ROTASI DAN
GERAK BENDA TEGAR
DISUSUN OLEH :
NAMA : 1. Dinda Ramadhani (4181121018)
2. Rizky Ananda HSB (4183321020)
3. Sintia Rantika (4181121025)
4. Ummiatul Habibah (4181121017)
DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. Nurdin Bukit M.si
2. Dr. Eva Marlina Ginting M.Si
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada umatnya hingga
akhir zaman.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Mekanika yang berjudul “Rotasi dan gerak Benda Tegar”. Dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan, serta bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan hormat penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Nurdin Bukit M.si dan ibu Dr.
Eva Marlina Ginting M.Si yang telah membantu dan membimbing kami dalam
penyusunan dan penulisan makalah.
Makalah ini berisikan tentang materi esensial dari materi rotasi dan
kesetimbangan benda tegar dan penjelasan mengenai miskonsepsi yang sering terjadi
pada siswa mengenai materi tersebut, berdasarkan hasil temuan jurnal dan temuan
lapangan. Di dalam makalah ini juga penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan untuk membuat makalah yang sempurna, oleh karena itu penulis meminta
saran dan kritik yang membangun agar makalah ini menjadi makalah yang lebih baik.
Penulis harap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
3
c. Bola Menggelinding pada bidang horizontal..Error! Bookmark not defined.
e. Hakikat Vektor Rotasi dan Perkalian Silang ............. Error! Bookmark not
defined.
a. Hukum Kedua Newton dalam Bentuk Sudut ............. Error! Bookmark not
defined.
4
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 ......................................................... Error! Bookmark not defined.
5
Gambar 1.22 ....................................................... Error! Bookmark not defined.
6
DAFTAR TABEL
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya Fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam
yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji
kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Fisika
juga merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memberikan
pengalaman kuantitatif tentang sifat, perilaku dan analisis matematik. Jadi untuk
memahami gejala alam yang ditemukan disekitar kita, para fisikawan menyusun
model matematika sebagai penyajiannya (Raharjo:2009). Model Matematika
tersebut dapat membentuk sebuah konsep, sehingga Fisika merupakan
pembelajaran yang mengutamakan penguasaan konsep.
Rotasi adalah perputaran semua titik pada benda yang bergerak mengitari
sumbu atau poros benda tersebut. Sedangkan Benda Tegar adalah benda yang
apabila dipengaruhi gaya-gaya tidak mengalami perubahan bentuk. Dari uraian
tersebut jika diaplikasikan pada dunia nyata siswa cukup kesulitan dalam
memahami konsep materi rotasi dan kesetimbangan benda tegarsehingga sering
terjadi miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini,
untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai konsep fisika mengenai
materi dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar.
8
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang dibuatlah rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar?
2. Bagaimana aplikasi materi dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar
dalam kehidupan sehari-hari?
3. Miskonsepsi apa yang sering terjadi dalam pembelajaran dinamika rotasi
dan kesetimbangan benda tegar?
4. Bagaimana cara mengatasi miskonsepsi pada materi rotasi dan
kesetimbangan benda tegar?
5. Bagaimana cara menyusun rencana pengembangan untuk mengatasi
miskonsepsi pada materi rotasi dan kesetimbangan benda tegar?
C.Tujuan
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah dibuatlah tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar.
2. Mengetahui aplikasi materi dinamika rotasi dan kesetimbangan benda
tegar dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengetahui miskonsepsi apa yang sering terjadi dalam pembelajaran
dinamika rotasi dan kesetimbangan benda tegar.
4. Mengetahui cara mengatasi miskonsepsi pada materi rotasi dan
kesetimbangan benda tegar.
5. Mengetahui cara menyusun rencana pengembangan untuk mengatasi
miskonsepsi pada materi rotasi dan kesetimbangan benda tegar.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kompetensi Dasar
3.1 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat, dan momentum sudut pada
benda tegar (statis dan Dinamis) dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam
olahraga.
B. Materi Esensial
1. Rotasi
Ada banyak contoh gerakan rotasi di sekitar kita sepeti komedi putar
(korsel) yang berputar, bermain selancar es di lapangan selancar es pada saat
berputar-putar diatas kaki peselancar dan bumi berputar mengelilingi
sumbunya.
Rotasi adalah perputaran semua titik pada benda yang bergerak mengitari
sumbu atau poros benda tersebut. Sebuah benda tegar (kaku dan homogen)
berputar terhadap suatu sumbu akan tetap diam dalam ruang sehingga tidak
ada energi kinetik yang berkaitan dengan gerak translasi.
Dalam makalah ini kita juga akan belajar bagaimana menggambarkan
gerak rotasi. Sebelum menggambarkan gerak rotasi kita harus mengetahui
cabang ilmu Fisika tentang gerak dengan mekanika terdiri atas kinematika
dan dinamika. Kinematika adalah ilmu yang mempelajari tentang gerak suatu
benda/ partikel tanpa memperhatiakan penyebab gerak. Sedangkan Dinamika
adalah ilmu yang mempelajari tentang gerak suatu benda/ partikel dengan
memperhatikan hal-hal yang menyebabkan gerak. Dalam gerak rotasi kita
akan mempelajari gerak rotasi dari sudut pandang kinematika.
10
bahwa rotasi benda tegar dengan percepatan sudut konstan digambarkan oleh
persamaan yang merupakan analogi rotasional dari persamaan yang telah kita
bahas untuk gerak linier dengan percepatan konstan.
a. Kecepatan Angular Dan Percepatan Angular
Gambar 1.1
Sumber : (Tipler, 1991)
11
Untuk mengembangkan konsep kecepatan angular dan percepatan
angular, kita anggap cakram terbentuk oleh banyak partikel titik yang
kecil. Bila cakram berputar, jarak antara tiap dua partikel tetap konstan,
sistem semacam ini dinamakan benda tegar.
Kita pusatkan perhatian kita pada sebuah partikel bermassa mi pada
cakram. Kita dapat menyatakan posisi partikel Pi dengan jari-jariri dari
pusat cakram dan sudut 𝜃I antara garis dari pusat ke partikel itu dan
sebuah garis acun yang tetap dalam ruang, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1.1 selama selang waktu singkat dt, partikel bergerak sepanjang
busur sebuah lingkaran sejauh dsi yang diberikan oleh hubungan :
dsi = vi dt (Persamaan 1.1)
Dengan vi adalah kelajuan partikel. Selama selang waktu ini, garis
radial ke partikel menempuh sudut d relatif terhadap garis tetap dalam
ruang. Ukuran sudut ini bila dinyatakan dalam radian adalah panjang
busur dsi dibagi dengan ri :
𝑑𝑠𝑖
𝑑𝛳 = (Persamaan 1.2)
𝑟𝑖
𝑑𝜃
ω = (Persamaan 1.3)
𝑑𝑡
12
berkurang. Dalam materi ini nanti, kita akan melihat bahwa, untuk rotasi
umum, kecepatan angular merupakan besaran vektor yang tetap, hanya ada
dua arah yang mungkin untuk kecepatan angular. Yang berhubungan
dengan rotasi serah jarum jam atau berlawanan jarum jam. Ini analog
dengan gerakan linear dalam satu dimensi dimana arah kecepatan adalah
positif dan negatif). Satuan kecepatan angular adalah radian per sekon.
Karena radian adalah satuan tak berdimensi, dimensi kecepatanangular
adalah satuan dari kebalikan waktu (T-1). Besarnya kecepatan angular
dinamakan kelajuan angular. Walaupun gerakan angular sebuah cakram
seringkali digambarakan dengan mengunakan satuan lain, seperti putaran
permenit, kita perlu mengingat bahwa kebanyakan persamaan yang akan
kita gunakan yang mengandung kecepatan angular 𝜔 hanya berlaku bila
sudut dinyatakan dalam radian dan kecepatan angular dalam radian per
sekon. Untuk mengubah dari putaran ke radian, kita gunakan
1 putaran = 2𝜋 rad
Laju perubahan kecepatan angular terhadap waktu dinamakan
percepatan angular α :
𝑑ω d2 θ
α= = (Persamaan 1.4)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
13
Tiap partikel cakram juga mempunyai percepatan radial,
percepatan sentripetal, yang mengarah ke dalam sepanjang garis radial dan
mempunyai besar :
v2i (𝑟𝑖 𝜔)2
𝒶ic = = = 𝑟 i𝜔2 (Persamaan 1.7)
𝑟𝑖 𝑟𝑖
14
kecendrungan sebuah gaya untuk memutar suatu benda tegar terhadap titik
poros tertentu.
2. Torsi
Torsi dari bahasa latin torquere yang artinya (memutar) pada
benda itu.Torsi didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dengan jarak
titik ke garis kerja gaya pada arah tegak lurus. Menurut (Lasmi, 2010, hal.
34), momen gaya (torsi) merupakan besaran vektor dengan satuan N m.
Momen gaya bernilai positif jika arah putarnya searah jarum jam dan
bernilai negatif jika berlawanan jarum jam.Untuk mempelajari torsi, untuk
mempelajari torsi lebih mendalam perhatikan penjelasan berikut.
Gambar 1.2
Sumber :(Tipler, 1991, hal. 266)
15
menyebabkan cakram berputar. (Garis kerja sebuah gaya adalah garis
sepanjang mana gaya itu bekerja). Jarak tegak lurus antara garis kerja
sebuah gaya dan sumbu rotasi dinamakan lengan gaya tersebut. Hasil
kali sebuah gaya dengan lengannya dinamakan torsi 𝜏. Torsi yang
diberikan pada sebuah benda oleh sebuah gaya adalah besaran yang
mempengaruhi kecepatan angular benda tersebut.
