Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup

keluarga yang senantiasa memperhatikan dan menjaga kesehatan seluruh anggota

keluarga. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga

anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang

kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan

dimasyarakat merupakan pengertian lain dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS). Mencegah lebih baik dari pada mengobati, prinsip kesehatan inilah yang

menjadi dasar dari pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tidak dapat terlaksana apabila

tidak ada kesadaran dari seluruh anggota keluarga itu sendiri. Pola hidup bersih

dan sehat terus diterapkan sedini mungkin agar menjadi kebiasaan positif dalam

memelihara kesehatan. Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

jumlahnya sangat banyak, misalnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

tentang gizi, makan beraneka ragam makanan, minum tablet darah,

mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tentang kesehatan lingkungan seperti

membuang sampah pada tempatnya dan membersihkan lingkungan. Setiap rumah

tangga dianjurkan untuk melaksanakan semua perilaku kesehatan (Atikah, 2012).

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ini merupakan program

nasional yang dibuat untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian,

9
2

program-program yang terdapat dalam program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) tidak membuat perbedaan indikator penilaian untuk wilayah atau

kawasan tertentu, seperti wilayah pantai, wilayah desa atau wilayah kota. Dengan

demikian dalam pelaksanaan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

diseluruh kawasan Indonesia juga menggunakan 10 indikator yang telah

ditetapkan (Anik, 2013).

10 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam rumah

tangga, yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI

ekslusif, menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan

dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik

dirumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari

dan tidak merokok didalam ruang tertutup (Artini, 2010).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu program

prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang disebutkan pada Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Disamping itu,

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi yang

dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

Millenium 2015 melalui rumusan visi dan misi Indonesia sehat (Anik, 2013).

Puskesmas menurut Lako dan Sumaryati, 2002, merupakan organisasi

kesehatan tingkat kecamatan. Berhasil tidaknya Puskesmas mencapai visi dan

misinya secara berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas SDM. Beberapa

pakar berpendapat bahwa SDM yang berkualitas adalah SDM yang minimal

memiliki empat karakteristik yaitu competency (knowledge, skill, abilities dan

9
3

experience) yang memadai, commitment organisasi, selalu bertindak cost-

effectiveness dalam setiap aktivitasnya, dan congruence of goals yaitu bertindak

selaras antara tujuan pribadinya dengan tujuan organisasi (Shela, 2013).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan program terpenting

dan salah satu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi

masalahnya sendiri, dalam tatanan masing-masing, agar dapat menerapkan cara-

cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan

(Anik, 2013).

Persentase rumah tangga yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) meningkat dari 50,1% (2010) menjadi 53,9% (2011), dan 56,5%

(2012), lalu turun sedikit menjadi 55,0% (2013). Target tahun 2014 adalah 70%,

maka pencapaian tahun 2013 tersebut tampak masih jauh dari target yang

ditetapkan. Desa siaga aktif juga meningkat dari 16% (2010) menjadi 32,3%

(2011), 65,3% (2012), dan 67,1% (2013). Target tahun 2014 adalah 70%, sehingga

dengan demikian pencapaian tahun 2013 dalam hal ini sudah mendekati terget

yang ditetapkan. Demikian pun dengan Poskesdes yang beroperasi, yang

mengalami peningkatan dari 54.142 buah (2012), dan 54.731 buah (2013).

Sedangkan target tahun 2014 adalah 58.500 buah. Dari pencapaian tersebut jelas

bahwa masih terdapat sekitar 45% rumah tangga yang belum mempraktikkan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sekitar 30% desa siaga belum aktif, dan

sekitar 13.500 buah (18,75%) poskesdes belum beroperasi (diasumsikan terdapat

72.000 buah Poskesdes). Telah terjadi perubahan yang cukup besar pada anggota

rumah tangga ≥ 10 tahun yang berperilaku benar dalam buang air besar, yakni dari

71,1% pada tahun 2007 menjadi 82,6% pada tahun 2013. Namun ini berarti

9
4

bahwa masih ada sekitar 17,4% anggota rumah tangga ≥ 10 tahun yang

berperilaku tidak benar dalam buang air besar. Tahun 2015 sasaran Strategis

Kementerian Kesehatan memperkirakan terjadi peningkatan presentase pada

kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan program Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) sebesar 80% (Renstra, 2015).

Hal yang membuat tidak maksimalnya pelaksanaan promosi kesehatan dan

pemberdayaan masyarakat adalah terbatasnya kapasitas promosi kesehatan

didaerah akibat kurangnya tenaga promosi kesehatan. Berdasarkan laporan

Rifaskes 2011, diketahui bahwa jumlah tenaga penyuluh kesehatan masyarakat di

Puskesmas hanya 4.144 orang di seluruh Indonesia. Tenaga tersebut tersebar di

3.085 Puskesmas (34,4%). Rata-rata tenaga promosi kesehatan di Puskesmas

sebanyak 0,46 per Puskesmas. Itu pun hanya 1% yang memiliki basis pendidikan

atau pelatihan promosi kesehatan. Tahun 2015 sasaran Strategis Kementerian

Kesehatan memperkirakan terjadi peningkatan jumlah, jenis, kualitas dan

pemerataan tenaga kesehatan dengan sasaran jumlah Puskesmas yang minimal

memiliki 5 jenis tenaga kesehatan sebanyak 5.600 Puskesmas. Persentase rumah

sakit kabupaten atau kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3

dokter spesialis penunjang sebesar 60%. Jumlah SDM kesehatan yang

ditingkatkan kompetensinya sebanyak 56.910 orang (Renstra, 2015).

Jumlah SDM kesehatan pada tahun 2012 sebanyak 707.234 orang dan

meningkat menjadi 877.088 orang pada tahun 2013. Dari seluruh SDM kesehatan

yang ada, sekitar 40% bekerja di Puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan sudah

cukup banyak tetapi persebarannya tidak merata. Selain itu, SDM kesehatan yang

bekerja di Puskesmas tersebut, komposisi jenis tenaganya pun masih sangat tidak

9
5

berimbang. Sebagian besar tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas adalah

tenaga medis (9,37 orang per Puskesmas), bidan (10,6 orang per Puskesmas).

Sedangkan tenaga kesehatan masyarakat hanya 2,3 orang per Puskesmas,

sanitarian hanya 1,1 orang per Puskesmas, dan tenaga gizi hanya 0,9 orang per

Puskesmas. Rifaskes mengungkapkan data bahwa tenaga penyuluh kesehatan di

Puskesmas juga baru mencapai 0,46 orang per Puskesmas (Renstra, 2015).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menurut teori Green, 2006, antara lain

pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, umur, jenis kelamin, pendidikan.

Faktor yang kedua yaitu faktor pendukung seperti sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor yang ketiga faktor mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku yaitu perilaku petugas kesehatan atau

petugas lain, perilaku dari guru, sikap dan motivasi petugas kesehatan (Nyoman,

2010). Motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan dorongan, kebutuhan,

semangat, tekanan, atau mekanisme psikologi yang mendorong seseorang atau

sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang

dikehendakinya (Sudarwan, 2012). Sikap juga diartikan sebagai respons tertutup

seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang, tidak senang, setuju, tidak setuju,

baik, tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Motif dan sikap merupakan pengertian-pengertian yang utama dalam

uraian kegiatan dan tingkah laku manusia, maupun secara khusus dalam interaksi

sosial. Sementara itu, pengertian sikap merupakan pengertian yang mempunyai

peranan besar dalam ilmu jiwa sosial yang khusus menguraikan tingkah laku

9
6

manusia dalam situasi sosial. Bahkan, pernah diucapkan oleh para ahli ilmu sosial

bahwa “sosialisasi manusia” atau menjadi makhluk sosialnya terutama terdiri atas

pembentukan sikap-sikap sosial pada dirinya. Oleh karena ada hubungan antara

sikap dan motif manusia (Artini, 2010).

