DISUSUN OLEH :
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI (A)
2018
BAB I
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya.[1] Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk
dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam
(bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun
cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan
produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata, seperti
penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Pengertian Pertanian dalam arti luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian
(tanaman pangan dan hortikultura), perkebunan, kehutanan, dan peternakan, perikanan.
Pertanian Pertanian dalam arti sempit adalah suatu budidaya tanaman kedalam suatu lahan
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan manusia.
Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia,
dikelola oleh beberapa pihak, baik dari pihak Pemerintah maupun Swasta. Kedua pihak saling
mendukung satu sama lain dalam membuat regulasi (peraturan) SDA, menjadi operator
pengelolaan SDA, dan saling mengontrol dalam pengelolaan SDA. Pemanfaatan SDA, harus
mengutamakan dua prinsip, yaitu optimal dan lestari. Hal ini disebabkan karena sumber daya
alam yang tersedia saat ini tidak hanya diperuntukkan untuk generasi ini saja, tetapi juga akan
digunakan untuk generasi yang akan datang. Sekarang mari kita pelajari lebih lanjut tentang
prinsip-prinsip dalam pengelolaan sumber daya alam dan sistem kelembagaan yang ada
dalam pemanfaatan SDA.
Manusia adalah makhluk hidup yang bergantung kepada alam dan juga makhluk hidup
lainnya. Disebut bergantung kepada alam karena manusia memenuhi keutuhannya dengan
mengandalkan apa saja yang berada di alam. Sebagai contoh, manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya, yaitu makanan dengan mengambil dari tumbuhan dan juga daging binatang. Semua
itu bisa didapatkan dari alam. Selain kedua contoh tersebut, udara dan juga air adalah salh
satu yang paling dibutuhkan oleh manusia. Keduanya bisa kita dapatkan di alam. Barang-
barang tambang yang ada di dalam planet Bumi, seperti di inti bumi atau kerak bumi juga
merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh manusia. Ada banyak jenis barang tambang
seperti biji besi, timah, nikel, emas dan lain sebagainya. Semua barang- barang yang kita
dapatkan dari alam ini disebut sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam sendiri ada yang
memiliki sifat dapat diperbaharui ada yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam
merupakan kekayaan alam yang harus kita jaga bersama. Dan pada kesempatan kali ini kita
akan membahas mengenai prinsip- prinsip dalam mengelola sumber daya alam.
1. Prinsip Optimal
Salah satu prinsip dari pengelolaan sumber daya alam adalah digunakan secara optimal.
Telah tertuang dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-
Undang tersebut, berarti optimalisasi pengelolaan sumber daya alam memang harus
dilakukan. Optimalisasi pengelolaan suberdaya alam ini boleh berati sumber daya alam
dimanfaatkan secara menyeluruh, memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian
demi kemakmuran rakyat seutuhnya, namun tetap memperhatikan keberlanjutan sumber daya
alam tersebut di masa depan.
Meskipun optimal, bukan berarti penggunaan sumber daya alam ini isa maksimal dan
seenaknya sendiri. Penggunaan sumber daya alam ini tetap harus memperhatikan berbagai hal
seperti menerapkan asas pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
merupakan pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa kini, namun
tidak mengorbankan hak penemuhan kebutuhan generasi masa mendatang. Hal ini memiliki
arti bahwa dalam mengeksploitasi kekayaan alam, selain untuk memenuhi kebutuhan masa
kini, juga tidak mengorbakan kebutuhan generasi mendatang. Maka dari itulah pengelolaan
sumber daya alam ini harus dilakukan secara arif dan bijaksana. Jika kita menggunaka
sumber daya alam secara arif dan bijaksana maka anak cucu kita juga akan mewarisi sumber
daya alam yang kita miliki, sehingga tidak berdampak buruk bagi mereka.
2. Prinsip Lestari
Prinsip pengelolaan sumber daya alam yang kedua adalah prinsip lestari. Lestari sendiri
artinya keadaan yang seimbang dan utuh. Maksud lestari disini adalah upaya pengelolaan
sumber daya alam beserta dengan ekosistemnya dengan tujuan mempertahankan sifat asli dan
juga bentuknya. Dengan demikian kita bisa menyatakan bahwa prinsip lestari disini
merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk menjaga sumber daya alam yang ada
supaya tetap ada, baik itu dilihat dari sifatnya maupun dari bentuknya.