Gambar 1.3
Sumber : (Tipler, 1991, p. 267)
16
rotasi cakram. Torsi yang diberikan oleh gaya Fi dapat dinyatakan dalam
Fit. Dari persamaan 8.11 kita dapatkan
𝜏𝑖 = Fi ℓ = Fi ri sin 𝛳 = Fit ri (Persamaan 1.11)
Dalam memahami momen gaya perhatikan uraian berikut
Secara vektor, momen gaya dirumuskan sebagai berikut
τ= r x F (Persamaan 1.12)
besarnya adalah τ= rF sin 𝜃 dengan 𝜃 adalah sudut antara r dan F. Arah
momen gaya dapat di tentukan dengan kaidah tangan kanan atau kaidah
sekrup.
Besarnya momen gaya yang bekerja pada benda dapat dituliskan
τ1= - F1 (Persamaan 1.13)
adapun untuk besar momen gaya adalah
τ2= - F1 sin 𝜃 (Persamaan 1.14)
Sedangkan menurut buku (Lasmi, 2010) torsi diuraikan sebagai
berikut:
17
(gambar a). Ketika anda memberi gaya F dengan arah seperti gambar b
dan c, barulah rotasi dapat terjadi pada kunci inggris.
Lengan momen (atau lengan torsi) dari sebuah gaya terhadap suatu
poros melalui P didefinisikan sebagai panjang garis yang ditarik dari titik
poros P sampai memotong tegak lurus garis kerja gaya F. Pada Gambar a,
lengan momen (diberi simbol ) adalah nol, tetapi pada gambar b dan c,
lengan momen tidak nol, tetapi
= ri sin ϴ,
Torsi (atau momen gaya) terhadap suatu poros P didefinisikan
sebagai hasil kali besar gaya F dan lengan momennya. Jika torsi diberi
lambang τ (huruf yunani tau).
𝜏𝑖 = Fi ℓ = Fi ri sin 𝛳
3. Momen Inersia
Momen inersia yaitu menyatakan bagaimana massa benda yang
berotasi didistribusikan disekitar sumbu rotasinya.
Gambar 1.5
Sumber : (Haryadi, 2010, p. 144).
Menurut(Lasmi, 2010, hal. 134), momen inersia adalah hasil kali
massa partikel dengan kuadrat jarak terhadap sumbu putarnya. Momen
inersia suatu benda tergantung pada :
a. Massa benda
b. Bentuk benda
c. Letak sumbu putar/poros
18
Untuk mempelajari momen inersia lebih dalam perhatikan
penjelasan berikut. Sekarang kita akan menunjukkan bahwa percepatan
angular benda tegar sebanding dengan torsi neto yang bekerja padanya.
Marilah kita asumsikan bahwa Fi adalah gaya eksternal neto yang bekerja
pada partikel ke-i. Percepatan tangensial partikel ke-i, dari hukum kedua
newton adalah
𝐹𝑖𝑡 = mi αit = m1 ri α (Persamaan 1.15)
Dimana kita menggunakan hubungan 𝒶it = riα antara percepatan
tangensial partikel ke-i dan percepatan angular benda (persamaan 1.6) jika
tiap ruas kita kalikan dengan ri, kita dapatkan
Ruas kiri persamaan 1.12 adalah torsi 𝜏i = riFit yang diakukan gaya
Fi terhadap sumbu O. Jadi kita mempunyai
Jika sekarang kita jumlahkan untuk semua partikel dalam benda, kita
dapatkan
∑𝑖 𝜏𝑖 = ∑𝑖 mi r12 α (Persamaan 1.19)
Besaran ∑ 𝜏i adalah torsi neto yang bekerja pada benda, yang akan kita
nyatakan dengan 𝜏neto. Untuk benda tegar percepatan angular adalah sama
untuk semua partikel benda, dan karena itu dapat di keluarkan dari
penjumlahan. Besaran ∑ mi ri2 adalah sifat benda dan sumbu rotasi yang
dinamakan momen inersia I :
19
Momen inersia adalah ukuran resistansi/kelembaman sebuah benda
terhadap perubahan dalam gerak rotasi. Momen inersia ini tergantung pada
distribusi massa benda relatif terhadap sumbu rotasi benda. Momen inersia
adalah sifat benda (dan sumbu rotasi), seperti massa m yang merupakan
sifat benda yang mengukur kelembamannya terhadap perubahan dalam
gerak translasi.
Untuk sistem yang terdiri dari sejumlah kecil partikel-partikel
diskrit, kita dapat menghitung momen inersia terhadap tertentu langsung
dari persamaan 1.20 . Sedangkan menurut (Kamajaya & Purnama, 2015,
hal. 128), momen inersia sebuah benda dapat dianggap sebagai jumlah
aljabar dari momen inersia partikel-partikel penyusunnya. Oleh karena itu,
momem inersia sebuah benda yang tersusun oleh partikel-partikel dapat
menjadi
I = ∑𝑛 𝑚n rn2
Dengan n = 1, 2, 3, ....
Untuk kasus benda kontinu yang lebih sederhana, seperti roda, momen
inersia terhadap sumbu tertentu dihitung dengan menggunakan kalkulus.
Kita akan menggambarkan perhitungan seperti itu di subbab 1.4.
Menurut(Kamajaya & Purnama, 2015, hal. 129), karena benda
tegar merupakan sistem partikel yang kontinu, maka momen inersia dapat
dihitung menggunakan teknik integral sebagai berikut.
I= r2 dm
Benda-benda tegar yang bentuknya teratur, diantaranya batang,
cincin tipis, silinder dan bola. Jika sumbu putar benda dipindahkan paralel
dengan sumbu putar tidak melalui pusat massa benda, maka momen
inersia benda terhadap sumbu tersebut memenuhi persamaan.
I = Ipm + md2
20
Tabel 1.1Rumus momen inersia untuk berbagai bentuk benda
ket :
= panjang batang
m = massa batang
2. Silinder/roda I = mr2
a. Silinder 1
𝐼 = mr 2
2
berongga
ket :
(cincin)
r = jari-jari silinder
b. Silinder
m = massa batang
pejal
(katrol)
21
3. Bola
a. Bola
berongga 2
𝐼 = mr 2
3
b. Bola pejal 2
𝐼 = mr 2
5
ket :
r = jari-jari bola
m = massa bola
22
dapatkan bahwa torsi neto yang bekerja pada suatu sistem juga sama
dengan torsi eksternal neto yang bekerja pada sistem.
Gambar 1.6
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 270)
23
𝒶 = Rα (Persamaan 1.22)
Dengan mensubstitusi a/R untuk α pada persamaan 1.20 kita dapatkan
𝒶
TR= I
𝑅
Atau
𝑇𝑅 2
𝒶 = (Persamaan 1.23)
𝐼
Atau
𝑚𝑅2
T (1 + ) = mg
𝐼
𝐼
T = mg
𝐼+𝑚𝑅 2
Kita dapat menggunakan nilai ini untuk T dalam persamaan 1.23 untuk
mendapatkan 𝒶:
𝑚𝑅 2
𝒶 = g
𝐼+𝑚𝑅 2
hal itu maka pada benda yang berotasi memiliki energi kinetik rotasi yang
1
dapat dituliskan Ek = 2I𝜔2.
Sedangkan menurut (Tipler, 1991, hal. 271), bila sebuah benda yang
berotasi menempuh suatu perpindahan angular yang kecil d𝜃, partikel ke-i
bergerak menempuh jarak dsi = ri d𝜃. Jika sebuah gaya Fi bekerja pada
partikel ke-i, gaya melakukan kerja
dWi = Fit dsi = Fitri d𝜃 = 𝜏i d𝜃
Secara umum, kerja yang dilakukan oleh torsi (τ) ketika sebuah
benda menempuh suatu sudut kecil d𝜃 adalah
d𝑊 = 𝜏 𝑑θ (Persamaan 1.24)
24
Persamaan 1.24 analog dengan hasil yang serupa untuk gerak linier
dalam satu dimensi, dW = Fs ds. Laju kerja yang dilakukan torsi adalah
daya masukan torsi itu :
𝑑𝑊 𝑑θ
P = = 𝜏
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Atau
Daya
P = 𝜏ω (Persamaan 1.25)
Atau
Energi kinetik rotasi
1
K = 𝐼ω2 (Persamaan 1.26)
2
1
Persamaan (1.26) adalah analogi rotasi dari K = 2mv2 untuk gerak linear.