Berdasarkan hasil pre survey yang peneliti lakukan pada tanggal 20

November 2015 di Puskesmas Susunan Baru tahun 2015 didapatkan motivasi dan

sikap petugas kesehatan terhadap program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) dari 10 responden didapat 7 orang (70%) petugas kesehatan mengatakan

kurang berkoordinasi dengan pemegang program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS), petugas kesehatan lainnya tidak pernah diberikan penjelasan informasi

secara jelas tentang program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), petugas

lainnya mengatakan setiap petugas sudah memiliki program kerjanya masing-

masing sehingga petugas kesehatan yang tidak memegang program Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tidak pernah ikut campur dengan program

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), petugas kesehatan mengatakan

pimpinan Puskesmas juga tidak pernah memberikan hadiah atau reward berupa

uang, barang atau nonmateriil lainnya atau sekedar pujian berupa kata-kata lisan

untuk meningkatkan semangat berperilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan

latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Motivasi

dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Kerja Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung

Tahun 2015.

9
7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut : “Apakah ada Hubungan Antara

Motivasi dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Kerja

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di Puskesmas Susunan Baru Bandar

Lampung Tahun 2015 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui Hubungan Motivasi dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap

Pelaksanaan Program Kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di

Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahui distribusi frekuensi Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap

Pelaksanaan Program Kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di

Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015 ?

1.3.2.2 Diketahui distribusi frekuensi Sikap Petugas Kesehatan Terhadap

Pelaksanaan Program Kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di

Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015 ?

1.3.2.3 Diketahui distribusi frekuensi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di

Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015 ?

1.3.2.4 Diketahui hubungan antara pentingnya Motivasi dan Sikap Petugas

Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Kerja Perilaku Hidup Bersih

9
8

dan Sehat (PHBS) Di Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung Tahun

2015 ?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

1.4.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lengkap

tentang pentingnya Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) bagi mahasiswa.

1.4.1.2 Sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan bagi mahasiswa

dalam menyusun skripsi atau tesis tentang program Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS).

1.4.1.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk menyusun kebijakan

pengembangan pelayanan keperawatan.

1.4.1.4 Hasil penelitian dapat dijadikan bahan kajian untuk mencari sebab masalah

kesehatan atau kegagalan yang terjadi dalam pelayanan keperawatan,

sehingga dapat dijadikan acuan untuk mencari solusi atau alternatif

penyelesaian masalah.

1.4.2 Secara Aplikatif

1.4.2.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

masyarakat tentang pentingnya berperilaku untuk hidup bersih dan sehat

(PHBS).

1.4.2.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk lebih

mengetahui tentang pentingnya motivasi petugas kesehatan dengan

Pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

9
9

1.4.2.3 Sebagai bentuk pengalaman nyata dalam menerapkan konsep teori dengan

riset dilapangan dan sebagai bahan informasi dalam memperluas atau

memperkaya wawasan bagi peneliti maupun pembaca atau pemerhati

kesehatan masyarakat khususnya tentang berperilaku hidup bersih dan

sehat.

9
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka teori

2.1.1 Konsep Motivasi

2.1.1.1 Pengertian Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan

dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi

tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Kebutuhan adalah suatu

“potensi” dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspons. Tanggapan

terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan

kebutuhan tersebut dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau

menjadi puas (Notoatmodjo 2010).

Motivasi adalah sesuatu yang mendorong atau pendorong seseorang

bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi

dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan tersebut diarahkan pada

pencapaian tujuan tertentu (Sri Wahyuni, 2013).

Motivasi adalah setiap kekuatan yang muncul dari dalam diri individu

untuk mencapai tujuan atau keuntungan tertentu dilingkungan kerja atau

dipelataran kehidupan pada umumnya (Sudarwan, 2012).

9
11

2.1.1.2 Teori-teori motivasi

2.1.1.2.1 Teori McClelland

Menurut McClelland yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sahlan Asnawi

(2002), mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motif

primer atau motif yang tidak dipelajari dan motif sekunder atau motif yang

dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Oleh karena

motif sekunder timbul karena interaksi dengan orang lain, maka motif ini sering

juga disebut motif sosial. Motif primer atau motif yang tidak dipelajari ini secara

alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini mendorong

seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologisnya misalnya makan, minum,

seks dan kebutuhan-kebutuhan biologis yang lain. Sedangkan motif sekunder

adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan dari luar akibat interaksi dengan

orang lain atau interaksi sosial. Selanjutnya motif sosial ini oleh Clevelland yang

dikutip oleh Isnanto Bachtiar Senoadi (1984), dibedakan menjadi 3 motif, yakni :

1. Motif berprestasi (need for achievement)

Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk

mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal. Secara naluri

setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan

kegiatannya lebih baik dari sebelumnya dan bila mungkin untuk lebih baik dari

orang lain. Namun dalam realitasnya, untuk berprestasi atau mencapai hasil

kegiatannya lebih baik dari sebelumnya, atau lebih baik dari orang lain itu

tidak mudah, banyak kendalanya. Didalam dunia pendidikan motif berprestasi

diwujudkan dalam usaha atau semangat belajar yang tinggi, dan selalu ingin

mencapai skors yang tinggi. Sedangkan dalam dunia kerja atau organisasi,

9
12

motif berprestasi ini ditampakkan atau diwujudkan dalam perilaku kerja atau

kinerja yang tinggi, selalu ingin bekerja lebih baik dari sebelumnya atau lebih

baik dari orang lain, serta mampu mengatasi kendala-kendala kerja yang

dihadapi.

2. Motif berafiliasi (need for affiliation)

Manusia adalah makhluk sosial, oleh sebab itu manusia menjadi bermakna

dalam interaksinya dengan manusia yang lain (sosial). Dengan demikian,

secara naluri kebutuhan atau dorongan untuk berafiliasi dengan sesama

manusia adalah melekat pada setiap orang. Agar kebutuhan berafiliasi dengan

orang lain atau lebih positif lagi supaya disukai oleh orang lain, ia harus

menjaga hubungan baik dengan orang lain. Untuk mewujudkan disenangi

dengan orang lain maka setiap perbuatannya atau perilakunya adalah

merupakan alat atau media untuk membentuk, memelihara, diterima dan

bekerja sama dengan orang lain.

3. Motif berkuasa (need for power)

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi dan menguasai

orang lain, baik dalam kelompok sosial yang kecil maupun kelompok sosial

besar. Motif untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain oleh Clevelland

disebut motif berkuasa. Motif berkuasa ini adalah berusaha mengarahkan

perilaku seseorang untuk mencapai kepuasan melalui tujuan tertentu, yakni

kekuasaan dengan jalan mengontrol atau menguasai orang lain.

2.1.1.2.2 Teori McGregor

Berdasarkan penelitiannya, McGregor menyimpulkan teori motivasi itu

dalam teori X dan Y. Teori ini didasarkan pada pandangan konvensional atau

9
13

klasik (teori X) dan pandangan baru atau modern (teori Y). Teori X yang bertolak

dari pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa :

1. Pada umumnya manusia itu tidak senang bekerja.

2. Pada umumnya manusia cenderung sesedikit mungkin melakukan aktivitas

atau bekerja.

3. Pada umumnya manusia kurang berambisi.

4. Pada umumnya manusia kurang senang apabila diberi tanggung jawab,

melainkan suka diatur dan diarahkan.

5. Pada umumnya manusia bersifat egois dan kurang acuh terhadap organisasi.

Oleh sebab itu, dalam melakukan pekerjaan harus diawasi dengan ketat dan

harus dipaksa untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Sedangkan teori Y yang bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru

ini beranggapan bahwa :

1. Pada dasarnya manusia itu tidak pasif, tetapi aktif.

2. Pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja, tetapi suka bekerja.

3. Pada umumnya manusia dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjaannya.

4. Pada umumnya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan

organisasi.

5. Pada umumnya manusia itu selalu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan

atau sasaran.

2.1.1.2.3 Teori Herzberg

Frederick Herzberg adalah seorang ahli psikologi dari Universitas

Cleveland, Amerika Serikat. Pada tahun 1950 telah mengembangkan teori

9
14

motivasi dua faktor (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory). Menurut teori

ini, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam kegiatan, tugas atau

pekerjaannya, yakni :

1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional. Faktor

penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, yang

meliputi serangkaian kondisi instrinsik. Apabila kepuasan dicapai dalam

kegiatannya atau pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi yang

kuat bagi seseorang untuk bertindak atau bekerja dan akhirnya dapat

menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) ini

mencakup antara lain :

a. Prestasi (achievement).

b. Penghargaan (recognation).

c. Tanggung jawab (responsibility).

d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth).

e. Pekerjaan itu sendiri (work).

