terhadap Jumlah Sel Fibroblas pada Penyembuhan Luka Sayat Studi Eksperimental pada Kulit Tikus
Latar Belakang
Terputusnya jaringan epithelium dan terbukanya jaringan ikat
dibawahnya disebut Luka. Luka bisa diakibatkan karena kecelakaan, trauma dan pasca pembedahan (Bakar, A., 2012). Luka dapat digambarkan menurut bagaimana terjadinya luka, struktur anatomis, waktu penyembuhan luka dan sifat-sifat luka (Kartika, R.W. et al., 2015). Penyembuhan luka adalah suatu mekanisme memperbaiki kerusakan dan mengembalikan fungsi jaringan ikat yang sehat (Harper, D., Young, A. & McNaught, C.E., 2014). Mekanisme penyembuhan luka memliki beberapa fase yaitu fase hemostatis, fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling. Fase hemostatis yaitu fase awal luka terjadi, fase inflamasi berlangsung pada hari pertama sampai hari ke 4 yang ditandai dengan rasa panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), sakit (dolor), dan kehilangan fungsinya (functio laesa) (Bakar, A., 2012). Fase proliferasi terjadi pada hari ke 4 sampai hari ke 14 pada fase proliferasi fibroblas teransang untuk pertumbuhan pembuluh darah baru dan jaringan granulasi mengisi dasar luka yang mulai berkontraksi. Pada fase ini, epitelisasi bermigrasi dari tepi luka dan daerah sekitar folikel serta kelenjar sebaseous sampai akhirnya luka menutup (Tariq, A. et al., 2014). Fase ini dimulai pada hari ke 21 yang berlangsung hingga beberapa bulan sampai dalam hitungan tahun. Pada fase ini luka mulai mengering, jaringan parut tampak besar sampai fibril kolagen tersusun ke dalam posisi yang lebih padat (Harper, D., Young, A. & McNaught, C.E., 2014). Obat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan luka adalah Oxoferin. Obat jenis inflamasi ini diberikan dengan cara ditetes pada area luka, yang biasa digunakan untuk menyembuhkan luka, namun oxoferin memiliki harga yang cukup mahal dan sulit ditemukan sehingga dibutuhkan obat untuk menyembuhkan luka yang lebih terjangkau dan mudah untuk ditemui (Zenker, W., Thiede, A., Dommes, M., Ulman, U., 1986). Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kenanekaragaman hayati terbesar di dunia, dengan julukan mega diversity. Keanekaragaman hayati ini dapat dilihat dalam berbagai macam penyakit (Kotijah, 2009), salah satunya adalah penggunaan lendir bekicot (Achatina fulica) pada luka eksterna. Lendir bekicot (Achantina fulica) mempunyai kandungan glikosaminoglikan yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Kim et al., 1996) Jatropha adalah tanaman dari famili Euphorbiaceae. Tanaman ini memiliki arti penyembuh atau tanaman obat yang merupakan tanaman yang terjangkau dan mudah ditemui. Jatropha memiliki beberapa jenis spesies yaitu Jatropha curcas, Jatropha gossypifolia, Jatropha integerima, dan Jatropha mulfitida. Salah satu Jatropha yang sering dijumpai di Indonesia adalah Jatropha curcaslinn. Getah jarak pagar mempunyai banyak kandungan fitokimia yaitu flavonoid, saponin, tannin, alkaloid dan protease curcain yang lebih banyak dan memiliki sifat antiinflamasi, antibakteri, antifungi, antikanker, antiseptik, dan antinyeri. Getah jarak pagar memiliki mekanisme antiinflamasi, aktivitas antikoagulan dan aktivitas desinfektan dan antiparasit yang mana semua aktivitas tersebut dapat membantu mempercepat penyembuhan luka. Pada penelitian ini menggunakan tikus sebagai hewan percobaan, jenis tikus yang biasa digunakan untuk penelitian yaitu dari famili Muridae dengan spesies Rattus norvegicuss. Tikus dapat mengalami stress, stress pada hewan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengakibatkan meningkatnya suhu dan terganggunya fisiologis normal tubuh hewan yang dapat berasal dari luar ataupun dari dalam tubuh.