Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan

masyarakat merupakan sarana kesehatan yang sangat penting

dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui

beberapa fungsinya yaitu; sebagai sarana yang meningkatkan

dan memberdayakan masyarakat, sebagai sarana untuk

melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), sebagai

sarana untuk melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP),

serta sebagai pemantau dan pendorong pembangunan

berwawasan kesehatan. Untuk itu peranan puskemas

hendaknya tidak lagi menjadi sarana pelayanan pengobatan dan

rehabiliatif saja tetapi juga lebih ditingkatkan pada upaya

promotif dan preventif. (Rencana Strategis Kemenkes 2015-

2019).
Upaya promotif dan prefentif dilakukan puskesmas melalui

upaya pemberdayaan masyarakat dibawah tanggung jawab unit

promosi kesehatan (PROMKES). Salah satu program Unit

Promkes adalah program perilaku hidup bersih dan sehat..

Perkembangan program pembinaan PHBS di indonesia dimulai

sejak tahun 1996 oleh Depertemen Kesehatan, namun saat ini di


galang oleh kementrian kesehatan, bahkan sekarang Menteri

Kesehatan Republik Indonesia telah membuat Pedoman

Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang tertuang

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:2269/MENKES/PER/XI/2011 yang mengatur upaya

peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat atau disingkat

PHBS di seluruh Indonesia dengan mengacu kepada pola

manajemen PHBS, mulai dari tahap pengkajian, perencanaan,

dan pelaksanaan serta pemantauan dan penilaian. Upaya

tersebut dilakukan untuk memberdayakan masyarakat dalam

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya

sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu secara mandiri

ikut aktif dalam meningkatkan status kesehatannya (Depkes,

2013 dalam Ningsih & Jonyanis, 2014).


Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah

tangga atau keluarga, karena rumah tangga yang sehat

merupakan asset atau modal pembangunan di masa depan

yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya

Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan

terkena penyakit menular dan penyakit tidak menular, oleh

karena itu untuk mencegah penyakit tersebut, anggota rumah

tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS. Program


PHBS ini merupakan program nasional, yang dibuat untuk

seluruh wilayah di Indonesia. Dengan demikian, program-

program yang terdapat dalam program PHBS tidak membuat

perbedaan indikator penilaian untuk wilayah atau kawasan

tertentu, seperti wilayah pantai, wilayah desa atau wilayah kota.

Dengan demikian dalam pelaksanaan program PHBS di seluruh

kawasan Indonesia juga menggunakan 10 indikator PHBS yang

harus diperaktikan dirumah tangga karena dianggap mewakili

atau dapat mencerminkan keseluruhan perliku hidup bersih dan

sehat, indikator tersebut adalah: 1) Pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan. 2) Bayi di beri ASI ekslusif. 3) Menimbang

balita setiap bulan. 4) Ketersediaan air bersih. 5) Ketersediaan

jamban sehat. 6) Memberantas jentik nyamuk. 7) Mencuci

tangan dengan air bersih dan sabun. 8) Tidak merokok dalam

rumah. 9)Melakukan aktifitas fisik setiap hari. 10) Makan buah

dan sayur. (Depkes, 2013 dalam Ningsih & Jonyanis, 2014 ).


Berdasarkan laporan kementrian kesehatan Republik

Indonesia tahun (2015-2019), Persentase rumah tangga yang

mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

meningkat dari 50,1% (2010) menjadi 53,9% (2011), dan 56,5%

(2012), lalu turun sedikit menjadi 55,0% (2013). Karena target


tahun 2014 adalah 70%, maka pencapaian tahun 2013 tersebut

tampak masih jauh dari target yang ditetapkan.


Berikut ini presentase setiap indikator PHBS rumah tangga

tahun 2013 menurut Riskesdas, (2013) antara lain: 1)

pertolongan persalinan oleh layanan kesehatan 87,6%. 2)

/sumber air bersih baik 82,2%. 3) BAB di jamban 81,9%. 4) tidak

merokok di dalam rumah 78,8%. 5) perilaku mencegah jentik

77,4%. 6) Menimbang balita 68%. 7) aktifitas fisik setiap hari

52,8%. 8) Cuci tangan dengan benar 47,2%. 9) Memberikan ASI

eksklusif 38%. 10) Kosumsi sayur dan buah tiap hari 19,7%
Proporsi nasional rumah tangga dengan PHBS baik adalah

32,3 %, dengan proporsi tertinggi pada DKI Jakarta (56,8%) dan

terendah Papua (16,4%), Aceh (20%). Terdapat 20 dari 33

provinsi yang masih memiliki rumah tangga PHBS baik di bawah

proporsi nasional. Proporsi nasional rumah tangga PHBS pada

tahun 2007 adalah sebesar 38,7%.


Adapun Hal yang membuat tidak maksimalnya

pelaksanaan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

adalah terbatasnya kapasitas promosi kesehatan di daerah

akibat kurangnya tenaga promosi kesehatan. Berdasarkan

laporan Rifaskes 2011, diketahui bahwa jumlah tenaga penyuluh

kesehatan masyarakat di Puskesmas hanya 4.144 orang di

seluruh Indonesia. Tenaga tersebut tersebar di 3.085 Puskesmas


(34,4%). Rata-rata tenaga promosi kesehatan di Puskesmas

sebanyak 0,46 per Puskesmas. Itu pun hanya 1% yang memiliki

basis pendidikan/ pelatihan promosi kesehatan.


Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Promkes di

Puskesmas Darussalam pada tanggal 21 April 2016, diperoleh

data bahwa program PHBS rumah tangga biasanya dilakukan

setelah adanya pengkajian pada masyarakat. Kegiatan ini

dilakukan sekali dalam setahun pada 29 gampong yang terdapat

dalam wilayah kerja Puskesmas Darussalam namun, karena

terbatasanya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan

kurangnya tenaga Promkes yaitu sebanyak 2 orang program ini

hanya dilakukan pada 10 kepala keluarga di tiap-tiap gampong

wilayah kerja Puskesmas Darussalam. Hal ini menyebabkan

beberapa indikator PHBS rumah tangga yang belum mencapai

target antara lain; rendahnya bayi yang mendapatkan ASI

ekslusif, rendahnya perilaku mencuci tangan memakai sabun,

dan tingginya perilaku merokok dalam rumah.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui program kesehatan unit promosi kesehatan yang telah

diterapkan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Darusalam


2. Mengindentifikasi kesenjangan antara program yang dilaksanakan dengan

program kesehatan nasional


3. Mengalisis penyebab terjadinya kesenjangan atau kendala yang mengurangi

efektivitas dari pelaksanaan program


4. Mencari alternative penyelesaian masalah untuk menghilangkan,

mengurangi dan mengatasi kesenjangan yang ada

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan upaya untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,

agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan

yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan

didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Bila diterapkan untuk

DBK, maka menolong diri sendiri artinya masyarakat DBK mampu

menghadapi masalah masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan

cara mencegahnya dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah

terjadi dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata
lain, masyarakat DBK mampu berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya

(problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah diderita

maupun yang potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas

tertentu).Jika definisi itu diterapkan di Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan

sebagai berikut: Promosi Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas

untuk meningkatkan kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah

tangga) dan masyarakat di DBK, agar (1) pasien dapat mandiri

dalammempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, (2) individusehat,

keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan,

mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat, melalui (3) pembelajaran dari, oleh, untuk dan

bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2012)

2. Sasaran Promosi Kesehatan


Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga)jenis

sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3)sasaran tersier.
a) Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya

adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai

komponen dari masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku

hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku
bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat

dan keluarga (rumah tangga) akansulit dicapai jika tidak didukung

oleh:Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum

yangdapat diciptakan/ dikembangkan oleh para pemuka masyarakat,

baikpemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para

pemuka masyarakat, baik pemuka informalmaupun pemuka formal, dalam

mempraktikkan PHBS.Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social

pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum

(publicopinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi

terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya

oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders),

khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.


b) Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka

informal (misalnya pemuka adat, pemuka agamadan lain-lain) maupun

pemuka formal (misalnya petugaskesehatan, pejabat pemerintahan dan

lain-lain), organisasi ke masyarakatan dan media massa. Mereka

diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS

pasien,individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan

sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan

informasi tentang PHBS danmenciptakan suasana yang kondusif bagi


PHBS.Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna

mempercepat terbentuknya PHBS.

c) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa

peraturan perundang-undangan di bidang kesehatandan bidang-bidang lain

yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan

sumber daya. Merekadiharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan

PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengancara:

Memberlakukan kebijakan/ peraturan perundang undangan yang tidak

merugikan kesehatan masyarakatdan bahkan mendukung terciptanya

PHBS dan kesehatan masyarakat. Membantu menyediakan sumber daya

(dana, sarana danlain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya PHBS di

kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumahtangga) pada

khususnya serta masyarakat luas padaumumnya.


3. Strategi Promosi Kesehatan
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan

strategi promosi kesehatan paripurna yangterdiri dari (1) pemberdayaan, yang

didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh

semangat (4) kemitraan. Pemberdayaan adalah pemberian informasi

danpendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan,

guna membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat

menjalani tahap-tahap tahu,mau dan mampu mempraktikkan PHBS.Bina

suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan


mendorong dipraktikkannya PHBSserta penciptaan panutan-panutan dalam

mengadopsi PHBSdan melestarikannya. Sedangkan advokasi adalah

pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan

dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segimateri

maupun non materi.


a) Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat

merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan

sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi

kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secaraterus-menerus dan

berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu

klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar

(aspek knowledge), daritahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau

menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat

dibedakan adanya(a) pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga

dan (c)pemberdayaan kelompok/masyarakat.Dalam mengupayakan agar

klien tahu dan sadar, kuncinyaterletak pada keberhasilan membuat klien

tersebut memahamibahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah

baginya danbagi masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan

belummengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan

masalah,maka klien tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa

punlebih lanjut. Saat klien telah menyadari masalah yang


dihadapinya,maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih

lanjuttentang masalah yang bersangkutan.Perubahan dari tahu ke mau

pada umumnya dicapai denganmenyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi

masalah. Tetapi selainitu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah

tersebut bisadicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta

yangberkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan

(misalnyatentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya

takpernah terserang Diare karena perilaku yang dipraktikkannya).


Bilamana seorang individu atau sebuah keluarga sudah akanberpindah

dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh

dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat

diberikan bantuan langsung. Tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah

dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan kelompok/

masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community

organization) atau pembangunan masyarakat (community development).

Untuk itu, sejumlah individu dan keluargayang telah mau, dihimpun

dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang

dihadapi. Tidak jarang kelompok ini punmasih juga memerlukan bantuan

dari luar (misalnya dari pemerintahatau dari dermawan). Di sinilah letak

pentingya sinkronisasi promosikesehatan dengan program kesehatan yang

didukungnya danprogram-program sektor lain yang berkaitan. Hal-hal

yang akandiberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan dan


program lain sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini,

bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang

dibutuhkan masyarakat. Pemberdayaan akan lebih berhasil jika

dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan metode dan teknik

yang tepat. Padasaat ini banyak dijumpai lembaga-lembaga swadaya

masyarakat(LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap

kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antaramereka

maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan

masyarakat dapat berdayaguna dan berhasil guna. Setelah itu, sesuai ciri-

ciri sasaran, situasi dan kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakan

metode dan media komunikasi yang tepat.


b) Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang

mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku

yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan

sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di

rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-

orang yang menjadi panutan/idola, kelompokarisan, majelis agama dan

lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung

perilaku tersebut. Oleh karena itu,untuk memperkuat proses

pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari

fase tahu ke fase mau, perludilakukan bina suasana.Terdapat tiga kategori


proses bina suasana, yaitu (a) bina suasanaindividu, (b) bina suasana

kelompok dan (c) bina suasana publik.


c) Bina Suasana Individu
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh

masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-

individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu

dengan mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut

(misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak

merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi kader dan

turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang

kondusif bagi perubahan perilakuindividu.


d) Bina Suasana Kelompok
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam

masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun

Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi,

organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda,

serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama

pemuka/ tokoh masyarakat yang telah peduli.Dalam kategori ini

kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap

perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya.

Bentuk dukungan ini dapat berupakelompok tersebut lalu bersedia juga

mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi

pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol sosial terhadap

individu-individu anggotanya.
e) Bina Suasana Publik
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui

pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,

seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga

dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa

tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan.

Dengan demikian, maka media-media massa tersebut lalu menjadi mitra

dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang

diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini publik yang

positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang

positif iniakan dirasakan pula sebagai pendukung atau penekan

(socialpressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga

akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.


f) Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk

mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait

(stake holders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh

masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai

narasumber (opinion leader), atau penentu kebijaka n(norma) atau

penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat

dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana

kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS

masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina


suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum.

Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui

advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada dirisasaran advokasi

umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu(1) mengetahui atau

menyadari adanya masalah, (2) tertarik untukikut mengatasi masalah, (3)

peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai

alternatif pemecahan masalah,(4) sepakat untuk memecahkan masalah

dengan memilih salah satualternatif pemecahan masalah dan (5)

memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi

harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi

harus disiapkan dengan matang, yaitu:Sesuai minat dan perhatian sasaran

advokasi Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah.

Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah


Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based Dikemas secara

menarik dan jelas Sesuai dengan waktu yang tersedia Sebagaimana

pemberdayaan dan bina suasana, advokasi jugaakan lebih efektif bila

dilaksanakan dengan prinsip kemitraan.Yaitu dengan membentuk jejaring

advokasi atau forum kerjasama.Dengan kerjasama, melalui pembagian

tugas dan saling-dukung,maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan

untuk sampai kepadatujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya,

metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara cermat, sehingga

kerjasamadapat berjalan baik.


g) Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun

bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasamadan mendapatkan

dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,

keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan

kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan

lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a)

kesetaraan, (b)keterbukaan dan (c) saling menguntungkan.


h) Kesetaraan
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.

Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing

berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama

rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia

mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi

kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur

hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena kesepakatan.


i) Keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran

dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentarharus disertai

dengan alasan yang jujur,sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.Pada

awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya

pertengkaran. Akan tetapi kesadaranakan kekeluargaan dan

kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari

pertengkaran tersebut.

j) Saling Menguntungkan
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan

yang didapatoleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan kegiatan-kegiatan

kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-

keuntungannya (baik langsungmaupun tidak langsung) bagi semua

pihakyang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis,bila mungkin.


4. Pelaksana Promosi kesehatan
Memperhatikan strategi promosi kesehatantersebut di atas, maka dapat

dikatakan bahwa terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu (1)

setiap petugas kesehatandan (2) petugas khusus promosi kesehatan (disebut

penyuluh kesehatan masyarakat)


a) Setiap Petugas Kesehatan
Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu

sehat (misalnya dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium

dan lain-lain) wajib melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian

tidak semua strategi promosi kesehatan yang menjadi tugas utamanya,

melainkan hanya pemberdayaan. Pada hakikatnya pemberdayaan adalah

upaya membantu atau memfasilitasi pasien/ klien, sehingga memiliki

pengetahuan, kemauandan kemampuan untuk mencegah danatau

mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya (to facilitate problem

solving),dengan menerapkan perilaku hidup bersih dansehat (PHBS).

Dalam pelaksanaannya, upayaini umumnya berbentuk pelayanan

informasiatau konsultasi. Artinya, tenaga-tenagakesehatan Puskesmas

tidak hanya memberikanpelayanan teknis medis atau penunjang

medis,melainkan juga penjelasan-penjelasan berkaitan dengan


pelayanannya itu. Apalagi jika pasien ataupun individu sehat

menanyakannya atau menginginkan penjelasan. Sedangkan jika mereka

diam saja pun, tenaga kesehatan.


Puskesmas harus mengecek apakah diamnya itukarena sudah tahu atau

sebenarnya belum tahutetapi segan/tidak berani bertanya.Tantangan

pertama dalam pemberdayaan adalahpada saat awal, yaitu pada saat

meyakinkanseseorang bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah

dihadapi atau yang potensial) adalah masalah bagi yang bersangkutan.

Sebelum orang tersebut yakin bahwa masalah kesehatan itu memang

benar-benar masalah bagi dirinya, makaia tidak akan peduli dengan upaya

apa pun untuk menolongnya. Tantangan berikutnya datang pada saat

proses sudah sampai kepada mengubah pasien/klien dari mau menjadi

mampu. Ada orang-orang yang walaupun sudah mau tetapit idak mampu

melakukan karena terkendala oleh sumber daya (umumnya orang-orang

miskin). Ada juga orang-orang yang sudah mau tetapi tidak mampu

melaksanakan karena malas.


Orang yang terkendala oleh sumber daya (miskin) tentu harus

difasilitasi dengan diberibantuan sumber daya yang dibutuhkan.