2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene.

Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance

faktor yang merupakan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesehatan

badaniah. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan

bekerja (dissatisfaction). Faktor higienes yang menimbulkan ketidakpuasan

melakukan kegiatan, tugas atau pekerjaan ini antara lain :

a. Kondisi kerja fisik (physical environment).

b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship).

9
15

c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company and administration

policy).

d. Pengawasan (supervision).

e. Gaji (salary).

f. Keamanan kerja (job security).

Dari teori Hezberg ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :

1. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau memotivasi seseorang dalam

meningkatkan kinerjanya adalah kelompok faktor-faktor motivasional

(satisfiers).

2. Perbaikan gaji, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan administrasi tidak akan

menimbulkan kepuasan, melainkan menimbulkan ketidakpuasan. Sedangkan

faktor yang menimbulkan kepuasan adalah hasil kegiatan atau hasil kerja itu

sendiri.

3. Perbaikan faktor higiene kurang dapat mempengaruhi terhadap sikap

melakukan kegiatan atau kerja yang positif.

2.1.1.2.4 Teori Maslow

Maslow seorang ahli psikologi telah mengembangkan teori motivasi ini

sejak tahun 1943. Maslow melanjutkan teori Eltom Mayo (1880-1949),

mendasarkan pada kebutuhan manusia yang dibedakan antara kebutuhan biologis

dan kebutuhan psikologis atau disebut kebutuhan materiil (biologis) dan

kebutuhan nonmateri (psikologis). Maslow mengembangkan teorinya setelah ia

mempelajari kebutuhan-kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat atau sesuai

dengan hierarki, dan menyatakan bahwa :

9
16

1. Manusia adalah suatu makhluk sosial “berkeinginan”, dan keinginan ini

menimbulkan kebutuhan yang perlu dipenuhi. Keinginan atau kebutuhan ini

bersifat terus-menerus dan selalu meningkat.

2. Kebutuhan yang telah terpenuhi (dipuaskan), mempunyai pengaruh untuk

menimbulkan keinginan atau kebutuhan lain dan yang lebih meningkat.

3. Kebutuhan manusia tersebut tampaknya berjenjang atau bertingkat-tingkat.

Tingkatan tersebut menunjukkan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam

suatu waktu tertentu. Satu motif yang lebih tinggi tidak akan dapat

mempengaruhi atau mendorong tindakan seseorang, sebelum kebutuhan dasar

terpenuhi. Dengan kata lain, motif-motif yang bersifat psikologis tidak akan

mendorong perbuatan seseorang, sebelum kebutuhan dasar (biologis) tersebut

terpenuhi.

4. Kebutuhan yang satu dengan kebutuhan yang lain saling kait mengait, tetapi

tidak terlalu dominan keterkaitan tersebut. Misalnya, kebutuhan untuk

pemenuhan kebutuhan berprestasi tidak harus dicapai sebelum pemenuhan

kebutuhan berafiliasi dengan orang lain, meskipun kedua kebutuhan tersebut

saling berkaitan.

Hierarki Kebutuhan Maslow :

Teori tingkatan kebutuhan menurut Maslow tersebut dapat digambarkan

didalam diagram dibawah ini :

Maslaow’s Hierarchy Theory

Self actualization needs

9
17

(Aktualisasi diri)

Esteem needs
(Kebutuhan penghargaan)

Affiliation/acceptance needs
(Berafiliasi, diterima oleh orang lain)

Security or safery needs


(Kebutuhan rasa aman)

Physiological needs
(Kebutuhan fisiologi)

a. Kebutuhan fisiologi

Menurut Maslow, kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan untuk

mempertahankan hidup, oleh sebab itu sangat pokok. Kebutuhan ini

meliputi kebutuhan-kebutuhan yang sangat fital bagi manusia, yakni :

sandang, pangan dan papan (pakaian, makanan dan perumahan). Apabila

kebutuhan ini secara relatif terpenuhi, maka kebutuhan yang lain seperti

rasa aman, kebutuhan untuk diakui oleh orang lain akan menyusul untuk

dipenuhi. Tetapi apabila kebutuhan fisiologis tersebut belum terpenuhi

secara relatif, maka kebutuhan yang lain masih belum menuntut untuk

dipenuhi.

b. Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan rasa aman mempunyai bentangan yang sangat luas, mulai dari

rasa aman dari ancaman alam, misalnya hujan, rasa aman dari orang jahat

atau pencuri, rasa aman dari masalah kesehatan atau bebas dari penyakit,

sampai dengan rasa aman dari ancaman dikeluarkan dari pekerjaan.

c. Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang lain

9
18

Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersosialisasi dengan orang lain dapat

diwujudkan melalui keikutsertaan seseorang dalam suatu organisasi atau

perkumpulan-perkumpulan tertentu. Manusia pada dasarnya adalah

makhluk sosial, yang selalu ingin berkelompok atau bersosialisasi dengan

orang lain. Kebutuhan berafiliasi dengan orang lain pada prinsipnya agar

dirinya itu diterima dan disayangi oleh orang lain sebagai anggota

kelompoknya. Seseorang yang telah melewati pemenuhan kebutuhan

fisiologisnya dan kebutuhan akan keamanannya, maka orang ini dapat

meningkatkan kebutuhan akan afiliasi dengan orang lain.

d. Kebutuhan akan penghargaan

Setelah ketiga kebutuhan (fisiologis, rasa aman dan afiliasi) tersebut

terpenuhi maka kebutuhan berikutnya yakni kebutuhan penghargaan

(esteem needs) akan muncul. Kebutuhan penghargaan ini adalah

kebutuhan “prestise” dan kebutuhan ini bukan monopoli bagi pejabat atau

pimpinan perusahaan atau organisasi saja.

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Apabila seseorang telah melewati atau terpenuhi keempat kebutuhan yang

pertama, maka kebutuhan tingkat akhir (kelima) akan muncul, yakni

kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri ini menurut Maslow

merupakan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri secara

maksimal.

2.1.1.3 Metode dan alat motivasi

9
19

2.1.1.3.1 Metode langsung (Direct motivasion)

Pemberian materi atau nonmateri kepada orang secara langsung untuk

memenuhi kebutuhan merupakan cara yang langsung dapat meningkatkan

motivasi kerja. Yang dimaksud dengan pemberian materi adalah misalnya

pemberian bonus, pemberian hadiah pada waktu tertentu. Sedangkan pemberian

nonmateri antara lain mamberikan pujian, memberikan penghargaan dan tanda-

tanda penghormatan yang lain dalam bentuk surat atau piagam.

2.1.1.3.2 Metode tidak langsung (Indirect motivation)

2.1.1.3.2.1 Materiil

Alat motivasi materiil adalah apa yang diberikan kepada masyarakat dapat

memenuhi kebutuhan untuk hidup sehat, yang berupa uang atau barang yang

merupakan faktor pemungkin (enabling factors) untuk melakukan hidup sehat.

2.1.1.3.2.2 Nonmateri

Alat motivasi nonmateri adalah pemberian tersebut tidak dapat dinilai

dengan uang, tetapi pemberian sesuatu yang hanya memberikan kepuasan atau

kebanggaan kepada orang atau masyarakat.

2.1.1.3.2.3 Kombinasi materi dan nonmateri

Alat motivasi ini adalah kedua-duanya, baik materiil maupun non materiil.

Disamping fasilitas yang diterima, bonus yang diterima, masyarakat juga

memperoleh penghargaan berupa piagam atau medali dan sebagainya.

2.1.1.4 Metode peningkatan motivasi

9
20

Dilihat dari orientasi cara peningkatan motivasi, para ahli

mengelompokkannya kedalam suatu model-model motivasi, yakni :

2.1.1.4.1 Model tradisional

Model ini menekankan bahwa untuk memotivasi masyarakat agar mereka

berperilaku sehat, perlu pemberian insentif berupa materi bagi anggota

masyarakat yang mempunyai prestasi tinggi dalam berperilaku hidup sehat.

