Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Makalah ini Kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu Kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Mataram, Maret 2019

Penulis

1
DAFTARISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1

DAFTARISI.......................................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................................3

PENDAHULUAN...............................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG.........................................................................................3

B. TUJUAN.............................................................................................................4

C. MANFAAT..........................................................................................................4

BAB II............................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5

A. PENGERTIAN....................................................................................................5

B. FAKTOR PREDISPOSISI..................................................................................6

C. PATOFISIOLOGI................................................................................................7

D. MANIFESTASI KLINIK....................................................................................9

E. PENATALAKSANAAN...................................................................................11

BAB III.........................................................................................................................17

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................17

A. PENGKAJIAN..................................................................................................17

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................................19

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................19

D. INTERVENSI....................................................................................................20

E. EVALUASI.......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perdarahan setelah melahirkan atau postpartum hemorrhagic (PPH)
adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta,
trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya
(Cunningham, 2005).
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai
meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam
setelah melahirkan (Sheris, 2002).
Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan postpartum (Cunningham, 2005). Di Indonesia,
sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien
yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan postpartum terlambat
sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum atau hemodinamiknya
sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi (Winkojosastro, 2005).
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu
tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh
perdarahan postpartum (Sheris, 2002).
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus
dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta
akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan
penyebab sebagian besar perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir,
plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan postpartum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan
histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab
perdarahan postpartum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera
levator ani dan cedera pada serviks uteri (Cunningham, 2005).

3
B. TUJUAN
Secara umum diharapkan kepada pembaca terutama mahasiswa agar
dapat mengetahui dan memahami tentang gangguan asuhan keperawatan
dengan perdarahan pstpartum.
Secara khusus diharapkan setelah mempelajari makalah ini, mahasiwa
dapat menjelaskan kepada masyarakat umum mengenai pengertian, tanda dan
gejala, klasifikasi, manifestasi, penanganan dan komplikasi dari perdarahan
postpartum ini.

C. MANFAAT
 Bagi pemerintah dan instansi kesehatan
Mahasiswa dan pemerintah maupun instansi kesehatan, dapat bekerja sama
dalam memberikan pengetahuan mengenai perdarahan postpartum
terhadap masyarakat.
 Bagi profesi keperawatan
Mahasiswa dan profesi keperawatan dapat bekerja sama dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien perdarahan postpartum.
 Bagi mahasiswa keperawatan
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai tentang
perdarahan postpartum ini dan mampu mengaplikasikannya di saat praktek
klinik.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam
Mochtar, MPH, 1998).

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500
ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)

HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah
kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan


komplikasi perdarahan post partum:

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mencegah timbulnya syok.

3. Mengganti darah yang hilang.

A. ETIOLOGI

Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu:

1. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

5
 Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan
perineum, luka episiotomi

 Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri,


retensi plasenta, inversio uteri

 Gangguan mekanisme pembekuan darah.

2. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat:

 Sisa plasenta

 Bekuan darah

 Infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga


terjadi sub involusi uterus.

B. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Perdarahan Pascapersalinan dan Usia Ibu

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Pada usia
dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang
baik, rentan terjadi perdarahan. Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita mengalami penurunan kemungkinan komplikasi
pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.

2. Perdarahan Pascapersalinan dan Gravida

Ibu - ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko >


dibandingkan primigravida. Pada Multigravida fungsi reproduksi
mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan
pascapersalinan menjadi lebih besar.

6
3. Perdarahan Pascapersalinan dan Paritas

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan


pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih
tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama adalah faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi
selama kehamilan, persalinan dan nifas.

4. Perdarahan Pascapersalinan dan Antenatal Care

5. Perdarahan Pascapersalinan dan Kadar Hemoglobin

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai


hemoglobin dibawah nilai normal. Perdarahan pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, jika hal ini
terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat à
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

C. PATOFISIOLOGI
a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan


pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik
setelah persalinan, mengakibatkan perdarahan setelah janin dan plasenta
lahir tidak tertutup dengan baik dan pasien kehilangan banyak darah dan
syok.

b. Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari


perdarahan pascapersalinan. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus
yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina.

a) Robekan Serviks
7
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, serviks
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus.

b) Perlukaan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka


perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan
biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar.

