Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bumi sebagai tempat tinggal bagi kehidupan berbagai makhluk hidup, memiliki sumber daya
alam yang dapat digunakan untuk mendukung kehidupan makhluk hidup tersebut. Disadari atau tanpa
kita sadari, banyak sekali barang-barang yang kita gunakan dalam kehidupan sehari- hari berasal dari
sumber daya alam yang ada di sekitar kita. Mulai dari peralatan rumah tangga, bahan bangunan, bahan-
bahan pertanian, hingga bahan obat-obatan banyak yang berasal dari bahan-bahan di sekitar
kita. Bahan-bahan alam tersebut ada yang langsung bisa dimanfaatkan oleh manusia. Namun ada juga
yang harus diolah terlebih dahulu baru bisa kita manfaatkan.

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati,
sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Sebagai modal dasar pembangunan sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya


tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus
dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya
untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk
memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan akan membawa
dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak negatif yang
ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat polusi industri dan
pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah
dengan menerapkan program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Dalam memanfaatkan sumber daya alam, manusia perlu berdasar pada prinsip ekoefisiensi.
Artinya tidak merusak ekosistem, pengambilan secara efisien dalam memikirkan kelanjutan SDM.
Pembangunan yang berkelanjutan bertujuan pada terwujudnya keberadaan sumber daya alam untuk
mendukung kesejahteraan manusia. Maka prioritas utama pengelolaan adalah upaya pelestarian
lingkungan, supaya dapat mendukung kehidupan makhluk hidup. Bila sumber daya alam rusak atau
musnah kehidupan bisa terganggu.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka pemakalah dapat mengambil rumusan masalah yang akan dibatasi
dan dibahas menurut pembagian di bawah ini :

1. Apa dampak terhadap penyalahgunaan sumber daya alam ?


2. Apa sajakah klasifikasi sumber daya alam menurut bentuk, sifat dan potensinya ?
3. Apa sajakah manfaat sumber daya alam bagi kehidupan manusia ?
4. Bagaimana cara yang dapat dilakukan dalam mengelola sumber daya alam ?

C. TUJUAN
Tujuan dari makalah yang kami buat adalah :
1. Untuk mengetahui Sumber Daya Alam
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Sumber Daya Alam dan berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan Sumber Daya Alam
3. Untuk mengetahui penerapan srategi untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan
sumber daya alam.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Untuk menambah pengetahuan penyusun mengenai sumber daya alam, permasalahannya dan cara
penyelesaiannya.
2. Untuk mengetahui pengetahuan pembaca mengenai permasalahan yang ada di Indonesia dan
bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut.
3. Untuk dijadikan referensi pembaca mengenai permasalahan sumber daya alam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUMBER DAYA ALAM


Terdapat banyak definisi mengenai Sumber Daya Alam, diantaranya sebagai berikut:

1. UU No 32 tahun 2009

Sumber daya alam diartikan sebagai unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan
non hayati yang secara keseluruhan membentuk kessatuan ekosistem.

Pengertian sumber daya alam ini diperjelas dalam pasal 6 bagian satu, UU Nomor 32 Tahun 2009
tentang Inventarisasi Lingkungan Hidup yang menjelaskan, Inventarisasi lingkungan hidup
dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:

a. Potensi dan ketersediaan


b. Jenis yang dimanfaatkan
c. Bentuk penguasaan
d. Pengetahuan pengelolaan
e. Bentuk kerusakan, dan
f. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan

2. Abdullah (2007: 3)

Sumber daya alam adalah semua kekayaan berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di
bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

Berdasarkan dari teori-teori diatas, penyusun menyimpulkan bahwa sumber daya alam adalah
seluruh unsur kehidupan yang berada di bumi berupa benda mati yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia.

Sumber : http://eprints.uny.ac.id/8631/3/BAB%202%20-%2008401241011.pdf

B. KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM


Dalam melaksanakan pembangunan nasional, sumberdaya alam Indonesia harus digunakan
secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan
hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi yang akan datang. Kebijaksanaan yang seksama dalam mengelola sumberdaya alam
diperlukan baik terhadap sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui maupun terhadap sumberdaya
alam yang dapat diperbaharui.
1. Jenis-jenis Sumber Daya Alam

A. Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbarui

Sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali
keberadaannya oleh manusia. Artinya walaupun sumber daya alam tersebut dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia dapat mengusahakan kembali sumber daya tersebut,
sehingga tidak khawatir habis, karena manusia bisa memperbarui sumber daya alam tersebut.

Pemanfaatan sumber daya alam jenis ini, walaupun dapat diperbarui, tidak berarti kita bisa
memanfaatkannya dengan sesuka hatinya, kita tetap harus hemat dan menjaga kelestariannya agar tidak
rusak dan cepat habis. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sesuai dengan
kebutuhan kita (manusia). Selain itu juga bisa dilakukan dengan memelihara jenis tanaman atau hewan
tertentu yang jumlahnya semakin sedikit. Sebagaimana diketahui pada saat ini banyak diketemukan
adanya jenis-jenis tertentu dari hewan dan tumbuhan yang sudah menjadi langka dan sulit untuk
dijumpai.

Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati
dan sumber daya alam non-hayati. Sumber daya alam hayati berasal dari makluk hidup, sedangkan
sumber daya alam non-hayati bukan berasal dari makluk hidup.

1. Sumber Daya Alam Hayati

Sumber daya alam hayati adalah sumber daya alam yang ada di permukaan bumi dan hidup, antara
lain hewan dan tumbuhan. Ciri utama dari sumber daya alam hayati adalah tumbuh, bergerak,
berkembang biak, bernafas, dan membutuhkan makanan. Apakah kalian pernah mengetahui tumbuhan
atau bunga Kantong Semar? Ini adalah salah satu jenis tumbuhan yang bisa memakan serangga yang
hinggap di kelopak bunga. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang permukaan tanahnya
kaya akan sumber daya alam hayati (hewan dan tumbuhan) terbesar, sehingga disebut dengan paru-paru
dunia.

a. Hewan

Hewan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati, dan termasuk dalam kategori dapat
diperbarui. Apakah kalian pernah menonton film Jurasic Park? Film ini bercerita tentang hasil akal
pemikiran manusia dalam upaya untuk memperbarui sumber daya alam hayati yang telah punah
beberapa tahun yang lalu. Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hewan liar dan hewan
peliharaan. Namun demikian kadang ada orang yang mengelompokkan hewan ke dalam beberapa
kelompok sesuai dengan kepentingannya, seperti hewan buas dan hewan jinak dan sebagainya.

Hewan liar adalah hewan yang hidup secara liar di alam semesta secara bebas, mereka tumbuh,
bergerak, mencari makan dan berkembang biak sendiri tanpa bantuan manusia secara langsung.
Sebaliknya hewan peliharaan adalah hewan yang hidup secara dalam lingkungan tertentu, tidak bebas,
mereka tumbuh, bergerak, mencari makan dan berkembang biak dengan bantuan manusia secara
langsung maupun tidak langsung.

Hewan peliharaan dipelihara oleh manusia. Manusia memelihara hewan untuk berbagai macam
kepentingan, mulai dari hobi atau kesenangan, mencari keuntungan (sebagai salah bentuk kegiatan
ekonomi), dan melindungi agar tidak punah. Hewan peliharaan yang dipelihara manusia sebagai
kegiatan ekonomi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara diperjual belikan dikenal
dengan hewan ternak.

Jenis hewan yang biasa diternakkan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hewan besar,
hewan sedang dan unggas. Hewan besar meliputi, sapi, kerbau, kuda, gajah, dan buaya. Sedangkan yang
termasuk dalam hewan sedang antara lain kambing, domba, kelinci, babi, kemudian yang termasuk
unggas antara lain ayam, itik, bebek, burung puyuh.

Selain hewan-hewan tersebut, pada saat ini manusia juga beternak berbagai macam hewan khusus,
seperti berbagai macam jenis ikan, berbagai macam jenis burung, cacing hingga jangkrik. Bahkan ada
juga manusia yang beternak ular dan buaya. Indonesia dikenal sebagai negara yang jenis hewan, bahkan
di setiap wilayah dikenal adanya hewan-hewan khas sehingga menjadi cirri khas dari wilayah tersebut,
misalnya pulau sumatera terkenal dengan harimau sumateranya, Jawa bagian barat terkenal dengan
badaknya, sedangkan Jawa bagian timur terkenal dengan bantengnya, Kalimantan dikenal dengan orang
utannya, Sulawesi dengan Anoa, Papua dengan burung kasuari dan Nusa Tenggara dengan Komodonya.
Berbagai macam jenis hewan yang ada di Indonesia tersebut merupakan kekayaan yang tidak ternilai
hargainya. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan dan dilindungi agar tidak punah.
Berbagai upaya yang telah dan terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang dibantu oleh masyarakat
dan lembaga swadaya masyarakat untuk memelihara, melindungi dan mengembangbiakan berbagai
macam jenis hewan tertentu. Bahkan diwujudkan dalam bentuk aturan perundang-undangan, sehingga
manusia tidak bisa secara gegabah membunuh hewan-hewan tersebut.

b. Tumbuhan

Tumbuhan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati, dan termasuk dalam kategori dapat
diperbarui. Apakah kalian pernah melihat pameran bunga? Pernah melihat pohon beringin yang ditanam
dalam vas bunga? Apakah kalian pernah makan semangka tanpa biji? Pernahkan kalian berpikir kalau
semangka tanpa biji, lantas menanamnya pakai apa? Itu semua adalah produk dari akal pemikiran
manusia dalam upaya untuk memperbarui dan mengembangbiakan sumber daya alam hayati
(tumbuhan). Tumbuhan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Tumbuhan merupakan sumber makanan manusia, sehingga dapat dikatakan karena
tumbuhanlahmanusia bisa hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu tidaklah salah kalau dikatakan
bahwa tanpa tumbuhan manusia tidak dapat hidup. Coba kalian perhatikan, jenis tumbuhan apa saja
yang kita konsumsi setiap hari? Sumber daya alam hayati tumbuhan dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar, yaitu hutan, lahan pertanian dan perkebunan.

a) Sumber Daya Alam Hutan

Hutan adalah sebuah areal atau wilayah yang luas atau sangat luas, biasanya terletak di lereng
sebuah pegunungan (dataran tinggi) yang mempunyai ciri khas banyak ditumbuhi berbagai macam
pohon atau salah satu jenis pohon tertentu yang sangat padat. Sumber daya hutan menghasilkan banyak
barang untuk kepentingan kesejahteraan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung keberadaan hutan membantu manusia untuk mendapatkan udara sejuk, bersih, segar dan
sehat serta berguna sebagai sumber air, peresapan air bersih dan sehat. Bilamana tidak ada hutan maka
kedua hal tersebut tidak mungkin dengan mudah kita dapatkan.

Secara tidak langsung hutan juga memberi manfaat sebagai tempat tinggal berbagai macam hewan.
Mulai dari hewan yang hidup di udara, pepohonan, di atas tanah maupun di dawah permukaan tanah.
Secara langsung hutan menghasilkan berbagai macam jenis kayu, rotan, bunga, tanaman obat-obatan,
dan damar. Ketiga barang ini sangat berguna bagi manusia untuk membangun tempat tinggal, berbagai
macam perabotan, dan peralatan manusia. Bahkan pada saat ini berbagai macam kayu hasil hutan
tersebut telah memberi pendapatan yang sangat besar bagi Negara. Hutan juga memberi manfaat bagi
manusia dalam menyediakan berbagai macam tumbuhan yang bisa diolah sedemikian rupa menjadi
berbagai macam obat-obatan untuk kesehatan manusia. Sebagaimana diketahui pada masyarakat yang
tinggal di pinggir hutan, pola pengobatan banyak tergantung pada tanam-tanaman yang tumbuh di
hutan. Selain menghasilkan berbagai macam kayu, tanaman obatobatan, hutan juga menghasilkan
berbagai macam bunga yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada saat ini banyak ditemukan berbagai
macam spesies bunga yang berasal dari hutan di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa hutan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi
manusia, oleh karena itu hutan harus dipelihara dan dikelaola sebaik-baiknya agar bisa memberi manfaat
bagi manusia. Karena, bilamana hutan tidak dikelola dan dipelihara dengan baik oleh manusia, maka
hutan bisa menghadirkan bencana bagi kehidupan manusia. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam
pengelolaan dan pemeliharaan hutan diwujudkan melalui berbagai macam peraturan yang isinya tentang
persyaratan yang harus dipenuhi olehmanusia untuk menebang pohon di hutan, walaupun itu hanya
untuk kepentingan bahan baker (kayu bakar). Pemberian ijin atau hak kepada perusahaan tertentu untuk
mengelola hutan (HPH) adalah salah wujud kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengelola dan
memelihara hutan agar tidak terjadi perusakan dalam memanfaatkan hasil hutan.
b) Sumber Daya Alam Hasil Pertanian

Pertanian adalah sebuah areal atau wilayah yang luas, yang dengan sengaja ditanami oleh manusia
dengan tumbuhan tertentu, biasanya sejenis, dengan tujuan untuk diperdagangkan dan serta untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam pertanian biasanya terletak di daerah dataran
rendah, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang mengusahakan lahan pertanian di dataran
tinggi. Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan pertanian antara lain: padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran,
tomat, lombok, bunga, dan sebagainya. Tumbuhan tersebut sengaja ditanam dan dikelola dengan baik
untuk mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya. Hasil panen sebagian dijual, sebagian
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat dalam bidang pertanian, tanaman
pertanian tidak lagi asal ditanam, tetapi dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang
baik dan lancer, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan pengobatan. Hal ini dilakukan
untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan jumlahnya banyak. Indonesia dikenal
sebagai negara agraris, artinya sebagian besar wilayah Indonesia dipergunakan untuk lahan pertanian,
atau sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian. Oleh karena itu jangan heran kalau
kalian melakukan perjalanan dengan naik kereta api, pasti akan melewati lahan pertanian yang luasnya
seperti tiada batas.

c) Sumber Daya Alam Hasil Perkebunan

Perkebunan adalah sebuah areal atau wilayah yang dengan sengaja ditanami oleh manusia dengan
tumbuhan tertentu, biasanya tanaman sejenis, dibudidayakan dengan tujuan untuk diperdagangkan serta
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam perkebunan biasanya terletak di daerah
antara dataran rendah dan dataran tinggi. Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan perkebunan antara lain:
cokelat, kelapa sawit, teh, apel, tembakau, kapas, cengkeh, tebu, bunga, dan sebagainya. Tumbuhan
tersebut sengaja ditanam dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya.
Hasil panen sebagian dijual, sebagian dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada
saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat dalam bidang perkebunan, tanaman perkebunan
tidak lagi asal ditanam, tetapi dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang baik dan
lancar, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan pengobatan. Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan produk perkebunan yang berkualitas dan jumlahnya banyak.

d) Perikanan

Perikanan adalah semua kegiatan yang di/terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada
untuk kepentingan penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti
olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga memperoleh ikan untuk
tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak ikan.