25
a. Teorema Sumbu Sejajar
Seringkali kita dapat memudahkan penghitungan momen inersia
untuk berbagai benda dengan menggunakan teorema umum yang
menghubungkan momen inersia terhadap suatu sumbu benda dengan
momen inersia terhadap sumbu yang lain. Teorema sumbu sejajar
menghubungkan momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat
massa benda dengan momen inersia terhadap sumbu kedua yang
sejajar. Misalkan Icm adalah momen inersia terhadap sumbu yang lewat
pusat massa benda dan i adalah momen inersia terhadap sumbu yang
sejajar pada jarak h. Teorema sumbu sejajar menyatakan bahwa
I = Icm + Mh2
Kita dapat membuktika teorema ini dengan menggunakan hasil
yang dikembangkan pada pemaparan sebelumnya bahwa energi kinetik
suatu sistem partikel adalah jumlah energi kinetik gerakan pusat massa
ditambah energi kinetik gerakan relatif terhadap pusat massa :
1
K = MV2cm + Krel (Persamaan 1.27)
2
Gambar 1.7
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 276)
26
diukur terhadap setiap sumbu sejajar lain. Jadi, gerakan benda relatif
terhadap pusat massa adalah rotasi terhadap sumbu pusat massa
dengan kecepatan angular yang sama 𝜔. Dengan demikian, energi
kinetik gerakan relatif terhadap pusat massa adalah
1
Krel = 2Icm𝜔2
Kecepatan pusat massa relatif terhadap setiap titik pada sumbu putar
adalah
Vcm = h𝜔
Jadi, energi kinetik gerakanpusat massa adalah
1 1 1
MV2cm = 2M (h 𝜔) = 2M𝜔2h2
2
1
Bila energi kinetik total benda ditulis sebagai2I 𝜔2. persamaan 1.27
menjadi
1 1 1 1
K = 2I𝜔2 = 2M 𝜔2h2 = 2Icm 𝜔2 = 2 (Mh2 + Icm)𝜔2
Jadi,
I = Mh2 + Icm (persamaan 1.28)
27
terletak pada bidang xy, teorema sumbu tegak lurus menyatakan
bahwa momen inersia terhadap sumbu z sama dengan jumlah momen
inersia terhadap sumbu x dan y.
Gambar 1.8
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 278)
6. Momentum sudut
Momentum sudut sebuah partikel yang berputar terhadap sumbu putar
di definisikan sebagai hasil kali vektor momentun linear partikel tersebut
terhadap vektor posisi partikel ke sumbu putarnya. Berarti momen sudut
sebuah partikel juga merupakan besaran vektor. Secara vektor,yaitu
L = rp (persamaan 1.29)
28
Karena p = mv = m𝜔r sehingga diperolehL = mvr = mr2𝜔= I𝜔
Gambar 1.9
Gambar 1.8 (a) momentum linier (p) searah dengan arah kecepatan partikel v,
(b) momentum sudut (L) arahnya tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh
momentum p dan posisi r. (Kamajaya & Purnama, 2015, hal. 134-135)
Gambar 1.10
Sumber :(Kamajaya & Purnama, 2015, hal. 135)
Gambar 1.9 keempat jari menunjukkan arah rotasi, adapun ibu jari
menunjukkan arah momentum sudut.
29
tangan kanan dirapatkan sebagi arah gerak rotasi, ibu jari ditegakkan
sebagai arah momentum sudut L. Aturan tersebut sesuai dengan aturan
perkalian silang pada vektor.(Kamajaya & Purnama, 2015, hal. 135)
𝑑𝐩
Fneto = (persamaan 1.30)
𝑑𝑡
Gambar 1.11
Sumber : (Tipler, 1991)
30
L = mvr = mvr sin𝜃 (persamaan 1.32)
Gambar 1.12
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 279)
Gambar 1.13
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 279)
𝐿 = ∑ 𝐿𝑖 = ∑ miri2 ω
𝑖 𝑖
31
Atau
L =I𝜔
(persamaan 1.32)
Persamaan 1.32 adalah analogi rotasional persamaan untuk momentum
linier, p = mv. Persamaan ini berlaku untuk benda –benda yang berputar
terhadap sumbu yang tetap dan juga untuk benda – benda yang berputar
terhadap sebuah sumbu yang bergerak sedemikian sehingga benda terebut
tetap sejajar dengan dirinya sendiri, seperti bila sebuah bola atau silinder
menggelinding sepanjang suatu garis.
7. Gerak menggelinding
Gerak menggelinding terjadi bila sebuah benda mengalami dua macam
gerak secara bersamaan yaitu gerak translasi dan gerak rotasi. Benda
dikatakan menggelinding murni jika pada gerak translasi dan rotasi benda
tersebut tidak terjadi slip atau tidak terjadi gaya gesekan kinetis. Bila bola
berputar membuat sudut ϴ seperti yang ditunjukan pada gambar, titik
kontak antara bola dan bidang bergerak sejauh s yang dihubungkan dengan
ϴ(Tripler, 1991, p. 288), sehingga:
32
s=Rϴ (Persamaan 1.33)
Karena pusat bola berada tepat diatas titik kotak, maka pusat massa
bola juga bergerak sejauh s. Karena ini, kecepatan pusat massa dan
kecepatan angular rotasi dihubungkan oleh:
𝑑𝑠 𝑑𝛳
𝑉𝑐𝑚 = 𝑑𝑡 = 𝑅 𝑑𝑡
Atau
𝑉𝑐𝑚 = 𝑅𝜔
(Persamaan 1.32)
𝑑𝑉𝑐𝑚 𝑑𝜔
=𝑅
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Atau
33
Gambar 1.15
(a) Translasi tanpa rotasi puncak dan dasar bola bergerak dengan kecepatan sama.
(b) rotasi tanpa translasi. (c) Menggelinding tanpa slip adalah kombinasi translasi
dan rotasi. Sumber: (Tipler, 1991)
34
Gambar 1.16 Gerak menggelinding yang dilihat sebagai gerak rotasi
alami. Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
1
K=2 𝐼𝑝 𝜔2 (Persamaan 1.34)
35
Dimana M merupakan massa roda, 𝐼𝑟𝑝𝑚 ialah inersia rotasi pada
sumbunya melalui pusat massanya, dan R (jari-jari roda) harus tegak
lurus h. Dengan mensubstitusikan persamaan 1.35 ke 13.4 kita peroleh:
1 1
𝐾 = 2 𝐼𝑡𝑝𝑚 𝜔2 + 2M𝑅 2 𝜔2
1 1
𝐾 = 2 𝐼𝑡𝑝𝑚 𝜔2 + 2M𝑣 2
(Persamaan 1.36)
1
Kita dapat menafsirkan suku 2 𝐼𝑡𝑝𝑚 𝜔2 sebagai energi kinetik yang
dikaitkan dengan gerak rotasi roda pada sumbu yang melalui pusat
1
massanya , dan suku 2M𝑣 2 sebagai energi kinetik dikaitkan dengan
gerak translasi pada pusat massa roda oleh karena itu. Dapat
disimpulkan
36
Bola menggelinding tanpa slip menyebabkan tidak ada gesekan
kinetik diantara permukaan-permukaan. Contoh ketika bola putih
biliyar disodok pada saat permainan bilyar. Jika bola disodok dengan
gaya horizontal F dengan tongkat bilyar sedemikian sehingga garis
kerja F melalui pusat massa bola, maka bola akan mulai bergerak
mula-mula tanpa rotasi seperti bola gelinding. Bila bola disodok
sedemikian sehingga garis kerja ada dibawah pusat massa, ia akan
mulai bergerak dengan memutar balik. Gaya yang terjadi adalah gaya
gesekan kinetik (meluncur) akan mereduksi putaran balik dan
akhirnya akan menghasilkan putaran maju yang bertambah sampai
kondisi menggelinding. Untuk bola menggelinding tanpa slip, kita
harus menemukan percepatan linear awal dan percepatan angular bola
yang dihasilkan oleh tongkat biliyar memenuhi kondisi
menggelinding. Misalkan F adalah gaya yang dikerjakan oleh tongkat
biliyar pada ketinggian x diatas pusat bola. Karena tongkat biliyar
memberikan gaya implus yang sangat besar untuk saat yang sangat
singkat, kita dapat mengabaikan gesekan selama waktu itu. Hukum
kedua Newton untuk gerakan linear menghasilkan
F= ma = mRα (Persamaan1.37)
τ = F x R = Iα (Persamaan 1.38)
𝐼
𝑋 = 𝑚𝑅
2
Dengan menggunakan I = 5 𝑚𝑅 2 untuk momen inersia bola, kita
dapatkan
37
2
x = 5𝑅
Jika garis kerja lebih tinggi dari ini, bola akan mempunyai putaran
gangsing. Maka akanada gesekan dalam arah gerakan. Yang
menambah kecepatan linear bola dan mengurangi kecepatan rotasinya
sampai kondisi menggelinding tercapai(Tipler, 1991).