Sedangkan orang yang malas dapat dicoba rangsang dengan hadiah

(reward) atau harus dipaksa menggunakan peraturan dan sanksi

(punishment).
b) Petugas Khusus Promosi Kesehatan
Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para

petugaskesehatan lain dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan:


Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media komunikasi guna

memudahkan petugas kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.

Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri atau melalui kemitra

andengan pihak-pihak lain. Menyelenggarakan advokasi dalam rangka

kemitraan bina suasana dan dalam mengupayakan dukungan dari pembuat

kebijakan dan pihak-pihak lain (sasaran tersier).


B. KONSEP PHBS RUMAH TANGGA
Hidup sehat merupakan suatu hal yang seharusnya memang diterapkan oleh

setiap orang, mengingat manfaat kesehatan mulaidari konsentrasi dalam bekerja

dan beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari tentu memerlukan kesahatan, baik

kesehatan pribadi maupun kesehatan anak serta keluarga untuk mencapai

keharmonisan keluarga. Menciptakan hidup sehat sebenarnya sangatlah mudah

serta murah, dibandingkan biaya yang harus kita keluarkan untuk pengobatan

apabila mengalami gangguan kesehatan. Akan tetapi yang kebanyakan yang

terjadi sudah mengidap penyakit baru mengobati sehingga akan membuat

kerugian tersendiri bagi yang mengalaminya. Perkembangan program pembinaan

prilaku hidup bersih dan sehat(PHBS) di indonesia dimulai sejak tahun 1996 oleh

Depertemen Kesehatan, namun saat ini digalang oleh kementrian

kesehatan,bahkan sekarang Menteri Kesehatan Republik


Indonesia telah membuat Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat yangtertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:2269/MENKES/PER/XI/2011 yang mengatur upaya peningkatan perilaku

hidup bersih dan sehat atau disingkat PHBS di seluruh Indonesia dengan
mengacu kepada pola manajemen PHBS, mulai dari tahap pengkajian,

perencanaan, dan pelaksanaan serta pemantauan dan penilaian. Upaya tersebut

dilakukan untuk memberdayakan masyarakat dalam memelihara, meningkatkan

dan melindungi kesehatannya sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu

secara mandiri ikut aktif dalam meningkatkan status kesehatannya.

Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga atau keluarga,

karena rumah tangga yang sehat merupakan asset atau modal pembangunan di

masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya.

Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena penyakit

menular dan penyakit tidak menular, oleh karena itu untuk mencegah penyakit

tersebut, anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS

(Depkes, 2013).
Program PHBS ini merupakan program nasional, yang dibuat untuk seluruh

wilayah di Indonesia. Dengan demikian, program-program yang terdapat dalam

program PHBS tidak membuat perbedaan indikator penilaian untuk wilayah atau

kawasan tertentu, seperti wilayah pantai, wilayah desa atau wilayah kota. Dengan

demikian dalam pelaksanaan program PHBS di seluruh kawasan Indonesia juga

menggunakan 10 indikator PHBS yang harus di peraktikan di rumah tangga

karena dianggap mewakili atau dapat mencerminkan keseluruhan perliku hidup

bersih dan sehat, indikator tersebut adalah:


1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2) Bayi diberi ASI ekslusif.
3) Menimbangbalita setiap bulan.
4) Ketersediaan air bersih.
5) Ketersediaan jamban sehat.
6) Memberantas jentik nyamuk.
7) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
8) Tidak merokok dalam rumah.
9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari.
10) Makan buah dan sayur.

Cakupan rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat diantar

Kecamatan Kabupaten Kuansing tidakada datayang memakai 10 indikator yang

digunakan dalam pendataan (PHBS) seperti pendataan oleh Badan Penelitian Dan

PengembanganKesehatan Kementrian Kesehatan RI yang memakai 10 indikator

dalam pendataan yang ber-PHBS, namun Kecamatan-Kecamatan di Kabupaten

Kuansing hanya memakai 2 indikator yaitu: ketersediaan air bersihdan jamban

sehat begitu juga dengan tempat penelitian peneliti yaitu Kecamatan Benai yang

hanya memakai 2 indikator. Keterangan ini didapatkan oleh peneliti dari UPTD

Kecamatan Benai.(Hasil Wawancara, Tangal 14 Desember2013).( Dalam jurnal

Nurhajati, 2014)

Berikut ini indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai

dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada

tahun 2011, yaitu mencakup delapan indikator individu (cuci

tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktivitas

fisik, merokok dalam rumah, persalinan oleh tenaga kesehatan,

memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator

rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas jentik


nyamuk). Pengertian indikator yang digunakan dalam PHBS

Riskesdas 2013 ini adalah sebagai berikut:

1) Persalinan oleh tenaga kesehatan


Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang

ditolong oleh tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam

tiga tahun terakhir sebelum survei (kurun waktu tahun 2010

sampai tahun 2013)


2) Melakukan penimbangan bayi dan balita
Indikator ini menggunakan variabel individu usia 0 sampai 59

bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam

enam bulan terakhir


3) Memberikan ASI eksklusif
Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan

ASI eksklusif diantara individu baduta usia 0 23 bulan.