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau
membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi
pelaku usaha (komersial/bisnis).

Untuk memenuhi kebutuhan akan ikan dengan melakukan budidaya dan juga ada yang dengan cara
melakukan penangkapan. Saat ini produksi ikan di Indonesia masih didominasi dari sektor penangkapan
yang mencapai 70 % dari total produksi perikanan di Indonesia.

Untuk melihat seberapa besar kemampuan produksi ikan di Indonesia, berdasarkan data dari
berbagai sumber antara lain Biro Pusat Statistik dan Departemen Kelautan dan Perikanan. Dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Ikan di Indonesia Tahun 2004-2007

Tahun 2004 2005 2006 2007


Prod Budidaya (Ton) 1,468,610 2,163,674 2,682,596 3,988,800
Prod Penangkapan 4,651,121 4,705,868 4,769,160 4,940,000
(Ton)
Total Produki (Ton) 6,119,731 6,869,542 7,451,756 8,028,800

2. Sumber Daya Alam Non-Hayati


Sumber daya alam non-hayati adalah sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi dan di
bawah permukaan bumi tetapi tidak hidup, antara lain tanah, udara dan air.

a. Tanah

Tanah adalah lapisan bumi bagian atas yang terbentuk dari pelapukan batuan dan bahan organik
yang hancur oleh proses alamiah. Bahan organik merupakan bahan sisa makluk hidup yang telah mati.
Tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui, karena tanah terbentuk dari bahan-bahan sisa
makluk hidup yang telah mati, seperti dahan, daun, ranting, kotoran, pohon, hewan juga manusia yang
diurai oleh hewan-hewan kecil seperti rayap menjadi tanah. Tanah dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, namun untuk kesempatan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanah yang subur dan
tanah yang tidak subur. Tanah yang subur banyak dicari oleh manusia, karena bisa dimanfaatkan oleh
manusia untuk berbagai macam keperluan, sebaliknya tanah yang tidak subur tidak bisa dimanfaatkan
oleh manusia untuk berbagai macam keperluan.

Tanah memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia, tanah dimanfaatkan oleh
manusia selain sebagai lokasi tempat tinggal, juga untuk menanam berbagai macam tumbuhan yang
berguna bagi manusia. Berbagai macam jenis tumbuhan yang ada di hutan, pertanian, perkebunan
membutuhkan tanah yang subur, bilamana tanahnya tidak subur, maka tidak ada hutan, tidak ada lahan
pertanian dan juga tidak ada lahan perkebunan. Kesuburan tanah sangat tergantung kepada pola
pengelolaan dan pemanfaatan tanah oleh manusia. Bilamana manusia dalam memanfaatkan dan
mengelola tanah secara sembarangan, tidak cerdas, dan seenaknya sendiri maka dapat mengakibatkan
tanah tersebut menjadi tidak subur. Hal ini bisa dilihat pada tanah-tanah pertanian dan perkebunan yang
sekarang berubah menjadi padang pasir.

b. Air

Air adalah suatu zat yang terdiri dari zat hidrogen dan oksigen (H2O). Kita semua mengetahui apa
itu air, karena setiap hari kita tidak bisa melepaskan diri dari air, bahkan disarankan dalam satu hari
minimal kita harus minum air sebanyak 1 liter. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat
penting bagi manusia dan makhluk hidup. Air adalah sumber kehidupan, tanpa air manusia dan makluk
lainnya akan mati. Pernahkah kalian mencoba untuk menanam tumbuhan dalam pot? Perhatikan apa
perbedaan antara tanaman dalam pot yang secara rutin disiram dengan air dan yang tidak pernah
disiram?. Demikian halnya dengan manusia, bila tidak pernah disiram air? Oleh karena itu, kita sering
mendengar manusia mengalami musibah karena tidak memiliki air, atau bertengkar karena air. Sumber
daya air berasal sungai, danau dan laut. Namun air yang bersumber dari laut rasanya asin, sehingga tidak
bisa dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan air yang bisa dikonsumsi manusia adalah air tawar yang
biasanya bersumber dari danau dan sungai. Tetapi manusia dengan akal pikirannya sudah bisa
memperoleh air tawar tidak dari sungai dan danau, tetapi dari sumur yang digalinya, baik itu dalam
bentuk tradisional maupun sumur artesis yang mampu menggali tanah hingga kedalaman lebih dari 100
meter di bawah permukaan bumi. Ketersediaan air di suatu wilayah berkaitan dengan pergantian musim,
yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Selain itu juga tergantung kepada kondisi permukaan
tanah. Oleh karena itu sering dijumpai ada wilayah yang sumber airnya sedikit dan ada wilayah yang
sumber airnya melimpah.

Pada saat musim hujan, air hujan sebaiknya bisa diserap oleh tanah, disimpan didalamnya,
kemudian secara perlahan dan kecil mengalir menjadi air tanah yang selanjutnya muncul sebagai
sumber air atau mata air. Sumber air ini, bila bertemu dengan sumber air lainnya mengalir menjadi
sungai dan danau. Kondisi tersebut diatas tidak selalu terjadi, karena adanya permukaan tanah yang
tidak mendukung. Permukaan tanah yang tertutup secara permanen, seperti jalan aspal, gedung, halaman
bersemen, dan sejenisnya tanahnya tidak dapat dapat menyerap air hujan, sehingga air hujan langsung
mengalir ke dalam selokan, got, dan bilamana got buntu atau hujannya deras bisa mengakibatkan banjir.
Hal ini banyak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang sering mengalami banjir
kalau musim hujan. Demikian halnya bila permukaan tanah tidak ada tanamannya, seperti gunung
gundul, padang pasir, dan sejenisnya air hujan juga tidak bisa terserap dalam tanah akibatnya air hujan
langsung mengalir dan terjadilah banjir. Kondisi tersebut mengakibatkan ketersediaan air dalam tanah
menjadi tidak terjaga, apalagi pada musim kemarau.

Air hujan bisa tersimpan dalam tanah, bila permukaan tanah banyak ditumbuhan tanaman atau
pohon-pohonan. Tumbuhan hijau dan akar tanaman membantu permukaan tanah untuk menyerap air
hujan masuk ke dalam tanah, tersimpan di dalam tanah dan menjadi air tanah. Air tanah inilah yang
selanjutnya akan mengairi sumur dan mata air. Dengan demikian ketersediaan air tawar terjaga,
terutama di musim kemarau. Tumbuhan hijau dan akar tanaman selain bisa membantu permukaan tanah
dalam menyerap air, juga membantu permukaan untuk mencegah terjadinya erosi, yaitu pengikisan
tanah oleh air hujan.

c. Udara

Udara termasuk salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui. Caranya melalui kegiatan
fotosintesis pada tumbuhan. Bilamana permukaan tanah banyak ditumbuhi tanaman, maka udara bersih
dan sehat banyak diperoleh di daerah tersebut, demikian halnya sebaliknya. Hal ini dikarenakan
tumbuhan menghasilkan udara bersih.

Permukaan tanah yang gersang, tidak ada tumbuhan, hanya ada gedung-gedung dan pabrik hanya
menghasilkan asap dan debu, maka udara yang ada di wilayah tersebut tidak bersih dan menyehatkan.
Udara dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan, tetapi yang pokok adalah dipergunakan
untuk pernapasan, membantu proses metabolisme tubuh, sehingga bahan makanan bisa diolah menjadi
energi. Selain itu manusia memanfaatkan udara untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai jalur
penerbangan pesawat terbang, saluran komunikasi melalui satelit atau antena, sumber tenaga gerak
seperti dalam perahu layar nelayan atau kincir angin sebagai sumber tenaga listrik yang banyak
dilakukan di Belanda. Selain itu udara juga dimanfaatkan oleh manusia untuk kegiatan rekreasi dan
olahraga, seperti terjun paying, gantole, terbang laying, main laying-layang, main pesawatpesawatan
dari kertas, dan sebagainya.

B. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diperbaharui

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber daya alam yang jika dipakai terus
menerus akan habis dan tidak dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Manusia tidak
bisa membuat atau memperbanyak keberadaan sumber daya alam jenis ini baik secara langsung maupun
tidak langsung. Manusia hanya bisa melakukan daur ulang terhadap sumber dayalam tersebut. Artinya
manusia hanya bisa mengolah kembali bahan yang telah dipakai sehingga bisa dipergunakan atau
dimanfaatkan kembali. Contoh besi, manusia tidak bisa membuat besi, tetapi mengolah kembali besai
yang tidak terpakai menjadi benda yang diperlukan manusia. Contoh jenis sumber daya alam yang tidak
dapat diperbarui adalah berbagai macam barang tambang seperti minyak bumi, gas alam, emas-perak,
dan batu bara dan lain sebagainya. Minyak bumi yang kita ambil dari dalam bumi dan dipergunakan
untuk bahan bakar (kendaraan, penerangan maupun memasak) oleh manusia suatu saat bisahabis, seperti
sekarang ini sudah mulai berkurang. Oleh karena itu harga minyak bumi yang dipergunakan sebagai
bahan bakar semakin hari semakin mahal. Berdasarkan kondisi tersebut, diharapkan manusia
memanfaatkan sumber daya alam jenis ini secara hati-hati, hemat, dan menjaga kelestariannya. Caranya
dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia) dan tidak
berlebih-lebihan.

1. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah sumber daya alam yang dipergunakan manusia sebagai bahan bakar, biasa
dikenal dengan istilah BBM (bahan bakar minyak). Minyak bumi merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan BBM seperti minyak tanah, solar, bensin atau premium, avtur, pertamak dan sebagainya.
Bahan bakar minyak ini dipergunakan manusia untuk menggerakkan bernagai macam mesin dan
kendaraan bermotor, mulai dari pesawat terbang hingga sepeda motor. Minyak bumi berasal dari hewan
(plankton) dan jasad-jasad renik yang telah mati berjuta-juta tahun. Akibat adanya tekanan permukaan
tanah di bumi serta pengaruh suhu di bumi berubah menjadi cairan pekat yang disebut minyak bumi.
Oleh karena itu letak minyak bumi ada di kedalaman berpuluhpuluh meter dari permukaan tanah,
bahkan kadang juga letaknya di bawah laut, dan manusia harus menggali untuk mengambilnya.

2. Batu Bara

Batu bara adalah sumber daya alam yang dipergunakan manusia sebagai bahan bakar untuk
kepentingan rumah tangga dan industri. Berbeda dengan minyak bumi, walaupun sama-sama
dipergunakan sebagai bahan bakar, batubara dipergunakan manusia untuk bahan bakar rumah tangga
dan industri, sedangkan minyak bumi dipergunakan manusia sebagai bahan bakar untuk menggerakkan
mesin dan peralatan bermotor. Batubara berasal dari tumbuhan purba yang telah mati berjutajuta tahun
yang lalu. Akibat adanya pengaruh alam dan cuaca tumbuhan yang telah mati tersebut berubah menjadi
arang dan batu. Oleh karena itu letak batu bara tidak berada di kedalaman yang jaraknya berpuluh-puluh
meter dari permukaan tanah seperti minyak bumi, tetapi ada di permukaan bumi, dan manusia harus
menggali untuk mengambilnya, walaupun tidak perlu terlalu dalam.

3. Emas dan Perak

Emas dan perak adalah batu mulia yang dipergunakan manusia untuk perhiasan dan berbagai
macam asesoris. Emas bentuknya sangat khas, warnanya kuning mengkilat dan nampak indah,
sedangkan perak warnanya putih mengkilat. Selain sebagai perhiasan dan asesoris, emas dipergunakan
manusia sebagai acuan atau alat dalam kegiatan transaksi perdagangan. Pada jaman dahulu, sering emas
dipergunakan untuk berbagai macam bentuk transaksi perdagangan. Alam Indonesia kaya akan sumber
daya alam emas dan perak, bilamana kalian perhatikan pada sebuah peta Indonesia, maka dapat
diketahui daerah-daerah yang alamnya menghasilkan emas dan perak. Pertambangan emas dan perak di
wilayah Indonesia dilakukan oleh negara dan pihak swasta, namun demikian tidak sedikit penduduk di
sekitar wilayah tersbut yang menggali atau menambang emas secara individual dan tradisional.

4. Besi

Besi merupakan bahan endapandan logam yang berwarna putih. Besi berasal dari bahan yang
bercampur dengan tanah, pasir dan sebagainya. Besi berasal dari biji besi yang diambil oleh manusia
melalui kegiatan penambangan. Kemudian biji besi tadi diolah manusia menjadi potongan atau
lempengan besi seperti yang dikehendaki manusia. Besi dipergunakan manusia untuk berbagai macam
kepentingan, mulai dari sebagai bahan dalam membuat berbagai macam peralatan rumah tangga,
kendaraan, dan bangunan.

2. Mengelompokkan SDA

Secara ekonomi dikatakan bahwa sumberdaya alam itu nilainya tidak tertentu. Misalnya sampai
pada tahun 1930, daerah pedalaman Liberia hanya sedikit yang mengetahui, dan belum mempunyai nilai
sebagai sumber-sumber alam, tetapi sekarang daerah itu merupakan daerah bijih besi yang terbaik.
Bahan bauksit di Afrika Barat, minyak di Aljazair dan Nigeria baru tampak sebagai daerah yang kaya
setelah adanya transportasi ke daerah-daerah tersebut. Hutan kita di Kalimantan baru benar-benar
sebagai sumber alam sejak tahun 1970-an. Di pantai Selatan antara Cilacap dan pantai Parangtritis
tersimpan deposit pasir besi yang semula tidak diketahui dan baru dimanfaatkan mulai tahun 1970.
Bahkan pada saat ini banyak orang yang berlomba-lomba membeli bunga anggrek dengan harga jutaan
rupiah, padahal di hutan-hutan.

Kalimantan dan Papua, tanaman tersebut berserakan. Sumberdaya alam tidak saja meliputi jumlah
bahan-bahan yang ada menunggu untuk diolah dan digunakan, tetapi sumberdaya alam itu sendiri juga
dinamis dan berubah-ubah sifatnya. Mengenai banyak atau tidaknya nilai sumberdaya alam, adalah
tergantung pada waktu dan tempat, tingkat teknik dan penemuan-penemuan baru, sikap manusianya
terhadap sumberdaya tersebut, perubahan-perubahan dalam selera baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Perubahan-perubahan dalam variabel ini menyebabkan negara itu akan lebih baik atau lebih
buruk (dalam arti sumberdaya alamnya) meskipun jumlah fisik dari sumberdaya alam tersebut tidak
berubah.