Anggota masyarakat yang mampunyai prestasi makin baik dalam berperilaku

sehat, maka makin banyak atau makin sering anggota masyarakat tersebut

mendapat insentif.

2.1.1.4.2 Model hubungan manusia

Model ini menekankan bahwa untuk meningkatkan motivasi berperilaku

sehat, perlu dilakukan pengakuan atau memperhatikan kebutuhan sosial mereka,

meyakinkan kepada mereka bahwa setiap orang adalah penting dan berguna bagi

masyarakat. Oleh sebab itu, model ini lebih menekankan memberikan kebebasan

berpendapat, berkreasi dan berorganisasi dan sebagainya bagi setiap orang,

ketimbang memberikan insentif materi.

2.1.1.4.3 Model sumber daya manusia

Model ini mengatakan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan motivasi. Disamping uang, barang atau kepuasan, tetapi juga

kebutuhan akan keberhasilan (kesuksesan hidup). Menurut model ini setiap

manusia cenderung untuk mencapai kepuasan dari prestasi yang dicapai dan

prestasi yang baik tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai anggota

masyarakat. Oleh sebab itu, menurut model sumber daya manusia ini, untuk

meningkatkan motivasi hidup sehat, perlu memberikan tanggung jawab dan

9
21

kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka. Motivasi akan meningkat jika

kepada mereka diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan

kemampuannya dalam memelihara kesehatan. Memberikan “reward” atau

penghargaan dan “punishment” atau hukuman oleh pimpinan masyarakat atau

organisasi kepada anggota masyarakat bawahan juga dapat dipandang sebagai

upaya peningkatan motivasi berperilaku. Dipandang dari segi ini, maka motivasi

dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

2.1.1.4.3.1 Motivasi positif (Insentif positif)

Pimpinan masyarakat atau organisasi memberikan hadiah atau reward

kepada anggota atau bawahan yang berprestasi atau berperilaku sehat. Dengan

hadiah yang diberikan ini akan meningkatkan semangat berperilaku sehat atau

kerja para anggota masyarakat atau anggota, yang akhirnya akan memacu perilaku

mereka lebih meningkat. Hadiah atau reward ini dapat berupa uang, barang atau

nonmeteriil, misalnya piagam, atau sekadar pujian berupa kata-kata lisan.

2.1.1.4.3.2 Motivasi negatif (Insentif negatif)

Pimpinan memberikan hukuman (punishment) kepada anggotanya atau

bawahannya yang kurang berprestasi atau perilakunya kurang baik. Dengan

teguran-teguran atau kalau perlu hukuman, akan mempunyai efek “takut” pada

anggota atau karyawan akan adanya sanksi atau hukuman dan sebagainya. Oleh

karena sanksi atau hukuman, maka ia akan dapat meningkatkan semangat

kerjanya atau perilakunya.

2.1.1.5 Cara Ukur Motivasi

9
22

Menurut Arikunto (2006) alat ukur motivasi menggunakan kuisioner

dengan memberikan alternatif jawaban sangat setuju (SS), Setuju (S), tidak setuju

(TS), sangat tidak setuju (STS), dengan jumlah 10 soal, setelah diperoleh hasil

penelitian dari variabel motivasi dengan cara kuesioner, maka hasilnya

dimasukkan kedalam kriteria skala licker sebagai berikut : SS sangat setuju skor

4, S setuju skor 3, TS tidak setuju skor 2, STS sangat tidak setuju skor 1. Untuk

mengukur persentase motivasi petugas kesehatan dengan pelaksanaan program

kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dianalisis dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

P = F x 100%

Keterangan :

P : Persentase

F : Jumlah skor jawaban yang benar

N : Jumlah skor maksimal jika semua jawaban benar

(Arikunto 2006)

2.1.2 Konsep Sikap

2.1.2.1 Pengertian Sikap

Sikap dapat didefinisikan dengan berbagai cara dan setiap definisi itu

berbeda satu sama lain. Trow mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental

atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Menurut

Allport sikap adalah sesuatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui

pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu

9
23

terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu (Djaali,

2013).

Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang atau responden

terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat sakit dan faktor yang terkait

dengan faktor risiko kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Thomas dan Znaniecki (1920) menegaskan bahwa sikap adalah

predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu,

sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu

(purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang

sifatnya individual (Wawan, 2011).

2.1.2.2 Fungsi sikap

Sikap mempunyai berbagai fungsi. Jika sudah terbentuk dalam diri

seseorang, maka akan mempengaruhi bagaimana ia berperilaku. Fungsi sikap

menurut Katz (dalam Calhour dan Acocella, 1990) adalah :

1. Fungsi mengorganisasi pikiran, artinya keyakinan-keyakinan dalam diri

memungkinkan kita mengorganisasi pengalaman sosial untuk memberi arti

pada suatu kejadian.

2. Sikap memberi fungsi manfaat atau kegunaan. Sikap digunakan untuk

mengkonfirmasi sikap orang lain dan memperoleh persetujuan sosial.

3. Sikap memberi fungsi perlindungan

2.1.2.3 Komponen Sikap

9
24

Struktur sikap menurut Azwar S, 2000, terdiri atas 3 komponen yang

saling menunjang, yaitu :

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang yang berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-

cara tertentu yang berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis

untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam

bentuk tendensi perilaku.

(Wawan, 2011)

2.1.2.4 Ciri-Ciri Sikap

9
25

Ada beberapa ciri-ciri sikap, Heri Purwanto, 1998, 63, antara lain :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini

membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus,

kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat

berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat

tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau

berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat

dirumuskan dengan jelas.

4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah

yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-

pengetahuan yang dimiliki orang.

(Wawan, 2011)

2.1.2.5 Tingkatan Sikap

Menurut Soekidjo Notoatmojo, 1996, Sikap terdiri dari berbagai tingkatan

diantaranya :

1. Menerima (receiving)

9
26

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan

itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya

seorang mengajak ibu yang lain (tetangga atau saudaranya) untuk menimbang

anaknya keposyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa

si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau

menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang

tuanya sendiri.

(Wawan, 2011)

2.1.2.6 Sifat Sikap

Sikap menurut Heri Purwanto, 1998, sikap dapat pula bersifat positif dan

dapat pula bersifat negatif :

9
27

1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu.

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

(Wawan, 2011)

2.1.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap

menurut Azwar, 2005, antara lain :

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan

faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau

searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara

lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita

terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya.

9
28

4. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

(Wawan, 2011)

2.1.2.8 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap juga dapat dilakukan berdasarkan jenis atau metode

penelitian yang digunakan.

2.1.2.8.1 Kuantitatif

Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan

dua cara seperti pengukuran pengetahuan, yakni :

1. Wawancara

Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan wawancara untuk

mengukur pengetahuan. Bedanya hanya pada substansi pertanyaannya saja.

9
29

Apabila pada pengukuran pengetahuan pertanyaan-pertanyaannya menggali

jawaban apa yang diketahui oleh responden. Tetapi pada pengukuran sikap

pertanyaan-pertanyaannya menggali pendapat atau penilaian responden

terhadap objek.

2. Angket

Demikian juga pengukuran sikap menggunakan metode angket, juga menggali

pendapat atau penilaian responden terhadap objek kesehatan, melalui

pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis.

2.1.2.8.2 Kualitatif

1. Wawancara mendalam

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap, tetapi

pertanyaan bersifat menggali pendapat atau penilaian responden terhadap

objek.

2. Diskusi kelompok terfokus (DKT)

Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap, tetapi

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pendapat atau penilaian

responden terhadap obyek.

Metode observasi untuk mengukur sikap :

Disamping metode-metode pengukuran sikap seperti telah diuraikan diatas

(wawancara atau angket), pengukuran sikap juga dapat dilakukan melalui metode

pengamatan atau observasi. Metode observasi untuk mengukur sikap ini dapat

dilakukan melalui dua cara, yakni :

9
30

1. Verbal

Misalnya untuk mengetahui sikap orang terhadap penyakit kusta. Kepada orang

tersebut dipertontonkan video atau gambar penderita kusta, kemudian orang

tersebut diminta memberikan tanggapan terhadap gambar atau tayangan video

tersebut.