Untuk prinsip lestari sendiri, kita akan menyajikan beberapa contoh konsep mengenai prinsip
lesatri dalam pengelolaan sumber daya alam. Beberapa contoh konsep dalam prinsip lestari
antara lain sebagai berikut:
Salah satu contoh konsep prinsip lestari dalam pengelolaan sumber daya alam adalah dengan
menggunakan pupuk organik atau pupuk alami. Penggunaan pupuk organik atau pupuk alami
ini merupakan pilihan yang paling tepat karena dapat menyuburkan tanah sevara alami tanpa
menghilangkan zat- zat asli yang terkandung di dalam tanah. Selain itu kesuburan tanah juga
akan terjaga karena selalu mengalami regenerasi akibat kandungan dari pupuk organik
tersebut. Pupuk organik menjadi salah satu penyumbang mikroorganisme yang dapat
menyuburkan tanah. Meskipun secra umum pupuk kimia juga menyuburkan tanah, namun
kandungan zat kimianya terkadang dapat menyebabkan stuktur tanah malam menjadi rusak.
Selain itu penggunaan pestisida yang terkontrol dan sesuai dengan kebutuhan juga menjadi
salah satu contoh dari konsep lestari dalam pengelolaan sumber daya alam. Kita tahu bahwa
pestisida merupakan sebuah obat yang digunakan untuk membasmi hama dalam pertanian,
supaya tanaman tidak rusak. Namun perlu diingat bahwa dalam menggunakan pestisida, tidak
boleh berlebihan karena residu yang diendapkannya apabila terlalu banyak akan bisa menjadi
racun bagi tanah, dan mempengaruhi kesuburan tanah.
Pelestarian tanah
Pelestarian tanah juga merupakan salah satu contoh konsep dari prinsip lestari dalam
pengelolaan sumber daya alam. Pelestarian tanah ini bisa dilakukan dengan melakukan
berbagai kegiatan yang dapat membuat tanah menjadi lebih baik. Beberapa contoh upaya
pelestarian tanah antara lain adalah melakukan reboisasi atau penanaman hutan kembali,
pembangunan terasering pada tanah yang miring dan lain sebagainya.
Selain contoh- contoh yang telah dipaparkan tersebut, masih banyak lagi contoh konsep dari
prinsip lestari. Hal yang paling inti adalah prinsip lestari ini adalah upaya- upaya untuk
membuat alam selalu dalam kondisi yang baik.
Pelestarian Udara
Menekan penggunaan pemakaian gas kimia yang mana bisa merusak lapisan ozon yang ada
di atmosfer.
Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini, tanpa diimbangi
dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Upaya yang dapat
dilakukan untuk melestarikan hutan: reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul,
melarang pembabatan hutan, menerapkan sistem tebang-pilih dalam menebang pohon,
menerapkan sistem tebang-tanam dalam kegiatan penebangan hutan, dan menerapkan sanksi
yang berat, bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengolahan hutan.
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang sangat luas dan banyak menyimpan
kekayaan alam yang melimpah. Kerusakan biota laut dan pantai, lebih banyak disebabkan
karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, pengrusakan hutan bakau, dan pengrusakan
hutan bakaukarang di laut merupakan kegiatan-kegiatan manusia yang mengancam
kelestarian laut dan pantai. Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai, dapat
dilakukan dengan cara: Melakukan reklamasi pantai dengan cara menanam kembali tanaman
bakau di areal sekitar pantai. Melarang pengambilan batu karang yang berada disekitar pantai
maupun di dasar laut. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya, dalam
mencari ikan.
3. Prinsip Efisien
Selain prinsip optimal dan juga prinsip lestari, prinsip dalam pengelolaan sumber daya alam
lainnya adalah prinsip efisien. Efisien merupakan nama lain dari hemat. Hemat atau efisien
disini merupakan penggunaan sumber daya alam yang tidak berlebih- lebihan atau
disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Benar sekali ,bahwa optimal merupakan penggunaan
sumber daya alam yang sebesar- besarnya, namun perlu diketahui bahwa dalam
menggunakan sumber daya alam ini tetap harus memperhatikan kelangsungan hidup generasi
masa depan. Maka dari itulah ini juga disebut dengan efisien.
BAB III
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan ini terjadi karena
butir-butir pasir, debu dan lempung terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan
organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya
membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibatnya pori-pori tanah
banyak terbentuk, di samping itu tanah tidak mudah rusak sehingga pori-pori tanah tidak
cepat tertutup bila terjadi hujan.