Berdasarkan kemampuannya untuk memperbarui diri sesudah mengalami suatu gangguan, maka
sumberdaya alam dibagi ke dalam dua golongan, yaitu: (1) sumberdaya alam yang dapat memperbarui
diri; dan (2) sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri. Sumberdaya alam yang tak dapat
memperbarui diri seperti mineral, minyak bumi, gas bumi dan lain-lain merupakan sumberdaya alam
yang sangat penting bagi negara, khususnya bagi negara yang sedang berkembang. Sumberdaya alam
yang dapat memperbarui diri sangat menentukan kelangsungan suatu pembangunan, oleh karena itu,
pengelolaannya harus sangat diperhatikan.

Selain pembagian berdasarkan kemampuan untuk memperbaharui diri, sumberdaya alam juga
dapat digolongkan berdasarkan potensi penggunaannya, yaitu:

1) Sumberdaya alam penghasil energi; misalnya: air, matahari, arus laut, gas bumi, minyak bumi,
batu bara, angin dan biotik/tumbuhan;
2) Sumberdaya alam penghasil bahan baku; misalnya: mineral, gas bumi, biotis, perairan, tanah dan
sebagainya; dan
3) Sumberdaya alam lingkungan hidup; misalnya: udara dan ruang, perairan, landscape dan
sebagainya.

Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,


sumberdaya alam dibagi ke dalam sumberdaya hayati misalnya biotika baik hewan maupun tumbuhan,
sedangkan sumberdaya alam non hayati seperti tanah, udara, air, dan lain-lain. Penggolongan
sumberdaya alam dapat juga berdasarkan ketersediaannya dalam ruang dan waktu yaitu sebagai berikut.

1) Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat dan suatu tempat. Sumberdaya alam seperti ini
sangat langka misalny buah kemang yang terdapat di Bogor dan Palembang. Jika dikultur maka perlu
dikondisikan seperti di daerah asal dan lingkungan sangat merupakan faktor pembatas.

2) Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat di area yang luas. Sumberdaya alam seperti ini
biasanya memerlukan musim kawin sehingga produksinya musiman. Produksi akan melimpah walaupun
dalam waktu yang singkat.

3) Sumberdaya alam yang tersedia pada satu tempat dalam jangka waktu lama di areal yang luas.
Sebagai contoh adalah buah apel yang hanya dapat tumbuh dengan baik di suatu tempat tertentu dan
tersedia dalam jangka yang lama. Sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi maupun yang
ada di bawah permukaan bumi, baik yang sudah ditemukan oleh manusia maupun yang belum
ditemukan, baik yang sudah diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia ataupun yangbelum
diketahui, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sumber daya alam yang dapat
diperbaruai dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Namun demikian manusia juga
membuat berbagai macam pengelompokkan terhadap sumber daya alam yang ada di permukaan ataupun
di bawah permukaan bumi, misalnya dengan sebutan barang tambang, hasil pertanian, hasil perternakan,
hasil hutan, sumber daya laut dan sebagainya.

Ada beberapa pembagian sumberdaya alam yang telah dibuat oleh para ahli, beberapa contoh
pembagian tersebut adalah: perpetual, reneweble resources, non reneweble resourches, dan potensial
resourches.

a. Perpetual merupakan sumber daya yang selalu ada dan keberadaannya relative konstan meskipun
sumber daya tersebut kita eksploitasi secara besar-besaran.

b. Reneweble Resourches merupakan sumberdaya yang dalam waktu pendek dapat berkurang, tetapi
dalam jangka panjang akan pulih kembali karena proses alam. Persyaratan tercapainya renewable:
1) Harus ada syarat/kondisi yang harus dipenuhi, yaitu lingkungan yang terjaga yang dapat
memungkinkan pulihnya sumber daya dan

2) Pemanfaatan sumberdaya yang terbaharui dalam jangka waktu tertentu harus ada pada kondisi
untuk pulih kembali.

Klasifikasi yang termasuk dalam renewable resourches antara lain Hutan, Pertanian, perkebunan, dan
perikanan.

c. Non Reneweble Resourches

Keberadaan sumber daya semakin lama akan semakin berkurang apabila dilakukan pemanfaatan.
Sampai suatu saat tertentu sumber daya alam ini akan habis. Bahan bakar fosil termasuk sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui, maka harus dipergunakan sebijaksana mungkin bagi pembangunan
nasional tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Bahan bakar fosil yang telah banyak
dipergunakan adalah minyak dan gas bumi serta batu bara.

Untuk mempergunakan bahan bakar fosil perlu pengetahuan cadangan dan dampak negatifnya.
Ketersediaan minyak dan gas bumi di Indonesia sangat terbatas, sehingga pada suatu saat indonesia
harus mengimpor minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dalam upaya
mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dilakukan upaya untuk memanfaatkan energi panas
bumi. Pemanfaatan sumberdaya panas bumi selama ini masih terbatas pada penggunaan sebagai
pembangkit tenaga listrik.

Cadangan bahan bakar fosil Indonesia yang masih melimpah adalah batubara (masih dapat
digunakan ratusan tahun), namun penggunaan batubara dipandang lebih mencemari lingkungan
dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar minyak. Selain kandungan belerangnya tinggi,
menimbulkan pencemaran debu yang sangat tinggi. Di samping itu memerlukan tempat penyimpanan
yang lebih besar dan waktu pengangkutan yang lebih lama.

Pemanfaatan batubara merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan diversifikasi energi guna
mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Pengembangan produksi batubara dilakukan dengan
meningkatkan eksplorasi, rehabilitasi dan perluasan tambang milik pemerintah. Pembakaran minyak
bumi dan gas dalam pabrik dan di kendaraan bermotor menciptakan polusi yang beragam. Salah satu gas
yang dihasilkan adalah karbon dioksida (CO2) yang menangkap panas di udara. Gas ini adalah salah
satu penyebab utama pemanasan global, yang mendatangkan bencana seperti banjir, badai, kekeringan,
dan permukaan air laut yang meningkat. Polusi ini juga berdampak pada tanaman, hewan, dan serangga,
dan memudahkan penyakit seperti demam berdarah menyebar lebih luas. Di stasiun bahan bakar dan di
kota-kota yang padat, orang-orang terpapar asap-asap beracun yang dapat menyebabkan kanker dan
penyakit-penyakit lain.

d. Potensial Resourches

Sumber daya yang karena pengetahuan dari manusia, saat ini belum sebagai sumber daya, belum
dimanfaatkan. Akan tetapi suatu saat akan menjadi SDA karena kemampuan manusia untuk
memanfaatkannya. Hal ini tergantung dari pengenalan, teknologi dan aspek ekonomi. Dalam
pembangunan tanpa adanya kerusakan lingkungan yang penting adalah mengelola sumberdaya alam
secara bijaksana supaya bisa menopang proses pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi di
masa mendatang. Prinsip ini berlaku baik untuk sumberdaya alam yang bisa diperbaharui maupun untuk
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Sumber : Liesnoor Setyowati, Dewi, dkk. 2014. PLH. Semarang : Tim MKU PLH
Dan
https://aprielhyani.wordpress.com/jenis-jenis-sumber-daya-alam-dan-mengelompokkan-sumber-daya-
alam-berdasarkan-ciri-tertentu/ (PGSD, FIP, UNNES)
C. PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA

1. Pengambilan Sumberdaya Alam secara Ilegal

Eksploitasi terhadap sumberdaya alam Indonesia yang dilakukan sejak tahun 1960an telah
membawa manfaat ekonomi bagi negara, namun demikian sering terjadi pula kerugian bagi lingkungan
hidup serta masyarakat di daerah-daerah yang kaya akan sumberdaya alam, sedemikian rupa sehingga
memicu ketegangan sosial dan menimbulkan konflik yang disertai kekerasan. Indonesia perlu mengelola
sumberdaya alamnya dengan cara yang lebih adil dan berkelanjutan daripada yang telah dilakukannya di
masa lalu.

Eksploitasi terhadap sumberdaya seperti kayu dan mineral di masa pemerintahan Presiden Soeharto
didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang ada hubungannya dengan para elit pada rezim yang
berkuasa. Meski secara formal merupakan hal yang sah, eksploitasi tersebut kerap tidak menghiraukan
masyarakat serta lingkungan setempat, dan marak dengan korupsi kedinasan dan pelanggaran-
pelanggaran. Hal tersebut menciptakan kondisi bagi konflik yang disertai kekerasan pada daerah
berhutan seperti Kalimantan Tengah, dimana benturan budaya antara pribumi Dayak dan pendatang asal
Madura berakibat pada pembantaian terhadap lebih 500 orang Madura di awal tahun 2001 dan
terusirnya ribuan lagi dari daerah tersebut.

Saat ini Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan model bagi pengelolaan sumberdaya
yang tidak begitu merusak, akan tetapi malah terjadi peningkatan pesat pengambilan sumberdaya secara
tidak sah di seluruh negara sejak tahun 1998. Bentuk-bentuk pengambilan ilegal tersebut adalah
penebangan kayu, penambangan dan penangkapan ikan, dan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang melanggar hukum ataupun pelaku “liar” yang bertindak diluar hukum. Kesemuanya itu berakibat
pada pengrusakan terhadap lingkungan, pengurangan pendapatan negara, serta timbulnya kemungkinan
letusan konflik di masa depan. Dalam kasus penebangan kayu, permasalahannya telah menjadi
sedemikian berat sehingga sebagian besar dari hutan Indonesia terancam musnah dalam kurun waktu
satu dasawarsa. .

Industri sumberdaya ilegal dilindungi dan kadangkala bahkan diatur oleh oknum-oknum korup diantara
pegawai negeri sipil, aparat keamanan dan legislatif. Industri tersebut memanfaatkan kegundahan rakyat
miskin yang merasa tidak ikut menikmati sumberdaya alam di masa Soeharto, akan tetapi sebagaimana
pada eksploitasi yang dilegalisir di masa lalu, pada umumnya yang diuntungkan adalah sebuah kalangan
kecil pengusaha dan pejabat korup. Oleh karenanya hal tersebut bukan saja merupakan permasalahan
lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut kepemerintahan dan tindak kejahatan.

Pemerintah Indonesia telah membuat komitmen untuk menanggulangi pengambilan sumberdaya


alam secara ilegal, dan dalam kasus penebangan hutan kini mengalami tekanan yang besar dari donor
dan pemberi pinjaman di luar negeri serta gerakan LSM di dalam negeri. Meski pejabat yang
berwawasan reformasi belum lama berselang telah mencapai berbagai kemajuan, pemerintah masih
harus menempuh jalan yang panjang untuk dapat membalikkan arus. Hal tersebut dikarenakan skala
geografis dan tingkat kerumitan dari pengambilan sumberdaya yang ilegal, serta terlibatnya banyak
pejabat dan anggota legislatif dalam kegiatan ilegal tersebut.

Permasalahannya bersumber pada lembaga negara yang bertanggungjawab untuk mengatur


pemanfaatan sumberdaya. Kendati ada beberapa pejabat yang jujur dan berdedikasi, korupsi dan rasa
apatis masih marak. Dalam hal keterlibatan aparat keamanan, keuntungan yang diraih dari perdagangan
ilegal sumberdaya merupakan sumber utama dana operasional serta harta pribadi. Koordinasi diantara
lembaga negara masih lebih sering buruk, dan keadaan ini telah diperumit oleh desentralisasi (otonomi
daerah), yang mendorong beberapa pejabat daerah untuk menentang pengarahan dari Jakarta dan bahkan
mengenakan pajak atas penebangan dan penambangan liar. Namun demikian masih terlihat secercah
harapan, terutama pada sikap lebih tegas yang diunjukkan Departemen Kehutanan terhadap penebang
liar.
LSM-LSM dan donor luar negeri telah melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat pada
beberapa daerah yang kaya sumberdaya, untuk membujuk mereka agar tidak ikut serta dalam
pengambilan yang tidak berkesinambungan, dengan hasil yang beragam. Beberapa anggota masyarakat
menunjukkan kekhawatiran terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengambilan semacam itu.
Akan tetapi daya tarik untuk meraih keuntungan dengan cepat terasa sangat kuat dan secara meluas
belum ada kesadaran mengenai dampak-dampak jangka panjang, yang antara lain bisa menimbulkan
erosi dan banjir yang membahayakan dalam hal penebangan, pencemaran yang bersumber dari
penambangan, serta menciutnya persediaan ikan akibat penangkapan ikan. Pengaruh pejabat yang korup
serta kepentingan pengusaha pada tingkat lokal juga sangat kuat, yang berarti perubahan sikap tidak
mungkin terjadi dalam waktu yang singkat.

Selain menindak para pelaku dan pendukung pengambilan sumberdaya secara ilegal, pemerintah
juga perlu memperhatikan sumber-sumber permintaan untuk sumberdaya tersebut. Dalam hal
perkayuan, ini berarti menciutkan industri perkayuan Indonesia, yang tumbuh sedemikian besar pada
peningkatan ekonomi yang terjadi di pertengahan 1990an sehingga pada saat ini industri itu
mengkonsumsi kayu dalam jumlah yang lebih besar dari yang dapat dipasok hutan-hutan di Indonesia
dengan cara yang sah. Lembaga negara yang melihat industri tersebut semata-mata dari sudut pandang
komersial, terutama Departmen Perdagangan dan Industri serta BPPN, perlu menyadari bahwa apabila
industri tersebut tidak diperkecil skalanya, maka sumber bahan baku yang tersisa yang berasal dari
dalam negeri bisa habis, dengan akibat yang dahsyat.

Negara-negara yang mengkonsumsi sumberdaya asal Indonesia juga sangat bertanggungjawab


untuk mencegah impor komoditas yang pengambilannya dilakukan secara ilegal. Dalam kasus
perkayuan, pemerintah-pemerintah dan perusahaan di Asia Tenggara, Asia Timur Laut dan dunia Barat
kesemuanya harus bertindak lebih banyak lagi. Khususnya Malaysia perlu mematahkan perdagangan
lintas perbatasan menyangkut kayu asal Indonesia yang di tebang secara ilegal.

Hanya segelintir pakar percaya bahwa mengakhiri pengambilan sumberdaya secara ilegal di
Indonesia merupakan tugas yang mudah ataupun singkat, mengingat skala permasalahannya serta
berakarnya secara mendalam pada korupsi kedinasan dan politik patronase. Banyak yang pesimis bahwa
arus dapat dibalikkan sebelum terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap hutan-hutan.
Namun demikian, upaya pejabat yang reformis serta LSM-LSM setempat memberi isyarat bahwa
apabila pemerintah mampu menjalankan kemauan politik yang diperlukan untuk menanggulangi
kepentingan terselubung dalam jajarannya, maka sesungguhnya belum terlambat untuk paling tidak
mengendalikan skala kerusakan dan melindungi sebagian aset alam di Indonesia bagi generasi
mendatang.