2. Non verbal

Seperti pada contoh diatas, dimana kepada seseorang ditayangkan gambar atau

sebuah kasus penderita kusta. Kemudian diamati bagaimana gerakan atau

“mimic” orang tersebut adalah mencerminkan sikapnya terhadap kusta.

2.1.2.3 Kriteria pengukuran sikap

Mengukur sikap agak berbeda dengan mengukur pengetahuan. Sebab

mengukur sikap berarti menggali pendapat atau penilaian orang terhadap objek

yang berupa fenomena, gejala, kejadian dan sebagainya yang kadang-kadang

bersifat abstrak. Dibidang kesehatan misalnya menanyakan sikap orang terhadap

penyakit HIV/AID yang kasusnya belum pernah ia lihat. Sebelum menguraikan

pengukuran sikap, terlebih dahulu kita lihatkan beberapa konsep tentang sikap

yang dapat dijadikan acuan untuk pengukuran sikap, antara lain sebagai berikut :

a. Sikap merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan

dengan objek (Turstone).

b. Sikap dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif dengan

objek atau individu menyenangi objek atau negatif atau tidak menyenangi

objek (Edward).

c. Sikap merupakan penilaian atau pendapat individu terhadap objek (Lickert).

9
31

Oleh sebab itu, mengukur sikap biasanya dilakukan dengan hanya minta pendapat

atau penilaian terhadap fenomena, yang diwakili dengan pernyataan (bukan

pertanyaan). Beberapa hal atau kriteria untuk mengukur sikap, maka perlu

diperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut :

a. Dirumuskan dalam bentuk pernyataan.

b. Pernyataan haruslah sependek mungkin, kurang lebih dua puluh kata.

c. Bahasanya sederhana dan jelas.

d. Tiap satu pernyataan hanya memiliki satu pemikiran saja.

e. Tidak menggunakan kalimat bentuk negatif rangkap.

Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi, dengan

mengajukan pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan kriteria-

kriteria diatas. Kemudian pernyataan-pernyataan tersebut disusun atau

dirumuskan dalam bentuk “instrument”. Dengan instrument tersebut pendapat

atau penilaian responden terhadap objek dapat diperoleh melalui wawancara atau

angket. Biasanya responden dimintakan pendapatnya terhadap pernyataan-

pernyataan dengan mengatakan atau memilih :

a. Setuju, tidak setuju.

b. Baik, tidak baik.

c. Menerima, tidak menerima.

d. Senang, tidak senang.

Dua pilihan tersebut memang kurang tajam, oleh sebab itu untuk lebih

mempertanyakan sikap responden, Likert membuat skala, yang selanjutnya

disebut skala Likert, misalnya :

Sangat setuju x x x x Sangat tidak setuju

9
32

Baik sekali x x x x Sangat tidak baik

Sangat menerima x x x x Sangat menolak

Atau lebih konkrit dan kuantitatif, misalnya :

5 4 3 2 1
Sangat senang x x x x x Sangat tidak senang

Contoh lain :

Pilihlah jawaban anda :

4, bila sangat setuju

3, bila setuju

2, bila tidak setuju

1, bila sangat tidak setuju

2.1.3 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

2.1.3.1 Pengertian PHBS

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan program

yang bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi

bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur

komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edusi untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu

mempraktekkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui pendekatan advokasi,

bina suasana dan pemberdayaan masyarakat (Nyoman, 2010).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menurut Pusat Promkes Depkes

RI, 2008, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang

dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat

9
33

menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-

kegiatan kesehatan dimasyarakat (Anik, 2013).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku

yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang

menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang

kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Anik,

2013).

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk

memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,

memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana

(Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment) (Anik, 2013).

2.1.3.2 Indikator PHBS

2.1.3.2.1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan adalah persalinan yang ditolong

oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter dan tenaga medis lainnya). Persalinan

ditolong oleh tenaga kesehatan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu

dan bayi. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal

dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau

penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari

setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran hidup (Atikah, 2012).

9
34

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan adalah persalinan atas kesadaran

dan permintaan si ibu di tolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan dan para

medis lainnya) dirumah atau disarana kesehatan (Anik, 2013).

Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan, karena tenaga

kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan,

sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin, apabila terdapat kelainan dapat

diketahui dan segera ditolong atau dirujuk ke Puskesmas atau rumah sakit.

Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang

aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya

kesehatan lainnya (Anik, 2013).

2.1.3.2.2 Memberi ASI ekslusif

ASI ekslusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa

memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah makanan alamiah

berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan

bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air susu ibu pertama

berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik untuk bayi

karena mengandung zat kekebalan terhadap penyakit. ASI ekslusif adalah bayi

hanya diberikan ASI tanpa diberi tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,

bubur susu. Pemberian ASI secara ekslusif ini dianjurkan untuk jangka waktu

setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Menurut Depkes

RI, 2003, ASI ekslusif adalah memberikan ASI saja tanpa makanan dan minuman

lain kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan pertama hidup bayi adalah yang

terbaik. Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai 6

bulan tanpa tambahan makanan atau cairan seperti susu formula, madu, air teh,

9
35

jeruk, air putih atau makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,

nasi tim dan sebagainya (Atikah, 2012).

Bayi diberi ASI ekslusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja

tanpa memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah makanan

alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan sesuai untuk

kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Air susu ibu

pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum), sangat baik

untuk bayi karena mengandung zat kekebalan terhadap penyakit (Anik, 2013).

ASI memiliki beberapa keunggulan yang perlu diketahui oleh setiap ibu

dan keluarga, yaitu mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk

pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan. Mengandung zat

kekebalan, melindungi bayi dari alergi, aman dan terjamin kebersihan karena

langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar. Tidak akan pernah basi,

mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikana kapan saja dan dimana saja,

membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernafasan bayi (Anik,

2013).

2.1.3.2.3 Menimbang bayi dan balita setiap bulan

Penimbangan balita dimaksdukan untuk memantau pertumbuhannya setiap

bulan. Penimbangan balita dilakukan setiap bulan mulai dari umur 1 tahun sampai

5 tahun diposyandu. Setelah balita ditimbang di buku KIA (Kesehatan ibu dan

anak) atau kartu menuju sehat (KMS) maka akan terlihat berat badannya naik atau

tidak naik (lihat perkembangannya) (Atikah, 2012).

Menimbang bayi dan balita adalah menimbang bayi atau balita setiap

bulan dan mencatat berat badan bayi atau balita dalam Kartu Menuju Sehat

9
36

(KMS). Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau

pertumbuhannya setiap bulan. Balita dilakukan setiap bulan mulai dari umur 1

tahun sampai 5 tahun di Posyandu (Anik, 2013)

Manfaat penimbangan setiap bulan di posyandu adalah untuk mengetahui

apakah balita tumbuh sehat, untuk mengetahui dan mencegah gangguan

pertumbuhan balita. Untuk mengetahui balita yang sakit, demam, batuk, diare

(Anik, 2013).

2.1.3.2.4 Menggunakan air bersih

Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum,

memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur,

mencuci pakaian dan sebagainya. Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui

indra kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba). Air tidak berwarna

harus bening atau jernih. Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur,

sampah, busa dan kotoran lainnya. Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa

asam, tidak payau dan tidak pahit harus bebas dari bahan kimia beracun. Air tidak

berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau belerang. Air bersih bermanfaat bagi

tubuh supaya terhindar dari gangguan penyakit seperti Diare, Kolera, Disentri,

Thypus, Kecacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau keracunan (Atikah, 2012).

Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indra kita, antara lain

(dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba), yaitu air tidak berwarna harus bening

atau jernih, air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa

dan kotoran lainnya. Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak

payau, dan tidak pahit harus bebas dari bahan kimia beracun. Air tidak berbau

seperti bau amis, anyir, busuk atau belerang (Anik, 2013).

9
37

2.1.3.2.5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

Kedua tangan kita sangat penting untuk membantu menyelesaikan

berbagai pekerjaan. Makan dan minum sangat membutuhkan kerja dari tangan.

Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat berisiko terhadap masuknya

mikroorganisme. Cuci tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan atau

mengurangi mikroorganisme yang menempel ditangan. Cuci tangan harus

dilakukan dengan menggunakan air bersih dan sabun. Air yang tidak bersih

banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan,

kuman berpindah ketangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk

kedalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan

kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun, maka kotoran dan kuman

masih tertinggal ditangan. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan cara

mudah dan tidak perlu biaya mahal. Karena itu, membiasakan CTPS sama dengan

mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak dini. Dengan

demikian, pola hidup bersih dan sehat (PHBS) tertanam kuat pada diri pribadi

anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Kedua tangan kita adalah salah satu jalur

utama masuknya kuman penyakit kedalam tubuh (Atikah, 2012).

Waktu harus mencuci tangan yaitu setiap kali tangan kita kotor (setelah

memegang uang, memegang binatang, berkebun, dll), setelah buang air besar,

setelah menceboki bayi atau anak, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum

memegang makanan dan sebelum menyusui bayi (Anik, 2013).

Manfaat mencuci tangan yaitu membunuh kuman penyakit yang ada

ditangan, mencegah penularan penyakit seperti Diare, Kolera Disentri, Typus,

kecacingan, penyakit kulit, Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), Flu burung

9
38

atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), tangan menjadi bersih dan

bebas dari kuman. Cara mencuci tangan yang benar adalah cuci tangan dengan air

bersih yang mengalir dan memakai sabun, bersihkan telapak, pergelangan tangan,

sela-sela jari dan punggung tangan, setelah itu keringkan dengan lap bersih (Anik,

2013).

2.1.3.2.6 Menggunakan jamban sehat

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air

untuk membersihkannya. Jenis-jenis jamban yang digunakan, yaitu :

a. Jamban cemplung

Jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan

kotoran atau tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran kedasar lubang.

Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau (Atikah,

2012).

b. Jamban tangki septik atau leher angsa

Jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik

kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian atau dekomposisi

kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapan (Atikah, 2012).

Syarat-syarat jamban yang sehat adalah tidak mencemari sumber air

minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10

meter), tidak berbau, kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak

mencemari tanah sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan, dilengkapi

9
39

dinding dan atap pelindung, penerangan dan ventilasi yang cukup, lantai kedap air

dan luas ruangan memadai, tersedia air, sabun, dan alat pembersih (Anik, 2013).

Jamban yangs ehat lantai jambannya hendaknya selalu bersih dan tidak ada

genangan air, jamban dibersihkan secara teratur sehingga ruang jamban dalam

keadaan bersih, didalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat, tidak ada

serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran. Tersedia alat pembersih (sabun,

sikat, dan air bersih) dan bila ada kerusakan, segera perbaiki (Anik, 2013).

2.1.3.2.7 Memberantas jentik dirumah sekali seminggu

Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan

pemeriksaan jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemberantasan

jentik bermaksud untuk membebaskan rumah dari jentik-jentik yang dapat

mengganggu kesehatan. Pemeriksaan jentik dilakukan secara berkala (PJB).

Pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan

nyamuk yang ada didalam rumah seperti bak mandi atau wc, vas bunga, tatakan

kulkas, dll dan diluar rumah seperti talang air, alas pot kembang, ketiak daun,

lubang pohon, pagar bambu, dll yang dilakukan secara teratur sekali dalam

seminggu (Atikah, 2012).

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) dilakukan oleh anggota rumah tangga,

kader, juru pemantau jentik (jumatik), dan tenaga pemeriksa jentik lainnya. Hal-

hal yang perlu dilakukan agar rumah bebas jentik yaitu lakukan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3M plus (menguras, menutup, mengubur, plus

menghindari gigitan nyamuk). PSN merupakan kegiatan memberantas telur,

jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit seperti Demam

Berdarah Dengue, Chikungunya, Malaria, Filariasis (kaki gajah) ditempat-tempat

9
40

perkembangannya. 3 M Plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN

yaitu menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,

tatakan kulkas, tatakan pot kembang dan tempat air minum burung. Menutup

rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang bak control, lubang pohon,

lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan. Mengubur atau

menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti ban

bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas botol/gelas

aqua, plastik kresek, dll). Plus menghindari gigitan nyamuk, yaitu menggunakan

kelambu ketika tidur, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,

menghindari kebiasaan menggantung pakaian didalam kamar, mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi yang memadai, memperbaiki saluran talang air yang

rusak, menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) ditempat-tempat yang sulit

dikuras misalnya ditalang air atau didaerah sulit air. Memelihara ikan pemakan

jentik dikolam atau bak penampung air. Menanam tumbuhan pengusir nyamuk,

misalnya Zodia, Lavender, Rosemerry, dll (Anik, 2013).

Rumah bebas jentik bermanfaat populasi nyamuk menjadi terkendali

sehingga penularan penyakit dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau

dikurangi, kemungkinan terhindar dari berbagai penyakit semakin besar seperti

Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, Cikungunya atau kaki gajah,

lingkungan rumah menjadi bersih dan sehat (Anik, 2013).

2.1.3.2.8 Mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari

Semua sayur bagus dimakan, terutama sayuran yang berwarna (hijau tua,

kuning dan oranye) seperti bayam, kangkung, daun katuk, wortel, selada hijau

atau daun singkong. Semua buah bagus untuk dimakan, terutama yang berwarna

9
41

(merah, kuning) seperti mangga, papaya, jeruk, jambu biji atau apel lebih banyak

kandungan vitamin dan mineral serta seratnya. Pilihan buah dan sayur yang tepat

tidak merusak atau mengurangi kandungan gizinya. Konsumsi sayur dan buah

yang tidak merusak kandungan gizinya adalah dengan memakannya dalam

keadaan mentah atau dikukus. Direbus dengan air akan melarutkan beberapa

vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayur dan buah tersebut (Atikah,

2012).

Makan sayur dan buah setiap hari sangat penting, karena mengandung

vitamin dan mineral, yang mengatur pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan

mengandung serat yang tinggi. Manfaat vitamin yang ada didalam sayur dan buah

yaitu vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata, vitamin D untuk kesehatan

tulang, vitamin E untuk kesuburan dan awet muda, vitamin K untuk pembekuan

darah, Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, vitamin B

mencegah penyakit beri-beri, vitamin B12 meningkatkan nafsu makan.

2.1.3.2.9 Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Semua anggota keluarga sebaiknya melakukan aktivitas fisik minimal 30

menit setiap hari. Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh

yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan

kesehatan fisik, mental dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan

bugar sepanjang hari. Aktifitas fisik yang dapat dilakukan bisa berupa berjalan

kaki, berkebun, kerja tana, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai,

naik turun tangga, membawa belanjaan atau berupa olah raga, yaitu pushup, lari

ringan, bermain bola, berenang, senam, bermain tenis, yoga, fitness, angkat beban

atau berat (Atikah, 2012).

9
42

2.1.3.2.10 Tidak merokok di dalam rumah

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang menjadi kebutuhan dasar derajat

kesehatan masyarakat, salah satua speknya adalah “tidak ada anggota keluarga

yang merokok.” Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban dan para kader

kesehatan untuk mensosialisasikannya. Setiap kali menghirup asap rokok, baik

sengaja maupun tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun

(Atikah, 2012).

Tidak merokok dalam rumah, setiap anggota keluarga tidak boleh merokok

didalam rumah. Rokok ibarat bahan kimia. Berdasarkan hasil Susenas (Survey

Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, menyatakan bahwa 92,0% dari perokok

menyatakan kebiasaannya merokok didalam rumah ketika bersama anggota rumah

tangga lainnya, hal ini biasa dilakukan pada pagi hari disaat sarapan bersama

anak-anak dan sore sampai malam hari ketika sedang berkumpul dengan anggota

keluarganya (Anik, 2013).

2.1.4 Hubungan Motivasi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Motivasi petugas promosi kesehatan Puskesmas sebagai pelaksana

program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tidak terlepas dari pengaruh

motivasi petugas. Motivasi tersebut kemungkinan terkait dengan pengetahuan,

reward, pembinaan dan pengarahan, ketertarikan terhadap pekerjaan, pemahaman

tupoksi dan karakteristik umur, pendidikan lama kerja dan beban kerja.