1) Tekstur Tanah
Apabila kamu berada di tepi pantai dan mengamati tanah di daerah pantai, apa yang kamu
rasakan dengan tanah di daerah tersebut? Apakah terasa kasar? Ya, karena tanah di pantai
merupakan tanah pasir. Mengapa disebut tanah pasir? Karena pada tanah tersebut terdapat
kandungan partikel tanah berukuran 0,05–2 milimeter. Pernahkah kamu bertanya-tanya
mengapa tanah dikatakan tanah lempung? Nah, penamaan tanah pasir ataupun tanah lempung
itu berdasarkan sifat tekstur tanah.
Tanah dikatakan bertekstur lempung apabila kandungan lempung lebih banyak. Apabila
kandungan partikel lempung, pasir, dan debu seimbang, tanah tersebut disebut tanah geluh.
Jadi, apakah yang dimaksud dengan tekstur tanah? Untuk menentukan jenis tekstur tanah
dapat dilakukan dengan uji langsung maupun uji laboratorium.
Uji langsung dilakukan dengan meremas (memilin-milin) sampel tanah dalam keadaan basah,
sedang uji laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh nilai persentase tekstur. Nilai ini
kemudian dicocokkan dengan segitiga tekstur seperti gambar sebagai berikut.
Keterangan:
A = Lempung
B = Lempung berdebu
C = Lempung berpasir
D = Geluh lempung berdebu
E = Geluh berlempung
F = Geluh lempung berpasir
G = Geluh berdebu
H = Debu
I = Geluh
J = Geluh berpasir
K = Pasir bergeluh
L = Pasir
2) Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan cara pengikatan butir-butir tanah yang satu terhadap yang lain. Jika
kamu pernah melihat tanah yang digali dengan kedalaman lebih dari satu meter atau jika
kamu perhatikan pada dinding lereng yang tidak tertutup vegetasi, akan tampak perbedaan
gumpalan-gumpalan tanah.
Lapisan pada kedalaman kurang dari 30 cm mempunyai struktur granular yang berarti tanah
mempunyai kumpulan butiran tanah yang bersifat tunggal. Pada lahan rawa atau gurun,
struktur tanah kurang atau tidak terbentuk, karena butiran tanah bersifat tunggal atau tidak
terikat satu sama lain.
Berbagai jenis struktur tanah antara lain berupa gumpalan atau remah. Struktur tanah pada
berbagai lapisan tanah bisa berbeda. Kegiatan-kegiatan petani berupa pembajakan,
pemupukan, dan pengolahan tanah dapat mengubah struktur tanah asli.
3) Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah merupakan sifat fisik tanah yang menyatakan besar kecilnya gaya kohesi
dan adhesi dalam berbagai kelembapan. Konsistensi tanah dapat kamu ketahui dengan
mencoba memecah tanah tersebut, apabila sulit dipecah berarti bahwa tanah mempunyai
konsistensi yang kuat.
4) Lengas Tanah
Pada musim kemarau, musim memanen palawija antara lain bawang, kacang, ketela, dan
sebagainya. Ladang yang kelihatannya kering itu ternyata ada gumpal tanah yang melekat
pada buah kacang atau bawang dan tanah masih lembap. Kelembapan inilah yang disebut
lengas tanah.
5) Udara Tanah
Petani yang menanam palawija, bila turun hujan lebat atau tertimpa bencana banjir
tanamannya mati lemas, karena tanaman tersebut kekurangan udara tanah. Hal ini terjadi
karena seluruh pori-pori berisi lengas tanah. Udara terdesak keluar sehingga akar tanaman
kekurangan O2, kecuali tumbuh-tumbuhan air seperti padi sawah, kangkung, dan tumbuh-
tumbuhan bakau yang mempunyai akar napas.
6) Warna Tanah
Kalau kita melihat dan mengamati warna tanah ada bermacam-macam, ada tanah di ladang
atau sawah yang berwarna cokelat, merah, dan kuning. Warna tanah pada pegunungan
vulkanik berbeda dengan warna tanah pada pegunungan kapur. Amatilah warna tanah di
sekitarmu.
7) Suhu Tanah
Bila kita pergi ke ladang atau ke sawah pada pagi hari terasa lebih dingin dibanding pada
siang hari, bila menginjak tanah pasir pada siang hari terasa lebih panas dibanding tanah
lempung. Ini semua karena tanah mempunyai suhu atau temperatur tanah.
8) Permeabilitas Tanah
Merupakan kecepatan air merembes ke dalam tanah melalui pori-pori baik ke arah horizontal
maupun vertikal. Cepat lambatnya perembesan air sangat ditentukan oleh tekstur tanah.