Sumber:
file:///D:/PLH/Indonesia%20%20Natural%20Resources%20and%20Law%20Enforcement%20-
%20International%20Crisis%20Group.html

2. Ironi Sumber Daya Alam

Kalimat sakti yang sering sekali digunakan oleh banyak kalangan ketika dihadapkan dengan
permasalahan kemiskinan dan keterbelakangan bangsa adalah: “Indonesia adalah negara yang kaya
sumber daya alam, tetapi kenapa rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan?” Kalimat ini mungkin
bermaksud memberikan harapan kepada masyarakat dengan mengatakan bahwa yang salah dari negara
ini adalah para pemimpin yang tidak becus mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah
ruah. Tidak mengherankan apabila kalimat sakti ini paling sering keluar dari mulut orang-orang yang
beroposisi terhadap pemerintah, baik itu partai oposisi ataupun pihak yang tidak suka dengan
pemerintah.

Logika dari kalimat ini memang cukup sederhana sehingga cukup mudah dicerna orang awam
sebagai kebenaran mutlak (truism). Minyak bumi, batu bara, gas bumi, emas, timah serta barang-barang
tambang lainnya adalah komoditas yang berharga di pasar internasional dan perut bumi Indonesia penuh
dengan barang-barang tersebut, karenanya secara logika Indonesia seharusnya menjadi sejahtera.
Namun, penulis melihat proposisi ini problematis setidaknya karena tiga alasan yang akan dijelaskan
satu persatu. Pertama, asumsi bahwa Indonesia adalah negara yang kaya perlu dipertanyakan lebih
dalam. Misalnya dilihat dari komoditas sumber daya alam yang paling lucrative, yakni minyak bumi.
Cadangan minyak bumi Indonesia tidak dapat dikatakan mendekati negara-negara Timur Tengah, Rusia
dan Venezuela. Buktinya, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 900 ribu barel minyak per hari
(bph) dibandingkan dengan Arab Saudi yang 8 juta bph dan Rusia yang 10 juta bph. Lagipula, kekayaan
suatu negara tidak dilihat dari berapa banyak sumber daya alam yang dimiliki, tetapi berapa banyak
sumber daya alam tersebut dibagi dengan jumlah penduduk. Indonesia berpenduduk lebih dari 200 juta,
bandingkan dengan negara-negara Arab dan negara-negara lainnya. Adalah sangat konyol jika ada
orang-orang di negeri ini yang memiliki ekspektasi bahwa pemerintah Indonesia seharusnya dapat
menyejahterakan rakyatnya seperti yang terjadi di sebagian negara-negara Timur Tengah hanya karena
Indonesia diduga memiliki kekayaan yang melimpah.

Alasan kedua yang harus diproblematisasi adalah cara berpikir masyarakat tentang sumber daya
alam. Masyarakat somehow percaya bahwa mereka memilikientitlement terhadap sumber daya alam
yang ada di daerah mereka. Karena mereka sudah turun-temurun sejak nenek moyangnya tinggal di
suatu daerah, maka serta-merta segala isi perut bumi yang ada di daerah tersebut adalah miliki mereka.
Sesederhana itu kah? Setidak adil itu kah Tuhan dengan menganugerahi kekayaan bumi hanya pada
orang-orang yang kebetulan lahir didekatnya? Mungkin tidak. Apa yang disebut sebagai kekayaan alam
berupa barang tambang hanya memiliki nilai ketika ada orang yang memberikan usaha/ikhtiar untuk
mengeluarkannya dari perut bumi. Minyak bumi, batu bara dan sumber daya alam lainnya itu tidak
bernilai sama sekali jika hanya disimpan di dalam perut bumi. Karl Marx mengatakan bahwa
sumber value (nilai) adalah labor (kerja). Bahkan beberapa agama mengajarkan manusia agar
mengedepankan usaha dan pengetahuan untuk memajukan masyarakat. Sumber daya alam diberikan
hanya kepada mereka yang deserve, yakni orang-orang yang telah berusaha memberikan nilai terhadap
suatu barang melalui kerja. Masyarakat yang tidak mengeluarkan ikhtiarnya untuk memberi nilai
terhadap suatu barang memang berhak terhadap sebagian nilai dari barang tersebut berupa pajak dan
kalau dalam Islam berupa zakat, but that’s it.

Dalam konteks riil, masyarakat sering berteriak gusar pada perusahaan asing yang dikatakan
mengeruk kekayaan alam Indonesia, bahkan isu nasionalisasi sering dihembuskan. Pertanyaannya
adalah, apakah masyarakat dapat dan mampu menjalankan ekstraksi sumber daya alamnya sendiri?
Pertanyaan ini penting untuk menentukan apakah masyarakat deserve untuk mendapatkan semua nilai
dari sumber daya alam ini. Untuk mengelola tambang sebesar Freeport, mungkin diperlukan modal
triliun-an, belum lagi kesiapan sumber daya lokalnya. Dengan kata lain, APBN bisa jadi jebol hanya
untuk memuaskan kebencian pada perusahaan asing. Sepertinya tidak perlu dijelaskan panjang lebar lagi
bagaimana dampaknya jika APBN jebol, di antaranya adalah inflasi dan kenaikan harga-harga serta
memburuknya akses pendidikan dan kesehatan. Padahal, kenaikan harga BBM sebanyak 2000 rupiah
saja sudah membuat masyarakat murka (yang kemudian secara “cerdas” dimanifestasikan dengan
membakar fasilitas umum). Intinya, investasi di bidang pertambangan memerlukan modal besar dan
orientasi jangka panjang (mungkin 20 tahun atau lebih), padahal masyarakat dan politisi Indonesia
memiliki orientasi jangka pendek terbukti dengan kegagalan melihat pentingnya mengurangi subsidi
BBM. Jika masyarakat dan elit politik belum mau berkorban jiwa dan raga, maka sebaiknya buang jauh-
jauh ide untuk mengusir semua perusahaan swasta dari tambang-tambang Indonesia karena
mungkin Indonesia simply does not deserve the natural resources.

Perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan tambang di Indonesia adalah pihak-pihak yang telah


memberikan ikhtiar mereka terhadap sumber daya alam Indonesia dengan cara membantu pemerintah
mengambil risiko jangka panjang dari investasi pertambangan melalui permodalan mereka yang kuat.
Oleh karenanya, hak mereka juga harus dihormati. Tentu saja ini tidak berarti masyarakat tidak boleh
kritis terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Jika ada indikasi perusahaan-perusahaan tersebut
berlaku curang, misalnya menghindari pajak atau merusak lingkungan, maka masyarakat dan
pemerintah harus menindaknya.

Hal terakhir yang membuat pernyataan yang disebut di awal itu bermasalah adalah bagaimana
kalimat tersebut mendefinisikan orientasi masyarakat. Dengan mengatakan bahwa Indonesia kaya
sumber daya alam, maka secara implisit yang berbicara menginginkan sumber daya alam tersebut
dijadikan sumber penghidupan bangsa untuk menciptakan kesejahteraan. Orientasi ini bisa dikatakan
anakronistis. Eksploitasi sumber daya alam, terutama sumber daya fosil, pada zaman sekarang
seharusnya sudah mulai dikurangi, terutama terkait dengan kerusakan lingkungan dan daya dukung
ekosistem. Kerusakan ini tidak hanya dalam bentuk pemanasan global, tetapi juga dapat berdampak
langsung seperti banjir dan pencemaran lingkungan. Rencana pemerintah untuk mencari sumber energi
alternatif ramah lingkungan, karenanya, merupakan suatu langkah maju yang harus didukung oleh
segenap masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penggunaan energi konvensional harus secara
bertahap dikurangi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi konsumsi energi tidak ramah lingkungan
tentu saja adalah dengan penyesuaian harga. Intinya adalah, negara ini harus secara bertahap
mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam yang pada titik tertentu akan habis.

Kesimpulannya, ilusi tentang hebatnya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia tidak boleh
mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah yang lebih penting, yakni peningkatan potensi lain
negeri ini. Pembangunan sumber daya manusia dan pembersihan pemerintah dari manusia-manusia
korup harus menjadi prioritas utama. Industri-industri nonekstraksi harus menjadi ujung tombak
perekonomian bangsa. Sudah saatnya masyarakat membuka mata bahwa sumber daya alam yang
dilimpahkan Tuhan pada Indonesia dapat berubah menjadi kutukan terhadap bangsa ini jika
masyarakatnya take it for granted.

Sumber : file:///D:/PLH/Ironi%20Sumber%20Daya%20Alam.html (Kompasiana – Kompas.com)

3. Masalah pengembangan sumber daya alam

Potensi sumber daya alam Indonesia seperti sumber daya mineral, sumber daya air, sumber daya
pertanian, sumber, dan juga sumber daya energi. Disoroti juga masalah pengembangan sumber daya
alam yang dihadapi negara berkembang seperti negara Indonesia, yaitu permasalahan inventarisasi,
distribusi, pengumpulan kembali data – data sumber daya alam, permasalahan latihan dan pendidikan –
maupun ilmuwan dan teknologi sumber daya alam, masalah lingkungan hidup dalam pengelolaan
sumber daya alam, ilmu dan teknologi, perencanaan dan manajemen, peranan modal asing dan
pengembangan.

Sumber daya alam adalah bagian keseluruhan jalinan bumi dan tidak berdiri sendiri. Karenanya,
perencanaan dan manajemen setiap sumber hanya akan berhasil jika ia merupakan bagian skema
pengembangan sumber daya yang direncanakan secara teliti fsn terintegrasi.

Untuk melakukan penyesuaian berbagai faktor diperlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam
perencanaan sumber daya. Faktor tersebut meliputi ketidakpastian jumlah dan mutu sumber daya alam,
pengerahan jumlah modal yang besar, teknologi tepat yang dipakai, kemungkinan pengaruh biaya atas
sumber daya alam lain, besarnya manfaat bagi pembangunan regional, serta tersedianya prasarana yang
baik.

Dari aspek internasional, di dunia ini gejala saling tergantung antar-negara untuk pengadaan
sumber daya alam sangatlah menonjol karena tidak ada satu negara pun yang memiliki semua sumber
daya alam pada teritorinya.

Ketidakmampuan suatu negara untuk mandiri dalam kebutuhan sumber daya alam akan bertambah
parah dengan pesatnya kemajuan sosial ekonomi negara itu karena dalam perkembangan yang begitu
cepat dibutuhkan lebih banyak sumber daya alam.

Gejala saling tergantung akan berkembang terus, merambah pada pemakaiannya dan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula karena dapat berakibat resesi umum atau
keruntuhan ekonomi.
Sumber:
https://books.google.co.id/books?id=YAl8aRxhEekC&pg=PA268&lpg=PA268&dq=permasalahan+su
mber+daya+alam&source=bl&ots=wUBmvZSj80&sig=tSk2PIjqzeqHzz5MTn_TsmK0TcY&hl=id&sa
=X&ei=7jIBVZ7VLZSZuQTk04GwAg&redir_esc=y#v=onepage&q=permasalahan%20sumber%20day
a%20alam&f=false

4. Pengelolaan Sumber Daya Alam

Indonesia memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik jenis maupun jumlahnya.
Menyadari akan hal tersebut, para orang-orang terdahulu telah menerapkan prinsip dasar pengelolaan
sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap hingga sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antar pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan
pelestarian.
b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
c. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Terus menurunnya kondisi hutan. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak
hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung
lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya jumlah hutan
diperkirakan berkurang 3-5 % per tahunnya.
Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan
dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga
dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang
masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan
pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.
Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir
dan laut semakin meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove
telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini
juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa
kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk
reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan
pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus
meningkat.
Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnya tambang
terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan
habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan
berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung
ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat
merusak lingkungan.
Dengan permasalahan - permasalahan di atas, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah
membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya
keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PDB) dengan aspek
perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara
luas. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu
menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan
ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen
kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka
menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam
dan lingkungan hidup.

Sasaran pembangunan kehutanan adalah:

1) Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan pembalakan liar (ilegal logging) dan
penyelundupan kayu,
2) Penetapan kawasan hutan dalam tata-ruang provinsi di kabupaten / kota,
3) Penyelesaian penetapan kesatuan pengelolaan hutan
4) Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu,
5) Meningkatkan hasil hutan non-kayu,
6) Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), sebagai basis pengembangan ekonomi-hutan,
7) Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan untuk menjamin pasokan air dan system penopang
kehidupan lainnya,
8) Pengelolaan hutan secara lestari,
9) Penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.

Sasaran pembangunan kelautan adalah:

1) Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya pesisir dan laut,


2) Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang dilakukan secara
lestari, terpadu, dan berbasis masyarakat,
3) Serasinya peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
pesisir dan laut,
4) Terselenggaranya desentralisasi yang mendorong pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang
efisien dan berkelanjutan,
5) Meningkatnya luas kawasan konservasi laut dan meningkatnya jenis / genetik biota laut langka
dan terancan punah,
6) Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan pengembangan
wilayah,
7) Terselenggaranya pemanfaatan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara serasi
sesuai dengan daya dukung lingkungannya,
8) Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan produktivitasnya;
serta
9) Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam laut, dan keselamatan masyarakat yang bekerja di
laut dan yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Sasaran pembangunan pertambangan dan sumber daya mineral adalah :

1) Optimalisasi peran migas dalam penerimaan daerah guna menunjang pertumbuhan ekonomi,
2) Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspormigas,
3) Meningkatnya investasi pertambangan dan sumber daya mineral dengan perluasan lapangan kerja
dan kesempatan berusaha,
4) Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan,
5) Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga kerja,
6) Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis sumber daya mineral,
7) Meningkatnya keselamatan dan kesehatan
kerja pertambangan,
8) Teridentifikasinya “kawasan rawan bencana geologi”
sebagai upaya pengembangan sistem mitigasi bencana,
9) Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) dan usaha-usaha pertambangan yang
merusak dan yang menimbulkan pencemaran;
10) Meningkatnya kesadaran pembangunan berkelanjutan dalam eksploitasi energi dan sumber daya
mineral; dan
11) Dilakukannya usaha pertambangan yang mencegah timbulnya pencemaran dan kerusakan
lingkungan.

Yang terpenting dalam melestarikan sumber daya alam dilakukan eksplorasi yang tidak merusak
lingkungan dan pelaksanaannya dilakukan secara lestari. Semua perbuatan akan membawa akibat di
masa datang. Anugerah yang diberikan harus dijaga untuk kepentingan generasi berikutnya.

Sumber:
http://www.academia.edu/7003393/Permasalahan_Pengelolaan_SDA_Dan_Lingkungan_Oleh_Bagus_
Wahyu_Nugroho.

D. HAL YANG MEMBUAT PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM .

1. Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan
dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Akibatnya, DAS berkondisi kritis
meningkat dari yang semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS
pada tahun 1992 dan 1998. Pada saat ini diperkirakan sekitar 282 DAS dalam kondisi kritis. Kerusakan
DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta
kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas,
khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan
konsumsi rumah tangga.

2. Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir
dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai utara Pulau Jawa dan
pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove
serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan padang lamun telah mengakibatkan erosi
pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh
perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga
sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai,
pembangunan hotel, dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan
perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.
Beberapa muara sungai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa mengalami pendangkalan yang cepat, akibat
tingginya laju sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan di lahan atas yang tidak dilakukan dengan
benar, bahkan mengabaikan asas konservasi tanah. Di samping itu, tingkat pencemaran di beberapa
kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama
pencemaran pesisir dan laut terutama berasal dari darat, yaitu kegiatan industri, rumah tangga, dan
pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut, terutama dari kegiatan
perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak serta kegiatan pertambangan. Sementara praktik-praktik
penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegal fishing) serta penambangan terumbu karang masih
terjadi dimana-mana yang memperparah kondisi habitat ekosistem pesisir dan laut.

3. Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnya tambang
terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan habitat
aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak
buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak
masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak
lingkungan.

4. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity). Sampai saat ini 90 jenis
flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang-utan di Kalimantan menyusut
tajam, dari 315.000 ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun 2002. Hutan bakau di Jawa dan
Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai ekosistem. Gambaran tersebut menempatkan
Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (International Union for the
Conservation of Nature). Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli Indonesia belum berjalan baik.
Kerusakan ekosistem dan perburuan liar, yang dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat,
menjadi ancaman utama bagi keanekaragaman hayati di Indonesia.

5. Pencemaran air semakin meningkat. Penelitian di 20 sungai Jawa Barat pada tahun 2000
menunjukkan bahwa angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen
Demand)nya melebihi ambang batas. Indikasi serupa terjadi pula di DAS Brantas, ditambah dengan
tingginya kandungan amoniak. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga merupakan penyumbang
terbesar dari pencemaran air tersebut. Kualitas air permukaan danau, situ, dan perairan umum lainnya
juga menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan karena tumbuhnya
phitoplankton secara berlebihan (blooming) sehingga menyebabkan terjadinya timbunan senyawa
phospat yang berlebihan. Matinya ikan di Danau Singkarak (1999), Danau Maninjau (2003) serta
lenyapnya beberapa situ di Jabodetabek menunjukkan tingginya sedimentasi dan pencemaran air
permukaan. Kondisi air tanah, khususnya di perkotaan, juga mengkhawatirkan karena terjadinya intrusi
air laut dan banyak ditemukan bakteri Escherichia Coli dan logam berat yang melebihi ambang batas.

6. Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar, semakin menurun. Kualitas udara di 10 kota besar
Indonesia cukup mengkhawatirkan, dan di enam kota diantaranya, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung,
Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam satu tahun hanya dinikmati udara bersih selama 22 sampai 62 hari
saja. Senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah partikulat (PM10), karbon monoksida (CO),
dan nitrogen oksida (NOx). Pencemaran udara utamanya disebabkan oleh gas buang kendaraan dan
industri, kebakaran hutan, dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan. Hal ini juga diperburuk oleh
kualitas atmosfer global yang menurun karena rusaknya lapisan ozon di stratosfer akibat akumulasi
senyawa kimia seperti chlorofluorocarbons (CFCs), halon, carbon tetrachloride, methyl bromide yang
biasa digunakan sebagai refrigerant mesin penyejuk udara, lemari es, spray, dan foam. Senyawa-
senyawa tersebut merupakan bahan perusak ozon (BPO) atau ODS (ozone depleting substances).
Indonesia terikat Montreal Protocol dan Kyoto Protocol yang telah diratifikasi untuk ikut serta
mengurangi penggunaan BPO tersebut, namun demikian sulit dilaksanakan karena bahan penggantinya
masih langka dan harganya relatif mahal.

Selain permasalahan tersebut di atas, juga terdapat berbagai permasalahan lain yang pada akhirakhir ini
justru sangat menonjol, termasuk masalah-masalah sebagai dampak dari bencana dan permasalahan
lingkungan lainnya yang terjadi karena fenomena alam yang bersifat musiman.

7. Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan. Sejak tahun 1970-
an hutan telah dimanfaatkan sebagai mesin ekonomi melalui ekspor log maupun industri berbasis
kehutanan. Sistem pengelolaan hutan didominasi oleh pemberian hak pengusahaan hutan (HPH) kepada
pihak-pihak tertentu secara tidak transparan tanpa mengikutsertakan masyarakat setempat, masyarakat
adat, maupun pemerintah daerah. Saat ini sekitar 28 juta hektar hutan produksi pengelolaannya dikuasai
oleh 267 perusahaan HPH atau rata-rata 105.000 hektar per HPH. Kontrol sosial tidak berjalan, kasus
KKN marak, dan pelaku cenderung mengejar keuntungan jangka pendek sebesar-besarnya. Pada masa
yang akan datang, sistem pengelolaan hutan harus bersifat lestari dan berkelanjutan (sustainable forest
management) yang memperhatikan aspek ekonomi – sosial – lingkungan secara bersamaan.

8. Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas. Otonomi daerah telah
merubah pola hubungan pusat–daerah. Titik berat otonomi daerah di Kabupaten/Kota mengakibatkan
pola hubungan Pemerintah Pusat–Propinsi–Kabupaten/Kota berubah, dan karena kurang diatur dalam
peraturan perundang-undangan, menjadi berbeda-beda penafsirannya. Akibatnya kondisi hutan
cenderung tertekan karena belum ada kesepahaman antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan sumber daya alam. Misalnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan lebih menitikberatkan pada aspek-aspek pengelolaan hutan secara ideal, sementara aspek
kewenangan pengelolaan hutan tidak terakomodasi secara jelas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, walaupun
sudah menegaskan hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam hal kewenangan,
tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian, bagi hasil, penyerasian lingkungan dan tata
ruang, masih memerlukan peraturan perundang-undangan lebih lanjut.
9. Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging) dan penyelundupan
kayu. Tingginya biaya pengelolaan hutan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum mengakibatkan
perencanaan kehutanan kurang efektif atau bahkan tidak berjalan. Kasus tebang berlebih (over cutting),
pembalakan liar (illegal logging), penyelundupan kayu ke luar negeri, dan tindakan illegal lainnya
banyak terjadi. Diperkirakan kegiatan-kegiatan illegal tersebut saja telah menyebabkan hilangnya hutan
seluas 1,2 juta hektar per tahun, melebihi luas hutan yang ditebang berdasarkan ijin Departemen
Kehutanan. Selain penegakan hukum yang lemah, juga disebabkan oleh aspek penguasaan lahan (land
tenure) yang sarat masalah, praktik pengelolaan hutan yang tidak lestari, dan terhambatnya akses
masyarakat terhadap sumber daya hutan.

10. Rendahnya kapasitas pengelola kehutanan. Sumber daya manusia, pendanaan, saranaprasarana,
kelembagaan, serta insentif bagi pengelola kehutanan sangat terbatas bila dibandingkan dengan cakupan
luas kawasan yang harus dikelolanya. Hal ini mempersulit penanggulangan masalah kehutanan seperti
pencurian kayu, kebakaran hutan, pemantapan kawasan hutan, dan lain-lain. Sebagai contoh, jumlah
polisi hutan secara nasional adalah 8.108 orang. Hal ini berarti satu orang polisi hutan harus menjaga
sekitar 14.000 hektar hutan. Dengan pendanaan, sarana dan prasarana yang terbatas, jumlah tersebut
jelas tidak memadai karena kondisi yang ideal satu polisi hutan seharusnya menangani 100 hektar
(untuk kawasan konservasi di Jawa), sementara untuk kawasan konservasi di luar Jawa sekitar 5.000
hektar. Di samping itu, partisipasi masyarakat untuk ikut serta mengamankan hutan juga sangat rendah.

11. Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non-kayu dan jasa-jasa lingkungan. Hasil
hutan non-kayu dan jasa lingkungan dari ekosistem hutan, seperti nilai hutan sebagai sumber air,
keanekaragaman hayati, udara bersih, keseimbangan iklim, keindahan alam, dan kapasitas asimilasi
lingkungan yang memiliki manfaat besar sebagai penyangga sistem kehidupan, dan memiliki potensi
ekonomi, belum berkembang seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai jasa ekosistem
hutan jauh lebih besar dari nilai produk kayunya. Diperkirakan nilai hasil hutan kayu hanya sekitar 7
persen dari total nilai ekonomi hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan. Dewasa
ini permintaan terhadap jasa lingkungan mulai meningkat, khususnya untuk air minum kemasan, obyek
penelitian, wisata alam, dan sebagainya. Permasalahannya adalah sampai saat ini sistem
pemanfaatannya belum berkembang secara maksimal.

12. Belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga. Wilayah laut ZEEI (Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia) yang belum diselesaikan meliputi perbatasan dengan Malaysia, Filipina,
Palau, Papua New Guinea, Timor Leste, India, Singapura, dan Thailand. Sedangkan batas laut teritorial
yang belum disepakati meliputi perbatasan dengan Singapura (bagian barat dan timur), Malaysia, dan
Timor Leste. Penyebabnya karena Indonesia belum mempunyai undang-undang tentang pengelolaan
wilayah laut, termasuk lembaga yang memiliki otorita mengatur batas wilayah dengan negara tetangga.
Di samping itu, kemampuan diplomasi Indonesia dalam kancah internasional juga masih lemah,
sehingga merupakan kendala tersendiri yang perlu diatasi.

13. Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal. Sektor kelautan menyumbang sekitar 20
persen dari PDB nasional (2002). Kontribusi terbesar berasal dari migas, diikuti industri maritim,
perikanan, jasa angkutan laut, wisata bahari, bangunan laut, dan jasa-jasa lainnya. Namun demikian, bila
dibandingkan dengan potensinya, sumber daya laut masih belum tergarap secara optimal. Kebijakan
pembangunan nasional selama ini cenderung terlalu berorientasi ke wilayah daratan, sehingga alokasi
sumber daya tidak dilakukan secara seimbang dalam mendukung pembangunan antara wilayah darat dan
laut.

14. Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan ikan yang merusak. Pencurian ikan (illegal
fishing), baik oleh kapal-kapal domestik dengan atau tanpa ijin maupun kapal-kapal asing di perairan
teritorial maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), menyebabkan hilangnya sumber daya
ikan sekitar 1-1,5 juta ton per tahun dengan nilai kerugian negara sekitar US$ 2 milyar. Hal ini
diperburuk oleh upaya pengendalian dan pengawasan yang belum optimal akibat kurangnya sarana dan
alat penegakan hukum di laut. Selain itu, jumlah dan kapasitas petugas pengawas, sistem pengawasan,
partisipasi masyarakat, dan koordinasi antar instansi terkait juga masih lemah. Sementara itu,
penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bahan peledak dan racun
(potasium) masih banyak terjadi, yang dipicu oleh meningkatnya permintaan ikan karang dari luar
negeri dengan harga yang cukup tinggi. Kegiatan ini menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang
yang merupakan habitat ikan yang sangat penting.

15. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. Indonesia memiliki banyak sekali pulaupulau
kecil, tetapi lebih dari tiga dasawarsa terakhir pulau-pulau kecil tersebut kurang atau tidak memperoleh
perhatian dan atau tersentuh kegiatan pembangunan. Pulau kecil, yang didefinisikan sebagai pulau yang
luasnya kurang dari 10.000 km² yang umumnya jumlah penduduknya kurang dari 200.000 jiwa, sangat
rentan terhadap perubahan alam karena daya dukung lingkungannya sangat terbatas dan cenderung
mempunyai spesies endemik yang tinggi. Ciri lainnya adalah jenis kegiatan pembangunan yang ada
bersifat merusak lingkungan pulau itu sendiri atau “memarjinalkan” penduduk lokal. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah adanya beberapa pulau kecil yang berpotensi memiliki konflik dengan pihak asing,
terutama pulau-pulau kecil yang berada di wilayah perbatasan. Pada saat ini terdapat 92 pulau-pulau
kecil menjadi base point (titik pangkal) perbatasan wilayah RI dengan 10 negara-negara tetangga.
Sampai sekarang baru dengan satu negara, yaitu Australia telah dibuat perjanjian yang menetapkan
pulau-pulau kecil Nusantara sebagai titik pangkal batas wilayah. Oleh karena itu, diperlukan perhatian
khusus dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang ada, yang berbeda pola pendekatannya dengan
pulau-pulau besar lainnya. Pada saat ini telah tersusun rancangan Kebijakan dan Strategi Nasional
(Jakstranas) Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang integratif sebagai dasar pengembangannya.

16. Sistem mitigasi bencana alam belum dikembangkan. Banyak wilayah Indonesia yang rentan
terhadap bencana alam. Secara geografis Indonesia terletak di atas tiga lempeng aktif besar dunia yaitu
lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Disamping itu, juga merupakan wilayah pertemuan arus
panas dan dingin yang berada di sekitar Laut Banda dan Arafura. Kondisi ini, dari satu sisi,
menggambarkan begitu rentannya wilayah Indonesia terhadap bencana alam, seperti gempa bumi,
tsunami dan taufan. Apabila tidak disikapi dengan pengembangan sistem kewaspadaan dini (early
warning system) maka bencana alam tersebut akan mengancam kehidupan manusia, flora, fauna, dan
infrastruktur prasarana publik yang telah dibangun; seperti yang terjadi di NAD, Sumatra Utara, Papua,
dan Nusa Tenggara Timur. Dalam jangka menengah ini, pengembangan kebijakan sistem mitigasi
bencana alam menjadi sangat penting, yang antara lain melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mampu membantu mengurangi dampak negatif bencana tersebut. Disamping itu,
dukungan pemahaman akan “kawasan rawan bencana geologi” (Geological Hazards Mapping) perlu
dipetakan secara baik, dan rencana tata ruang yang disusun dengan memperhitungkan kawasan rawan
bencana geologi dan lokasi kegiatan ekonomi, serta pola pembangunan kota disesuaikan dengan daya
dukung lingkungan lokal. Upaya-upaya lain yang perlu dilakukan adalah pembangunan sabuk alami
(hutan mangrove dan terumbu karang) di wilayah pesisir. .

17. Terjadinya penurunan kontribusi migas dan hasil tambang pada penerimaan negara.
Penerimaan migas pada tahun 1996 pernah mencapai 43 persen dari APBN, dan pada tahun 2003
menurun menjadi 22,9 persen. Penurunan ini tampaknya akan terus terjadi. Cadangan minyak bumi
dewasa ini sekitar 5,8 miliar barel dengan tingkat produksi 500 juta barel per tahun. Apabila cadangan
baru tidak ditemukan dan tingkat pengurasan (recovery rate) tidak bertambah, maka sebelas tahun lagi
cadangan minyak kita akan habis. Cadangan gas-bumi-terbukti tahun 2002 sebesar 90 TCF (trillion
cubic feet) baru dimanfaatkan setiap tahun 2,9 TCF saja. Rendahnya tingkat pemanfaatan ini karena
kurangnya daya saing Indonesia dalam hal suplai. Berbeda dengan Malaysia dan Australia yang selalu
siap dengan produksinya, ladang gas di Indonesia baru dikembangkan setelah ada kepastian kontrak
dengan pembeli, sehingga dari sisi supply readiness Indonesia kurang bersaing. Pertambangan mineral
seperti timah, nikel, bauksit, tembaga, perak, emas, dan batubara tetap memberikan kontribusi walaupun
penerimaannya cenderung menurun. Penerimaan negara dari pertambangan pada tahun 2001 sebesar
Rp2,3 triliun, tahun 2002 menjadi Rp1,4 triliun, dan tahun 2003 Rp1,5 triliun.