Pengertian pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah

bayi usia 6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam

24 jam terakhir saat wawancara atau individu baduta yang

pertama kali diberi minuman atau makanan berumur enam

bulan atau lebih


4) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci

tangan dengan air bersih dan sabun saat sebelum

menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang

air besar, setelah menggunakan pestisida (bila


menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum

menyusui bayi (bila sedang menyusui)


5) Memakai jamban sehat
Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku

buang air besar menggunakan jamban saja


6) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa

melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari

seminggu
7) Konsumsi buah dan sayur setiap hari
Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu

yang biasa konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam

seminggu 149
8) Tidak merokok dalam rumah
Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu

yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah

pada saat ada anggota rumah tangga lainnya serta

memperhitungkan juga rumah tangga yang tidak ada anggota

rumah tangga yang merokok


9) Penggunaan air bersih
Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah

tangga yang menggunakan sumber air bersih dengan

kategori baik untuk seluruh keperluan rumah tangga


10) Memberantas jentik nyamuk
Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk

dalam indikator ini adalah rumah tangga yang menguras bak


mandi satu kali atau lebih dalam seminggu atau yang tidak

menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai

BAB III
ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN
DI PUSKESMAS DARUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2017

A. Gambaran Pelaksanaan Program Prilaku Hidup Bersih dan


Sehat di Puskesmas Darussalam Kabupaten Aceh Besar
Puskesmas Darussalam merupakan salah satu puskesmas

yang ada di Kabupaten Aceh Besar, yang terletak di sebelah

timur kota Banda Aceh , dengan jarak ke pusat kota provinsi

Aceh 15 km, dan jarak ke Ibu Kota Kabupaten 50,2. Puskesmas

Darussalam merupakan puskesmas yang terletak di Gampong

Lambaro Angan, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar.

Wilayah kerja mencakup 29 gampong yang terdiri dari Tungkop,

Limpok, Barabung, Tanjung Slamat, Tanjung Deah, Lamduro,

Lampuuk, Lamtimpeng, Lampuja, Lam Ujong Tungkop,

Lamgawe, Lamkeuneng, Siem, Lieu, Lamklat, Lambiheu Siem,

Lam Asan Siem, Lamreh, Krueng Kalee, Lambitra, Lambaro

Sukon, Kp. Cot Miruek Taman, Kp. Blang, Lambada Peukan,

Lambiheu Angan, Suleue, Kp. Angan, dan Lampeudaya (Profil

Puskesmas, 2016).
Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pembina kesehatan

wilayah melalui empat jenis upaya yaitu: Meningkatkan dan

memberdayakan masyarakat, melaksanakan Upaya Kesehatan

Masyarakat, melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan,

memantau dan mendorong pembangunan berwawasan

kesehatan. Untuk penguatan ke tiga fungsi tersebut, perlu

dilakukan Revitalisasi Puskesmas, dengan fokus pada 5 hal,

yaitu: 1) peningkatan SDM; 2) peningkatan kemampuan teknis


dan manajemen Puskesmas; 3) peningkatan pembiayaan; 4)

peningkatan Sistem Informasi Puskesmas (SIP); dan 5)

pelaksanaan akreditasi Puskesmas (Rencana Strategis

Kemenkes 2015-2019).
Dalam mendalankan fungsinya Puskesmas Darusssalam

memiliki unit promosi kesehatan yang bergerak dalam upaya

meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Kecamatan

Darussalam. Beberapa kegiatan promosi kesehatan antara lain:

Pendataan dan pembinaan PHBS di PHBS di tatanan RT,

Penyuluhan kelompok untuk pemberdayaan masyarakat,

pembinaan PHBS dan kesgilut di TK, kampanye cuci tangan

pakai sabun di TK, Pembinaan desa siaga, pembinaan PHBS di

pesantren, pembinaan pelaksanaan SMD dan MMD, Survey

Mawas Diri, Pelaksanaan MMD, Pembinaan posyandu dan monev

intregrasi. Perkembangan program pembinaan prilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) di Indonesia dimulai sejak tahun 1996

oleh Depertemen Kesehatan, namun saat ini di galang oleh

kementrian kesehatan, bahkan sekarang Menteri Kesehatan

Republik Indonesia (Ningsih & Jonyanis, 2014).


Indonesia telah membuat Pedoman Pembinaan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 2269/MENKES/


PER/XI/2011 yang mengatur upaya peningkatan perilaku hidup

bersih dan sehat atau disingkat PHBS di seluruh Indonesia

dengan mengacu kepada pola manajemen PHBS, mulai dari

tahap pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan serta

pemantauan dan penilaian (Ningsih & Jonyanis, 2014).


Puskesmas sebagai pusat kesehatan dasar masyarakat

pada tingkat kecamatan juga memiliki peran yang besar dalam

mewujudkan PHBS rumah tangga. Di Puskesmas Darussalam

program PHBS rumah tangga dilakukan berdasarkan 10 indikator

antara lain (Depkes RI, 2013 dalam Nurhajati, 2014):


1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Bayi di beri ASI ekslusif.
3. Menimbang balita setiap bulan.
4. Ketersediaan air bersih.
5. Ketersediaan jamban sehat.
6. Memberantas jentik nyamuk.
7. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
8. Tidak merokok dalam rumah.
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari.
10. Makan buah dan sayur.
Berdasarkan wawancara dengan petugas promkes

Puskesmas Darussalam Program PHBS rumah tangga dilakuakan

selama setahun sekali dengan menggunakan biaya Bantuan

Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas. Dalam

pelaksanaannya PHBS rumah tangga di Kecamatan Darussalam

dilakukan pada beberapa gampong dengan mengambil 10

rumah sebagai sampel pada setiap gampong.