 Kolpaporeksis

Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada


bagian atas vagina. Pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik,
regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit
antara kepala janin dengan tulang panggul sehingga tarikan ke atas
langsung ditampung oleh vagina, tarikan melampaui kekuatan
jaringan yang menyebabkan robekan vagina pada batas bagian
teratas dengan bagian yang lebih bawah.

 Fistula

Fistula akibat pembedahan vaginal jarang ditemui karena


tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti
dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena
perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau
rectum. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau
rektovaginalis.

c) Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan


pertama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah

8
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika.

c. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak


lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan.
Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih
dulu.

d. Tertinggalnya Sebagian Plasenta (Sisa Plasenta)

Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan menimbulkan
perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada
perdarahan dengan sisa plasenta.

e. Inversio Uterus

Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar


saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam
jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah,
haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, mual.

 Gejala Klinis berdasarkan penyebab :

1. Atonia Uteri

 Gejala yang selalu ada : Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).

 Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok (tekanan darah rendah,


denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-
lain.
9
2. Robekan Jalan Lahir

 Gejala yang selalu ada : Perdarahan Segera, Darah Segar Mengalir


Segera Setelah Bayi Lahir, Kontraksi Uterus Baik, Plasenta Baik.

 Gejala yang kadang-kadang timbul : Pucat, Lemah, Menggigil.

3. Retensio Plasenta

 Gejala yang selalu ada: Plasenta belum lahir setelah 30 menit,


perdarahan segera, kontraksi uterus baik.

 Gejala yang kadang-kadang timbul: Tali pusat putus akibat traksi


berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

 Gejala yang selalu ada : Plasenta atau sebagian selaput (mengandung


pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.

 Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi


tinggi fundus tidak berkurang.

5. Inversio Uterus

 Gejala yang selalu ada: Uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat.

 Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.

E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Umum

a) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal

10
b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

c) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

d) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila


dihadapkan dengan masalah dan komplikasi

e) Atasi syok jika terjadi syok

f) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan


pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam
500 cc NS / RL dengan tetesan 40 tetes / menit)

g) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan


robekan jalan lahir

h) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.

i) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk

j) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan


lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

2. Penatalaksanaan Khusus

1) Atonia Uteri

a) Kenali dan tegakan kerja atonia uteri

b) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,


lakukan pengurutan uterus

c) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir

d) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :

 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui


dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus

11
dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata
rujukan.

 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara


telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam
vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.

 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan


ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak
lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau
mengurangi, denyut arteri femoralis.

2) Retensio Plasenta Dengan Separasi Parsial

a) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan


tindakan yang akan diambil

b) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila


ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat

c) Pasang infus oksitosin 20 unit / 500 cc NS atau RL dengan tetesan


40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per
rektal

d) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual


plasenta secara hati-hati dan halus

e) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia

f) Lakukan transfusi darah bila diperlukan

g) Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gr IV / oral +


metronidazole 1 g supp / oral).

3) Plasenta Inkaserata

a) Tentukan diagnosis kerja

12
b) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi uterus yang mungkin timbul

c) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk


melahirkan plasenta

d) Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta


tampak jelas

e) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum

f) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak
jelas

g) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi


berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten
untuk memegang klem tersebut

h) Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral

i) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah


jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

4) Ruptur Uteri

a) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit


dan siapkan laparatomi

b) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas


pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan

c) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan


memungkinkan, lakukan operasi uterus

13
d) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi

e) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen

f) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

5) Sisa Plasenta

a) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta


setelah dilahirkan

b) Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis

c) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan


bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret

d) Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600 mg/hari


selama 10 hari.

6) Ruptur Peritonium dan Robekan Dinding Vagina

a) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan


sumber perdarahan

b) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptikv

c) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan


benang yang dapat diserap

d) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal

e) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis


demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :

 Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga


ujung robekan

14
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0
( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani
dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0

 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa


dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.

 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa


dan sub kutikuler

 Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan


antibiotika untuk terapi.

7) Robekan Serviks

a) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh
kepala bayi

b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi


perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan porsio

c) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit

d) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus


uteri dan perdarahan paska tindakan

e) Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-


tanda infeksi

f) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb


dibawah 8 gr% berikan transfusi darah.

15
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

16
A. PENGKAJIAN
1) Identitas Klien

Data diri klien meliputi : Nama, Umur, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat,


Medical Record Dan Lain – Lain.

2) Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,


hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah
banyak (> 500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan
mual.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita


hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.