Semakin kecil/lembut tekstur semakin lambat perembesan air, begitu pula sebaliknya.
9) Porositas
Tanah dikatakan bersifat porous apabila mudah atau cepat meresapkan air. Berarti tanah
tersebut mempunyai pori-pori besar yang dominan, misalnya tanah pasir. Dengan demikian,
porositas merupakan persentase volume pori yang ada di dalam tanah dibanding volume
massa tanah.
Tanah sebagai bagian dari tubuh alam mempunyai komposisi kimia berbeda-beda. Tanah
terdiri atas berbagai macam unsur kimia. Penentu sifat kimia tanah antara lain kandungan
bahan organik, unsur hara, dan pH tanah. Tanah yang kita lihat adalah suatu campuran dari
material-material batuan yang telah lapuk (sebagai bahan anorganik), material organik,
bentuk-bentuk kehidupan (jasad hidup tanah), udara, dan air.
Bahan organik tanah terdiri atas sisa-sisa tanaman serta hewan dalam tanah, termasuk juga
kotoran dan lendir-lendir serangga, cacing, serta binatang besar lainnya. Kandungan bahan
organik dalam tanah memengaruhi karakteristik tanah. Pada tanah dengan kandungan bahan
organik yang tinggi akan memberikan efek warna tanah cokelat hingga hitam. Sehingga sifat
kimia tanah berupa kandungan bahan organik dapat dikenali dari warnanya.
Selain itu, pengenalan ada tidaknya bahan organik secara kualitatif dapat dilakukan dengan
cara menetesi contoh tanah dengan hydrogen peroxyde (H2O2) 10%. Jika tanah mengandung
bahan organik, maka setelah ditetesi H2O2 akan tampak adanya percikan atau gelembung-
gelembung.
Sifat kimia tanah yang lain, yaitu berupa derajat keasaman atau pH tanah. pH tanah dikatakan
normal antara 6,5 sampai dengan 7,5. Pada keadaan ini, semua unsur hara pada larutan tanah
dalam keadaan tersedia, seperti ketersediaan nitrogen serta unsur hara lainnya.
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman dan tempat hidup organisme di dalamnya
menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dan organisme lainnya. Di dalam
tanah terjadi proses-proses yang menghasilkan sifat biologi tanah. Misalnya, adanya cacing
tanah akan meningkatkan unsur nitrogen, fosfor, kalium, serta kalsium dalam tanah sehingga
dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Peranan cacing tanah yang lain berupa lubang yang ditinggalkan di tanah akan meningkatkan
drainase tanah, hal ini penting dalam perkembangan tanah. Cacing-cacing mengangkut tanah,
mencampur, serta menggumpalkan sejumlah bahan organik yang belum terombak seperti
daun dan rumput yang digunakan sebagai makanan. Selain itu, secara tegas cacing dengan
kotoran dan lendir-lendirnya mampu mengikat partikel-partikel tanah menjadi gumpalan
tanah yang stabil terutama pada tanah asli.
BAB IV
PEMBUATAN LOBANG
CANGKUL
TANAM
Diagram Alir Pembukaan Lahan Secara Mekanis
Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air atau
angin (Arsyad, 1976). Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan
(detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara
yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan
merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-
tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di
daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terus-
menerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar risiko erosi. Berbeda dengan
daerah datar, selain massa tanah dalam posisi stabil, air hujan yang jatuh tidak selamanya
memukul permukaan tanah karena dengan cepat akan terlindungi oleh genangan air. Tanah
yang hilang akibat proses erosi tersebut terangkut oleh air sehingga menyebabkan
pendangkalan saluran drainase termasuk parit, sungai, dan danau. Erosi yang telah berlanjut
menyebabkan rusaknya ekosistem sehingga penanganannya akan memakan waktu lama dan
biaya yang mahal. Menurut Kurnia et al. (2002), kerugian yang harus ditanggung akibat
degradasi lahan tanpa tindakan rehabilitasi lahan mencapai Rp 291.715,- /ha, sedangkan
apabila lahan dikonservasi secara vegetatif, maka kerugian akan jauh lebih rendah.
Pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya
masyarakat juga menjadi pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta memperkecil
risiko degradasi lahan. Pada dasarnya teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a)
vegetatif; (b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik konservasi mekanik dan vegetatif telah banyak
diteliti dan dikembangkan. Namun mengingat teknik mekanik umumnya mahal, maka teknik
vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat. Teknik konservasi tanah secara
vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah
secara mekanis maupun kimia, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang
dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan
hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya. Hal tersebut
melatarbelakangi pentingnya informasi mengenai teknologi konservasi tanah secara vegetatif.