Pembinaan dan pengarahan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan

motivasi. Faktor yang mempunyai hubungan dengan motivasi adalah umur,

9
43

tingkat pendidikan, lama kerja, beban kerja, pengetahuan, reward, ketertarikan

terhadap pekerjaan dan pemahaman terhadap tupoksi (Andi, 2010).

2.1.5 Hubungan Sikap dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Zaahara (2011) mengungkapkan pula bahwa ada hubungan positif sikap

terhadap kebersihan lingkungan dengan perilaku hidup sehat dan ibu dalam

keluarga. Sikap seseorang terhadap sesuatu hal akan positif apabila didukung

dengan pengetahuan atau pemahaman yang baik akan hal tersebut. Makin positif

sikap ibu terhadap kebersihan lingkungan maka makin tinggi pula kualitas

perilaku hidup sehat ibu dan sebaliknya makin negatif sikap ibu terhadap

kebersihan lingkungan, maka makin buruk pula perilaku hidup sehatnya dalam

keluarga.

2.1.6 Penelitian

2.1.6.1 Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nurul (2012) di Puskesmas

Kelurahan Sirnagalih menunjukkan bahwa pelaksanaan program kerja PHBS

cakupannya sebesar 70%. Sementara masih terdapat 30% petugas kesehatan yang

tidak mengetahui tentang PHBS. Dilaporkan juga posyandu masih merupakan

sarana paling tinggi sebagai sarana kegiatan promosi kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ayu Dewi (2013) di

Kelurahan Tasikmalaya Bandung Jawa Barat, terdapat 4 buah posyandu di

Kelurahan Tasikmalaya Bandung Jawa Barat. Target jumlah tenaga kesehatan

yang ada 20. Berdasarkan data di Puskesmas Tasikmalaya tercatat saat ini tercatat

9
44

ada 30 petugas kesehatan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 petugas kesehatan

hanya 10 orang yang mengerti tentang program kerja PHBS. Data ini

menunjukkan petugas kesehatan banyak yang masih belum mengetahui tentang

program kerja PHBS di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang dan

Kelurahan Tasikmalaya belum maksimal.

Menurut hasil penelitian terhadap Puskesmas di 10 Provinsi yang

dilakukan Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) menunjukkan,

petugas kesehatan di Puskesmas lebih banyak melakukan tugas tambahan

dibandingkan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini terlihat dari data bahwa 78,8%

tenaga kesehatan melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3% melakukan

tugas administrasi (DepartemenKesehatan, 2006). Demikian juga dengan petugas

promosi kesehatan, masih lebih banyak mengerjakan tugas administrasi dan

kebersihan dibandingkan tugas pokok dan fungsinya sebagai penyuluh kesehatan

atau promosi kesehatan (Shela, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Destya Andi (2009) dengan

judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi keluarga untuk melakukan

program perilaku hidup bersih dan sehat di Desa Mangunharjo Jatipurno

Wonogiri, hasil pengujian hubungan kepedulian petugas kesehatan dengan

motivasi melaksanaan PHBS diperoleh nilai X2 hitung 40,201 dengan p-value 0,000

dan C hitung 0,558, sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan

kepedulian petugas kesehatan dengan motivasi melaksanakan PHBS di Desa

Mangunharjo Jatipurno Wonogiri, dimana hubungan tersebut dalam kategori

cukup kuat.

9
45

2.1.7 Kerangka Teori

Menurut Notoatmodjo (2012), kerangka teori adalah merupakan formulasi

atau simplifikasi dari kerangka teori-teori yang mendukung penelitian tersebut

yang terdiri dari variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang

lain. Dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.6
Kerangka Teori

Sosial-Ekonomi :
Pendidikan
Perilaku pelaksanaan
Pekerjaan
program PHBS
Pendapatan
Kepercayaan

Motivasi petugas kesehatan


Sikap petugas kesehatan
Umur petugas kesehatan

(Notoatmodjo, 2012)

2.1.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan

(Notoatmodjo, 2012).

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis

beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Singkatnya, menurut

9
46

Sekaran, 2006, kerangka konsep membahas saling ketergantungan antarvariabel

yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau

akan diteliti. Menurut Nursalam, 2003, penyusunan kerangka konsep membantu

peneliti untuk membuat hipotesis, menguji hubungan tertentu dan membantu

menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang hanya dapat diamati atau

diukur melalui konstruk atau variable (Aziz, 2014).

Gambar 2.7
Kerangka Konsep

Motivasi Petugas Kesehatan


PHBS

Sikap Petugas Kesehatan

2.1.9 Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga

atau detail sementara yang kebenarannya akan dibuktikkan dalam penelitian

tersebut (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Ha : Ada hubungan antara motivasi petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

program kerja perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Puskesmas

Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015.

Ha : Ada hubungan antara sikap petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program

kerja perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Puskesmas Susunan Baru

Bandar Lampung Tahun 2015.

9
47

Ho : Tidak ada hubungan antara motivasi petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

program kerja perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Puskesmas

Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015.

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap petugas kesehatan terhadap pelaksanaan

program kerja perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Puskesmas

Susunan Baru Bandar Lampung Tahun 2015.

9
48

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif, yaitu jenis penelitian untuk mendapatkan gambaran dari beberapa

variabel yang akurat dari sebuah karakteristik masalah yang berbentuk

mengklasifikasikan suatu data (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Susunan Baru Bandar Lampung.

Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember tahun 2015.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini menggunakan desain survey Analitik

dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional, variabel

sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur

dan dikumpulkan secara stimulan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu

(dalam waktu yang bersamaan), dan tidak ada follow up. Cross sectional bisa

digunakan dalam penelitian deskriptif maupun analitik (Setiadi, 2013). Desain

cross sectional dalam penelitian ini digunakan variabel independennya motivasi

dan sikap sedangkan variabel dependennya pelaksanaan program kerja perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS).

9
49

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan

hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga

bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, akan tetapi

meliputi seluruh karakteristik atau sifat yanag dimiliki oleh subjek atau subjek itu

(Setiadi, 2013). Populasi dalam penelitian ini seluruah petugas Puskesmas

Susunan Baru Provinsi Lampung Tahun 2015. Jumlah populasi dalam penelitian

ini adalah 40 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Menurut Arikonto

(2006), jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua. Sampel dalam

penelitian ini menggunakan total populasi yaitu 40 responden dengan kriteria

inkulusi, yaitu :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yakni subjek penelitian dapat mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Aziz, 2014). Kriteria inklusi

pada penelitian ini adalah :

a. Semua petugas kesehatan yang berada di Puskesmas Susunan Baru.

b. Bisa membaca dan menulis.

9
50

c. Semua petugas kesehatan yang memiliki SK (termasuk kader kesehatan

yang memiliki SK yang dimiliki).

d. Bersedia menjadi responden.

2. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah kriteria untuk mengeluarkan subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian (Aziz, 2014). Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :

a. Petugas kesehatan yang sakit atau tidak dapat hadir dalam pengumpulan

data.

b. Petugas kesehatan yang tidak bersedia menjadi responden.

3.4.3 Tekhnik

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

accidental sampling yaitu pengambilan responden yang kebetulan ada dan

bersedia saat penelitian dilakukan.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai

dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara

empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Variabel penelitian

merupakan objek yang akan diteliti sehingga kita sudah bisa pastikan bahwa

variabel penelitian yang kita pilih sudah memenuhi syarat untuk diteliti (Budiman,

2013).

3.5.1 Variabel Bebas (Variabel Independent)

9
51

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi

oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel terikat (dependent

variabel) (Setiadi, 2013). Variabel independent merupakan variabel penelitian

yang tidak ketergantungan kepada variabel penelitian lainnya (Budiman, 2013).

Variabel independent dalam penelitian ini adalah motivasi dan sikap.

3.5.2 Variabel tidak bebas (Variabel Dependent)

Variabel dependen merupakan suatu variabel penelitian yang

ketergantungan kepada variabel peneliti lainnya. Jika terdapat dua variabel

penelitian maka variabel dependen merupakan variabel yang terjadi perubahan

(Budiman, 2013). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah pelaksanaan

program kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

3.6 Definisi Operasional

Variabel penelitian menjadi fokus utama dalam penelitian karena

berhubungan dengan substansi yang akan diteliti. Penerapan variabel penelitian

dideskripsikan untuk mempertegas dan memperjelas pelaksanaan penelitian.