4) Riwayat Obstetri

 Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,


banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT.

 Riwayat Perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa,


Usia mulai hamil

 Riwayat Hamil, Persalinan dan Nifas yang lalu:

· Riwayat Hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah


ada abortus, retensi plasenta
17
· Riwayat Persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir

· Riwayat Nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada


pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi.

 Riwayat Kehamilan Sekarang

- Hamil muda, keluhan selama hamil muda

- Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,


tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan
darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.

5) Riwayat Antenatal Care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa


kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.

6) Pola Aktifitas Sehari-Hari

 Makan dan Minum, meliputi: Komposisi makanan, frekuensi, baik


sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum
pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –
buahan.

 Eliminasi, meliputi: Pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi


adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post
partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995)

 Istirahat atau Tidur, meliputi: Gangguan pola tidur karena perubahan


peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

18
 Personal Hygiene, meliputi: Pola atau frekuensi mandi, menggosok
gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan
mengganti balutan atau duk.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

 Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan


jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat
hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%.
Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. Saat hamil 5.000-15.000)

 Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

 Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

 Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split


fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID

 Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian

4. Resiko infeksi b/d perdarahan

5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

D. INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam.

19
Tujuan: Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume
cairan.

Rencana Tindakan:

1) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya


tetap terlentang

R : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan


memungkinkan darah keotak dan organ lain.

2) Monitor tanda vital

R : Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat.

3) Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

R : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal.

4) Evaluasi kandung kencing

R : Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus.

5) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya


diletakan diatas simpisis.

R : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu


pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri.

6) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum

R : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan


terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada
serviks / perineum atau terdapat hematom. Bila tekanan darah semakin
turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.

7) Berikan infus atau cairan intravena

R : Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravascular.

20
8) Berikan uterotonika (bila perdarahan karena atonia uteri)

R : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol


perdarahan.

9) Berikan antibiotik

R : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena


perdarahan.

10) Berikan transfusi whole blood (bila perlu)

R : Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana Keperawatan :

1) Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R : Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda


vital.

2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di


jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin.

3) Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

R : Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana


diperlukan dalam produksi ASI

4) Tindakan Kolaborasi :

 Monitor kadar gas darah dan PH (perubahan kadar gas darah dan
PH merupakan tanda hipoksia jaringan)

21
 Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan).

3. Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau


ancaman kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan


mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana Tindakan :

1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

R : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya.

2) Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

R : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon


fisiologis.

3) Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

R : Memberikan dukungan emosi.

4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

R : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang


tidak diketahui.

5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

R : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas.

6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

R : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme


koping yang tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi (Lokea tidak berbau dan TV dalam batas
normal)

22
Rencana Tindakan :

1) Catat perubahan tanda vital

R : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya


infeksi.

2) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus


yang lembek, dan nyeri panggul

R : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,


shock yang tidak terdeteksi.

3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

R : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea


yang berkepanjangan.

4) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi


saluran nafas, mastitis dan saluran kencing

R : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan.

5) Berikan perawatan perineal, dan pertahankan agar pembalut jangan


sampai terlalu basah

R : Pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat


menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.

6) Tindakan Kolaborasi:

 Berikan zat besi (Anemi memperberat keadaan)

 Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk


keadaan infeksi).

5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-


tanda dalam batas normal.
23
Rencana Tindakan :

1) Anjurkan pasien untuk banyak minum

R : Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume


intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan.

2) Observasi tanda-tandavital tiap 4 jam

R : Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya


dehidrasi secara dini.

3) Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.

R : Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak


ditangani secara baik.

4) Observasi intake cairan dan output

R : Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran


cairan yang berlebihan.

5) Tindakan Kolaborasi:

 Pemberian cairan infus / transfusi

R : Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular


yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat
mencegah terjadinya shock.

 Pemberian koagulantia dan uterotonika

R : Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan


uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol
perdarahan.

E. EVALUASI
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

- Tanda vital dalam batas normal :


24
 Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

 Denyut nadi : 70-80 x/menit

 Pernafasan : 20 – 24 x/menit

 Suhu : 36 – 37 oC

- Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl

- Gas darah dalam batas normal

- Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang


komplikasi dan pengobatan yang dilakukan

- Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan


perasaan psikologis dan emosinya

- Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari

- Klien tidak merasa nyeri

- Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.

25
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia,


Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK.
UNAIR, Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.

26

Anda mungkin juga menyukai