Tulisan ini disusun untuk memberikan uraian yang rinci mengenai teknik konservasi tanah
secara vegetatif, macam, prospek dan kendala serta alternatif implementasinya.
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai
dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Pemakaian istilah konservasi tanah sering
diikuti dengan istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika
mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi
tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi tanah adalah meningkatkan
produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan
upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi. Sasaran konservasi tanah meliputi
keseluruhan sumber daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem.
Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam monograf ini adalah:
penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah
pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput
(grass strip) barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam
termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari
(intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping) :
a) Penghutanan kembali
b) Wanatani
Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman
komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman
tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian
khususnya tanaman semusim. Tanaman tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif
lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam
bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak
erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan
dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak.
Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman
tahunan maupun dari tanaman semusim.
c) Pertanaman sela
Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman
semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi
permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan, pekarangan rumah
tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya. Dari segi konservasi tanah,
pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas penutupan
permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan secara langsung sehingga
memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di
antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk tanaman semusim.
d) Pertanaman lorong
Sistem pertanaman lorong atau alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman pagar
pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga
membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut
(Gambar 2). Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%.
Dari hasil penelitian Haryati et al. (1995) tentang sistem budi daya tanaman lorong di
Ungaran pada tanah Typic Eutropepts, dilaporkan bahwa sistem ini merupakan teknik
konservasi yang cukup murah dan efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan
serta mampu mempertahankan produktivitas tanah.
Talun adalah lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan
yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif
dan hanya dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara
spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi
umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah, talun hutan rakyat
dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara maksimal juga secara umum
mempunyai fungsi seperti hutan.
f) Kebun campuran
Berbeda dengan talun hutan rakyat, kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang
ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya. Kadang-
kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih
besar daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini
mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga
butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu
mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim mampu
mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah bagi petani.
g) Pekarangan
Pekarangan adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik tanaman
semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai manfaat tambahan bagi
keluarga petani, dan secara umum merupakan gambaran kemampuan suatu keluarga dalam
mendayagunakan potensi lahan secara optimal. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan
pekarangan petani adalah ubi kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya,
tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lain yang umumnya bersifat
subsisten.
h) Tanaman pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok
tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas penyinaran
matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman
pokok masih muda. Tanaman pelindung ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
wanatani sederhana (simple agroforestry). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman kopi
dengan satu jenis tanaman pelindung misalnya: gamal (Gliricidia sepium), dadap (Erythrina
subumbrans), lamtoro (Leucaena leucocephala) atau kayu manis (Cinnamomum burmanii).
wanatani kompleks (complex agroforestry atau sistem multistrata). Misalnya tanaman pokok
berupa tanaman kopi dengan dua atau lebih tanaman pelindung misalnya: kemiri (Aleurites
muluccana), jengkol (Pithecellobium jiringa), petai (Perkia speciosa), kayu manis, dadap,
lamtoro, gamal, durian (Durio zibethinus), alpukat (Persea americana), nangka (Artocarpus
heterophyllus), cempedak (Artocarpus integer), dan lain sebagainya. Tajuk tanaman yang
bertingkat menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana hanya sebagian kecil air
yang langsung menerpa permukaan tanah. Produksi serasah yang banyak juga menjadi
keuntungan tersendiri dari sistem ini.
i) Silvipastura
Sistem silvipastura sebenarnya adalah bentuk lain dari sistem tumpang sari, tetapi yang
ditanam di sela-sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan
ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Penniseitum purpoides),
dan lain-lain. Silvipastura umumnya berkembang di daerah yang mempunyai banyak hewan
ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang,
sementara hasil hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat
dipakai untuk mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu daerah.
j) Pagar hidup
Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar untuk
melindungi tanaman pokok.Manfaat tanaman pagar antara lain adalah melindungi lahan dari
bahaya erosi baik erosi air maupun angin. Tanaman pagar sebaiknya tanaman yang
mempunyai akar dalam dan kuat, menghasilkan nilai tambah bagi petani baik dari hijauan,
buah maupun dari kayu bakarnya.