18. Ketidakpastian hukum di bidang pertambangan. Hal ini terjadi akibat belum selesainya
pembahasan RUU Pertambangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Pokok-pokok Pertambangan. Selain itu, otonomi daerah juga menambah ketidakpastian berusaha karena
banyaknya peraturan daerah yang menghambat iklim investasi, seperti retribusi, pembagian saham, serta
peraturan lainnya yang memperpanjang rantai perijinan usaha pertambangan yang harus dilalui.
19. Tingginya tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah secara
terpadu dan sistematis. Meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan
berdampak pada peningkatan pencemaran akibat limbah padat, cair, maupun gas secara signifikan.
Untuk limbah padat, hal ini membebani sistem pengelolaan sampah, khususnya tempat pembuangan
akhir sampah (TPA). Sebagai gambaran, di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek)
umur operasi TPA rata-rata tinggal 3-5 tahun lagi, sementara potensi lahan sangat terbatas. Selain itu,
sampah juga belum diolah dan dikelola secara sistematis, hanya ditimbun begitu saja, sehingga
mencemari tanah maupun air, menimbulkan genangan leacheate, dan mengancam kesehatan
masyarakat. Penurunan kualitas air di badan-badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan
industri juga memerlukan upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait. Semakin
tingginya intensitas kegiatan industri dan pergerakan penduduk menjadi pemicu memburuknya kualitas
udara, terutama di perkotaan. Pengaturan mengenai sistem pengelolaan dan pengendalian gas buang
(emisi), baik industri maupun transportasi diperlukan sebagai upaya peningkatan perbaikan kualitas
udara. Selain itu, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang berasal dari rumah sakit, industri,
pertambangan, dan permukiman juga belum dikelola secara serius. Walaupun Indonesia telah
meratifikasi Basel Convention, saat ini hanya ada satu fasilitas pengolahan limbah B3 yang dikelola
swasta di Cibinong. Tingginya biaya, rumitnya pengelolaan B3, serta rendahnya pemahaman
masyarakat menjadi kendala tersendiri dalam upaya mengurangi dampak negatif limbah terutama
limbah B3 terhadap lingkungan.

20. Adaptasi kebijakan terhadap perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global
warming) belum dilaksanakan. Fenomena kekeringan (El Niño) dan banjir (La Niña) yang terjadi
secara luas sejak tahun 1990-an membuktikan adanya perubahan iklim global. Dibandingkan 150 tahun
lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini meningkat 0,6 °C akibat emisi gas rumah kaca (greenhouse
gases) seperti CO2, CH4, dan NOx dari negara-negara industri maju. Sampai tahun 2100 mendatang
suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 °C. Keseimbangan
lingkungan global terganggu, glacier dan lapisan es di kutub mencair, permukaan laut naik, dan iklim
global berubah. Indonesia, sebagai negara kepulauan di daerah tropis, pasti terkena dampaknya. Oleh
karena itu adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan
strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata-ruang. Di lain pihak, isu
perubahan iklim memberi peluang tersendiri bagi Indonesia, yang telah meratifikasi Kyoto Protocol, di
mana negara-negara industri maju dapat ‘menurunkan emisinya’ melalui kompensasi berupa investasi
proyek CDM (Clean Development Mechanism) di negara berkembang seperti Indonesia.

21. Alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan. Alokasi dana pemerintah untuk sektor
lingkungan hidup sangat tidak memadai. Dari total alokasi dana pembangunan, sektor lingkungan hidup
hanya menerima sekitar 1 persen setiap tahunnya. Dengan terbatasnya keuangan negara, maka upaya
pendanaan alternatif harus diperjuangkan terus menerus sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, antara lain melalui skema DNS (debt for nature swap),
CDM (Clean Development Mechanism), Trust Fund Mechanism, dan green tax. Upaya ke arah itu
masih tersendat karena sistem dan aturan keuangan negara sangat kaku dan tidak fleksibel untuk
mengantisipasi berbagai skema pembiayaan inovatif. Selain itu, perlu dikembangkan pula alternatif
pendanaan dari sumber-sumber pendanaan dalam negeri dengan mengembangkan berbagai mekanisme
pengelolaan pendanaan melalui lembaga keuangan maupun lembaga independen lainnya.

22. Isu lingkungan global belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan
daerah. Tumbuhnya kesadaran global tentang kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang semakin
buruk, telah mendesak seluruh negara untuk merubah paradigma pembangunannya, dari ekonomi-
konvensional menjadi ekonomi-ekologis. Untuk itu telah dihasilkan 154 perjanjian internasional dan
multilateral agreement yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan isu lingkungan global.
Indonesia telah meratifikasi 14 perjanjian internasional di bidang lingkungan tetapi sosialisasi,
pelaksanaan dan penaatan terhadap perjanjian internasional tersebut kurang mendapat perhatian
sehingga pemanfaatannya untuk kepentingan nasional belum dirasakan secara maksimal. Selain itu,
masukan Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional di berbagai konvensi internasional
juga masih terbatas mengingat lemahnya kapasitas institusi, sumber daya manusia, serta sistem
perwakilan Indonesia di berbagai konvensi tersebut. Dengan aktifnya Indonesia pada perjanjian
perdagangan baik regional seperti AFTA dan APEC atau global seperti WTO, maka pembangunan
nasional dan daerah perlu mengantisipasi dampaknya terhadap lingkungan.
23. Belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup. Hukum lingkungan atau
peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup masih kurang bersinergi dengan peraturan
perundangan sektor lainnya. Banyak terjadi inkonsistensi, tumpang tindih dan bahkan saling
bertentangan baik peraturan perundangan yang ada baik di tingkat nasional maupun peraturan
perundangan daerah. Untuk memberikan penguatan sebagai upaya pengarusutamaan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan maka pengembangan hukum lingkungan perlu terus dilakukan.

24. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Masyarakat


umumnya menganggap bahwa sumber daya alam akan tersedia selamanya dalam jumlah yang tidak
terbatas, secara cuma-cuma. Air, udara, iklim, serta kekayaan alam lainnya dianggap sebagai anugerah
Tuhan yang tidak akan pernah habis. Demikian pula pandangan bahwa lingkungan hidup akan selalu
mampu memulihkan daya dukung dan kelestarian fungsinya sendiri. Pandangan demikian sangat
menyesatkan, akibatnya masyarakat tidak termotivasi untuk ikut serta memelihara sumber daya alam
dan lingkungan hidup di sekitarnya. Hal ini dipersulit dengan adanya berbagai masalah mendasar seperti
kemiskinan, kebodohan, dan keserakahan.

Referensi

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:SzrCcqTkOFsJ:www.batan.go.id/ref_utama/rpj
m_bab_32.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id

BAB III
PENYELESAIAN

UPAYA-UPAYA MENGATASI MASALAH LINGKUNGAN HIDUP

Usaha Mengatasi berbagai Masalah Lingkungan Hidup


Pada umumnya permasalahan yang terjadi dapat diatasi dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada pengelolaan sumber daya alam baik
yang dapat maupun yang tidak dapat diperbaharui dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampungnya.
2. Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan sumber daya alam maka
diperlukan penegakan hokum secara adil dan konsisten.
3. Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap terhadap pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
4. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap dapat dilakukan dengan cara
membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi.
5. Untuk mengetahui keberhasilan dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan
penggunaan indicator harus diterapkan secara efektif.
6. Penetapan konservasi yang baru dengan memelihara keragaman konservasi yang sudah ada
sebelumnya.
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.

Pengelolaan Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan Hidup dan Berkelanjutan

Untuk menanggulangi masalah kerusakan yang terjadi pada lingkungan perlu diadakan konservasi.
Konservasi dapat diartikan sebagai upaya untuk memelihara lingkungan mulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat sampai bangsa.
Pengelolaan sumber daya alam merupakan usaha secara sadar dengan cara menggali sumber daya alam,
tetapi tidak merusak sumber daya alam lainnya sehingga dalam penggunaannya harus memperhatikan
pemeliharaan dan perbaikan kualitas dari sumber daya alam tersebut. Adanya peningkatan
perkembangan kemajuan di bidang produksi tidak perlu mengorbankan lingkungan yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan. Apabila lingkungan tercemar maka akan berdampak buruk bagi
kelanjutan dari keberadaan sumber daya alam yang akhirnya dapat menurunkan kehidupan masyarakat.
Dalam pengelolaan sumber daya alam perlu diperhatikan keserasiannya dengan lingkungan. Keserasian
lingkungan merupakan proses pembentukan lingkungan yang sifatnya relatif sama dengan pembentukan
lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam agar berkelanjutan perlu diadakannya pelestarian terhadap
lingkungan tanpa menghambat kemajuan.

Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan


Dalam pengelolaan sumber daya alam agar tetap lestari maka dapat dilakukan uasaha atau upaya sebagai
berikut:
1. Menjaga kawasan tangkapan hujan seperti kawasan pegunungan yang harus selalu hijau karena
daerah pegunungan merupakan sumber bagi perairan di darat.
2. Untuk mengurangi aliran permukaan serta untuk meningkatkan resapan air sebagia air tanah, maka
diperlukan pembuatan lahan dan sumur resapan.
3. Reboisasi di daerah pegunungan, dimana daerah tersebut berfungsi sebagai reservoir air, tata air,
peresapan air, dan keseimbangan lingkungan.
4. Adanya pengaturan terhadap penggunaan air bersih oleh pemerintah.
5. Sebelum melakukan pengolahan diperlukan adanya pencegahan terhadap pembuangan air limbah
yang banyak dibuang secara langsung ke sungai.
6. Adanya kegiatan penghijauan di setiap tepi jalan raya, pemukiman penduduk, perkantoran, dan pusat-
pusat kegiatan lain.
7. Adanya pengendalian terhadap kendaraan bermotor yang memiliki tingkat pencemaran tinggi
sehingga menimbulkan polusi.
8. Memperbanyak penggunaan pupuk kandang dan organik dibandingkan dengan penggunaan pupuk
buatan sehinnga tidak terjadi kerusakan pada tanah.
9. Melakukan reboisasi terhadap lahan yang kritis sebagai suatu bentuk usaha pengendalian agar
memiliki nilai yang ekonomis.
10. Pembuatan sengkedan, guludan, dan sasag yang betujuan untuk mengurangi laju erosi.
11. Adanya pengendalian terhadap penggunan sumber daya alam secara berlebihan.
12. Untuk menambah nilai ekonomis maka penggunaan bahan mentah perlu dikurangi karena dianggap
kurang efisien.
13. Reklamasi lahan pada daerah yang sebelumnya dijadikan sebagai daerah penggalian.

Pengelolaan Daur Ulang Sumber Daya alam


Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat dikurangi dengan cara melakukan pengembangan
usaha seperti mendaur ulang bahan-bahan yang sebagian besar orang menganggap sampah, sebenarnya
dapat dijadikan barang lain yang bisa bermanfaat dan tentunya dengan pengolahan yang baik.
Pengelolaan limbah sangat efisien dalam upaya untuk mengatasi masalah lingkungan. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam pengelolaan limbah dengan menggunakan konsep daur ulang adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan pengelompokan dan pemisahan limbah terlebih dahulu.
2. Pengelolaan limbah menjadi barang yang bermanfaat serta memilki nilai ekonomis.
3. Dalam pengolahan limbah juga harus mengembangkan penggunaan teknologi.

Pelestarian Flora dan Fauna


Untuk menjaga kelestarian flora dan fauna, upaya yang dapat dilakukan adalah mendirikan tempat atau
daerah dengan memberikan perlindungan khusus yaitu sebagai berikut:
1. Hutan Suaka Alam merupakan daerah khusus yang diperuntukan untuk melindungi alam hayati.
2. Suaka Marga Satwa merupakan salah satu dari daerah hutan suaka alam yang tujuannya sebagai
tempat perlindungan untuk hewan-hewan langka agar tidak punah.
3. Taman Nasional yaitu daerah yang cukup luas yang tujuannya sebagai tempat perlindungan alam dan
bukan sebagai tempat tinggal melainkan sebagai tempat rekreasi.
4. Cagar alam merupakan daerah dari hutan suaka alam yang dijadikan sebagai tempat perlindungan
untuk keadaan alam yang mempunyai ciri khusus termasuk di dalamnya meliputi flora dan fauna serta
lingkungan abiotiknya yang berfungsi untuk kepentingn kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

https://dessyafriani.wordpress.com/2014/07/09/upaya-upaya-mengatasi-masalah-lingkungan-hidup/
BAB IIII
PEMBAHASAN
( DARI SATU HAL TERJADINYA PERMASALAHAN SDA(Perikanan) )

Konflik Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut : Kasus Nelayan di Perairan Utara Jawa Timur

A. Potensi Sumber Daya dan Pemanfaatannya

Indonesia mempunyai wilayah perairan sebesar 5,8 juta km2, yang terdiri dari 0,3 juta km2 laut
teritorial, 2,8 juta km2 perairan nusantara dan 2,7 km2 zona ekonomi ekslusif. Sekitar 70 % wilayah
Indonesia berupa laut dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 dan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Oleh karena itu sumber daya pantai dan laut yang dimiliki Indonesia sangat besar baik yang non hayati
seperti bahan tambang dan energi maupun hayati terutama ikan. Potensi sumber daya ikan (SDI) laut
diperkirakan sebesar 6,26 juta ton/tahun yang terdiri dari potensi wilayah perairan Indonesia sekitar 4,40
juta ton/tahun dan wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) sekitar 1,86 juta ton/tahun.[1] Hasil
pengkajian stok (stock assessment) yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001, potensi SDI di wilayah
perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton per-tahun, dengan rincian 5,14 juta ton per-tahun
berasal dari perairan teritorial dan 1,26 juta ton pertahun berasal dari ZEEI.[2] Mengingat besarnya
sumber daya yang ada maka pantai dan laut dapat dijadikan sumber pangan dan bahan baku industri.

Pemanfaatan sumber daya perikanan laut memungkinkan terjadi kompetisi baik antarnelayan lokal
maupun dengan nelayan pendatang (andon). Kompetisi terjadi dalam penggunaan teknologi alat tangkap
juga perebutan sumber daya di lokasi wilayah penangkapan (fishing ground). Hal ini kemudian menjadi
potensi konflik yang suatu saat akan mengakibatkan terjadinya konflik terbuka. Pemanfaatan teknologi
penangkapan sangat tergantung pada kemampuan modal dan ketrampilan nelayan dalam
menggunakaannya. Tidak semua lapisan masyarakat dapat memanfaatkan teknologi penangkapan
modern. Sementara laut sebagai sumber daya milik bersama (common property resources) tidak
memiliki batasan wilayah yang jelas.dalam kondisi demikian, sering terjadi benturan atau konflik
diantara para nelayan yang sangat tergantung secara ekonomis terhadap laut.