𝐹 − 𝑓𝑔 = 𝑚𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑁 − 𝑚𝑔 = 0
τ=Iα
38
𝑎
𝑓𝑔 R= I 𝑅
𝑎
𝑓𝑔 = I 𝑅2
𝐹 − 𝑓𝑔 = 𝑚𝑎
𝑎
𝐹 − 𝐼 𝑅2 = 𝑚𝑎
𝑎
𝐹 = 𝐼 𝑅2 + 𝑚𝑎
1 𝐹
𝐹 = ( 𝑚 + 𝑅2 ) 𝑎𝑎 = 1
𝑚+ 2 (Persamaan 1.39)
𝑅
1
Untuk Silinder Pejal, I = 2 𝑚𝑅 2 , sehingga percepatannya menjadi
𝐹 𝐹 𝐹 2𝐹
𝑎= 1
𝑚𝑅2
= 1 =2 =
𝑚+ 𝑚 𝑚 3𝑚
𝑚+2 2 2 3
𝑅
2
Dengan cara yang sama, untuk bola pejal , I = 5 𝑚𝑅 2 , akan diperoleh
𝐹 𝐹 𝐹 5𝐹
𝑎= 2 = =5 =
2
𝑚+ 5
𝑚𝑅 2 𝑚 + 5𝑚 𝑚 7𝑚
7
𝑅2
𝐹 ( Persamaan 1.40)
a =(1+𝑘)𝑚
39
d. Menggelinding pada Bidang Miring
Perhatikan bola, cincin, atau silinder yang menggelinding
menuruni suatu bidang miring. Sebanarnya kita dapat menganalisisnya
dengan momentum angular sistem relatif terhadap pusat massa:
𝑑𝐿𝑐𝑚
𝜏𝑛𝑒𝑡𝑜,𝑐𝑚 = (Persamaan 1.41)
𝑑𝑡
40
kecepatan angular rotasi harus bertambah jika benda harus
menggelinding tanpa selip. Jadi, momentum angular relatif terhadap
pusat massa harus bertambah. Pertambahan ini disebabkan torsi yang
dikerjakan oleh gaya gesekan, (Berat dan gaya normal keduanya
bekerja melalui pusat massa dan karena itu tidak mengerjakan torsi
terhadap pusat massa itu), momentum angular terhadap pusat masa
adalah
𝑑𝐿𝑐𝑚 𝑑𝜔
𝜏𝑛𝑒𝑡𝑜 = 𝑓𝑅 = = 𝐼𝑐𝑚
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Atau
𝐴𝑐𝑚
𝑓𝑅 = 𝐼𝑐𝑚 𝑅
𝐼𝑐𝑚
𝑓= 𝐴𝑐𝑚
𝑅2
41
Substitusi hasil ini ke dalam persamaan (1.43) menghasilkan
𝐼𝑐𝑚
mg sin ϴ- = 𝐴𝑐𝑚 = 𝑚𝐴𝑐𝑚
𝑅2
𝑚𝑔 𝑠𝑖𝑛𝛳
𝐴𝑐𝑚 = 𝐼
𝑚+ 𝑐𝑚
2 𝑅
2
Untuk bola, 𝐼𝑐𝑚 = (5) 𝑚𝑅 2 , sehingga percepatan adalah
𝑚𝑔 𝑠𝑖𝑛𝛳 5
𝐴𝑐𝑚 = 2 = 7 𝑔 sin 𝛳
𝑚+ 𝑚
5
1
Untuk silinder 𝐼𝑐𝑚 = (2) 𝑚𝑅 2 , sehingga percepatan adalah
𝑚𝑔 𝑠𝑖𝑛𝛳 2
𝐴𝑐𝑚 = 1 = 3 𝑔 sin 𝛳 (Tipler, 1991)
𝑚+ 𝑚
2
1
𝐴𝑐𝑚 = 2 𝑔 sin 𝛳s
Gambar 1.20
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 291)
42
bidang miring tanpa gesekan, benda akan mencapai dasar sebelum
benda menggelinding yang manapun.
1
𝐼𝑐𝑚 𝑚𝑅 2 2
2
𝑓 = 2 𝐴𝑐𝑚 = ( 𝑔 sin 𝛳)
𝑅 𝑅2 3
Atau
1
𝑓 = 3 𝑚 𝑔 𝑠𝑖𝑛 𝛳 (Persamaan 1.44)
𝑓 ≤ 𝜇𝑠 𝐹𝑛 = 𝜇𝑠 𝑚𝑔 cos 𝛳
1
𝑓= 𝑚 𝑔 𝑠𝑖𝑛 𝛳 ≤ 𝜇𝑠 𝑚𝑔 cos 𝛳
3
Atau
Jadi, jika tangen sudut bidang miring lebih besar daripada 3𝜇𝑠 ,
silinder akan selip ketika bergerak menuruni bidang miring itu.
43
bidang miring dengan menggunakan rumus percepatan konstan atau
dari kekekalan energi mekanik (karena gesekan adalah statik, tidak
ada disipasi energi mekanik). Kita akan menggunakan kekekalan
energi mekanik disini. Di puncak bidang miring, energi total adalah
energipotensial mgh. Di dasar, energi total adalah energi kinetik, yaitu
1
energi kinetik translasi pusat massa, 𝑚𝑣 2 , ditambah energi kinetik
2
1
rotasi relatif terhadap pusat massa, 𝐼𝑐𝑚 𝜔2 karena itu kekekalan energi
2
menghasilkan
1 1
𝑚𝑣 2 + 𝐼𝑐𝑚 𝜔2 = 𝑚𝑔ℎ
2 2
1 1 𝑣
𝑚𝑣 2 + 𝐼𝑐𝑚 ( )2 = 𝑚𝑔ℎ
2 2 𝑅
2𝑚𝑔ℎ
𝑣2 = 𝐼 (persamaan 1.45)
𝑚+ 𝑐𝑚
2 𝑅
1
Untuk sebuah silinder dengan 𝐼𝑐𝑚 = 2 𝑚𝑅 2 , misalnya kita dapatkan
2𝑚𝑔ℎ 4
𝑣2 = 1 = 3 𝑔ℎ (Tipler, 1991)
𝑚+ 𝑚
2
44
(a) (b) (c)
Gambar 1.21 (a) Sebuah cakram yang berputar terhadap suatu sumbu
yang melalui pusatnya dan tegak lurus bidang cakram. (b) Aturan tangan
kanan untuk menetapkan arah kecepatan angular ω. (c) arah ω adalah arah
maju sekrup kanan yang berputar.Sumber : (Tipler, 1991).
C = AB sinϴ
. (persamaan 1.46)
AxA=0
Dan
AxB=-Bx A
45
Gambar 1.22 (a) Hasil Perkalian vektor A x B adalah vektor C yang
tegak lurus A dan B dan besarnya AB sin ϴ, yang sama dengan luas jajargenjang
yang terlihat pada gambar. (b) Arah A x B diberikan oleh aturan tangan kanan
bila A diputar ke B lewat sudut ϴ. Sumber : (Tipler, 1991).
Beberapa sifat perkalian silang dua vektor adalah:
46
(-i) +0
Atau
Ax B = (AxBy-AyBx) k
47
l = 𝑟⃗x 𝑝⃗ = m (𝑟⃗ x 𝑣⃗)
(Persamaan 1.47)
48
Dimana 𝑝˔ , merupakan komponen 𝑝⃗ yang tegak lurus terhadap 𝑟⃗
dan 𝑣˔ , adalah komponen 𝑣⃗ yang tegak lurus terhadap 𝑟⃗ . Dari gambar b,
kita dapat melihat bahwa persamaan 1.22 juga dapat ditulis kembali
menjadi
l = 𝑟˔ 𝑝= 𝑟˔ mv (Persamaan 1.50)
𝜏𝑛𝑒𝑡𝑜 = (𝑟 𝑥 𝐹1 ) + (𝑟 + 𝐹2 ) + ⋯ = 𝑟 𝑥 𝐹𝑛𝑒𝑡𝑜
𝑑𝑝
𝜏𝑛𝑒𝑡𝑜 = 𝑟 𝑥 𝐹𝑛𝑒𝑡 = 𝑟 𝑥 (Persamaan 1.51)
𝑑𝑡
𝑑𝐿 𝑑 𝑑𝑟 𝑑𝑝
= 𝑑𝑡 (𝑟 𝑥 𝑝) = (𝑑𝑡 𝑥 𝑝) + 𝑟 𝑥
𝑑𝑡 𝑑𝑡
49
𝑑𝑟
𝑥𝑝=𝑣𝑥𝑚𝑣 =0
𝑑𝑡
Dengan demikian,
𝑑𝑙 𝑑𝑝
=𝑟𝑥 (Persamaan 1.52)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑙 (Persamaan 1.53)
𝜏𝑛𝑒𝑡𝑜 =
𝑑𝑡
Jumlah (vektor) dari semua torsi yang bekerja pada sebuah partikel sama
dengan waktu rata-rata perubahan momentum sudut partikel tersebut
(Halliday & Resnick, 1998, p. 308).
⃗⃗ = l1 +l2+ l3 +……ln
𝐿 = ∑𝑛𝑖=𝐼 𝑙1 (Persamaan 1.54)
⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑑𝐿 ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑑𝑙1
= ∑𝑛𝑖=1 (Persamaan 1.55)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑙
Kita lihat bahwa sama dengan torsi pada partikel ke-i. kita dapat
𝑑𝑡
⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑑𝐿
= ∑𝑛𝑖=1 𝜏⃗ (Persamaan 1.56)
𝑑𝑡
50
⃗⃗ sistem
Oleh karena itu, rata-rata perubahan pada momentum sudut 𝐿
sama dengan jumlah vektor torsi pada partikel tunggalnya. Torsi tersebut
meliputi torsi internal (dikarenakan gaya antara partikel-partikel) dan
torsi eksternal (dikarenakan gaya pada partikel dari benda di luar sistem).
Akan tetapi, gaya antara partikel-partikel selalu memiliki pasangan gaya
sesuai hukum ketiga, sehingga jumlah torsinya nol. Oleh sebab itu torsi
⃗⃗total sistem hanya torsi
yang dapat mengubah momentum sudut 𝐿
eksternal, yang bekerja pada sistem.
(Persamaan 1.57)
⃗⃗⃗⃗⃗
𝑑𝐿
𝜏⃗ = (𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙)
𝑑𝑡
Torsi eksternal neto 𝜏⃗ yang bekerja pada sistem sebuah partikel sama
dengan waktu rata-rata perubahan pada total momentum sudut 𝐿 ⃗⃗ sistem.