Pola tanam adalah sistem pengaturan waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan iklim,
kesesuaian tanah dengan jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga, modal, dan
pemasaran. Pola tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan tanah dan mengurangi
terjadinya erosi. Biasanya petani sudah mempunyai pengetahuan tentang pola tanam yang
cocok dengan keadaan biofisik dan sosial ekonomi keluarganya berdasarkan pengalaman dan
kebiasaan pendahulunya. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam suatu usaha tani, erosi
masih terjadi. Pemilihan pola tanam yang tepat dapat meningkatkan keuntungan bagi petani
dan meningkatkan penutupan tanah sehingga erosi dapat dikurangi. Misalnya penanaman
padi gogo yang disisipi jagung pada awal musim hujan, setelah panen disusul penanaman
kedelai dan pada saat bera ditanami benguk (Mucuna sp.). Jenis tanaman dapat lebih
bervariasi tergantung keinginan petani dan daya dukung lahannya.
BAB VI
l) Lahan kering
Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas. dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan.
Karakteristik umum mengenai sumberdaya lahan dan iklim dari kawasan ini
yang berhubungan dengan sistem usahatani setempat antara lain : jumlah curah hujan
yang sangatrendah (700 – 1500 mm/tahun); jumlah bulan kering sangat panjang (8 – 9 bulan/
Maret – November); sifat curah hujan yang eratik dalam bulan basah (hujan yang tidak
merata,namun pada waktu tertentu mengalami jumlah curah hujan yang sangat tinggi dan dap
atmenimbulkan banjir/genangan yang tidak menguntungkan bagi usahatani); suhu harian
yangrata-rata antara 30 sampai 32°C; topografi yang berbukit sampai bergunung; memiliki
tanah-tanah muda (ultisol dan inseptisol) yang bersolum tipis dan sering disebut tanah
berpersoalanatau problem soils (Sudjadi, 1984). Meskipun potensi tanahnya rendah, akan
tetapikarena potensi luasnya sangat besar di 17 desa dampingan program PIDRA bagaimanap
un jugaharus dipandang sebagai suatu asset daerah yang perlu diperhatikan dan
dimanfaatkan.
Ciri-ciri usahatani lahan kering adalah sebagai berikut :
Komplikasi antara dari sifat alamiah kondisi biofisik wilayah serta keadaan usahatani
yangtelah disebutkan, maka profil usahatani lahan kering dapat ditemui sebagai berikut :
Lahan lebak merupakan kawasan rawa yang genangan airnya dipengaruhi air hujan atau
luapan sungai. Lebak biasanya berada di antara dua buah sungai besar di dataran rendah.
Karakteristik lahan lebak
Lahan rawa lebak mempunyai karakter yang khas yaitu terdapatnya genangan air pada
periode waktu yang cukup lama. Air yang menggenang tersebut bukan merupakan akumulasi
air pasang, tetapi berasal dari limpasan air permukaan di wilayah tersebut maupun wilayah
sekitarnya karena topografinya yang lebih rendah. Berdasarkan genangan airnya, lahan lebak
dikelompokan menjadi lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lahan lebak dangkal
adalah lahan lebak yang genangan airnya kurang dari 50 cm selama kurang dari 3 bulan.
Lahan lebak tengahan adalah lahan lebak yang genangan airnya 50-100 cm selama 3-6 bulan
sedangkan lebak dalam adalah lahan lebak yang genanangan airnya lebih dari 100 cm selama
lebih dari 6 bulan.
Berdasarkan lama ketinggian genangan air, lahan rawa lebak dikelompokan mejadi lebak
dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak dangkal dicirikan oleh ketinggian genangan
air 50 cm, dengan lama genangan < 3 bulan yang secara analogis dapat disamakan dengan
kategori Watun I- Watun II (istilah di Kalimantan Selatan). Kategori Watun I adalah areal
sepanjang 300 depa yang diukur dari tepi rawa dalam hal ini adalah lahan pekarangan kearah
tengah rawa. Satu depa setara dengan 1,7 m sehingga Watun I merupakan areal sepanjang
510 m kearah tengah rawa, sedangkan Watun II merupakan areal yang posisinya lebih dalam
dari Watun I. Lebak dangkal mempunyai kesuburan tanah yang cukup baik, karena adanya
proses pengkayaan dari luapan air sungai yang membawa lumpur dari wilayah hulu.
Permasalahan yang perlu diatasi untuk pengembakan tanaman padi :
Musim kemarau :
Menyurutnya air kadang lambat, kadang cepat, sehingga menyulitkan penentuan saat
tanam dan hubungannya dengan kondisi bibit di persemaian.
Sering terjadi cekaman kekeringan sehingga banyak bulir yang hampa.