B. Masalah PHBS Rumah Tangga di Wilayah Puskesmas

Darussalam
Tabel 3.1 Data PHBS Rumah Tangga di Kecamatan
Darussalam
Tahun 2016-2017
Jumlah Rumah Rumah
Jumla
Rumah Tangga Tangga
N h Capai Capaia
Gampong Tangga Ber- yang Ber-
o Ruma an (%) n (%)
yang PHBS PHBS
h
dipantau 2016 2017
1 Tungkop 441 10 5 50%
2 Limpok 110 10 5 50%
3 Barabung 98 10 5 50% 6 60%
4 Tanjung Selamat 420 10 5 50%
5 Tanjung Deah 210 10 5 50%
6 Lamduro 153 10 5 50%
7 Lampuuk 224 10 6 60%
8 Lamtimpeung 149 10 5 50%
9 Lampuja 43 10 3 30%
1 Lam Ujong 83 10 4 40% 6 60%
0 Tungkop
1 Lamgawe 49 10 3 30% 4 40%
1
1 Lamkeuneung 110 10 5 50%
2
1 Siem 130 10 4 40%
3
1 Lieu 185 10 5 50%
4
1 Lamklat 73 10 5 50%
5
1 Lambiheu Siem 120 10 5 50% 6 60%
6
1 Lam Asan Siem 85 10 5 50%
7
1 Lamreh 98 10 8 80% 9 90%
8
1 Krueng Kalee 70 10 4 40%
9
Jumlah Rumah Rumah
Jumla
Rumah Tangga Tangga
N h Capai Capaia
Gampong Tangga Ber- yang Ber-
o Ruma an (%) n (%)
yang PHBS PHBS
h
dipantau 2016 2017
2 Lambitra 119 10 5 50% 7 70%
0
2 Lambaro Sukon 120 10 4 40% 6 60%
1
2 Gampong Cot 120 10 5 50% 6 60%
2
2 Miruk Taman 189 10 4 40% 5 50%
3
2 Gampong Blang 96 10 4 40% 5 50%
4
2 Lambada Peukan 99 10 5 50%
5
2 Lambiheu Angan 96 10 3 30%
6
2 Tanjong Suelue 70 10 4 40%
7
2 Gampong Angan 37 10 5 50%
8
2 Lampeudaya 151 10 4 40%
9
Total 3948 290 135 46,6% 60 20%

Berdasarkan table diatas, target pencapaian kegiatan

PHBS yang dilakukan Puskesmas pada tahun 2016 sebanyak 290

rumah sedangkan pencapaian yang terlaksana hanya 135

rumah (46,6%) dari yang tersebar di 29 Gampong dengan

teknik pengambilan sampel 10 rumah per gampongnya. Namun

untuk tahun 2017 target pencapaiannya tetap 290 rumah, hanya


saja hinggga bulan Mei ini kegiatan yang sudah terlaksana

mencapai 60 rumah (20%). Hal ini dikarenakan entry data yang

belum lengkap.
C. Analisa SWOT Program Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Di Puskesmas Darussalam Kabupaten Aceh Besar

1. Target
a. Perawat Puskesmas Kecamatann Darussalam
b. Petugas Promkes Puskesmas Kematan Darussalam
c. Tokoh masyarakat atau perangkat Gampong (Geuchik, Tuha

Peut, Kepala Dusun) tokoh agama dan polsek Darussalam


d. Bidan desa
e. Kader posyandu
2. Sasaran
Sasaran dari porojek propoasal ini adalah rumah tangga

di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Darussalam


3. Stategi
a. Kerjasama lintas program antar unit di Puskesmas

Darussalam
b. Melakukan kunjungan rumah (home vitit)
c. Pemberian informasi tentang 10 indikator PHBS rumah

tangga
d. Pembinaan PHBS rumah tangga pada 10 sampel rumah

tangga di tiap Gampong Kecamatan Darussalam


e. Pemberian motivasi untuk melakukan PHBS rumah tangga
4. Kegiatan
Kegiatan yang telah dilakukan di Puskesmas Darussalam

yaitu kegiatan kunjungan rumah (home visit), penyuluhan

terkait 10 indikator PHBS rumah tangga dan pembinaan

penerapan PHBS rumah tangga yang dilaksanakan sebulan

sekali pada 10 rumah setiap gampong kecamatan


Darussalam. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan dengan

metode pengambilan secara acak pada 10 rumah di setiap

gampong kecamatan Darussalam


5. Pihak yang ikut berperan
a. Keluarga
Keluarga sangat berperan penting dalam

menerapkan PHBS dengan mandiri di dalam keluarganya.

Agar PHBS dalam rumah tangga dapat terealisasikan

maka pengetahuan dan kemauan harus dimilki olet tiap

keluarga. Tanpa adanya pengetahuan dan kemauan maka

PHBS ini akan sulit diterapkan.


b. Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat berperan penting dalam

meningkatkan motivasi keluarga umtuk melakukan PHBS,

kegiatan PHBS ini juga dapat didukung dengan adanya

kebijakan gampong yang dibentukoleh tokoh masyarakat

sebagai contoh, membuat jadwal gotong royong secara

rutin tiap bulannya.


c. Kader Posyandu
Kader berperan sebagai pemberi motovasi kepada

keluarga untuk menerapkan PHBS dirmah khususnya pada

indicator pemberian ASI eksklusif dan penimbangan berat

badan bayi dan balita disetiap bulannya. Hal ini

dikarenakan kader merupakan perpanjangan tangan dari


Puskesmas dan kader merupakan salah satu pihak yang

dekat dengan masyarakat.


d. Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah petugas

kesehatan dan bidan desa. Tenaga kesehatan dapat

melakukan penerapan PHBS rumah tangga melalui

program-program yang telah direncanakan. Dalam hal ini

tenaga kesehatan juga melakukan kerjasama melalui lintas

sektor dan dinas program dengan dinas terkait dalam

rangkat peningkatan derajat kesehatan.