(Halliday & Resnick, 1998, p. 310)
51
Gambar 1.24 (a) Benda tegar berotasi pada sumbu z dengan laju sudut ω.
Elemen massa ∆𝑚𝑖 , di dalam benda bergerak disekitar sumbu z, dalam sebuah
lingkaran dengan jari-jari r˔i. (b) Momentum sudut l1 terhadap O, pada elemen massa
(a). Komponen 𝑧𝑖𝑧 . Sumber :(Halliday & Resnick, 1998).
52
Lz =∑𝑛𝑖=𝐼 𝑙1 = ∑𝑛𝑖=𝐼 ∆𝑚𝑖 vi r˔i = ∑𝑛𝑖=𝐼 ∆𝑚𝑖 (ω r˔i )r˔i
Kita telah melepaskan subskrip z, akan tetapi kita harus ingat bahwa
momentum sudut yang ditentukan persamaan 1.33 adalah momentum sudut
terhadap sumbu rotasi. Selain itu, I pada persamaan tersebut ialah inersia
rotasi terhadap sumbu yang sama(Halliday & Resnick, 1998).
Translasi Rotasi
53
Jika pada sistem tidak bekerja torsi eksternal neto, maka persamaan akan
𝑑𝑙
menjadi (𝑑𝑡=0), atau
𝐿⃗⃗ = 0
(Persamaan 1.60)
𝐿⃗⃗𝑖 = 𝐿⃗⃗𝑓
(Persamaan 1.61)
Jika torsi eksternal neto yang bekerja pada sistem adalah nol, maka
momentum sudut 𝐿 ⃗⃗ dari sistem akan konstan, tanpa memperhatikan
perubahan apapun yang terjadi dalam system.
Jika Komponen torsi eksternal net pada sistem panjang sumbu tertentu
adalah nol, maka komponen momentum sudut sistem sepanjang sumbu
tersebut tidak dapat berubah, tanpa memperhatikan perubahan apapun
yang terjadi dalam sistem(Halliday & Resnick, 1998).
𝐼𝑖 𝜔𝑖 = 𝐼𝑓 𝜔𝑓 (Persamaan 1.62)
54
9. Kesetimbangan Benda Tegar
Kesetimbangan yang dimaksud adalah kesetimbangan statis, yaitu
benda tegar seterusnya diam (tidak bergerak translasi, 𝛴F = 0, dan tidak
bergerak rotasi ,Στ = 0. Untuk mempelajari kesetimbangan benda tegar
kita harus mempelajari kesetimbangan partikel terlebih dahulu.
𝑑𝑝
𝐹𝑛𝑒𝑡 = 𝑑𝑡
Gerak Rotasi benda diperoleh dari Hukum kedua Newton dalam bentuk
momentum angular
𝑑𝐿
𝜏𝑛𝑒𝑡 = 𝑑𝑡
55
1) Jumlah vektor semua gaya eksternal yang bekerja pada benda
harus nol.
2) Jumlah vektor semua torsi eksternal yang bekerja pada benda,
diukur di sekitar titik yang mungkin manapun, juga harus nol.
3) Momentum Linear 𝑃⃗⃗ benda harus nol.
𝐹𝑛𝑒𝑡,𝑥 = 0 𝜏𝑛𝑒𝑡,𝑥 = 0
𝐹𝑛𝑒𝑡,𝑦 = 0 𝜏𝑛𝑒𝑡,𝑦 = 0
𝐹𝑛𝑒𝑡,𝑧 = 0 𝜏𝑛𝑒𝑡,𝑧 = 0
56
terhadapnya. Sebelum mempelajari Kesetimbangan Benda Tegar kita
juga perlu mempelajari Pusat Berat terlebih dahulu.
b. Pusat Berat
Setiap partikel dalam suatu benda tegar memiliki berat. Berat
keseluruhan benda adalah resultan dari semua gaya gravitasi berarah
vertikal ke bawah dari semua partikel. Resultan ini bekerja melalui
suatu titik tunggal. yang disebut titik berat atau(pusat gravitasi) , atau
dikatakan titik tangkap gaya berat merupakan titik berat benda.
Sedangkan dalam buku (Tipler, 1991) menjelaskan titik berat sebagai
berikut:
Gambar 1.25
Sumber : (Tipler, 1991)
Bila dua atau lebih gaya sejajar bekerja pada sebuah benda maka
mereka dapat diganti oleh sebuah gaya tunggal ekivalen yang sama
dengan jumlah gaya-gaya itu dan dikerjakan pada sebuah titik
sedemikian sehingga torsi yang dihasilkan gaya ekivalen tunggal itu
sama dengan torsi neto yang dihasilkan oleh gaya-gaya semula.
Gambar diatas menunjukan gaya F1 yang bekerja pada sebuah batang
dititik x1 dan gaya kedua F2 yang bekerja pada sebuah batang dititik x2.
Gaya neto ΣF =F1 +F2 akan menghasilkan torsi yang sama terhadap O
jika gaya itu dikerjakan pada jarak x, maka diperoleh
57
tunggal, berat total, yang bekerja pada sebuah titik yang dinamakan
pusat berat.
Gambar 1.26
Sumber : (Tipler, 1991)
Xpb W = ∑𝑖 𝑤1 𝑥1
Pusat berat adalah titik dimana berat total sebuah benda bekerja
sehingga torsi yang dihasilkannya terhadap sembarang titik sama
dengan torsi yang dihasilkan oleh berat masing-masing partikel yang
membentuk benda tersebut.
58
Gambar 1.27 menentukan titik berat bidang yang tidak teratur
Sumber : (Haryadi, 2010).
Misalnya sebuah benda tegar dengan bentuk tidak teratur berada pada
bidang xy seperti gambar
59
Jika berat masing-masing partikel penyusun benda adalah w1,w2,w3
….dan w4 dengan koordinat (x1,y1),(x2,y2), (x3,y3)…(xn.,yn), dan koordinat
titik berat benda (x0,y0), maka momen gaya berat benda terhadap sumbu y
adalah:
x0.w = w1.x1+w2.x2+w3.x3+….+wn.xn
𝛴𝑚𝑛 +𝑥𝑛
x0 = (Persamaan 1.69)
𝑚𝑛
Dengan cara yang sama koordinat titik berat benda pada sumbu y dapat
dinyatakan:
𝛴𝑚𝑛 +𝑦𝑛
y0 = (Persamaan 1.70)
𝑚𝑛
Maka :
60
𝛴𝜌.𝑣1 +𝑥𝑛
x0 =
𝛴𝜌.𝑣1
𝑣1 ,𝑥1 +𝑣2 ,𝑥2 +𝑣3 ,𝑥3+⋯+𝑣𝑛.,𝑥𝑛
x0 =
𝑣1 + 𝑣2 +𝑣3 +⋯+𝑣𝑛
𝛴𝜌.𝑣1 +𝑦𝑛
y0 =
𝛴𝜌.𝑣1
𝑣1 ,𝑦1 +𝑣2 ,𝑦2 +𝑣3 ,𝑦3+⋯+𝑣𝑛. ,𝑦𝑛
y0 = (Haryadi, 2010)
𝑣1 + 𝑣2 +𝑣3 +⋯+𝑣𝑛
1 Selimut
Setengah bola
1 R =jari-Jari
dengan Jari-jari 𝑦𝑜 = 𝑅
2
R
61
4 Kulit Silinder 1 t= tinggi silinder
𝑦𝑜 = 𝑡
tanpa tutup 2
dengan tinggi t
62
maka
𝛴𝐴1 +𝑥𝑛
x0 =
𝛴𝐴𝑛
𝐴,𝑥1 +𝐴2 ,𝑥2 +𝐴3 ,𝑥3+⋯+𝐴𝑛 ,𝑥𝑛
x0 =
𝐴1 + 𝐴2 +𝐴3 +⋯+𝐴𝑛
𝛴𝐴1 +𝑦𝑛
y0 =
𝛴𝐴𝑛
𝐴,𝑦1 +𝐴2 ,𝑦2 +𝐴3 ,𝑦3+⋯+𝐴𝑛 ,𝑦𝑛
y0 = (Haryadi, 2010)
𝐴1 + 𝐴2 +𝐴3 +⋯+𝐴𝑛
R = Jari-jari
2 Setengah 4𝑅 R = Jari-jari
𝑦𝑜 =
lingkaran 3𝜋
dengan jari-jari
R
63
3 Segitiga 1 t= tinggi
𝑦𝑜 = 𝑡
dengan tinggi t 2 segitiga
64
2 Busur ̅̅̅̅
𝐴𝐵 ̅̅̅̅
𝐴𝐵 = tali
𝑦𝑜 =
lingkaran 𝐴𝐵 busur AB
AB = Busur
AB
R = Jari-jari
3 Busur 2𝑅 R = Jari-jari
𝑦𝑜 =
Setengah 𝜋
lingkaran
1) Kopel
Kopel adalah pasangan dua buah gaya yang sejajar, sama besar dan
arahnya berlawanan. Pengaruh kopel terhadap sebuah gaya adalah
memungkinkan benda berotasi. Besarnya kopel dinyatakan dengan
momen kopel yang merupakan hasil kali antara gaya dengan jarak
antara kedua gaya tersebut. Sedangkan dalam buku Tipler
pengertian kopel dijelaskan sebagai berikut.