Musim hujan:
Bibit yang baru ditanam rentan terendam
Pemupukan tidak efektif akibat genangan air
Serangan hama tikus
Lebak tengahan dicirikan oleh ketinggian genanga air antara 50 cm- 100 cm dengan lama
genangan 4-6 bulan yang dapat dianalogiskan dengan Watun III-IV. Masa pertanaman padi
pada wilayah ini lebih belakang sekitar 7-15 hari disbanding lebak dangkal. Pada lokasi
tertentu dimana sirkulasi air sangat jelek, maka akan terjadi pemasaman air akibat dari hasil
pembusukan bahan organik yang dikenal sebagai air bacam atau air bangai, yang ditandai
oleh air yang berwarna coklat kehitaman, berbau busuk yang menyengat, pH sekita 2,5
sehingga dapat mematikan tanaman budidaya. Permasalahan yang perlu diatasi:
Musim kemarau
Populasi gulma padat
Cekaman kekeringan
Kesuburan tanah sedang
Musim hujan
Genangan air cukup tinggi bisa mencapai 100 cm, sering terjadi air bangai sehingga sulit
untuk mengembangkan tanaman pada musim hujan.
Lebak dalam dicirikan oleh ketinggian genangan air di atas 100 cm, dengan lama genangan
lebih dari 6 bulan. Kategori lebak dalam dapat dianalogikan dengan kategori Watun V yang
merupakan areal dengan posisi lebih dalam dari Watun IV. Pada musim kemarau dengan
kondisi iklim yang normal umumnya wilayah ini masih ada genangan air. Wilayah rawa
lebak dalam sangat jarang digunakan untuk budidaya pertanaman, kecuali pada musim kering
yang panjang akibat adanya anomali iklim seperti El-Nino. Pada kondisi demikian beberapa
wilayah memang potensial untuk perluasan areal tanaman padi kecuali yang gambutnya tebal
> 1m.
3). Pasang surut
Lahan pasang surut adalah lahan yang pada musim penghujan (bulan desember-mei)
permukaan air pada sawah akan naik sehingga tidak dapat di tanami padi. Pada musim
kemarau (bulan juli-september) air permukaan akan surut yang mana pada saat itu tanaman
padi sawah baru dapat ditanam (pada lokasi yang berair).
Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak
sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik.
Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk lapisan-
lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm.
Sifat Fisik Tanah Gambut Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat
menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena
menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat atau potensi
degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, karakteristik atau
sifat fisik gambut yang penting untuk dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat
isi (bulk density), daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah
(subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008).
Karakteristik Lahan Gambut Tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih
popular disebut tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik
seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.
Tanah gambut umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase.
Beberapa ahli mendefinisikan tanah gambut dengan cara yang berbeda-beda. Menurut
Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik lebih dari
65% (kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m. Menurut Soil Taxonomy, gambut
adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm atau 60 cm,
tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organiknya. Menurut Soil
Survey Staff (1998), tanah disebut gambut apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
Dalam kondisi jenuh air Jika kandungan liatnya 60% atau lebih, harus mempunyai
kandungan corganik paling sedikit 18%, jika kandungan liat antara 0-60%, harus mempunyai
c-organik lebih dari (12 + persen liat x 0,1) persen, jika tidak mempunyai liat, harus memiliki
c-organik 12% atau lebih. 2 b. Apabila tidak jenuh air, kandungan C-organik minimal 20%
Tanah-tanah gambut ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA, 1998) digolongkan
kedalam Typic, Sulfisaprist, Sulfihemists, Haplosaprists/Haplohemists, Haplofibrists.
Berdasarkan ketebalan gambut, lahan gambut dibedakan atas empat kelas (Widjaja-Adhi,
1995), yaitu gambut dangkal (50 - 100 cm), gambut sedang (100 - 200 cm), gambut dalam
(200 – 300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm).
Kesimpulan Lahan gambut mempunyai karakteristik (baik fisik maupun kimia) yang berbeda
dengan tanah mineral, sehingga untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan lahan, diperlukan
penanganan yang bersifat spesifik. Sifat fisik lahan gambut yang penting untuk dipelajari
sehubungan dengan penggunaan lahan gambut untuk pertanian adalah tingkat kematangan,
kadar air, berat jenis (BD), subsiden (penurunan permukaan lahan gambut), dan sifat kering
tak balik. Sifat kimia tanah gambut yang yang tergolong spesifik di antaranya adalah tingkat
kemasaman tanah yang tinggi, miskin hara, KTK tinggi dengan kejenuhan basa rendah.