Operasional variabel peneliti mencakup jenis variabel penelitian, definisi

konseptual, definisi operasional, alat ukur, kategori dan skala pengukuran.

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel

9
52

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Independent Motivasi adalah Quisioner Quisioner SS skor 4 Nominal
Motivasi sesuatu yang S skor 3
petugas mendorong atau TS skor 2
pendorong STS skor 1
seseorang
bertingkah laku
untuk mencapai
tujuan tertentu.

Independent Sikap adalah Observasi Observasi SS skor 4 Nominal


Sikap petugas pernyataan petugas S skor 3
kesehatan sehingga TS skor 2
sadar, mau dan STS skor 1
mampu
mempraktekkan
Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
(PHBS).

Dependent Pelaksanaan Quisioner Quisioner 1.Apabila Nominal


PHBS Program Perilaku responden
Hidup Bersih dan menjawab
Sehat (PHBS) benar ≥ 60%,
adalah mampu dan skor 2.
mau melaksanakan 2.Apabila tidak
perilaku hidup menerapkan
bersih dan sehat Perilaku Hidup
(PHBS) secara Bersih dan
mandiri Sehat (PHBS) <
(perorangan) 60%, skor 1.
dengan
menerapkan 10
indikator PHBS.

9
53

3.7 Alat Ukur dan Pengumpulan Data

Alat ukur adalah cara pengumpulan data. Pengukuran adalah penetapan

atau pemberian angka terhadap obyek atau fenomena menurut aturan tertentu

(Setiadi, 2013). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

yang berisi 10 pertanyaan yang dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan

atau angket tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban, untuk mempermudah

dalam melakukan analisis juga untuk menghindari bias jawaban.

3.7.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan untuk menghimpun teori-teori, pendapat yang

dikemukakan oleh para ahli yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan serta

literatur lainnya yang dijadikan sebagai landasan teoritis dalam rangka melakukan

pembahasan. Landasan teori ini dijadikan sebagai pembanding dengan kenyataan

di perusahaan.

3.8 Pengolahan Data

3.8.1 Editing/Memeriksa

Pada tahap penulis melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh

kemudian memastikan apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam pengisian.

3.8.2 Memberi Tanda Kode/Coding

Setelah melakukan editing data, penulisan kode tertentu pada tiap data

sehingga memudahkan penulis dalam melakukan analisis data.

3.8.3 Procesing

Prosesing proses pengetikan data dari lembar observasi ke program

computer agar dapat dianalisis.

9
54

3.8.4 Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada

kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut memungkinkan terjadi pada saat kita

mengentry ke computer.

3.9 Analisis data

Metode analisa yang digunakan terbagi dalam univariat dan bivariat.

Analisis univariat merupakan langkah awal analisis setiap variabel dalam

penelitian.

3.9.1 Analisis Univariat

Tujuan dari analisa ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik dari

masing-masing variabel yang diteliti. Analisa univariat digunakan untuk melihat

distribusi frekuensi, besarnya proporsi dari tabel yang diteliti, baik pada variabel

independent ataupun dependent. Fungsi analisa sebenarnya adalah

menyederhanakan atau meringkus kumpulan data hasil pengukuran sedemikian

rupa sehingga kumpulan data tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel dan

grafik. Setelah kuesioner terkumpul kemudian data dianalisa sesuai dengan bentuk

data.

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independent dan variabel dependent, sehingga diketahui kemaknaan secara

statistic. Skala yang digunakan adalah ordinal dan nominal.

9
55

BAB IV

PEMBAHASAN

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengkajian

Kesimpulan saat pengkajian, semua data subyektif dan obyektif yang ada

pada tinjauan kasus terjadi kesenjangan pada data karena data-data

tersebut tidak ada di landasan teori.

2. Diagnosa Keperawatan

Tidak semua diagnosa keperawatan yang ada dilandasan teori muncul pada

BAB III, hal ini dikarenakan tidak ditemukan data-data yang cukup untuk

menegakkan diagnosa yang ada pada teori, diagnosa yang muncul

disesuaikan pada kondisi klien.

3. Perencanaan

9
56

Ada rencana keperawatan yang tidak dapat terimplementasikan karena

intervensi yang dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami

klien.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada karena

intervensi dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami klien.

5. Evaluasi

Evaluasi dikemukakan pada hasil intervensi yang telah dilakukan pada

masing-masing diagnosa yang telah ditegakkan.

B. SARAN

1. Untuk klien dan keluarga

a. Menyarankan agar klien mengatur pola makan yang baik dan teratur.

b. Menganjurkan klien untuk menjaga kesehatan dengan baik.

c. Menyarankan kepada klien keluarga untuk selalu hidup bersih dan

sehat.

d. Menganjurkan kepada klien dan keluarga untuk mencuci tangan

menggunakan sabun sebelum dan sesudah makan.

2. Untuk Rumah Sakit

a. Lebih tingkatkan lagi prinsip sterilisasi pada tindakan apapun.

b. Petugas yang bekerja sebaiknya tidak lupa untuk mendokumentasikan

semua tindakan-tindakan kecil sekalipun.

9
57

3. Untuk Institusi

a. Menganjurkan untuk memperbanyak buku-buku tahun terbitan terbaru

demi kelancaran pembelajaran study bersama.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus ini dengan judul “Asuhan

Keperawatan Pada Tn.K dengan Gangguan Sistem Neurologi : Cedera Kepala

Sedang di Ruang Kutilang Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Hi.Abdul Moeloek

Provinsi Lampung.”

Dalam penyusunan studi kasus ini penulis banyak mendapat bantuan dan

bimbingan serta saran dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Drg.Torry Duet Irianto,M.M, M.Kes, selaku Direktur Utama Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Hi Abdul Moeloek Provinsi lampung.

2. Ibu Ns.Juniah, S.Kep, selaku direktur Institusi Akademi Keperawatan Bunda

Delima Bandar Lampung.

3. Bapak Ns. Ferry S.Kep, penguji nasional Akademi Keperawatan Bunda

Delima Bandar Lampung

9
58

4. Bapak Ns. Wijonarko SE, S.Kep, selaku Pembimbing Institusi Akademi

Keperawatan Bunda Delima Bandar Lampung

5. Bapak Ns. Ahmad Sapri, S.Kep, selaku penguji lahan Rumah Sakit Umum

Daerah Dr.Hi.Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan studi kasus ini. Untuk

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan rekan-

rekan sekalian, sehingga penulisan dan penyusunan studi kasus ini dapat lebih

baik. Penulis mengharapkan laporan study kasus ini dapat bermanfaat bagi

pembaca khususnya Mahasiswa Akademi Keperawatan Bunda Delima Bandar

Lampung.

Bandar Lampung, Juli 2014

Penulis

9
59

LEMBAR KONSULTASI

Nama : TRI UTAMI SEPRIYANA DEWI

NPM : 14320121P

Judul : Hubungan Motivasi Dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap


Pelaksanaan Program Kerja PHBS Di Puskesmas Susunan Baru
Bandar Lampung Tahun 2015

Pembimbing I : Linawati Novikasari, S.Kep, Ns. M.Kes

No. Hari/Tanggal Perbaikan/Saran Paraf

9
60

LEMBAR KONSULTASI

Nama : TRI UTAMI SEPRIYANA DEWI

NPM : 14320121P

Judul : Hubungan Motivasi Dan Sikap Petugas Kesehatan Terhadap


Pelaksanaan Program Kerja PHBS Di Puskesmas Susunan Baru
Bandar Lampung Tahun 2015

Pembimbing II : Triyoso S.Kep, Ns. M.Kes

No. Hari/Tanggal Perbaikan/Saran Paraf

9
61

HUBUNGAN MOTIVASI DAN SIKAP PETUGAS KESEHATAN


TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM KERJA PERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
DI PUSKESMAS SUSUNAN BARU BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

9
62

TRI UTAMI SEPRIYANA DEWI


NPM. 14320121P

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FK UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015

Anda mungkin juga menyukai