Anda di halaman 1dari 12

I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka


bakar di Indonesia adalah 2,2 %. Menurut Tim Pusbankes118 Persi DIY (2012)
angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta
berkisar 37%-39% pertahun sedangkan diRSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-
rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Penanganan luka
bakar yang cepat dan tepat, tidak akan menimbulkan dampak yang berbahaya
bagi tubuh. Akan tetapi, jika luka bakar tidak ditangani sesegera mungkin,
maka akan menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi, syok, dan
ketidakseimbangan elektrolit (

imbalance electrolit

). Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar juga dapat


menyebabkan

distress emotional

(trauma) dan psikologis yang berat karena cacat akibat luka bakar dan
bekas luka (

scar

). Luka bakar dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa derajat


berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak. Luka bakar dapat merusak
jaringan otot, tulang, pembuluh darah, dan jaringan epidermal yang
mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir
system persarafan (Brunner & Suddart, 2001). Setelah terjadi luka, jaringan
tubuh akan memulai proses penyembuhan luka. Secara histologi, proses
penyembuhan luka menyebabkan beberapa perubahan pada vaskularisasi, epitel,
serat kolagen, sel-sel fagosit, dan melibatkan peran fibroblas. Sel epitel
kulit berbentuk polyhedral tak teratur yang menggepeng ke arah permukaan,
dan pada lapisan superfisial berupa sel gepeng. Proses penyembuhan luka,
epitel sel basal di tepian luka akan terlepas dari dasarnya dan berpindah

1
menutupi dasar luka, lalu tempatnya diisi oleh hasil mitosis sel epitel
lainnya (Bloom & Fawcett, 2002). Fibroblas dan epitel memiliki peranan
besar dalam penyembuhan luka. Proses reepitelisasi adalah proses yang
pertama kali tercetus untuk menutupi jaringan luka sehingga mencegah
infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan penatalaksanaan luka fase2

awal yang meliputi kehilangan atau kerusakan epitel maupun jaringan yang
menjadi struktur di bawahnya (Moenajat, 2003). Fibroblas mencetuskan
terbentuknya kolagen yang memperkuat jaringan luka (Kumar

et al

, 2005). Fibroblas berproliferasi dan lebih aktif mensintesis komponen


ekstrasel jaringan ikat sebagai respon terhadap cedera. Pada sediaan
histologi, fibroblas mengandung banyak granulbersitoplasma kecil yang
diduga menjadi prekursor kolagen (Bloom &Fawcet, 2002). Saat ini selain
banyak dilakukan penelitian tentang obat-obatan yang dapat mempercepat
penyembuhan luka, banyak pula dilakukan penelitian tentang proses
peyembuhan luka itu sendiri. Mereka mempelajari bagaimana meminimalkan
suatu jaringan parut dan membuat jaringan baru yang sama struktur dan
ketahananya dengan jaringan normal (Huttenlocher & Horwitz, 2007). Obat-
obatan yang berkhasiat untuk menangani luka yang telah banyak dikenal
selama ini, seperti

Silver sulfadiazine

Bacitracin

dan

Mafenide acetate

adalah agen anti mikrobial.

Hydrocolloids

dan

Hydrogel

2
dipakai luas sebagai

Absortive dressings

juga terbukti mempercepat proses penyembuhan luka (Singer & Dagum,


2008). Moenadjat

et al

(2008) menjelaskan fokus pada manajemen luka, setidaknya dua puluh tahun
terakhir, sediaan yang mengandung silver telah dikenal memiliki
karakteristik antimikroba yang unggul berhasil menurunkan insiden sepsis
luka bakar. Hal ini terkait dengan kemampuan silver dalam membunuh mikroba
cukup tinggi. Oleh karena itu, penerapan

silver sulfadiazine

menjadi terapi standar dalam pengobatan luka bakar. Agen antimikroba


topikal yang mengandung silver misalnya silversulfadiazine memiliki efek
antimikroba yang sangat luas terutama pada penanganan luka bakar derajat
dua dalam dan derajat tiga. Akan tetapi, penggunaan antimikroba ini (

silver sulfadiazine

) memiliki efek toksik seluler dan menghambat reepitelisasi sehingga


dapat menghambat penyembuhan, menyebabkan reaksi alergi, dan leukopenia
(Singer &Dagum, 2008). Shinta (2011) menjelaskan antimikroba yang
mengandung silver yaitu dalam sediaan silver sulfadiazine memiliki efek
dalam menghambat proliferasi fibroblas dan keratinosit.3

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah: 1.

Bagaimana konsep dasar penyakit pada pasien dengan luka bakar? 2.

3
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1.

Memahami konsep dasar penyakit pada pasien dengan luka bakar. 2.

Memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar.

1.4 Manfaat

Manfaat yang bisa kita dapat sebagai mahasiswa dalam makalah ini, yaitu:
1.

Bisa memahami konsep dasar penyakit pada pasien dengan luka bakar. 2.

Bisa memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar.