65
Gambar 1.29
Sumber : (Tipler, 1991, hal. 285)
Kita dapat mengganti sekumpulan gaya sejajar dengan gaya
tunggal, yang sama dengan jumlah gaya-gaya sejajar tersebut, yang
bekerja pada suatu titik sedemikian hingga menghasilkan rotasi
yang sama seperti gaya-gaya sejajar tadi terhadap sembarang titik.
Gagasan ini telah dijelaskan pada gambar untuk dua gaya sejajar.
Selanjutnya pemikiran itu digunakan bila kita menggantikan gaya-
gaya berat yang bekerja pada berbagai bagian dari benda dengan
sebuah gaya tunggal yaitu berat benda tersebut, yang bekerja pada
pusat berat. Namun, dua gaya yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan dan mempunyai garis kerja yang berbeda tidak dapat
diganti oleh satu gaya tunggal. Pasangan semacam itu, dinamakan
kopel, berusaha menghasilkan rotasi, tetapi gaya netonya adalah
nol. Pada gambar torsi yang dihasilkan oleh gaya-gaya ini terhadap
titik O adalah:
τ = 𝐹𝑥2 − 𝐹𝑥1 = 𝐹(𝑥2 − 𝑥1 ) = 𝐹𝐷
dengan F adalah besarannya salah satu gaya dan D = 𝑥2 − 𝑥1
adalah jarak antara gaya-gaya tersebut. Hasil ini tak tergantung
pada pemilihan titik O.
Torsi yang dihasilkan oleh sebuah kopel adalah sama
terhadap semua titik dalam ruang. Sedangkan dalam buku Diah
kopel dirumuskan sebagai berikut:
66
M = F.d
(Persamaan 1.71)
Dengan :
F = gaya (N)
Gambar 1.30
Sumber : (Haryadi, 2010, hal. 124)
d. Menentukan Titik Tangkap Gaya Resultan
Pada bidang datar xy terdapat beberapa gaya F1, F2 dan F3 saling
sejajar dari bertitik tangkap di (x1, y1), (x2, y2) dan (x3, y3) Seperti gambar
67
Gambar 1.31 Gaya berat partikel Sumber
Sumber :(Haryadi, 2010)
𝐸𝐹𝑛𝑦 .𝑥𝑛
𝑥𝑅 = (Persamaan 1.72)
𝑅𝑦
𝐸𝐹𝑛𝑦 .𝑦𝑛
𝑦𝑅 = 𝑅𝑦
Untuk ΣF= 0 Pada sebuah benda yang seimbang translasi dalam ruang,
harus berlaku :
68
𝛴𝐹𝑥 = 0; 𝛴𝐹𝑦 = 0;𝛴𝐹𝑧 = 0
(Persamaan1.74)
Pada gambar tersebut menunjukan tiga buah gaya yang bekerja dititik
O dengan masing-masing gaya adalah F1, F2 dan F3. Jika titik O dalam
keadaan setimbang dan gaya-gaya diuraikan ke dalam sumbu-x dan
sumbu-y, akan berlaku
1) ΣFx= 0
F1-F2 sin α- F3 sin𝛽= 0
F1= F2 sin α + F3 sin𝛽
2) ΣFy= 0
F1-F2 cos α- F3 cos𝛽= 0
F1= F2 cos α + F3 cos 𝛽
69
f. Cara Menganalisis Keseimbangan Benda Tegar yang Tidak Mengalami
Translasi dan Rotasi
Untuk lebih memahami cara menentukan keseimbangan sebuah
benda tegar, kita akan mempelajari uraian berikut.
Sebuah batang AB homogeny bersandar pada sebuah dinding kasar.
Ujung A berada pada lantai yang kasar dan ujung B bersandar pada
dinding. L adalah panjang batang, w adalah berat batang, NA adalah
gaya normal pada titik batang A, NB adalah gaya normal pada titik B,
𝑓𝐴 adalah gaya gesek batang pada titik A, dan 𝑓𝐵 adalah gaya gesek
batang pada titik B. Lantai dan dinding saling tegak lurus. Batang
membentuk sudut Ø terhadap lantai dan kedua ujung batang
mengalami gesekan. Persamaan gaya dan momen gaya yang
mempengaruhi batang jika batang AB dalam keadaan setimbang, yaitu
sebagai berikut.
ΣF = 0
ΣFx = 0; ΣFy = 0
70
Perhatikan gambar diatas . Tinjaulah gaya-gaya arah sumbu-x
(horizontal). Sesuai dengan syarat kesetimbangan
ΣFx = 0
NB-𝑓𝐴 =0
𝑁𝐵 = 𝑓𝐴 (Persamaan1.75)
ΣFy = 0
NA+𝑓𝐵 − 𝑤 =0
NA+𝑓𝐵 = 𝑤 (Persamaan1.76)
τA= 0
τx = 0; Στy = 0
71
Jarak 𝑓𝐵 ke titik A adalah l cos ϴ (panjang AO)
1
Jarak w ke titik A adalah 2l cos ϴ (panjang AO)
1
-NB (l sin ϴ) - 𝑓𝐵 (l cos ϴ) + w (2l cos ϴ) = 0
1
NB (l sin ϴ) +𝑓𝐵 (l cos ϴ) = w ( l cos ϴ)
2
𝑤
NBl sin ϴ +𝑓𝐵 l cos ϴ = 2 l cos ϴ (Persamaan 1.77)
72
semula, begitu gaya dihilangkan, Contoh sebuah bola ditempatkan di
dalam sebuah bidang cekung. Jika diberikan gangguan atau suatu gaya,
bola akan bergerak. Kemudian, apabila gangguan itu dihilangkan, bola
akan kembali dan diam ditempatnya semua.
2) Kesetimbangan labil adalah kesetimbangan yang terjadi pada benda
yang apabila dipengaruhi gaya tidak akan kembali ke posisi semula.
Contoh bola ditempatkan di atas sebuah bidang cembung. Meskipun
bola dalam keadaan diam, tetapi jika diberikan sedikit gangguan, bola
akan bergerak menjauh kedudukan awalnya. Jika gangguan
dihilangkan, bola tidak akan dapat kembali pada kedudukan semula.
3) Kesetimbangan netral atau indeferen adalah kesetimbangan yang
terjadi pada benda yang apabila dipengaruhi gaya akan mengalami
perubahan posisi.Contohnya: Keseimbangan bola yang berada di atas
bidang datar. Jika bola tersebut diberikan gaya, bola akan berpindah.
Jika gangguan ditiadakan, bola akan kembali diam tetapi pada
kedudukan yang berbeda (Haryadi, 2010).
C. Aplikasi dalam Kehidupan sehari-hari
1. Peseluncur sedang bergerak
73
Gambar 1.34
Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
Gambar 1.35
Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
74
3. Seorang penyelam meloncat dari papan loncatan
Gambar 1.36
Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
75
Gambar 1.37
Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
Berat total benda selalu bekerja pada suatu titik yang disebut titik
berat. Titik berat tubuh anda kira-kira sedikit diatas pusar anda. Jika
anda berdiri tegak, badan anda berada dalam keseimbangan karena
berat anda dan gaya reaksi dari tanah (gaya normal) besarnya sama,
arahnya berlawanan, dan segaris kerja.
Dalam bela diri judo, idenya adalah menarik baju lawan anda
sehingga titik beratnya. Tidak lagi ditumpu oleh kakinya. Berat dan
gaya normalnya tidak lagi segaris kerja. Tetapi ketika anda menarik,
maka lawan anda akan berusaha menggerakkan kakinya ke depan
untuk mempertahankan keseimbangannya. Jika anda mampu
memberhentikan gerak kakinya, dia tidak dapat lagi mempertahankan
keseimbangannya, dan dengan mudah dapat anda banting sehingga dia
jatuh ke tanah karena beratnya sendiri (torsi putar beratnya terhadap
kakinya sebagai poros), bukan karena kekuatan bantingnya.
5.Permainan Akrobat
76
Gambar 1.38
Sumber : (Halliday & Resnick, 1998)
Ide pada pemain akrobat di gambar bagaimana mengatur titik berat
gabungan mereka segaris dengan titik tumpu pada lantai (titik poros).
Ini menyebabkan berat total w yang bekerja pada titik berat tidak
memiliki lengan momen (lengan momen = 0), sehingga menghasilkan
torsi sama dengan nol (τ = 0). Akibatnya, sistem seimbang dan para
pemain akrobat tidak mengalami torsi putar terhadap titik poros yang
dapat menyebabkan mereka jatuh ke lantai (Kanginan, 2006).
D. Contoh Soal
1. Sebuah partikel yang berotasi dengan kecepatan sudut awal 10 rad/s
mengalami percepatan sudut 2 rad/s2. Bila jari-jari lintasannya 20 cm,
hitunglah :
a. Kecepatan sudutnya saat t = 2 s,
b. Panjang lintasan yang ditempuh selama 2 s.
Penyelesaian :
77
1
𝜃 = 𝜔0 t +2α t2
1
= (10) (2) +2(2)(22)
= 20 + 4 = 24
Lalu cari panjang lintasannya dengan persamaan s = 𝜃 r
s = 𝜃 r = (24) (0,2) m = 4,8 m
Penyelesaian :
Momen inersia total adalah penjumlaha skalar dari momen inersia masing-
masing partikel terhadap sumbu putar.