6. Kerjasama lintas sektoral atau program
a. Pemerintah
b. Dinas kesehatan Kabupaten dan provinsi
c. Pihak Kecamatan dan Kelurahan
7. Analisa SWOT
a. Kekuatan (Strengths)
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa:
1) Terdapat kader posyandu pada setiap gampong
2) Terdapat format penilaian khusus 10 indikator PHBS

rumah tangga
3) Terdapat dana bantuan operasional kesehatan (BOK)

untuk pelaksanaan program PHBS rumah tangga


4) Terdapat media berupa ppt dan leflet dalam menjalankan

program PHBS rumah tangga


5) Adanya pelatihan terkait 10 indikator PHBS rumah tangga
6) Terdapat kerjasama lintas sektor maupun lintas program
b. Kelemahan (Weakness)
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa:
1) Terdapat beberapa indikator PHBS rumah tangga yang

belum mencapai target seperti; Masih tingginya angka


ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif, masih banyak

prilaku masyarakat yang tidak mencuci tangan pakai

sabun, masih banyak prilaku masyarakat yang merokok

di dalam rumah
2) Anggaran dana BOK yang terbatas dan hanya dapat

digunakan untu dilakukan program PHBS rumah tangga

sekali dalam setahun.


3) Kurang tersedianya media yang updet
4) Petugas promkes hanya 2 orang
5) Kunjungan rumah (home visit) dan pembinaan PHBS

rumah tangga hanya dilakukan sekali dalam setahun


6) Perubahan perilaku masyarakat tidak dapat dilakukan

hanya dengan sekali pembinaan PHBS rumah tangga


c. Kesempatan (Opportunities)
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa:
1) Dinas kesehatan memberikan kewenangan kepala

puskesmas untuk melaksanakan PHBS rumah tangga

melalui unit promkes, sehingga program tersebut dapat

terlaksana dengan mudah dan efektif.


2) Tingginya kebutuhan pelayanan PHBS rumah tangga,

dilihat dari banyaknya prilaku masyarakat yang masih

kurang perduli akan kesehatan.


3) Adanya hubungan yang baik antar sektor dalam

pelayanan kesehatan seperti hubungan dengan

pemerintah kecamatan, antar puskesmas, dan dinas


kesehatan. Hubungan yang baik ini membentuk

mekanisme pelayanan kesehatan di masyarakat


4) Adanya kerjasama lintas program puskesmas dengan

rumah zakat dalam pemberian penyuluhann PHBS rumah

tangga di Gampong Tanjong Deah


d. Ancaman (Threats)
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa:
1) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang 10

indikator PHBS rumah tangga


2) Kurangnya kemauan masyarakat untuk menerapkan

perilaku PHBS rumah tangga


3) Kurangnya kesadaran masyarat tentang prilaku PHBS

rumah tangga
4) Masih terdapat beberapa gampong yang tidak memiliki

Tempat Pembuangan Sementara (TPS)


D. Alternatif Pemecahan Masalah
Secara garis besar pelaksanaan Program Promkes Puskesmas

Darussalam khususnya PHBS rumah tangga sudah berjalan baik.

Namun, berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasi,

alternative penyelesaian masalah tersebut adalah sebagai

berikut:
1. Menurut Sawitri, (2013) tentang Pengaruh Pengetahuan dan

Sikap Kepala Keluarga terhadap PHBS dalam Tatanan Rumah

Tangga. menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan (p =

0,014) dan sikap (p = 0,042) terhadap perilaku hidup bersih

dan sehat dalam tatanan rumah tangga di Desa Aek Korsik


Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhan Batu Utara.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut kepala desa dengan

masyarakat diharapkan dapat bekerjasama lebih aktif untuk

meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan

masyarakat dengan cara membuat kegiatan yang dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan

dengan memberikan promosi kesehatan untuk meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya kepala

keluarga sehingga dapat diaplikasikan dan menjadi contoh

bagi keluarga.
2. Menurut McLelland, (2014) tentang dukungan terhadap ibu

menyusui: pandangan oleh bidan dan perawat. Menyatakan

adanya kebutuhan berupa dukungan pada ibu dalam hal

pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui pandangan bidan dan perawat maternitas

terhadap faktor yang mempengaruhi inisiasi dan

kesinambungan pemberian ASI, yang berfokus pada

dukungan pada para ibu untuk menigkatkan durasi pemberian

ASI. Sebanyak 12 orang perawat maternitas dan 5 orang

bidan disiapkan untuk melakukan pelayanan dalam bentuk

dukungan pada ibu dengan post natal dimana mereka

diharuskan untuk menghadiri salah satu dari tiga kelompok


diskusi. Mereka diberikan jadwal perencanaan pulang dari

rumah sakit (hospital dischard) sebanyak satu hingga dua kali

kunjungan.
3. Menurut Lazelere, (2012) tentang promosi pencegahan prilaku

merokok. Menyatakan bahwa perilaku merokok dapat

meyebabkan angka yang cukup signifikan pada angka

kesakitan dan angka kematian. Praktisi kesehatan khususnya

perawata dapat menggunakan strategi konseling kerangka 5A

(The Five As Framework). Kerangka tersebut terdiri dari lima

bagian yaitu ask (menanyakan), advise (menasehati), asses

(mengkaji), assist (membantu), dan arrange (menetapkan).

Pada bagian ask, praktisi kesehatan mempromosikan

pencegahan perilaku merokok yang dapat dilihat melalui

peningkatan kepuasan pasien setiap kali kunjungan meskipun

beberapa diantaranya belum termotivasi. Pada bagian advise

praktisi kesehatan bersama dengan pasien dapat

mendiskusikan mengenai hal baik yang dicapai jika

menghilangkan kebiasaan merokok. Pada bagian asses,

praktisi kesehatan dapat mengkaji seberapa kuat tekad

pasien untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya. Pada

bagian assist, praktisi kesehatan dapat membantu pasien

mengantisipasi kesulitan yang dihadapi dan meyakinkan


mereka untuk mendapatkan dukungan sosial. Pada bagian

arrange, praktisi kesehatan harus mengkonfirmasi ulang apa

yang telah direncanakan oleh klien meliputi keuntungan

dalam mencegah perilaku merokok dan menanyakan pada

klienantisipasi dan pencegahan terhadap situasi yang memicu

kekambuhan.
4. Menurut Biran, (2014) tentang Pengaruh intervensi terhadap

perubahan prilaku cuci tangan dengan sabun di India.