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1

KONSEP DASAR PENYAKIT 2.1.1

Pengertian

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan

4
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan
koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan
dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan
sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan
dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003). Luka bakar adalah
sejenis cedera pada daging atau kulit yang disebabkan oleh panas, listrik,
zat kimia, gesekan, atau radiasi. Luka bakar yang hanya mempengaruhi kulit
bagian luar dikenal sebagai luka bakar superfisial atau derajat I. Bila
cedera menembus beberapa lapisan di bawahnya, hal ini disebut luka bakar
sebagian lapisan kulit atau derajat II. Pada Luka bakar yang mengenai
seluruh lapisan kulit atau derajat III, cedera meluas ke seluruh lapisan
kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV melibatkan cedera ke jaringan yang
lebih dalam, seperti otot atau tulang. (Wikipedia) Luka bakar merupakan
perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya (Donna, 1991). Luka
bakar ialah perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar dengan
zat-zat termal, chemical, elektrik atau radiasi yang menyebabkan luka bakar

(Luckman and Sorensen’s, 1993).5

2.1.2

Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh.
Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar.
Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan
sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar,
sumber panas: api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia,
radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain:a bakar antara
lain: 1.

5
Keluasan luka bakar 2.

Kedalaman luka bakar 3.

Umur pasien 4.

Agen penyebab 5.

Fraktur atau luka

luka lain yang menyertai 6.

Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll


7.

Obesitas 8.

Adanya trauma inhalasi

2.1.3

Patofisiologi

Pada suhu lebih tinggi dari 44 °C (111 °F), protein mulai kehilangan
bentuk tiga dimensinya dan mulai terurai. Keadaan ini menyebabkan kerusakan

6
pada sel dan jaringan. Kebanyakan efek kesehatan langsung dari luka bakar
adalah gangguan sekunder terhadap fungsi kulit yang normal. Efek-efek ini
meliputi gangguan sensasi kulit, kemampuan untuk mencegah keluarnya air
melalui evaporasi, dan kemampuan untuk mengontrol suhu tubuh. Gangguan pada
membran sel menyebabkan sel kehilangan kalium yang keluar dari sel dan
mengisi ruang di luar sel sehingga sel tersebut mengikat air dan natrium.6

Pada luka bakar yang luas (lebih dari 30% dari total area permukaan
tubuh), akan terdapat suatu respon peradangan yang signifikan. Keadaan ini
menyebabkan meningkatnya kebocoran cairan dari pembuluh kapiler, dan
kemudian menyebabkan pembengkakan jaringan edema. Hal ini selanjutnya
menyebabkan hilangnya volume darah secara keseluruhan, dan kehilangan
plasma yang signifikan dari darah yang tersisa, sehingga menyebabkan darah
menjadi lebih kental. Terhambatnya aliran darah ke organ seperti misalnya
ginjal dan saluran cerna dapat mengakibatkan gagal ginjal dan tukak
lambung. Meningkatnya kadar katekolamin dan kortisol dapat menyebabkan
keadaan hipermetabolik yang dapat berlangsung bertahun-tahun. Keadaan ini
berhubungan dengan meningkatnya curah jantung, metabolisme, denyut jantung
cepat, dan buruknya fungsi imun.2.1.4

2.

Klasifikasi luka bakar berdasarkan luasnya Wallace membagi tubuh atas


bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama

rule of nine

atau

rule of wallace

yaitu: 1. Kepala dan leher : 9% 2. Lengan masing-masing 9% : 18% 3. Badan


depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4. Tungkai maisng-masing 18% : 36% 5.
Genetalia/perineum

7
: 1% 3.

Klasifikasi luka bakar berdasarkan berat ringannya Untuk mengkaji beratnya


luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : a.

Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. b.

Kedalaman luka bakar. c.

Anatomi lokasi luka bakar. d.

Umur klien. e.

Riwayat pengobatan yang lalu. f.

Trauma yang menyertai atau bersamaan.

a)

American Burn Association membagi dalam :

1)

Yang termasuk luka bakar ringan (minor) : -

8
Tingkat II: kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau
kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak. -

Tingkat III: kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi. 2)

Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) : -

Tingkat II: 15%

25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10%

20% Total Body Surface Area pada anak-anak. -

Tingkat III: kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi.10

3)

Yang termasuk luka bakar kritis (mayor): ·

Tingkat II: 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau
lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak. ·

9
Tingkat III: 10% atau lebih. ·

Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum.
·

Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan. ·

Luka bakar sengatan listrik (elektrik). ·

Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh
seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan
sebelumnya.

b)

American college of surgeon membagi dalam:

1)

Parah

critical:

Tingkat II: 30% atau lebih. -

10
Tingkat III: 10% atau lebih. -

Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. -

Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang


luas. 2)

Sedang

moderate:

Tingkat II: 15

30% -

Tingkat III: 1

10% 3)

Ringan

minor:

11
-

Tingkat II: kurang 15% -

Tingkat III: kurang 1%

12

Anda mungkin juga menyukai