Drainase selain ditujukan untuk membuang kelebihan air (termasuk asam-asam organik),
juga menyebabkan perubahan sifat-sifat tanah gambut sehingga menjadi lebih sesuai untuk
pertumbuhan tanaman atau terjadi perubahan kelas kesesuaian lahan gambut yang secara
aktual umumnya tergolong sesuai marginal. Namun demikian drainase harus dilakukan
secara terkendali, salah satunya untuk melindungi cadangan karbon lahan gambut yang
demikian besar. Agar pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan, maka pemanfaatannya harus hati-hati melalui pengelolaan yang
berwawasan lingkungan.
BAB VII
PEMILIHAN VARIETAS
UNGGUL
PEMILIHAN BENIH
BERKUALITAS
MEMPERSIAPKAN LAHAN
PROSES PENANAMAN
PADI
PROSES PEMUPUKAN
PENGENDALIAN
GULMA,HAMA,PENYAKIT
PEMANENAN
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting
dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga
digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa
disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke
Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.[1]
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia,setelah jagung dan gandum.
Namun, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Terna semusim,berakar serabut,batang
sangat pendek,struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling
menopang daun sempurna dengan pelepah tegak,daun berbentuk lanset,warna hijau muda
hingga hijau tua,berurat daun sejajar,tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang,bagian
bunga tersusun majemuk,tipe malai bercabang,satuan bunga disebut floret yang terletak pada
satu spikelet yang duduk pada panikula,tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat
dibedakan mana buah dan bijinya,bentuk hampir bulat hingga lonjong,ukuran 3 mm hingga
15 mm,tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam,struktur
dominan padi yang biasa dikonsumsi yaitu jenis enduspermium.
Pemupukan
Panen
2) DIAGRAM ALIR BUDUDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT
PEMBIBITAN PENYEMAIAN
PEMELIHARAAN BIBIT
PEMBUATAN LOBANG
TANAM
PENANAMAN
PENYIANGAN
PEMUPUKAN
PEMANGKASAN DAUN
PENGENDALIAN HAMA
DAN PENYAKIT
PANEN
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak
industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar
sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis
pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species kelapa sawit ini memiliki
keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E.
oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. banyak orang sedang menyilangkan kedua
species ini untuk mendapatkan species yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E.
oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya
genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri
dari
Dura,
Pisifera, dan
Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap
memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan
kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang,
sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang menghasilkan minyak ekonomis dan bunga
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara
induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil.
Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan
kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.Untuk pembibitan massal, sekarang
digunakan teknik kultur jaringan.
Pembibitan
Pola tanam
Pemupukan
Pemangkasan daun/pelepah
Panen
3) DIAGRAM ALIR BUDUDAYA TANAMAN KARET
PEMBUKAAN LAHAN
PENATAAN JALAN
PENATAAN SALURAN
DRAINASE
PERSIAPAN LAHAN
TANAM
PENANAMAN
PENYULAMAN
PERANGSANG PERCABANGAN
PENGENDALIAN
HAMA,GULMA,PENYAKIT
PEMUPUKAN
PANEN PENYADAPAN
PASCA PANEN
Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun. Habitus
tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat mencapai 15 – 20 meter. Modal
utama dalam pengusahaan tanaman ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter dimana
terdapat pembuluh latek. Oleh karena itu fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah
bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin. Deskripsi untuk pengenalan
tumbuhan karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.).
Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon tanaman terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan (kekurangan air/kemarau). Pada saat ini sebaiknya
penggunaan stimulan dihindarkan. Daun ini akan tumbuh kembali pada awal musim hujan.
Tanaman karet juga memiliki sistem perakaran yang ekstensif/menyebar cukup luas sehingga
tanaman karet dapat tumbuh pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan. Akar ini juga
digunakan untuk menyeleksi klon-klon yang dapat digunakan sebagai batang bawah pada
perbanyakan tanaman karet.
Penanaman
Pemupukan
Penyadapan
Panen
DAFTAR PUSTAKA
http://www.budidayapetani.com/2015/06/11-pengertian-pertanian-menurut-para.html
Aero, W. 2011. Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Ardi, R. 2010.
Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan dan Kedalaman Hutan
Alami. Universitas Sumatera Utara, Medan. BPPP. 2006.
Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. BPPP, Jakarta. Elfiati, D dan Delvian. 2010.
Laju Infiltrasi Pada Berbagai Tipe Kelerengan di Bawah Tegakan Ekaliptus di Areal HPHTI
PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli. Universitas Sumatera Utara, Medan