ID = ∑ 𝑚𝑅 2
= mARAD2 + mBRBD2 + mCRCD2
= 2 (1)2 + 3(0,6)2 + 4(0,5)2
= 2 +1,08 + 1
= 4,08 kg m2
78
3. Silinder pejal bermassa 20 kg dan jari-jari 10 cm, didorong dengan gaya
100 N seperti pada gambar. Tentukanlah percepatan yang dialamisilinder
jika:
a. Tidak ada gesekan antara alas dan silinder (tergelincir)
b.Ada gesekan sehingga silinder menggelinding sempurna
Penyelesaian
𝐹 100 𝑁 1
a= 1 = 1 = 3 3ms-1 (Haryadi, 2010)
(1+ )𝑚 (1+ )20 𝑘𝑔
2 2
79
gambar b. Dengan menggunakan syarat kesetimbangan, dapat
diselesaikan persoalan berikut.
a. Dari diagram pada gambar 6.32 (b) dapat dihitung momen gaya di
titik P. Dari syarat kesetimbangan Στ = 0. Στ =w2 x– w1 l = 0 dengan
x adalah posisi beban penyeimbangan (m2) dari titik P. Dari
persamaan di atas dapat diperoleh
𝑤𝑖 𝑙 𝑚1 𝑔 𝑙
x= =
𝑤2 𝑚2 𝑔
(28000 𝑘𝑔)(7,7 𝑚)
x= = 2,27
(9500𝑘𝑔)
80
5.
Penyelesaian :
z1 = (x1,y1) = (1,5)
z2 = (x2,y2) = (4,1)
A1 = 2 x 10 = 20
A2 = 4 x 2 = 8
(20)(1)+(8)(4) (20)(5)+(8)(1)
= =
20+8 20+8
52 6
= 28 = 3 7
6
= 17
81
6 6
Jadi, titik berat bidang adalah z (1 7 , 3 7) (Haryadi, 2010)
82
E. Temuan di Lapangan
1. Jurnal
a. Jurnal 1
Miskonsepsi
Sebelum mengikuti proses pembelajaran Fisika secara
formal di sekolah, siswa sudah membawa konsep awal tentang
Fisika yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka
sebelumnya yaitu konsep awal tentang Fisika. Konsep yang
mereka bawa tersebut umumnya menyimpang dari konsep siswa
yang tidak sesuai atau kurang sesuai dengan konsep ilmiah.
Kerangka konsep siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah
disebut miskonsepsi. Wilantara (2005) menjelaskan bahwa bila
siswa membentuk pengetahuan dari pengalamannya secara
langsung, maka akan susah untuk memberitahu siswa untuk
mengubah miskonsepsi yang dialaminya. Penyebab dari
miskonsepsi dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu : siswa,
guru, buku teks, dan metode mengajar.
Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa pada konsep dinamika
rotasi, siswa kurang mampu dalam menganalisis dan
menggambarkan diagram bebas gaya-gaya penyebab gerak rotasi
sehingga siswa tidak mampu memahami konsep. Terdapat pula
beberapa bentuk miskonsepsi dalam penelitian ini yaitu meliput: 1)
miskonsepsi pengertian, 2) miskonsepsi hubungan antar konsep, 3)
miskonsepsi contoh-contoh konsep. Data hasil Penelitian
menunjukan beberapa miskonsepsi dalam materi Rotasi Dinamika
yaitu: a) Pada konsep Momen Gaya bentuk miskonsepsi yang
paling dominan yaitu bentuk miskonsepsi pengertian sebesar
72,92%. b) Pada konsep Hubungan Momen Gaya dengan
perecapatan sudut bentuk miskonsepsi yang paling dominan yaitu
bentuk miskonsepsi hubungan antar konsep sebesar 75,00% . c)
Pada kosep Momen Inersia bentuk miskonsepsi yang paling
83
dominan yaitu bentuk miskonsepsi penggunaan konsep sebesar
62,50%. d) Pada konsep Hukum Kekekalan Momentum bentuk
miskonsepsi yang paling dominan yaitu bentuk miskonsepsi
hubungan antar konsep sebesar 62,50%. e) Pada konsep Energi
Kinetik dalam Gerak Menggelinding bentuk miskonsepsi yang
paling dominan yaitu bentuk miskonsepsi contoh-contoh konsep
sebesar 75,00%. f) Pada konsep Kesetimbangan Statis bentuk
miskonsepsi yang paling dominan yaitu bentuk miskonsepsi
pengertian sebesar 81,25%. g) Pada konsep Kesetimbangan Benda
Tegar bentuk miskonsespsi yang paling dominan yaitu bentuk
miskonsespsi contoh-contoh konsep sebesar 16,67%. h) Pada
Kesetimbangan Benda Tegar bentuk miskonsepsi yang paling
besar yaitu bentuk miskonsepsi pengertian sebesar 10,42%. i) Pada
konsep Jenis-jenis Kesetimbangan bentuk miskonsepsi yang paling
dominan yaitu dalam bentuk contoh-contoh konsep sebesar
8,33%.
Solusi
Dalam jurnal ini terdapat langkah-langkah untuk mengatasi
miskonsepsi siswa pada materi rotasi dinamika yaitu : 1) mencari
dan mengungkap miskonsepsi yang terjadi, yaitu dapat dengan
cara: a) memberikan tes diagnosis awal kepada siswa berupa soal-
soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan. b) mencoba
menggunakan demonstrasi dengan hasil yang tidak cocok dengan
intuisi, kemudian siswa diminta mengungkapkan pendapatnya. 2)
Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi siswa tersebut, dapat
dilakukan saat proses pembelajaran, yaitu dengan cara: a)
merangsang siswa menemukan konsep dari dirinya sendiri
menggunakan metode diskusi. b) menggunakan banyak interaksi
agar dapat menemukan apa yang ada dalam kepala siswa dan agar
mereka terpaksa berfikir. 3) Menentukan prioritas dan menyiapkan
84
pelajaran remedial dan demonstrasi khusus untuk bagian materi
yang dianggap sangat dasar dan prasyarat untuk yang lain.
b. Jurnal 2
Miskonsepsi
Dinamika rotasional adalah topik penting dalam fisika.
Materi ini tergolong kompleks karena menilai gerak rotasi dan
penyebab gerak dan sulit dipahami bagi siswa. Beberapa penelitian
telah mengungkapkan bahwa siswa kesulitan untuk memahami
dinamika rotasi. Kesulitan siswa yang diungkap oleh peneliti, yaitu
membedakan kecepatan pada beberapa titik pada roda yang
berguling tanpa tergelincir, membedakan antara torsi dan gaya,
menafsirkan hubungan torsi bersih dan percepatan sudut.
Peneliti lain juga menemukan bahwa siswa mengalami
kesulitan dalam hal membedakan antara torsi dan gaya, dan
menafsirkan definisi torsi yang terutama menentukan titik vektor
praktis dari gaya terhadap sumbu tertentu, dan menemukan bahwa
siswa mengalami kesulitan dalam menentukan kecepatan dan arah
percepatan sudut ayunan pendulum. Siswa juga percaya bahwa
arah vektor dan berada dalam arah gerak tubuh.
Solusi
Dalam mengajarkan materi dinamika rotasi, disarankan agar
para guru mempresentasikan suatu fenomena atau masalah yang
multi konteks dan multi representasi. Ini akan membantu siswa
mengaktifkan dan mengumpulkan beberapa sumbernya secara
koheren untuk diterapkan dalam konteks yang tepat.
c. Jurnal 3
Miskonsepsi
85
Berdasarkan penjelasan tentang penelitian yang dilakukan
yang ada di dalam jurnal, ada beberapa kesulitan yang dihadapi
oleh siswa mengenai konsep dinamika rotasi sebagai berikut:
1. Siswa cenderung mengasumsikan bahwa gaya yang dihadapi ke
atas selalu memiliki torsi positif dan sebaliknya,
2. Para siswa sudah sadar bahwa saat inersia benda dipengaruhi
oleh massa dan jari-jarinya, namun sulit bagi mereka untuk
meringkas efek tersebut,
3. Para siswa memiliki komplikasi dalam menentukan variabel
konstan dan berubah pada hukum kedua Newton dinamika
rotasi ketika ada torsi.
Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa siswa mengalami
kesulitan saat mempelajari dinamika rotasi mengenai torsi, moment
inersia, dan hukum dinamika rotasi Newton.
Solusi
Hal yang harus di lakukan guru untuk siswa yang mengalami
miskonsepsi itu guru pertama-tama harus memberikan/menerapkan
pemahaman yang benar kepada siswa, dan kemudian harus
memperkuat pemahaman konsep yang benar tersebut agar siswa
tidak mengalami miskonsepsi. Kemudian, guru harus mencari cara
yang lebih memudahkan siswa untuk lebih memahami konsep dan
materi dinamika rotasi mengenai torsi, moment inersia, dan hukum
dinamika rotasi Newton.
d. Jurnal 4
Miskonsepsi
Kesulitan siswa dalam meyelasaikan masalah kesetimbangan dan
dinamika rotasi disebabkan oleh kurangnya pemahaman konsep dan
ketidak mampuan menerapkan prosedur matematis untuk
menyelesaikan masalah. Representasi vektor yang salah yang
dilakukan siswa pada saat mengerjakan soal torsi dan kesetimbangan
86
benda tegar mengindikasikan masalah pada pemahaman konsep siswa
pada materi torsi dan kesetimbangan benda tegar. Selain itu, masalah
dalam pemahan konsep tidak hanya ditemukan dalam konsep torsi dan
kesetimbangan benda tegar tetapi juga dalam masalah momen inersia.