Konflik nelayan terjadi diantara kelompok nelayan yang menggunakan sumber daya alam yang sama
dengan penggunaan alat tangkap yang sama pula atau diantara para nelayan yang menggunakan
peralatan tangkap yang berbeda pada daerah penangkapan yang sama. Konflik seperti demikian yang
sering terjadi perairan utara Jawa Timur4.

B. Konflik Antarnelayan

Pesisir utara Jawa Timur yang membentang dari Kabupaten Tuban hingga Kabupaten Situbondo juga
wilayah pesisir Pulau Madura. Konflik antar kelompok nelayan dalam memperebutkan sumber daya
perikanan terjadi di beberapa daerah. Kasus di perairan Bangkalan dimana dua kelompok nelayan
terlibat bentrok fisik akibat berebut daerah penangkapan ikan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Juli
1995 di perairan Karangjamuang, Bangkalan utara. Konflik terjadi antara nelayan lokal dengan nelayan
Lamongan. Terjadilah pembakaran perahu-perahu nelayan Lamongan oleh nelayan Bangkalan, karena
menganggap wilayah perairan tersebut adalah milik mereka sejak turun temurun dan melarang nelayan
Lamongan untuk menangkap lagi di perairan mereka. Kasus serupa terjadi pula di perairan Sidoarjo,
dimana bentrok antara nelayan Pulau Mandangin sampang dengan Nelayan Kisik, Pasuruan yang
disebabkan perebutan lokasi penangkapan udang[3].

Kasus penggunaan alat tangkap terjadi di Perairan Probolinggo, Pausuran dan Lamongan. Di
Probolinggo, nelayan asal Kalibuntu, Kraksan terlibat bentrok dengan nelayan Pulau Gili Ketapang yang
disebabkan penggunaan alat tangkap mini trawl untuk menagkap ikan. Sementara di Pasuruan,
bentrokan terjadi antara nelayan Kecamatan Lekok dengan nelayan Kisik, Kalirejo Kecamatan Kraton
dengan kasus yang sama. Di Lamongan, ratusan nelayan Paciran menghancurkan fasilitas publik, seperti
kantor Camat, Mapolsek, dan Makoramil karena menganggap Pemkab Lamongan tidak segera
mengatasi nelayan yang menggunakan alat tangkap mini trawl yang telah berlangsung lama. Mereka
beranggapan kehadiran alat tangkap ini telah merusak ekosistem laut[4]

Konflik antarnelayan di perairan Jawa Timur sebenarnya telah berlangsung lama, sejak tahun 70-an.
Kejadian di Muncar misalnya, berawal dari kalahnya bersaing antara nelayan tradisional dan nelayan
purse seine. Dan pertikaian akibat kecemburuan ini berlangsung hingga tahun 1980-an. Namun sejak
tahun 1990-an keadaan konflik bergeser tidak hanya antara tradisional dan nelayan modern seperti
kejadian pembakaran purse seine di Masalembu dan Sumenep, tapi juga antarnelayan tradisional[5].
C. Jenis Konflik dan Faktor yang Mempengaruhinya[6]

Secara umum konflik antarnelayan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam, yaitu : (1) konflik
kelas, (2) konflik orientasi, (3) konflik agraria, dan (4) konflik primordial. Konflik kelas atau disebut
juga konflik vertikal, yakni konflik antara nelayan perikanan industri dengan nelayan perikanan rakyat.
Hal ini biasanya dipicu oleh perbedaan upaya tangkap (effort), yang dicerminkan oleh ukuran kapal dan
penerapan teknologi. Pada perikanan industri, kapal yang digunakan berukuran relatif besar dan
menerapkan teknologi maju. Sedangkan pada perikanan rakyat, kapalnya lebih kecil dan teknologi yang
diterapkan sederhana. Perbedaan ini mengakibatkan timbulnya kecemburuan sosial, karena hasil
tangkapan nelayan perikanan industri lebih banyak dibanding perikanan rakyat. Disamping itu, nelayan
perikanan rakyat merasa khawatir hasil tangkapannya akan semakin menurun karena sumber daya ikan
yang tersedia ditangkap oleh kapal-kapal berukuran besar.

Konflik orientasi yaitu konflik antara nelayan yang berorientasi pasar dengan nelayan yang masih terikat
nilai-nilai tradisional. Nelayan yang berorientasi pasar biasanya mengabaikan aspek kelestarian untuk
mendapatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, nelayan tersebut sering
menggunakan alat tangkap yang merusak sumber daya ikan dan lingkungannya, misalnya bahan peledak
dan bahan beracun. Di sisi lain, sebagian nelayan sangat peduli terhadap kelestarian sumber daya ikan,
sehingga mereka menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Konflik agraria yaitu konflik perebutan penangkapan (fishing ground), biasanya terjadi antarnelayan
yang berbeda domisilinya. Konflik seperti ini yang sekarang sedang marak, sebagai dampak euforia
otonomi daerah. Sedangkan konflik primordial terjadi sebagai akibat perbedaan identitas atau sosial
budaya, misalnya etnik dan daerah asal. Konflik ini agak kabur sebagai konflik tersendiri, karena
seringkali sebagai selubung dari konflik lainnya yakni konflik kelas, konflik orientasi maupun konflik
agraria.

D. Pembahasan

Keadaan sumber daya di suatu kawasan dipengaruhi oleh enam faktor utama, yaitu: pranata pengelolaan
sumber daya lokal, konteks sosial budaya, kebijakan Negara, variable teknologi, tingkat tekanan pasar
dan tekanan penduduk. Keenam faktor tersebut mempengaruhi secara langsung terhadap keadaan
sumber daya atau yang tidak langsung dengan diperantarai oleh pranata lokal[7] .

Upaya pemerintah yang dilakukan lebih berorientasi pada pertumbuhan daripada pemerataaan yang
mengedepankan partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama. Hal ini terjadi saat pemerintahan Orde
Baru. Ciri-ciri pembangunan Orde Baru dapat disimak dari: (1) pola pembangunan yang sentralistik; (2)
Negara sangat dominan terhadap masyarakat; (3) pembangunan yang diterapkan secara seragam dengan
mengabaikan keanekaragaman atau pluralitas masyarakat dan kebudayaannya; (4) pendekatan yang
bersifat mobilisasi lebih diutamakan daripada partisipasi sosial[8].

Penyebab Konflik

Terjadinya konflik di masyarakat nelayan disebabkan salah satunya oleh kondisi kepemilikan bersama
sumber daya perikanan laut. Dalam hal ini keikutsertaan bersifat bebas dan terbuka[9]. Sementara,
Daniel Mohammad Rosyid[10] mengungkapkan ada 4 faktor penting yang menyebabkan terjadinya
konflik anatara nelayan. Pertama, jumlah nelayan dengan beragam alat tangkap serta ukuran kapal telah
meningkat. Kedua, luas wilayah operasi tidak bertambah luas karena teknologi yang dikuasai tidak
berkembang. Ketiga, telah mengalami kondisi tangkap lebih dan populasi ikan mulai menurun.
Keempat, kesalahan pemahaman atas implikasi dan perumusan Undang-Undang mengenai otonomi
daerah yang mengatur kewenangan pengelolaan wilayah perairan laut.

Tiga faktor pertama sebagian dapat disebabkan oleh krisis ekonomi yang telah menimbulkan pergeseran
sektor ketenagakerjaan dari manufaktur ke perikanan tangkap. Sementara over kapitalisasi operasi
perikanan laut dalam pemanfaatan sumber daya laut bersama, sudah berkurang potensinya. Sedang
faktor keempat berkaitan dengan regulasi yang mengatur pengelolaan laut sebagai sumber daya
bersama[11].

Dari sisi kepentingan, konflik di wilayah pantai menjadi sangat tinggi terutama setelah masuknya
masyarakat non lokal yang cenderung memanfaatkan sumber daya pantai secara intensif baik modal
maupun teknologi dan kurang memperhatikan kepentingan kelompok atau sektor/subsektor lain
terutama masyarakat lokal. Sering terjadi masyarakat lokal justru makin tersisihkan karena tidak mampu
bersaing[12].
Sementara Ibrahim Ismail[13] mengidentifikasi konflik menjadi 2 permasalahan pokok yakni eksternal
dan internal. Konflik terjadi akibat terusiknya kelangsungan usaha masyarakat setempat karena
beroperasinya kapal-kapal besar dari daerah sehingga aktivitas keseharian nelayan setempat terganggu.
Sedang kasus yang diakibatkan faktor internal adalah konflik penggunaan alat penangkap ikan. Masalah
ini yang sering terjadi dibanyak daerah, dimana alat tradisional akan terlindas oleh nelayan yang
menggunakan alat yang dimodifikasi dan aktif seperti dogol atau cotok. Konflik tersebut sering kali
melibatkan dua kelompok nelayan yang berbeda teknologi untuk memperebutkan daerah dan target
penangkapan yang sama[14].

Keberadaan UU Otonomi Daerah

UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah mengatur bahwa Pemerintah Propinsi memiliki
kewenangan pengelolaan wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah
perairan kepulauan, sedangkan pemerintah kota/kabupaten berhak mengelola sepertiganya atau sejauh 4
(empat) mil. Ketentuan itu mencerminkan adanya pergeseran paradigma pembangunan kelautan
(termasuk perikanan) dari pola sentralistik ke desentralistik.

Namun, konflik antarnelayan makin marak setelah lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah. Namun demikian, karena operasionalisasi desentralisasi pengelolaan
wilayah laut belum tergambar secara jelas maka timbul penafsiran yang berbeda-beda baik di kalangan
pemerintah daerah maupun nelayan. Gejala ini terlihat dari adanya beberapa pemerintah daerah yang
mengeluarkan perijinan di bidang penangkapan ikan yang diluar kewenangannya. Sementara, sebagian
kalangan nelayan menafsirkan otonomi daerah dalam bentuk pengkavlingan laut, yang berarti suatu
komunitas nelayan tertentu berhak atas wilayah laut tertentu dalam batas kewenangan daerahnya, baik
dalam pengertian hak kepemilikan (property rights) maupun pemanfaatan (economic rights). Fenomena
ini menyulut timbulnya konflik antarnelayan.

Masalah yang mucul dengan adanya pemberian kewenangan wilayah laut kepada daerah oleh, antara
lain:

(1) Tidak sesuai dengan filosofis laut sebagai perekat dan pemersatu sehingga tidak seharusnya boleh
dibagi-bagi;

(2) Secara teknis akan sulit, karena titik-titik koordinat dan garis-garis batas memang dapat digambarkan
pada peta, tetapi pada pelaksanaannya (di laut) tidak mungkin jelas, sehingga dapat menimbulkan
kesalahpahaman yang berakhir dengan konflik;

(3) Pengertian yang benar mengenai batas dan berbagai implikasinya tidak mudah dipahami, baik oleh
masyarakat umum maupun oleh pejabat[15].

Interprestasi UU No. 22 Tahun 1999 masih kurang jelas. Banyak pihak yang mempertanyakan tentang
Wilayah otonomi penangkapan ikan, sementara peraturan pelaksanaan dari UU tersebut belum ada.
Sehingga penguasaan wilayah perairan ditafsirkan sebagai bentuk pengkavlingan laut. Sedang pada
tingkat nelayan telah menimbulkan konflik horisontal yang amat tajam.

Potensi Sumber daya Ikan versus Jumlah Nelayan

Potensi sumber daya ikan yang besar manajemen perikanan yang menganut asas kehatian-hatian
(precautionary approach). Dengan menetapkan JTB (Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan) yang
berasal dari perairan territorial dan perairan wilayah serta perairan ZEEI. Potensi dan JTB di atas
dimungkinkan mengalami perubahan ke arah yang positif, yakni terjadi kenaikan. Asumsi bahwa
potensi SDI di perairan Indonesia sebesar 6,40 juta ton pertahun dan JTB sebesar 5,12 juta ton pertahun,
maka produktifitas nelayan di Indonesia diperkirakan rata-rata sebesar 1,35 ton/orang/tahun atau
ekivalen 6,63 kg/orang/hari (lama melaut 200 hari dalam 1 tahun)[16]. Rendahnya produktifitas nelayan
tersebut menyebabkan persaingan untuk mendapatkan hasil tangkapan semakin lama akan semakin
ketat, karena rezim pengelolaan sumber daya ikan bersifat terbuka (open access).

Kondisi di atas dimungkinkan merupakan salah satu penyebab nelayan di negara kita rentan terhadap
konflik. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah strategis dan komprehensif untuk mengatasi
masalah ini, terutama guna melindungi nelayan perikanan rakyat yang merupakan bagian terbesar dari
seluruh nelayan dan tingkat kesejahteraannya masih rendah.

Tangkapan Lebih (Over Fishing)[17]


Pada tahun 2001 produksi ikan dari hasil penangkapan di laut mencapai 4,069 juta ton. Tingkat
Pemanfaatan SDI di Indonesia telah mencapai 63,49 % dari potensi lestari sebesar 6,409 juta ton
pertahun atau 79,37 % dari JTB sebesar 5,127 juta juta ton pertahun. Pemanfaatan tersebut tidak merata
untuk setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan, di beberapa wilayah pengelolaan telah terjadi over fishing
seperti di Laut Jawa dan Selat Sunda (171,72 %)[18].

Terjadinya over fishing telah mendorong nelayan yang biasa menangkap ikan di perairan tersebut
melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground) lain yang masih potensial. Hal ini
apabila tidak diantisipasi dapat menjadi faktor pendorong timbulnya konflik antara nelayan pendatang
dengan nelayan lokal.

Perilaku/Motivasi[19]

Seperti diketahui bahwa sebagian besar nelayan di Indonesia baik nelayan perikanan industri maupun
nelayan perikanan rakyat masih terlalu mengejar rente ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya ikan.
Hal ini mendorong nelayan untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya dan mengabaikan aspek-aspek
kelestarian, meskipun di beberapa daerah berlaku kearifan-kearifan lokal (local wisdom), pengetahuan
lokal dan hukum-hukum adat. Dampak dari padanya, prinsip-prinsip kanibalisme sering terjadi di laut
dan konflik antarnelayan tidak dapat dihindari. Untuk itu ke depan, pembangunan perikanan tangkap
harus mampu merubah orientasi nelayan ke arah yang lebih arif dan bijak dalam memanfaatkan sumber
daya ikan, guna menjaga kelestarian dan menghindari konflik.

Sosial Ekonomi

Jumlah nelayan kategori miskin pada akhir tahun 2000 diperkirakan mencapai 23.327.228 nelayan[20].
Sumber lain menyebutkan 85 % penduduk di wilayah pantai yang subur dan produktif masih miskin,
terutama di wilayah pantai yang tingkat aksesibilitasnya sangat rendah. Sekitar 60 % penduduk tinggal
dan menggantungkan hidupnya di wilayah pantai dan laut. Lebih dari 90 % produksi ikan dihasilkan di
daerah perairan pantai oleh nelayan tanpa perahu, perahu motor dan perahu motor tempel[21].