menyatakan bahwa ada pengaruh intervensi perubahan

perilaku terhadap perilaku mencuci tangan dengan sabun di

India. Intervensi yang dilakukan pada 14 desa dikawasan

Chittoor di Andrha Pradesh bagian utara India meliputi

penyuluhan di lingkungan sekitar, penyuluhan di sekolah,

penyediaan poster terkait penyediaan truk sampah dan

kunjungan setiap rumah. Desa yang dilibatkan pada

penelitian tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Setelah enam

minggu diberikan intervensi, terdapat peningkatan perilaku

mencuci tangan pada kelompok intervensi (19%)

dibandingkan dengan kelompok kontrol (4%). Setelah enam

bulan diberikan intervensi terdapat peningkatan perilaku

mencuci tangan pada kelompok intervensi (37%)


dibandingkan dengan kelompok kontrol (6%). Perilaku

mencuci tangan yang dimaksud meliputi mencuci tangan

setelah membuang air, membersihkan bagian tubuh anak-

anak sebelum menyiapkan makanan serta sebelum dan

sesudah makan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Program PHBS merupakan program nasional yang dibuat

untuk seluruh wilayah Indonesi. Pelaksanaan program PHBS

menggunakan 10 indikator yang harus di praktikkan di rumah

tangga dan dianggap mewakili atau mencerminkan keseluruhan

perilaku hidup bersih dan sehat , indikator tersebut antara lain

(Depkes RI, 2013):


1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Bayi di beri ASI ekslusif.
3. Menimbang balita setiap bulan.
4. Ketersediaan air bersih.
5. Ketersediaan jamban sehat.
6. Memberantas jentik nyamuk.
7. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
8. Tidak merokok dalam rumah.
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari.
10. Makan buah dan sayur.
Berdasarkan wawancara dengan petugas promkes Puskesmas

Darussalam Program PHBS rumah tangga dilakuakan selama

setahun sekali dengan menggunakan biaya Bantuan Operasional

Kesehatan (BOK) Puskesmas. Dalam pelaksanaannya PHBS

rumah tangga di Kecamatan Darussalam dilakukan pada

beberapa gampong dengan mengambil 10 rumah sebagai

sampel pada setiap gampong.


PHBS yang dilakukan Puskesmas pada tahun 2016

sebanyak 290 rumah sedangkan pencapaian yang terlaksana

hanya 135 rumah (46,6%) dari yang tersebar di 29 Gampong

dengan teknik pengambilan sampel 10 rumah per gampongnya.


Namun untuk tahun 2017 target pencapaiannya tetap 290

rumah, hanya saja hinggga bulan Mei ini kegiatan yang sudah

terlaksana mencapai 60 rumah (20%). Hal ini dikarenakan entry

data yang belum lengkap.


B. Saran
1. Berdasarkan penelitian Sawitri, (2013) tentang Pengaruh

Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga terhadap PHBS dalam

Tatanan Rumah Tangga diharapkan Keuchik dan masyarakat

diharapkan dapat bekerjasama lebih aktif untuk

meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan

masyarakat dengan cara membuat kegiatan yang dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan

dengan memberikan promosi kesehatan untuk meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya kepala

keluarga sehingga dapat diaplikasikan dan menjadi contoh

bagi keluarga.
2. Berdasarkan McLelland, (2014) tentang Dukungan terhadap

ibu menyusui: pandangan oleh bidan dan perawat. Diharapka

Puskesmas dapat memberikan dukungan pada ibu dengan

postpartum dimana ibu diharuskan untuk menghadiri salah

satu dari tiga kelompok diskusi bagi ibu postpartum.


3. Berdasarkan Lazelere, (2012) tentang promosi pencegahan

prilaku merokok. Diharapkan puskesmas dapat melakukan


penyuluhan dengan strategi konseling kerangka 5A (The Five

As Framework). Kerangka tersebut terdiri dari lima bagian

yaitu ask (menanyakan), advise (menasehati), asses

(mengkaji), assist (membantu), dan arrange (menetapkan).

Pada bagian ask, praktisi kesehatan mempromosikan

pencegahan perilaku merokok yang dapat dilihat melalui

peningkatan kepuasan pasien setiap kali kunjungan meskipun

beberapa diantaranya belum termotivasi. Pada bagian advise

praktisi kesehatan bersama dengan pasien dapat

mendiskusikan mengenai hal baik yang dicapai jika

menghilangkan kebiasaan merokok. Pada bagian asses,

praktisi kesehatan dapat mengkaji seberapa kuat tekad

pasien untuk menghilangkan kebiasaan merokoknya. Pada

bagian assist, praktisi kesehatan dapat membantu pasien

mengantisipasi kesulitan yang dihadapi dan meyakinkan

mereka untuk mendapatkan dukungan sosial. Pada bagian

arrange, praktisi kesehatan harus mengkonfirmasi ulang apa

yang telah direncanakan oleh klien meliputi keuntungan

dalam mencegah perilaku merokok dan menanyakan pada

klien antisipasi dan pencegahan terhadap situasi yang

memicu kekambuhan.
4. Menurut Biran, (2014) tentang Pengaruh intervensi terhadap

perubahan prilaku cuci tangan dengan sabun di India.

Diharapka puskesmas dapat melakukan penyuluhan lebih

gencar di lingkungan sekitar, penyuluhan di sekolah,

penyediaan poster terkait penyediaan truk sampah dan

kunjungan setiap rumah. Perilaku mencuci tangan yang

dimaksud meliputi mencuci tangan setelah membuang air,

membersihkan bagian tubuh anak-anak sebelum menyiapkan

makanan serta sebelum dan sesudah makan.

Anda mungkin juga menyukai