Pemahaman konsep yang tidak baik ini berimplikasi terhadap prosedur
matematis yang salah karena konsep yang mendasari masalah
menentukan penerapan prosedur matematis yang dilakukan untuk
menyelesaikan masalah.
Kesulitan siswa dalam melakukan prosedur matematis dapat
dilihat dari pola siswa dalam meyelesaikan masalah torsi dan
kesetimbangan benda tegar, kesulitan siswa dalam menggambarkan
vektor lengan gaya pada soal torsi serta free body diagram pada soal
kesetimbangan benda tegar. Ketidak mampuan mempresentasikan
vektor menyulitkan siswa menyelesaikan berbagai masalah fisika .
kesulitan ini berdampak terhadap pengoperasian vektor yang salah
untuk menemukan solusi permasalahan, bahkan siswa tidak mampu
mengoperasikan vektor secara benar untuk vektor yang sudah
digambarnya. Representasi vektor yang lebih kompleks dilakukan
pada saat menggambarkan free body diagram untuk menyelesaikan
masalah pada topik kesetimbangan benda tegar juga tidak secara baik
dilakukan oleh siswa, hal ini menyebabkan siswa menghasilkan solusi
masalah yang tidak tepat karena dalam proses awal pemecahan
masalah, siswa tidak menggambarkan free body diagram dengan
benar.
Solusi
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, strategi pembelajaran harus
fokus mengatasi kesulitan siswa dalam konsep kesetimbangan dan
dinamika rotasi, khususnya dalam hal pemecahan masalah. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pembelejaran hasus menitik beratkan pada
peningkatatan pemahaman konsep dan kemampuan menerapkan
prosedur matematis yang tepat untuk memecahkan masalah.
87
Pemahaman konsep yang baik akan membantu siswa untuk
mengidentifikasi masalah, mementukan strategi pemecahan masalah
serta menerapkan prosedur matematis secara tepat untuk memecahkan
masalah. Beberapa strategi pembelajaran yang berfokus pada
peningkatan kemampuan pemecahan masalah telah mampu melatih
siswa dalam mengidentifikasi, menganalisis serta memecahkan
masalah secara sistematis, melatih penalaran ilmiah siswa dalam
menyelesaikan masalah, serta melatih siswa menemukan sudut
pandang alternatif dalam menyelesaikan masalah.
e. Jurnal 5
Miskonsepsi
Salah satu cabang mekanika yang harus di kuasai siswa dalam
pembelajaran di kelas XI SMA adalah dinamika rotasi. Materi ini
sangat penting untuk di pahami, karena sangat banyak digunakan di
dalam kehidupan sehari-hari. Penurut penelitian yang dilakukan
menyatakan bahwa meskipun sudah dilakukan pembelajaran
dinamika rotasi di sekolah, namun pada kenyataannya banyak siswa
yang mengalami kesulitan untuk memahami dan mengaplikasikan
konsep dinamika rotasi. Beberapa penelitian yang dilakukan
mengenai miskonsepsi siswa di tingkat sekolah menengah atas
tentang dinamika rotasi dan memperoleh persentase miskonsepsi
siswa pada pretest sebesar 82,24%. Selain itu, tes pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa siswa yang mengalami
miskonsepsi pada materi dinamika rotasi mencapai 58,7%. Hal ini
dapat diartikan bahwa masih banyak siswa yang tidak paham konsep
sehingga timbul miskonsepsi pada dirinya.
Solusi
Strategi yang disarankan untuk mengatasi masalah
miskonsepsi ini adalah dengan strategi pengajaran perubahan konsep
dengan menggunakan strategi pembelajaran berdasarkan konflik
88
kognitif. Strategi konflik kognitif terdapap pada model pembelajaran
ECIRR yang di ciptakan oleh Wenning (2008), yang menyatakan
bahwa model pembelajaran ini merupakan model pembelejaran yang
yang mengakomodasi pengetahuan awal dengan strategi konflik
kognitif untuk perubahan konseptual. Perubahan konseptual
dimaksudkan untuk memperbaiki pengetahuan awal siswa yang
masih berupa konsepsi-konsepsi alternatif menjadi pengetahuan yang
ilmiah sehingga dapat di capai suatu pemahaman konsep yang
mendalam. Peubahan konsep yang dimaksudkan berupa perluasan
konsep yang dimiliki leh siswa dari yang belum lengkap menjadi
lebih lengkap atau dari konsep yang belum sempurna menjadi lebih
sempurna. Perubahan lainnya adalah mengubah konsep yang salah
menjadi konsep yang benar atau sesuai dengan konsep ilmiah yang
diberikan oleh para ahli.
Tahapan-tahapan dari model penbelajaran ECIRR adalah sebagai
berikut :
1. Elicit, dimana guru menggali pengetahuan awal siswa dengan
memberikan aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang siswa
untuk berfikir ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah,
seperti memberikan pertanyaan kontekstuan dan konseptual.
2. Confront, dimana guru menampilkan suatu demonstrasi yang
dapat membuat konflik kognitif dalam pikiran siswa.
3. Identify, dimana guru mengidentifikasi dan menjelaskan
kesalahan konsep yang dimiliki siswa.
4. Resolve, dimana guru membantu untuk perbaikan konsepsi
alternatif siswa dengan fasilitas berupa pertanyaan-pertanyaan,
percobaan dan pendemonstrasian interaktif dalam bentuk lembar
kerja siswa (LKS).
5. Reinforce, dimana guru memberikan penguatan kepada siswa
yang dilakukan berulang dalam bentuk yang berbeda.
89
2. Temuan Hasil dilapangan
Hasil wawancara dari lima orang siswa menyatakan bahwa materi rotasi
merupakan materi yang cukup sulit. Kesulitan yang dihadapi yaitu pada
saatmenentukan titik berat suatu benda, cara mengartikan soal cerita dari
materi rotasi, menentukan rumus didalam soal cerita, menjabarkan rumus
momen gaya, mendekripsikan keterangan yang telah diketahui di dalam
soal rotasi.Dengan demikiansiswa lebih dominan kesulitan pada saat
menentukan titik berat suatu benda dan mengartikan penjelasan dari sebuah
soal rotasi.
90
Adapun hasil wawancara dari lima orang siswa menyatakan bahwa materi
rotasi merupakan materi yang cukup sulit. Kesulitan yang dihadapi yaitu
menentukan arah rotasi, mencari momen inersia dan kesulitan menghafal
rumus yang banyak dalam materi rotasi,. Dengan demikian siswa lebih
dominan kesulitan dalam menentukan arah rotasi dan menghafal rumus
pada materi rotasi.
c. SMAN 21 Bandung
Adapun hasil wawancara dari lima orang siswa menyatakan bahwa
materi rotasi merupakan materi yang cukup sulit. Kesulitan yang
dihadapi yaitu kesetimbangan benda tegar pada momen gaya, dan titik
berat dan kesulitan menentukan arah putar pada gaya gaya yang di
perlukan. Dengan demikian siswa lebih dominan kesulitan pada saat
menentukan titik berat suatu benda dan arah putar pada gaya pada soal
rotasi.
Adapun hasil wawancara kami dengan guru fisika SMAN 21 Bandung,
guru tersebut menyatakan bahwa terdapat miskonsepsi dalam materi
rotasi dan kesetimbangan benda tegar, ini dibuktikan dengan masih ada
siswa tang masih kesulitan dalam materi tersebut. Penyebab
kesulitannya yaitu menentukan arah putar pada gaya – gaya yang di
perlukan. Metode yang digunakan untuk mengatasi miskonsepsi
91
tersebut, yaitu diberi perjanjian bagaiu mana memutar atau menentukan
arah nya (-) atau (+) dan menggunakan metode Explisit intuction dan
Discovery Learning.
F. Rencana Pengembangan
92
dikuasai siswa diberikan beberapa contoh soal yang harus dikerjakan oleh siswa
sehingga siswa lebih memahami konsep tersebut.Pada akhir pembelajaran guru
menjelaskan peta konsep materi rotasi dan kesetimbangan benda tegar agar siswa
tidak mengalami miskonsepsi kembali
93
Peta Konsep
BENDA TEGAR
Dapat mengalami
94
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pembahasan diatas maka dibuatlah kesimpulan
sebagai berikut:
95
5. Rencana pengembangan yang digunakan yaitu pada tahap awal siswa
diberikan stimulus berupa pertanyaan apersepsi dan video mengenai gerak
rotasi dan kesetimbangan benda tegar. Kemudian pada saat pembelajaran
berlangsung guru menggunakan model pembelajaran kontekstual atau
demonstrasi untuk kemudian dihubungkan pada pemodelan matematika
materi tersebut. Pada akhir pembelajaran guru menjelaskan peta konsep
agar siswa benar-benar memahami konsep materi rotasi dan
kesetimbangan benda tegar.
B. Saran
Berdasarkan pemaparan kesimpulan diatas maka dibuatlah saran sebagai
berikut:
96
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, H., & Murniati. (2014). Pengembangan Handout Dinamika Rotasi dan
Kesetimbangan Benda Tegar Berbasis Kontekstual Kelas XI IPA SMA.
Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, 2.
Halliday, & Resnick. (1998). Fisika Jilid 1 Edisi Ketiga . Jakarta: Erlangga.
Haryadi, B. (2010). Fisika untuk SMA/Ma Kelas XI. Jakarta: CV Teguh Karya.
Kamajaya, K., & Purnama, W. (2015). Buku Siswa Aktif dan Kreatif Belajar
Fisika 2. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
97