Sampai saat ini kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di Indonesia masih memprihatinkan.
Tingkat pendidikan mereka rata-rata rendah bahkan sebagian tidak berpendidikan, penghasilan tidak
menentu, tanpa jaminan kesehatan dan hari tua, tinggal di rumah yang kurang layak dan sebagainya.
Disisi lain, mereka pada umumnya konsumtif dan tidak mempunyai budaya menabung. Masyarakat
dengan kondisi sosial ekonomi yang demikian, biasanya emosional, nekat dan mudah dipengaruhi.
Permasalahan kecil yang timbul diantara mereka dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan. Oleh
karena itu mereka sangat rentan terhadap konflik, meskipun penyebabnya seringkali masalah sepele.

E. Upaya Mengatasi Konflik

Dengan memperhatikan aspek sosial-budaya dan kepentingan ekonomi masyarakat nelayan, pemikiran-
pemikiran mengatasi konlik perebutan sumber daya perikanan laut tidak mudah dilaksanakan. Prinsip
yang harus dikembangkan untuk menghindari konflik adalah strategi pemanfataan sumber daya harus
mempertimbangkan pendekatan yang menyeluruh tentang jumlah biaya, keuntungan yang dicapai dari
proses eksploitasi. Strategi harus memperhatikan interaksi positif antara kepentingan ekonomi dan
lingkungan.

Pemberdayaan Nelayan

Salah satu pemicu timbulnya konflik antarnelayan adalah kondisi sosial ekonomi dan motivasi/perilaku
yang ada pada masyarakat nelayan. Untuk itu, agar konflik dapat dihindari maka perlu dilakukan upaya-
upaya yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan nelayan dan perubahan motivasi/perilaku ke arah
yang lebih positif. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan
(empowerment). Diharapkan dengan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan secara intensif dan
berkesinambungan maka konflik antarnelayan dapat dihindari.

Relokasi

Sebagian besar armada perikanan berada di daerah yang padat penduduknya dalam hal ini Pantai Utara
Jawa Timur. Kondisi ini menyebabkan perairan di sekitar daerah tersebut mengalami padat tangkap
bahkan menunjukkan gejala over fishing. Dampak dari padanya, di perairan tersebut sering terjadi
konflik antarnelayan karena perebutan daerah penangkapan (fishing ground). Oleh karena itu perlu
dilakukan pemindahan (relokasi) armada dari daerah sekitar perairan yang sudah padat tangkap atau
telah menunjukkan gejala over fishing ke perairan lain yang masih surplus tingkat pemanfaatan sumber
daya ikannya24.

Dengan adanya kegiatan ini maka diharapkan akan terjadi keseimbangan tingkat pemanfaatan di
masing-masing Wilayah Pengelolaan Perikanan, sehingga pemanfaatan sumber daya ikan dapat
dilakukan secara berkelanjutan dan konflik yang disebabkan karena perebutan daerah penangkapan
dapat dihindari.

Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat[22]

Sumber daya ikan dapat mengalami degradasi bahkan pemusnahan apabila dieksploitasi secara tidak
terkendali, meskipun sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat pulih (renewable
resources). Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran sebagian nelayan akan hilangnya mata
pencaharian mereka, sehingga memunculkan konflik dengan nelayan yang kurang peduli terhadap
kelestarian.

Penerapan manajemen perikanan yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat adalah keharusan, agar
pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi.
Pelibatan masyarakat secara penuh dalam pemanfaatan sumber daya ikan (perencanaan, pelaksanaan
sampai pengawasan termasuk rehabilitasi dan konservasi) dimaksudkan agar seluruh stakeholders
merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber daya ikan.

Pengembangan Usaha Alternatif [23]

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menghindari konflik antarnelayan adalah pengembangan usaha
alternatif, misalnya di bidang budidaya ikan, pengolahan ikan, perbengkelan dll. Dengan adanya usaha
alternatif diharapkan nelayan akan memperoleh penghasilan tambahan, sehingga ketergantungan
terhadap hasil tangkapan ikan dapat dikurangi dan keinginan nelayan untuk menangkap ikan sebanyak-
banyaknya juga dapat ditekan.

Disamping itu, upaya ini dapat juga mengurangi jumlah nelayan kerena beralih profesi ke usaha
alternatif yang lebih prospektif. Berkurangnya jumlah nelayan di daerah-daerah yang padat, seperti
Pantai Utara Jawa dan Pantai Timur Sumatera juga merupakan solusi untuk menghindari konflik.

Peningkatan Nilai Tambah Ikan Hasil Tangkapan

Selama ini, dalam melakukan usaha penangkapan ikan, nelayan pada umumnya lebih berorentasi pada
jumlah (volume) hasil tangkapan, dibanding nilai (value) hasil tangkapan tersebut. Hal ini menyebabkan
terjadinya inefisiensi (pemborosan) dalam pemanfaatan sumber daya ikan dan dapat menjadi pemicu
timbulnya konflik.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah meningkatkan nilai
tambah melalui pembinaan mutu. Dengan meningkatnya mutu diharapkan harga jual ikan akan
mengalami kenaikan dan pada gilirannya akan merubah orientasi nelayan dari mengejar jumlah
tangkapan ke margin pendapatan[24].

Pengawasan dan Penegakan Hukum

Pemerintah melalui KepMen Pertanian No. 607 Tahun 1975 jo No. 392 Tahun 1999 tentang Jalur-Jalur
Penangkapan Ikan telah berupaya agar konflik antarnelayan dapat dihindari. Dalam keputusan tersebut
menjelaskan tentang daerah penangkapan ikan di laut dibagi atas 3 (tiga) Jalur Penangkapan[25].

Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap keputusan tersebut di atas dapat menghindari
terjadinya konflik antarnelayan. Penegakkan aturan hukum yang melarang penggunaan teknologi
penangkapan yang merusak lingkungan, yang juga dapat menyebabkan kecemburuan sosial dan
meningkatkan kesenjangan pendapatan diantara kelompok nelayan. Penegakan hukum harus dibarengi
dengan pengawasan yang ketat, bilamana terjadi pelanggaran peraturan harus ditindak tegas, tentunya
aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan ini harus jelas terlebih dulu, agar tidak menimbulkan
penafsiran yang berbeda.
[1] Suboko, B. 2000. Industri Perikanan, Pengelolaan sumber daya Ikan dalam Perspektif Global. Makalah dalam
Seminar Nasional Perikanan, Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia Wilayah III di Semarang, 4 Mei 2000.

[2] Ditjen Perikanan Tangkap, 2002. Bahan Dialog Perikanan Tangkap dengan Sub Komisi Kelautan
Dan Perikaan DPRRI. DKP.Jakarta.

[3] Kusnadi, 2000. Konflik Sosial Nelayan : Kemiskinan dan Perebutan Sumber daya Perikanan.
Penerbit LKiS. Yogyakarta.hal.81-82

[4] ibid . hal.82 – 83.

[5] Jawa Pos, “Otonomi Daerah Pemicu Konflik”, 30 Oktober 2001.

[6] Makalah Filsafat Sains,. 2002. Konflik Antarnelayan di Indonesia. Program Pascasarjana IPB.
Bogor.

[7] Kusnadi, op.cit. hal. 84

[8] Indriyanto, Edi. 2000. Mitos Orang Kalah : Orang Laut dan Pola Pemukimannya. Antropologi
Indonesia Tahun XXIV No. 61 edisi Januari – April 2000. Jurusan Antropologi FISIP Universitas
Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

[9] Christy, F.T. 1987. Hak Pengusahaan Wilayah Pada Perikanan Laut : Definisi dan Kondisi, dalam
Ekonomi Perikanan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

[10] Beliau adalah pakar kelautan Jawa Timur.

[11] Jawa Pos, 31 Oktober 2001.

[12] Kamiso. 2000.”Pengelolaan Sumber daya Hayati di Wilayah Pesisir Pantai”. Makalah dalam
Semiloka Pemberdayaan Pesisir dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat, DELP, pada tanggal 19
– 20 Mei di Cilacap.

[13] Beliau adalah Dirjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan.

[14] Jawa Pos, 31 Oktober 2001.

[15] Diamar, Son. 2001. Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan, disampaikan pada Forum URDI
tanggal 21 Maret 2001.

[16] Prediksi berasal dari Ditjen Perikanan Tangkap tahun 2002 berdasarkan data Potensi dan JTB
menurut Kelompok SDI, KepMen Pertanian No. 995/Kpts/IK.210/9/99

[17] Istilah ini menunjukkan bahwa jumlah rata-rata dari hasil tangkap melebihi dari potensi sumber
daya ikan yang ada di wilayah perairan.

[18] Data Tingkat Pemanfaatan SDI berasal Hasil Pengkajian Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, DKP tahun 2001.

[19] Dikutip dari Makalah Fislsafat Sains,. 2002. Konflik Antarnelayan di Indonesia. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.

[20] Darus, M dan Hermayulis. 2000. Makalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Atas Perairan dan
Pelaksanaan Otonomi Daerah, disampaikan dalam Sarasehan Nasional Dewan Maritim Indonesia
tanggal 28-29 Juli 2000 di Jakarta.

[21] Kamiso. 2000. Pengelolaan Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir Pantai. Makalah dalam
Semiloka Pemberdayaan Pesisir dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat, DELP, pada tanggal 19
– 20 Mei di Cilacap.

[22] Karsu Susilo, 2000. Kebijakan Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah dalam Mendukung
Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Rakornas DELP, Jakarta 25 – 26 April 2000.
[23] lihat, Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2002. Evaluasi PKPS-BBM 2002 Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir. Dep. Kelautan dan Perikanan, Jakarta

[24] Departemen Kelautan dan Perikanan 2002. Evaluasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

[25] Ditjen Perikanan Tangkap, 2002. Bahan Dialog Dirjen Perikanan Tangkap dengan Sub Komisi
Kelautan dan Perikanan DPR-RI. DKP, Jakarta.

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan – penjelasan diatas mengenai sumber daya alam dan permasalahan tentang
sumber daya alam, kami dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1) Sumber daya alam diartikan sebagai unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati
dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kessatuan ekosistem.

2) Sumber daya alam akan menjadi lebih bermanfaat jika dikelola dengan benar dan tetap menjaga
dan memberikan nilai – nilai kelestarian sumber daya alam serta tanpa mengabaikan sifat kemanusiaan
yang merupakan pengguna sumber daya alam itu sendiri sebagai dampak dari sumber daya alam
tersebut.

3) Jenis – jenis sumber daya alam ada 2. Yang pertama adalah sumber daya alam yang dapat
diperbaharui yang dapat dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non
hayati dan yang kedua adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, contohnya adalah
minyak bumi, gas alam, emas perak, besi, batu bara dan yang lainnya yang sejenis.

4) Kemungkinan besar jika dimaksimalkan pengelolaan sumber daya alam terutama di Indonesia, akan
memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dengan menjalankan aspek kepentingan
bersama ssehingga hasil dari sumber daya alam tersebut tidak hanya di nikmati para masyarakat asing
namun diutamakan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.

5) Permasalahan sumber daya alam yang biasanya terjadi di Indonesia diantarannya adalah :
pengambilan sumber daya alam secara ilegal, ironi sumber daya alam di Indonesia, masalah
pengembangan sumber daya alam yang kurang baik, serta pengelolaan sumber daya alam yang kurang
baik oleh masyarakat Indonesia sendiri.

6) Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam. Sumber daya alam ini diharapkan bisa
bermanfaat bagi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti
kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier, contohnya beras, sayur – sayuran, buah –
buahan, televisi, handphone, radio, kulkas dan yang lainnya.

7) Sumber daya kawasan pesisir dan laut termasuk obyek strategis yang menjadi ajang perebutan
kepentingan. Konflik di perkirakan masih akan terus berlangsung. Secara struktural, nelayan di
Indonesia rentan terhadap konflik, sehingga perlu ditempuh langkah-langkah untuk mengantisipasi agar
konflik antarnelayan dapat dihindari. Berbagai sumbangan pemikiran yang ada masih perlu didiskusikan
lebih lanjut, dengan harapan diperoleh solusi yang lebih tepat dan dapat menjadi masukan bagi para
pengambil kebijakan dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang akan kami sampaikan kepada pembaca adalah sebagai
berikut :

1) Kita sebagai masyarakat Indonesia seharusnya perduli terhadap sumber daya alam yang ada di
Indonesia. Seharusnya sumber daya alam dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat Indonesia supaya
sumber daya alam tetap bermanfaat untuk kehidupan sehari hari masyarakat Indonesia.

2) Seharusnya pemerintah juga memperhatikan keadaan sumber daya alam yang ada di Indonesia agar
dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat.

3) Agar sumber daya dapat dikelola dengan baik, Indonesia juga memerlukan tenaga ahli yang sudah
diberikan pendidikan dan keahlian khusus untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil sumber
daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

4) Masyarakat seharusnya menyadari jika penggunaan sumber daya alam tidak semuanya dapat
diperbaharui, maka sebaiknya penggunaan sumber daya alam jangan terlalu diekspos secara berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA :

1. Liesnoor Setyowati, Dewi, dkk. 2014. PLH. Semarang : Tim MKU PLH

2. http://eprints.uny.ac.id/8631/3/BAB%202%20-%2008401241011.pdf

3. https://aprielhyani.wordpress.com/jenis-jenis-sumber-daya-alam-dan-mengelompokkan-sumber-
daya-alam-berdasarkan-ciri-tertentu/ (PGSD, FIP, UNNES)

4. file:///D:/PLH/Indonesia%20%20Natural%20Resources%20and%20Law%20Enforcement%20-
%20International%20Crisis%20Group.html

5. file:///D:/PLH/Ironi%20Sumber%20Daya%20Alam.html (Kompasiana – Kompas.com)

6. https://books.google.co.id/books?id=YAl8aRxhEekC&pg=PA268&lpg=PA268&dq=permasalahan
+sumber+daya+alam&source=bl&ots=wUBmvZSj80&sig=tSk2PIjqzeqHzz5MTn_TsmK0TcY&hl=id
&sa=X&ei=7jIBVZ7VLZSZuQTk04GwAg&redir_esc=y#v=onepage&q=permasalahan%20sumber%2
0daya%20alam&f=false

7. http://www.academia.edu/7003393/Permasalahan_Pengelolaan_SDA_Dan_Lingkungan_Oleh_Bag
us_Wahyu_Nugroho

9.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:SzrCcqTkOFsJ:www.batan.go.id/ref_utama/rpjm_b
ab_32.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id

8. https://dessyafriani.wordpress.com/2014/07/09/upaya-upaya-mengatasi-masalah-lingkungan-hidup/

Anda mungkin juga menyukai