untuk lebih menanmkan
kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme yang harus digapai. Pemimpin
kharismatik menggunakan daya tarik ideologis tapi hanya untuk memperoleh kekuasaan, di mana
setelahnya ideologi itu diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi sang
pemimpin. Sang pemimpin kharismatik berusah untuk mendominasi dan menaklukan pengikut
dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin. Selain itu, otoritas
pengambilan keputusan berpusat pada sang pemimpin, minus penghargaan kepada pengikut dan
menggunakan hukuman untuk memanipulasi pengikut. Informasi dibatasi demi memelihara
pencitraan diri sekaligus pembenaran diri dari segala kesalahan dan membesar-besarkan
ancaman eksternal kepada organisasi. Perilaku negatif ini mencerminkan perhatian yang lebih
besar pada pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada mengusahakan kesejahteraan
pengikut.
Berbeda dengan kharismatik yang negatif, kharismatik positif memiliki orientasi kekuasaan
sosial. Pemimpin kharismatik lebih menekankan internalisasi dari nilai-nilai daripada identifikasi
pribadi. Mereka berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada ideologi lebih daripada kesetiaan
kepada diri sendiri. Sedangkan otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi
dibagikan secara terbuka, mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan penghargaan
digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan menguntungkan bagi pengikut walaupun
konsekuensi yang mendukung tidak dapat dihindari jika strategi yang didorong oleh pemimpin
tidak tepat.

Sisi Gelap dari Kharisma

Optimisme dan keyakinan diri amat penting untuk mempengaruihi orang lain agar mendukung
visi dari pemimpin, tetapi optimisme yang berlebihan akan menyulitkan sang pemimpin untuk
mengenali kekurangan dalam visi itu. Pengalaman akan keberhasilan dan pemujaan bawahan
dapat mengakibatkan pemimpin percaya bahwa penilaiannya tidak bisa salah. Dalam pencarian
yang tekun untuk mencapai visi itu, seorang pemimpin kharismatik dapat mengabaikan dan
menolak bukti bahwa visinya tidak realistis dan mengarah pada kegagalan. Dan para pemimpin
yang percaya akan pemimpin itu akan terhalang untuk menunjukkan kekurangan atau
menyajikan perbaikan.

Di pihak lain, perilaku impulsive dan tidak konvensional yang yang yang menyebabkan beberapa
orang memandang seorang pemimpin yang kharismatik akan tersinggung dan melawan orang
lain yang memandang perilaku itu sebagai hal yang mengganggu dan tidak tepat. Pendirian yang
kuat dari pemimpin terhadap ideology yang tidak tradisional akan mengasingkan orang yang
tetap teguh pada cara-cara tradisional dalam melakukan berbagai hal. Konsekuensi dari kharisma
yang negatif dapat diringkaskan dalam tabel berikut:

Beberapa Konsekuensi Negatif dari Pemimpin Kharismatik

• Keinginan akan penerimaan oleh pemimpin menghambat kecaman dari pengikut


• Pemujaan oleh pengikut menciptkan khayalan akan tidak dapat berbuat kesalahan
• Keyakinan dan optimisme yang berlebihan membutakan pemimpin dari bahaya nyata
• Penolakan akan masalah dan kegagalan mengurangi pembelajaran organisasi
• Proyek risiko yang terlalu besar akan besar kemungkinannya utnuk gagal
• Mengambil pujian sepenuhnya atas keberhasilan akan mengasingkan beberapa pengikut yang
penting
• Perilaku impulsif yang tidak tradisional menciptakan musuh dan juga orang-orang yang
percaya
• Kebergantungan kepada pemimpin akan menghambat penerus yang kompeten
• Kegagalan untuk mengembangkan penerus menciptakan krisis kepemimpinan pada akhirnya

Sumber, GaryYukl. 2001. Kepemimpinan dalam Organisasi. Terjemahan Budi Supriyanto. 2010.
Jakarta: Indeks.
Sisi Terang dari Kharisma

Kharisma juga memiliki sisi yang terang. Oleh Yukl (2001) sisi terang dari kharisma atau
pengaruh dari kharisma posotif antara lain disebutkan bahwa para pengikut akan jauh lebih baik
bila bersama dengan pemimpin kharismatik yang positif ketimbang pemimpin kharismatik yang
negatif. Bersama pemimpin kharismatik positif, para pengikut memiliki potensi mengalami
pertumbuhan psikologis dan perkembangan kemampuan mereka dan organisasi akan lebih dapat
beradaptasi terhadap sebuah lingkungan yang dinamis, bermusuhan dan kompetitif. Pemimpin
yang kharismatik positif biasanya mampu menciptakan ssebuah budaya yang “berorientasi
keberhasilan” (Harrison, 1987 dalam Yukl, 2010), “sistem kinerja yang tinggi” (Vail, 1978
dalam Yukl, 2010). Di sini, dapat dikatakan bahwa organisasi telah memahami misi yang
mewujudkan nilai-nilai sosial dan bukan hanya keuntungan atau pertumbuhan, para anggota dari
semua tingkatan juga diberikan kewenangan untuk membuat putusan penting bagaimana
menerapkan strategis dan melakukan pekerjaan mereka, komunikasinya terbuka dan informasi
dibagikan, dan struktur dan sistem organisasi mendukung misinya.

Anda mungkin juga menyukai